Anda di halaman 1dari 32

Peran Orang Tua dan Masyarakat dalam Belajar Bahasa serta

Cara Anak Belajar Bahasa

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teori Belajar Bahasa
yang diampu oleh Cecep Dudung J., M.pd

disusun oleh:

Nuri Yulhani Alviah 18213014

Mandha Hermawati 18213013

Bagas 17213006

Kelas 3B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU SOSIAL,BAHASA DAN SASTRA
INSTITUT PENDIDIKAN INDONESIA
GARUT
2020

1
Kata pengantar

Puji syukur marilah kita panjatkan kepada kehadirat Allah Swt


yang hingga saat ini masih memberikan kita nikmat Iman dan Kesehatan
sehingga kami diberi kesempatan untuk dapat menyelesaikan tugas
penulisan tentang “Peran Orang Tua dan Masyarakat dalam Belajar
Bahasa serta Cara Anak Belajar Bahasa.” Selawat beserta salam semoga
tetap tercurah limpahkan kepada baginda tercinta kita kita Nabi
Muhammad SAW yang kita nantikan Syafaat diakhirat nanti. Dalam
penyusunan makalah ini, kami banyak sekali mengalami kesulitan
terutama karena kurangnya ilmu pengetahuan yang kami miliki, namun
berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak akhirnya makalah ini
dapat terselesaikan dengan cukup baik. Oleh karena itu, kami ucapkan
terima kasih kepada semua pihak terutama kepada Pak Cecep Dudung J.,
M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Teori Belajar Bahasa yang
telah memberikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasa serta materi yang ada pada makalah
ini. Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan terdapat kata-kata yang
kurang berkenan. Kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun
khususnya dari Dosen dan umumnya dari pembaca demi perbaikan
makalah ini di waktu yang akan datang.

Garut, 18 Oktober 2020

Penulis

i
Daftar Isi
Kata pengantar .......................................................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan .................................................................................................. 1
Latar belakang ........................................................................................................... 1
BAB II Pembahasan .................................................................................................. 6
A. Tahapan perkembangan bahasa anak pada fase golden age ................................ 6
B. Peran orang tua dalam tahapan perkembangan bahasa anak ............................... 11
C. Interaksi sosial anak............................................................................................. 15
D. Peran lingkungan terhadap perkembangan bahasa anak ..................................... 16
E. Factor penyebab pemerolehan bahasa kotor pada anak usia dini ........................ 19
F. Pengaruh pemerolehan kata kotor terhadap perkembangan bahasa anak usia dini 21
G. Langkah-langkah mengatasi anak yang berkata kotor ......................................... 21
BAB III Penutup ....................................................................................................... 23
Kesimpulan ............................................................................................................... 23
Daftar Pustaka ........................................................................................................... 25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak adalah anugerah terindah yang diberikan Tuhan kepada setiap orang tua.
Menurut Santoso (2011: 2) orang tua adalah orang dewasa pertama bagi anak dalam
keluarga, tempat anak menggantungkan hidupnya, tempat ia mengharapkan bantuan
dalam pertumbuhan dan perkembangannya menuju kedewasaan. Dengan demikian
orang tua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Oleh karena itu,
orang tua harus mampu menjaga, membimbing dan memberikan apa yang
dibutuhkan anaknya, baik pemenuhan gizi, pakaian, tempat tinggal maupun
pendidikan. Pendidikan anak tidak hanya dimulai dari ketika anak memasuki
sekolah dasar, tetapi dimulai dari ketika anak di dalam kandungan.Salah satu
pendidikan yang dapat dilakukan seorang ibu kepada anaknya yang masih dalam
kandungan adalah pendidikan bahasa. Bahasa menurut Chaer (2011: 30) adalah alat
verbal yang digunakan untuk berkomunikasi.Waskito (2009) menambahkan bahwa
bahasa didefinisikan sebagai suatu lambang bunyi yang digunakan oleh suatu
anggota masyarakat untuk bekerja bersama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri.
Hal ini sejalan dengan pendapat Wolraich et. al. (2008) bahwa Bahasa mengacu
kepada kemampuan menerima respon, mengekspresikan ide, pikiran, emosi, dan
keyakinan. Jadi dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah suatu alat verbal yang
berupa lambang bunyi yang digunakan untuk berkomunikasi, berinteraksi,
mengidentifikasi diri serta mengekspresikan ide, pikiran, emosi dan keyakinan.
Seorang ibu bisa melakukan beberapa hal sebagai stimulasi perkembangan otak
maupun bahasa anak, seperti mengajak anak berbicara dan memperdengarkan lagu-
lagu yang memiliki muatan positif. Hal ini sejalan dengan pendapat Trelease (2006:
19-37) bahwa agar perkembangan bahasa dan kognitif anak dapat optimal,
sebaiknya stimulasi verbal dilakukan sedini mungkin yaitu sejak anak masih berada
di dalam kandungan. Sejalan dengan hal tersebut, Altmann (dalam Dardjowidjojo,
2000) menyatakan bahwa sejak bayi berumur 7 bulan dalam kandungan, seorang
bayi telah memiliki sistem pendengaran yang telah berfungsi.

1
Pendapat tersebut didukung oleh Silberg (2004: 33) yang menyatakan bahwa
ketika masih di dalam rahim, bayi sudah mampu membedakan suara manusia.
Lebih lanjut Silberg (2004: 135) menyatakan bahwa perjalanan bahasa dimulai dari
rahim, pada saat janin terus menerus mendengar suara ibunya. Hal ini didukung
oleh pendapat Papalia, (2008: 248-249) bahwa orang tua memainkan peran penting
pada setiap perkembangan bahasa. Orang tua sebaiknya mulai berkomunikasi
dengan anaknya bahkan sejak anaknya masih bayi, yang dapat dilakukan dengan
membaca buku cerita.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa stimulasi dari
orang tua sebaiknya dilakukan sejak bayi di dalam kandungan, karena ia sudah
memiliki sistem pendengaran yang telah berfungsi, sehingga bisa mendeteksi suara
yang ia dengarkan. Hal tersebut dapat dimanfaatkan oleh orang tua dalam
memberikan rangsangan positif bagi si bayi dengan cara mengajak bayi berbicara
atau memperdengarkan musik-musik lembut.
Semakin sering orang tua mengajak bayi berbicara, maka kosa kata yang
didapatkan si bayi akan semakin bertambah dan hal tersebut dapat menjadi
rangsangan untuk membantu bayi belajar berbicara. Hal ini sesuai dengan yang
dinyatakan oleh Silberg (2004: 51) yang menyatakan bahwa berbicara dan
bernyanyi untuk bayi secara berarti mempercepat prosesnya mempelajari kata-kata
baru. Lebih lanjut Silberg (2004: 81) berpendapat bahwa berbicara dengan si kecil
sejak usia dini akan membantu anak-anak belajar bicara.Disini terlihat bahwa orang
tua sangat berperan dalam membantu mengoptimalkan bahasa anak.
Pada dasarnya orang tua memang memiliki peranan yang sangat penting
dalammendampingi dan membimbing perkembangan bahasa anak, karena orang tua
khususnya ibu adalah orang terdekat bagi anak. Ibu dan anak sudah
berkomunikasisejak anak di dalam kandungan sampai ia dilahirkan. Tahapan dari
ketika anak dilahirkan sampai dengan anak bisa berbicara adalah tahapan yang
paling penting dalam masa pemerolehan bahasa.Tahapan tersebut biasa disebut
dengan fase golden age. Fase golden age merupakan tahapan proses pemerolehan
bahasa anak yang cukup baik, karena pada tahapan ini, otak anak mulai
berkembang dan bisa menyerap berbagai macam rangsangan yang ada di
sekitarnya.

2
Hal ini sejalan dengan pendapat Kosasih (2008) yang menyatakan bahwa ‘The
Golden Age’ adalah masa emas yang tepat untuk diberikan stimulasi.Pada masa ini
perkembangan motorik anak semakin baik, sejalan dengan perkembangan
kognitifnya yang mulai kreatif dan imajinatif.Anak-anak memperoleh bahasa
pertamanya dari apa yang mereka dengar dan lihat, sehingga orang tua harus bisa
mengoptimalkan pemerolehan bahasa anak tersebut, dikarenakan pemerolehan
bahasa pertama akan berdampak pada tahapan perkembangan bahasa selanjutnya.
Pendapat tersebut sejalan dengan Soetjiningsih (2003: 29-31, 62-70) yang
menyatakan bahwa dalam perkembangan anak terdapat masa kritis, sehingga
diperlukan rangsangan atau stimulasi yang berguna agar potensi anak berkembang
secara optimal. Anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih
cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang atau tidak mendapat
stimulasi. Pada periode ini stimulasi verbal sangat penting untuk perkembangan
bahasa anak. Lebih lanjut berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (2005), stimulasi verbal yang dapat dilakukan orang tua untuk
mengembangkan kemampuan bicara dan bahasa anak diantaranya adalah dengan
bernyanyi dan menceritakan sajak-sajak kepada anak, menonton televisi, banyak
berbicara kepada anak dalam kalimat-kalimat pendek, serta membacakan buku
cerita kepada anak setiap hari.Hal ini didukung oleh pendapat dari Silberg (2004:
113) yang menyatakan bahwa anak-anak belajar tata bahasa dengan lebih mudah
dengan mendengarkan kalimat-kalimat pendek.
Oleh karena itu, fase golden age harus benar-benar dimanfaatkan oleh orang
tua, karena masa pemerolehan bahasa terbaik anak adalah di tahapan tersebut. Hal
ini sejalan dengan pendapat dari Hidayat (2006) yang menyatakan bahwa pada usia
dini adalah usia emas anak untuk mempelajari suatu bahasa, sehingga peran orang-
orang di sekitarnya sangat membantu pemerolehan dan penguasaan bahasa anak.
Ibu yang kurang berperan dalam memenuhi kebutuhan dasar anak mempunyai
dampak pada perkembangan anak yaitu terganggunya perkembangan bahasa anak
untuk tahapan selanjutnya. Orang tua (ibu) adalah orang pertama yang mengajak
anak untuk berkomunikasi, sehingga anak mengerti bagaimana cara berinteraksi
dengan orang lain menggunakan bahasa. Lingkungan (keluarga) adalah salah satu
faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.Hal yang serupa juga dinyatakan

3
oleh Glenn Doman (Institutes for the Achievment of Human Potential) (dalam
Syahid, 2008) bahwa kunci keberhasilan dari berlangsungnya stimulasi terletak di
tangan para orang tua. Lebih lanjut Oofuka Masaru (dalam Syahid, 2008)
menyatakan bahwa ibu sangat berperan penting dalam pemberian stimulasi kepada
anak, karena anak lebih peka dan cepat dalam menangkap bahasa ibu, gerakan ibu
dan suasana hati ibu.Sentuhan dan pelukan serta kebersamaan dengan anak
merupakan modal utama dalam pemberian stimulasi. Hal ini diperkuat oleh
pendapat dari Cipto Mangunkusumo (dalam Hariwijaya: 2010: 13) yang
menyatakan bahwa pendidikan dimulai di pangkuan ibu, setiap kata yang diucapkan
dan didengar anak-anak kecil cenderung membentuk wataknya.
Dalam hal ini orang tua tidak hanya memperhatikanbanyaknya kata yang bisa
dikuasai oleh anak, tetapi kandungan moral di dalam kata-kata tersebut. Ibu harus
bisa memilih kata sebaik mungkin, karena kata-kata yang disampaikan oleh orang
tua akan terekam dan ditirukan oleh anak.Setiap kata yang diucapkan orang tua
merupakaan jelmaan dari pendidikan karakter yang ditanamkan kepada anak. Oleh
karena itu orang tua khususnya ibu harus mampu memilih kata dan bisa
menyampaikannya dengan cara yang terbaik yang bisa membuat anak berbicara
dengan kata-kata yang baik pula.Karena pada masa ini anak-anak masih dalam
proses peniruan. Ia akan meniru apa yang didengar dan dilihat di sekitarnya.
Sejalan dengan pendapat Azhim (2007) menyatakan bahwa keluarga
mempengaruhi perkembangan bahasa anak dalam pemilihan kosakata dan jenis
kosakata. Keluarga khususnya ibu yang memotivasi anak dan menyediakan
lingkungan berbahasa yang sesuai, maka anak akan lebih maju daripada teman
sebayanya dalam menguasai keterampilan berbahasa dan pemakaiannya. Selain itu
ibumemberikan kebutuhan dasar pada anak untuk tumbuh kembang.Asuh dan asih
menyebabkan konstitusi anak atau fungsi organ tubuh, terutama otak menjadi baik,
sehingga anak dapat mencerna stimulasi yang diberikan. (Jaenudin, 2000) Dengan
demikian perkembangan anak dapat berjalan secara optimal. Lebih lanjut Silberg
(2004: 111) menambahkan bahwa kemampuan dan kapasitas berbahasa di masa
mendatang paling baik berkembang pada lingkungan yang kaya dengan bahasa
percakapan.

4
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa peran ibu
sangat penting dalam optimalisasi perkembangan bahasa anak. Pemberian stimulus
yang baik akan mendukung kemampuan anak dalam menguasai bahasa. Stimulasi
yang dapat diberikan oleh ibu atau keluarga adalah dengan selalu mengajak anak
berbicara, membacakan cerita, memperdengarkan lagu anak-anak atau bisa dengan
bernyanyi. Hal tersebut bisa merangsang penguasaan kosa kata anak. Kosa kata
yang banyak akan membuat anak berkomunikasi dengan lancar. Kenyataan yang
ditemui selama ini dalam kehidupan sehari-hari, para orang tua belum sepenuhnya
memahami tahapan perkembangan bahasa anak dan hal apa saja yang harus
dilakukan dalam menyikapi setiap tahapan perkembangan bahasa anak tersebut.
Ketika anak balita belum bisa menyebutkan kata, sebaiknya orang tua tidak
mengajari anak untuk menyebutkan suatu kata, karena itu termasuk pemaksaan dan
melampaui tahapan perkembangan bahasa balita tersebut. Lalu, seperti apakah
tahapan perkembangan bahasa anak? Bagaimana pendampingan yang seharusnya
dilakukan orang tuadi setiap tahapan perkembangan bahasa anak tersebut? Dan
bagaimana dengan orang tua yang memiliki pola asuh yang berbeda? Makalah ini
mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dengan kata lain bahwa
makalah ini fokus pada pembahasan tentang tahapan perkembangan bahasa anak
dan bagaimana peran orang tua pada setiap tahapan tersebut.
Selain orang tua, pengaruh lingkungan masyarakat berpengaruh juga terhadap
perkembangan bahasa anak. Dengan bersosialisasi dan berinteraksi dengan teman
maupun lingkungan sekitar, seorang anak membutuhkan bahasa untuk
berkomunikasi. Kemampuan berkomunikasi dengan bahasa merupakan hal
mendasar dan sangat penting dalam perkembangan seorang anak. Dengan
berbahasa anak akan dapat mengembangkan kemampuan bergaul (social skill)
dengan orang lain. Seseorang tidak akan bisa berkumunikasi tanpa adanya peran
penting bahasa. Anak dapat mengekspresikan dan mengaktualisasikan apa yang ada
dalam pikirannya melalui bahasa dengan tujuan agar orang lain dapat memahami
apa yang dipikirkan oleh anak tersebut. Dalam menjalin suatu hubungan, bahasa
memiliki peranan penting sehingga hal ini dapat membantu anak dalam berinteraksi
dengan sesama. Oleh karena itu tidak diragukan lagi bahwa bahasa dianggap
sebagai salah satu indikator kesuksesan yang akan didapatkan oleh seorang anak.

5
Realitanya dalam masyarakat, banyak dari kita yang menganggap bahwa anak yang
banyak berbicara, merupakan cerminan anak yang cerdas tanpa memperhatikan
perkembangan bahasa yang dimiliki oleh anak.
Kurangnya filter bahasa yang didapat dari lingkungan menyebabkan adanya
pengaruh kurang baik pada diri anak itu sendiri. Hal ini akan terlihat ketika mereka
bersosialisasi dan berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa yang digunakan
bergantung pada lingkungan di mana mereka sering berinteraksi. Misalnya, jika
anak sering berkumpul dengan orang-orang yang menggunakan bahasa santun
maka seorang anak akan terbentuk menjadi anak yang berbahasa santun. Sebaliknya
jika anak berada dalam lingkungan bahasa yang kurang baik maka bahasa anak
akan kurang baik juga. Penyebabnya karena anak akan mudah untuk merekam apa
yang didengar dan dilihatnya tanpa melihat akibatnya. Anak pada masa
pembentukan biasanya akan dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan dalam
membentuk kepribadiannya. Dalam hal ini, anak bersifat imitative atau peniru, apa
yang ia lihat, rasakan dan lihat dari lingkungannya akan diikuti karena ia belum
mengetahui batasan benar dan salah, baik dan buruk serta pantas atau tidak pantas.
Anak masih belajar untuk mencoba dengan meralat perilaku yang dapat diterima
oleh lingkungannya. Oleh karena itu, seorang anak harus bisa peka terhadap
pengaruh dari lingkungan di sekitarnya. Dalam masalah ini orang tua sebagai
pendidik di rumah dan guru sebagai pendidik di sekolah harus bisa memberikan
pengaruh edukatif (bersifat mendidik) yang seluas-luasnya kepada anak agar dapat
membantu mengembangkan perilaku anak yang positif. Memberikan pengaruh
edukatif bisa dengan cara penanaman akhlak yang baik sedini mungkin serta
memberi nasehat yang sifatnya membangun menggunakan bahasa yang halus agar
anak tidak mudah tersinggung.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tahapan Perkembangan Bahasa Anak Fase Golden Age


Perkembangan bahasa dimulai dari ketika anak dilahirkan sampai dengan ia
bisa berbicara. The American Speech-Language-HearingAssociation (Dalam Levey
and Polirstok, 2011: 133-134) menyatakan bahwa tahapan perkembangan bahasa
anak sebagai berikut:
1. Birth to 3 months (Lahir sampai usia 3 bulan)
(Anak-anak senang membuat suara seperti mendengkur), menangis untuk
kebutuhan yang berbeda dan tersenyum ketika melihatmu)
2. 4 to 6 months (4 sampai 6 bulan)
(Berbicara dalam berbagai macam bunyi, termasuk p, b dan m, tertawa,
menyuarakan kegembiraan dan perasaan tidak senang, dan mendenguk ketika
sendirian dan ketika bermain bersamamu)
3. 7 months to 1 Years (7 bulan sampai 1 tahun)
(Babbling memiliki bunyi yang panjang dan pendek, seperti ‘tata upup bibibibi’,
bicara atau seperti menangis untuk mendapatkan perhatian, menggunakan gerak
isyarat untuk berkomunikasi (seperti melambai, memegang lengan untuk
diangkat, menirukan bunyi yang berbeda, dan memiliki satu atau dua kata seperti
hi, dog, dada, mama yang berada di sekitarnya sejak lahir, meskipun bunyinya
belum terlalu jelas).
4. 1 to 2 Years (1 sampai 2 tahun)
Bayi sudah bisa mengatakan banyak kata di setiap bulannya, menggunakan satu
atau dua kata untuk bertanya, (seperti “Dimana kitty?” “Bay-bay” “Apa itu”),
mengambil dua kata secara bersama (seperti “kuenya lagi” “tidak ada jus” ‘ibu,
buku”), dan menggunakan banyak bunyi konsonan yang berbeda di awal kata).
5. 2 to 3 Years (2 sampai 3 tahun)
a. (Memiliki kata untuk setiap hal, menggunakan dua atau tiga kata untuk
berbicara atau bertanya terkait sesuatu dengan menggunakan bunyi k, g, f, t,
d dan n, bisa memahami pembicaraan orang yang dikenal sepanjang waktu
dan seringkali bertanya terkait benda yang menarik perhatiannya.

7
b. (Mengerti perbedaan perbedaan suatu arti, misalnya “go-stop”, “in-on”,
“big-little”, “updown”, mengikuti dua permintaan misalnya “ambil buku itu
dan taruh di meja.
Lebih lanjut dalam buku Language Development Understanding
Language Diversity in the Classroom (2011: 134) karya Levey dan Polirstok
disebutkan bahwa tahapan perkembangan bahasa bayi dan anak sebagai
berikut:
1. Babblesat about 8 months (e.g., “bababababa”)
2. Produces two words at about 12 months
3. Uses gestures (e.g., waving) at 12 months
4. Produces early words by 15 months (e.g., “mama”)
5. Produces about 20 words at 18 months
6. Imitate two-word utterences at about 18 months
7. Points of items of interest (e.g., dogs, bicycles, and toys) by 20 months
8. Understands simple directions at 21 months
9. Produces about 50 words and word combinations by 24 months
10. Can understand speech by 30 months
Maksud dari kutipan di atas adalah pada usia 8 bulan bayi mengoceh
“bababababa”, dan pada usia 12 bulan memproduksi dua kata dan
menggunakan gerak isyarat seperti melambai. Selanjutnya pada usia 15
bulan bayi memproduksi kata pertama seperti ‘mama’ dan pada usia 18
bulan bayi memproduksi sekitar 20 kata dan menirukan 2 rangkaian kata.
Bayi menunjuk benda-benda yang menarik seperti anjing, sepeda, dan
mainan pada usia 20 bulan. Pada usia 21 bulan bayi sudah bisa memahami
arahan sederhana. Selanjutnya bayi sudah bisa memproduksi sekitar 50 kata
dan mengkombinasi kata pada usia 24 bulan, sedangkan pada usia 30 bulan
bayi sudah bisa memahami suatu pembicaraan.

Lebih lanjut Piaget dan Vygotsky (dalam Tarigan, 1988) memberikan


istilah-istilah di setiap tahapan perkembangan bahasa anak. Tahapan tersebut
adalah sebagai berikut:

8
1. Tahap Meraban (Pralinguistik) Pertama (0,0-0,5)

Clark (1977) menyatakan bahwa anak pada tahap meraban


pertama sudah bisa berkomunikasi walalupun hanya dengan cara
menoleh, menangis atau tersenyum. Dengan demikian orang tua dan
anak sudah berkomunikasi dengan baik sebelum anak dapat b erbicara.

2. Tahap Meraban kedua:(0,5-1,0)

Menurut Clark (1977) dari segi komprehensi kemampuan bahasa


anak semakin baik dan luas. Anak semakin mengerti beberapa makna kata,
misal: nama (diri sendiri atau panggilan ayah dan ibunya), larangan,
perintah, dan ajakan (misal permainan ciluk baa). Lebih lanjut, Tarigan
(1985) menambahkan bahwa tahap ini disebut tahap kata tanpa makna.
Ciri-ciri lain tahapan ini yaitu ocehan, seringkali dihasilkan dengan
intonasi, kadang-kadang dengan tekanan menurun yang ada hubungannya
dengan pertanyaan-pertanyaan. Pada tahap mengoceh (babbling) bayi
mengeluarkan bunyi-bunyi yang makin bertambah variasinya dan semakin
kompleks kombinasinya.Mereka mengkombinasikan vokal dengan
konsonan menjadi struktur yang mirip dengan silabik (suku kata), misal
ma-ma-ma, ba-baba, pa-pa-pa, da-da-da-da dsb.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Goldman (dalam Saxton:


2010) yang menyatakan bahwa kata seperti ‘mama’ relative mudah untuk
diucapkan pada usia 12 bulan. Pada kenyataannya, seringkali anak-anak
secara spontan mengoceh sebelum ia bisa menyebutkan kata tersebut. Hal
itu terjadi karena mama tersusun dari bunyi yang sederhana dan diadakan
menjadi rangkaian berulang dari silabik yang sederhana.

Lebih lanjut Tarigan (1985) menyatakan bahwa usia 7 sampai 8


bulan anak-anak sudah bisa mengenal bunyi kata untuk obyek yang sering
diajarkan dan dikenalkan secara berulang-ulang. Selanjutnya usia 8 bulan
sampai 1 tahun anak mulai mencoba mengucapkan segmen-segmen fonetik
berupa suku kata kemudian berupa kata. Misal, bunyi “bu” kemudian
“bubu” dan terakhir baru dapat mengucapkan kata “ibu”.Pada tahap ini

9
anak sudah berinisiatif memulai komunikasi dan menggunakan bahasa
isyarat untuk menunjuk atau meraih benda-benda.

3. Tahap holofrastik: Tahap linguistik pertama (1,0-2,0)

Tahap ini adalah anak sudah mengucapkan satu kata. Menurut


Tarigan (1985) ucapan-ucapan satu kata pada periode ini disebut
holofrase/holofrastik karena anak-anak menyatakan makna keseluruhan
frase atau kalimat dalam satu kata yang diucapkannya itu. Contohnya kata
‘asi’ (maksudnya nasi) dapat berarti dia ingin makan nasi, dia sudah
makan nasi, nasi tidak enak apakah ibu mau makan nasi? dan sebagainya

4. Tahap linguistik II: Kalimat Dua Kata (2,0-3,0)

Anak sudah mampu mengucapkan dua kata. Hal ini sejalan dengan
pendapat Tarigan (1985) bahwatahap ini disebut juga tahap kata omong
kosong, tahap kata tanpa makna. Ciri-ciri lain yang menarik selain yang
telah disebutkan tadi adalah: ocehan, seringkali dihasilkan dengan intonasi,
kadang-kadang dengan tekanan menurun yang ada hubungannya dengan
pertanyaan-pertanyaan. Pada tahap mengoceh (babbling) bayi
mengeluarkan bunyi-bunyi yang makin bertambah variasinya dan semakin
kompleks kombinasinya. Mereka mengkombinasikan vokal dengan
konsonan menjadi struktur yang mirip dengan silabik (suku kata) misal:
ma-ma-ma, ba-ba-ba, pa-pa-pa, da-da-da-da dan sebagainya. Ocehan ini
tidak memiliki makna danada kemungkinan tidak dipakai setelah anak
dapat berbicara (mengucapkan kata atau kalimat). Ocehan ini akan
semakin bertambah sehingga anak mampu memproduksi perkataan
pertama atau periode satu kata, yang muncul sekitar usia satu tahun.

5. Tahap Linguistik II: Kalimat Dua Kata (3,0-4,0)

Menurut Tarigan (1980) tahapan linguistik kedua ini biasanya


mulai menjelang hari ulang tahun kedua. Kanak-kanak memasuki tahap ini
dengan pertama kali mengucapkan dua holo frase dalam rangkaian yang
cepat. Misalnya mama masak, adik minum, papa pigi (ayah pergi), baju

10
kakak dan sebagainya.Ucapan-ucapan ini pun mula-mula tidak jelas seperti
‘di’ maksudnya adik, kemudian anak berhenti sejenak, lalu melanjutkan
‘num’ maksudnya minum, maka berikutnya muncul kalimat “adik
minum”.Pada akhir tahapan ini anak sudah bisa bertanya dan meminta.
Kata-kata yang digunakan untuk itu sama seperti perkembangan awal yaitu
sini, sana, lihat, itu, ini, lagi, mau dan minta.

6. Tahap Linguistik III: Pengembangan Tata Bahasa (4,0-5,0)

Tahap ini dimulai sekitar usia 2,6 bulan tetapi ada juga sebagian
anak yang memasuki tahap ini ketika memasuki usia 2,0 tahun, bahkan ada
juga anak yang lambat yaitu ketika anak berumur 3,0 tahun. Pada
umumnya, pada tahap ini, anak-anak telah mulai menggunakan elemen-
elemen tata bahasa yang lebih rumit, seperti pola-pola kalimat sederhana,
kata-kata tugas (di, ke, dari, ini, itu, dan sebagainya), penjamakan,
pengimbuhan, terutama awalan dan akhiran yang mudah dan bentuknya
sederhana (Hartati, 2000).

7. Tahap linguistik kompetensi penuh (5,0-7,0)

Tarigan (1988) menyatakan bahwa salah satu perluasan bahasa


sebagai alat komunikasi yang harus mendapat perhatian khusus di
sekolah dasar adalah pengembangan baca tulis (melek huruf). Jadi, pada
tahapan ini anak sudah bisa dikenalkan dan diajarkan untuk menulis.
Menurut Izzaty, dkk (2013: 106) belajar membaca dan menulis
membebaskan anak-anak dari keterbatasan untuk berkomunikasi
langsung. Menulis merupakan tugas yang dirasa lebih sulit daripada
membaca bagi anak. Cara belajar menulis dilakukan setahap demi
setahap dengan latihan dan seiring dengan perkembangan membaca.
Membaca memiliki peran penting dalam pengembangan bahasa.

Berdasarkan pembagian tahapan perkembangan bahasa dari beberapa


ahli sebagaimana dipaparkan di atas, maka untuk pembahasan lebih lanjut,
tahapan perkembangan bahasa anak dibagi dalam tujuh tahapan. Dapat
diketahui bahwa setiap tahapan perkembangan bahasa memiliki karakteristiknya

11
masing-masing. Oleh karena itu, semua orang tua harus bisa memahami hal
tersebut agar bisa memberikan stimulasi yang tepat sehingga mampu
mengoptimalkan perkembangan bahasa anaknya. Urutan tahapan perkembangan
bahasa anak sebagai berikut:

1. Tahapan pertama (dari lahir sampai 1 tahun)


Anak-anak sudah bisa berkomunikasi dengan orang tua melalui
tangisan, senyuman, mendengkur dan mengoceh (babbling) sepeerti
“bababababa” dan pada akhir tahapan ini anak sudah mulai bisa
menyebutkan kata ibu atau bapak.
2. Tahapan kedua (1 sampai 2 tahun)

Pada tahapan ini anak sudah mampu mengucapkan satu kata yang
mana kata tersebut mewakili keseluruhan frase atau kalimat. Kata yang
diucapkan biasanya berupa objek atau kejadian yang biasa ia lihatatau
dengar dan dilakukan berulang-ulang. Kata tersebut juga dikombinasikan
dengan gerak isyarat berupa permintaan, pertanyaan, perintah,
pemberitahuan, penolakan dan lain-lain yang membantu anak dalam
berkomunikasi. Pada tahap ini anak juga masih kesulitan mengucapkan kata
r, s, k j, dan t. Hal itu disebabkan karena alat ucap anak belum matang.

3. Tahapan ketiga (2 sampai 3 tahun)

Anak-anak sudah bisa mengucapkan dua kata dalam rangkaian yang cepat.

4. Tahapan keempat (3 sampai 4 tahun)

Pada tahapan ini anak-anak sudah mulai menggunakan bagian-


bagian tata bahasa, seperti pola-pla kalimat sederhana, kata-kata tugas, dan
lain-lain.

5. Tahapan kelima (4 sampai 5 tahun)

Pada tahapan ini anak-anak sudah terampil bercakap-cakap dan


mulai menggunakan tata bahasa yang lebih rumit. Misalnya kaliamat
mejemuk sederhaan seperti “aku mau nonton sambil makan”.

12
6. Tahapan keenam(5 sampai 6 tahun)

Pada tahapan ini anak-anak telah menguasai bagian-bagian sintaksis


bahasa ibunya serta memiliki kompetensi untuk memahami dan
memproduksi bahasa secara memadai.Selama periode ini, anak-anak
dihadapkan pada tugas utama mempelajari bahasa tulis.Hal tersebut
dimungkinkan anak-anak menguasai bahasa lisan.

7. Tahapan ketujuh (6 sampai 7 tahun)

Pada tahapan ini anak-anak sudah menggunakan kalimat yang lebih


kompleks. Anak-anak sudah dihadapkan untuk mempelajari bahasa tulis,
perkembangan bahasa pada usia sekolah dasar ini meningkat dari bahasa
lisan ke bahasa tulis. Selanjutnya, bagaimana stimulasi dan pendampingan
yang harus dilakukan orang tua untuk mengoptimalkan perkembangan
bahasa anak?

B. Peran Orang Tua Dalam Tahapan Perkembangan Bahasa Anak


1. Tahapan perkembangan pertama (0 sampai 1 tahun)
Hal yang harus dilakukan orang tua pada tahapan ini adalah
mengenalkan nama anak dan sebutan untuk ayah serta ibu. Hal tersebut dapat
dilakukan dengancara sering menyebutkan nama anak ketika sedang
berkomunikasi dengannya. Contoh: “Halo Razita”, “Razita cantik mandi dulu
yaaa? “Ibu sayang sama Razita” Kata tersebut diucapkan sambil mencium dan
memeluknya. Lalu ketika Ayah berangkat kerja, “Itu Ayah mau pergi kerja,
salaman dulu ya sama Ayah” anak didekatkan kepada ayah atau meminta ayah
menggendongnya dan memeluknya. Cara lain yang ditawarkan oleh Silberg
(2004: 10) yaitu ketika anak terlentang di dalam boksnya, bicaralah dari pinggir
tempat tidur dan panggillah namanya, terus ucapkan namanya sampai ia
menggerakkan mata atau kepalanya ke sumber suara. Hal tersebut bertujuan
untuk memperkenalkan nama bayi tersebut.
Pada tahapan ini pula orang tua harus mengenalkan nama benda
sebanyak mungkin secara berulang-ulang, karena pada tahapan ini anak
meraban disertai dengan memperlihatkan atau mengangkat barang-barang. Hal

13
tersebut harus diberi tanggapan dan dimanfaatkan oleh orang tua, agar
penguasaan kosakata anak bisa bertambah. Hal ini sesuai dengan pendapat
Silberg (2004: hal 49) yang menyatakan bahwa jumlah kata yang didengar
seorang bayi setiap hari mempengaruhi kecerdasannya di masa depan, kebaikan
sosial, dan prestasi belajarnya Hal ini dapat dilakukan dengan mulailah
percakapan dengan si kecil. Ucapkan kalimat singkat, seperti “Hari ini indah”
bila ia merespon dengan tangis atau isakan, berhenti bicara dan tatap matanya.
Sewaktu si kecil bicara, jawablah dengan anggukan kepala atau senyum.Ini
menunjukkan pada si kecil bahwa kita mendengarkan dan menikmati suaranya.
Lanjutkan dengan kalimat lain. Selalu berhenti dan dengarkan responsnya. Bila
kita membiarkan si kecil tahu bahwa kita memperhatikannya dan senang
dengan apa yang ia katakana, kita mengembangkan keterampilan bahasa dan
kepercayaan dirinya. Silberg (2004: 97) menambahkan bahwa memberikan jeda
antarkata saat berbicara akan membantu bayi berkonsentrasi pada bunyi bahasa.
2. Tahapan perkembangan kedua (1 sampai 2 tahun)
Hal yang harus dilakukan orang tua adalah mencermati situasi dan
keadaan pada saat anak mengucapkan sebuah kata. Orang tua harus segera
menanggapi dengan cara mendengarkan dan menanyakan kembali apa yang
dimaksud oleh si anak. Misalnya ketika anak mengatakan ‘aus’ yang hal
tersebut bisa berarti ‘haus’, dilihat dari gerakan anak tersebut dan biasanya akan
menunjuk benda yang berhubungan dengan kata yang disampaikannya. Selain
itu orang tua sudah bisa menyebutkan nama-nama benda yang ada di rumah dan
meminta anak menunjuk benda tersebut. Pada tahapan ini anak juga senang
ketika orang tua atau orang –orang terdekatnya membacakan cerita. Hal lain
yang bisa dilakukan pada tahapan ini adalah sesuai dengan pendapat Silberg
(2004: 131) yang menyatakan bahwa meniru adalah keterampilan alami yang
dapat dilakukan bayi dengan sangat baik. Ucapkan satu kata dan doronglah si
kecil untuk meniru kita. Pilih kata-kata yang ia kenali dan mulailah dengan suku
kata. Anda mungkin telah melakukan ini dengan mengajarkan padanya “Apa
yang dikatakan si sapi?” Setiap saat si kecil mengulangi ucapan Anda, pujilah ia
dan beri pelukan. Beberapa kata-kata yang gampang adalah bayi, ayah, mami,
apel, sinar, meong dan dah-dah.

14
3. Tahapan perkembangan ketiga (2 sampai 3 tahun)
Pada tahapan ini anak sudah bisa diajak menyebutkan angka-angka
dasar, seperti angka satu, dua, tiga sampai sepuluh. Ketika orang tua berbicara
kepada anak harus dengan perlahan dan ucapan yang jelas supaya anak dapat
membedakan setiap kata. Penekanan atau pengulangan setiap kata juga akan
membantu. Ungkapan-ungkapan pendek yang diucapkan orang tuapun akan
menjadi stimulusyang baik bagi anak dan supaya anak bisa cepat memahami
sebaiknya diberi pengulangan. Menurut Silberg (2004: 39) ungkapan pendek
mempercepat perkembangan proses bahasa. Misalnya, Duduklah di depan
cermin dengan si kecil di pangkuan, lalu katakanlah “siapa bayi itu?”,
lambaikan tangan si kecil dan ucapkan “halo bayi” dan gerakan-gerakan yang
lainnya disertai dengan ungkapan-ungkapan yang disesuaikan dengan gerakan
tersebut.
4. Tahapan perkembangan keempat (3 sampai 4 tahun)
Pada tahapan ini orang tua terus mengajak anak berbicara pada setiap
kegiatan yang dilakukan bersama, misalnya pada saat makan, mandi,
berpakaian, bermain dan lain sebagainya, karena pada saat ini anak sudah
mengetahu tentang kegunaan suatu benda. Orang tua pun dapat mengajak anak
untuk menceritakan cerita-cerita lucu atau pertanyaan-pertanyaan yang
mengandung humor. Hal ini sejalan dengan pendapat Silberg (2004: 29) yang
menyatakan bahwa (anak-anak yang tumbuh di lingkungan yang kaya akan
bahasa biasanya selalu lancar berbahasa pada pada usia tiga tahun. Orang yang
sewaktu kecil terisolasi dari bahasa akan sulit menguasai bahasa pada saat
dewasa meskipun mereka pintar dan dilatih dengan intensif.).
Pada tahapan ini sesering mungkin orang tua mengajak anak untuk
berinterkasi dengan membicarakan hal-hal yang dijumpai atau dialami si anak.
Hal tersebut akan merangsang anak untuk berbicara, baik bercerita maupun
bertanya tentang sesuatu hal. Hal ini sesuai dengan pendapat A. Gultom, Budi
Susilo dan M. Shelly (dalam Ratnawati, 2000: 11) bahwa bentuk interaksi yang
dimaksudkan antara lain bermain bersama anak, memberi kesempatan dan
mendorong anak untuk melakukan pekerjaan tertentu di sekitar rumah, dan
mendorong atau merangsang anak untuk lebih banyak bertanya. Tampaknya

15
interaksi verbal merupakan bentuk yang sangat penting dan bermanfaat
terutama dalam usaha mendorong anak bertanya. Lebih lanjut disampaikan
bahwa anak yang banyak mengajukan pertanyaan cenderung lebih cerdas
disbanding yang sebaliknya.
5. Tahapan perkembangan kelima (4 sampai 5 tahun)
Silberg (2004: 104) menyatakan bahwa anak-anak mempelajari bahasa
dengan mendengarkan kata-kata yang diulang-ulang. Karenanya, semakin awal
kita berbicara dengannya, hasilnya akan lebih baik. Selain itu, anak-anak bisa
diajak ke tempat-tempat umum, seperti pasar, taman bermain, tempat wisata,
kebun binatang agar anak dapat mengenal hal-hal lain di sekitarnya dan
memperkaya kosa katanya. Selain itu, orang tua bisa membiasakan untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan apa yang dilihat atau
yang dialami, agar anak terbiasa merangkai kata-kata dan terlibat di dalam
sebuah percakapan.
6. Tahapan perkembangan keenam (5 sampai 6 tahun)
Pada tahapan ini orang tua membacakan cerita-cerita teladan atau hal-
hal yang terkait dunia anak-anak. Selain itu orang tua harus memilih buku cerita
yang memiliki lebih banyak gambar, agar anak dapat mengeksplorasi dan
mengembangkan imajinasinya terkait gambar yang dilihatnya. Setelah anak
mendengar cerita, mintalah anak untuk mengulang kembali cerita yang
didengarkan agar anak bisa belajar untuk mengungkapkan apa yang dipahami.
Silberg (2004: 67) mengemukakan bahwa semakin banyak kata yang anak
dengar, semakin cepat ia belajar bahasa. Bunyi kata menciptakan sirkuit neuron
yang penting untuk perkembangan kemampuan berbahasa anak. Lebih lanjut
Silberg (2004: 113) menyatakan bahwa anak-anak belajar tata bahasa dengan
lebih mudah dengan mendengarkan kalimat-kalimat pendek. Meskipun
demikian, anak-anak yang orang tuanya mengucapkan banyak anak kalimat
(“karena” dan “yang”), belajar menggunakannya lebih awal dibanding anak-
anak yang lain.
7. Tahapan perkembangan ketujuh (6 sampai 7 tahun)
Silberg (2004: 98) menyatakan bahwa luangkan waktu khusus setiap
hari untuk buku, waktu tidur juga baik. Pilihlah buku dengan kalimat-kalimat

16
pendek dan ilustrasi yang sederhana. Biarkan si kecil memegang buku dan
membalikkan halamannya. Sebutkan gambar-gambar. Cerita akan muncul
begitu saja kemudian. Berhenti dan bicarakan tentang apa saja yang menarik
bagi si kecil. Sebuah gambar mungkin mengingatkannya tentang hal lain.
Lanjutkan percakapan dan gunakan kata-kata yang deskriptif. Yang paling
penting: ulangi, ulangi, ulangi. Si kecil akan mau membaca buku yang sama
berulang kali. Semakin sering diulangi, semakin otak terangkai.
Lebih lanjut Silberg (2004: 28) mengemukakan bahwa membacakan
cerita pada anak dapat merangsang imajinasi dan memperkaya pemahaman
mereka tentang dunia. Aktivitas ini juga mengasah kemampuan membaca dan
mendengar serta menyiapkan mereka untuk memahami kata-kata tertulis. Selain
itu anak bisa diminta untuk menceritakan terkait pengalamannya bersama
teman-temannya atau hal-hal yang ia temui dalam kehidupannya. Hal ini akan
merangsang anak untuk mengeksplorasi dan menggunakan kosa kata yang telah
diperoleh selama tahapan perkembangan sebelumnya.
Peran Orang Tua Dalam Membina Ketrampilan Berkomunikasi Pada
Anak Usia Dini Dalam Keluarga
a. Peran orang tua dalam membina ketrampilan berkomunikasi kepada anak
usia dini dengan tiga indikator yaitu :
1. Keterbukaan kemampuan untuk membuka dan mengungkapkan pikiran
dan perasaan kepada orang lain.
2. Empati dalam melakukan komunikasi yang baik antara orang tua dan
anak
3. Menjaga dan melestarikan hubungan antar anggota keluarga.
Ketiga indikator tersebuut sudah dilakukan oleh orang tua dengan sangat
baik. Orang tua memiliki peranan dalam lingkungan keluarga untuk
menstimulasi kecerdasan bahasa pada anak dengan sering melakukan
komunikasi kepada anak.
b. Sebagai orang tua (ayah dan ibu) juga selalu mengajarkan hal-hal baik
kepada anak, berbicara yang baik dan jelas kepada anak supaya anak mudah
memahami dan menirukan perilaku orang tua yang baik dan benar serta
memberikan keleluasaan kepada anak untuk melakukan interaksi dengan

17
lingkungan sekitar. Disamping itu, orang tua harus menciptakan kondisi
lingkungan keluarga yang harmonis dan kompak yang memungkinkan anak
untuk dapat meningkatkan kecerdasan pada bahasanya mulai dari belajar
mendengarkan (menyimak), menulis, membaca hingga anak mampu
berbicara dengan lancar.
c. Peran kakek, nenek, dan anggota keluarga lain yaitu membantu untuk
merawat dan memperhatikan anak ketika ayah dan ibu bekerja. Karena
dengan adanya peran anggota keluarga lain yang membantu maka anak akan
lebih mudah untuk melakukan komunikasi dan memperkaya pengetahuan
mereka entang kalimat-kalimat sehingga kecerdasan bahasa mereka akan
meningkat.
C. Interaksi Sosial Pada Anak
Dalam hal yang berhubungan dan melibatkan anak-anak, orang dewasa, maka
akan saling berbagi pengertian berkaitan dengan objek, kejadian maupun
pengalaman. Misalnya, Reni bercerita tentang pengalamannya ketika diminta
gurunya untuk mewarnai gambar bunga di sekolah pada ibunya. Berkaitan dengan
hal tersebut secara tidak langsung seorang ibu dapat mengetahui apa yang telah
dilakukan anaknya, warna apa yang digunakan anak, dan apakah ada gambar lain
selain gambar bunga. Dalam hal ini maka anak akan mendapatkan pengetahuan
bahwa ibunya memperhatikan apa yang dilakukannya dengan pertanyaanpertanyaan
yang diajukan oleh ibunya. Beberapa cara dapat dilakukan untuk memahamkan
seorang anak diantaranya melalui cara yang beragam termasuk melalui bahasa
(lisan, tulisan, dan sebagainya), simbol, matematika, seni dan teknologi seperti
komputer, kalkulator. Dengan ini secara bertahap anak dapat melakukan interpretasi
budaya yang ada dengan menginternalisasikan kata-kata, konsep, simbol dan
bentuk-bentuk representasi lainnya yang digunakan oleh orang-orang lain di sekitar.
Percakapan informal yang terjadi antara Reni dengan ibunya tersebut memiliki
peran penting dalam membantu anak menginternalisasikan budayanya. Menurut
Vygotsky hal lain yang tidak kalah penting adalah pendidikan formal, tempat guru
secara sistematis menanamkan ide-ide, konsep, dan istilah-istilah yang digunakan
berdasarkan disiplin akademik yang berbeda (Vygotsky dalam Mc Devitt &
Ormrod, 2002). Meskipun seperti halnya Peaget, Vygotsky menekankan pentingnya

18
anak menemukan sendiri pengetahuan (informasi) yang ada di lingkungannya,
namun Vygotsky juga melihat pentingnya memiliki orang dewasa yang bertugas
menerangkan penemuan-penemuan yang ada kepada generasi saat ini. Menurut
Vygotsky apa yang dilakukan anak dengan bantuan orang lain dapat memberikan
gambaran yang lebih tepat (akurat) mengenai kemampuannya dibandingkan jika
mereka mengerjakannya seorang diri. Bekerja bersama-sama dengan orang lain
merupakan salah satu cara sekaligus memberi anak kesempatan untuk merespon
terhadap contoh-contoh, saran-saran, komentar, pertanyaan, dan tindakan orang
lain.
Dengan demikian, lingkungan atau orang lain sangat diperlukan agar dapat
membantu anak untuk pindah dari tingkat kemampuan aktual (saat ini) menuju
tingkat kemampuan lebih tinggi yang akan ia capai melalui pertolongan tersebut.
Misalnya, Reni yang baru berumur 6 tahun yang beru belajar membaca akan lebih
memahami bacaannya bila dibimbing oleh ibu atau kakaknya yang sudah kelas 5
SD, dibandingkan dia harus membaca sendiri. Eka akan dapat memainkan gitar
dengan baik, bila dibimbing oleh guru yang akan mengingatkan cara ia memegang
dan memetik gitar bila dia melakukan kesalahan daripada ia berlatih sendiri tanpa
bantuan gurunya tersebut. Dari contoh tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan
hanya akan diperoleh bila anak mau berinteraksi dengan lingkungan disekitarnya.
Agar bantuan/pertolongan yang diberikan lingkungan berfungsi secara optimal
terhadap perkembangan anak, maka interaksi (hubungan) tersebut harus memiliki
manfaat bagi anak sehingga dapat terinternalisasi dengan baik. Bila interaksi yang
dilakukan tidak mencapai pada tahap internalisasi maka tingkat pemahaman anak
hanya akan bersifat aktual saja.
D. Peran Lingkungan Terhadap Perkembangan Bahasa Anak
Ketika umur seorang anak semakin bertambah setiap tahunnya, maka secara
langsung semakin matang pula pertumbuhan fisiknya. Selanjutnya, pengalaman
seorang anak juga dapat bertambah sahingga meningkat pula kebutuhannya.
Kemampuan berbahasa pada anak dapat berkembang seiring dengan bertambahnya
pengalaman dan kebutuhan anak tersebut. Pengalaman akan di dapat anak dari
lingkungannya.

19
Lingkungan adalah tempat di mana seorang anak tumbuh dan berkembang.
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang yang sangat memengaruhi
perkembangan bahasa anak karena pada hakekatnya proses pemerolehan bahasa
anak diawali dengan kemampuan mendengar kemudian meniru suara yang
didengarnya yaitu dari lingkungan dimana tempat ia tinggal. Seorang anak tidak
akan mampu berbahasa dan berbicara jika anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan yang pernah didengarnya. Oleh karena itu keluarga merupakan
salah satu lingkungan terdekat dimana anggota keluarga harus memberi kesempatan
kepada anak untuk belajar dari pengalaman yang pernah didengarnya. Kemudian
berangsur-angsur ketika anak mampu mengekspresikan pengalaman, baik dari
pengalaman mendengar, melihat, membaca dan diungkapkan kembali dengan
bahasa lisan.
Menurut teori behavioristic oleh B.F Skinner, beliau menekankan bahwa proses
pemerolahan bahasa pertama dikendalikan dari luar diri seorang anak, yaitu adanya
rangsangan yang diberikan melalui lingkungan. Kaum behavioris juga menyatakan
bahwa kemampuan berbicara dan memahami bahasa oleh anak diperoleh melalui
rangsangan dari lingkungan disekitarnya. Proses perkembangan bahasa terutama
ditentukan oleh lamanya latihan yang diberikan oleh lingkungannya. Dan
kemampuan yang sebenarnya dalam berkomunikasi adalah dengan prinsip pertalian
S-R (stimuls-respons) dan proses peniruan-peniruan.
Para ahli behavioristik berpendapat bahwa anak dilahirkan tanpa membawa
kemampuan apapun. Dengan demikian anak harus belajar melalui pengondisian
dari lingkungan, proses imitasi, dan diberikan reiforcement (penguat). Beberapa
ahlimenjelaskan beberapa faktor penting dalam mempelajari bahasa yaitu imitasi,
rewart, reinforcement dan frekuensi suatu perilaku. Skinner, (1957) menjelaskan
perkembangan bahasa dari sudut stimulus-respon, yang memandang berpikir
sebagai proses internal bahasa mulai diperoleh dari interaksi dalam lingkungan.
Lingkungan keluarga sebagai tempat terdekat anak, yaitu orang tua anak.
Perkembangan bahasa pada anak tidak akan lepas dari peranan dan stimulus yang
diberikan orang tua kepada anaknya. Lingkungan keluarga adalah tempat pertama
dimana anak akan belajar dan mengasah pembendaharaan katanya menjadi lebih

20
luas dari sebelumnya. Berdasarkan penjelasan tersebut maka orang tua memiliki
peranan yang sangat besar dalam proses perkembangan bahasa anaknya.
Rangsangan yang diterima oleh anak akan diproses dan direkam dalam
memorinya serta dalam hal baik atau buruknya bahasa anak dipengaruhi oleh baik
atau buruknya stimulus yang diberikan serta bagaimana seorang anak memproses
rangsangan yang diterimanya. Karena sangat pentingnya peranan orang tua, maka
orang tua merupakan contoh bagi anaknya sehingga harus memberikan peranan
terbaiknya kepada anaknya. Selain itu orang tua juga harus memiliki dan menguasai
ilmu tentang tahap perkembangan bahasa anak agar apa yang diberikan orang tua
terhadap anaknya sesuai dengan perkembangan usianya. Dalam proses berbicara
terkadang anak sulit memahami pembicaraan orang lain, karena kurangnya
perbendaharaan kata pada anak. Orang tua seharusnya berusaha mencari penyebab
alasan mengapa anak mengalami kesulitan dalam memahami pembicaraan tersebut
agar dapat memperbaiki atau membetulkan apabila anak kurang mengerti dan
bahkan salah mengintepretasikan suatu pembicaraan. Selain itu keterampilan anak
dalam berbicara memerlukan latihan yang terus menerus, untuk itu orang tua harus
memberikan latihan keterampilan berbicara pada anak, tentu saja dengan cara yang
menyenangkan dan tanpa adanya paksaan (Anonim 2009b).
Orang tua juga harus teliti dan terus memperhatikan bagaimana pengaruh
lingkungan terhadap perkembangan bahasa anak, contohnya banyaknya acara
televisi yang menarik yang membuat anak-anak suka menonton televisi. Terkadang
acara tersebut tidak sesuai dengan usia anak. Dalam hal ini, anak sangat
membutuhkan arahan serta bimbingan dari orang tua agar anak tidak salah dalam
menafsirkan dan tidak mudah meniru kata-kata yang tidak baik di acara TV yang
dilihatnya. Selain itu lingkungan dan teman bermain juga sangat mempengaruhi
perkembangan bahasa anak. Anak dengan mudah meniru dan mengikuti kata-kata
yang didengarnya. Bahkan terkadang mereka tidak mengerti apa arti dari kata yang
diucapkannya. Peran orang tua sangatlah dibutuhkan untuk menegur dan
memberikan pengarahan pada anak bahwa apa yang telah ia katakan tersebut tidak
pantas untuk diucapkan. Untuk mengembangkan potensinya, maka bimbingan bagi
anak diperlukan. Oleh karena itu hendaknya orang tua memberi contoh atau model
bagi anak, berbicara dengan santun dan pelan sehingga mudah diikuti oleh anak dan

21
orang tua harus siap memberikan kritik atau membetulkan apabila anak berbuat
suatu kesalahan dalam berbicara. Bimbingan sebaiknya dilakukan secara
continue/terus menerus dan konsisten sehingga anak akan mudah berbicara dengan
orang lain.
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh cukup
besar bagi perkembangan bahasa anak. Karena dengan lingkungan maka anak dapat
menjalani kesehariannya dengan baik tanpa adanya kesulitan dalam berinteraksi.
Stimulus yang didapat anak melalui lingkungan akan berpengaruh pada
perkembangan bahasa anak. Rangsangan yang diterima secara perlahan akan
mempengaruhi perkembangan bahasa anak. Stimulus dari orangorang terdekatnya
yaitu orang tua akan diproses oleh anak sehingga membuat anak tersebut matang
dalam pola pikir, pola tindak, dan pola ucap. Peranan orang tua yang begitu penting
menuntut orang tua untuk selalu waspada serta hati-hati dalam mengajari anaknya.
Orang tua harus memahami tahapan-tahapan perkembangan bahasa pada anak agar
dapat memberikan stimulus pada tahap perkembangan sesuai dengan usianya.
E. Faktor Penyebab Perolehan Bahasa Kotor Pada Anak Usia Dini
Kenapa anak-anak sekarang ini sering mengunakan kata kasar ? Penyebabnya
penggunaan kata kasar pada anak usia dini akan dijelaskan di bawah ini :
1. Keluarga dan lingkungannya

Karena secara tidak langsung anak-anak menikmati reaksi orang-orang


disekitarnya dan mencontohnya, seperti ia ditertawakan seolah-olah itu lucu dan
menghibur, atau diperhatikan dengan rasa kaget dan ingin tahu dengan
lingkungannya.

2. Teman sekolah

Anak berkata kasar atau jorok bisa juga terpengaruh temannya di sekolah,
sekedar iseng, atau saat ia merasa marah dan mengetahui bahwa kata tadi bisa
memancing kekesalan orang lain.

22
3. Keinginan mendapatkan perhatian

Begitu anak melontarkan kata kotor, anak segera mendapatkan perhatian


dari orang tua maupun orang dewasa lainnya, sekalian perhatian itu berbentuk
teguran atau amarah.

4. Ada kesenangan yang diperoleh dari mengejutkan orang lain

Perasaan senang yang dialami anak saat berhasil mengejutkan orang lain.
Ketika anak bisa membuat orang dewasa shock, seketika ia merasa
mengungguli orang dewasa tersebut. Anak-anak mungkin menggunakan kata-
kata kotor itu untuk mengekspresikan perasaan marah, kesal, atau kecewa pada
orang lain

5. Keinginan untuk memberontak

Anak mempunyai suatu perasaan bermusuhan terhadap orang dewasa.


Selama ini mungkin ia mungkin merasa terlalu ditekan, batasi, atau mungkin
juga merasa diperlakukan kasar, akibatnya ia menjadi berkeinginan untuk
memberontak dan agresif melawan orang dewasa.

6. Keinginan diterima teman sebayanya

Beberapa anak mengira bahwa anak dengan berbicara kotor, ia akan


dipandang gaul, berani atau macho oleh teman- temannya.

Disamping faktor diatas itu juga yang menyebabkan anak memperoleh kata kotor yaitu
sebagai berikut :

a. Televisi
Maksud dari televisi ini tentu hanya program-program yang tidak pantas di
tonton oleh anak, seperti sinetron yang mungkin mengandung adegan kekerasan
dan ucapan-ucapan yang tidak baik. Adegan bermesraan yang belum pantas untuk

23
diketahui oleh seorang anak. Film kartun yang banyak mengeluarkan kata-kata
kasar karena ceritanya tentang perang atau lain-lain.
b. Memarahi anak dengan kata kasar
Kita terkadang kita tidak menyadari saking jengkel atau kesalnya kita pada
anak, kita tidak sadar memarahi dia dengan kata-kata kasar dan hal ini harus kita
hindari karena berdampak tidak baik pada anak, kita cari cara lain untuk marah.
Misalnya dengan menasehati bahwa perbuatan seperti itu tidak benar dan kita
tunjukan hal yang benar pada anak.
c. Bertengkar dihadapan anak
Hal ini sangat penting sekali untuk dihindari, jangan kita bertengkar dengan
siapapun di depan anak apalagi sampai mengatakan kata-kata yang tidak baik,
karena anak akan sangat cepat meniru dan mungkin anak akan melihat kita sebagai
sosok pemarah.
d. Memperdengarkan lagu-lagu tentang kekerasan
Faktor ini perlu juga untuk kita hindari, misal seorang ayah suka dengar lagu-
lagu yang ada kata-kata kasarnya, maka kita sebagai orang terdekat wajib
mengingatkan. Kalau mau mendengarkan lagu tentang kritik pada pemerintah atau
yang lain jangan sampai di dengar anak-anak.
e. Memperdengarkan lagu-lagu tentang cinta
Fenomena ini sering terjadi banyak sekarang anak-anak SD bahkan TK yang
sudah mengetahui pacaran. Ini sungguh sangat di sayangkan. Mungkin juga hal ini
terjadi karena pengaruh dari lagu-lagu cinta yang sering anak dengar atau tontonan.
Kita tentu tidak ingin generasi kita menjadi generasi yang rusak. Jadi tugas kita
sering-seringlah memperdengarkan lagu anak-anak yang mengandung contoh yang
baik untuk mereka.
f. Internet dan game online

Internet tidak hanya menghadirkan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan.


Akan tetapi, banyak sekali ditemukan bahasa-bahasa yang banal (tidak elok dan
tidak pantas diproduksi oleh bangsa Indonesia). Dalam segala hal baik tulisan
ataupun audio visual kita harus mengawasi anak-anak terhadap konten yang tidak
pantas.

24
F. Pengaruh Perolehan Kata Kotor Terhadap Perkembangan Bahasa Anak Usia
Dini
Disini penulis menemukan bahwa pengaruh perolehan bahasa kotor (jorok)
terhadap perkembangan bahasa anak usia dini sangat mempengaruhi pertumbuhan
atau kematangan kata-katanya.
Dimana kata-kata negatif yang seharusnya belum pantas didapatkannya, kini
telah menjadi hal yang biasa-biasa saja. Adapun pengaruh perolehan bahasa kotor
(jorok) terhadap perkembangan bahasa anak usia dini yaitu sebagai berikut:
1. Anak akan berani berkata kasar (jorok/kotor) kepada orang yang lebih dewasa
darinya.
2. Anak akan menganggap kata-katanya tersebut sebagai sesuatu hal yang biasa.
G. Langkah- langkah Untuk Mengatasi Anak yang Berkata Kotor
1. Mengajarkan ekspresi emosi yang lebih tepat
Bila anak mengeluarkan kata-kata kotor tiap kali ia marah, ajarkan cara
mengekspresikan emosi yang lebih baik, misalnya dengan berbicara asertif,
yaitu menyampaikan kepada orang lain tentang ketidaksetujuan kita terhadap
perilakunya yang membuat kita merasa tidak nyaman. Anak yang masih kecil
biasanya kesulitan untuk merumuskan bagaimana perasaannya, padahal
mengenali perasaan beserta penyebab timbulnya perasaan merupakan langkah
untuk bisa mengelola emosi secara baik. Oleh karena itu, ketika melihat anak
sedang diluapi perasaan marah atau frustrasi, orangtua bisa membantu
membacakan perasaannya dan menjelaskan sebab timbulnya perasaan tersebut.
Misalnya saja saat anak marah karena diejek teman, orangtua bisa berkata,
“Alvin, kamu jengkel sekali ya, karena si Robert mengejek caramu menyanyi di
depan kelas. Kamu bisa bilang padanya bahwa kamu jengkel ditertawakan
terus, dan minta supaya ia tidak lagi mengungkit hal itu.”
2. Mengabaikan anak jika kata kotor yang diucapkan jika hanya untuk mencari
perhatian
Mengabaikan dilakukan dengan pura-pura tidak mendengar anak atau
tidak menunjukkan ekspresi terkejut saat mendengar kata-kata kotor anak. Jadi,
saat anak mengeluarkan kata-kata kotor, orangtua tidak perlu memelototi anak,

25
berteriak, atau memukul anak, melainkan cukup mengalihkan pandangan ke
arah lain atau kembali menggeluti aktivitas/kesibukan yang sedang dikerjakan.
3. Berpura-pura bodoh

Cara seperti ini terdengarnya memang aneh, tapi kadang justru jadi cara
yang ampuh. Saat anak mengeluarkan kata-kata kotor, orangtua bertanya
dengan lagak bodoh, “Eh, kata apa yang kamu bilang tadi? Apa artinya itu?
Mama nggak ngerti. Coba kasih tahu mama.” Dengan bersandiwara pura-pura
tidak mengenal kata yang digunakan anak, anak justru jadi merasa bingung,
sehingga di lain waktu, ia akan menjadi malas menggunakan kata-kata itu.

4. Menyatakan ketidaksetujuan
Beri tahu anak bahwa kata-kata yang buruk bisa mencerminkan bahwa
orang yang mengatakannya adalah orang yang tidak sopan, atau tidak tahu
aturan, sehingga jika ia menggunakannya, orang lain bisa mengira dia anak
yang tidak sopan. Bisa juga mengatakan kepada anak, “Teman-temanmu
mungkin pakai kata-kata itu, tapi kita tidak,” atau “Mama tidak pernah marahi
kamu pakai kata-kata itu, jadi mama juga tidak mau kalau kamu pakai kata-kata
itu untuk marah.”

26
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Dari beberapa pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tahapan


perkembangan bahasa anak dibagi dalam tujuh tahapan, yaitu 1) Tahapan pertama
(dari lahir sampai 1 tahun); 2) Tahapan kedua (dari 1 sampai 2 tahun); 3) Tahapan
ketiga (dari 2 sampai 3 tahun); 4) Tahapan keempat (dari 3 sampai 4 tahun); 5)
Tahapan kelima (dari 4 sampai 5 tahun); 6) Tahapan keenam (dari 5 sampai 6
tahun); 7) Tahapan ketujuh (dari 6 sampai 7 tahun). Setiap tahapan perkembangan
bahasa anak, orang tua disarankan melakukan tindakan yang sesuai dengan
kemampuan atau tahapan perkembangan bahasa anak. Orang tua disarankan untuk
memperhatikan dan memahami tahapan perkembangan bahasa anak ini.Karena
pemahaman orang tua terhadap hal ini akanmembantu meningkatkan kompetensi
dan perkembangan bahasa anak.
Proses pertumbuhan dan perkembangan seorang anak sangat pesat dan dapat
berpengaruh bagi kehidupan selanjutnya. Dunia anak berbeda dengan dunia orang
dewasa, dimana ia masih aktif, bebas berfantasi dan berimajinasi, tidak pernah
mengenal kata lelah, penuh rasa ingin tahu penasaran yang kuat dengan apa yang
dilihat dan didengarnya. Terkadang waktu belajar lebih menyukai dengan
permainan karena anak menyukai hal-hal yang mengasyikkan tanpa ada tekanan
dari pihak manapun. Dengan bersosialisasi dan berinteraksi dengan teman maupun
lingkungan sekitar, seorang anak membutuhkan bahasa untuk berkomunikasi.
Kemampuan berkomunikasi dengan bahasa merupakan hal mendasar dan sangat
penting dalam perkembangan seorang anak. Dengan berbahasa anak akan dapat
mengembangkan kemampuan bergaul (social skill) dengan orang lain.
Seseorang tidak akan bisa berkomunikasi tanpa adanya peran penting bahasa.
Anak dapat mengekspresikan dan mengaktualisasikan apa yang ada dalam
pikirannya melalui bahasa dengan tujuan agar orang lain dapat memahami apa yang
dipikirkan oleh anak tersebut. Dalam menjalin suatu hubungan, bahasa memiliki
peranan penting sehingga hal ini dapat membantu anak dalam berinteraksi dengan
sesama. Oleh karena itu tidak diragukan lagi bahwa bahasa dianggap sebagai salah

27
satu indikator kesuksesan yang akan didapatkan oleh seorang anak. Kemampuan
berbahasa pada anak dapat berkembang seiring dengan bertambahnya pengalaman
dan kebutuhan anak tersebut. Pengalaman akan di dapat anak dari lingkungannya.
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh cukup besar
bagi perkembngan bahasa anak. Karena dengan lingkungan maka anak dapat
menjalani Peran Lingkungan kesehariannya dengan baik tanpa adanya kesulitan
dalam berinteraksi. Stimulus yang didapat anak melalui lingkungan akan
berpengaruh pada perkembangan bahasa anak. Rangsangan yang diterima secara
perlahan akan mempengaruhi perkembangan bahasa anak. Stimulus dari orang-
orang terdekatnya yaitu orang tua akan diproses oleh anak sehingga membuat anak
tersebut matang dalam pola pikir, pola tindak, dan pola ucap.

28
Daftar Pustaka

Buku

Azhim.(2007). Membimbing Anak Terampil Berbahasa. Jakarta: Erlangga.

Chaer, Abdul. (2011). Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Jurnal

Rizatmi Zikri, 2016, Peran Orang Tua Dalam Mengoptimalkan Perkembangan Bahasa
Anak Fase Golden Age Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta

Lilis Sumaryanti, M.Pd., 2017, Peran Lingkungan Terhadap Perkembangan Bahasa


Anak Ponorogo: Universitas Muhamadiyah Ponorogo

Blog

Wolraich et.al.(2008). Attention-Deficit//Hyperactivity Disorder Among Adolescents: a


Review of the Diagnosis, Treatment, and Clinical Implications. Pediatrics. Jakarta:
Penerbit buku kedokteran EGC.

29

Anda mungkin juga menyukai