A. Latar belakang dan akibat Perebutan Hegemoni di Sulawesi selatan
Berdasarkan gambaran dari Tome Pires bahwa jaringan perdagangan Sulawesi Selatan telah berkembang setidaknya pada Abad ke XVI, dimana salah satu komoditi yang diperdagangkan menurut Pires ialah Beras. Pada abad ke-16 dipulau sulawesi berkembang banyak kerajaan diantaranya kerajaan luwu, Gowa, Wajo, soppeng, Tallo dan Bone. Di antara kerajaan tersebut terdapat persaingan perebutan hegemoni di Sulawesi selatandan kawasan Indonesia bagian Timur.Dua kerajaan berhasil memenangkan persaingan yaitu Gowa dan Tallo yang kemudian lebih dikenal dengan Makassar. VOC mengetahui pelabuhan di Makassar cukup ramai dan banyak menghasilkan beras. Sikap terbuka makassar menyebabkan terbentuknya perdagangan bebas dikawasan ini. VOC mulai mengirim utusan untuk membuka hubungan dagang serta membujuk sultan Hasanuddin untuk menyerbu bersama- sama Banda (pusat rempah- rempah). Namun bujukan VOC ditolak sehingga menghasilkan konflik, terjadilah peperangan. Namun VOC tetap gagal dan memperalat Aru palaka (raja Bone) yang ingin lepas dari makassar dan menjadi kerajaan mereka. B. Latar belakang dan akibat perebutan homogen Banten Gubernur Jendral Ryklop van Goens yang menggantikan Gubernur Jendral Joan Maetsuyker kemudian memerintahkan untuk menghancurkan Banten. Kekuasaan Banten mulai melemah ketika Cirebon pada tahun 1681 dan Mataram yang memiliki hubungan baik dengan Banten bekerjasama dan tunduk atas VOC. Selain itu, adanya pembagian kekuasaan di kesultanan Banten, dimana Sultan Haji dan Pangeran Arya Purbaya yang merupakan anak dari Sultan Ageng Tirtayasa, mendapat kekuasaan intern kesultanan. Hal tersebut diketahui oleh W. Caeff, wakil VOC di Banten, sehingga VOC memanfaatkan pembagian kekuasaan tersebut untuk mengadu domba Sultan Haji dengan Pangeran Arya Purbaya dan Sultan Ageng Tirtayasa, sampai pada akhirnya terjadi perang saudara yang menyebabkan berakhirnya kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa pada tahun 1682. C. Latar belakang dan akibat perebutan homogen Cirebon Awalnya Cirebon merupakan bagian dari kerajaan Pajajaran. Pada abad ke- 16, Cirebon berkembang menjadi pelabuhan yang ramai dan pusat perdagangan di pantai Jawa Barat bagian utara. Setelah jumlah pedagang semakin banyak dan proses Islamisasi berkembang terus, Sunan Gunung Jati segera membentuk pemerintahan kerajaan Islam Cirebon. Cirebon dan Demak memiliki hubungan dekat. Secara ekonomi, pelabuhan Banten dijadikan sebagai pelabuhan bagi perkembangan ekonomi Demak di wilayah Cirebon, sebelum pelabuhan ini berdiri sendiri sebagai kerajaan. Adapun secara politik dan budaya, hubungannya terjadi melalui perkawinan. Pada tahun 1524 M, Sunan Gunung Jati menikahi saudara perempuan raja Demak. Dari perkawinan tersebut, Sunan Gunung Jati memperoleh anak bernama Hasanuddin yang kemudian dinobatkan sebagai Sultan Banten, setelah Demak merebut Banten dari penguasa Pajajaran. Adapun Sunan Gunung Jati, setelah meletakkan dasar-dasar pemerintahan kesultanan Banten segera membentuk pemerintahan di Cirebon pada tahun 1552 M. D. Latar belakang dan akibat perebutan homogen Aceh Pada puncak kemegahan Aceh hegemoni politik dan ekonominya menjadi dasar pokok untuk mempertahankan monopoli. Keuntungan pemegang monopoli adalah pemungutan beacukai dari barang-barang yang keluar masuk ke pelabuhan. Hegemoni politik menjadi dasar kokoh untuk mempertahankan monopoli. Pembinasaaan kebun-kebun lada di kedah mengurangi saingan dan perdagangan dapat dipaksa memusatkan diri di Aceh. Lokasinya membawa keuntungan, terutama pedagang yang datang dari Barat. Hanya satu angkatan laut yang kuat dapat melakuakan pengawasan terhadap aliran perkapalan dan perdagangan di wilayah sekitar Aceh. Keuntungan pemegang monopoli lainnya adalah pemungutan bea-cukai dari barang-barang yang keluar masuk dari pelabuhan. Disamping itu ada penentuan harga secara sepihak, sehingga pada umumnya menjadi mahal.