Anda di halaman 1dari 2

Tempat Nilai

TGL PENYERAHAN : 1 September 2018


NAMA : OLIEF ZAKI JANITRA Absen
UTUSAN : MUI SUKARAJA 34
MATA KULIAH :-
JENIS TUGAS : REFLEKSI
TGL MATERI :-

Dekadensi Moral Berketuhanan dalam Kehidupan Sosial

(Refleksi Kasus Kausalitas bermasyarakat menghadapi kegiatan Politik)


Oleh : Olief Zaki Janitra

Manusia pada dasarnya diciptakan sebagai makhluk yang Allah tetapkan sebagai
pemimpin di muka bumi. Khaliifatan fii –l- ard. Sebagaimana sifat – sifat dari khalifah
tersebut yang tidak akan jauh dari kata – kata kepemimpinan, maka seyogyanya manusia
bisa mencari rujukan ataupun teladan dari pemimpin yang ideal.

Namun, pada kenyataannya dapat dikatakan bahwa manusia itu tidak lebih dari sekedar
hewan. Al hayawaan an nathiq atau domba yang sangat hina. Cukup banyak Allah
umpamakan manusia sebagai hewan di dalam al qur’an, disebabkan kausalitas
berkehidupannya.

Akhir – akhir ini, pandangan saya terhadap itu semua menjadi mengerucut. Di Indonesia,
saat ini sedang memasuki tahun yang agak panas dikarenakan suhu politik serta
demokrasi yang mempengaruhinya.

Ada 2 calon kandidat terkuat yang akan diangkat menjadi Presiden pada tahun depan.
Artinya, masyarakat Indonesia kini sebetulnya sedang terbagi menjadi 2 kelompok besar,
dengan asumsi masyarakat yang tidak peduli hanya dibawah 10% dari total rakyat
Indonesia.

Pastinya mereka berusaha mendulang suara yang satu dengan yang lainnya. Baik
menggunakan cara – cara yang logis, teoritis, analitis seperti dengan survei (meskipun
ada juga survei pesanan). Dan ada juga yang menggunakan kemajuan zaman dan
teknologi media sosial.

Saya merasakannya sendiri. Media sosial milik saya kini bukan lagi menjadi tempat
mengeluarkan aspirasi terhadap apa yang saya jalani. Melainkan menjadi arena perang
bagi 2 kubu yang saya sebutkan diatas tadi.

Seiring berjalannya waktu, dinamika tersebut menjelma menjadi jurang antar kubu untuk
saling menghina, mencaci dan membenarkan diri sendiri. Sikap fundamental berbangsa
sudah tidak ada lagi esensinya disini. Apalagi setelah saya mengetahui bahwa kelompok
A menyebut kelompok B sebagai cebong, dan kelompok B sebaliknya menyebut
kelompok A sebagai kampret.

Kausalitasnya adalah, politik dan demokrasi itu sendiri yang artinya adalah kebebasan
(freedom). Namun kebebasan yang tanpa batas ini melahirkan jurang baru yang
menghasilkan anak yang saling mencela satu dengan lainnya.
Kata mencela itu sendiri hakikatnya sudah melampaui batas seseorang untuk
berkehidupan sosial yang teratur. Apalagi kalau subjek pencelaannya ditujukan kepada
makhluk atau manusia tadi itu sendiri, yang mana dia adalah ciptaan Tuhan. Bagaimana
mungkin sebuah makhluk berani mencaci ciptaan Tuhannya sendiri?

Maka pada dasarnya tidak ada yang benar dalam hal ini. Dekadensi moralitaslah yang
benar – benar telah mengambil alih kekuasaan, dan meninggalkan demokrasi itu sendiri.
Bhinneka Tunggal Ika yang dipelopori oleh founding father itu sendiri sudah sangat jauh
ditinggalkan oleh masyarakatnya. Yang ada saat ini hanyalah paham Devide et Impera.
Suatu ucapan didalam kalbu yang berbunyi “Aku harus mengadu dia dengan dia agar aku
berkuasa”. Begitulah suara yang nyaring terdengar didalam telinga saya.

Maka heterogenitas Indonesia ini sebetulnya sudah diantisipasi oleh pendahulu bangsa.
Yaitu dengan menciptakan Pancasila juga Undang – Undang Dasar sebagai landasan
hukum dan pedoman dalam bermasyarakat.

Dengan Pancasila tadi, heterogenitas yang ada di masyarakat akan berubah menjadi
homogenitas dengan unitasi dan persatuan yang kokoh dari rakyatnya tanpa perlu saling
menjatuhkan ataupun merasa dirinya atau golongannya paling benar.

2 hal yang merusak tadi saya rasa ditimbulkan karena adanya :

a. Taqlid A’maa (Fanatisme buta)

b. Ash shifaat al jahiliyyah (Sifat Jahiliyyah)

Maka solusinya adalah dengan menambah wawasan keilmuan dan informasi untuk
melawan fanatisme yang buta, sehingga tidak asal – asalan dalam membagikan berita
ataupun data yang ada. Juga menghilangkan sifat – sifat jahiliyyah yaitu hubbud dunyaa
untuk mendekatkan diri lebih faktual dan empirik terhadap data yang ada, juga
menambah inteligensi masyarakat dengan mengembangkan esensitas sumber daya
manusia. Wallahu a’lam

Anda mungkin juga menyukai