Great Man Dasar kepemimpinan adalah adanya kepercayaan bahwa seseorang telah
Theories ditakdirkan menjadi pemimpin, sifat pemimpin dibawa sejak lahir
(dilahirkan untuk memimpin)
Trait Theories Teori ini menjelaskan bahwa pemimpin mempunyai sejumlah daftar
karakteristik kepemimpinan yang harus dimiliki seorang pemimpin
Behaviourist Teori perilaku muncul karena ada anggapan bahwa tidak selamanya
Theories pemimpin bisa berhasil walaupun dia memiliki ciri-ciri yang ideal, oleh
karena itu teori ini berpusat kepada tindakan-tindakan yang dilakukan
pemimpin tanpa memperhatikan karakteristiknya
Situational Pembawaan yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah berbeda-beda,
Leadership tergantung dari situasi yang sedang dihadapi, dalam situasi tertentu dia
bersifat otokratis tetapi situasi yang lain dia bersifat partisipasi
Contingency Teori ini perbaikan dari teori situasional yang berpusat kepada sudut
Theory pandang identifikasi situasi dan meramalkan gaya kepemimpinan yang
paling sesuai dan efektif
Transactional Pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem pemberian
Theory penghargaan dan hukuman kepada bawahannya dalam mencapai tujuan
Transformation Memotivasi bawahannya melakukan tanggung jawabnya melalui
al kemampuan mendefinisikan, mengkomunikasikan dan
Theory mengartikulasikan visi organisasi
Sumber: Dikutip dari Lyn (2004)
a) Teori Great Man: Teori Great Man adalah teori kepemimpinan kuno pada zaman Yunani
kuno atau zaman Roma, teori ini menyatakan bahwa seorang menjadi pemimpin karena
bawaan lahir, namun tidak seluruhnya teori ini dapat diterima pada saat ini karena
menjadi pemimpin bisa dicapai melalui pendidikan dan pengalaman (Golding, 2003).
(2002), mendapatkan enam kategori faktor pribadi yang membedakan antara pemimpin
dan pengikut, yaitu: 1). Kapasitas, 2). Prestasi, 3). Tanggung jawab, 4). Partisipasi, 5).
Status dan 6). Situasi, Penelitian pada era tahun 1950 an ini mencoba meneliti tentang
watak individu yang melekat pada diri para pemimpin, seperti misalnya: kecerdasan,
status sosial ekonomi mereka dan lain-lain Bass, Stogdill dalam (Siagian, 2002). Teori
ini ditinggalkan karena tidak berhasil meyakinkan adanya hubungan yang jelas antara
watak pribadi pemimpin, keberhasilan kepemimpinan dan para pengikut. Para peneliti
lainnya mencari faktor-faktor lain (selain faktor watak), seperti misalnya faktor
situasi, yang diharapkan dapat secara jelas menerangkan perbedaan karakteristik antara
pemimpin dan pengikut (Thoha, 2000; Ward King, 2002; Golding, 2003; Henckle, 2004).
d) Model Kepemimpinan Situasional: Model ini melihat bahwa menjadi pemimpin atau
pengikut tergantung pada situasi atau keadaan yang dihadapi, tidak ada seorang
pemimpin yang efektif menggunakan satu gaya kepemimpinan dalam berbagai situasi
yang berbeda, Bolden, dkk, (2003), selanjutnya menyatakan bahwa terdapat empat faktor
yang mempengaruhi kinerja pemimpin, yaitu: 1). Sifat struktural organisasi, 2). Iklim
atau lingkungan organisasi, 3). Karakteristik tugas atau peran dan 4).
Karakteristik bawahan. Namun demikian model ini masih dianggap belum memadai
tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi
situasional ( Bolden, dkk, 2003), menurut Fiedler dalam ( Golding, 2003) ada tiga
faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi, faktor tersebut adalah: 1).
sejauhmana pemimpin itu dipercaya, disukai dan mengikuti petunjuk, 2). Struktur tugas
(the task structure): Sejauhmana tugas-tugas sudah didefinisikan dan sudah dilengkapi
dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku, 3). Kekuatan posisi (position power)
yang dicapai lewat otorita formal: Sampai sejauhmana pemimpin menanamkan rasa
Model Transaksional menjelaskan hubungan atasan bawahan melalui proses transaksi dan
pertukaran (exchanges process) yang bersifat ekonomis. Burns dalam Golding (2003).
Sedangkan menurut Rivai (2003), mengatakan bahwa pemimpin yang transaksional yaitu
pemimpin yang memandu atau memotivasi, pengikut mereka dalam arah dan tujuan yang
tahun 1978, masih relatif baru namun sudah dipakai secara luas dalam berbagai bidang
baik bisnis, kesehatan, pendidikan, psycholog. Banyak peneliti dan praktisi manajemen
(trait), gaya (style) dan kontingensi, juga menggabungkan dan menyempurnakan konsep-
kepemimpinan selain pendekatan secara kontingensi dapat pula didekati dari teori path-
goal yang mempergunakan kerangka motivasi. Usaha pengembangan teori path-goal ini
sebenarnya telah dimulai oleh Georgepoulos dari Institut Penelitian Sosial Universitas
Michigan, kemudian teori ini dikembangkan oleh Robert J. House, pemimpin menjadi
efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif. Teorinya disebut sebagai jalur-
bawahannya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri dan jalan untuk mencapai
tujuan, maka teori path-goal memasukkan 4 (empat) tipe atau gaya kepemimpinan
sebagai berikut:
1) Kepemimpinan Direktif, tipe ini sama dengan model kepemimpinan yang otokratis
karena dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan, 2) Kepemimpinan
bersahabat, mudah didekati dan mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni terhadap
berada padanya,
memilih peran yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri,
bersikap permisif dengan prinsip setiap anggota organisasi boleh bertindak sesuai dengan
hati nuraninya untuk mencapai tujuan organisasi, sebab setiap manusia pada prinsipnya
memiliki rasa solidaritas, mempunyai kesetiaan, taat pada norma, bertanggung jawab
a. Kepemimpinan Mutu
membangkitkan motivasi kerja dan kepuasan kerja bawahannya melalui proses hubungan
antara atasan dan bawahan yang didasari nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan asumsi-asumsi
mengenai visi dan misi organisasi dilandasi oleh pertimbangan pemberdayaan potensi
dan bawahan melalui proses transaksi dan pertukaran (exchanges process) yang bersifat
TQM (Total Quality Management) adalah strategi manajemen yang ditujukan untuk
menanamkan kesadaran kualitas pada semua proses dalam organisasi. berdasarkan partisipasi
semua anggotanya dan bertujuan untuk mendapatkan kesuksesan jangka panjang melalui
kepuasan pelanggan serta memberi keuntungan untuk semua anggota dalam organisasi serta
TQM telah memperoleh ketenaran sebagai sebuah metoda yang merubah operasional
organisasi menjadi lebih efisien dan efektif, TQM merupakan paradigma baru dalam
menjalankan bisnis yang berupaya memaksimumkan daya saing organisasi melalui: fokus
berkesinambungan atas kualitas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan organisasi,
implementasi TQM juga berdampak positif terhadap biaya produksi dan terhadap pendapatan
sudah lama dikenal dan dimanfaatkan dalam pengoperasian pabrik, saat ini sudah meluas ke
sikap kerja (kepuasan kerja, komitmen organisasi, iklim kerja, dan adanya daya saing) (Choy,
2002).
Penerapan TQM di rumah sakit mampu membuat rumah sakit bertahan dalam era
persaingan dan bisa mengangkatnya menjadi kelas dunia (Besterfield dalam Purwaningrum,
di Amerika sudah sangat luas, tahun 1994 hampir 60 persen dari organisasi pelayanan
organisasi sudah merasakan sebagai suatu kebutuhan, (Donald Berwick (Bapak TQM) dalam
Filosofi TQM sudah digunakan secara luas untuk menambah kunjungan pasien,
melalui konsep peningkatan kepedulian terhadap pelayanan yang diberikan kepada pasien,
wewenang kepada direktur untuk mengelola rumah sakit (semakin terdesentralisasi) maka
semakin mudah menerapkan prinsip TQM dalam pelayanannya. Penerapan TQM bisa juga
digunakan untuk memperbaiki mutu terapi, diagnostik dan indikator penampilan rumah sakit,
bahkan mampu merubah kultur kebiasaan pekerja kesehatan yang kurang baik menjadi lebih
baik (Rad, 2006), unsur utama mendukung TQM adalah kepemimpinan (Ketut, 2008).
Kualitas menurut Juran (1989), adalah ‘kesesuaian untuk digunakan’, hal ini berarti
produk yang memenuhi harapan konsumen dan bebas dari defisiensi. Sedangkan Deming
dalam Peterson (2004), berpendapat kualitas adalah: mempertemukan kebutuhan dan harapan
konsumen secara berkelanjutan atas harga yang telah mereka bayarkan. Pengertian kualitas
lebih luas dalam delapan dimensi menurut Philip (2000), adalah sebagai berikut: (1). Kinerja
(performance): karakteristik operasi suatu produk utama, (2). Ciri-ciri atau keistimewaan
tambahan (feature), (3). Kehandalan (reliability): probabilitas suatu produk tidak berfungsi
atau gagal, (4). Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), (5). Daya
bagaimana suatu produk dipandang dirasakan dan didengarkan, dan (8). Ketepatan kualitas