Kue lapek bugih ini memiliki bentuk segitiga atau kerucut layaknya piramida. Balutan
daun pisang yang membungkusnya jadi salah satu ciri khas kue ini. Tekstur kue ini
cenderung lengket dan kenyal dengan rasa gurih khas santan dan manis pada bagian
isi tengahnya.
Bagian isinya memiliki rasa manis karena terbuat dari unti atau campuran kelapa parut
dan gula merah. Lapek bugih ini terbuat dari bahan dasar tepung ketan hitam atau
putih, namun beberapa masyarakat mengolahnya dengan campuran kedua tepung ini.
Melihat bahan baku pembuatannya, lapek bugih ini terlihat mirip dengan kue bugis
khas Betawi atau kue mendut yang banyak dibuat di Jawa Tengah. Tapi khusus untuk
lapek bugih, ada sejarah dibaliknya.
Konon ceritanya kue ini berasal dari tanah Bugis, Makassar. Seorang pelayar Bugis
memperkenalkan kue ini pada masyarakat Minang. Hingga kini kue ini masih jadi kue
tradisional yang cukup populer. Dan popularitasnya semakin meningkat saat
memasuki bulan Ramadan.
Sebagai makanan penutup, kue ini juga kerap hadir sebagai pencuci mulit pada tradisi
makan ala Bajamba atau pelengkap makan dalam tradisi Maanta pabukoan yakni
tradisi masyarakat saat memasuki bulan Ramadan. Tradisi ini dilakukan oleh seorang
menantu yang mengirim kue ke mertuanya.
Tuangkan air putih sedikit demi sedikit kedalam adonan hingga adonan tercampur rata
dan bisa menggunakan sendok makan (catatan: tidak terlalu encer dan tidak terlalu
keras agar tekstur lapeknya lembut dan kenyal).
Setelah adonan jadi, tambahkan satu sendok minyak makan ke dalam adonan supaya
lapeknya tidak lengket di daun pisang.
Nah setelah semua bahan telah siap, panaskan daun pisang sehingga bisa dilipat
membentuk seperti bungkus lapek bugih. Setelah itu, lumuri daun pisang dengan
menggunakan minyak goreng
sebelum diisi adonan lapek dan intinya.
Untuk proses akhir, usai Encik dan Puan membungkus Lapek Bugi. Kukus lapek
tersebut selama lebih kurang 20 menit supaya rasanya lebih enak dan matang dengan
sempurna. Lalu sajikan diatas piring.