Homomorfisma Grup
Homomorfisma Grup
HOMOMORFISMA GRUP
Pada bagian ini, kita pelajari alat pembanding dua struktur grup, yaitu
homomorfisma grup. Dengan homomorfisma kita dapat mengetahui apa yang
dimiliki oleh dua buah grup yang strukturnya sama. Alat ini sangat penting
dalam mempelajari struktur grup. Khususnya, ketika kita bekerja pada suatu
grup berukuran besar dan rumit. Kita bisa gunakan homomorfisma sehingga
kita memperoleh subgrup berukuran kecil dan sederhana, tetapi masih
memiliki beberapa sifat esensial dari suatu grup besar dan rumit tersebut. Peta
dari homomorfisma serta subgrup berukuran kecil dan sederhana tersebut
memberikan gambaran tentang grup besar dan rumit yang kita kaji.
Definisi 6.1
Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup. Pemetaan 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻 disebut
homomorfisma jika 𝜙(𝑔1 𝑔2) = 𝜙(𝑔1 ) 𝜙(𝑔2 ) untuk setiap 𝑔1 , 𝑔2 ∈ 𝐺.
79
pemetaan 𝜆: ℤ ⟶ ℤ𝑛 dengan 𝜆(𝑧) = 𝑧̅ untuk setiap 𝑧 ∈ ℤ. Pemetaan 𝜆 seperti ini
tentu saja homomorfisma mengingat untuk setiap 𝑦, 𝑧 ∈ ℤ memenuhi
𝜆(𝑦 + 𝑧) = ̅̅̅̅̅̅̅
𝑦+𝑧
= 𝑦̅ ⊕ 𝑧̅
= 𝜆(𝑦) ⊕ 𝜆(𝑧)
Contoh 6.3. Semua pemetaan berikut homomorfisma.
𝑥 1 2 𝑥
1. Pemetaan 𝑓 ((𝑦)) = (3 1) (𝑦) dari grup (ℝ2 , +) ke grup (ℝ3 , +).
2 4
2. Pemetaan 𝛼 dari grup (ℤ, +) ke grup (2ℤ, +) dengan 𝛼(𝑧) = 2𝑧 untuk setiap
𝑧 ∈ ℤ.
3. Pemetaan 𝛽 dari grup (ℝ+ , ⋅) ke grup (ℝ, +) dengan 𝛽(𝑥) = 𝑙𝑜𝑔10(𝑥), untuk
setiap 𝑥 ∈ ℝ+ .
4. Pemetaan 𝛾(𝑥) = 𝑒𝐻 , pemetaan yang mengaitkan setiap unsur 𝑥 ∈ 𝐺 ke
unsur identitas grup 𝐻.
Sifat 6.1
Jika 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup serta pemetaan 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻 suatu
homomorfisma, pernyataan berikut benar.
a. 𝜙(𝑒𝐺 ) = 𝑒𝐻
b. 𝜙(𝑔−1 ) = 𝜙 −1 (𝑔) untuk setiap 𝑔 ∈ 𝐺
c. 𝜙(𝑔𝑛 ) = 𝜙 𝑛 (𝑔) untuk setiap 𝑔 ∈ 𝐺, 𝑛 ∈ ℤ
d. 𝜙(𝐺), peta homomorfik 𝐺, subgrup 𝐻
80
(𝑐). Ambil 𝑥 ∈ 𝐺, 𝑛 ∈ ℤ. Untuk menunjukkan 𝜙(𝑥 𝑛 ) = 𝜙 𝑛 (𝑥), kita bagi
menjadi tiga kasus, yaitu 𝑛 < 0, 𝑛 = 0 dan 𝑛 > 0. Untuk kasus 𝑛 = 0, jelas
karena 𝜙(𝑥 0 ) = 𝜙(𝑒𝐺 ) = 𝑒𝐻 = 𝜙 0 (𝑥).
Selanjutnya, untuk kasus 𝑛 > 0 kita gunakan induksi matematika.
Untuk 𝑛 = 1 tidak ada yang perlu kita buktikan. Misalkan untuk 𝑛 > 1 berlaku
𝜙(𝑥 𝑛−1 ) = 𝜙 𝑛−1 (𝑥).
𝜙(𝑥 𝑛 ) = 𝜙(𝑥 𝑛−1 𝑥)
= 𝜙(𝑥 𝑛−1 )𝜙(𝑥)
= 𝜙 𝑛−1 (𝑥)𝜙(𝑥)
= 𝜙 𝑛 (𝑥)
Terakhir untuk kasus 𝑛 < 0 atau 𝑛 = −|𝑛|. Kita memperoleh
Definisi 6.2
Misalkan 𝐺 dan 𝐻 semuanya grup serta 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻 suatu
homomorfisma. Himpunan semua unsur di 𝐺 yang dipetakan oleh 𝜙
ke identitas 𝐻 disebut inti homomorfisma, ditulis: 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙).
𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙) = {𝑥 ∈ 𝐺 | 𝜙(𝑥) = 𝑒𝐻 }
Contoh 6.4. Pandang 𝜃: ℝ ⟶ ℝ+ dengan 𝜃(𝑥) = 𝑒 𝑥 seperti dalam Contoh 6.1.
Himpunan 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜃) = {0}. Hal ini terjadi disebabkan karena 𝑥 = 𝑙𝑛 𝑒 𝑥 = 𝑙𝑛 𝜃(𝑥) =
𝑙𝑛 1 = 0.
81
Sifat 6.2
Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup serta 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻 suatu pemetaan.
Jika pemetaan 𝜙 homomorfisma maka 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙) subgrup 𝐺.
Bukti. Berdasarkan Definisi 6.2, jelas 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙) ⊆ 𝐺. Di sisi lain, menurut Sifat
6.1(a), 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙) ≠ ∅. Sekarang ambil 𝑥, 𝑦 ∈ 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙). Akibatnya, kita memperoleh
𝜙(𝑥) = 𝑒𝐻 dan 𝜙(𝑦) = 𝑒𝐻 . Perhatikan bahwa
𝜙(𝑥𝑦 −1 ) = 𝜙(𝑥)𝜙(𝑦 −1)
= 𝜙(𝑥)𝜙 −1 (𝑦)
= 𝑒𝐻 𝑒𝐻−1
= 𝑒𝐻
Dengan demikian 𝑥𝑦 −1 ∈ 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙) dan ini melengkapi bukti kita, yakni
𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙) subgrup 𝐺.∎
Sifat 6.3
Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup serta 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻 suatu pemetaan.
Jika pemetaan 𝜙 homomorfisma maka 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙) subgrup normal 𝐺.
82
Berdasarkan sifat pemetaannya, homomorfisma grup terbagi menjadi
tiga bagian yaitu: monomorfisma, epimorfisma dan isomorfisma. Suatu
homomorfisma disebut monomorfisma jika ia bersifat satu-satu (injektif).
Suatu homomorfisma disebut epimorfisma jika ia bersifat pada (surjektif).
Terakhir, homomorfisma disebut isomorfisma jika ia bersifat satu-satu dan
pada (bijektif).
Contoh 6.5. Homomorfisma 𝜃 dalam Contoh 6.1 tidak lain monomorfisma.
Homomorfisma 𝜆 dalam Contoh 6.2 merupakan epimorfisma yang bukan
monomorfisma sementara homomorfisma 𝛾 dalam Contoh 6.3(4) merupakan
homomorfisma yang bukan monomorfisma maupun epimorfisma.
Contoh 6.6. Dalam Contoh 6.3(2) telah disebutkan pemetaan 𝛼 dari grup
(ℤ, +) ke grup (2ℤ, +) dengan 𝛼(𝑧) = 2𝑧 untuk setiap 𝑧 ∈ ℤ suatu homomorfisma.
Sekarang kita tunjukkan 𝛼 bijektif. Ambil 𝑦 ∈ 2ℤ. Untuk suatu 𝑧 ∈ ℤ, kita
memperoleh 𝑦 = 2𝑧 = 𝛼(𝑧) dan mengakibatkan 𝛼 bersifat surjektif. Sekarang
ambil 𝑣, 𝑤 ∈ ℤ dengan 𝛼(𝑣) = 𝛼(𝑤). Mengingat 2𝑣 = 2𝑤 tentu saja 𝑣 = 𝑤. Jadi
homomorfisma ini bersifat injektif. Mengingat homomorfisma 𝛼 bijektif, tentu
saja isomorfisma. ∎
Sifat 6.4
Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup serta 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻 suatu
homomorfisma grup. Homomorfisma 𝜙 suatu monomorfisma jika dan
hanya jika 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙) = {𝑒𝐺 }.
Definisi 6.3
Kedua grup 𝐺 dan 𝐻 disebut isomorfik, ditulis: 𝐺 ≅ 𝐻, jika ada
isomorfisma dari grup 𝐺 ke grup 𝐻.
83
Contoh 6.7. Perhatikan kembali Contoh 6.6. Dalam contoh ini, ℤ ≅ 2ℤ
mengingat ada isomorfisma 𝛼: ℤ ⟶ 2ℤ.
Contoh 6.8. Pandang grup ℤ3 = {0̅, 1̅, 2̅} dengan operasi jumlah modulo ⊕ dan
grup 〈(1 2 3)〉 = {(1), (1 2 3), (1 3 2)} dengan operasi komposisi ∘ seperti terlihat
pada tabel Cayley berikut.
⊕ 𝟎 ̅ 𝟏
̅ 𝟐̅ ∘ (𝟏) (𝟏 𝟐 𝟑) (𝟏 𝟑 𝟐)
𝟎̅ 0̅ 1̅ 2̅ (1) (1) (1 2 3) (1 3 2)
𝟏̅ 1̅ 2̅ 0̅ (1 2 3) (1 2 3) (1 3 2) (1)
̅ ̅
𝟐 2 0 1̅ ̅ (1 3 2) (1 3 2) (1) (1 2 3)
Tabel 6.1 Operasi ⊕ pada ℤ𝟑 dan Operasi ∘ pada 〈(1 2 3)〉
𝜂
0̅ (1)
1̅ (1 2 3)
2̅ (1 3 2)
ℤ3 〈(1 2 3)〉
Sifat 6.5
Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup. Jika 𝐺 ≅ 𝐻 maka pernyataan
berikut benar.
a. |𝐺| = |𝐻|
b. Jika 𝐺 memiliki subgrup berorde 𝑛, maka 𝐻 juga memilikinya
c. Jika 𝑜(𝑎) = 𝑛 maka 𝑜(𝜙(𝑎)) = 𝑛 untuk setiap 𝑎 ∈ 𝐺 dan 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻
suatu isomorfisma.
84
Bukti. (a). Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup dengan 𝐺 ≅ 𝐻. Akibatnya,
ada pemetaan isomorfisma 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻. Tentu saja pemetaan 𝜙 ini bersifat
bijektif. Akhirnya, menurut Definisi 1.10, |𝐺| = |𝐻| sesuai yang ingin kita
buktikan.
(b). Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup dengan 𝐺 ≅ 𝐻. Misalkan K subgrup
𝐺 dengan |𝐾| = 𝑛 dan pemetaan 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻 isomorfisma. Ada dua alasan
penyebab 𝜙(𝐾) = {𝜙(𝑎) ∣ 𝑎 ∈ 𝐾} membentuk subgrup 𝐻. Pertama, 𝜙(𝐾) ≠ ∅.
Tentu ini disebabkan adanya 𝑒𝐻 = 𝜙(𝑒𝐾 ) ∈ 𝜙(𝐾) mengingat 𝜙 suatu
homomorfisma. Kedua, 𝜙(𝑎)𝜙 −1 (𝑏) = 𝜙(𝑎𝑏 −1 ) ∈ 𝜙(𝐾) karena 𝜙 homomorfisma
dan 𝑎𝑏 −1 ∈ 𝐾 untuk setiap 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐾. Selanjutnya tinggal menunjukkan |𝜙(𝐾)| =
𝑛. Batasi domain 𝜙 menjadi 𝐾. Pembatasan ini mengakibatkan 𝜙: 𝐾 ⟶ ϕ(𝐾)
masih tetap isomorfisma. Dengan menggunakan hasil (𝑎), kita memperoleh
|𝜙(𝐾)| = |𝐾| = 𝑛. Jadi ada 𝜙(𝐾) subgrup 𝐻 berorde 𝑛.
Sifat 6.6
Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup yang isomorfik.
a. Jika 𝐺 komutatif maka 𝐻 komutatif.
b. Jika 𝐺 siklis maka 𝐻 siklis.
Bukti. (a). Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup yang isomorfik serta grup 𝐺
komutatif. Bentuk pemetaan isomorfisma 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻. Ambil 𝑥, 𝑦 ∈ 𝐺 dengan 𝑥𝑦 =
𝑦𝑥. Mengingat pemetaan 𝜙 suatu homomorfisma, kita memperoleh
𝜙(𝑥)𝜙(𝑦) = 𝜙(𝑥𝑦) = 𝜙(𝑦𝑥) = 𝜙(𝑦)𝜙(𝑥)
untuk setiap 𝜙(𝑦), 𝜙(𝑥) ∈ 𝐻 atau dengan kata lain grup 𝐻 komutatif.
(b). Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup yang isomorfik serta grup 𝐺 siklis.
Bentuk pemetaan isomorfisma 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻. Ambil 𝑥 ∈ 𝐺 sehingga 𝐺 = 〈𝑥〉 =
85
{𝑥 𝑛 | 𝑛 ∈ ℤ}. Berdasarkan Sifat 6.1, kita memperoleh 𝜙 𝑛 (𝑥) = 𝜙(𝑥 𝑛 ) sehingga
diperoleh hasil berikut ini.
𝜙(𝐺) = 𝜙(〈𝑥〉)
𝑛
= 𝜙({ 𝑥 | 𝑥 ∈ 𝐺, 𝑛 ∈ ℤ})
= {𝜙(𝑥 𝑛 ) | 𝑥 ∈ 𝐺, 𝑛 ∈ ℤ}
= {𝜙 𝑛 (𝑥) | 𝜙(𝑥) ∈ 𝐻, 𝑛 ∈ ℤ}
Sifat 6.7
Isomorfik suatu relasi ekuivalen.
Bukti. bentuk relasi ≅ pada himpunan koleksi semua grup sebagai berikut.
Untuk setiap grup 𝐺 dan 𝐻,
𝐺 ≅ 𝐻 jika dan hanya jika ada isomorfisma 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻
Untuk menunjukkan relasi ≅ ekuivalen, akan kita tunjukkan relasi ini
memenuhi sifat refleksif, simetris dan transitif.
Misalkan 𝐺 grup. Bentuk pemetaan 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐺 dari grup 𝐺 terhadap dirinya
sendiri dengan 𝜙(𝑥) = 𝑥 untuk setiap 𝑥 ∈ 𝐺. Mudah untuk menunjukkan
pemetaan ini isomorfisma sehingga 𝐺 ≅ 𝐺 atau dengan kata lain ≅ bersifat
refleksif.
Misalkan 𝐻 grup dan 𝐺 ≅ 𝐻. Untuk itu, ada isomorfisma 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻.
Karena 𝜙 bijektif, menurut Sifat 1.9, tentu saja ada 𝜙 −1 : 𝐻 ⟶ 𝐺 yang bijektif.
Ambil 𝑘, 𝑙 ∈ 𝐻 dengan 𝜙 −1 (𝑘) = 𝑥 dan 𝜙 −1 (𝑙) = 𝑦. Pengambilan ini
mengakibatkan 𝜙(𝑥) = 𝑘 dan 𝜙(𝑦) = 𝑙 sehingga kita memperoleh 𝜙(𝑥𝑦) =
𝜙(𝑥)𝜙(𝑦) = 𝑘𝑙. Mengingat pemetaan bijektif 𝜙 −1 memenuhi 𝜙 −1 (𝑘𝑙) = 𝑥𝑦 =
𝜙 −1 (𝑘)𝜙 −1 (𝑙), tentu saja 𝜙 −1 suatu isomorfisma. Ini artinya 𝐻 ≅ 𝐺. Jadi ≅
bersifat simetris.
Misalkan 𝐾 grup serta 𝐺 ≅ 𝐻 dan 𝐻 ≅ 𝐾. Pemisalan ini mengakibatkan
adanya 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻 dan 𝜆: 𝐻 ⟶ 𝐾 suatu isomorfisma sehingga 𝜆 ∘ 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐾
bersifat bijektif berdasarkan Sifat 1.8. Ambil unsur 𝑥, 𝑦 ∈ 𝐺. Karena 𝜙 dan 𝜆
suatu homomorfisma, kita memperoleh hasil berikut ini.
(𝜆 ∘ 𝜙)(𝑥𝑦) = 𝜆(𝜙(𝑥𝑦))
= 𝜆(𝜙(𝑥)𝜙(𝑦))
= 𝜆(𝜙(𝑥))𝜆(𝜙(𝑦))
= (𝜆 ∘ 𝜙)(𝑥)(𝜆 ∘ 𝜙)(𝑦)
86
Akibatnya komposisi 𝜆 ∘ 𝜙 suatu isomorfisma dan menimbulkan 𝐺 ≅ 𝐾.
Dengan kata lain, relasi ≅ bersifat transitif. Uraian semua itu menunjukkan
relasi ≅ ekuivalen. ∎
87
𝜙(𝑎𝑏)(𝑥) = 𝜆𝑎𝑏 (𝑥)
= (𝑎𝑏)𝑥
= 𝑎(𝑏𝑥)
= 𝜆𝑎 (𝑏𝑥)
= 𝜆𝑎 (𝜆𝑏 (𝑥))
= (𝜆𝑎 ∘ 𝜆𝑏 )(𝑥)
= (𝜙(𝑎) ∘ 𝜙(𝑏))(𝑥)
𝜙(𝑎𝑏) = 𝜙(𝑎) ∘ 𝜙(𝑏)
Mengingat 𝜙(𝑎𝑏) = 𝜙(𝑎) ∘ 𝜙(𝑏), pemetaan 𝜙 suatu homomorfisma.
Terakhir akan ditunjukkan 𝜙 pemetaan bijektif. Ambil sembarang unsur
𝑔 ∈ 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝐺). Ini artinya 𝜙(𝑔) = 𝑖𝐺 dengan 𝜙(𝑔)(𝑥) = 𝑖(𝑥) = 𝑥 untuk setiap 𝑥 ∈ 𝐺
dan 𝑖 ∈ 𝑆𝑖𝑚(𝐺) pemetaan identitas di 𝑆𝑖𝑚(𝐺). Di sisi lain, 𝜙(𝑔)(𝑥) = 𝜆𝑔 (𝑥) = 𝑔𝑥.
Untuk itu, 𝑔𝑥 = 𝑥 untuk setiap 𝑥 ∈ 𝐺 dan mengakibatkan 𝑔 = 𝑔(𝑥𝑥 −1 ) =
(𝑔𝑥)𝑥 −1 = 𝑥𝑥 −1 = 𝑒𝐺 sehingga diperoleh 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝐺) = {𝑒𝐺 }. Dengan demikian,
homomorfisma 𝜙 injektif berdasarkan Sifat 6.4. Jadi, 𝜙(𝐺) ≅ 𝐺 karena 𝜙(𝐺)
subgrup 𝐺.
Pandang grup dengan orde tiga ℤ3 = {0̅, 1̅, 2̅} dengan operasi ⊕. Menurut
Sifat 6.8, grup ini isomorfik dengan suatu subgrup 𝑆3 (grup permutasi pada ℤ3 ).
Bentuk pemetaan homomorfisma
𝜙: ℤ3 ⟶ 𝑆3
𝑎̅ ↦ 𝜆𝑎̅
Dengan 𝜆𝑎̅ (𝑥̅ ) = 𝑎̅ ⊕ 𝑥̅ untuk sehingga memenuhi
𝜙(𝑎̅)(𝑥̅ ) = 𝜆𝑎̅ (𝑥̅ )
= 𝑎̅ ⊕ 𝑥̅
= ̅̅̅̅̅̅̅
𝑎+𝑥 untuk setiap 𝑥̅ ∈ ℤ3 .
Dengan adanya pemetaan 𝜙(𝑎̅), kita dapatkan semua permutasi anggota
grup permutasi pada ℤ3 yaitu sebagai berikut.
Untuk 𝑎̅ = 0̅ kita memperoleh
𝜙(0̅)(0̅) = ̅̅̅̅̅̅̅
0+0 = 0̅
𝜙(0̅)(1̅) = ̅̅̅̅̅̅̅
0+1 = 1̅
̅ ̅ ̅̅̅̅̅̅̅
𝜙(0)(2) = 0 + 2 = 2̅
̅ ̅ 2̅)
Sehingga permutasi 𝜙(0̅) = (0 1
0̅ 1̅ 2̅
Untuk 𝑎̅ = 1̅ kita memperoleh
𝜙(1̅)(0̅) = ̅̅̅̅̅̅̅
1+0 = 1̅
𝜙(1̅)(1̅) = ̅̅̅̅̅̅̅
1+1 = 2̅
𝜙(1̅)(2̅) = ̅̅̅̅̅̅̅
1+2 = 0̅
88
̅ ̅ 2̅)
Sehingga permutasi 𝜙(1̅) = (0 1
1̅ 2̅ 0̅
Untuk 𝑎̅ = 2̅ kita memperoleh
𝜙(2̅)(0̅) = ̅̅̅̅̅̅̅
2+0 = 2̅
𝜙(2̅)(1̅) = ̅̅̅̅̅̅̅
2+1 = 0̅
𝜙(2̅)(2̅) = ̅̅̅̅̅̅̅
2+2 = 1̅
̅ ̅ 2̅).
Sehingga permutasi 𝜙(2̅) = (0 1
2̅ 0̅ 1̅
Akhirnya kita memperoleh semua permutasi pada ℤ3 , yaitu:
̅ ̅ ̅ ̅ ̅ 2̅) dan 𝜙(2̅) = (0̅ 1̅ 2̅)
𝜙(0̅) = (0 1 2), 𝜙(1̅) = (0 1
̅0 1̅ 2̅ 1̅ 2̅ 0̅ 2̅ 0̅ 1̅
Namun bila diperhatikan, semua permutasi ini masih belum
menggunakan notasi baku di dalam penulisannya. Untuk itu, kita perlu
menuliskan ulang dengan mengganti tanda 1̅ dengan 1, 2̅ dengan 2 dan 0̅
dengan 3 sehingga penulisan semua permutasi menjadi baku, yaitu:
1 2 3 1 2 3 1 2 3
𝜙(0̅) = ( ), 𝜙(1̅) = ( ) dan 𝜙(2̅) = ( )
1 2 3 2 3 1 3 1 2
dan jika ditulis dalam notasi siklus, permutasi-permutasi ini secara berurutan
menjadi
𝜙(0̅) = (1), 𝜙(1̅) = (1 2 3) dan 𝜙(2̅) = (1 3 2).
Dengan demikian kita memperoleh
𝜙(ℤ3 ) = {𝜙(𝑎̅) ∣ 𝑎̅ ∈ ℤ3 }
= {𝜙(0̅), 𝜙(1̅), 𝜙(2̅)}
= {(1), (1 2 3), (1 3 2)}
= 〈(1 2 3)〉
Mengingat 𝜙: ℤ3 ⟶ 𝜙(ℤ3 ) isomorfisma dan 𝜙(ℤ3 ) = 〈(1 2 3)〉 ≤ 𝑆3, untuk itu
dapat kita simpulkan bahwa ℤ3 ≅ 𝜙(ℤ3 ) = 〈(1 2 3)〉 ≤ 𝑆3 . Dengan kata lain, grup
ℤ3 isomorfik dengan grup permutasi 〈(1 2 3)〉 ≤ 𝑆3. Perhatikan kembali Tabel
6.1 dan Gambar 6.1.
Latihan 6.2
89
4. Misalkan 𝐺 grup komutatif dengan orde 𝑛, 𝑘 bilangan asli dan 𝑓: 𝐺 ⟶ 𝐺
dengan 𝑓(𝑎) = 𝑎𝑘 . Tunjukkan bahwa jika faktor persekutuan 𝑘 dan 𝑛 ialah
1, pemetaan 𝑓 suatu isomorfisma.
5. Misalkan 𝐺 grup siklis
a. Jika 𝐺 tak hingga, maka grup 𝐺 isomorf dengan grup jumlah ℤ.
b. Jika 𝐺 hingga dengan orde 𝑛, maka grup 𝐺 isomorf dengan grup jumlah
ℤ𝑛 .
Sifat 6.9
Jika 𝐺 suatu grup dan 𝑁 subgrup normal 𝐺, maka pemetaan
𝜂: 𝐺 ⟶ 𝐺 ⁄𝑁
𝑎 ↦ 𝑁𝑎 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑎 ∈ 𝐺
Bukti. Jelas 𝜂 suatu pemetaan yang terdefinisi dengan baik karena untuk
setiap 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺 dengan 𝑎 = 𝑏 mengakibatkan 𝜂(𝑎) = 𝑁𝑎 = 𝑁𝑏 = 𝜂(𝑏). Pemetaan
𝜂 juga dan bersifat surjektif, karena untuk setiap 𝑦 = 𝑁𝑎 ∈ 𝐺 ⁄𝑁 ada unsur 𝑎 ∈
𝐺 sehingga 𝑦 = 𝑁𝑎 = 𝜂(𝑎). Perhatikan bahwa 𝜂(𝑎𝑏) = 𝑁(𝑎𝑏) = 𝑁𝑎𝑁𝑏 = 𝜂(𝑎)𝜂(𝑏)
untuk setiap 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺. Jadi, pemetaan 𝜂 juga homomorfisma. Dengan demikian,
pemetaan 𝜂 suatu epimorfisma.
Sekarang ambil 𝑎 ∈ 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜂). Pengambilan ini mengakibatkan 𝜂(𝑎) = 𝑁.
Mengingat 𝑁𝑎 = 𝜂(𝑎) = 𝑁, kita memperoleh 𝑎 ∈ 𝑁. Jadi 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜂) ⊆ 𝑁 karena
untuk setiap 𝑎 ∈ 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜂) mengakibatkan 𝑎 ∈ 𝑁. Sebaliknya, jika 𝑎 ∈ 𝑁, 𝑁𝑎 = 𝑁
dan hal ini mengakibatkan 𝜂(𝑎) = 𝑁𝑎 = 𝑁 sehingga kita memperoleh 𝑎 ∈
𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜂). Jadi 𝑁 ⊆ 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜂) karena untuk setiap 𝑎 ∈ 𝑁 mengakibatkan 𝑎 ∈ 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜂).
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜂) = 𝑁, karena 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜂) ⊆ 𝑁
dan 𝑁 ⊆ 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜂).∎
Contoh 6.9. Bentuk pemetaan 𝜂: 𝑆3 ⟶ 𝑆3 ⁄𝑁 dengan subgrup normal 𝑁 =
〈(1 2 3)〉 = {(1), (1 2 3), (1 3 2)} seperti terlihat pada gambar berikut ini.
90
(1)
(1 2) 𝑁
(1 3)
(2 3)
(1 2 3) 𝑁(1 2)
(1 3 2)
𝑆3 𝑆3 /𝑁
𝜙: 𝐺 ⁄𝐾 ⟶ 𝐻
𝐾𝑎 𝜃(𝑎) untuk setiap 𝐾𝑎 ∈ 𝐺 ⁄𝐾
91
𝜙((𝐾𝑎)(𝐾𝑏)) = 𝜙(𝐾(𝑎𝑏))
= 𝜃(𝑎𝑏)
= 𝜃(𝑎)𝜃(𝑏)
= 𝜙(𝐾𝑎)𝜙(𝐾𝑏)
Jadi jelas 𝜙 homomorfisma atau dengan kata lain 𝜙 mengawetkan
operasi.
Ambil unsur 𝑦 ∈ 𝐻. Pemetaan 𝜃 surjektif mengakibatkan ada unsur 𝑎 ∈
𝐺 yang memenuhi 𝑦 = 𝜃(𝑎). Perhatikan bahwa 𝜙(𝐾𝑎) = 𝜃(𝑎) untuk setiap 𝐾𝑎 ∈
𝐺 ⁄𝐾 . Jadi pemetaan 𝜙 juga bersifat surjektif karena untuk setiap 𝑦 ∈ 𝐻 ada
𝐾𝑎 ∈ 𝐺 ⁄𝐾 sehingga memenuhi 𝑦 = 𝜙(𝐾𝑎). Terakhir, ambil unsur 𝐾𝑎, 𝐾𝑏 ∈ 𝐺 ⁄𝐾
dengan 𝜙(𝐾𝑎) = 𝜙(𝐾𝑏). Di sisi lain, kita tahu bahwa 𝜙(𝐾𝑎) = 𝜃(𝑎) dan 𝜙(𝐾𝑏) =
𝜃(𝑏) sehingga kita memperoleh 𝜃(𝑎) = 𝜃(𝑏). Perhatikan bahwa unsur 𝑎𝑏 −1 ∈ 𝐾
karena 𝜃(𝑎𝑏 −1 ) = 𝜃(𝑎)𝜃 −1 (𝑏) = 𝑒𝐻 dan 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜃) = 𝐾. Berdasarkan Sifat 5.1(4),
kita memperoleh 𝐾𝑎 = 𝐾𝑏 karena 𝑎𝑏 −1 ∈ 𝐾. Jadi terbukti 𝜙 satu-satu dan
dengan demikian terbukti ada isomorfisma dari 𝐺 ⁄𝐾 ke 𝐻, ditulis: 𝐺 ⁄𝐾 ≅ 𝐻. ∎
Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup. Jika kita membentuk pemetaan
epimorfisma 𝜃: 𝐺 ⟶ 𝐻 dengan 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜃) = 𝐾 seperti pada Sifat 6.10, maka akan
ada pemetaan isomorfisma 𝜙: 𝐺 ⁄𝐾 ⟶ 𝐻 sehingga 𝜙 ∘ 𝜂 = 𝜃 dengan 𝜂: 𝐺 ⟶ 𝐺 ⁄𝐾
suatu epimorfisma alami seperti pada gambar berikut.
Contoh 6.10. Pandang grup ℤ12 dan grup ℤ2 . Ambil 𝑎 ∈ ℤ, 𝑎̅12 ∈ ℤ12 dan 𝑎̅2 ∈ ℤ2 .
Kemudian definisikan pemetaan 𝜃, yaitu:
𝜃: ℤ12 ⟶ ℤ2
𝑎̅12 ↦ 𝑎̅2 untuk setiap 𝑎̅12 ∈ ℤ12
Ambil 𝑎̅12 , 𝑏̅12 ∈ ℤ12 dengan 𝑎̅12 = 𝑏̅12. Karena 12 | (𝑎 − 𝑏), tentu saja
2 | (𝑎 − 𝑏) dan ini mengakibatkan 𝜃(𝑎̅12 ) = 𝑎̅2 = 𝑏̅2 = 𝜃(𝑏̅12 ). Dengan demikian,
jelas pemetaan 𝜃 terdefinisi dengan baik. Sekarang perhatikan kesamaan
berikut ini.
92
Jadi 𝜃 suatu homomorfisma karena 𝜃(𝑎̅12 ⊕ 𝑏̅12 ) = 𝜃(𝑎̅12 ) ⊕ 𝜃(𝑏̅12 )
untuk setiap 𝑎̅12 , 𝑏̅12 ∈ ℤ12 . Ambil 𝑦̅ ∈ ℤ2 untuk suatu 𝑦 ∈ ℤ pilih 𝑦̅ = ̅̅̅̅̅̅̅̅̅
2𝑘 + 𝑦 ∈ ℤ12
dengan 0 ≤ 𝑘 ≤ 5 sehingga 𝑦̅2 = 𝜃(𝑦̅12 ). Jadi 𝜃 bersifat surjektif.
𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜃) = {0̅12 , 2̅12 , 4̅12 , 6̅12 , 8̅12 , ̅10
̅̅̅12 } = 〈2̅12 〉
0̅ 2̅ 4̅
6̅ 8̅ 10
̅̅̅̅ 0̅
1̅
1̅ 3̅ 5̅
7̅ 9̅ ̅11
̅̅̅
ℤ12 /〈2̅〉 ℤ2
Latihan 6.3
93