Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI

SEDIAAN STERIL
“PENCAMPURAN BAHAN OBAT AMINOPHYLLIN INJEKSI
DALAM LARUTAN DEKSTROSA 5% (IV. ADMIXTURES)”

DOSEN PENGAMPU : Ibu Ariyanti, M.Sc., Apt


NAMA : Nurul fitriyah
NIM : SK519031
PRAKTIKUM KE : IV
KELOMPOK :3

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL


PRODI S1 FARMASI
TAHUN 2021/2022
Jl. Laut No.31, Ngilir Kec. Kendal, Kabupaten Kendal, Jawa
Tengah 51311
Percobaan IV
PENCAMPURAN BAHAN OBAT AMINOPHYLLIN INJEKSI
DALAM LARUTAN DEKSTROSA 5% (IV.ADMIXTURES)

Nama : Nurul fitriyah Praktikum ke : 4

NIM : SK519031 Kelompok :3

Prodi : S1 Farmasi Hari, Tanggal : Rabu,

I. Tujuan

Agar dapat melakukan basik atau dasar-dasar proses intravena (iv)


admixture aminophylline pada sediaan steril.

II. Dasar Teori

Obat-obat injeksi yang digunakan melalui rute parenteral merupakan


obat-obatan yang paling banyak dipakai pada pasien rawat inap. Sediaan
injeksi ini bisa diberikan secara tunggal, maupun berupa pencampuran
dengan sediaan parenteral lainnya. IV admixture atau pencampuran
sediaan parenteral adalah pencampuran dua atau lebih produk parenteral di
rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan terapeutik pasien secara
individual. Salah satu dari obat parenteral tersebut adalah larutan infus
(Levchuk, 1992).

Pencampuran larutan infus juga memerlukan teknik aseptic dispensing.


Pencampuran yang tidak steril memiliki dampak pada kesehatan seperti
infeksi nosocomial dimana merupakan masalah serius di rumah sakit baik
di negara maju maupun negara berkembang karena meningkatkan
morbiditas dan mortalitas bagi pasien yang terkontaminasi.

Pencampuran ini sudah dilaksanakan secara umum di rumah sakit.


Pelaksanaan pencampuran sediaan parenteral di rumah sakit disebabkan
oleh banyak faktor. Salah satu faktor adalah adanya pengurangan
komplikasi pasien yang terkait dengan pemberian terlalu banyak sediaan
parenteral, seperti sespsis dan phlebitis (Levchuk. 1992). Pasien yang

2
dirawat inap umumnya mendapatkan beberapa sediaan parenteral yang
harus diberikan dalam waktu hampir bersamaan, sedangkan pasien
mempunyai keterbatasan penerimaan obat melalui suntikan vena. Tujuan
lain pelaksanaan pencampuran sediaan parenteral adalah untuk
menyediakan dan menjaga kadar obat tetap dalam darah melalui
pemberian obat secara kontinyu dengan kecepatan yang lambat dan
terkontrol (Kozier dkk., 2004).

Injeksi aminofilin adalah larutan steril aminofilin dalam air untuk


injeksi, atau larutan steril teofilin dalam air untuk injeksi yang dibuat
dengan penambahan etilenadiamina. Tiap ml mengandung aminofilin
setara dengan tidak kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari 107,0% teofilin
anhidrat, C7H8N4O2, dari jumlah yang tertera di etiket. Injeksi aminofilin
boleh mengandung etilenadiamina berlebih, tetapi tidak boleh ditambah
zat lain untuk pengaturan pH. Injeksi tidak boleh digunakan jika telah
terlihat hablur yang memisah (Depkes RI, 1995).

Infus dekstrose adalah larutan steril dekstrose dalam air untuk injeksi.
Mengandung dekstrosa, C6H12O6H2O, tidak kurang dari 95,0% dan tidak
lebih dari 105,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Injeksi dekstrosa
tidak mengandung bahan anti-mikroba (Depkes RI, 1995)

Infus dextrose 5% termasuk dalam obat emergensi. Obat emergensi


adalah obat yang pengelolaannya termasuk dalam kategori kewaspadaan
tinggi, rumah sakit wajib memiliki sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang dapat digunakan dalam penanganan kasus emergensi. Sediaan
emergensi yang dimaksud adalah obat-oat yang bersifat life saving (obat
yang digunakan untuk kondisi kegawatdaruratan) atau life threatening
beserta alat kesehatan yang mendukung kondisi emergensi.

3
III. Alat dan Bahan
Alat:
- APD (Alat Pelindung Diri)
- LAF (Laminar Air Flow)
- Alkohol swab
- Spuit 10 ml
- Alkohol
- Lap

Bahan:

- Ampul aminophilin
- Infus Dextrose 5%

IV. Prosedur Kerja


1. Siapkan alat dan bahan
2. Nyalakan dan atur udara LAF
3. Dibersihkan dahulu LAF menggunakan alkohol
4. Ambil alat dan bahan yang digunakan
5. Bersihkan alat yang akan digunakan menggunakan alcohol swab
6. Ambil aminophilin ampul dan bersihkan menggunakan alkohol swab
7. Patahkan leher ampul
8. Diambil larutan aminophilin 10 ml menggunakan spuit
9. Bersihkan botol infus menggunakan alkohol swab
10. Masukkan spuit kemudian injeksikan larutan aminophilin kedalam
infus
11. Pasang kembali tutup botol infus
12. Gojog campuran larutan
13. Larutan diberi etiket kemudian di uji pH dan sterilitas

Evaluasi Sediaan

 Uji pH (Depkes RI, 1995)

4
Pengujian menggunakan pH meter, penetapan pH ini untuk
mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan.
 Uji kejernihan (Depkes RI, 1995)
Tujuan uji ini untuk memastikan larutan terbebas dari pengotor.
Prinsip uji ini membandingkan kejernihan larutan uji dengan suspensi
padanan dilakukan dibawah cahaya yang terdifusi tegak lurus kea rah
bawah tabung dengan latar belakang hitam. Sesuatu cairan dikatakan
jernih jika kejernihannya sama dengan air atau pelarut yang digunakan,
bila diamati dibawah kondisi seperti tersebut di atas atau jika
opalesensinya tidak lebih nyata dari suspensi padanan I. Persyaratan
untuk derajat opalesensi dinyatakan dalam suspensi padanan I, II, dan
III.
 Uji sterilisasi

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, pH media setelah


sterilisasi apabila menggunakan media trioglikolat cair yaitu 7,1 ± 0,2.
Media trioglikolat cair digunakan untuk inkubasi dalam kondisi aerob.

Cara kerja:

- Pembuatan sampel larutan untuk disterilisasi, nyalakan LAF


bersihkan menggunakan alkohol dan tisu
- Diambil 10 ml larutan kemudian masukkan kedalam media
thioglikolat cair
- Media di inkubasi dengan suhu 37 °C dalam kondisi aerob

V. Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan uji pencampuran bahan obat


aminophylline injeksi dalam larutan dektrosa 5 % (iv admixture). Sebelum
uji dilakukan, petugas harus menggunakan APD agar terlindungi dari
kontaminan. LAF dibersihkan terlebih dahulu menggunakan alkohol
kemudian dilap dengan kain lap yang bersih. Lalu, alat-alat dilap
menggunakan alcohol swab agar steril sebelum digunakan.

5
Pencampuran sediaan parenteral memiliki beberapa kekurangan, salah
satunya adalah kemungkinan terjadinya inkompatibilitas obat yang dapat
mengganggu stabilitas dan atau efektivitas obat yang dicampurkan
(Depkes, 2009). Sepertihalnya, pencampuran sediaan parenteral untuk
pasien rawat inap di bangsal bedah saraf rumah sakit umum daerah Prof.
Dr. Margono Soekarjo 2,55% diantaranya menghasilkan inkompatibilitas
fisika yang terdeteksi secara organoleptis berupa endapan, kristal dank
abut sementara (Maharani, dkk, 2010).

Adapaun beberapa keuntungan yang didapat melalui pemberian obat


dengan cara iv admixture adalah lebih praktis karena larutan infus yang
telah dicampur obat dapat sekaligus berfungsi ganda yaitu larutan infus
sebagai pemelihara keseimbangan cairan tubuh dan ibat yang berada
didalamnya dapat berfungsi mempertahankan kadar terapeutik obat dalam
darah; pada pemberian banyak obat (multiple drug therapy) cara ini
merupakan alternative yang paling bauk mengingat terbatasnya pembuluh
vena yang tersedia, sehingga lebih convenience (nyaman) bagi penderita
(Rahman, 2009).

VI. Kesimpulan
Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa telah
dilakukannya pencampuran obat aminophylline injeksi dalam larutan
dextrose 5% (iv admixture). IV admixture atau pencampuran sediaan
parenteral adalah pencampuran dua atau lebih produk parenteral di rumah
sakit untuk memenuhi kebutuhan terapeutik pasien secara individual dan
pada proses pencampuran larutan infus memerlukan teknik aseptic
dispensing, karena jika pada proses pencampuran tidak steril dapat
memberikan dampak pada kesehatan seperti infeksi nosokomial
yang merupakan masalah serius di rumah sakit baik di negara maju
maupun negara berkembang.

6
VII. Daftar Pustaka

Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen


Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.

Dewi, S. S., Rahmawati, F., & Pratiwi, S. U. U. T. (2018).


Kontaminasi Bakteri pada Sediaan Campuran Intravena di Bangsal
Perawatan Rumah Sakit. Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 5(1), 7-11.

Maharani, L., Achmad, A., & Utami, E. D. (2013). Pengaruh


Edukasi Apoteker Terhadap Sikap dan Pengetahuan Perawat tentang
Pencampuran Sediaan Parenteral. Jurnal Keperawatan Soedirman, 8(2).

Rahman, Latifah dan Natsir Djide. (2009). Sediaan Farmasi Steril..


Lembaga Penerbitan Unhas: Makassar.

Rusli. (2018). Farmasi Klinik. Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia. Available in: http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2018/09/Farmasi-Klinik_SC.pdf

Anda mungkin juga menyukai