Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KOMUNIKASI DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

“KONSEP KOMUNIKAKSI INTERPERSONAL (KIP)/KONSELING KEBIDANAN”

Dosen Pengampu:

Yoga Triwijayanti, S.KM., M.KM

M. Ridwan, SKM., MKM

Sadiman, AK., M.Kes

Disusun Oleh:

Riska Triyunita (2115371010) Elli Dwiani Sabani (2115371036)


Hana Zain Nabila (2115371014) Ernita Indah Wardhani (2115371037)
Ari Amelia Ivanka (2115371029) Hasnaa Raafa Salisa (2115371039)
Ayu Windina (2115371030) Henny Lestari (2115371041)
Della Puspita (2115371032) Ita Ferawati (2115371045)
Dinda Suci Dwi Hartati (2115371034)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES TANJUNG KARANG

JURUSAN SARJANA TERAPAN KEBIDANAN METRO

TAHUN 2021/2022

Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberi kita nikmat iman
dan sehat. Berkat Ridho-Nya, penulis akhirnya dapat menyelesaikan penyusunan makalah
Komunikasi Dalam Prakti Kebidanan yang berjudul “Konsep Komunikasi Interpersonal
(KIP)/Konseling Kebidanan” Sholat serta salam tak lupa penulis ucapkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW yang telah memperjuangkan umat manusia ke jalan yang benar dan menjadi
pelajaran bagi kita semua.

Terimakasih sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada setiap pihak yang telah memberikan
arahan, bimbingan, dukungan, serta saran-saran,sehingga penyusunan makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih perlu dikaji lagi lebih dalam.
penulis berharap semoga makalah ini dapat menjadi acuan untuk penelitian-penelitian
selanjutnya.

Metro, 09 Maret 2022

Penulis

DAFTAR ISI
Contents
BAB I............................................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................................5
C. Tujuan..............................................................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................................................7
1. Pengertian KIP/Konseling................................................................................................................7
2. Tujuan KIP/Konseling.......................................................................................................................8
3. Tugas Konselor Dalam Proses Konseling..........................................................................................8
4. Saat-Saat Sulit Dalam Proses Konseling...........................................................................................9
5. Langkah-langkah KIP/Konseling.....................................................................................................16
6. Teknik KIP/Konseling dalam Pelayanan Kebidanan........................................................................16
BAB III........................................................................................................................................................18
D. Kesimpulan....................................................................................................................................18
E. Saran..............................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................19
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Sejak
dalam kandungan pun, komunikasi telah ada dan akan terus berlangsung dalam proses
kehidupan.
Komunikasi adalah suatu media yang digunakan oleh individu sebagai makhluk sosial.
Komunikasi dapat mempermudah individu dalam berinteraksi dengan orang lain. Alo
Liliweri (1997:22) setiap orang harus mampu menjadikan bahasa sebagai alat
komunikasi. Tata bahasa juga memiliki aturan dalam mengatur setiap penutur agar dia
ber-bahasa secara baik dan benar sehingga komunikasi lebih efektif. Serta dengan adanya
ketegasan sehingga dapat me-nimbulkan respon yang jelas dan positif oleh lawan bicara
kita.
Kegiatan komunikasi selalu mendasari kegiatan yang lain termasuk kegiatan pelayan
kebidanan. Komunikasi yang mendasari bidang pelayanan kebidanan dikenal dengan
komunikasi kebidanan Komunikasi kebidanan adalah bentuk komunikasi yang digunakan
oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan kepada klien. Komunikasi kebidanan
merupakan penggambaran terjadinya interaksi antara bidan dengan klien dalam upaya
pemenuhan kebutuhan klien. Sebagaimana diketahui klien atau pasien selalu menuntut
pelayanan yang paripurna, baik fisik maupun psikologis,terutama klien yang mengalami
ketidakstabilan emosi selama proses adaptasi terhadap suatu perubahan status. Misalnya,
menjadi ibu,menjadi orang tua,mengalami kehamilan yang pertama mengalami
persalinan pertama semua ini sebelumnya tidak pernah terbayangkan. Karena keadaan
tersebut klien perlu memperoleh pendampingan dan kedekatan dengan tenaga pelayanan
kesehatan yang salah satunya adalah bidan.
Bidan adalah profesi yang sangat dekat dengan individu.keluarga dan masyarakat, yang
dipandang mampu memberikan pelayanan kesehatan,terutama pelayanan kebidanan pada
ibu dan anak serta keluarga berencana. Untuk memenuhi harapan tersebut,bidan perlu
mempunyai kualifikasi dan kualitas pribadi dalam pelayanan profesi kebidanan.
Komunikasi kebidanan merupakan faktor pendukung pelayanan kebidanan profesional
yang dilaksanakan oleh bidan dalam mengekspresikan peran dan fungsinya. Salah satu
kompetensi bidan yang harus dimiliki adalah kemampuan berkomunikasi dalam
pelayanan kebidanan. Kemampuan berkomunikasi mendasari upaya pemecahan masalah
klien. mempermudah pemberian bantuan kepada klien, baik pelayanan medik maupun
pelayanan psikologi yang diberikan dengan pendekatan konseling. Komunikasi
kebidanan tidak hanya mendasari pelayanan kebidanan individu, tetapi juga pelayanan
kelompok atau masyarakat.
Oleh karena itu, komunikasi kebidanan sangat penting untuk dipahami bidan, mengingat
belum semua pelayanan kebidanan mengerahkan jalinan komunikasi untuk memperjelas
tujuan dan tindakan yang di laksanakan pada klien sehingga mengakibatkan kesalahan
komunikasi yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan bidan.
Komunikasi kebidanan antara lain komunikasi massa, komunikasi interpersonal,
komunikasi intrapersonal dan komunikasi kelompok. Komunikasi interpersonal adalah
interaksi yang dilakukan dari orang ke orang, bersifat 2 arah baik secara verbal dan non
verbal, dengan saling berbagi informasi dan perasaan antara individu dengan individu
atau antar individu di dalam kelompok kecil.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian KIP atau konseling?


2. Apa Tujuan KIP atau konseling?
3. Apa Tugas konselor dalam proses konseling?
4. Apa saja Saat-saat sulit dalam proses konseling?
5. Apa Langkah-langkah KIP atau konseling?
6. Apa Teknik KIP atau konseling dalam pelayanan kebidanan?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian KIP atau konseling


2. Mengetahui Tujuan KIP atau konseling
3. Mengetahui Tugas konselor dalam proses konseling
4. Mengetahui Saat-saat sulit dalam proses konseling
5. Mengetahui Langkah-langkah KIP atau konseling
6. Mengetahui Teknik KIP atau konseling dalam pelayanan kebidanan

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian KIP/Konseling

Proses komunikasi interpersonal (KIP) adalah interaksi dinamis antar orang ke orang, dua
arah, verbal dan non verbal, dan saling berbagai informasi dan perasaan antara individu
dengan individu atau antar individu di dalam kelompok kecil. KIP bukan hanya dilakukan
antara dua orang tapi juga bisa dilakukan antara tiga orang atau lebih dengan interaksi verbal
dan non verbal yang menyangkut saling berbagi informasi dan perasaan dalam suatu
kelompok dimana masing-masing anggota menyadari keberadaan anggota lain, memiliki
minat yang sama, dan atau bekerja untuk suatu tujuan.
Beberapa pengertian tentang KIP/K adalah sebagai berikut:
a. Komunikasi Interpersonal dan Konseling (KIP/K) adalah suatu proses dua arah
lingkaran interaktif dimana pihak-pihak yang berkomunikasi saling bertukar pesan
secara verbal dan non verbal.
b. KIP/K merupakan suatu proses penyampaian informasi secara tatap muka dan saling
pengertian antara dua orang atau lebih.
c. Konseling adalah proses pemberian informasi objektif dan lengkap, dilakukan secara
sistematik dengan panduan ketrampilan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan
dan penguasaan pengetahuan klinik, bertujuan untuk membantu seseorang mengenali
kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar atau
upaya untuk mengatasi masalah (Bari dkk, 2002).
d. Komunikasi interpersonal didefinisikan sebagai komunikasi yang terjadi antara dua
orang atau lebih secara tatap muka. Sedangkan menurut Devino dalam bukunya “The
Interpersonal Communication Book”, komunikasi interpersonal adalah proses
pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok
kecil orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika.
e. Konseling merupakan suatu proses yang mempunyai orientasi pada belajar, dilakukan
dalam lingkungan sosial dari seseorang kepada orang lain (konselor kepada konseli),
dengan memberikan bantuan dengan metode yang disesuaikan dengan masalah yang
dihadapi klien, agar klien dapat memahami dirinya dan menggunakan pengertiannya
atas tujuan yang ditetapkan bersama dalam proses konseling secara wajar dan
dihayati, sehingga konseli dapat menjadi anggota masyarakat yang lebih produktif
dan bahagia (Gustad dalam Yulifah & Yuswanto, 2009).

2. Tujuan KIP/Konseling

Konseling memilik beberapa tujuan sebagai berikut.


a. Membantu klien memahami peristiwa yang mungkin dihadapi sehingga dapat
b. dilakukan tindakan preventif terhadap hal-hal yang tidak diinginkan.
c. Membantu klien dan keluarganya menentukan kebutuhan yang mungkin
diperlukan.
d. Membantu klien membuat pilihan sesuai dengan keadaan kesehatan dan
keinginan mereka. Membantu klien mengenali tanda gejala terjadinya risiko
kesehatan dan fasilitas kesehatan yang bisa menanggulangi risiko dan komplikasi
yang akan terjadi.
e. Menfasilitasi perkembangan potensi klien (Yulifah dan Yuswanto, 2009; Tyastuti,
Kusmiyati, & Handayani, 2008).

3. Tugas Konselor Dalam Proses Konseling

Dalam konseling, seorang konselor harus memperhatikan beberapa hal, salah satunya
adalah tentang apa yang sebaiknya dilakukan dan yang sebaiknya tidak dilakukan
untuk menghindari terjadinya hambatan dalam konseling.
a. Hal-hal yang harus dilakukan konselor:
1. Ramah, terbuka, dan simpatik
2. Mampu mengontrol perasaan, khususnya yang bersifat negative
3. Menyampaikan informasi yang tidak bias kepada klien
4. Mampu mendapatkan respon balik (feedback) dari klien
5. Mampu berkomunikasi dengan sejawat dan melakukan upaya-upaya untuk
meningkatkan pengetahuan dan kompetensi professional
6. Mampu menerima ide-ide dan pendapat klien tanpa menghakimi
7. Mampu membangun empati kepada klien
8. Mampu menemukan solusi yang baik
9. ampu meningkatkan keterampilan melakukan konseling
b. Hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan konselor:
1. Memaksakan pendapat kepada klien
2. Menyampaikan informasi yang tidak dibutuhkan dan diharapkan klien
3. Menggunakan kata-kata dan istilah-istilah yang sulit dimengerti
4. Menyela, meremehkan dan mengkritik klien
5. Mengomentari atau memberikan saran kepada klien yang masalahnya belum
dipahami benar, atau menyetujui pendapat klien yang dibuat secara terburu-buru
6. Memaksakan klien menjawab pertanyaan
7. Menghakimi (Depkes RI, 2011).

4. Saat-Saat Sulit Dalam Proses Konseling

Upaya mengatasi masalah yang sering dihadapi oleh seorang konselor:


1) Diam
Klien tidak mau berbicara selama beberapa waktu. Hal ini terjadi pada klien-
kliaen yang merasa cemas atau marah.
a. Apabila terjadi pada awal pertemuan, setelah beberapa saat, sebaiknya
konselor memperhatikan hal ini dengan mengatakan misalnya: “Saya
mengerti hal ini untuk dibicarakan (refleksi perasaan)”. Biasanya pada
pertemuan pertama klien-klien saya juga merasa begitu. Apakah Ibu
merasa cemas?” tataplah klien dan gunakan bahasa tubuh yang
memperlihatkan simpati dan perhatian. Tunggulah tanggapan klien.
b. Apabila klen diam karena marah (misalnya, klien berpaling muka dari
konselor). Sebagai konselor Anda dapat berkata: “Bagaimana perasaan Ibu
setelah berada di sini sekarang?”. Pertanyaan-pertanyaan ini harus diikuti
dengan suasana hening selama beberapa saat. Pada saat ini konselor
memandang klien dan memperlihatkan sikap tubuh yang menunjukkan
perhatian.
c. Apabila terjadi pada pertengahan pertemuan: konselor harus
memperhatikan konteks pembicaraan dan menilai mengapa hal ini terjadi.
Mungkin hal tersebut terjadi karena klien merasa berat menceritakan hal-
hal yang pribadi, suatu rahasia tentang dirinya, atau ia tidak senang
dengan sikap konselor. Pada umumnya, lebih baik menunggu beberapa
saat, memberikan kesempatan kepada klien untuk mengekspresikan
perasaan atau pikirannya, meskipun konselor merasa tidak
nyaman  dengan keadaan tersebut.
d. Apabila klien diam karena sedang berpikir. Konselor ini tidak perlu
berusaha memecahkan kesunyian, juga tidak perlu menunjukkan sikap
tidak menerima.
e. Selama pembicaraan berlangsung, sikap diam klien merupakan sesuatu
yang wajar. Mungkin klien sedang berpikir atau memutuskan bagaimana
mengutarakan perasaan atau pikiran-pikirannya. Berikanlah waktu kepada
klien untuk berpikir.

2) Klien yang menangis


a. Klien yang menangis tersedu-sedu membuat konselor merasa tidak
nyaman. Klien menangis karena berbagai alasan: untuk mengaekspresikan
kesedihan, mendapatkan simpati, menumpahkan segala emosi atau
kegelisahan, serta menghentikan pembicaraan. Jangan membuat dugaan
mengapa klien Anda menangis.
b. Tunggu beberapa saat, bila klien terus-menerus menangis, katakan tidak
apa-apa karena menangis adalah reaksi wajar. Hal ini membuat klien
merasa bebas mengekspresikan alasannya menangis. Anda dapat
menanyakan alasan klien dengan lembut.
c. Konselor dari latar belakang tertentu mungkin dapat menenangkan klien
dengan menyentuh badan (misal: menepuk-nepuk bahu atau memegang
tangan klien) secara hati-hati. Pada keadaan khusus seperti (masalah seks)
menyentuh klien, meskipun sentuhan yang diberikan itu merupakan tanda
perhatian, akan tetapi dapat disalahartikan dan akan menimbulkan
ketakutan pada diri klien. Faktor budaya, usia, dan jenis kelamin dari
konselor maupun klien perlu diperhatikan. Yang penting adalah bahwa
hubungan profesional (bukan sosial) antara konselor dan klien harus tetap
dijaga.

3) Konselor meyakini bahwa tidak ada pemecahan bagi masalah yang dihadapi
klien
a. Seorang konselor akan merasa cemas bila meraka tidak yakin dengan apa
yang harus disarankan.walaupun konselor tersebut ahli dalam hal
kesehatan reproduksi, namun tidak selamanya dapat menemukan jalan
keluar bagi masalah yang dihadapi klien. Perlu diingat bahwa fokus utama
konseling adalah pada subjek/orangnya, bukan pada masalahnya.
b. Ekspresikan rasa simpati. Terkadang hal tersebutlah yang diinginkan
klien. Berikan saran kepada klien seseorang yang dapat membantunya.
c. Salah satu langkah yang dapat dilakukan terhadap klien yang mendesak
ingin dibantu konselor dalam memecahkan masalahnya adalah dengan
mengatakan klien bahwa meskipun konselor tidak dapat mengubah
keadaan, tetapi konselor akan selalu menyediakan waktu untuk klien.

4) Konselor tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan klien


a. Hal ini merupakan kecemasan yang biasa diutarakann konselor. Katakan
secara jujur dan terbukabahwa Anda tidak tahu pemecahannya, namun
dapat mencari jalan keluarnya bersama-sama dan akan berusaha mencari
informasi tersebut untuk klien diskusikan dengan supervisior, teman
sejawat, atau cari referensi lain. Lalu berikan pemecahan masalahnya
dengan tepat.
b. Mengelak pertanyaan atau menjawab tanpa dasar pengetahuan akan lebih
berpengaruh negatif terhadap hubungan dengan klien  yang sudah terbina
dengan baik. Akan lebih baik apabila konselor mengakui keterbatasan
pengetahuan.
5) Konselor membuat/melakukan kesalahaan
a. Menghargai klien adalah salah satu syarat penting dalam konseling.
Menghargai dan memercayai klien dapat ditunjukkkan dengan cara
mengakui bahwa konselor telah melakukan kesalahan. Perbaiki kesalahan
dan minta maaflah apabila salah/keliru. Hal terpenting adalah ketepatan
bukan kesempurnaan, mengakui kesalahan berarti konselor menunjukkan
penghargaan terhadap klien.
b. Bersikap jujur. Semakin jujur Anda menunjukkan perasaan disaat yang
tepat (tanpa harus menceritakan kehidupan pribadi Anda), semakin mudah
bagi klien untuk melakukan hal yang sama.

6) Konselor dan klien sudah saling kenal


a. Pada kelompok masyarakat kecil biasanya antara konselor dan klien sudah
saling kenal. Kalu hubungan ini biasa-biasa saja (tidak terlalu akrab),
konselor dapat melayani seperti pada umumnya tetapi perlu ditekankan
soal kerahasiaan klien dan privasinya, selain itu konselor akan bersikap
sedikit berbeda dengan sikap di luar konseling terhadap klien sebagai
temannya.
b. Apabila hubungan konselor dan klien sangat akrab, perlu disampaikan
kepada klien bahwa bila klien menginginkan, dapat diatur pertemuan
dengan konselor lain yang melayani konseling. Berdasarkan pengalaman,
hubungan akrab ini akan sangat mempengaruhi jalannya konseling.

7) Klien bertanya tentang hal-hal pribadi konselor


a. Secara umum, usahakan untuk tidak membicarakan hal pribadi Anda
karena akan mengalihkan perhatian klien.
b. Anda tidak perlu menjawab pertanyaan yang bersifat pribadi. Hubungan
antara klien dan konselor adalah profesional, bukan hubungan yang
bersifat sosial.
c. Dapat membantu klien jika Anda ingin membicarakan pengalaman
keluarga sendiri atau Anda dapat menceritakan pengalaman orang lain,
tanpa memberitahu nama atau mengidentifikasi orang tersebut sebagai
klien.
d. Kadang-kadang klien bertanya apakah konselor pernah menghadapi
masalah yang sama. Sebaiknya jangan menjawab “ya” atau “tidak”, Anda
bisa mengatakan hal lain seperti, “Saya tahu kondisi seperti itu, tolong
jelaskan kepada Saya yang lebih lanjut”.

8) Klien menolak bantuan konselor


a. Pada pertemuan pertama, penting sekali menjajaki mengapa atau apa yang
mendorong klien datang untuk konsultasi. Banyak klien yang merasa
terpaksa datang, mungkin karena diperintah mertua, takut mengetahui ada
sesuatu dengan kondisi kesehatannya, dan sebagainya.
b. Membuka pembicaraan dengan menanyakan mengapa mereka datang ke
klinik (tempat konseling) akan sangat membantu. Selanjutnya dapat
mengatakan: “Saya dapat mengerti perasaan Ibu, Saya senang Ibu datang
hari ini untuk mendiskusikan tentang kondisi kesehatan Ibu, kita punya
waktu untuk membicarakan tentang kebutuhan-kebutuhan Ibu”. Apabila
klien sama sekali tidak mau bicara, tekankan pada hal-hal yang positif,
paling tidak ia sudah datang dan berkenalan dengan konselor, mungkin ia
mau mempertimbangkan kembali. Sarankan untuk melakukan pertemuan
lanjutan.

9) Klien merasa tidak nyaman dengan jenis kelamin konselor


Apabila klien menyampaikan sebelumnya bahwa dirinya mengharapkan
konselor yang sama (atau berbeda) jenis kelaminnya, hal ini dapat dipenuhi
apabila memungkinkan. Tetapi pada kenyataannya berhadapan dengan
seseorang dengan jenis kelamin berbeda dan menjadi masalah klien,
merupakan konselor harus dapat melihat apakah klien betul-betul mau
mencoba.

10) Waktu yang dimiliki konselor terbatas


a. Sejak awal pertemuan, klien sebaiknya mengetahui berapa lama waktu
yang dimiliki konselor sediakan untuk dirinya. Ada saat di mana seorang
konselor tidak memiliki waktu sebanyak biasanya.
b. Konselor sebaiknya memberikan informasi tersebut sebelum pertemuan,
meminta maaf, menjelaskan sebab keterbatasan waktunya, dan
menunjukkan bahwa konselor mengharapkan bertemu klien pada
pertemuan selanjutnya.
c. Meskipun waktunya sebentar, dapat diperoleh suatu hasil pembicaraan.
Seperti halnya demonstrasi bermain peran peserta. Lebih baik
memanfaatkan sedikit waktu yang ada daripada meminta klien pergi.

11) Konselor tidak dapat menciptakan rapport (hubungan) yang baik


a. Terkadang rapport yang baik dengan klien sulit terjadi. Hal ini bukan
berarti konseling harus diakhiri atau mengirimkan klien kepada konselor
lain. Akan lebih baik apabila konselor meminta pendapat kepada teman
sesama petugas kliniknya untuk mengamati pertemuan dan melihat di
mana latak kesulitannya, apakah ada sikap klien yang membuat konselor
merasa ditolak klien.
b. Segala kemungkinan perlu dijaga. Salah satu aspek penting  dari pelatihan
adalah sebelum konseling yang sesungguhnya dilakukan. Mengirim atau
meminta klien pergi tidak akan membantu, tetapi mungkin berpengaruh
buruk pada klien. Lebih baik mencoba melanjutkan konseling terutama
untuk membuat klien merasa lebih nyaman tentang dirinya sendiri.

12) Klien berbicara terus dan yang dibicaraka tidak sesuai dengan materi
pembicaraan
Situasi ini kebalikan dari situasi di mana klien tidak mau berbicara, tetapi juga
menimbulkan kecemasan dan kesulitan bicara bagi konselor. Apabila klien
terus-menerus mengulang pembicaraan, setelah beberapa saat perlu dipotong
pembicaraannya dengan mengatakan seperti: “Maafkan Saya, Bu, apakah Ibu
tegang atau cemas tentang sesuatu, Saya perhatikan Ibu menyatakan suatu hal
yang sama  secara berulang-ulang, apakah ada yang sulit disampaikan?”
Pertanyaan semacam ini akan membantu klien memfokuskan kembali
percakapan.

13) Konselor merasa dipermalukan dengan suatu topik pembicaraan


a. Dapat terjadi suatu kondisi di mana klien mengatakan sesuatu yang
membuat konselor merasa malu. Semakin banyak konselor berlatih
menghadapi hal-hal sensitif, semakin mudah ia mengenali situasi yang
rentan dan semakin siap ia menghadapi situasi tersebut.
b. Sebaiknya konselor jujur kepada klien, terutama bila konselor bereaksi
secara emosional kepada klien, karena klien akan mengamati hal tersebut.
Keadaan ini bisa dimanfaatkan dengan terlebih dahulu mengakui perasaan
yang muncul dan mengembalikan ke topik pembicaraan yang
dikemukakan klien.
c. Setelah pertemuan berakhir, akan sangat membantu bila konselor
membicarakan kepada konselor lain tentang apa yang telah terjadi dan
melihat apakah perasaan tidak nyaman itu bisa diatasi.

14) Keadaan “kritis”


a. Komunikasikan dengan tegas, tetapi sopan mengenai keadaan darurat
tersebut kepada keluarga.
b. Berikan penjelasan dengan singkat tetapi jelas mengenai langkah-langkah
yang harus dilakukan bersama untuk mengatasi keadaan.
c. Sedapat mungkin lakukan mendengar aktif dan ucapkan pula kata-kata
yang menenangkan seperti “Saya akan berusaha semampu Saya!”.

15) Klien ingin konselor yang mengambil keputusan


a. Klien sebenarnya membutuhkan bantuan, dan Anda dapat memberikannya
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti, “Anda sepertinya
mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan, mungkin Anda kurang
siap? Apakah Anda ingin mendiskusikan hal ini lebih lanjut? Apakah
Anda membutuhkan informasi lebih banyak atau waktu yang lebih lama
untuk berpikir? Apakah Anda ingin membicarakan hal ini dengan orang
lain, mungkin pasangan Anda atau orang tua Anda?
b. Anda dapat berkata, “Saya dapat menjawab pertanyaan Anda dan
membantu Anda memberikan beberapa alternatif pilihan, tetapi Andalah
yang lebih tahu apa yang terbaik untuk kehidupan Anda”.
c. Apabila klien tidak dapat memutuskan (misalnya, metode KB yang
dipakai), berikan kondom atau spermidis untuk digunakan sewaktu-waktu.

5. Langkah-langkah KIP/Konseling

a. Pendahuluan/pembuka. Pembuka adalah kegiatan untuk menciptakan kontak,


melengkapi data konseli, untuk merumuskan penyebab masalah dan menentukan
jalan keluar.
b. Bagian inti/pokok. Pada langkah ini, mencakup kegiatan mencari jalan keluar,
memilih salah satu jalan keluar yang tepat bagi konseli dan melaksanakan jalan
keluar tersebut.
c. Bagian akhir. Pada bagian ini, seorang konselor menyimpulkan dari seluruh aspek
kegiatan dan menfasilitasi konseli dalam mengambil jalan keluar. Langkah ini
merupakan langkah penutupan dari pertemuan dan juga penetapan untuk
pertemuan berikutnya.

6. Teknik KIP/Konseling dalam Pelayanan Kebidanan

Konseling dalam asuhan kebidanan mempunyai beberapa teknik yang bertujuan


untuk menghasilkan hasil konseling yang optimal, bergantung pada kondisi konseli.
Di bawah ini dijelaskan tentang teknik-teknik konseling yang perlu anda ketahui.
a. Teknik authoritharian atau directive di mana dalam proses wawancara konseling
berpusat pada konselor.
b. Teknik non-directive/conselei centered, di mana dalam pendekatan ini konseli
diberi kesempatan untuk memimpin wawancara dan memikul sebagian besar
tanggung jawab atas pemecahan masalahnya sendiri.
c. Teknik edetic, di mana konselor menggunakan cara yang dianggap baik atau
tepat, disesuaikan dengan konseli dan masalahnya.
BAB III

PENUTUP

D. Kesimpulan

Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Sejak
dalam kandungan pun, komunikasi telah ada dan akan terus berlangsung dalam proses
kehidupan. Komunikasi adalah suatu media yang digunakan oleh individu sebagai
makhluk sosial. Komunikasi dapat mempermudah individu dalam berinteraksi dengan
orang lain.
Proses komunikasi interpersonal (KIP) adalah interaksi dinamis antar orang ke orang, dua
arah, verbal dan non verbal, dan saling berbagai informasi dan perasaan antara individu
dengan individu atau antar individu di dalam kelompok kecil.

E. Saran

Dalam penyusunan makalah ini, masih banyak kekurangan. Maka dari itu penulis sangat
mengharapkan masukan dan kritikan yang sifatnya membangun untuk perbaikan makalah
yang akan datang, agar lebih dapat membantu kita dalam referensi pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

Dalami (2002). Komunikasi Dan Konseling Dalam Praktik Kebidanan. Jakarta: Trans Info
Media

Lestari, A. (2010). Buku Saku Kominikasi Dan Konseling Dalam Praktik Kebidanan. Jakarta:

Trans Info Media.

MNH. (2002). Bab Pelatihan Ketrampilan Komunikasi Interpersonal/Konseling. Jakarta:


Departemen Kesehatan.

Tyastuti, S.; Kusmiyati, Y.; Handayani, S. (2010). Komunikasi dan Konseling dalam Pelayanan
Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.

Anda mungkin juga menyukai