KESANTUNAN BERBAHASA
DOSEN PENGAMPU :
ASISTEN DOSEN :
DISUSUN OLEH :
Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga
makalah dengan berjudul ‘Kesantunan Berbahasa’ ini dapat selesai.
Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas kelompok dari Bapak Drs.
Agus Joko Purwadi, M.Pd. pada mata kuliah Bahasa Indonesia . Selain itu, penyusunan
makalah ini bertujuan menambah wawasan kepada pembaca tentang kesantunan
berbahasa.
Kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Drs. Agus Joko
Purwadi,M.Pd selaku Dosen Mata Kuliah Bahasa Indonesia. Berkat tugas yang diberikan
ini, dapat menambah wawasan kami berkaitan dengan topik yang diberikan.
BAB 1. PENDAHULUAN:.........................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH.............................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH.............................................................................................................5
1.3 TUJUAN PEMBAHASAN.........................................................................................................5
BAB 2. PEMBAHASAN:...........................................................................................................................6
2.1 PENGERTIAN KESANTUNAN BERBAHASA.............................................................................6
2.2 JENIS-JENIS KESANTUNAN BERBAHASA................................................................................8
2.3 FUNGSI KESANTUNAN BERBAHASA........................................................................................9
BAB 3. PENUTUP: ..................................................................................................................................13
3.1. KESIMPULAN..........................................................................................................................13
3.2. SARAN......................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................14
BAB 1
PENDAHULUAN
Kesantunan berbahasa dapat dimaknai sebagai usaha seseorang untuk menjaga harga
diri orang lain maupun dirinya sendiri. Brown dan Levinson (dalam Markamah, 2013:
153) menyatakan bahwa kesantunan berbahasa dimaknai sebagai usaha penutur untuk
menjaga harga diri, atau wajah, pembicara maupun pendengar.
Penutur maupun mitra tutur yang memperhatikan kesantunan dalam bertutur akan
menimbulkan proses komunikasi yang baik. Penggunaan kata maupun kalimat dalam
bertutur sangat mempengaruhi tingkat kesantunan. Sebagai makhluk sosial, manusia
berbeda dengan binatang, salah satu yang membedakan manusia dengan binatang adalah
bahasa yang dimiliki manusia, dan makhluk yang paling sempurna adalah manusia
karena memiliki keunggulan akal yang bersifat kreatif, inovatif, dan konstruktif,
sedangkan binatang tidak. Binatang tidak dapat menggunakan otaknya untuk berfikir atau
belajar dan menagkap kebenaran layaknya manusia. Bahasa merupakan alat untuk
berkomunikasi dan alat untuk menunjukkan identitas masyarakat.
Berkomunikasi yang baik adalah berkomunikasi dengan tuturan yang baik dan tidak
menyinggung atau membuat rugi orang lain. Salah satu cara berkomunikasi dengan baik
yaitu berbahasa dengan menggunakan bahasa yang tidak menyinggung perasaan orang
lain yang berkategori bahsa santun. Bahasa memiliki peran penting bagi manusia dalam
proses komunikasi, satu pihak sebagai pembicara, dan pihak lain sebagai penyimak. Tapi
dalam kesantunan tanpa disadari dan dipahami, jarang sekali manusia memperhatikan
bahasa yang digunakan di dalam kesehariannya sebagai alat komunikasi. Dengan bahasa
diharapkan komunikasi antara pembicara dengan penyimak dapat berjalan dengan baik.
Bahasa memiliki peran penting bagi kehidupan manusia karena bahasa tidak hanya
dipergunakan di dalam kehidupan sehari-hari, tetapi bahasa juga diperlukan untuk
menjalankan aktivitas hidup manusia, seperti: penelitian, penyuluhan, pemberitaan dan
untuk menyampaikan pikiran, pandangan, serta perasaan. Bidang-bidang seperti ilmu
pengetahuan, hukum, kedokteran, politik, pendidikan juga memerlukan peran bahasa
karena hanya dengan bahasa manusia mampu mengomunikasikan segala hal.
Dalam bahasa yang perlu juga diperhatikan adalah sikiap berbahasa yang digunakan
didalam masyarakat, Sikap bahasa mempunyai dua sisi yaitu sikap positif dan sikap
negatif. Sikap positif bahasa adalah penggunaan bahasa sesuai dengan kaidah bahasa dan
sesuai dengan situasi kebahasaan. Sikap bahasa yang positif hanya akan tercermin apabila
si pemakai mempunyai rasa setia untuk selalu memelihara dan mempertahankan
bahasanya sebagai sarana untuk berkomunikasi.Sikap positif terdapat pada seseorang
yang mempunyai rasa bangga terhadap bahasanya sebagai penanda jati diri. Sikap negatif
terhadap bahasa akan menyebabkan orang kurang peduli terhadap pembinaan dan
pelestariaan bahasa. Mereka menjadi tidak bangga memakai bahasa sendiri sebagai
penanda jati diri bahkan mereka merasa malu memakai bahasa itu
Kesantunan berbahasa merupakan kehalusan dan baik dalam budi Bahasa dan tingkah
lakunya. Kesantunan juga dapat diartikan sebagai cara berbahasa dengan tujuan
mendekatkan jarak sosial antara para penutur dengan tujuan mendekatkan jarak sosial
antara para penuturnya. Konsep kesantunan berkaitan dengan dua hal yaitu pada bahasa
dan perilaku seseorang.
Bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia dalam kehidupan bermasyarakat
berupa bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa juga merupakan alat
atau sarana seseorang untuk belajar, bukan hanya sekedar belajar di sekolah namun
belajar di lingkungan masyarakat seperti belajar bersosialisasi, belajar memahami etika
berbicara dengan seseorang, dan belajar bagaimana menghormati lawan bicara dengan
menggunakan bahasa yang santun. Santun bukan hanya sekedar dilihatkan dengan
tingkah laku namun santun juga harus disesuaikan dengan tutur bahasa yang baik.
Tuturan akan disebut santun apabila peserta pertuturan tidak terdengar memaksa atau
angkuh, tuturan akan santun apabila penutur memperhatikankata-kata serta bahasa yang
akan disampaikan kepada lawan tutur. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Kelima (KBBI V) mengartikan kata santun adalah halus dan baik (budi bahasanya,
tingkah lakunya); sabar dan tenang. Kesantunan merupakan aturan perilaku yang
ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu sehingga kesantunan
sekaligus menjadi prasyarat yang disepakati oleh perilaku sosial (Yule, 1996: 104).
Hakikatnya kesantunan berbahasa adalah etika kita dalam bersosioalisasi di masyarakat,
atau di mana kita berada, dengan penggunaan bahasa dan pemilihan
Suatu proses komunikasi terdiri atas tiga komponen utama, yaitu: pihak yang
berkomunikasi, yakni pengirim dan penerima informasi yang dikomunikasikan, yang
lazim di sebut partisipan; informasi yang dikomunikasikan; dan alat yang digunakan
dalm komunikasi itu. Agar terjadi proses komunikasi dengan lancar, maka pengirim dan
penerima pesan harus saling memahami kaidah kebahasaan dan norma sosial dalam
berkomunikasi. “Bahasa yang digunakan dalam komunikasi verbal harus berupa kode-
kode yang sama-sama dipahami oleh pihak penutur dan pihak pendengar” (Chaer dan
Agustina, 2004:20).
Kesantunan berbahasa, khususnya dalam komunikasi verbal dapat dilihat dari
beberapa indikator. Satu di antara indikator tersebut adalah adanya maksimmaksim
kesantunan yang ada dalam tuturan tersebut. Maksim-maksim tersebut terdiri atas
maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati,
maksim kesepakatan, dan maksim simpati. Semakin terpenuhinya maksim-maksim
kesantunan suatu tuturan, semakin santun tuturan tersebut.
Kajian tentang konsep kesantunan dalam berbahasa, entah secara lisan entah secara
tulisan, termasuk langka sebab penelitian masalah itu jarang dilakukan oleh kalangan
linguis akibat kadar relativitasnya yang tinggi. Namun, pada kasus-kasus kebahasaan
yang ekstrem, seseorang dapat merasakan ujaran-ujaran yang bisa dikategorikan sebagai
bentuk atau wujud kesantunan atau ketaksantunan dalam berbahasa. Pada masyarakat
atau komunitas yang memiliki sistem bahasa bertingkat, seperti pada suku Jawa, standar
kesantunan dalam berhasa itu dengan mudah dapat ditentukan. Ketika seorang anak
berbicara dengan orang tua, yang menjadi ukuran pertama-tama tentang sifat kesantunan
kebahasaannya adalah penggunaan ragam tingkatan bahasanya. Jika anak itu
menggunakan ragam bahasa yang biasa dipakai untuk percakapan dengan teman sebaya,
yakni ragam ngoko, serta-merta anak itu dicap berbahasa kurang santun kepada orang
tua. Namun, jika dia menggunakan ragam yang biasa disebut kromo inggil atau ragam
tinggi, serta merta anak itu dipandang sebagai penutur yang santun.Pada sistem sosial
yang demikian, citra kesantunan cukup diukur dari pemakaian ragam tingkatan
bahasanya, tak perlu meninjau lebih dalam lagi pilihan diksi-diksinya. Di masyarakat
yang tak mengenal tingkat-tingkat bertutur kata, seperti penutur bahasa Indonesia,
kesopansantunan antara lain ditilik lewat diksi-diksi yang digunakan dalam percakapan.
Pada titik inilah berbagai persoalan krusial dalam pembicaraan tentang kesantunan dalam
berbahasa kerap muncul.Kemunculannya antara lain diakibatkan oleh beragamnya kelas-
kelas sosial yang memiliki kecenderungan ekslusif dalam berkomunikasi. Sejak lama,
orang-orang di jalanan, di pasar-pasar, untuk membedakan mereka dari orang-orang di
istana atau lingkup bangsawan, memiliki corak berkomunikasi dangan pilihan kata yang
khas. Itu yang menyebabkan lahirnya bahasa Melayu pasar. Namun, di mata para linguis,
bahasa pasar tidak dikategorikan sebagai bahasa yang kurang sopan. Penganjur atau
instruktur tak memerintahkan siswa untuk memilih kata-kata yang santun, tapi kata-kata
yang pas atau tepat antara makna dan fenomana yang diwakilinya. Lebih gamblang lagi
dalam jagat bahasa jurnalistik, yang tak mengenal bahasa satun dan bahasa tak sopan.
Yang dikenal adalah bahasa yang lugas, efisien, efektif, mudah dipahami. Tentu saja
tuntutan untuk menggunakan bahasa sesuai dengan konteks sangat dianjurkan.Itu
sebabnya, terhadap tokoh-tokoh, lebih-lebih menyangkut tokoh yang bereputasi mulia,
yang meninggal dunia, jurnalis dan redaktur dianjurkan menggunkan diksi: berpulang,
tutup usia, wafat dan bukan tewas atau mati, apalagi mampus. Dalam arti tertentu, pilihan
kata semacam ini sesungguhnya merefleksikan tingkatan ragam bahasa juga, namun tak
semasif yang berlaku pada komunitas penutur bahasa bertingkat-tingkat.
2.2 JENIS-JENIS KESANTUNAN BERBAHASA
a. Kesantunan verbal
Kesantunan berbahasa amat penting dan mesti diamalkan oleh setiap masyarakat di
negara yang berbilang kaum ini, Malaysia. Verbal merupakan perkataan bahasa Inggeris
yang bermaksud lisan. Setiap kaum di Malaysia amat mementingkan kesantunan bahasa
disebabkan agama masing-masing dan ajaran yang baik daripada ibu bapa telah
ditengahkan dalam jiwa mereka. Sebagai contoh, bertegur sapa atau bertanya khabar
terlebih dahulu apabila bertemu dengan sahabat atau orang yang lebih tua sebagai tanda
menghormati orang lain. Selain itu, senyuman juga merupakan suatu kesantunan bahasa
yang dapat merapatkan hubungan silaturahim antara satu sama lain. Pada masa yang
sama, rakan yang berbual akan membuat tanggapan yang positif bahawa orang tersebut
bercakap dengan ikhlas dan jujur. Pergerakan badan, ekspresi wajah dan postur badan
juga penting untuk menerangkan sesuatu dengna lebih mendalam tentang sesuatu konsep
yang hendak disampaikan. Dengan ini, senyumlah, memulakan masyarakat yang
sejahtera lagi harmoni.
c. Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonerbal merupakan komunikasi yang tanpa kata-kata ataupun dikatakan
dalam bahasa badan dan tubuh. Tujuan berkomunikasi bukan verbal adalah untuk
menyampaikan mesej yang sukar dilahirkan melalui percakapan atau penulisan. Fungsi
Komunikasi Nonverbal a) Pengulang - untuk mengulang mesej yang disampaikan secara
verbal b) Penggantian - menggantikan verbal dengan simbol atau lambang.
d. Kesantunan Lisan
Komunikasi lisan ialah komunikasi dua hala yang berlaku secara langsung dalam
perbualan. Berdasarkan hasil pembacaan anda, huraikan kesantunan lisan dengan
merujuk kepada masyarakat majmuk di Malaysia. Dari segi kesantunan lisan di Malaysia,
kita dapat lihat banyak contoh dalam pergaulan seharian rakyat. Contohnya, dalam
keadaan formal, kita akan menggelar orang yang lebih tua sebagai Encik, Cik, Tuan, dan
Puan.
2.3 FUNGSI KESANTUNAN BERBAHASA
Fungsi menyatakan di dalam kajian pragmatik dilakukan dalam bentuk kalimat deklaratif,
yakni kalimat yang hanya menyampaikan berita atau kabar tentang keadaan disekeliling
penutur Kalimat deklaratif umumnya digunaka untuk membuat pernyataan sehingga isinya
merupakan berita informasi tanpa mengharapkan responsi tertentu. Namun, bukan berarti
lawan tutur tidak boleh mengomentarinya. Komentar bisa saja disampaikan sehubungan
dengan informasi tuturan yang disampaikan penutur.
b. Fungsi (Mengeritik)
Mengeritik berarti menyebutkan keburukan, kekurangan, kekeliruan, atau kesalahan
seseorang dan untuk membenarkan apa yang dilakukan seseorang agar seseorang tersebut
bisa membenarkan mana yang salah agar tampak lebih baik dari yang sebelumnya.
Kedua, penghindaran pemakaian kata tabu . Pada kebanyakan masyarakat, kata-kata yang
berbau seks, kata-kata yang merujuk padaorgan-organ tubuh yang lazimditutupi pakaian,
kata-kata yang merujuk pada sesuatu benda yang menjijikkan, dan kata-kata "kotor" daqn
"kasar" termasuk kata-kata tabu dan tidak lazim digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari,
kecuali untuk tujuan-tujuan tertentu.
Yang perlu diingat adalah, eufemisme harus digunakan secara wajar, tidak berlebihan. Jika
eufemisme telah menggeser pengertian suatu kata, bukan untuk memperhalus kata-kata yang
tabu, maka eufemisme justru berakibat ketidaksantunan, bahkan pelecehan. Misalnya,
penggunaan eufemisme dengan menutupi kenyataan yang ada, yang sering dikatakan pejabat.
Kata "miskin" diganti dengan "prasejahtera", "kelaparan" diganti dengan "busung lapar",
"penyelewengan" diganti "kesalahan prosedur, "ditahan" diganti "dirumahkan", dan
sebagainya. Di sini terjadi kebohongan publik. Kebohongan itu termasuk bagian dari
ktidaksantunan berbahasa.
Keempat, penggunaan pilihan kata honorifik, yaitu ungkapan hormat untuk berbicara dan
menyapa orang lain. Penggunaan kata-kata honorifik ini tidak hanya berlaku bagi bahasa
yang mengenal tingkatan tetapi berlaku juga pada bahasa-bahasa yang tidakmengenal
tingkatan. Dalam konteks ini, kalimat dan tidak atau kurang sopan diucapkanoleh orang yang
lebih muda, tetapi kalimat -lah yang sepatutnya diucapkan jika penuturnya ingin
memperlihatkan kesantunan.
BAB 3
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
3.2. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul dan Agustina Leonie. 2004. Sosiolinguistik:Perkenalan Awal. Jakarta :
Rineka Cipta.
https://www.kompasiana.com/lionynatashia/56947e5b80afbd34058345d4/apa-itu-
kesantunan-berbahasa-dan-apa-saja-prinsip-untuk-berbahasa-santun
Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
http://threecheese1997.blogspot.com/2015/09/bab-3.html
https://www.kompasiana.com/angellika/5691eeefc823bd6305f681cb/kesantunan-
berbahasa#:~:text=Terdapat%20tujuh%20kesantunan%20dalam%20berbahasa,tutur%2C
%20dianggap%20semakin%20santun%20basahanya.
http://muslich-m.blogspot.com/2007/04/kesantunan-berbahasa-sebuah-kajian.html