Anda di halaman 1dari 17

Aseptik

Dispensing dan
Rekonstitusi IV
Raditya Iswandana

1
FORMULASI
PENCAMPURAN
INTRAVENA
2
• Obat-obat yang sediaannya berbentuk dry powder seperti amoksisilin
memerlukan rekonstitusi dengan aqua pro injeksi atau NaCl 0,9% sebelum
digunakan (Departemen kesehatan, 2009).

• Preparasi dari larutan yang memerlukan pelarut tambahan sebelum


digunakan (Contoh : Ranitidine, amiodaron). Keuntungan dari preparasi
ini adalah sudah berbentuk cairan, jadi tidak memerlukan proses
rekonstitusi lagi (Departemen Kesehatan, 2009).

• Preparasi tersedia (siap untuk digunakan) tanpa pelarut tambahan.


Preparasi ini dapat berupa kantong atau ampul dengan volume kecil yang
dapat dibuat tanpa pelarut tambahan, tapi tetap mengandung larutan
obat untuk dieliminasi ke dalam syringe untuk pembuatan, contoh :
adenosine, gentamisin, metoklopramid (Departemen Kesehatan, 2009). 3
• Preparasi tersedia (siap untuk digunakan). Preparasi ini termasuk kantong
infus dan syringe yang belum diisikan (pre-filled), contohnya: NaCl (Sodium
Chloride) 0,9% 500 ml, morfin sulfat 60 mg dalam 60 ml PCA syringe.

Keuntungannya adalah : tidak ada risiko kontaminasi lingkungan, kecilnya


kontaminasi mikrobakteri, mudah digunakan, dan menghemat waktu
(Departemen Kesehatan, 2009).

• Contoh permintaan dari pencampuran intravena:


R/     Theophylin               2 g
Etilendiamin             0,55 g
Aqua p.i ad                100 ml   (USP)
4
EVALUASI HASIL
PENCAMPURAN
INTRAVENA
5
Uji pH
• Pengujian menggunakan pH meter, penetapan pH ini mengetahui pH sediaan
sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.

Uji Kebocoran
• Pengujian kemasannya yaitu dengan melapisi permukaan bawah menggunakan
kertas putih, jika kertas basah maka kemasan sediaan tersebut terdapat
kebocoran.

Uji Kejernihan
• Tujuan uji ini memastikan larutan terbebas dari pengotor. Prinsip uji ini
membandingkan kejernihan larutan uji dengan suspensi padanan dilakukan
dibawah cahaya yang terdifusi tegak lurus ke arah bawah tabung dengan latar
belakang hitam sesuatu cairan dikatakan jernih jika kejernihannya sama dengan air
atau pelarut yang digunakan bila diamati di bawah kondisi seperti tersebut di atas
atau jika opalesensinya tidak lebih nyata dari suspensi padanan I. Persyaratan
untuk derajat oplesensi dinyatakan dalan suspensi padanan I, II, dan III. 6
Permasalahan

7
1. Inkompatibilitas in vitro
• Ditandai dengan adanya kekeruhan, cloudness, endapan atau perubahan warna.
Beberapa kemungkinan interaksi in vitro dapat terjadi akibat dari:
• Interaksi antara obat dengan obat lain yang ditambahkan. Selain inkompatibilitas in
vitro, inkompatibilitas terapetik juga dapat terjadi apabila terdapat lebih dari satu
macam obat yang ditambahkan ke dalam larutan infus.
• Interaksi antara obat dengan bahan pembantu.
• Interaksi antara bahan pembantu dengan bahan pembantu.
• Interaksi antara obat dengan wadah.
• Interaksi antara bahan pembantu dengan wadah.
• Interaksi antara obat dengan larutan infus.
• Adanya interaksi–interaksi ini dikhawatirkan dapat merubah sifat fisika dan kimia obat
tersebut, sehingga akan menurunkan aktivitas obat dan potensi larutan infusnya
sendiri, obat menjadi tidak aktif, obat dapat berubah respon terapetiknya, dan
meningkatkan toksisitas obat.

8
2.
2. Inkompatibilitas
Inkompatibilitas terapetik
terapetik (in
(in vivo)
vivo)
• Dikenal juga sebagai inkompatibilitas fisiologis. Adalah jenis inkompatibilitas yang menghasilkan efek
yang tidak diinginkan secara in vivo.
• Ada 5 tipe:
• Dosis berlebih
• Salah bentuk sediaan
• Kontraindikasi
• Obat sinergis
• Obat antagonis
• Contoh: furosemide (Lasix), phenytoin (Dilantin), heparin, midazolam (Versed), and diazepam
(Valium)

3.
3. Sterilitas
Sterilitas
• Pencampuran bahan obat ke dalam larutan infus yang tidak menggunakan cara-cara aseptik dapat
mengakibatkan masuknya mikroorganisme ke dalam sediaan.

4.
4. Adanya
Adanya partikel
partikel dalam
dalam sediaan
sediaan parenteral
parenteral
• Partikel dapat berasal dari tutup karet vial, pecahan kaca pada saat mematahkan ampul, rambut, atau
kain petugas. 9
• Masalah–masalah yang dapat muncul terkait preparasi sediaan iv-
admixture adalah ketidaksesuaian alat transfer yang digunakan untuk
pemindahan volume yang dibutuhkan dari satu atau lebih SVP ke
wadah infus, seperti suntikan dan jarumnya. Untuk mencegah infeksi
karena masalah–masalah tersebut hal-hal yang dapat dilakukan adalah:
• Menghisap obat dari ampul dengan cepat agar tidak terjadi kontaminasi
larutan. Ampul jangan pernah dibiarkan dalam keadaan terbuka.
• Mencegah jarum menyentuh daerah yang terkontaminasi misalnya sisi luar
ampul atau vial, permukaan luar tutup jarum, tangan perawat, bagian atas
wadah obat atau permukaan meja.
• Mencegah spuit terkontaminasi dengan tidak menyentuh badan penghisap
atau bagian dalam karet, dan menjaga ujung spuit tertutup per tutup atau
jarum (Potter dan Pery, 2005).
10
WADAH
PENYIMPANAN
11
• Beberapa komponen pengemas dapat menyebabkan perubahan fisika dan kimia yang
mungkin bersifat time-temperature dependent. Gelas (kaca) dan plastik merupakan
komponen pengemas yang banyak digunakan (Gennaro, 2000).
• Penggunaan pengemas gelas memiliki beberapa kekurangan, seperti lepasnya alkali, namun
hal ini dapat diatasi dengan pemilihan pengemas gelas yang sesuai dengan sediaan. Pemilihan
pengemas yang sesuai dapat dilakukan berdasarkan komposisi pengemas gelas yang
bervariasi tergantung jumlah dan tipe silika yang ditambahkan serta kondisi perlakuan panas
yang digunakan (Gennaro, 2000).
• Pengemas plastik yang digunakan:
• Polyethylene
• Polystyrene
• Polyvinyl chloride
• Polypropylene
Densitas yang berbeda untuk menyesuaikan dengan sediaan tertentu. Kekurangan dari pengemas plastik
yaitu bahan dari plastik sendiri dapat terlepas ke dalam sediaan, atau komponen sediaan dapat terabsorbsi
oleh dinding pengemas. Salah satu contohnya yaitu pada minyak atsiri yang bersifat permeabel terhadap
plastik. Gas seperti oksigen atau karbon dioksida di udara, diketahui bermigrasi melalui dinding pengemas
dan dapat mempengaruhi sediaan (Gennaro,2000).
12
Cara Bekerja di
LAF/BSC
13
• Laminar Air Flow (LAF)

LAF
LAF Horizontal
Horizontal LAF
LAF Vertikal
Vertikal Visualisasi
Visualisasi Aliran
Aliran 14
• Biological Safety Cabinet (BSC)

kelas
kelas II kelas
kelas IIII kelas
kelas III
III 15
Referensi
• Departemen Kesehatan. 2009. Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan
Klinik.
• Departemen Kesehatan. 2009. Pedoman Pencampuran Obat Suntik Dan Penanganan Sediaan Sitostatika . Jakarta:
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik.
• Elisa. 2009. Pencampuran Sediaan Steril. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.
• Gennaro, A.R. 2000. Remington: The Science and Practice of Pharmacy, 20th Ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins.
• Kastango, E. S. 2004. The ASHP Discussion Guide for Compounding Sterile Preparations . USA: American Society of Health-
System Pharmacists and Baxter Healthcare Corporation.
• Murney, P. 2008. To Mix or Not To Mix-Compatibilities of Parenteral Drug Solutions, Australian Prescriber, 31(4), 98.
• Nagaraju, A., et al. 2015. Assesment of Intravenous Admixtures Incompatibilities & The Incidence of Intravenous Drug
Administration Errors. World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 4(08), 1227-1237.
• Potter, P. A dan Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
• Trissel. L. A. 2003. Hanbook on Injectable Drugs. 12th Edition. USA: American Society of Health System Pharmacists
• https://teknonatura.wordpress.com/2018/12/12/pencampuran-intravena/

16
• Semoga Bermanfaat .....

Terima kasih
17

Anda mungkin juga menyukai