Anda di halaman 1dari 5

Laporan Praktikum ke- 4 Hari/Tanggal : Jumat/ 14 Februari 2020

M. K. Agrometeorologi Asisten :
1. Rochmat Hidayat (G24160006)
2. Lediana Aghnia Fathia (G24160025)
3. Nabilla Lestari A. (G24160067)

TRUSS FLOWERING RATE TANAMAN CABAI MERAH

Nama : Rahmad Auliya Tri Putra


NIM : G24170006

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2020
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Cabai mempunyai nama ilmiah Capsicum sp.. Cabai pertama kali
diperkenalkan di Asia dan Afrika pada abad ke- 16 oleh pedagang Portugis dan
Spanyol melalui jalur perdagangan dari Amerika Selatan (Djarwaningsih 2005).
Beberapa spesies tanaman cabai, yaitu cabai merah (Capsicum annuum), cabai
rawit (Capsicum frutescens), cabai gendol (Capsicum chinense), Capsicum
pubescens, dan Capsicum baccatum. Klasifikasi spesies-spesies ini didasarkan
pada karakter morfologi bunga, persilangan dapat dilakukan antar spesies, dan biji
hibrida antar spesies fertil.
Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam tanaman
hortikultura kelompok sayuran buah. Cabai merah biasanya berumur hanya
semusim, berbunga tunggal, mahkota berwarna putih atau ungu, bunga dan buah
muncul di setiap percabangan, warna buah setelah masak bervariasi (merah,
jingga, kuning, atau keunguan), dan posisi buahnya menggantung pada batang
tanaman. Tanaman cabai tidak menghendaki curah hujan yang tinggi karena cabai
tidak tahan guyuran air hujan secara terus-menerus, terutama pada periode
pembungaan karena mengakibatkan banyaknya bunga yang berguguran. Curah
hujan yang dikehendaki tanaman cabai yaitu antara 600 – 1250 mm yang tersebar
merata di sepanjang masa pertumbuhan (Samadi 1997). Cabai merah merupakan
jenis tanaman yang dapat ditanam dengan kisaran suhu antara 21 – 27 ⁰C. Hal ini
memungkinkan cabai merah untuk dibudidayakan di daerah dataran rendah
(Setiadi 1996). Sementara itu, untuk kelembaban udara tidak boleh terlalu tinggi
karena dapat meningkatkan penyebaran dan perkembangan hama serta penyakit
pada cabai merah.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengetahui hubungan antara suhu dengan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai merah, aktivitas setiap hormon
enzim pada tanaman cabai merah, laju kemunculan bakal bunga (Truss Flowering
Rate), serta heat unit setiap fase pembungaan tanaman cabai merah.

METODOLOGI

Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini, yaitu laptop dengan
Microsoft Excel, data suhu maksimum dan suhu minimum tanaman cabai merah,
fruit stage dari durasi 0 – 4 dan TFR (Truss Flowering Rate), serta heat unit 1 – 5
dan heat unit tiap stage untuk setiap buah pada 5 tanaman cabai merah.
Langkah Kerja

Perhitungan
Persiapan Perhitungan TFR pada 5
Mulai
data T-Tbase tanaman

Perhitungan
Selesai heat unit dan
heat unit tiap
stage

Gambar 1 Diagram alir Truss Flowering Rate tanaman cabai merah

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu merupakan salah satu faktor yang memengaruhi proses pertumbuhan


tanaman. Suhu memengaruhi beberapa aktivitas fisiologi tanaman, seperti
pertumbuhan akar, serapan unsur hara dan air dalam tanah, fotosintesis, respirasi,
dan translokasi fotosintat (Lenisastri 2000). Suhu berpengaruh terhadap tanaman
melalui proses metabolisme dalam tubuh tanaman, seperti laju pertumbuhan,
dormansi benih dan kuncup, perkecambahan, pembungaan, serta pertumbuhan
buah dan pematangan jaringan tanaman. Tanaman dapat tumbuh pada suhu
tertentu, artinya tanaman tersebut tidak akan tumbuh dengan baik jika syaratnya
tidak terpenuhi. Suhu tertentu yang dimaksud adalah suhu dasar, yaitu suhu di
mana tanaman melakukan pengurangan atau bahkan bisa saja menghentikan
proses pertumbuhannya (Wilsie 1962). Suhu tinggi akan membuat tanaman
melakukan metabolisme lebih cepat. Berdasarkan literatur pada praktikum, suhu
dasar tanaman
cabai merah adalah 10 ⁰C.
Aktivitas enzim bergantung pada konsentrasi enzim dan keadaan reaksi
seperti pH dan suhu. Faktor yang memengaruhi aktivitas enzim selain konsentrasi
enzim adalah suhu, pH substrat, inhibitor, dan aktivator (Lehninger 1982). Hal ini
dikarenakan setiap enzim memiliki pH dan suhu optimum. Reaksi enzimatis akan
berlangsung lambat jika suhunya rendah, sedangkan reaksi enzimatis akan
berlangsung cepat jika suhunya tinggi. Reaksi yang paling cepat terjadi pada suhu
optimum sebesar 36 ⁰C (Rodwell 1987). Sementara itu, suhu yang terlalu tinggi
akan menyebabkan enzim terdenaturasi (Poedjiadi 1994). Pada suhu 0 ⁰C, enzim
menjadi tidak aktif dan enzim dapat aktif kembali pada suhu normal (Lay dan
Sugyo 1992). Enzim dapat bekerja pada suhu ideal 30 – 40 ⁰C.
Truss Flowering Rate (TFR) adalah laju perkembangan tanaman dalam
memunculkan bakal bunga pada suatu tanaman (Pek dan Helyes 2004). TFR
menggambarkan laju perkembangan tanaman dalam perubahannya terhadap
waktu. Laju kemunculan bunga terjadi agar tanaman dapat melakukan
pertumbuhan secara generatif. Pertumbuhan generatif suatu tanaman bisa berupa
pembuahan maupun berkembangbiak. Nilai TFR didapat dari perhitungan rasio
antara jumlah buah pada setiap tanaman dengan selang harinya.
Tabel 1 Nilai TFR tanaman cabai merah
TFR 1 2 3 4 5
Nilai 0,83 0,49 0,55 0,56 0,47
Berdasarkan tabel 1 bahwa pada lima tanaman cabai merah yang
dijadikan percobaan menghasilkan nilai TFR yang berbeda-beda. Nilai TFR
terbesar ada pada tanaman pertama yaitu 0,83 dengan 15 buah cabai merah dalam
satu tanaman. Nilai TFR terkecil ada pada tanaman kelima yaitu 0,47 dengan 16
buah cabai merah dalam satu tanaman. Terdapat hubungan antara suhu dengan
TFR, yaitu semakin tinggi suhu maka semakin cepat pula pemekaran bunga pada
tanaman (Pek dan Helyes 2004). Semakin besar nilai TFR, maka pemekaran
bunga pada tanaman juga akan semakin cepat.
Tabel 2 Nilai heat unit dan heat unit tiap stage
Tanama Heat Unit
n FruitStg_0 FruitStg_1 FruitStg_2 FruitStg_3 FruitStg_4
1 95,1 101,2 409,7 41,0 17,9
2 78,0 107,6 314,1 42,2 18,1
3 65,7 91,1 456,2 38,9 9,8
4 88,7 101,1 351,5 47,4 17,7
5 94,7 84,6 56,1 40,1 17,1
Rata-
rata 84,4 97,1 317,5 41,9 16,1
Akumulasi panas seluruh fase (heat unit) didasarkan pada teori bahwa
perkembangan tanaman tergantung pada jumlah panas yang diakumulasi selama
masa pertumbuhan. Jumlah panas yang dibutuhkan oleh tanaman setiap hari
sangat bergantung pada suhu rata-rata udara, di mana suhu udara tersebut harus
melebihi satu derajat di atas suhu dasar tanaman tertentu. Suhu rata-rata harian
memengaruhi pertumbuhan tanaman dan besaran masing-masing suhu dasar yang
dimiliki masing-masing tanaman sehingga suhu dasar dan suhu harian yang
dimiliki oleh tanaman tersebut dapat diketahui (Yaqin et al. 2015).
Heat unit tiap stage merupakan akumulasi panas untuk per fase
pertumbuhan pada tanaman cabai merah. Hasil ini menunjukkan nilai heat unit
dengan perbedaan nilai terbesar terjadi pada fase kedua pada tanaman satu hingga
tanaman empat. Fase kedua ini merupakan fase di mana mahkota bunga
mengalami kerontokan karena fase ini merupakan transisi rontoknya mahkota
bunga menjadi buah (Schmidt dan Worthington 1998).

KESIMPULAN

Suhu dapat memengaruhi pertumbuhan tanaman seperti pertumbuhan akar,


serapan unsur hara dan air dalam tanah, fotosintesis, respirasi, dan translokasi
fotosintat. Tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada suhu
minimum tumbuhnya asalkan suhunya sesuai. Tumbuh dan berkembangnya suatu
tanaman dipengaruhi oleh kerja enzim pada tanaman. Kerja enzim itu sendiri juga
dipengaruhi oleh suhu tertentu yang membuat enzim tetap dapat bekerja secara
aktif tanpa mengalami denaturasi. Tanaman juga memiliki nilai TFR untuk
menggambarkan laju perkembangan tanaman dalam perubahannya terhadap
waktu pada pertumbuhan generatifnya. Tanaman cabai memiliki nilai heat unit
dengan perbedaan nilai terbesar pada saat mengalami fase kedua yaitu saat
mahkota bunganya mulai rontok.

DAFTAR PUSTAKA

Djarwaningsih T. 2005. Capsicum sp. (cabai) : asal, persebaran, dan nilai


ekonomi.
Jurnal Biodiversitas. 6(4): 292 – 296.
Lay BW, Sugyo H. 1992. Mikrobiologi. Jakarta (ID): Rajawali Pers.
Lehninger A. 1982. Dasar dasar biokimia. Jakarta (ID): Erlangga.
Lenisastri. 2000. Penggunaan metode satuan panas (heat unit) sebagai
dasar penentuan umur panen benih sembilan varietas kacang tanah
(Arachis Hypogaea L) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pek Z, Helyes L. 2004. The effect of daily temperature on truss flowering rate of
tomato. Journal of the Science of Food and Agriculture. 84(13): 1671 –
1674.
Poedjiadi A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta (ID): UI Press.
Rodwell VW. 1987. Harper’s Review of Biochemistry. Jakarta (ID): EGC
Kedokteran.
Samadi. 1997. Budidaya Cabai Secara Komersial. Yogyakarta (ID): Yayasan
Pustaka Nusatam.
Schmidt JR, Worthington JW. 1998. Modifying heat unit accumulation with
contrasting colors of polyethylene mulch. Journal of Hortscience. 33(2):
210 – 214.
Setiadi. 1996. Bertanam Cabai. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Wilsie CV. 1962. Crop Adaptation and Distribution. London (UK): W.H.
Freeman
and Coy.
Yaqin NA, Azizah N, Soelistyono R. 2015. Peramalan waktu panen tiga varietas
tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) berbasis heat unit pada
berbagai kerapatan tanaman. Jurnal Produksi Tanaman. 3(5): 433 – 441.

Anda mungkin juga menyukai