Anda di halaman 1dari 15

BAB 6

HOMOMORFISMA GRUP

Pada bagian ini, kita pelajari alat pembanding dua struktur grup, yaitu
homomorfisma grup. Dengan homomorfisma kita dapat mengetahui apa yang
dimiliki oleh dua buah grup yang strukturnya sama. Alat ini sangat penting
dalam mempelajari struktur grup. Khususnya, ketika kita bekerja pada suatu
grup berukuran besar dan rumit. Kita bisa gunakan homomorfisma sehingga
kita memperoleh subgrup berukuran kecil dan sederhana, tetapi masih
memiliki beberapa sifat esensial dari suatu grup besar dan rumit tersebut. Peta
dari homomorfisma serta subgrup berukuran kecil dan sederhana tersebut
memberikan gambaran tentang grup besar dan rumit yang kita kaji.

6.1 Konsep dasar


Homomorfisma grup tidak lain pemetaan yang mengawetkan operasi.
Untuk itu, dua grup yang di antara keduanya dapat dibentuk homomorfisma,
memiliki kesamaan struktur. Secara formal homomorfisma didefinisikan
sebagai berikut.

Definisi 6.1
Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup. Pemetaan 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻 disebut
homomorfisma jika 𝜙(𝑔1 𝑔2) = 𝜙(𝑔1 ) 𝜙(𝑔2 ) untuk setiap 𝑔1 , 𝑔2 ∈ 𝐺.

Perlu diperhatikan ketika membaca tanda 𝑔1 𝑔2 . Ketika operasi pada grup 𝐺


disebutkan, sesuai kesepakatan penulisan operasi, tanda 𝑔1 𝑔2 harus
disesuaikan dengan operasi di grup 𝐺. Sementara itu, untuk 𝜙(𝑔1 ) 𝜙(𝑔2 ) harus
disesuaikan dengan operasi pada grup 𝐻.
Contoh 6.1. Pandang pemetaan 𝜃(𝑥) = 𝑒 𝑥 dari grup (ℝ, +) ke grup (ℝ+ , ⋅).
Pemetaan ini tidak lain homomorfisma karena untuk setiap 𝑥, 𝑦 ∈ ℝ memenuhi:
(𝑥 + 𝑦) = 𝑒 (𝑥+𝑦)
= 𝑒 𝑥𝑒𝑦
= 𝜃(𝑥)𝜃(𝑦)
Pada homomorfisma 𝜃 terlihat jelas operasi pada masing-masing grup.
Contoh 6.2. Perhatikan grup bilangan bulat (ℤ, +) dan grup bilangan bulat
𝑚𝑜𝑑 𝑛 (ℤ𝑛 ,⊕), untuk suatu bilangan bulat 𝑛. Misalkan kita definisikan

79
pemetaan 𝜆: ℤ ⟶ ℤ𝑛 dengan 𝜆(𝑧) = 𝑧̅ untuk setiap 𝑧 ∈ ℤ. Pemetaan 𝜆 seperti ini
tentu saja homomorfisma mengingat untuk setiap 𝑦, 𝑧 ∈ ℤ memenuhi
𝜆(𝑦 + 𝑧) = ̅̅̅̅̅̅̅
𝑦+𝑧
= 𝑦̅ ⊕ 𝑧̅
= 𝜆(𝑦) ⊕ 𝜆(𝑧)
Contoh 6.3. Semua pemetaan berikut homomorfisma.

𝑥 1 2 𝑥
1. Pemetaan 𝑓 ((𝑦)) = (3 1) (𝑦) dari grup (ℝ2 , +) ke grup (ℝ3 , +).
2 4
2. Pemetaan 𝛼 dari grup (ℤ, +) ke grup (2ℤ, +) dengan 𝛼(𝑧) = 2𝑧 untuk setiap
𝑧 ∈ ℤ.
3. Pemetaan 𝛽 dari grup (ℝ+ , ⋅) ke grup (ℝ, +) dengan 𝛽(𝑥) = 𝑙𝑜𝑔10(𝑥), untuk
setiap 𝑥 ∈ ℝ+ .
4. Pemetaan 𝛾(𝑥) = 𝑒𝐻 , pemetaan yang mengaitkan setiap unsur 𝑥 ∈ 𝐺 ke
unsur identitas grup 𝐻.

Sifat 6.1
Jika 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup serta pemetaan 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻 suatu
homomorfisma, pernyataan berikut benar.
a. 𝜙(𝑒𝐺 ) = 𝑒𝐻
b. 𝜙(𝑔−1 ) = 𝜙 −1 (𝑔) untuk setiap 𝑔 ∈ 𝐺
c. 𝜙(𝑔𝑛 ) = 𝜙 𝑛 (𝑔) untuk setiap 𝑔 ∈ 𝐺, 𝑛 ∈ ℤ
d. 𝜙(𝐺), peta homomorfik 𝐺, subgrup 𝐻

Bukti. (𝑎). Misalkan 𝜙 homomorfisma dari grup 𝐺 dengan identitas 𝑒𝐺 ke grup


H dengan identitas 𝑒𝐻 . Dengan menggunakan 𝑒𝐺 = 𝑒𝐺 𝑒𝐺 dan 𝜙(𝑒𝐺 ) ∈ 𝐻 kita
memperoleh
𝜙(𝑒𝐺 ) 𝑒𝐻 = 𝜙(𝑒𝐺 )
= 𝜙(𝑒𝐺 𝑒𝐺 )
= 𝜙(𝑒𝐺 )𝜙(𝑒𝐺 )
Selanjutnya kita gunakan hukum pembatalan kiri sehingga diperoleh
𝜙(𝑒𝐺 ) = 𝑒𝐻 .
(𝑏). Ambil 𝑥 ∈ 𝐺. Akibatnya ada 𝑥 −1 ∈ 𝐺 sehingga 𝑥 −1 𝑥 = 𝑒𝐺 . Selain itu,
mengingat 𝜙(𝑥) ∈ 𝐻, tentu saja ada 𝜙 −1 (𝑥) ∈ 𝐻 sehingga 𝜙 −1 (𝑥)𝜙(𝑥) = 𝑒𝐻 .
Dengan menggunakan informasi ini semua kita dapatkan
𝜙(𝑒𝐺 ) = 𝑒𝐻
𝜙(𝑥 −1 𝑥) = 𝜙 −1 (𝑥)𝜙(𝑥)

𝜙(𝑥 −1 )𝜙(𝑥) = 𝜙 −1 (𝑥)𝜙(𝑥)


𝜙(𝑥 −1 ) = 𝜙 −1 (𝑥)

80
(𝑐). Ambil 𝑥 ∈ 𝐺, 𝑛 ∈ ℤ. Untuk menunjukkan 𝜙(𝑥 𝑛 ) = 𝜙 𝑛 (𝑥), kita bagi
menjadi tiga kasus, yaitu 𝑛 < 0, 𝑛 = 0 dan 𝑛 > 0. Untuk kasus 𝑛 = 0, jelas
karena 𝜙(𝑥 0 ) = 𝜙(𝑒𝐺 ) = 𝑒𝐻 = 𝜙 0 (𝑥).
Selanjutnya, untuk kasus 𝑛 > 0 kita gunakan induksi matematika.
Untuk 𝑛 = 1 tidak ada yang perlu kita buktikan. Misalkan untuk 𝑛 > 1 berlaku
𝜙(𝑥 𝑛−1 ) = 𝜙 𝑛−1 (𝑥).
𝜙(𝑥 𝑛 ) = 𝜙(𝑥 𝑛−1 𝑥)
= 𝜙(𝑥 𝑛−1 )𝜙(𝑥)
= 𝜙 𝑛−1 (𝑥)𝜙(𝑥)
= 𝜙 𝑛 (𝑥)
Terakhir untuk kasus 𝑛 < 0 atau 𝑛 = −|𝑛|. Kita memperoleh

𝜙(𝑥 𝑛 ) = 𝜙(𝑥 −|𝑛| )


−1
= 𝜙 ((𝑥 |𝑛| ) )
= 𝜙 −1 (𝑥 |𝑛| )
−1
= [𝜙(𝑥 |𝑛| )]
= ([𝜙(𝑥)]−1 )|𝑛|
−|𝑛|
= (𝜙(𝑥))
𝑛
= (𝜙(𝑥))
= 𝜙 𝑛 (𝑥)
(𝑑). Jelas 𝜙(𝐺) = {𝜙(𝑥) | 𝑥 ∈ 𝐺} ⊆ 𝐻. Himpunan 𝜙(𝐺) ≠ ∅, karena 𝑒𝐻 =
𝜙(𝑒𝐺 ) ∈ 𝜙(𝐺), Ambil 𝑥, 𝑦 ∈ 𝜙(𝐺), Untuk itu, ada 𝑣, 𝑤 ∈ 𝐺 yang memenuhi 𝑥 =
𝜙(𝑣) dan 𝑦 = 𝜙(𝑤). Untuk menunjukkan 𝜙(𝐺) subgrup 𝐻, kita cukup
menunjukkan 𝑥𝑦 −1 ∈ 𝜙(𝐺). Perhatikan bahwa 𝑥𝑦 −1 = 𝜙(𝑣)𝜙 −1 (𝑤) =
𝜙(𝑣)𝜙(𝑤 −1 ) = 𝜙(𝑣𝑤 −1 ) ∈ 𝜙(𝐺) karena 𝑣𝑤 −1 ∈ 𝐺 Jadi, terbukti bahwa 𝜙(𝐺)
adalah subgrup dari 𝐻.∎
Sebelum kita melanjutkan ke sifat-sifat berikutnya, mari perhatikan
definisi berikut ini.

Definisi 6.2
Misalkan 𝐺 dan 𝐻 semuanya grup serta 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻 suatu
homomorfisma. Himpunan semua unsur di 𝐺 yang dipetakan oleh 𝜙
ke identitas 𝐻 disebut inti homomorfisma, ditulis: 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙).

𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙) = {𝑥 ∈ 𝐺 | 𝜙(𝑥) = 𝑒𝐻 }
Contoh 6.4. Pandang 𝜃: ℝ ⟶ ℝ+ dengan 𝜃(𝑥) = 𝑒 𝑥 seperti dalam Contoh 6.1.
Himpunan 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜃) = {0}. Hal ini terjadi disebabkan karena 𝑥 = 𝑙𝑛 𝑒 𝑥 = 𝑙𝑛 𝜃(𝑥) =
𝑙𝑛 1 = 0.

81
Sifat 6.2
Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup serta 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻 suatu pemetaan.
Jika pemetaan 𝜙 homomorfisma maka 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙) subgrup 𝐺.

Bukti. Berdasarkan Definisi 6.2, jelas 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙) ⊆ 𝐺. Di sisi lain, menurut Sifat
6.1(a), 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙) ≠ ∅. Sekarang ambil 𝑥, 𝑦 ∈ 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙). Akibatnya, kita memperoleh
𝜙(𝑥) = 𝑒𝐻 dan 𝜙(𝑦) = 𝑒𝐻 . Perhatikan bahwa
𝜙(𝑥𝑦 −1 ) = 𝜙(𝑥)𝜙(𝑦 −1)
= 𝜙(𝑥)𝜙 −1 (𝑦)
= 𝑒𝐻 𝑒𝐻−1
= 𝑒𝐻
Dengan demikian 𝑥𝑦 −1 ∈ 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙) dan ini melengkapi bukti kita, yakni
𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙) subgrup 𝐺.∎

Sifat 6.3
Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup serta 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻 suatu pemetaan.
Jika pemetaan 𝜙 homomorfisma maka 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙) subgrup normal 𝐺.

Bukti. Berdasarkan Sifat 6.2, subhimpunan 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙) subgrup 𝐺. Untuk itu,


cukup menunjukkan subgrup 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙) normal di 𝐺. Sekarang ambil 𝑔 ∈ 𝐺 dan
𝑎 ∈ 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙). Perhatikan bahwa
𝜙(𝑔𝑎𝑔−1 ) = 𝜙(𝑔)𝜙(𝑎)𝜙(𝑔−1 ) = 𝜙(𝑔)𝑒𝐻 𝜙 −1 (𝑔) = 𝑒𝐻 .
Mengingat untuk setiap 𝑎 ∈ 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙) dan 𝑔 ∈ 𝐺 mengakibatkan 𝑔𝑎𝑔−1 ∈ 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙),
subgrup 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙) normal di 𝐺. ∎
Latihan 6.1

1. Periksa apakah pemetaan berikut ini suatu homomorfisma!


a. 𝑓: ℂ ⟶ ℝ dengan 𝑓(𝑎 + 𝑏𝑖) = 𝑏
b. 𝑓: ℚ × ℤ ⟶ ℤ dengan 𝑓((𝑥, 𝑦)) = 𝑦
2. Tentukan peta homomorfik dan inti homomorfisma jika pemetaan pada soal
No.1 homomorfisma!
3. Jika 𝑘, 𝑛, 𝑟 ∈ ℤ+ demikian sehingga 𝑘|𝑛. Tunjukkan bahwa pemetaan
𝑓: ℤ𝑛 ⟶ ℤ𝑘 dengan 𝑓([𝑎]𝑛 ) = [𝑟𝑎]𝑘 suatu homomorfisma!
4. Tentukan inti homomorfisma dan peta homomorfik 𝑓(ℤ𝑛 )!
5. Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup hingga serta pemetaan 𝑓: 𝐺 ⟶ 𝐻 suatu
homomorfisma. Tunjukkan bahwa |𝑓(𝐺)| membagi 𝐺 dan 𝐻.

6.2 Macam-macam homomorfisma beserta sifatnya


Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup serta 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻 suatu homomorfisma.
Homomorfisma 𝜙 disebut endomorfisma jika grup 𝐺 = 𝐻. Endomorfisma yang
bersifat bijektif disebut otomorfisma.

82
Berdasarkan sifat pemetaannya, homomorfisma grup terbagi menjadi
tiga bagian yaitu: monomorfisma, epimorfisma dan isomorfisma. Suatu
homomorfisma disebut monomorfisma jika ia bersifat satu-satu (injektif).
Suatu homomorfisma disebut epimorfisma jika ia bersifat pada (surjektif).
Terakhir, homomorfisma disebut isomorfisma jika ia bersifat satu-satu dan
pada (bijektif).
Contoh 6.5. Homomorfisma 𝜃 dalam Contoh 6.1 tidak lain monomorfisma.
Homomorfisma 𝜆 dalam Contoh 6.2 merupakan epimorfisma yang bukan
monomorfisma sementara homomorfisma 𝛾 dalam Contoh 6.3(4) merupakan
homomorfisma yang bukan monomorfisma maupun epimorfisma.
Contoh 6.6. Dalam Contoh 6.3(2) telah disebutkan pemetaan 𝛼 dari grup
(ℤ, +) ke grup (2ℤ, +) dengan 𝛼(𝑧) = 2𝑧 untuk setiap 𝑧 ∈ ℤ suatu homomorfisma.
Sekarang kita tunjukkan 𝛼 bijektif. Ambil 𝑦 ∈ 2ℤ. Untuk suatu 𝑧 ∈ ℤ, kita
memperoleh 𝑦 = 2𝑧 = 𝛼(𝑧) dan mengakibatkan 𝛼 bersifat surjektif. Sekarang
ambil 𝑣, 𝑤 ∈ ℤ dengan 𝛼(𝑣) = 𝛼(𝑤). Mengingat 2𝑣 = 2𝑤 tentu saja 𝑣 = 𝑤. Jadi
homomorfisma ini bersifat injektif. Mengingat homomorfisma 𝛼 bijektif, tentu
saja isomorfisma. ∎

Sifat 6.4
Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup serta 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻 suatu
homomorfisma grup. Homomorfisma 𝜙 suatu monomorfisma jika dan
hanya jika 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙) = {𝑒𝐺 }.

Bukti. (⟹). Misalkan 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻 monomorfisma dan 𝑒𝐺 identitas grup 𝐺. Ambil


𝑥 ∈ 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙). Unsur ini oleh 𝜙 dipetakan ke identitas 𝑒𝐻 , ditulis: 𝜙(𝑥) = 𝑒𝐻 .
Berdasarkan Sifat 6.1, kita memperoleh 𝜙(𝑥) = 𝑒𝐻 = 𝜙(𝑒𝐺 ). Selanjutnya dengan
menggunakan sifat 𝜙 pemetaan satu-satu, kita mendapatkan 𝑥 = 𝑒𝐺 . Jadi
𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙) = {𝑒𝐺 }.
(⟸). Sekarang kita buktikan sebaliknya. Misal 𝜙 homomorfisma dan 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙) =
{𝑒𝐺 }. Akan kita tunjukkan 𝜙 monomorfisma. Ambil 𝑥, 𝑦 ∈ 𝐺 dengan 𝜙(𝑥) = 𝜙(𝑦).
Perhatikan bahwa
𝜙(𝑥)𝜙 −1 (𝑦) = 𝜙(𝑦)𝜙 −1 (𝑦)
𝜙(𝑥)𝜙(𝑦 −1 ) = 𝑒𝐻
𝜙(𝑥𝑦 −1 ) = 𝑒𝐻
Karena 𝑥𝑦 −1 ∈ 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙) = {𝑒𝐺 }, itu artinya 𝑥𝑦 −1 = 𝑒𝐺 . Hal ini
mengakibatkan 𝜙 bersifat injektif mengingat 𝑦 = 𝑒𝐺 𝑦 = (𝑥𝑦 −1 )𝑦 = 𝑥(𝑦 −1 𝑦) =
𝑥 𝑒𝐺 = 𝑥. Jadi, homomorfisma 𝜙 suatu monomorfisma. ∎

Definisi 6.3
Kedua grup 𝐺 dan 𝐻 disebut isomorfik, ditulis: 𝐺 ≅ 𝐻, jika ada
isomorfisma dari grup 𝐺 ke grup 𝐻.

83
Contoh 6.7. Perhatikan kembali Contoh 6.6. Dalam contoh ini, ℤ ≅ 2ℤ
mengingat ada isomorfisma 𝛼: ℤ ⟶ 2ℤ.
Contoh 6.8. Pandang grup ℤ3 = {0̅, 1̅, 2̅} dengan operasi jumlah modulo ⊕ dan
grup 〈(1 2 3)〉 = {(1), (1 2 3), (1 3 2)} dengan operasi komposisi ∘ seperti terlihat
pada tabel Cayley berikut.

⊕ 𝟎 ̅ 𝟏
̅ 𝟐̅ ∘ (𝟏) (𝟏 𝟐 𝟑) (𝟏 𝟑 𝟐)
𝟎̅ 0̅ 1̅ 2̅ (1) (1) (1 2 3) (1 3 2)
𝟏̅ 1̅ 2̅ 0̅ (1 2 3) (1 2 3) (1 3 2) (1)
̅ ̅
𝟐 2 0 1̅ ̅ (1 3 2) (1 3 2) (1) (1 2 3)
Tabel 6.1 Operasi ⊕ pada ℤ𝟑 dan Operasi ∘ pada 〈(1 2 3)〉

Perhatikan bahwa ℤ3 ≅ 〈(1 2 3)〉 karena kita bisa mengkonstruksi


pemetaan 𝜂: ℤ3 ⟶ 〈(1 2 3)〉 dengan mengaitkan 0̅ ↦ (1), 1̅ ↦ (1 2 3) dan 2̅ ↦
(1 3 2).

𝜂
0̅ (1)

1̅ (1 2 3)

2̅ (1 3 2)

ℤ3 〈(1 2 3)〉

Gambar 6.1 Isomorfisma 𝜂 dari ℤ𝟑 ke 〈(1 2 3)〉

Sebagai gambaran kesamaan struktur di grup ℤ𝟑 dan grup 〈(1 2 3)〉.


Peran 0̅ di grup ℤ𝟑 sama dengan peran (1) di dalam grup 〈(1 2 3)〉, sama-sama
sebagai identitas. Peran 1̅ di grup ℤ𝟑 sama dengan peran (1 2 3) di grup
〈(1 2 3)〉. Begitu juga dengan peran 2̅ di grup ℤ𝟑 tentu saja sama dengan peran
(1 3 2) di grup 〈(1 2 3)〉.

Perhatikan unsur (1 2 3) ∈ 〈(1 2 3)〉. Yang bersesuaian dengan unsur ini


di grup ℤ𝟑 tidak lain unsur 1̅. Dapat dilihat bersama pada Tabel 6.1, (1 2 3)−1 =
(1 3 2). Unsur (1 3 2) ini ternyata bersesuaian dengan 2̅ dan 2̅ = (1̅)−1 .

Sifat 6.5
Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup. Jika 𝐺 ≅ 𝐻 maka pernyataan
berikut benar.
a. |𝐺| = |𝐻|
b. Jika 𝐺 memiliki subgrup berorde 𝑛, maka 𝐻 juga memilikinya
c. Jika 𝑜(𝑎) = 𝑛 maka 𝑜(𝜙(𝑎)) = 𝑛 untuk setiap 𝑎 ∈ 𝐺 dan 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻
suatu isomorfisma.

84
Bukti. (a). Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup dengan 𝐺 ≅ 𝐻. Akibatnya,
ada pemetaan isomorfisma 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻. Tentu saja pemetaan 𝜙 ini bersifat
bijektif. Akhirnya, menurut Definisi 1.10, |𝐺| = |𝐻| sesuai yang ingin kita
buktikan.
(b). Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup dengan 𝐺 ≅ 𝐻. Misalkan K subgrup
𝐺 dengan |𝐾| = 𝑛 dan pemetaan 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻 isomorfisma. Ada dua alasan
penyebab 𝜙(𝐾) = {𝜙(𝑎) ∣ 𝑎 ∈ 𝐾} membentuk subgrup 𝐻. Pertama, 𝜙(𝐾) ≠ ∅.
Tentu ini disebabkan adanya 𝑒𝐻 = 𝜙(𝑒𝐾 ) ∈ 𝜙(𝐾) mengingat 𝜙 suatu
homomorfisma. Kedua, 𝜙(𝑎)𝜙 −1 (𝑏) = 𝜙(𝑎𝑏 −1 ) ∈ 𝜙(𝐾) karena 𝜙 homomorfisma
dan 𝑎𝑏 −1 ∈ 𝐾 untuk setiap 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐾. Selanjutnya tinggal menunjukkan |𝜙(𝐾)| =
𝑛. Batasi domain 𝜙 menjadi 𝐾. Pembatasan ini mengakibatkan 𝜙: 𝐾 ⟶ ϕ(𝐾)
masih tetap isomorfisma. Dengan menggunakan hasil (𝑎), kita memperoleh
|𝜙(𝐾)| = |𝐾| = 𝑛. Jadi ada 𝜙(𝐾) subgrup 𝐻 berorde 𝑛.

(c). Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup dengan 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻 suatu


isomorfisma. Ambil 𝑎 ∈ 𝐺 sehingga 𝑜(𝑎) = 𝑛 untuk suatu bilangan asli terkecil
𝑛, ditulis: 𝑎𝑛 = 𝑒𝐺 . Pengambilan ini mengakibatkan 𝑜(𝜙(𝑎)) ≤ 𝑛 karena
𝜙 𝑛 (𝑎) = 𝜙(𝑎𝑛 ) = 𝜙(𝑒𝐺 ) = 𝑒𝐻 .

Andaikan 𝑜(𝜙(𝑎)) = 𝑚 < 𝑛. Pengandaian ini memberikan 𝑒𝐻 = 𝜙 𝑚 (𝑎) =


𝜙(𝑎𝑚 ) dan mengakibatkan 𝜙(𝑎𝑛 ) = 𝑒𝐻 = 𝜙(𝑎𝑚 ). Dengan demikian,
−1
𝑒𝐻 = 𝜙(𝑎𝑛 )(𝜙(𝑎𝑚 ))
= 𝜙(𝑎𝑛 )𝜙 −1 (𝑎𝑚 )
= 𝜙(𝑎𝑛 )𝜙((𝑎𝑚 )−1 )
= 𝜙(𝑎𝑛 )𝜙(𝑎−𝑚 )
= 𝜙(𝑎𝑛−𝑚 )
Untuk itu, 𝑎𝑛−𝑚 ∈ 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜙) sehingga 𝑎𝑛−𝑚 = 𝑒𝐺 karena 𝜙 injektif. Hal ini
bertentangan dengan pernyataan 𝑜(𝑎) = 𝑛. Jadi, haruslah 𝑜(𝜙(𝑎)) = 𝑛. ∎

Sifat 6.6
Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup yang isomorfik.
a. Jika 𝐺 komutatif maka 𝐻 komutatif.
b. Jika 𝐺 siklis maka 𝐻 siklis.

Bukti. (a). Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup yang isomorfik serta grup 𝐺
komutatif. Bentuk pemetaan isomorfisma 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻. Ambil 𝑥, 𝑦 ∈ 𝐺 dengan 𝑥𝑦 =
𝑦𝑥. Mengingat pemetaan 𝜙 suatu homomorfisma, kita memperoleh
𝜙(𝑥)𝜙(𝑦) = 𝜙(𝑥𝑦) = 𝜙(𝑦𝑥) = 𝜙(𝑦)𝜙(𝑥)
untuk setiap 𝜙(𝑦), 𝜙(𝑥) ∈ 𝐻 atau dengan kata lain grup 𝐻 komutatif.
(b). Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup yang isomorfik serta grup 𝐺 siklis.
Bentuk pemetaan isomorfisma 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻. Ambil 𝑥 ∈ 𝐺 sehingga 𝐺 = 〈𝑥〉 =

85
{𝑥 𝑛 | 𝑛 ∈ ℤ}. Berdasarkan Sifat 6.1, kita memperoleh 𝜙 𝑛 (𝑥) = 𝜙(𝑥 𝑛 ) sehingga
diperoleh hasil berikut ini.
𝜙(𝐺) = 𝜙(〈𝑥〉)
𝑛
= 𝜙({ 𝑥 | 𝑥 ∈ 𝐺, 𝑛 ∈ ℤ})
= {𝜙(𝑥 𝑛 ) | 𝑥 ∈ 𝐺, 𝑛 ∈ ℤ}
= {𝜙 𝑛 (𝑥) | 𝜙(𝑥) ∈ 𝐻, 𝑛 ∈ ℤ}

Sifat pemetaan 𝜙 yang surjektif mengakibatkan 𝜙(𝐺) = 𝐻 dan dengan


demikian 𝐻 = 𝜙(𝐺) = {𝜙 𝑛 (𝑥) | 𝜙(𝑥) ∈ 𝐻, 𝑛 ∈ ℤ} = 〈𝜙(𝑥)〉 atau dengan kata lain
grup 𝐻 siklis.

Sifat 6.7
Isomorfik suatu relasi ekuivalen.

Bukti. bentuk relasi ≅ pada himpunan koleksi semua grup sebagai berikut.
Untuk setiap grup 𝐺 dan 𝐻,
𝐺 ≅ 𝐻 jika dan hanya jika ada isomorfisma 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻
Untuk menunjukkan relasi ≅ ekuivalen, akan kita tunjukkan relasi ini
memenuhi sifat refleksif, simetris dan transitif.
Misalkan 𝐺 grup. Bentuk pemetaan 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐺 dari grup 𝐺 terhadap dirinya
sendiri dengan 𝜙(𝑥) = 𝑥 untuk setiap 𝑥 ∈ 𝐺. Mudah untuk menunjukkan
pemetaan ini isomorfisma sehingga 𝐺 ≅ 𝐺 atau dengan kata lain ≅ bersifat
refleksif.
Misalkan 𝐻 grup dan 𝐺 ≅ 𝐻. Untuk itu, ada isomorfisma 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻.
Karena 𝜙 bijektif, menurut Sifat 1.9, tentu saja ada 𝜙 −1 : 𝐻 ⟶ 𝐺 yang bijektif.
Ambil 𝑘, 𝑙 ∈ 𝐻 dengan 𝜙 −1 (𝑘) = 𝑥 dan 𝜙 −1 (𝑙) = 𝑦. Pengambilan ini
mengakibatkan 𝜙(𝑥) = 𝑘 dan 𝜙(𝑦) = 𝑙 sehingga kita memperoleh 𝜙(𝑥𝑦) =
𝜙(𝑥)𝜙(𝑦) = 𝑘𝑙. Mengingat pemetaan bijektif 𝜙 −1 memenuhi 𝜙 −1 (𝑘𝑙) = 𝑥𝑦 =
𝜙 −1 (𝑘)𝜙 −1 (𝑙), tentu saja 𝜙 −1 suatu isomorfisma. Ini artinya 𝐻 ≅ 𝐺. Jadi ≅
bersifat simetris.
Misalkan 𝐾 grup serta 𝐺 ≅ 𝐻 dan 𝐻 ≅ 𝐾. Pemisalan ini mengakibatkan
adanya 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐻 dan 𝜆: 𝐻 ⟶ 𝐾 suatu isomorfisma sehingga 𝜆 ∘ 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝐾
bersifat bijektif berdasarkan Sifat 1.8. Ambil unsur 𝑥, 𝑦 ∈ 𝐺. Karena 𝜙 dan 𝜆
suatu homomorfisma, kita memperoleh hasil berikut ini.
(𝜆 ∘ 𝜙)(𝑥𝑦) = 𝜆(𝜙(𝑥𝑦))
= 𝜆(𝜙(𝑥)𝜙(𝑦))
= 𝜆(𝜙(𝑥))𝜆(𝜙(𝑦))
= (𝜆 ∘ 𝜙)(𝑥)(𝜆 ∘ 𝜙)(𝑦)

86
Akibatnya komposisi 𝜆 ∘ 𝜙 suatu isomorfisma dan menimbulkan 𝐺 ≅ 𝐾.
Dengan kata lain, relasi ≅ bersifat transitif. Uraian semua itu menunjukkan
relasi ≅ ekuivalen. ∎

Sifat 6.8 (Teorema Cayley )


Setiap grup 𝐺 isomorfik dengan suatu grup permutasi pada 𝐺.

Bukti. Pandang pemetaan 𝜙: 𝐺 ⟶ 𝑆𝑖𝑚(𝐺) dengan 𝜙(𝑎) = 𝜆𝑎 untuk setiap 𝑎 ∈ 𝐺


dan 𝜆𝑎 : 𝐺 ⟶ 𝐺 dengan 𝜆𝑎 (𝑥) = 𝑎𝑥 untuk setiap 𝑥 ∈ 𝐺. Subgrup 𝜙(𝐺) ⊆ 𝑆𝑖𝑚(𝐺)
adalah grup permutasi pada G. Untuk itu kita tinggal menunjukkan bahwa 𝐺 ≅
𝜙(𝐺).
Ambil sembarang unsur 𝑎 ∈ 𝐺 dan 𝜆𝑎 : 𝐺 ⟶ 𝐺 dengan 𝜆𝑎 (𝑥) = 𝑎𝑥 untuk
setiap 𝑥 ∈ 𝐺. Untuk menunjukkan 𝜆𝑎 ∈ 𝑆𝑖𝑚(𝐺), cukup dengan menunjukkan 𝜆𝑎
pemetaan bijektif. Jelas pemetaan 𝜆𝑎 terdefinisi dengan baik karena untuk
setiap 𝑥, 𝑦 ∈ 𝐺 dengan 𝑥 = 𝑦 berlaku 𝜆𝑎 (𝑥) = 𝑎𝑥 = 𝑎𝑦 = 𝜆𝑎 (𝑦). Pemetaan 𝜆𝑎 juga
bersifat injektif karena untuk setiap 𝑥, 𝑦 ∈ 𝐺 dengan 𝜆𝑎 (𝑥) = 𝜆𝑎 (𝑦)
mengakibatkan
𝑥 = (𝑎−1 𝑎)𝑥
= 𝑎−1 (𝑎𝑥)
= 𝑎−1 𝜆𝑎 (𝑥)
= 𝑎 −1 𝜆𝑎 (𝑦)
= 𝑎−1 (𝑎𝑦)
= (𝑎−1 𝑎)𝑦
= 𝑦
Terakhir, akan kita tunjukkan 𝜆𝑎 pemetaan surjektif. Ambil 𝑦 ∈ 𝐺.
Berdasarkan Sifat 2.6, terdapat 𝑥 ∈ 𝐺 sehingga 𝑦 = 𝑎𝑥 = 𝜆𝑎 (𝑥) untuk setiap 𝑎 ∈
𝐺. Jadi 𝜆𝑎 merupakan pemetaan surjektif. Karena 𝜆𝑎 pemetaan bijektif maka
𝜆𝑎 ∈ 𝑆𝑖𝑚(𝐺).
Ambil dua unsur 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺 dengan 𝑎 = 𝑏. Akibatnya, 𝜙(𝑎) = 𝜙(𝑏) karena
untuk setiap unsur 𝑥 ∈ 𝐺, memenuhi persamaan
𝜙(𝑎)(𝑥) = 𝜆𝑎 (𝑥) = 𝑎𝑥 = 𝑏𝑥 = 𝜆𝑏 (𝑥) = 𝜙(𝑏)(𝑥).
Jadi jelas pemetaan 𝜙 terdefinisi dengan baik mengingat untuk setiap dua
unsur 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺 dengan 𝑎 = 𝑏 mengakibatkan 𝜙(𝑎) = 𝜙(𝑏).
Selanjutnya kita tunjukkan pemetaan 𝜙 suatu homomorfisma. Sekarang
ambil 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺. Perhatikan bahwa

87
𝜙(𝑎𝑏)(𝑥) = 𝜆𝑎𝑏 (𝑥)
= (𝑎𝑏)𝑥
= 𝑎(𝑏𝑥)
= 𝜆𝑎 (𝑏𝑥)
= 𝜆𝑎 (𝜆𝑏 (𝑥))
= (𝜆𝑎 ∘ 𝜆𝑏 )(𝑥)
= (𝜙(𝑎) ∘ 𝜙(𝑏))(𝑥)
𝜙(𝑎𝑏) = 𝜙(𝑎) ∘ 𝜙(𝑏)
Mengingat 𝜙(𝑎𝑏) = 𝜙(𝑎) ∘ 𝜙(𝑏), pemetaan 𝜙 suatu homomorfisma.
Terakhir akan ditunjukkan 𝜙 pemetaan bijektif. Ambil sembarang unsur
𝑔 ∈ 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝐺). Ini artinya 𝜙(𝑔) = 𝑖𝐺 dengan 𝜙(𝑔)(𝑥) = 𝑖(𝑥) = 𝑥 untuk setiap 𝑥 ∈ 𝐺
dan 𝑖 ∈ 𝑆𝑖𝑚(𝐺) pemetaan identitas di 𝑆𝑖𝑚(𝐺). Di sisi lain, 𝜙(𝑔)(𝑥) = 𝜆𝑔 (𝑥) = 𝑔𝑥.
Untuk itu, 𝑔𝑥 = 𝑥 untuk setiap 𝑥 ∈ 𝐺 dan mengakibatkan 𝑔 = 𝑔(𝑥𝑥 −1 ) =
(𝑔𝑥)𝑥 −1 = 𝑥𝑥 −1 = 𝑒𝐺 sehingga diperoleh 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝐺) = {𝑒𝐺 }. Dengan demikian,
homomorfisma 𝜙 injektif berdasarkan Sifat 6.4. Jadi, 𝜙(𝐺) ≅ 𝐺 karena 𝜙(𝐺)
subgrup 𝐺.
Pandang grup dengan orde tiga ℤ3 = {0̅, 1̅, 2̅} dengan operasi ⊕. Menurut
Sifat 6.8, grup ini isomorfik dengan suatu subgrup 𝑆3 (grup permutasi pada ℤ3 ).
Bentuk pemetaan homomorfisma
𝜙: ℤ3 ⟶ 𝑆3
𝑎̅ ↦ 𝜆𝑎̅
Dengan 𝜆𝑎̅ (𝑥̅ ) = 𝑎̅ ⊕ 𝑥̅ untuk sehingga memenuhi
𝜙(𝑎̅)(𝑥̅ ) = 𝜆𝑎̅ (𝑥̅ )
= 𝑎̅ ⊕ 𝑥̅
= ̅̅̅̅̅̅̅
𝑎+𝑥 untuk setiap 𝑥̅ ∈ ℤ3 .
Dengan adanya pemetaan 𝜙(𝑎̅), kita dapatkan semua permutasi anggota
grup permutasi pada ℤ3 yaitu sebagai berikut.
Untuk 𝑎̅ = 0̅ kita memperoleh
𝜙(0̅)(0̅) = ̅̅̅̅̅̅̅
0+0 = 0̅
𝜙(0̅)(1̅) = ̅̅̅̅̅̅̅
0+1 = 1̅
̅ ̅ ̅̅̅̅̅̅̅
𝜙(0)(2) = 0 + 2 = 2̅
̅ ̅ 2̅)
Sehingga permutasi 𝜙(0̅) = (0 1
0̅ 1̅ 2̅
Untuk 𝑎̅ = 1̅ kita memperoleh
𝜙(1̅)(0̅) = ̅̅̅̅̅̅̅
1+0 = 1̅
𝜙(1̅)(1̅) = ̅̅̅̅̅̅̅
1+1 = 2̅
𝜙(1̅)(2̅) = ̅̅̅̅̅̅̅
1+2 = 0̅

88
̅ ̅ 2̅)
Sehingga permutasi 𝜙(1̅) = (0 1
1̅ 2̅ 0̅
Untuk 𝑎̅ = 2̅ kita memperoleh
𝜙(2̅)(0̅) = ̅̅̅̅̅̅̅
2+0 = 2̅
𝜙(2̅)(1̅) = ̅̅̅̅̅̅̅
2+1 = 0̅
𝜙(2̅)(2̅) = ̅̅̅̅̅̅̅
2+2 = 1̅
̅ ̅ 2̅).
Sehingga permutasi 𝜙(2̅) = (0 1
2̅ 0̅ 1̅
Akhirnya kita memperoleh semua permutasi pada ℤ3 , yaitu:
̅ ̅ ̅ ̅ ̅ 2̅) dan 𝜙(2̅) = (0̅ 1̅ 2̅)
𝜙(0̅) = (0 1 2), 𝜙(1̅) = (0 1
̅0 1̅ 2̅ 1̅ 2̅ 0̅ 2̅ 0̅ 1̅
Namun bila diperhatikan, semua permutasi ini masih belum
menggunakan notasi baku di dalam penulisannya. Untuk itu, kita perlu
menuliskan ulang dengan mengganti tanda 1̅ dengan 1, 2̅ dengan 2 dan 0̅
dengan 3 sehingga penulisan semua permutasi menjadi baku, yaitu:
1 2 3 1 2 3 1 2 3
𝜙(0̅) = ( ), 𝜙(1̅) = ( ) dan 𝜙(2̅) = ( )
1 2 3 2 3 1 3 1 2
dan jika ditulis dalam notasi siklus, permutasi-permutasi ini secara berurutan
menjadi
𝜙(0̅) = (1), 𝜙(1̅) = (1 2 3) dan 𝜙(2̅) = (1 3 2).
Dengan demikian kita memperoleh
𝜙(ℤ3 ) = {𝜙(𝑎̅) ∣ 𝑎̅ ∈ ℤ3 }
= {𝜙(0̅), 𝜙(1̅), 𝜙(2̅)}
= {(1), (1 2 3), (1 3 2)}
= 〈(1 2 3)〉

Mengingat 𝜙: ℤ3 ⟶ 𝜙(ℤ3 ) isomorfisma dan 𝜙(ℤ3 ) = 〈(1 2 3)〉 ≤ 𝑆3, untuk itu
dapat kita simpulkan bahwa ℤ3 ≅ 𝜙(ℤ3 ) = 〈(1 2 3)〉 ≤ 𝑆3 . Dengan kata lain, grup
ℤ3 isomorfik dengan grup permutasi 〈(1 2 3)〉 ≤ 𝑆3. Perhatikan kembali Tabel
6.1 dan Gambar 6.1.
Latihan 6.2

1. Carilah subgrup 𝑆4 yang isomorf dengan ℤ4 .


2. Tunjukkan bahwa jika 𝑘|𝑛 maka ℤ𝑛 /〈𝑘〉 ≅ ℤ𝑘 .
3. Misalkan 𝑓: 𝐺 ⟶ 𝐻 epimorfisma dengan inti 𝐾. Tunjukkan ada pemetaan
bijektif dari himpunan semua subgrup 𝐻 dan himpunan subgrup 𝐺 yang
memuat 𝐾!

89
4. Misalkan 𝐺 grup komutatif dengan orde 𝑛, 𝑘 bilangan asli dan 𝑓: 𝐺 ⟶ 𝐺
dengan 𝑓(𝑎) = 𝑎𝑘 . Tunjukkan bahwa jika faktor persekutuan 𝑘 dan 𝑛 ialah
1, pemetaan 𝑓 suatu isomorfisma.
5. Misalkan 𝐺 grup siklis
a. Jika 𝐺 tak hingga, maka grup 𝐺 isomorf dengan grup jumlah ℤ.
b. Jika 𝐺 hingga dengan orde 𝑛, maka grup 𝐺 isomorf dengan grup jumlah
ℤ𝑛 .

6.3 Teorema Dasar Homomorfisma


Misalkan 𝑁 subgrup normal grup 𝐺. Kita bisa kaitkan setiap unsur di 𝐺
dengan koset kanan 𝑁 yang memuat unsur tersebut. relasi ini disebut
homomorfisma alami dan inti relasi ini membentuk subgrup normal. Untuk
lebih jelasnya, perhatikan sifat berikut ini.

Sifat 6.9
Jika 𝐺 suatu grup dan 𝑁 subgrup normal 𝐺, maka pemetaan

𝜂: 𝐺 ⟶ 𝐺 ⁄𝑁
𝑎 ↦ 𝑁𝑎 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑎 ∈ 𝐺

suatu epimorfisma dari 𝐺 ke 𝐺 ⁄𝑁 dengan 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜂) = 𝑁.

Bukti. Jelas 𝜂 suatu pemetaan yang terdefinisi dengan baik karena untuk
setiap 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺 dengan 𝑎 = 𝑏 mengakibatkan 𝜂(𝑎) = 𝑁𝑎 = 𝑁𝑏 = 𝜂(𝑏). Pemetaan
𝜂 juga dan bersifat surjektif, karena untuk setiap 𝑦 = 𝑁𝑎 ∈ 𝐺 ⁄𝑁 ada unsur 𝑎 ∈
𝐺 sehingga 𝑦 = 𝑁𝑎 = 𝜂(𝑎). Perhatikan bahwa 𝜂(𝑎𝑏) = 𝑁(𝑎𝑏) = 𝑁𝑎𝑁𝑏 = 𝜂(𝑎)𝜂(𝑏)
untuk setiap 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺. Jadi, pemetaan 𝜂 juga homomorfisma. Dengan demikian,
pemetaan 𝜂 suatu epimorfisma.
Sekarang ambil 𝑎 ∈ 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜂). Pengambilan ini mengakibatkan 𝜂(𝑎) = 𝑁.
Mengingat 𝑁𝑎 = 𝜂(𝑎) = 𝑁, kita memperoleh 𝑎 ∈ 𝑁. Jadi 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜂) ⊆ 𝑁 karena
untuk setiap 𝑎 ∈ 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜂) mengakibatkan 𝑎 ∈ 𝑁. Sebaliknya, jika 𝑎 ∈ 𝑁, 𝑁𝑎 = 𝑁
dan hal ini mengakibatkan 𝜂(𝑎) = 𝑁𝑎 = 𝑁 sehingga kita memperoleh 𝑎 ∈
𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜂). Jadi 𝑁 ⊆ 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜂) karena untuk setiap 𝑎 ∈ 𝑁 mengakibatkan 𝑎 ∈ 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜂).
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜂) = 𝑁, karena 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜂) ⊆ 𝑁
dan 𝑁 ⊆ 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜂).∎
Contoh 6.9. Bentuk pemetaan 𝜂: 𝑆3 ⟶ 𝑆3 ⁄𝑁 dengan subgrup normal 𝑁 =
〈(1 2 3)〉 = {(1), (1 2 3), (1 3 2)} seperti terlihat pada gambar berikut ini.

90
(1)
(1 2) 𝑁
(1 3)
(2 3)
(1 2 3) 𝑁(1 2)
(1 3 2)

𝑆3 𝑆3 /𝑁

Gambar 6.2 Pemetaan 𝜂 dari Grup 𝑆3 ke Grup 𝑆3 ⁄𝑁

Pembentukan grup 𝑆3 ⁄𝑁 dapat dilihat dalam Contoh 5.3 sementara untuk


tabel operasi koset pada grup ini dapat di lihat dalam Tabel 5.2.

Sifat 6.10 (Teorema Dasar Homomorfisma)


Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup serta 𝜃: 𝐺 ⟶ 𝐻 suatu epimorfisma
dengan 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜃) = 𝐾. Pemetaan

𝜙: 𝐺 ⁄𝐾 ⟶ 𝐻
𝐾𝑎 𝜃(𝑎) untuk setiap 𝐾𝑎 ∈ 𝐺 ⁄𝐾

suatu isomorfisma dari 𝐺 ⁄𝐾 ke 𝐻. Oleh karena itu, 𝐺 ⁄𝐾 ≅ 𝐻

Bukti. Pertama-tama kita cek dahulu apakah 𝜙 pemetaan yang terdefinisi


dengan baik. Selanjutnya, jika pemetaan ini terdefinisi dengan baik, baru kita
tunjukkan pemetaan ini isomorfisma.
Ambil 𝐾𝑎, 𝐾𝑏 ∈ 𝐺 ⁄𝐾 dengan 𝐾𝑎 = 𝐾𝑏 dan 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺. Perhatikan bahwa 𝑎 =
𝑘𝑏 untuk suatu 𝑘 ∈ 𝐾 = 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜃). Untuk itu,
𝜙(𝐾𝑎) = 𝜃(𝑎)
= 𝜃(𝑘𝑏)
= 𝜃(𝑘)𝜃(𝑏)
= 𝑒𝐻 𝜃(𝑏)
= 𝜃(𝑏)
= 𝜙(𝐾𝑏)
Jadi jelas bahwa pemetaan 𝜙 terdefinisi dengan baik.
Untuk menunjukkan pemetaan 𝜙 mengawetkan operasi, ambil dua
unsur 𝐾𝑎, 𝐾𝑏 ∈ 𝐺 ⁄𝐾 . Perhatikan bahwa

91
𝜙((𝐾𝑎)(𝐾𝑏)) = 𝜙(𝐾(𝑎𝑏))
= 𝜃(𝑎𝑏)
= 𝜃(𝑎)𝜃(𝑏)
= 𝜙(𝐾𝑎)𝜙(𝐾𝑏)
Jadi jelas 𝜙 homomorfisma atau dengan kata lain 𝜙 mengawetkan
operasi.
Ambil unsur 𝑦 ∈ 𝐻. Pemetaan 𝜃 surjektif mengakibatkan ada unsur 𝑎 ∈
𝐺 yang memenuhi 𝑦 = 𝜃(𝑎). Perhatikan bahwa 𝜙(𝐾𝑎) = 𝜃(𝑎) untuk setiap 𝐾𝑎 ∈
𝐺 ⁄𝐾 . Jadi pemetaan 𝜙 juga bersifat surjektif karena untuk setiap 𝑦 ∈ 𝐻 ada
𝐾𝑎 ∈ 𝐺 ⁄𝐾 sehingga memenuhi 𝑦 = 𝜙(𝐾𝑎). Terakhir, ambil unsur 𝐾𝑎, 𝐾𝑏 ∈ 𝐺 ⁄𝐾
dengan 𝜙(𝐾𝑎) = 𝜙(𝐾𝑏). Di sisi lain, kita tahu bahwa 𝜙(𝐾𝑎) = 𝜃(𝑎) dan 𝜙(𝐾𝑏) =
𝜃(𝑏) sehingga kita memperoleh 𝜃(𝑎) = 𝜃(𝑏). Perhatikan bahwa unsur 𝑎𝑏 −1 ∈ 𝐾
karena 𝜃(𝑎𝑏 −1 ) = 𝜃(𝑎)𝜃 −1 (𝑏) = 𝑒𝐻 dan 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜃) = 𝐾. Berdasarkan Sifat 5.1(4),
kita memperoleh 𝐾𝑎 = 𝐾𝑏 karena 𝑎𝑏 −1 ∈ 𝐾. Jadi terbukti 𝜙 satu-satu dan
dengan demikian terbukti ada isomorfisma dari 𝐺 ⁄𝐾 ke 𝐻, ditulis: 𝐺 ⁄𝐾 ≅ 𝐻. ∎
Misalkan 𝐺 dan 𝐻 dua buah grup. Jika kita membentuk pemetaan
epimorfisma 𝜃: 𝐺 ⟶ 𝐻 dengan 𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜃) = 𝐾 seperti pada Sifat 6.10, maka akan
ada pemetaan isomorfisma 𝜙: 𝐺 ⁄𝐾 ⟶ 𝐻 sehingga 𝜙 ∘ 𝜂 = 𝜃 dengan 𝜂: 𝐺 ⟶ 𝐺 ⁄𝐾
suatu epimorfisma alami seperti pada gambar berikut.

Gambar 6.3 Teorema dasar homomorfisma

Contoh 6.10. Pandang grup ℤ12 dan grup ℤ2 . Ambil 𝑎 ∈ ℤ, 𝑎̅12 ∈ ℤ12 dan 𝑎̅2 ∈ ℤ2 .
Kemudian definisikan pemetaan 𝜃, yaitu:
𝜃: ℤ12 ⟶ ℤ2
𝑎̅12 ↦ 𝑎̅2 untuk setiap 𝑎̅12 ∈ ℤ12
Ambil 𝑎̅12 , 𝑏̅12 ∈ ℤ12 dengan 𝑎̅12 = 𝑏̅12. Karena 12 | (𝑎 − 𝑏), tentu saja
2 | (𝑎 − 𝑏) dan ini mengakibatkan 𝜃(𝑎̅12 ) = 𝑎̅2 = 𝑏̅2 = 𝜃(𝑏̅12 ). Dengan demikian,
jelas pemetaan 𝜃 terdefinisi dengan baik. Sekarang perhatikan kesamaan
berikut ini.

𝜃(𝑎̅12 ⊕ 𝑏̅12 ) = ̅̅̅̅̅̅̅


𝜃 ((𝑎 + 𝑏)12 )
= (𝑎̅̅̅̅̅̅̅
+ 𝑏 )2
= 𝑎̅2 ⊕ 𝑏̅2
= 𝜃(𝑎̅12 ) ⊕ 𝜃(𝑏̅12 )

92
Jadi 𝜃 suatu homomorfisma karena 𝜃(𝑎̅12 ⊕ 𝑏̅12 ) = 𝜃(𝑎̅12 ) ⊕ 𝜃(𝑏̅12 )
untuk setiap 𝑎̅12 , 𝑏̅12 ∈ ℤ12 . Ambil 𝑦̅ ∈ ℤ2 untuk suatu 𝑦 ∈ ℤ pilih 𝑦̅ = ̅̅̅̅̅̅̅̅̅
2𝑘 + 𝑦 ∈ ℤ12
dengan 0 ≤ 𝑘 ≤ 5 sehingga 𝑦̅2 = 𝜃(𝑦̅12 ). Jadi 𝜃 bersifat surjektif.
𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜃) = {0̅12 , 2̅12 , 4̅12 , 6̅12 , 8̅12 , ̅10
̅̅̅12 } = 〈2̅12 〉

Berdasarkan Sifat 6.10, ada isomorfisma 𝜙: ℤ12 ⁄〈2̅12 〉 ⟶ ℤ2 sehingga kita


simpulkan
ℤ12 ⁄〈2̅12 〉 ≅ ℤ2
seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

0̅ 2̅ 4̅
6̅ 8̅ 10
̅̅̅̅ 0̅

1̅ 3̅ 5̅
7̅ 9̅ ̅11
̅̅̅

ℤ12 /〈2̅〉 ℤ2

Gambar 6.4 Isomorfisma 𝜙 dari ℤ12 ⁄〈2̅〉 ke ℤ𝟐

Latihan 6.3

1. Dengan menggunakan teorema dasar homomorfisma, tunjukkan bahwa


a. 𝐺 ⁄{𝑒} ≅ 𝐺 untuk suatu grup 𝐺 dan 𝑒 identitas dari 𝐺!
b. 𝐺 ⁄𝐺 ≅ {𝑒} untuk suatu grup 𝐺 dan 𝑒 identitas dari 𝐺!
c. Jika 𝐺 adalah grup dan 𝜃 adalah suatu homomorfisma dari 𝐺 maka
𝐺 ⁄𝐼𝑛𝑡𝑖(𝜃) ≅ 𝜃(𝐺)!
2. Tunjukkan bahwa jika 𝑘|𝑛 maka ℤ𝑛 /〈𝑘〉 ≅ ℤ𝑘
3. Tunjukkan bahwa ℤ12 ≅ ℤ3 × ℤ4 .
Catatan: pertimbangkan pemetaan 𝑓: ℤ ⟶ ℤ3 × ℤ4 yang diberikan oleh
𝑓(𝑎) = ([𝑎]3 , [𝑎]4 ).
4. Misalkan 𝐾 dan 𝑁 subgrup 𝐺 dengan 𝑁 normal di 𝐺. Tunjukkan pernyataan
berikut ini
a. 𝑁𝐾 = {𝑛𝑘 ∣ 𝑛 ∈ 𝑁, 𝑘 ∈ 𝐾} subgrup yang memuat 𝑁 dan 𝐾.
b. Subgrup 𝑁 normal di 𝑁𝐾.
c. Pemetaan 𝑓: 𝐾 ⟶ 𝑁𝐾/𝑁 dengan 𝑓(𝑘) = 𝑁𝑘 adalah epimorfisma dengan
inti 𝐾 ∩ 𝑁.
d. 𝐾/𝐾 ∩ 𝑁 ≅ 𝑁𝐾/𝑁

93

Anda mungkin juga menyukai