DOSEN
Anita Zahara
20006126
2021
A. Konsep Pengelolaan Konseling Sebaya
Kepala sekolah sebagai penanggung jawab pelaksanaan Bimbingan dan Konseling sangat
bertanggung jawab dalam pelaksanaan Program. Kepala sekolah dalam hal ini dapat secara
langsung mengawasi pelaksanaan Bimbingan dan Konseling, kepala sekolah juga bisa
menjalin berbagai hubungan/ relasi dengan berbagai pihak. menyediakan dan melengkapi
sarana dan prasarana yang diperlukan dalam kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah,
dan memberikan kemudahan bagi terlaksananya program bimbingan dan konseling di
sekolah. Konselor memiliki tugas memasyarakatkan kegiatan bimbingan dan konseling
(terutama kepada siswa), merencanakan program bimbingan dan konseling bersama
koordinator BK, merumuskan persiapan kegiatan bimbingan dan konseling, melaksanakan
layanan bimbingan dan konseling terhadap siswa yang menjadi tanggung jawabnya,
mengevaluasi proses dan hasil kegiatan layanan bimbingan dan konseling, menganalisis hasil
evaluasi, melaksanakan tindak lanjut berdasarkan hasil analisis penilaian,
mengadministrasikan kegiatan bimbingan dan konseling, mempertanggungjawabkan tugas
dan kegiatan kepada koordinator guru pembimbing atau kepada kepala sekolah,
menampilkan pribadi sebagai figur moral yang berakhlak mulia (seperti taat beribadah, jujur;
bertanggung jawab; sabar; disiplin; respek terhadap pimpinan, kolega, dan siswa) serta
berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan sekolah yang menunjang peningkatan mutu
pendidikan di sekolah.
Terdapat sembilan area dasar yang memiliki sumbangan penting terhadap perlunya
dikembangkan konseling teman sebaya yaitu:
a. Hanya sebagian kecil siswa yang memanfaatkan dan bersedia berkonsultasi langsung
dengan konselor. Para siswa lebih sering menjadiakn teman-teman mereka sebagai
sumber yang diharapkan dapat memnabtu memecahkan masalah yang mereka hadapi.
b. Berbagai keterampilan yang terkait dengan pemberian bantuan yang efektif dapat
dipelajari oleh orang awam sekalipun, termasuk oleh para profesional.
c. Hubungan pertemanan bagi remaja seringkali menjadi sumber terbasar terpenuhinya rasa
senang, dan juga menjadi sumber frustrasi yang paling mendalam. d. Konseling sebaya
dapat merupakan upaya preventif dalam gerakan kesehatan mental dan penerapan
konseling preventif dalam setting sekolah.
d. Individu memiliki kebutuhan untuk kuat, cerdas memahami situasi, berperan dan
bertanggung jawab dan harga diri. Sebagian orang tua kurang memahami keadaan ini,
sehingga remaja sering kali mencari sesama remaja yang memiliki perasaan sama,
mencari teman yang mau mendengarkan, dan bukan untuk memecahkan atau tidak
memecahkan problemnya, tetapi mencari orang yang mau menerima dan memahami
dirinya.
e. Suatu issue kunci pada masa remaja adalah kemandirian (independence), tetapi
sebagaimana dijelaskan adalah suatu hal yang penting bagi orang dewasa untuk
memahami kemandirian dalam kaitannya dengan perspektif budaya teman sebaya.
f. Secara umum, penelitian-penelitian yang dilakukan tentang pengaruh tutor sebaya
menunjukkan bahwa penggunaan teman sebaya (tutor sebaya) dapat memperbaiki
prestasi dan harga diri siswa-siswa lainnya. Beberapa siswa lebih senang belajar dari
teman sebayanya.
g. heningkatan kemampuan untuk dapat membantu diri sendiri (self help) atau kelompok
yang saling membantu juga merupakan dasar bagi perlunya konseling sebaya. Pada
dasarnya, kelompok ini dibentuk oleh sesama teman (sebaya) yang saling membutuhkan
dan sering tidak terjangkau atau tidak mau menggunakan layanan-layanan yang
disediakan oleh lembaga. Diantara teman sebaya mereka berbagi dan memiliki perhatian
yang sama, serta bersama-sama memecahkan problem, menggunakan dukungan dan
katarsis sebagai intervensi pemecahan masalah.
h. Landasan terakhir dari konseling sebaya didasarkan pada suplai dan biaya kerja manusia.
Layanan-layanan profesional dari waktu ke waktu terus bertambah, dengan ongkos
layanan yang semakin tak terjangkau oleh sebagian remaja. Sementara itu problem
remaja terus meningkat dan tidak semua dapat terjangkau oleh layanan formal.
a. Attending yaitu perilaku yang secara langsung berhubungan dengan respek, yang
ditunjukan ketika konselor memberikan perhatian penuh pada konseli, melalui
komunikasi verbal maupun non verbal, sebagai komitmen untuk fokus pada konseli.
Konselor menjadi pendengar aktif yang akan berpengaruh pada efektivitas bantuan.
Termasuk pada komunikasi verbal dan non verbal adalah; Empati
b. Summarizing yaitu dapat menyimpulkan berbagai pernyataan konseli menjadi satu
pernyataan. Ini berpengaruh pada kesadaran untuk mencari solusi masalah
c. Questioning yaitu: proses mencari apa yang ada di balik diskusi, dan seringkali berkaitan
dengan kenyataan yang dihadapi konseli. Pertanyaan yang efektif dari konselor adalah
yang tepat, bersifat mendalam untuk mengidentifikasi, untuk memperjelas masalah, dan
untuk mempertimbangkan alternatif,
d. Keaslian adalah mengkomunikasikan secara jujur perasaan sebagai cara meningkatkan
hubungan dengan dua atau lebih individu
e. Assertiveness/ketegasan, termasuk kemampuan untuk mengekspresikan pemikiran dan
perasaan secara jujur, yang ditunjukkan dengan cara berterus terang, dan respek pada
orang lain
f. Confrontation adalah komunikasi yang ditandai dengan ketidak sesuaian/ ketidakcocokan
perilaku seseorang dengan yang lain
g. Problem Solving adalah proses perubahan sesorang dari fase mengeksplorasi satu
masalah, memahami sebab-sebab masalah, dan mengevaluasi tingkah laku yang
mempengaruhi penyelesaian masalah itu (Ivey : 2003).
Efektivitas pelaksanaan konseling teman sebaya dilihat dari frekuensi dan intensistas
terjadinya proses konseling diantara teman sebaya, dan atau prosesreveral dari
konselorsebaya kepada konselor ahli. Selain itu, munculnya sahabat yang hangat, penuh
perhatian, tulus membantu, tulus memberikan dukungan saat menghadapi situasi yang sulit,
serta dapat dipercaya juga merupakan indikator keberhasilan pelaksanaan konseling teman
sebaya. Indikator tersebut, meningkatnya skor resiliensi anak yang diukur melalui resiliensi
inventori juga menjadi indikator keberhasilan.
Ada dua macam aspek kegiatan penilaian program kegiatan bimbingan, yaitu penilaian
proses dan penilaian hasil. Penilaian proses dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh
mana keefektivan pelayanan bimbingan dilihat dari prosesnya, sedangkan penilaian hasil
dimaksudkan untuk memperoleh informasi keefektivan pelayanan bimbingan dilihat dari
hasilnya. Aspek yang dinilai baik proses maupun hasil antara lain:
Diniaty, Amirah. (2012). Evaluasi Bimbingan dan Konseling. Pekanbaru: Zanafa Publishing.
Hunainah. (2011). Teori dan Implementasi Model Konseling Sebaya. Bandung: Rizki Press.
Hunainah. (2012). Bimbingan Teknis Implementasi Model Konseling Sebaya. Bandung: Rizki
Press.
Sukardi, Dewa Ketut. 2002. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di
Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.