Anda di halaman 1dari 21

Berenice

oleh Edgar Allan Poe 

Ilustrasi untuk "Berenice" oleh Harry Clarke, dari Edgar Allan Poe's Tales of
Mystery and Imagination, 1919.
Dicebant mihi sodales, si sepulchrum amicae visitarem, curas meas
aliquantulum forelevatas.

- Ebn Zaiat .
 KESENGSARAAN itu bermacam-macam. Kutukan dunia itu berbentuk-
bentuk. Mereka melintasi lebar cakrawala seperti sebuah pelangi, warnanya
pun beragam seperti warna busur itu, berbeda-beda namun dengan
mesranya berpadu. Melintasi lebar cakrawala seperti sebuah pelangi?
Bagaimana mungkin dari sebuah keindahan semacam itu dapat dihasilkan
sesuatu yang tiada cinta? –dari sebuah kovenan damai menjadi sebuah
kiasan duka? Namun sebagaimana dalam etika, bahwa kejahatan adalah
konsekuensi dari kebaikan, maka faktanya, selepas kegembiraanlah duka
akan terlahir. Ingatan kebahagiaan di masa lalu dapat berubah menjadi
kegundahan di hari ini, sama halnya dengan agoni-agoni kesenangan yang
bermula dari berbagai ekstasi duniawi.

Nama baptisku adalah Egaeus; perihal keluargaku tak akan kusinggung.


Tak ada menara di daratan ini yang lebih dihargai-waktu dibandingkan
mansion warisan keluargaku yang suram dan kelabu. Garis keturunan kami
dipanggil sebagai ras yang visioner; dalam berbagai seluk-beluk yang
mengesankan tentunya –terlihat dari karakteristik mansion keluarga kami –
dari lukisan langit di bar utamanya –dari kain sulaman di ruang asramanya
–dari potongan beberapa penyangga di ruang senjatanya, tapi lebih
khususnya dari potongan penyangga di ruang galeri lukisan antik –dari
gaya ruangan perpustakaannya –dan terakhir, dari penampakan yang sangat
ganjil dari isi ruang perpustakaan, di sana ada lebih dari bukti yang cukup
untuk menjamin keyakinan bahwa keluarga kami memang ras yang
visioner.

Kenangan akan tahun-tahun masa mudaku terhubung dengan ruangan


perpustakaan itu, dan dengan jilid-jilidnya pula –yang mana kemudian tak
akan kubicarakan lagi. Di sinilah ibuku mati. Dan di sinilah aku terlahir
kembali. Hanya rasa enggan saja jika aku mengatakan bahwa aku tidak
pernah hidup sebelumnya –karena jiwa memang tidak mempunyai
eksistensinya yang terdahulu. Apakah kau menyangkalnya? janganlah dulu
kita persoalkan hal ini. Kuyakinkan dirimu bahwa aku sedang tak berniat
untuk diyakinkan. Namun ada, sebuah kenangan yang mengudara –dari
penglihatan masa lalu yang bermakna dan mempunyai kekuatan spritual –
dari suara musik yang sedih –sebuah kenangan yang tak akan dapat
dipisahkan dari jiwaku; sebuah memoar seperti bayangan, remang-remang,
variabel, tidak pasti, tidak tetap; dan seperti bayangan pula, dalam hal
ketidak-mungkinannya bagi diriku untuk menyingkirkan sosok kenangan
ini.

Di ruangan itulah aku terlahir kembali. Terbangun dari malam yang


panjang, dan bukan kenihilan, ketika dalam sekejap aku terbang menuju
kawasan negeri peri –ke dalam singgasana imajinasi – melepaskan jiwa
dari dominasi liar edukasi dan pikiran monastik –bukan suatu yang aneh
jika aku memandang sekelilingku dengan mata penuh ingin tahu dan
bergairah –mengingat aku melambatkan masa kecilku dalam buku-buku,
dan menyia-nyiakan masa mudaku dalam khayalan; tapi suatu yang luar
biasa ketika tahun-tahun itu bergulir, lalu puncak kedewasaan masih saja
menemukanku masih terdiam di mansion ayahku –luar biasa memang
ketika kemandegan itu terjatuh pada riangnya hidupku –luar biasa
bagaimana sebuah inversi mengambil alih karakterku dari pikiran awamku.
Kenyataan dunia mempengaruhiku sebagai sebuah pandangan kedepan,
dan sebagai pandangan saja, ketika angan-angan liar dari negeri mimpi
tidak menjadi alasan untuk keberadaanku setiap hari, melainkan menjadi
alasan untuk keberadaannya sendiri.

Berenice dan aku adalah sepupu, kami tumbuh bersama di mansion


orangtuaku. Namun pertumbuhan kami berbeda –Aku sakit-sakitan,
terkubur dalam kesuraman –sedangkan Berenice lincah, ceria, dan meluap-
luap oleh energi. Berenice berpetualang ke sisi bukit –sedangkan aku hanya
belajar tentang biara –aku hidup dalam tubuh dan jiwa yang tercandu oleh
pengobatan paling perih dan menyakitkan –sementara Berenice bebas
berkelana menempuh kehidupan tanpa memikirkan bayangan apapun di
jalannya, seperti penerbangan sunyi dari gagak yang mengepakan
sayapnya. Berenice! –Aku panggil namamu –Berenice! –dan dari
reruntuhan kelabu memori itu ribuan ingatan gaduh mulai terperanjat pada
suaraku! Ah! jelasnya sosok jelita gadis itu di hadapanku sekarang,
sebagaimana hari-hari awal dari keriangan dan kegembiraannya! Oh!
Begitu permai dari kecantikan yang fantastis! Oh! Kau adalah Sylph
diantara semak-semak Arnheim! –Oh! Naiad diantara air pancurnya! –dan
lalu –sisa kisah ini adalah misteri dan teror, sebuah kisah yang seharusnya
tak kuceritakan. Di masa dewasanya Berenice menderita sebuah penyakit –
penyakit fatal –kulitnya terkulai seperti *simoom di kerangkanya, dan
selagi aku memandanginya, aura perubahan pun terlihat jelas menyapu
sekujur tubuhnya, menembus pikirannya, kebiasaannya, karakternya, dan
dengan cara yang paling subtil dan ngeri, bahkan merubah identitasnya
sendiri! Ya tuhan! Si penyakit penghancur itu datang dan pergi, dan
korbannya –dimana dia? Oh aku tidak mengenalinya –atau lebih tepatnya,
aku tidak mengenalinya lagi sebagai sosok Berenice.

Di antara banyak cobaan rasa sakit yang dirasakan Berenice, terdapat suatu
hal yang primer dan fatal yang mempengaruhi sebuah revolusi mengerikan
pada moral dan fisik sepupuku itu. Dapat dikatakan sebagai hal yang paling
menyedihkan dan bengal pada kodratinya, suatu jenis dari epilepsi tak
jarang menghilang saat dalam kondisi tidak sadarkan diri –tidak sadar lebih
awal menyerupakan disolusi yang positif, namun dalam kemajuan
penyembuhan Berenice, dalam contoh yang sering kali muncul, hal itu
terjadi hanya sesaat saja. Di waktu yang sama, penyakitku –aku disuruh
memanggilnya begitu karena tak ada ungkapan lain –sementara penyakitku,
tumbuh begitu cepat pada diriku, dan diperburuk keadaannya oleh
penggunaan opium. Terungkap juga akhirnya seorang karakter
monomaniak dalam bentuk yang baru dan luar biasa berbeda –tiap jam dan
hanya sesaat saja aku mendapatkan semangat hidup –dan lama-kelamaan
didapatkan dari padaku pengendalian diri yang paling sukar dipahami.
Monomania ini, jika aku harus mengistilahkannya, mencakup ke dalam
penyakit yang menganggu syaraf otak dan secara langsung mempengaruhi
sifat pikiranku, dalam ilmu metafisika diistilahkan sebagai rasa
ketertarikan. Besar kemungkinan aku pun tak sepenuhnya paham; namun
yang lebih kukhawatirkan adalah jika aku tak menemukan cara yang lebih
mudah untuk disampaikan pada pikiran pembaca awam seperti kalian. Ini
adalah sebuah gagasan tentang intensitas ketertarikan pada suatu benda,
yang mana dalam kasusku, kekuatan ketertarikan itu begitu kuat hingga
mengendalikan alam bawah sadarku.

Termengung tak kenal lelah selama berjam-jam dengan perhatian yang


terus tertuju pada beberapa ikon tak berguna di tepian halaman, atau pada
topografi dalam sebuah buku; terhisap perhatianku pada bagian siang di
musim panas, yaitu pada sebuah bayangan arkais yang jatuh terempas di
atas kain sulam, atau di permukaan pintu; terbuai diriku sepanjang malam
dengan mengamati api yang tak bergerak dari sebuah lampu, atau bara dari
sebuah api; mengawang-awang sepanjang hari karena wewangian dari
sebuah bunga; mengulangi secara monoton beberapa kata yang umum,
sampai suaranya, karena usaha pengulangan yang terus menerus dilakukan,
menyerah untuk membawa ide apapun ke dalam pikiranku; kehilangan
segala indera gerak atau keberadaan fisik, dalam arti keadaan tubuhku yang
absolut diam dan dengan kukuh tetap seperti itu; –beberapa hal itulah
keadaan tak menentu yang paling tak berbahaya dan paling biasa
diinduksikan dari kondisi kekuatan mentalku, tidak, memang, kesemuanya
tidak berhubungan, tapi tentunya beberapa hal itu menciptakan tantangan
pada sesuatu seperti analisis atau penjelasan.

Jangan biarkan aku disalah pahami. Perhatian yang berlebihan, intens, dan
suram seperti itu dibangkitkan oleh objek dalam ketertarikan tak berfaedah
yang kurasakan, jangan digolongkan dengan karakter-karakter yang
kecenderungan berpikirnya dianggap normal untuk seluruh umat manusia,
dan lebih khususnya mereka yang hanya dimanjakan oleh orang yang
bergairah pada imajinasi. Tanpa bermaksud menyinggung, bahkan kami
tidaklah sama, mungkin dalam dugaan awal, sebuah kondisi ekstrim atau
kecenderungan semacam itu dapat terjadi pada orang secara umum, namun
sebenarnya secara primer dan esensial berbeda dan distingtif. Contohnya,
seorang pemimpi, atau seorang penggemar, hanya tertarik pada objek yang
biasanya berfaedah atau berguna untuk dirinya sendiri. Sedangkan dalam
kasusku, objek ketertarikanku selalu saja tak berfaedah atau tak berguna
untuk diriku. Mendapatkan rasa ketertarikan yang berlebihan adalah ciri
paling signifikan dari penyakit ini. Dengan kata lain, kekuatan pikiranku
akan terlatih secara khusus, yang terjadi padaku, sebagaimana yang
kukatakan sebelumnya, adalah rasa ketertarikan luar biasa pada suatu
benda, dan yang terjadi pada para pemimpi atau penggemar, hanyalah
spekulatif semata.

Buku-bukuku, dijaman sekarang ini, jika mereka tidak benar-benar


berdedikasi untuk menjelaskan tentang si penyakit, maka, sebagian besar
penyakit itu akan dipersepsikan dalam kodrati tidak penting dan
imajinatifnya, juga dari sifat karakteristik penyakit itu sendiri. Aku ingat
betul, diantara karangan yang lain, karangan bangsawan Italia, Coelius
Secundus Curio “de Amplitudine Beati Regni dei”; karya agung St. Austin,
“City of God”; dan karya Tertullian “de Carne Christi,” yang mana terdapat
kalimat paradoks “Mortuus est Dei filius; credible est quia ineptum est: et
sepultus resurrexit; certum est quia impossibile est” telah menjajahi
waktuku yang tak dapat dibagi, berminggu-minggu aku melakukan
investigasi yang melelahkan namun tak kunjung membuahkan hasil.

Namun hal itu tampak tergoyahkan dari keseimbangan hanya karena hal
sepele, alasan yang kubuat menopang kemiripan dengan apa yang
dibicarakan oleh Ptomely Hephestion, yang mana bersiap untuk menahan
serangan dari keberangan manusia, juga amukan bergelora air dan angin,
dan hanya bergetar pada sentuhan bunga yang disebut Asphodel. Dan
meski untuk pemikir yang ceroboh, hal itu bukanlah masalah untuk
dipikirkan, that the fearful alteration produced by her unhappy malady, in
the moral condition of Berenice, would afford me many objects for the
exercise of that intense and morbid meditation whose nature I have been at
some trouble in explaining, yet such was not by any means the case. In the
lucid intervals of my infirmity, her calamity indeed gave me pain, and,
taking deeply to heart that total wreck of her fair and gentle life, I did not
fail to ponder frequently and bitterly upon the wonder-working means by
which so strange a revolution had been so suddenly brought to pass. But
these reflections partook not of the idiosyncrasy of my disease, and were
such as would have occurred, under similar circumstances, to the ordinary
mass of mankind. True to its own character, my disorder revelled in the less
important but more startling changes wrought in the physical frame of
Berenice, and in the singular and most appalling distortion of her personal
identity.

Saat hari-hari paling cerah dari kecantikan memesona Berenice, hampir


dapat dipastikan aku tak pernah mencintainya. Dalam anomali aneh dari
keberadaanku ini, perasaan yang ada padaku, tak pernah tersimpan dalam
hati, dan hasratku selalu ada dalam pikiran. Dan melalui kelabu di pagi
buta –diantara bayang hutan di siang hari –dan dalam kesunyian
perpustakaan di malam kelam, sosok Berenice berpindah cepat di mataku,
dan aku pun melihatnya –bukan sebagai Berenice yang hidup dan bernafas,
namun sebagai Berenice yang aneh dari alam mimpi –bukan sebagai
mahluk bumi, namun sebagai abstraksi dari mahluk semacam itu –bukan
sosok untuk dikagumi, namun sosok untuk dianalisa –bukan sebagai objek
yang dicinta, namun sebagai tema dari spekulasi yang sporadis dan sulit
dimengerti. Dan kini –kini aku bergidik melihat kemunculannya, dan
menjadi pucat saat ia perlahan mendekatiku; walau demikian secara pahit
aku meratapi kondisinya yang kini begitu buruk rupa dan kasihan, aku
ingat dia telah mencintaiku begitu lama, dan dalam suatu moment, aku pun
mengajaknya menikah.

Dan selanjutnya masa upacara pernikahan kami pun tiba. Ketika di sebuah
sore di musim dingin tahun ini, –dalam salah satu kehangatan musim yang
janggal, tenang, dan hari berkabut yang mana hari itu bagaikan pengasuh si
cantik *Halcyon, –aku terduduk, sebagaimana yang kuduga, sendirian saja,
di bagian paling dalam perpustakaan, dan ketika membuka mata kulihat
Berenice sudah berdiri di hadapanku.

Apakah karena imajinasiku yang terhasut alam mimpi –ataukah pengaruh


kabut dari atmosfir sekitar –ataukah kesamaran cahaya senja dari ruangan
ini –ataukah tirai kelabu yang berderai di sekeliling tubuhnya –yang
membuat dirinya begitu berfluktuasi dan menyamarkan garis bentuk
tubuhnya hingga tampak tak alami lagi? Aku tak bisa bilang. Mungkin ia
tumbuh lebih tinggi semenjak kedewasaannya. Ia berbicara, namun tak ada
suara yang keluar dari mulutnya, dan aku –aku bahkan tak dapat
menggumamkan satu huruf pun. Perasaan menggigil menjalar diseluruh
kerangkaku; suatu perasaan cemas yang tak tertahankan menindasku;
sebuah keganjilan yang melelahkan merembes ke dalam jiwaku; dan, saat
terduduk kembali ke kursi, untuk sesaat aku masih tak dapat bernafas dan
bergerak, mataku pun mengerling kepadanya. Ya ampun! Kurus tubuhnya
begitu berlebihan, dan tak ada sisa sedikitpun dari bentuk dirinya yang dulu
pada setiap garis kontur tubuhnya. Dan pada akhirnya, kerlinganku
terangkat menuju bagian wajah.

Jidatnya tinggi dan sangat pucat, dan secara aneh terasa terpencil; beberapa
rambut pirang terjatuh lunglai di pinggirnya, membayangi pelipis cekung
dengan lengkungan ujung rambut yang kini menghitam seperti sayap
gagak, dan bergoncang-goncang mereka, dengan ciri khas fenomenalnya,
merajai wajah sang pemilik yang melankolis. Matanya tanpa hayat, tanpa
hasrat, dan tampaknya tanpa pupil pula, aku pun menciut tanpa sekehendak
dari tatapan berkacanya ke arah bibirnya yang tipis dan menyusut. Bibirnya
memisah; dan dalam sebuah senyuman dengan maksud tertentu, gigi-gigi
dari Berenice yang kini telah berubah menyingkapkan dirinya perlahan
pada pandanganku. Kehendak tuhan bahwa aku tak pernah melihatnya,
karena jika pernah, maka sesuatu yang buruk dapat saja terjadi!

Suara hantaman pintu mengagetkanku, dan kulihat sepupuku itu telah pergi
dari ruangan. Namun dari ruangan berpenyakit dalam otakku, ia tidaklah
pergi! Tak dapat disingkirkan, betapa putih dan dahsyatnya spektrum gigi-
gigi itu. Bukan bintik kotor di permukaannya –bukan bayangan di
enamelnya –bukan indenture di tepiannya –namun jangka senyumannya itu
yang telah tercap kuat di ingatanku. Aku melihatnya lebih jelas kini di
banding aku memandangnya barusan. Gigi itu! –Gigi itu! –mereka ada di
sini, mereka ada di sana, mereka ada di mana-mana, secara jelas dan nyata
tampak di depanku: panjang, menyempit, dan sangat putih, dengan bibir
pucat yang mengeliat di sekitarnya. Lalu datanglah kegusaran penuh dari
monomaniaku, dan aku dengan sia-sianya memberontak melawan
pengaruhnya yang aneh dan tak tertahankan itu. Dari banyaknya objek-
objek di dunia luar aku tak memikirkannya sedikitpun kecuali gigi itu.
Semua hal dan segala ketertarikan yang berbeda terhisap pada satu
kontemplasinya. Mereka –hanya mereka saja yang muncul pada pandangan
mentalku, dan gigi-gigi itu, dalam individualitasnya, menjadi esensi dari
kehidupan mental diriku. Aku memegangnya di bawah setiap cahaya. Aku
membalikannya di setiap jarak ketinggian. Aku meninjau karakteristiknya.
Aku tinggal dalam keganjilannya. Aku merenung pada penyesuaiannya.
Aku melamun pada perubahan alamiahnya –ah sepertinya aku sangat
menginginkan benda itu! Aku merasa keberadaan benda itu dapat
mengembalikan kedamaian jiwaku, dan juga mengembalikan akal sehatku
yang kini kurasa tengah tenggelam dalam hasrat pikiranku.

Malam pun menutup dirinya kepadaku dan kegelapan tiba, tinggal begitu
lama, lalu pergi –dan hari kembali menyingsing –kabut dari malam kedua
kini berkumpul –dan aku masih saja duduk terdiam di ruangan senyap itu;
terduduk dalam posisi meditasi, dan masih saja phantasma gigi-gigi itu
mempertahankan dominasi mengerikannya, dengan detail memuakan yang
paling jelas, mereka melayang di antara cahaya dan bayangan dalam
ruangan. Lalu tiba-tiba merasuk ke dalam mimpiku sebuah teriakan horor
yang mencemaskan; dan setelahnya, menyusul suara-suara yang bersusah
hati, berbaur dengan banyak rintihan rendah dan sengsara, atau dalam
penderitaan. Aku bangkit dari kursiku, lalu membuka salah satu pintu
perpustakaan, di lorong seorang pembantu terlihat sedang berdiri, ia
menangis, dan mengatakan padaku bahwa Berenice – telah tiada. Ia
terserang epilepsi subuh tadi, dan kini, di akhir malam, sebuah makam
telah siap untuk jenazahnya, dan segala persiapan untuk pemakamannya
pun telah selesai.

Kudapatkan diriku tengah duduk di perpustakaan, dan lagi-lagi duduk


sendirian di sana. Sepertinya aku baru saja terbangun dari mimpi yang
membingungkan. Aku tahu saat ini adalah tengah malam, dan aku sangat
sadar bahwa sejak tenggelamnya mentari, Berenice telah dikuburkan.
Namun aku tak yakin dengan ingatan suram yang mengintervensi itu–
setidaknya tak ada pemahaman yang definit. Ingatanku dilingkupi oleh
horor –horor yang lebih mengerikan dari suatu ketidak-jelasan, horor yang
lebih mengerikan dari suatu keambiguan. Ini adalah halaman paling
menakutkan dalam catatan keberadaanku, semuanya ditulis dengan redup,
dan memuakan, kenangan yang tidak cerdas. Aku berusaha untuk
menerjemahkannya, namun sia-sia. Lalu seperti jiwa dari suara yang
berpulang, jeritan nyaring dan melengking dari seorang perempuan
bergema di telingaku. Katanya aku telah melakukan sebuah tindakan –
namun tindakan apakah itu? Aku bertanya pada diriku sendiri kencang-
kencang, dan bisikanpun menggema di segala ruangan, menjawabku, “…
apakah itu…”
Di atas meja di sampingku menyala sebuah lentera, dan di dekatnya
tergeletak sebuah kotak kecil. Tak ada yang aneh dengan kotak itu,
sebelumnya aku pun pernah melihatnya beberapa kali, karena kotak itu
adalah barang milik dokter keluargaku; tapi mengapa benda itu bisa ada di
sana, di atas mejaku, dan mengapa tubuhku bergetar saat memandangnya?
Namun sesuatu seperti itu tak pantas untuk dipedulikan, pandangan mataku
pun terjatuh pada halaman buku yang terbuka, dan menuju kalimat yang
digarus bawahi. Kata-kata itu tidak biasa tapi aku tahu itu adalah puisi Ebn
Zaiat, “Dicebant mihi sodales si sepulchrum amicae visitarem, curas meas
aliquantulum fore levatas.” lalu apakah saat aku membacanya, rambut dari
kepalaku menegak dengan sendirinya, dan darah dari tubuhku bergumpal
dengan urat nadiku?

Tak lama kemudian, datang ketukan ringan dari pintu perpustakaan,


seorang pembantu yang pucat seperti mayat di kuburan datang dengan
berjinjit kaki. Penampilannya terlihat berantakan oleh teror, dan ia
berbicara padaku dengan suara yang parau dan pelan. Apa yang ia katakan?
–hanya beberapa kalimat tak lengkap yang kudengar. Ia mengatakan
sebuah jeritan liar telah menganggu kesunyian malam di mansion –dan
para pembantu pun berkumpul untuk mencari sumber jeritan; –nada
suaranya berubah mencekam saat ia membisikan padaku, bahwa mereka
menemukan sebuah makam yang telah di obrak-abrik –menemukan sebuah
jasad cacat mengerikan yang ditutupi kain, namun masih bernafas, masih
berdenyut, ternyata jasad itu masih hidup!

Ia menunjukan sebuah garmen; –kain itu keruh dan bergumpal oleh organ
dalam. Aku tak mengatakan apapun, dan ia meraih tanganku pelan; –tangan
itu berbekas oleh cengkraman kuku manusia. Dan terakhir ia mengarahkan
perhatianku pada suatu objek di depan tembok; –Aku memperhatikannya
beberapa saat; –itu adalah sebuah sekop. Dan tiba-tiba sebuah ingatan
mengerikan merasuki kepalaku. Dengan berteriak aku pun melonjak ke
pinggir meja, dan mencengkram lalu berusaha membuka kotak kecil yang
ada di atasnya. Namun aku tak dapat membukanya; dengan keadaan
gemetar kotak itu terjatuh dari tanganku, terjatuh begitu keras hingga
hancur berkeping-keping; dan dari dalamnya, dengan suara yang
menggeretak, menggulir beberapa alat operasi gigi, berbaur dengan benda
kecil berjumlah tiga puluh dua, benda kecil berwana putih gading yang
berlumuran darah itu kini berceceran di atas lantai.
KESALAHAN itu bermacam-macam. Kesengsaraan bumi itu beraneka
ragam. Menjangkau cakrawala yang luas seperti pelangi, ronanya
beragam seperti rona lengkungan itu - sama berbedanya, namun
menyatu dengan erat. Mencapai cakrawala yang luas seperti
pelangi! Bagaimana mungkin dari kecantikan saya memperoleh
sejenis ketidak-indahan? - dari perjanjian perdamaian, perumpamaan
kesedihan? Tetapi sebagaimana, dalam etika, kejahatan adalah
konsekuensi dari kebaikan, demikian pula, sebenarnya, dari
kegembiraan lahirlah kesedihan. Entah ingatan akan kebahagiaan
masa lalu adalah penderitaan hari ini, atau penderitaan yang ada,
berasal dari ekstasi yang mungkin terjadi.

Nama baptis saya adalah Egaeus; yang dari keluarga saya tidak akan
saya sebutkan. Namun tidak ada menara di negeri ini yang lebih
dihormati daripada aula turun-temurun saya yang suram, abu-
abu. Garis kami telah disebut ras visioner; dan dalam banyak hal yang
mencolok - dalam karakter rumah keluarga - dalam lukisan dinding di
salon utama - di permadani asrama - dalam memahat beberapa
penopang di gudang senjata - tetapi lebih khusus lagi di galeri lukisan
antik - di mode ruang perpustakaan - dan, terakhir, dalam sifat isi
perpustakaan yang sangat aneh - ada lebih dari cukup bukti untuk
menjamin kepercayaan.

Kenangan tahun-tahun awal saya terhubung dengan kamar itu, dan


dengan volumenya - yang terakhir saya tidak akan katakan lagi. Di sini
meninggal ibuku. Di sinilah aku lahir. Tetapi hanyalah kemalasan untuk
mengatakan bahwa saya belum pernah hidup sebelumnya - bahwa
jiwa tidak memiliki keberadaan sebelumnya. Anda menyangkalnya? -
mari kita tidak memperdebatkan masalah ini. Meyakinkan diri sendiri,
saya berusaha untuk tidak meyakinkan. Namun, ada kenangan akan
bentuk-bentuk udara - mata spiritual dan makna - akan suara, musik
namun sedih - sebuah kenangan yang tidak akan
dikesampingkan; memori seperti bayangan - kabur, variabel, tidak
terbatas, goyah; dan seperti bayangan juga, dalam ketidakmungkinan
saya menyingkirkannya sementara sinar matahari alasan saya akan
ada.

Di kamar itu aku lahir. Jadi terbangun dari malam yang panjang dari
apa yang tampak, tetapi bukan, nonentitas, sekaligus ke daerah-
daerah negeri dongeng - ke dalam istana imajinasi - ke dalam
kekuasaan liar pemikiran dan pengetahuan monastik - bukanlah satu-
satunya yang saya lihat ke sekeliling. saya dengan mata terkejut dan
bersemangat - bahwa saya membuang masa kecil saya dalam buku,
dan menghabiskan masa muda saya dalam lamunan; tetapi luar biasa
bahwa ketika tahun-tahun berlalu, dan tengah hari kedewasaan
menemukan saya masih di rumah ayah saya - sungguh menakjubkan
stagnasi apa yang menimpa mata air kehidupan saya - menakjubkan
betapa total pembalikan terjadi dalam karakter pikiran saya yang
paling umum. Realitas dunia memengaruhi saya sebagai penglihatan,
dan hanya sebagai penglihatan, sementara gagasan liar dari tanah
impian, pada gilirannya, menjadi bukan materi dari keberadaan saya
sehari-hari, tetapi dalam perbuatan yang benar-benar keberadaan itu
sendiri. .

*******

Berenice dan saya adalah sepupu, dan kami tumbuh bersama di aula
ayah saya. Namun secara berbeda kami tumbuh - saya, sakit, dan
terkubur dalam kesuraman - dia, gesit, anggun, dan penuh dengan
energi; miliknya, jalan-jalan di sisi bukit - menambang studi
biara; Saya, hidup di dalam hati saya sendiri, dan kecanduan, tubuh
dan jiwa, pada meditasi yang paling intens dan menyakitkan - dia,
berkeliaran dengan ceroboh sepanjang hidup, tanpa memikirkan
bayang-bayang di jalannya, atau penerbangan sunyi dari jam-jam
bersayap gagak . Berenice! -Saya memanggil namanya - Berenice! -
dan dari puing-puing ingatan yang kelabu, seribu ingatan yang kacau
dikejutkan oleh suara itu! Ah, jelas sekali bayangannya di hadapanku
sekarang, seperti pada hari-hari awal keceriaan dan
kegembiraannya! Oh, keindahan yang indah namun fantastis! Oh,
sylph di tengah semak-semak Arnheim! Oh, Naiad di antara air
mancurnya! Dan kemudian - maka semuanya adalah misteri dan teror,
dan sebuah kisah yang tidak boleh diceritakan. Penyakit - penyakit
fatal, jatuh seperti simoon di atas tubuhnya; dan, bahkan saat aku
menatapnya, semangat perubahan melanda dirinya, meliputi
pikirannya, kebiasaannya, dan karakternya, dan, dengan cara yang
paling halus dan mengerikan, bahkan mengganggu identitas
pribadinya! Sayang! perusak datang dan pergi! - dan korbannya -
dimana dia? Saya tidak mengenalnya - atau tidak mengenalnya lagi
sebagai Berenice.

Di antara banyak rangkaian penyakit yang dipicu oleh penyakit fatal


dan utama yang menyebabkan revolusi yang begitu mengerikan dalam
moral dan fisik dari sepupu saya, dapat disebutkan sebagai yang
paling menyedihkan dan keras kepala di alam, jenis epilepsi tidak
jarang berakhir dalam trance itu sendiri - trance sangat mirip dengan
pembubaran positif, dan dari mana cara pemulihannya dalam banyak
kasus, mengejutkan tiba-tiba. Sementara itu penyakit saya sendiri -
karena saya telah diberitahu bahwa saya tidak boleh menyebutnya
dengan sebutan lain - penyakit saya sendiri, kemudian, berkembang
pesat pada saya, dan akhirnya diasumsikan sebagai karakter
monomaniak dari bentuk baru dan luar biasa - setiap jam dan setiap
saat. mendapatkan kekuatan - dan akhirnya menguasai saya
kekuasaan yang paling tidak bisa dipahami. Monomania ini, jika saya
harus menyebutnya demikian, terdiri dari sifat lekas marah yang tidak
wajar dari sifat-sifat pikiran dalam ilmu metafisika yang disebut
perhatian. Kemungkinan besar saya tidak dipahami; tetapi saya takut,
memang, bahwa sama sekali tidak mungkin untuk menyampaikan
kepada pikiran pembaca umum, gagasan yang memadai tentang
intensitas minat yang gugup yang, dalam kasus saya, kekuatan
meditasi (untuk tidak berbicara secara teknis) menyibukkan diri dan
mengubur diri, dalam perenungan bahkan objek paling biasa di alam
semesta.

Untuk merenung selama berjam-jam tanpa lelah, dengan perhatian


saya terpaku pada beberapa perangkat sembrono di pinggirnya, atau
pada tipografi sebuah buku; untuk menjadi terserap, untuk bagian
yang lebih baik dari hari musim panas, dalam bayangan kuno jatuh
miring di atas permadani atau di lantai; kehilangan diriku sendiri,
sepanjang malam, dalam menyaksikan nyala lampu yang stabil, atau
bara api; untuk bermimpi sepanjang hari atas aroma bunga; untuk
mengulangi, secara monoton, beberapa kata umum, sampai suara,
karena pengulangan yang sering, berhenti menyampaikan ide apa pun
ke pikiran; kehilangan semua rasa gerak atau keberadaan fisik, melalui
ketenangan tubuh mutlak yang lama dan gigih bertahan dalam: itulah
beberapa keanehan paling umum dan paling tidak merusak yang
disebabkan oleh kondisi kemampuan mental, tidak, memang, sama
sekali tak tertandingi, tapi tentu saja menantang hal-hal seperti analisis
atau penjelasan.

Namun jangan biarkan aku salah paham. Perhatian yang tidak


semestinya, sungguh-sungguh, dan tidak wajar yang dibangkitkan oleh
objek-objek dalam sifatnya sendiri yang sembrono, tidak boleh
dikacaukan dalam karakternya dengan kecenderungan merenungkan
yang umum bagi seluruh umat manusia, dan lebih khusus lagi
dimanjakan oleh orang-orang yang penuh imajinasi. Bahkan, seperti
yang mungkin diduga pada awalnya, itu bukan kondisi ekstrem, atau
kecenderungan yang dilebih-lebihkan, tetapi terutama dan pada
dasarnya berbeda dan berbeda. Dalam satu contoh, si pemimpi, atau
penggila, yang tertarik pada suatu objek yang biasanya tidak
sembrono, secara tidak kasat mata kehilangan pandangan terhadap
objek ini di hutan belantara deduksi dan saran yang dikeluarkan
darinya, sampai, pada akhir mimpi sehari sering penuh dengan
kemewahan , dia menemukan incitamentum, atau penyebab pertama
dari renungannya, sepenuhnya lenyap dan terlupakan. Dalam kasus
saya, objek utama selalu sembrono, meskipun dengan asumsi, melalui
media penglihatan saya yang terganggu, kepentingan yang dibiaskan
dan tidak nyata. Beberapa pengurangan, jika ada, dibuat; dan
segelintir orang itu dengan gigih kembali ke objek aslinya sebagai
pusat. Meditasi tidak pernah menyenangkan; dan, pada akhir lamunan,
penyebab pertama, yang sejauh ini tidak terlihat, telah mencapai minat
supranatural yang dilebih-lebihkan yang merupakan ciri utama
penyakit itu. Singkatnya, kekuatan pikiran yang lebih khusus dilakukan
adalah, dengan saya, seperti yang telah saya katakan sebelumnya,
yang penuh perhatian, dan, dengan si pemimpi, spekulatif.

Buku-buku saya, pada zaman ini, jika mereka tidak benar-benar


berfungsi untuk mengganggu gangguan, mengambil bagian, itu akan
dirasakan, sebagian besar, dalam sifat imajinatif dan tidak penting, dari
kualitas karakteristik gangguan itu sendiri. Saya ingat betul, antara
lain, risalah bangsawan Italia, Coelius Secundus Curio, " De
Amplitudine Beati Regni Dei; " Karya besar St. Austin, "Kota
Tuhan;" dan "De Carne Christi" Tertullian, di mana kalimat paradoks "
Mortuus est Dei filius; est quia ineptum est yang dapat dipercaya: et
sepultus resurrexit; certum est quia impossibile est, " mengisi waktu
saya yang tidak terbagi, selama berminggu-minggu penyelidikan yang
melelahkan dan tanpa hasil.

Dengan demikian akan tampak bahwa, terguncang dari


keseimbangannya hanya oleh hal-hal sepele, alasan saya memiliki
kemiripan dengan karang laut yang dibicarakan oleh Ptolemy
Hephestion, yang terus-menerus menahan serangan kekerasan
manusia, dan kemarahan air dan angin yang lebih ganas, gemetar
hanya karena sentuhan bunga yang disebut Asphodel. Dan meskipun,
bagi seorang pemikir yang ceroboh, mungkin tampak suatu hal yang
tidak diragukan lagi, bahwa perubahan yang dihasilkan oleh
penyakitnya yang tidak menyenangkan, dalam kondisi moral Berenice,
akan memberi saya banyak objek untuk latihan meditasi yang intens
dan abnormal yang sifatnya saya miliki. berada di beberapa kesulitan
dalam menjelaskan, namun itu tidak dalam tingkat apapun
kasusnya. Dalam interval yang jelas dari kelemahan saya,
malapetakanya, memang, memberi saya rasa sakit, dan, dengan
sangat mendalami kehancuran total hidupnya yang adil dan lembut,
saya tidak jatuh untuk merenungkan, sering dan pahit, pada cara yang
bekerja ajaib. yang dengannya begitu aneh sebuah revolusi terjadi
dengan begitu tiba-tiba. Tetapi refleksi ini tidak mengambil bagian dari
keanehan penyakit saya, dan seperti yang akan terjadi, dalam
keadaan yang sama, pada massa umat manusia biasa. Sesuai dengan
karakternya sendiri, gangguan saya menikmati perubahan yang
kurang penting tetapi lebih mengejutkan yang terjadi dalam kerangka
fisik Berenice - dalam distorsi tunggal dan paling mengerikan dari
identitas pribadinya.
Selama hari-hari paling cerah dari kecantikannya yang tak tertandingi,
paling pasti aku tidak pernah mencintainya. Dalam anomali aneh
keberadaan saya, perasaan dengan saya, tidak pernah ada di hati,
dan hasrat saya selalu ada di pikiran. Melalui abu-abu pagi hari - di
antara bayang-bayang hutan di siang hari - dan dalam keheningan
perpustakaan saya di malam hari - dia melintas di depan mata saya,
dan saya telah melihatnya - bukan sebagai Berenice yang hidup dan
bernafas, tetapi sebagai Berenice dari sebuah mimpi; bukan sebagai
makhluk bumi, bersahaja, tetapi sebagai abstraksi dari makhluk seperti
itu; bukan sebagai sesuatu untuk dikagumi, tetapi untuk
dianalisis; bukan sebagai objek cinta, melainkan sebagai tema
spekulasi yang paling muluk-muluk meski bergejolak. Dan sekarang -
sekarang aku bergidik di hadapannya, dan menjadi pucat saat dia
mendekat; namun, dengan sedih meratapi kondisinya yang jatuh dan
menyedihkan, saya teringat bahwa dia telah lama mencintai saya, dan,
pada saat yang buruk, saya berbicara dengannya tentang pernikahan.

Dan akhirnya periode pernikahan kami semakin dekat, ketika, pada


suatu sore di musim dingin tahun itu - salah satu hari yang hangat,
tenang, dan berkabut yang tidak sesuai dengan musimnya yang
merupakan perawat Halcyon yang indah, - aku duduk, (dan duduk ,
seperti yang saya pikir, sendirian,) di apartemen bagian dalam
perpustakaan. Tetapi, sambil mengangkat mata saya, saya melihat
Berenice berdiri di depan saya.

Apakah imajinasi saya sendiri yang bersemangat - atau pengaruh


atmosfer yang berkabut - atau senja yang tidak menentu di ruangan itu
- atau tirai abu-abu yang menutupi sosoknya - yang menyebabkan di
dalamnya begitu bimbang dan garis yang tidak jelas? Saya tidak bisa
memberi tahu. Dia tidak berbicara sepatah kata pun; dan saya - bukan
untuk dunia saya bisa mengucapkan suku kata. Rasa dingin yang
sedingin es menjalari tubuh saya; rasa kecemasan yang tak
tertahankan menindas saya; rasa ingin tahu yang membara meliputi
jiwaku; dan tenggelam kembali di kursi, saya tetap untuk beberapa
waktu terengah-engah dan tidak bergerak, dengan mata saya terpaku
pada orang itu. Sayang! kekurusannya berlebihan, dan tidak ada satu
pun bekas yang mengintai di setiap garis kontur. Pandanganku yang
membara pada akhirnya jatuh ke wajah.

Dahinya tinggi, dan sangat pucat, dan sangat tenang; dan rambut


dermaga yang dulu sebagian jatuh di atasnya, dan menutupi kuil-kuil
yang berlubang dengan ikal yang tak terhitung banyaknya, sekarang
berwarna kuning cerah, dan menggelegar secara sumbang, dalam
karakter fantastis mereka, dengan wajah melankolis yang
berkuasa. Mata itu tidak bernyawa, dan tidak berkilau, dan tampaknya
tidak memiliki pupil, dan tanpa sadar aku menciut dari tatapannya yang
seperti kaca ke perenungan tentang bibir yang tipis dan mengerut
itu. Mereka berpisah; dan dalam senyuman dengan makna yang aneh,
gigi Berenice yang telah berubah menampakkan diri secara perlahan
ke pandanganku. Apakah untuk Tuhan bahwa saya tidak pernah
melihat mereka, atau bahwa, setelah melakukannya, saya telah mati!

*******

Pintu yang tertutup menggangguku, dan, saat melihat ke atas, aku


menemukan bahwa sepupuku telah pergi dari kamar itu. Tapi dari
ruang otak saya yang tidak teratur, tidak, sayangnya! meninggalkan,
dan tidak akan diusir, spektrum gigi yang putih dan mengerikan. Tidak
ada setitik pun di permukaannya - tidak ada bayangan di emailnya -
tidak ada lekukan di tepinya - tetapi periode senyumnya yang cukup
untuk membekas dalam ingatanku. Saya melihat mereka sekarang
bahkan lebih jelas daripada yang saya lihat saat itu. Gigi gigi! - gigi
gigi! - mereka ada di sini, dan di sana, dan di mana-mana, dan tampak
dan gamblang di hadapanku; panjang, sempit, dan sangat putih,
dengan bibir pucat menggeliat di sekitar mereka, seperti pada saat
perkembangan mengerikan pertama mereka. Kemudian datanglah
kemarahan penuh dari monomania saya, dan saya berjuang dengan
sia-sia melawan pengaruhnya yang aneh dan tak tertahankan. Di
objek dunia luar yang berlipat ganda, saya tidak punya pikiran selain
gigi. Untuk ini saya merindukan dengan keinginan hiruk pikuk. Semua
masalah lain dan semua kepentingan yang berbeda menjadi terserap
dalam perenungan tunggal mereka. Mereka - mereka sendiri yang
hadir di mata mental, dan mereka, dalam satu-satunya individualitas
mereka, menjadi inti dari kehidupan mental saya. Aku menahan
mereka di setiap cahaya. Saya mengubah mereka dalam setiap
sikap. Saya mengamati karakteristik mereka. Saya merenungkan
kekhasan mereka. Saya merenungkan konformasi mereka. Saya
merenungkan perubahan sifat mereka. Saya bergidik ketika saya
memberi mereka dalam imajinasi kekuatan yang sensitif dan hidup,
dan bahkan ketika tanpa bantuan bibir, kemampuan ekspresi
moral. Tentang Mademoiselle Salle telah dikatakan dengan baik, "Que
tous ses pas etaient des sentiments," dan tentang Berenice saya lebih
serius percaya que toutes ses dents etaient des idees. Ide! - ah inilah
pikiran bodoh yang menghancurkanku! Ide! - ah karena itu aku sangat
menginginkan mereka! Saya merasa bahwa kepemilikan mereka
sendiri dapat mengembalikan saya ke kedamaian, dalam
mengembalikan saya ke akal sehat.

Dan malam menyelimutiku demikian - dan kemudian kegelapan


datang, dan tinggal, dan pergi - dan hari kembali menyingsing - dan
kabut malam kedua sekarang berkumpul - dan aku masih duduk tak
bergerak di ruangan yang sunyi itu - dan aku masih duduk terkubur
dalam meditasi - dan bayangan gigi tetap mempertahankan
pengaruhnya yang mengerikan, karena, dengan perbedaan
mengerikan yang paling jelas, ia melayang di tengah cahaya dan
bayangan ruangan yang berubah. Akhirnya, mimpiku pecah, tangisan
ngeri dan cemas; dan setelah itu, setelah jeda, menggantikan suara-
suara bermasalah, bercampur dengan banyak erangan sedih atau
kesakitan. Saya bangkit dari tempat duduk saya, dan membuka salah
satu pintu perpustakaan, melihat berdiri di ruang depan seorang gadis
pelayan, semua menangis, yang mengatakan kepada saya bahwa
Berenice - tidak lebih! Dia menderita epilepsi di pagi hari, dan
sekarang, di penghujung malam, kuburan sudah siap untuk
penyewanya, dan semua persiapan untuk penguburan selesai.

*******

Saya mendapati diri saya duduk di perpustakaan, dan lagi-lagi duduk


di sana sendirian. Sepertinya saya baru saja terbangun dari mimpi
yang membingungkan dan menggairahkan. Saya tahu bahwa
sekarang tengah malam, dan saya sangat sadar, bahwa sejak
terbenamnya matahari, Berenice telah dikebumikan. Tetapi dari
periode suram yang mengintervensi itu, saya tidak memiliki
pemahaman yang positif, setidaknya tidak ada pemahaman yang
pasti. Namun ingatannya penuh dengan kengerian - kengerian lebih
mengerikan dari ketidakjelasan, dan teror lebih mengerikan dari
ambiguitas. Itu adalah halaman yang menakutkan dalam catatan
keberadaanku, ditulis di mana-mana dengan ingatan yang redup,
mengerikan, dan tidak dapat dipahami. Saya berusaha untuk
menguraikannya, tetapi sia-sia; sementara dan segera, seperti
semangat suara pergi, jeritan melengking dan menusuk dari suara
perempuan sepertinya terngiang di telingaku. Saya telah melakukan
suatu perbuatan - apa itu? Saya bertanya pada diri sendiri pertanyaan
itu dengan keras, dan gema bisikan dari ruangan itu menjawab saya, -
"apa itu?"

Di atas meja di sampingku menyalakan lampu, dan di dekatnya ada


sebuah kotak kecil. Itu bukan karakter yang luar biasa, dan saya telah
sering melihatnya sebelumnya, karena itu adalah milik dokter
keluarga; tetapi bagaimana bisa ada di sana, di atas meja saya, dan
mengapa saya bergidik memikirkannya? Hal-hal ini sama sekali tidak
dapat dipertanggungjawabkan, dan pandangan saya tertuju pada
halaman-halaman buku yang terbuka, dan pada sebuah kalimat yang
digarisbawahi di dalamnya. Kata-kata itu adalah kata-kata tunggal
tetapi sederhana dari penyair Ebn Zaiat: - " Dicebant mihi sodales si
sepulchrum amicae visitarem, curas meas aliquantulum fore
levatas ." Lalu mengapa, ketika saya menelitinya, bulu-bulu di kepala
saya berdiri tegak, dan darah tubuh saya menjadi beku di dalam
pembuluh darah saya?

Terdengar ketukan ringan di pintu perpustakaan - dan, sepucat


penyewa makam, seorang pria berjinjit masuk. Penampilannya liar
karena ketakutan, dan dia berbicara kepadaku dengan suara gemetar,
serak, dan sangat rendah. Apa katanya? - beberapa kalimat patah
yang saya dengar. Dia menceritakan tentang tangisan liar yang
mengganggu kesunyian malam - tentang berkumpulnya rumah tangga
- tentang pencarian ke arah suara; dan kemudian nada suaranya
menjadi sangat berbeda saat dia membisikkan padaku tentang
kuburan yang rusak - tubuh cacat yang diselimuti, namun masih
bernafas - masih berdebar - masih hidup!
Dia menunjuk ke pakaian; - mereka berlumpur dan bergumpal dengan
darah kental. Saya tidak berbicara, dan dia memegang tangan saya
dengan lembut: tangan itu menjorok dengan jejak kuku manusia. Dia
mengarahkan perhatianku ke beberapa objek di dinding. Saya
melihatnya selama beberapa menit: itu adalah sekop. Dengan jeritan
aku berlari ke meja, dan meraih kotak yang tergeletak di atasnya. Tapi
saya tidak bisa memaksanya terbuka; dan dalam getaran saya, itu
terlepas dari tangan saya, dan jatuh dengan keras, dan pecah
berkeping-keping; dan dari sana, dengan suara berderak, terdengar
beberapa instrumen bedah gigi, bercampur dengan tiga puluh dua zat
kecil berwarna putih dan tampak seperti gading yang berserakan di
sana-sini di lantai.

Endaswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra. Jakarta: Kav Maduskimo.

Anda mungkin juga menyukai