Anda di halaman 1dari 112

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/342975190

ETIKA BISNIS

Book · July 2020

CITATIONS READS

0 2,492

1 author:

Kurnia Ekasari
Politeknik Negeri Malang
22 PUBLICATIONS   16 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Kurnia Ekasari on 16 July 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


i
Etika Bisnis

Penulis:
Kurnia Ekasari
Dyah Metha Nurfitriasih

Penerbit:
Polinema Press

ii
Etika Bisnis

Hak Cipta © Kurnia Ekasari


Hak Cipta © Dyah Metha Nurfitriasih

Hak Terbit pada POLINEMA PRESS

Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang


Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141
Telp. (0341) 404424, 404425
Fax. (0341) 404420
UPT. Percetakan dan Penerbitan
Gedung AU ground floor
polinemapress@gmail.com
www.polinemapress.org
press.polinema.ac.id
Anggota APPTI (Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi
Indonesia) no. 207/KTA/2016
Anggota IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) no.
177/JTI/2017

Cetakan Pertama, Desember 2019

ISBN : 978-623-7408-54-3

vii; 104 hlm.; 15,5 x 23 cm

Setting & Layout : Avin Rizaldy


Cover Design : S. Hariyanto
Penyunting : Rizki Putri Ramadhani

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini


dalam bentuk dan dengan cara apapun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari
penerbit. Pengutipan harap menyebutkan sumber.

iii
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
Tentang Hak Cipta

1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak


ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i
untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin


Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak
ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin


Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak
ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada


ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar
rupiah).

iv
PRAKATA

Segala puja dan puji penulis haturkan kehadirat Allah SWT, atas
berkat rahmat dan karuniaNya, buku Etika Bisnis ini dapat
terselesaikan.

Buku Etika Bisnis ini diharapkan memberi manfaat bagi


mahasiswa dan masyarakat umum yang peduli tentang Etika
dalam Bisnis. Buku diharapkan dapat memberikan wawasan
tentang pentingnya etika dalam segala aspek kehidupan, terutama
dalam bidang bisnis.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan banyak


terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
sumbangsih pemikiran sehingga buku ini dapat diterbitkan.

Malang, Oktober 2019

Tim Penyusun
Kurnia Ekasari
Dyah Metha Nurfitriasih

v
DAFTAR ISI

Daftar Isi vi
Kata Pengantar v

BAB 1 Memahani Etika dalam Bisnis 1


Pendahuluan 1
Makna Etika 2
Mengapa belajar etika dalam bisnis? 4
Pentingnya Etika dalam Bisnis 9
Pertanyaan diskusi 12

BAB 2 Teori-teori Etika 13


Pendahuluan 13
Teleologi 17
Egoisme 18
Utilitarianisme 20
Deontologi 23
Teori Kebajikan 24
Diskusi Kasus 25
Pertanyaan diskusi 26

BAB 3 Bisnis: Tujuan & Hakikat 28


Tujuan Bisnis 28
Hakikat Etika Bisnis 30
Pertanyaan diskusi 33

BAB 4 Etika bisnis : Oxymoron atau bisnis baik? 34


Etika bisnis : Oxymoron 34
Etika Bisnis Vs Self Interest 35
Kebaikan Dalam Bisnis 37
Etika Pasar Bebas 38
Pertanyaan diskusi 40

BAB 5 Pondasi Agama dalam Etika Bisnis 41


Pertanyaan diskusi 48
vi
BAB 6 Keadilan Ekonomi 49
Pertanyaan diskusi 55

BAB 7 Whistleblowing Dan Loyalitas Karyawan 56


Pendahuluan 56
Jenis-jenis Whistleblowing 58
Metode Untuk Menganalisis Whistleblowing 60
Pentingnya Loyalitas Karyawan 64
Hak Karyawan 67
Pertanyaan Diskusi 73

BAB 8 Etika Dalam Bidang Keuangan 74


Pendahuluan 74
Masalah Etis Dalam Layanan Keuangan 76
Intermedier Keuangan 78
Etika Sistem Pasar 80
Prinsip Etis Pasar 80
Penghindaran Peniuan dan Kebohongan 81
Manajer Investasi Vs Personal Trading 84
Perencana Keuangan 88
Pertanyaan Diskusi 92

BAB 9 93
Pertanyaan Diskusi 99

Daftar Pustaka 100


Index 103

vii
BAB 1
MEMAHAMI ETIKA DALAM BISNIS

Tujuan Belajar
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan mampu:
1. Menjelaskan makna etika
2. Menguraikan mengapa perlu belajar etika dalam bisnis
3. Menjelaskan pentingnya etika dalam bisnis

Pendahuluan
Banyak cerita tentang perilaku tidak etis dalam bisnis, di
antaranya skandal yang terjadi dalam bidang keuangan, tabungan
dan pinjaman, dan industri lain yang menyebabkan kekhawatiran
tentang etika di tempat kerja. Kesuksesan seringkali diukur hanya
dalam bentuk uang mencerminkan perilaku dari banyak orang di
masyarakat kita. Keinginan untuk memiliki akan barang dan jasa
semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan
ekonomi masyarakat, demikian juga bisnis juga mencerminkan
nilai-nilai, kepercayaan, dan tujuan pribadi masyarakat. Peran
penting etika untuk bisnis dapat dilihat pada praktek bisnis yang
mengesampingkan etika sehingga menimbulkan resiko serius
bagi bisnis dan dapat mengakibatkan kerusakan besar pada bisnis
dan masyarakat, serta dapat menimbulkan konflik antara tujuan
bisnis dan norma etika. Untuk alasan itulah maka perlu
pemahaman tentang pentingnya etika dalam bisnis.

1
Makna Etika
Kata etika memiliki sejumlah makna. Dalam kamus
Merriam-Webster, etika dapat diartikan sebagai:
a. Disiplin yang berhubungan dengan apa yang baik dan buruk
dan dengan tugas dan kewajiban moral Seperangkat prinsip
atau nilai moral
b. Seperangkat prinsip moral
c. Prinsip-prinsip perilaku yang mengatur individu atau
kelompok
Dari beberapa definisi tersebut dapat dinyatakan bahwa etika
berkaitan dengan perilaku benar atau salah.
Menurut Duska dan Duska dalam bukunya “Contemporary
Reflection on Business Ethic”, disiplin etika meliputi
pemeriksaan dan evaluasi terhadap tindakan, praktik sosial,
lembaga, dan sistem untuk menentukan apakah dan mengapa
mereka baik atau buruk, benar atau salah, dan apakah harus
dipromosikan atau direformasi (Duska, 2007). Disiplin etika
untuk memastikan bahwa tindakan, praktik atau suatu sistem
telah bermoral atau tidak bermoral. Lebih lanjut dalam buku
tersebut dicontohkan bahwa disiplin etika dapat digunakan untuk
mengevaluasi dan mempertimbangkan apakah hukuman mati
dapat diterima secara moral dan tidak, siapa yang terlibat dan atas
dasar apa hukuman mati tersebut harus dilanjutkan atau
dihentikan. Peneltian dilanjutkan dengan menanyakan atas dasar
apa seseorang dapat membenarkan tindakan atau praktik

2
semacam itu, pembenaran tersebut kemudian akan diperiksa dan
dievaluasi untuk melihat apakah dapat diterima atau tidak
Etika bukan satu-satunya cara untuk mempelajari moralitas.
Ilmu-ilmu sosial, seperti antropologi, sosiologi, dan psikologi,
juga mempelajari moralitas, tetapi melakukannya dengan cara
yang berbeda dari pendekatan moralitas yang diambil etika, yaitu
studi deskriptif moralitas. Dalam Etika, pokok masalah sebagai
disiplin adalah tindakan manusia. Etika bukan hanya deskriptif,
yang menyajikan pengamatan tentang karakteristik seseorang
atau sesuatu, namun lebih bersifat preskiptif, yaitu digunakan
untuk mengevaluasi tindakan manusia dan merekomendasikan
atau menyetujui tindakan tersebut. Para filsuf seringkali
menyebut etika sebagai disiplin praktis, hal ini akan menjadi sia-
sia kecuali bila tindakan diarahkan sesuai dengan evaluasi yang
telah dilakukan.
Etika pada dasarnya merupakan studi normatif moralitas.
Studi normatif adalah studi yang mencoba mencapai kesimpulan
normatif, yaitu kesimpulan tentang hal-hal apa yang baik atau
buruk atau tentang tindakan apa yang benar atau salah. Tujuan
studi normatif untuk menemukan apa yang seharusnya. Etika
adalah studi tentang standar moral yang tujuan eksplisitnya
adalah untuk menentukan sejauh mungkin standar mana yang
benar atau didukung oleh alasan terbaik, dan dengan demikian ia
berusaha mencapai kesimpulan tentang kebenaran dan kesalahan
moral serta moral yang baik dan yang jahat.

3
Mengapa Belajar Etika Dalam Bisnis?
Pembelajaran etika memungkinkan seseorang untuk
menerapkan prinsip-prinsip etika pada tindakan, yaitu berupa
keterampilan untuk menentukan apa yang harus dilakukan dan
kapan melakukannya. Ketika menentukan apa yang harus
dilakukan dalam situasi khusus, seseorang tidak hanya perlu
mengevaluasi situasi dengan mempertimbangkan aturan dan
prinsip etika namun juga perlu untuk melihat situasi dan melihat
apa sebenarnya masalah etika yang terkait.
Etika bisnis merupakan studi khusus tentang kebenaran dan
kesalahan moral yang berfokus pada lembaga bisnis, organisasi,
dan kegiatan. Sementara yang dimaksud dengan etika bisnis
adalah studi tentang standar moral dan bagaimana standar
tersebut berlaku untuk sistem sosial dan organisasi di mana
masyarakat modern memproduksi dan mendistribusikan barang
dan jasa, dan untuk kegiatan orang-orang yang bekerja di dalam
organisasi ini (Velasquez, 2014). Etika bisnis, dengan kata lain,
merupakan bentuk dari etika terapan, yang tidak hanya mencakup
analisis norma-norma moral dan nilai-nilai moral, tetapi juga
mencoba menerapkan kesimpulan analisis pada bermacam-
macam lembaga, organisasi, dan kegiatan yang disebut bisnis.
Terdapat tiga jenis masalah yang dipelajari dalam etika bisnis
(Velasquez, 2014), yaitu:

4
1. Sistemik
Berkaitan dengan hal etis yang berkaitan tentang
ekonomi, politik, hukum, dan institusi lain di mana bisnis
beroperasi. Jika sebuah perusahaan mencoba untuk
menangani masalah sistemik, misalnya budaya untuk
menyuap agar suatu ijin pendirian usaha dapat
dikeluarkan, maka masalah tersebut harus ditangani pada
tingkat sistemik, yaitu, harus ditangani melalui tindakan
terkoordinasi dari banyak kelompok sosial yang berbeda.
2. Etika Perusahaan
Berhubungan dengan pertanyaan tentang perusahaan
tertentu dan kebijakan yang dibuat, budaya, iklim,
dampak, atau tindakan. Masalah etika perusahaan hanya
dapat diselesaikan melalui perusahaan atau solusi
perusahaan. Jika suatu perusahaan memiliki budaya yang
mendorong kesalahan moral, kemudian bermaksud
mengubah budaya tersebut, maka perusahaan
membutuhkan kerja sama dari banyak orang yang
membentuk perusahaan agar budaya tersebut bisa
dihilangkan.
3. Etika Individual
Berkenaan dengan pertanyaan tentang keputusan
individu, perilaku, atau karakter. Masalah etika individu
dapat diselesaikan melalui keputusan dan tindakan
individu bahkan melalui reformasi individu.

5
Beberapa pelaku bisnis berargumen bahwa etika tidak perlu
dimasukkan ke dalam bisnis, karena etika dianggap mengatur
semua kegiatan manusia secara sukarela, sementara bisnis adalah
kegiatan manusia sukarela. Akibatnya mereka keberatan untuk
menerapkan standar etika dengan alasan bahwa mereka harus
mengejar kepentingan keuangan perusahaan dan tidak perlu
mengalihkan energi atau sumber daya perusahaan mereka dengan
melakukan pekerjaan yang baik. Namun kenyataannya bisnis
tidak bisa hidup dan berlangsung lama, kecuali jika orang-orang
yang terlibat dalam bisnis dan masyarakat sekitarnya mematuhi
standar etika minimal (Velasquez, 2014). Lebih lanjut
(Velasquez, 2014) menjelaskan tiga jenis argumen yang berbeda
untuk mendukung pandangan ini:
1. Pendapat bahwa pasar bebas sangat kompetitif.
Pengejaran keuntungan dengan sendirinya akan memastikan
bahwa anggota masyarakat dilayani dengan cara yang paling
bermanfaat secara sosial (Filer, 1983). Agar diperoleh usaha
yang menguntungkan, masing-masing perusahaan harus
menghasilkan hanya apa yang dibutuhkan oleh masyarakat
dengan cara paling efisien, sehingga anggota masyarakat akan
mendapat manfaat paling besar. Bila para manajer tidak
memaksakan nilai-nilai pada sebuah bisnis, dan lebih
mementingkan pada pengejaran keuntungan dan kepentingan
pribadi, maka mereka dapat menghasilkan suatu hal yang
efisien dan dihargai oleh anggota masyarakat.

6
Argumen tersebut menyimpan asumsi tersembunyi,
bahwa:
(a) Tidak semua pasar industri sangat kompetitif,
sepanjang perusahaan tidak harus bersaing, mereka
dapat memaksimalkan keuntungan meskipun
produksi tidak efisien.
(b) Setiap langkah yang diambil untuk meningkatkan
laba tentu akan bermanfaat secara sosial. Pada
kenyataannya, beberapa cara yang digunakan untuk
meningkatkan laba tidak mengindahkan
kepentingan masyarakat, seperti membiarkan polusi
berbahaya tidak terkendali, iklan yang menipu,
menyembunyikan bahaya produk, penipuan,
penyuapan, penggelapan pajak, dan sebagainya.
(c) Adanya pendapat yang menyatakan bahwa
memproduksi barang apa pun yang diinginkan oleh
masyarakat berarti telah memenuhi keinginan
masyarakat. Namun sebagian besar masyarakat,
yang miskin dan yang kurang beruntung, belum
tentu terpenuhi keinginannya ketika perusahaan
memproduksi apa yang diinginkan pembeli, karena
segmen masyarakat ini tidak dapat berpartisipasi
sepenuhnya di pasar.
(d) Adanya kebiasaan untuk membuat argumen penilaian
yang normatif, di mana manajer telah terpola untuk

7
berpikir mengejar keuntungan sebagai tujuan utama
perusahaan dengan berdasarkan beberapa standar
moral yang tidak terucapkan dan tidak terbukti,
misalnya orang harus melakukan apa pun yang akan
bermanfaat bagi mereka yang berpartisipasi dalam
pasar. Meskipun seolah-olah berusaha
menunjukkan bahwa etika tidak penting, namun
standar etika yang disumsikan tidak terbukti untuk
menunjukkan hal ini.
2. Kewajiban manajer yang paling penting adalah kesetiaan
kepada perusahaan tanpa memandang etika. Menurut (Dey &
Hill, 2007) manajer merupakan agen loyal bagi perusahaan,
yang dicirikan dengan tiga hal berikut:
a. Sebagai agen loyal dari majikannya, manajer memiliki
tugas untuk melayani majikan karena majikan ingin
dilayani (jika majikan memiliki keahlian agen).
b. Seorang majikan ingin dilayani dengan cara apa pun
yang akan memajukan kepentingannya.
c. Sebagai agen loyal dari majikan, manajer memiliki
kewajiban untuk melayani majikan dengan cara apa
pun yang akan memajukan kepentingan majikan.

Meskipun manajer berperan sebagai agen loyal, namun


seyogyanya manajer harus berani berargumentasi dan
mengambil tindakan yang mengatasnamakan kebenaran, tidak

8
hanya menuruti kemauan dan perintah dari perusahaaan untuk
selalu mengejar keuntungan namun juga memperhatikan
kepentingan para pegawai dilingkungan perusahaan,
masyarakat dan lingkungan sehingga harmonisasi kehiduan
dapat tercapai.
3. Selama perusahaan mematuhi hukum, mereka akan melakukan
semua yang diminta etika. Bagi pebisnis, hal ini dapat
diartikan apabila mereka mematuhi hukum, maka dapat
dikatakan mereka sudah beretika.
Sekalipun tidak selamanya mematuhi hukum berarti
sudah beretika, karena terkadang undang-undang
mensyaratkan perilaku yang sama dengan perilaku yang
disyaratkan oleh standar moral. Hal ini tidak berarti bahwa
etika tidak ada hubungannya dengan kepatuhan terhadap
hukum (Orfield, Losen, Wald, & Swanson, 2004). Banyak
standar moral telah dimasukkan ke dalam ranah hukum karena
adanya standar moral yang harus ditegakkan dengan hukuman
melalui sistem hukum. Sementara itu, hukum terkadang
dihapus dari buku-buku hukum ketika hukum tersebut
melanggar standar moral.

Pentingnya Etika dalam Bisnis


Etika bisnis menghadapi tantangan yang sangat dinamis dan
semakin kompleks. Bisnis terus-menerus menghadapi tantangan
etika baru sehingga perlu memiliki alat untuk mengenali dan

9
mengatasi permasalahan etis baru secara efektif, misalnya
tantangan etis baru dalam bisnis yang dihasilkan dari kemajuan
teknologi, seperti masalah keamanan dan privasi yang terkait
dengan penyimpanan dan analisis data, atau tantangan etis dan
risiko terkait penggunaan media sosial (Shaw & Barry, 2016).
Lebih lanjut (Shaw & Barry, 2016) menjelaskan bahwa
meningkatnya globalisasi dan kompleksitas global dari bisnis
modern meningkatkan pula tantangan di bidang etika, dalam
konteks global, bisnis perlu mengembangkan kemampuan untuk
saling berhubungan dengan menggunakan persyaratan normatif
yang berbeda. Misalnya kepatuhan terhadap nilai-nilai, prinsip,
dan aturan mereka sendiri, kepatuhan terhadap berbagai kerangka
kerja hukum di negara tempat mereka beroperasi, dan mengikuti
prinsip-prinsip global yang mendasar, seperti hak asasi manusia,
dan menghormati perbedaan budaya.
Dalam pandangan (Shaw & Barry, 2016), bisnis di masa kini
dan masa datang akan menghadapi tantangan sistemik mendasar,
seperti tantangan keberlanjutan. Hal ini dikarenakan batasan
lingkungan sistemik pada skala global, sehingga bisnis harus
memikul tanggung jawab atas dampak lingkungan, global, dan
masa depan dari operasi bisnis perusahaan, rantai pasokan, dan
siklus hidup produk. Kemampuan untuk menganalisis secara
sistematis tantangan ini sangat penting untuk keberhasilan bisnis
jangka panjang dan aspek penting dari manajemen strategis.

10
Sementara itu, beberapa alasan tentang pentingnya etika
dalam bisnis dikemukakan oleh (Velasquez, 2014), yaitu:
1. Jika semua manajer, karyawan, dan pelanggan berpikir bahwa
secara moral diperbolehkan untuk mencuri, berbohong, atau
melanggar perjanjian mereka dengan perusahaan, maka setiap
bisnis individu akan runtuh atau mati. Karena tidak ada bisnis
yang dapat eksis sepenuhnya tanpa etika, setiap bisnis
memerlukan setidaknya kepatuhan minimal terhadap etika dari
pihak yang terlibat dalam bisnis.
2. Semua bisnis membutuhkan masyarakat yang stabil dalam
melakukan urusan bisnis. Namun, stabilitas masyarakat mana
pun mengharuskan anggotanya mematuhi standar etika
minimal. Menurut Hobbes, dalam masyarakat tanpa etika,
ketidakpercayaan dan kepentingan pribadi yang tidak
terkendali akan menciptakan "perang setiap orang melawan
setiap orang" dan dalam situasi seperti itu, hidup akan menjadi
"jahat, brutal, dan pendek” (Velasquez, 2014). Karena bisnis
tidak dapat bertahan tanpa etika, maka kepentingan bisnis
terbaik adalah untuk mempromosikan perilaku etis baik di
antara anggotanya sendiri maupun dalam masyarakatnya yang
lebih besar.
Pada akhirnya dapat disimpulkan, bahwa etika berlaku
untuk semua aktivitas manusia, termasuk dalam hal ini dalam
menjalankan suatu bisnis. Bisnis tidak dapat bertahan tanpa
etika, karena hasil penelitian menunjukkan korelasi negatif

11
bahwa etika merupakan sebuah hambatan dalam meraih laba,
hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kinerja perusahaan
yang bertanggung jawab secara sosial di pasar saham dan telah
menyimpulkan bahwa perusahaan yang beroperasi secara etis
berdampak pada pengembalian (return) yang lebih tinggi
daripada perusahaan lain (Shaw & Barry, 2016). Sehingga
dapat dikatakan bahwa etika tidak mengurangi laba dan
berkontribusi atau konsisten dengan peraihan keuntungan.
Secara umum, pelanggan, karyawan, dan masyarakat pada
umumnya peduli tentang penerapan etika dalam suatu
perusahaan, masyarakat maupun lingkungan sekitarnya.

Pertanyaan Diskusi
1. Apa pengertian Etika?
2. Apa yang dimaksud dengan keyakinan moral? Jelaskan
dan beri contoh!
3. Apa yang dimaksud dengan disiplin etika? Jelaskan
mengapa disiplin etika penting!
4. Mengapa etika penting dalam bisnis? Jelaskan!
5. Ada berapa teori etika? Jelaskan masing-masing!

12
BAB 2
TEORI-TEORI ETIKA

Tujuan Belajar
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan mampu:
1. Menjelaskan alasan untuk bertindak etis
2. Menguraikan tentang jenis-jenis teori etika

Pendahuluan
Teori etika menyediakan kerangka yang memungkinkan kita
memastikan benar tidaknya keputusan moral yang akan kita
lakukan. Berdasarkan suatu teori etika, keputusan moral yang kita
ambil bisa menjadi beralasan. Suatu teori etika akan membantu
kita mengambil keputusan moral yang tahan uji, karena teori etika
menyediakan justifikasi untuk keputusan kita. Duska (2007)
mengemukakan beberapa pertanyaan berikut ini untuk membantu
meyakinkan apakah tindakan yang kita lakukan benar atau salah:
1. Apakah tindakannya baik untuk saya?
Jika seseorang dapat melakukan tindakan yang baik untuk
diri sendiri atau menguntungkan dirinya sendiri, maka dia
telah memiliki alasan untuk melakukan tindakan yang baik.
2. Apakah tindakannya melanggar hak siapapun?
Pada prinsipnya semua manusia memiliki hak. Ini berarti
bahwa mereka berhak diperlakukan dengan cara tertentu,

13
dalam perspektif prinsip keadilanhal ini berarti setiap orang
memiliki hak untuk diperlakukan secara setara. Duska,
(2007) menekankan bahwa terdapat dua jenis hak, yaitu hak
negatif dan hak positif. Hak-hak negatif adalah hak untuk
hal-hal yang tidak perlu disediakan oleh siapa pun untuk kita,
yaitu berupa hal-hal yang sudah kita miliki harus dihormati
dan tidak diambil, misanya: hak untuk hidup, hak untuk
kebebasan, hak untuk berpendapat, hak atas properti.
Sedangkan Hak-hak positif adalah hak untuk mendapatkan
sesuatu yang disediakan. Misalnya, seorang anak memiliki
hak positif untuk disekolahkan.
3. Apakah tindakannya baik atau membahayakan masyarakat?
Apabila kita berpikir secara etis, maka kita akan tiada
berhenti untuk selalu mempertimbangkan manfaat tindakan
yang akan kita lakukan untuk diri kita sendiri, dan
memikirkan manfaat dan akibatnya terhadap orang yang
akan terpengaruh atas tindakan tersebut. Harus disadari
bahwa tidak semua tindakan yang dilakukan di dunia akan
mempengaruhi kita, jika alasan yang baik untuk melakukan
suatu tindakan adalah menguntungkan bagi diri sendiri, maka
seyogyanya orang lain juga akan diuntungkan.
4. Apakah tindakan itu adil?
Di dunia ini setiap orang memiliki keyakinan bahwa dia
harus diperlakukan sama dengan orang lainnya, mengikuti
salah satu prinsip keadilan yaitu kesetaraan. Meskipun sering

14
terjadi ketidaksepakatan tentang siapa dan hal apa yang
sama, namun semua orang harus diperlakukan sama, kecuali
terdapat perpedaan yang relevan yang sudah disepakati
bersama tentang hal yang boleh tidak setara.
5. Sudahkah saya memiliki komitmen tersirat atau eksplisit?
Apakah anda memiliki komitmen? Komitmen merupakan
janji baik eksplisit atau implisit terhadap tindakan yang
diusulkan, sehingga janji-janji tersebut harus ditepati. Selain
itu adanya harapan bahwa komitmen yang sudah disepakati
dapat dilampaui dalam bentuk capaian hasil dari pekerjaan
yang dilakukan. Dengan demikian masing-masing orang
bertanggungjawab terhadap komitmen yang dibuatnya.

Studi etika harus membantu menjawab beberapa pertanyaan


di atas. Etika melibatkan analisis dan evaluasi keyakinan moral
(moral belief). Duska (2007) menjelaskan bahwa keyakinan
moral merupakan penilaian tentang apakah tindakan manusia
tertentu, praktik, institusi, atau sistem benar atau salah. Tindakan
yang sesuai dengan etika adalah yang mempengaruhi orang lain
dan diri kita secara positif atau negatif melalui beberapa cara.
Selain tindakan, etika dapat memeriksa dan mengevaluasi praktik
sosial, institusi, dan sistem.
Evaluasi terhadap keyakinan moral perlu dilakukan untuk
menjawab pertanyaan apakah keyakinan itu benar. Banyak orang
berpikir bahwa memegang keyakinan moral saja sudah cukup

15
untuk membuatnya benar. Akan tetapi, karena keyakinan moral
itu sifatnya subyektif, maka terkadang akan muncul argumen
bahwa keyakinan tersebut belum tentu benar bagi orang lain.
Keyakinan moral merupakan sesuatu yang tidak bisa dilihat
dengan kasat mata, sehingga tidak bisa diverifikasi atau
dibenarkan seperti halnya keyakinan faktual. Untuk itu
dibutuhkan prosedur untuk menentukan apa yang harus dilakukan
dan apa yang tidak boleh dilakukan. Jika ada alasan bagus untuk
melakukan tindakan, misalnya suatu hal yang menguntungkan
diri pribadi seseorang dan masyarakat serta tidak melanggar
keadilan atau komitmen, maka tindakan tersebut bisa dilakukan.
Akan tetapi bila suatu tindakan tidak menguntungkan diri
seseorang atau masyarakat, tidak adil, dan melanggar komitmen,
maka sebaiknya tindakan tersebut ditinggalkan.
Pada dasarnya, teori-teori etika berupa prinsip-prinsip
umum yang digunakan sebagai landasan dasar bagi semua aturan
etika atau penilaian. Teori-teori etika digunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan ketika seseorang dihadapan pada suatu
dilemma etika. Dilema etika merupakan masalah yang muncul
ketika salah satu alasan untuk melakukan suatu tindakan
diimbangi oleh alasan untuk tidak melakukannya. Karena ada
dilema, ahli etika mencari cara untuk menyelesaikannya dengan
mengajukan banding kepada mereka dianggap paling etis, paling
memahami prinsip-prinsip etika.

16
Prinsip-prinsip ini kemudian diidentifikasi sebagai teori
etika. Teori-teori etika muncul karena timbulnya berbagai
konflik. Bila seseorang menghadapi suatu konflik dan yakin apa
yang harus dilakukan, maka sebaiknya orang tersebut mengikuti
teori etika yang direkomendasikan dan akan menemukan apa
yang harus dilakukan.
Perlu dierhatikan bahwa setiap teori menekankan poin yang
berbeda, gaya pengambilan keputusan yang berbeda atau aturan
keputusan yang berbeda. Agar seseorang dapat memahami
pengambilan keputusan yang etis, penting bagi setiap orang untuk
menyadari bahwa tidak semua orang membuat keputusan dengan
cara yang sama, menggunakan informasi yang sama dan
menggunakan aturan keputusan yang sama (Duska, 2007).
Untuk lebih memahami teori etika, harus ada pemahaman
tentang serangkaian tujuan bersama yang ingin dicapai oleh
pembuat keputusan untuk menjadi sukses. Berikutnya akan
dijelaskan berapa teori etika yang disarikan dari beberapa literatur
etika.

Teori Teleologi
Teleologi merupakan kata yang berasal dari bahasa Yunani
yaitu telos yang memiliki arti tujuan dan logos yang berarti
perkataan. Teleologi adalah ajaran yang menerangkan segala
sesuatu dan segala kejadian menuju pada tujuan tertentu. Istilah
teleologi dikemukakan oleh Christian Wolff, seorang filsuf

17
Jerman abad XVIII. Dalam etika teleologi, baik dan buruknya
suatu tindakan diukur berdasarkan tujuan yang ingin dicapai atau
didasarkan akibat yang ditimbulkan oleh suatu tindakan.
Sehingga teleologi dapat diartikan sebagai pertimbangan moral
terhadap baik atau buruknya suatu tindakan. Sekalipun suatu
tindakan dinilai salah menurut hukum, tetapi bila tindakan
tersebut bertujuan dan berakibat baik, maka tindakan itu akan
dianggap baik. Misalnya mencuri itu suatu perbuatan yang tidak
baik, namun bila mencuri itu digunakan untuk menolong nyawa
seseorang, maka mencuri dalam perspektif teleologi dibenarkan.
Pandangan ini bila diijinkan akan merusak tatan masyarakat,
Untuk itu, harus diingat bahwa tujuan yang baik tetap harus
disertai dengan tindakan yang benar menurut hukum. Lebih
lanjut, etika teleologi menjadi dasar munculnya aliran-aliran
teleologi, yaitu egoisme dan utilitarianisme.

Egoisme
Egoisme adalah teori yang memberikan prioritas pada suatu
alasan pemilihan pengambilan keputusan yang menguntungkan
diri sendiri (Duska, 2007). Ketika terdapat konflik kepentingan
antara kepentingan yang menguntungkan diri sendiri dan
kepentingan yang menguntungkan masyarakat, maka egoisme
merekomendasikan tindakan untuk mementingkan diri sendiri.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa egoisme merupakan suatu
pandangan yang mengarahkan agar seseorang selalu bertindak

18
demi kepentingan terbaiknya sendiri. Keberatan terhadap teori
egoisme diungkapkan oleh (Duska, 2007) sebagai berikut:
1. Egoisme tidak sesuai dengan aktivitas manusia. Hal ini
dapat dimisalkan dalam pemberian nasihat dalam suatu
persahabatan sejati, sementara dalam hubungan bisnis
menjadi agen untuk orang lain. Bagaimana seseorang
dapat memberikan nasihat yang obyektif bila dalam
berfikir selalu mementingkan dirinya sendiri.
2. Egoisme tidak dapat menyelesaikan perselisihan. Jika
setiap orang harus mementingkan diri mereka sendiri,
apa yang harus dilakukan oleh dua orang ketika mereka
berdua memiliki kepentingan yang sama? Sehingga
egoism bukan teori yang direkomendasikan untuk
dipraktekkan.
3. Egoisme mengarah pada anomali aneh, yang tidak dapat
diundangkan, diterbitkan, diajarkan, atau bahkan
diucapkan dengan keras. Seorang yang egois benar-
benar percaya bahwa dia harus bertindak untuk
kepentingannya dan selalu menjaga agar situasi di mana
kepentingannya dapat tanpa memperdulikan
kepentingan orang lain.
4. Egoisme didasarkan pada pandangan egosentris yang
melihat segala sesuatu yang paling penting dari sisi diri
sendiri. Selalu ingin jadi pusat dari alam semesta.
Ekonom seperti Adam Smith berpikir bahwa jika suatu

19
masyarakat dibentuk sebuah sistem yang memanfaatkan
kepentingan diri yang kuat dan melegitimasi maka
masyarakat akan lebih produktif (Duska, Duska, &
Ragatz, 2011). Hal yang senada juga diungkapkan oleh
filsuf Thomas Hobbes bahwa “jika Anda melihat secara
mendalam ke dalam motivasi manusia, maka semua
tindakan diarahkan oleh kepentingan pribadi” (Duska et
al., 2011).

Secara umum dapat disimpulkan bahwa egoisme memberi


prioritas suatu tindakan dengan alasan: “bahwa segala sesuatu itu
harus menguntungkan saya”. Ketika terdapat paradoks konflik
antara kepentingan yang baik untuk saya dan kepentigan yang
baik untuk masyarakat, egoisme merekomendasikan tindakan
mementingkan diri sendiri. Dalam kehidupan, tentulah tidak baik
memandang segala sesuatu dari sudut pandang kepentingan diri
sendiri, karena itu teori ini kurang tepat untuk diterapkan daam
bermasyarakat.

Utilitarianisme
Utilitarianisme merupakan suatu penilaian perbuatan
berdasarkan baik dan buruknya tindakan atau kegiatan dengan
mempertimbangkan kepentingan orang banyak. Utilitarianisme
dapat membenarkan suatu tindakan yang secara deontologis tidak
etis sebagai tindakan yang baik dan etis, yaitu ketika ternyata

20
tujuan atau akibat dari tindakan itu bermanfaat bagi bayak orang.
Utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku
moral. Tidak ada paksaan bahwa seseorang harus bertundak
dengan cara tertentu yang mungkin tidak diketahui alasannya
mengapa demikian. Jadi, suatu tindakan baik diputuskan dan
dipilih berdasarkan kriteria yang rasional dan bukan sekedar
mengikuti tradisi atau perintah tertentu.
Utilitarianisme digambarkan oeh John Stuart Mill sebagai: “
Suatu tindakan benar sesuai dengan proporsinya apabila
digunakan untuk meningkatkan kebahagiaan, dan akan menjadi
salah bila cenderung menghasilkan kebalikan dari kebahagiaan…
semantara yang dimaksud dengan kebahagiaan bukanlah
kebahagiaan terbesar dari seseorang, tetapi kebahagiaan terbesar
yang dapat dirasakan bersama-sama (Duska, 2007). Beberapa
keterbatasan utilitarianisme dikemukakan adalah sebagai berikut
(Duska, 2007):
1. Masalah formulasi. Permsalahan untuk menentukan
formula antara bagaimana formulasi antara tindakan
yang akan menghasilkan kebaikan sebaik mungkin,
yaitu, memaksimalkan kebahagiaan, ataukah secara etis
cukup puas dengan memastikan telah terdapat banyak
kebahagiaan daripada kesengsaraan.
2. Masalah distribusi. Ungkapan "kebaikan terbesar untuk
banyak orang” (the greatest good for the greatest number
of people) merupakan pendapat yang ambigu. Karena hal

21
ini menimbulkan kegalauan untuk memilih antara
berkewajiban untuk menghasilkan barang dalam jumlah
banyak, atau memberi manfaat kepada orang banyak.
3. Masalah memutuskan apa yang baik. Hal ini berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan manusia dengan
membandingkan yang baik dengan apa yang diinginkan.
John Stuart Mill dan Jeremy Bentham, keduanya
penganut hedonisme, mereka menyamakan yang baik
dengan kebahagiaan, dan kebahagiaan dengan
kesenangan. Obyek dari keinginan adalah barang, di
mana barang terbagi menjadi dua jenis: barang intrinsik
dan barang ekstrinsik. Barang intrinsik adalah sesuatu
yang diinginkan untuk kepentingan diri sendiri,
sedangkan barang ekstrinsik akan digunakan untuk
mendapatkan barang lain, misalnya adalah uang.
Sementara kebahagiaan merupakan kebaikan intrinsik.
Uang dapat membuat seseorang Bahagia, karena dengan
uang dia mendapatkan banyak barangyang diinginkan,
namun kebahagian tidak bisa diukur dengan uang karena
Bahagia itu sesuatu yang tidak bisa diukur dan berbeda
bagi masing-masing orang.
4. Masalah dalam memprediksi masa depan. Setiap
tindakan akan ada konsekuensinya, untuk itu setiap orang
harus bisa memprediksi konsekuensi yang akan terjadi
atas segala perbuatannya hari ini terhadap masa

22
Beberapa filsuf berpendapat bahwa para utilitarian dianggap
membiarkan suatu tindakan untuk mencapai tujuan dengan
menghalalkan segala macam cara, bahkan sekalipun cara yang
digunakan tidak bermoral. Dengan demikian semakin jelas bahwa
baik egoisme dan utilitarianisme mengganggap bahwa suatu
tindakan dapat diterima secara etis sesuai dengan konsekuensi
dari tindakan tersebut.

Teori Deontologi
Deontologi berasal dari kata dalam Bahasa Yunani yaitu
deon yang berarti kewajiban. Deontologi merupakan suatu
pendapat bahwa etika suatu tindakan didasarkan pada kewajiban,
apa pun konsekuensinya pada diri sendiri dan orang lain (Ross,
1930). Seseorang akan bertindak etis apabila peraturan atau
undang-undang mewajibkannya, sementara perbuatan menjadi
baik bukan dilihat dari hasilnya melainkan karena perbuatan
tersebut wajib dilakukan. Namun perlu diingat bahwa suatu
tujuan yang baik belum tentu menhasilkan suatu perbuatan yang
juga baik, dan tidak boleh melakukan suatu perbuatan jahat untuk
suatu tujuan yang baik.
Apabila dalam memutuskan suatu tindakan tidak terdapat
konflik, maka dalam situasi ini apa yang baik untuk saya juga
baik untuk masyarakat dan adil bagi saya akan adil juga bagi
masyarakat. Namun, dalam kondissi terdapat konflik, maka akan
timbul ketidaksepakatan tentang prinsip mana yang harus diikuti.

23
Jika kita selalu memutuskan segala sesuatu berdasarkan
kepentingan diri kita sendiri, kita adalah seorangyang egois. Jika
kita selalu mempertimbangkan segala sesuatunya dari sisi
kemanfaatannya bagi masyarakat, maka kita adalah utilitarian.
Jika kita tersentuh oleh pertanyaan dari sisi keadilan maka kita
adalah ahli deontologi. Integritas masing-masing teori tersebut
bertumpu pada daya tariknya pada pemilihan alasan mana yang
sangat penting sebagai dasar dalam pememilihan tindakan
(Duska, 2007).
Dalam kehidupan sehari-hari, ketiga rangkaian alasan
tersebut seringkali kita gunakan. Sekalipun alasan-alasan ini
terkadang bertentangan, dan menyebabkan ketidakpastian
tentang apa yang harus dilakukan.

Etika Kebajikan (Virtue Ethics)


Kata virtue berasal dari bahasa Latin virtus, yang berarti
kekuatan atau kapasitas, kata Latin virtus digunakan untuk
menerjemahkan kata Yunani arete, yang berarti keunggulan.
Virtue of ethics ini juga sering diartikan sebagai karakter. Bagi
masyarakat Yunani, terutama Aristoteles, kehidupan yang baik,
adalah kehidupan di mana seseorang melakukan hal-hal sesuai
dengan kapasitas luar biasa seseorang, dan kapasitas itu telah
dikembangkan menjadi kebiasaan yang baik (Duska, 2007).
Kebiasaan baik adalah keunggulan, dan karenanya seseorang

24
hidup dengan baik ketika seseorang terlibat dalam aktivitas sesuai
dengan kebajikan.
Contoh dari etika kebajikan antara lain: kejujuran (honesty),
keberanian (courage), kesederhanaan (temperance), integritas
(integrity), kasih sayang (compassion), kontrol diri (self-control).
Sementara yang dianggap sebagai suatu kejahatan misalnya:
ketidakjujuran (dishonesty, kekejaman (ruthlessness),
keserakahan (greed), kurangnya integritas (lack of integrity),
pengecut (cowardliness) sebagai titik awal dasar untuk alasan
untuk bertindak etis (Velasquez, 2014).
Etika kebajikan dapat berkorelasi dengan utilitarianisme
misalnya kebaikan dari kebajika (virtue of benevolence),
kebajikan yang berkorelasi dengan hak, kebajikan hormat dan
kebajikan yang berkorelasi dengan keadilan dan kepedulian.
Kebajikan merupakan dasar dalam memberikan pandangan dan
dalam bertindak.

Diskusi Kasus: Dilema Etis


Arimbi Dirgantara merupakan CEO dari PT. Digdaya yang
bertindak sebagai kontraktor umum pembangunan saluran udara
bagi pusat perkantoran dan gedung-gedung lainnya. Dia
membanggakan dirinya mampu mengelola perusahaannya secara
efektif dan teratur. Selama bertahun-tahun pertumbuhan
penjualan pada kisaran 21%-25%, hal ini menjadikan laba dan
pendapatan per saham stabil sehingga memudahkanuntuk

25
melakukan kesepakatan dengan pihak bank dalam melakukan
ekspansi modal.
Tahun 2018, pertumbuhan perusahaan sangat tinggi hingga
mencapai 37% dibandingkan tahun sebelumnya. CEO meminta
Arimbi, direktur keuangan, untuk menurunkan laba tahun ini dan
menyimpan sedikit untuk tahun berikutnya. Ababila tidak
dilakukan maka perusahaan akan nampak tidak baik, dan untuk
mengantisipasi kekurangan laba tahun depan. CEO meminta
Arimbi untuk menambah biaya riset dan pengembangan sebesar
Rp 236.000.000 untuk membuat suatu alat yang lebih fleksibel
untuk pekerjaan B610 dan C88 dari biaya pekerjaan dalam
persediaan dan segera membelanjakannya. Namun, Arimbi
menganggap hal tersebut bukan suatu tindakan etis. CEO
mengatakan bahwa dia adalah atasan Arimbi dan memerintahkan
Arimbi untuk segera memberikan laporan mengenai angka-angka
yang sudah di revisi. Apa yang harus dilakukan Arimbi? Isu-isu
etika apakah yang bisa dijelaskan?

Pertanyaan Diskusi
1. Apa alasan seseorang untuk bertindak etis?
2. Apa yang dimaksud dengan teleologi? Jelaskan apa saja
yang termasuk dalam pengembangan teori ini dan beri
contoh!
3. Apa yang dimaksud dengan deontologi? Jelaskan dan beri
contoh!

26
4. Apa yang dimaksud dengan teori hak? Jelaskan dan beri
contoh!
5. Apa yang dimaksud dengan teori keutamaan? Jelaskan
dan beri contoh!
6. Apa yang harus dilakukan ketika menghadapi dilemma
etika?

27
BAB 3
BISNIS: TUJUAN & HAKIKAT

Tujuan Belajar
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan mampu:
1. Memahami tujuan suatu bisnis didirikan
2. Menjelaskan alasan pentingnya untuk meninjau kembali
suatu bisnis
3. Memahami Hakikat Etika Bisnis
4. Memahami Isu-isu dalam Etika Bisnis

Tujuan Bisnis
Pada umunya suatu bisnis didirikan berdasarkan suatu
tujuan. Suatu bisnis dikategorikan baik akan ditentukan oleh
seberapa baik ia memenuhi tujuannya. Jika suatu bisnis bertujuan
untuk menyediakan barang dan jasa, maka yang akan dinilai
adalah tanggung jawab utama terhadap kualitas barang yang
diproduksi, semakin baik kualitas barang dan jasa, maka bisnis
akan berjalan semakin baik. Apabila tujuan utama suatu bisnis
adalah untuk memaksimalkan keuntungan, maka tanggung jawab
bagi yang menjalankan bisnis adalah melakukan hal-hal yang
diperlukan untuk memaksimalkan keuntungan.
Beberapa kurun waktu terakhir, tujuan perusahaan yang
paling banyak diterapkan adalah memaksimalkan kekayaan

28
pemegang saham, yaitu dengan melakukan pemaksimalan harga
dari saham biasa yang ada. Dalam hal ini, tujuan perusahaan
adalah memaksimalkan kekayaan pemegang saham yang
dilakukan dengan memaksimalkan keuntungan. Sehingga secara
umum dianggap bahwa tujuan bisnis adalah
mendapatkankeuntungan yang maksimal.
Seiring dengan berjalannya waktu, banyak pendapat yang
menganggap bahwa tujuan perusahaan untuk memaksimalkan
laba atau kekayaan pemegang saham merupakan hal yang salah
arah. Secara umum sebuah perusahaan menjalankan dua hal
dalam sistem perusahaan bebas yaitu menhasilkan layanan
terbaik dan menghasilkan keuntungan. Namun bagaimanapun,
pencapaian laba maksimum adalah fungsi utama bisnis sebagai
bisnis, karena jika produksi barang atau jasa tidak
menguntungkan maka suatu bisnis akan keluar dari bisnis atau
dengan kata lain tutup karena bangkrut.
Tujuan merupakan penjabaran dari visi dan misi dari sebuah
organisasi/perusahaan. Motif adalah dorongan yang
menggerakan seseorang bertingkah laku dikarenakan adanya
kebutuhan – kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh manusia
(Duska, 2007). Motif untuk melakukan sesuatu bisa tidak sesuai
tujuan dari kegiatan. Dengan mengubah motif menjadi tujuan itu
berate telah mengubah cara menjadi tujuan. Demikian pula dalam
bisnis, harus bisa dilihat tujuan dan motif bisnis sehngga dapat
ditunjukkan untuk apa suatu bisnis didirikan.

29
HAKIKAT BISNIS
Di dalam masyarakat, bisnis dan praktik-praktik serta semua
aturan-aturannya telah dibuat dalam suatu sistem perusahaan
bebas yang termotivasi oleh laba, dengan tujuan agar perusahaan
dapat berkembang dan bertahan. Sebenarnya suatu bisnis
diadakan agar dapat memberi manfaat bagi masyarakat, dan bila
suatu bisnis membahayakan bagi masyarakat maka masyarakat
dapat menutupnya. Sementara itu harus disadari, bahwa sistem
bisnis merupakan salah satu cara dalam mengatur distribusi
keuntungan. Keuntungan didistribusikan sedemikian rupa untuk
memberi insentif atau memotivasi pengusaha, dan laba hanyalah
sarana untuk mencapai tujuan bisnis.
Perlu dicatat, laba bukanlah tujuan bisnis, tetapi hanya motif
untuk melakukan bisnis, bisnis yang baik akan menjadi bisnis
yang memenuhi tujuannya, yang bertujuan untuk perbaikan
masyarakat, dalam hal ini melalui produksi barang dan jasa
(Duska, 2007). Karena terdapat tujuan bisnis yang belum sesuai
dan kesalahan dalam menentukan tujuan dan motif sehingga
menjadikan suatu bisnis tidak dijalankan berdasarkan etika.
Bisnis mencakup bidang prinsip moral dan pengambilan
keputusan, masalah tata kelola (good governance), dan kode etik
untuk bisnis (Beverungen & Case, 2011). Etika dalam bisnis
melibatkan dislokasi dasar yang berkaitan dengan pengalaman
fenomenal yang timbul ketika segala sesuatunya tidak pada
tempatnya (Beverungen & Case, 2011). Dengan demikian, ketika

30
mengidentifikasi praktik-praktik yang mencerminkan etika
bisnis, makaperlu di tentukan wilayah moralitas dan memahami
definisi moralitas. Tindakan bisnis dinilai bukan berdasarkan apa
yang efisien atau efektif tetapi oleh apa yang dapat dipertahankan
secara moral (Wozniak, 2011).
Etika bisnis merupakan sebuah konsep bermutasi, berubah
dalam konteks teknologi baru, cara-cara baru mobilisasi dan
pemanfaatan sumber daya, evolusi praktik masyarakat dan
berkembang menuju jaringan bisnis global yang terhubung terus-
menerus (Goel & Ramanathan, 2015). Tumbuhnya kesadaran
universal akan keterbatasan sumber daya alam, kesenjangan
kekayaan yang terus meningkat, dan kehadiran bisnis yang
meluas di kehidupan individu warga negara melalui teknologi
seperti big data dan computing cloud, memunculkan kesadaran
tentang pentingnya etika bisnis sebagai norma-norma sosial
dalam masyarakat (Goel & Ramanathan, 2015). Namun, tidaklah
mudah untuk mengidentifikasi etika bisnis sebagai seperangkat
norma yang dipraktikkan oleh perusahaan. Jika norma-norma
dipatuhi untuk memastikan kepatuhan hukum, apakah hal
tersebut juga mencerminkan praktik etika perusahaan saat ini?
(Painter-Morland, 2010).
Hal penting yang perlu dilakukan dalam menjalankan suatu
bisnis adalah mengidentifikasi dengan benar masalah etika apa
yang dihadapi, pada tingkat tingkatan mana, untuk menganalisis
keterkaitan berbagai tingkat etika, dan untuk memahami tingkat

31
apa yang paling cocok untuk mendekati masalah etika tertentu.
Beberapa tantangan etika tidak dapat sepenuhnya diatasi oleh
individu tetapi membutuhkan pendekatan organisasi dan solusi di
tingkat organisasi. Tantangan lain bahkan mungkin melebihi
level dan kemampuan organisasi, dan karenanya memerlukan
tindakan bersama dalam industri, atau solusi sosial dan hukum.
Meskipun begitu terkadang individu atau organisasi perlu
membuat keputusan etis dan mengambil tindakan sendiri,
terutama dalam kasus yang berkaitan dengan tanggung jawab dan
harus memperbaiki suatu permasalahan.
Dalam menghadapi suatu masalah etika bisnis yang lebih
kompleks, model tanggung jawab bersama merupakan jawaban
dan solusi terbaik. Dalam dunia bisnis modern yang kompleks,
banyak masalah etika disebabkan oleh saling mempengaruhi
berbagai aktor, seperti perusahaan, pemasok, pelanggan, dan
badan pengatur, yang masing-masing memiliki beberapa
tanggung jawab atas suatu masalah, dan dengan demikian perlu
untuk bergabung bersama dan membuat bersama upaya untuk
mengatasi masalah ini
Para ahli etika bisnis umumnya mengakui bahwa beberapa
tindakan yang dilakukan oleh individu dalam lingkungan kerja
adalah tidak etis, di mana perilaku-perilaku ini disebut sebagai
praktik bisnis yang tidak etis (Byrne, 2011). Misalnya pencurian
kecil-kecilan hingga perlakuan buruk yang disengaja karyawan
atau pelanggan atau pemasok. Untuk itu perlu untuk dipelajari

32
bisnis yang tidak etis, agar dapat diidentifikasi pola-pola bisnis
tidak etis, hubungan sebab akibat, sehingga dapat dilakukan
perbaikan terhadap suatu bisnis. Untuk menjadi bermoral suatu
bisnis memerlukan dukungan agar dapat menciptakan budaya
bisnis yang beretika.

Pertanyaan Diskusi
1. Untuk tujuan apa suatu bisnis didirikan?
2. Apakah selalu bisnis didirikan untuk meningkatkan
keuntungan yang maksimal? Beri argumen pendapat anda?
3. Bagaimana sebaiknya suatu bisnis yang beretika?
4. Apa hakikat etika dalam bisnis?
5. Sebutkan isu-isu dalam bisnis! Jelaskan masing-masing.

33
BAB 4
ETIKA BISNIS : OXYMORON ATAU BISNIS BAIK

Tujuan Belajar
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan mampu:
1. Memahami konsep etika bisnis oxymoron
2. Memahami konsep etika bisnis yang baik
3. Menjabarkan bagaimana sutu bisnis dijalankan dengan
etika

Etika Bisnis Sebagai Oxymoron


Oxymoron adalah sebuah kiasan yang sengaja menggunakan
dua ide yang kontradiktif. Kontradiksi ini merupakan citra
paradoks kepada pembaca atau pendengar pikiran yang
menghasilkan konsep baru atau arti untuk keseluruhan.
Etika bisnis merupakan sebuah oxymoron (Duska, 2007).
Tanpa etika, bisnis tidak dapat berfungsi, karena bisnis
membutuhkan banyak kepercayaan dan integritas (Duska, 2007).
Dalam dunia bisnis, banyak tekanan ditujukan kepada pada para
CEO agar mendapatkan laba atas ekuitas dan memenuhi tujuan
pendapatan seperti yang telah ditargetkan, terkadang dalam
memenuhi target tersebut para CEO menghadapi dilema etika
dalam memenuhi tuntutan pemegang sahamnya.

34
Untuk membangun etika dalam bisnis, maka harus fokus
terhadap tujuan bisnis dan mempertimbangkan moralitas. Fungsi
dan tujuan bisnis bukan hanya memaksimalkan keuntungan bagi
individu, tetapi penciptaan barang dan jasa agar kebutuhan
masyarakat dapat terpenuhi. dan tidak dengan mengorbankan
yang lain. Masyarakat menciptakan bisnis untuk memenuhi
kebutuhannya, untuk membantu anggotanya berkembang. Dari
perspektif sosial, bisnis tidak diciptakan untuk membuat beberapa
individu untuk makmur dengan mengorbankan orang lain. Jika
seseorang melihat tujuan etika dan memehami konsep dan tujuan
bisnis dengan baik dan benar, maka dalam menghadapi dilema
etika seseorang dapat menyelesaikan kasus yang cukup rumit.

Etika bisnis Vs Self Interest


Kepentingan diri sendiri, merupakan suatu sikap yang
konsisten dengan egoisme (Duska, 2007). Egoisme jelas-jelas
tidak etis, sedangkan bisnis seringkali bertabrakan dengan etika.
Etika memberikan aturan keadilan yang membatasi perilaku
mementingkan diri sendiri untuk menghindari egoisme.
Bisnis mendorong satu cara, etika yang lain. Jika mencapai
laba yang terus meningkat adalah tujuan dasar dan prinsip bisnis,
dan profitabilitas ekonomi adalah faktor utama dan utama dalam
keputusan bisnis strategis, perilaku etis dan perilaku bisnis pada
akhirnya harus bertentangan. Tentu saja, untuk membuat

35
argumen semacam itu persuasif, pertama-tama kita harus
menunjukkan bahwa sifat bisnis adalah sebagaimana kita
menafsirkannya dan kemudian menetapkan apa yang kita anggap
sebagai sifat etika atau moralitas, yang menunjukkan
ketidakcocokannya dengan bisnis. Bahkan terdapat suatu endoxa
yang menyatakan bahwa “there is no responsibility for business
other than the self-interested pursuit of profit” (Duska, 2007).
Moralitas atau etika tidak sesuai dengan bisnis jika mengikuti
aturan praktik bisnis yang hanya mengejar kepentingan diri
sendiri dan mengorbankan orang lain. Apabila praktik bisnis
dilaksanakan berdasarkan prinsip egois maka akan melanggar
azas keadilan. Sebenaranya, bisnis adalah konstruksi sosial,
bisnis dapat menjadi apa yang ditentukan masyarakat dan
pendapat yang berlaku akan menjadi faktor utama dalam
menentukan menjadi apa. Karena itu pembenarannya akan
menjadi resep bagi mansyarakat dan dijadikan tuntunan
dalammelaksanakan suatu bisnis. Termasuk dalam hal ini
semboyan bahwa: "Bisnis harus melakukan apa pun untuk
bertahan hidup" juga mempenagruhui pola piker dan perilaku
dari para pebisnis.
Self interest ini bahkan diajarkan dalam perkuliahan,
misalahnya dalam beberapa buku pemasaran diajarkan
penggunaan teori perang sebagai strategi untuk memenangkan
pangsa pasar dan meraih penjualan yang tertinggi. Milton
Friedman yang menyatakan bahwa: "There is one and only one

36
social responsibility of business … to use resources designed to
increase its profits" (Duska, 2007), pandangan ini memacu
pelaku bisnis untuk menggunakan segala cara agar dapat
meningkatkan keuntungan perusahaan. Karena bisnis dijalankan
sedemikian rupa sehingga satu-satunya tanggung jawabnya
hanyalah bagaimana meningkatkan laba, maka mereka
menganggap tidak ada etika bisnis. Mengingat tekanan kompetitif
dari pasar yang sangat tinggi, maka bisnis apa pun akan mencapai
situasi di mana satu-satunya cara untuk meningkatkan laba adalah
dengan mengorbankan yang lain. Baik itu dengan perampingan
atau memecat atau hanya memproduksi, dengan eksternalitas
yang menyertainya, kesejahteraan perusahaan akan menuntut
agar tindakan yang mungkin berbahaya bagi beberapa orang atau
orang diambil (Duska, 2007). Hal in mengakibatkan miopia garis
bawah, yaitu suatu tanda keretakan antara etika dan bisnis dan
tertanamnya kepercayaan bahwa bisnis adalah hal yang utama
dengan cara meningkatkan laba setinggi-tingginya.

Kebaikan dalam Bisnis


Sejatinya setiap orang tahu bahwa tidak mudah untuk
bertindak etis, baik dalam kehidupan sehari-hari mapun dalam
bisnis. Terkadang sulit untuk mengetahui apa hal yang benar
untuk dilakukan. Karena kehidupan modern itu kompleks dan
bergerak cepat, secara jujur terkadang kita bingung bagaimana
bertindak etis saat mengalami dilemma etika.

37
Secara umum, bisnis harus peduli dengan etika karena bisnis
adalah bagian dari komunitas manusia. Komunitas disatukan oleh
kebajikan dan adat istiadat. Seperti dikatakan Aristoteles,
seseorang tanpa etika lebih dari binatang buas daripada manusia.
Kita semua ingin diperlakukan dengan hormat, peduli dan saling
percaya. Sulit membayangkan bagaimana bisa bisnis, tugas-tugas
rutin dilakukan tanpa sedikitpun kepercayaan dan loyalitas.
Karena itu para pelaku bisnis dan tentu saja semua orang
bertanggung jawab atas perilaku mereka.
Harus diingat bahwa tidak ada bisnis yang memiliki hak
mutlak untuk hidup. Pemerintah mengizinkan perusahaan untuk
memasukkan dan memberikan perusahaan tanggung jawab
terbatas dari pejabat perusahaan, hanya karena mereka percaya
dan percaya bahwa perusahaan akan menyediakan barang dan
layanan asli kembali ke masyarakat. Jika sebuah bisnis
digabungkan, secara efektif ia berjanji untuk berusaha
memproduksi barang dan jasa yang benar-benar akan
memperkaya kehidupan masyarakat. Karena etika adalah praktik
mengetahui tindakan apa yang memperkaya dan kemudian
melakukan tindakan ini, siapa pun dalam bisnis secara diam-diam
terikat oleh etika bisnis.

Etika Pasar Bebas


Pengusaha secara implisit terikat oleh etika bisnis. Pasar
bukanlah penegak etika yang sangat efektif, karena masyarakat

38
mungkin tidak tahu tentang masalah etika sampai bertahun-tahun
berlalu. Pada saat itu, kerusakan besar mungkin telah dilakukan.
Bisa jadi, perusahaan yang menyebabkan kerugian mungkin telah
gulung tikar, misalnya, kasus polusi dan limbah beracun.
Karyawan yang bekerja di bagian dalam perusahaan dapat
dikatakan mengetahui secara baik apa yang dilakukan
perusahaan. Pengetahuan orang dalam ini menciptakan kewajiban
fidusia khusus yang mengikat karyawan, sehngga sebenarnya
mereka adalah wali publik. Seperti wali, mereka secara moral
dituntut untuk mempertimbangkan dan bertindak untuk
mempromosikan kepentingan terbaik komunitas yang lebih luas.
Tidak dapat disangkal bahwa beberapa pengusaha mungkin
telah berbohong, menipu dan bertindak dengan cara yang tidak
etis lainnya dalam berbisnis. Hal ini bisa digambarkan sebagai
berikut: seorang pelanggan mengandalkan perusahaan obat untuk
menguji produk mereka secara memadai dan untuk
mengungkapkan efek samping yang merugikan, sementara
pelanggan restoran mempercayai pemilik dan manajer untuk
menyajikan daging dengan benar sehingga aman untuk dimakan.
Kita mungkin tidak pernah bertanya kepada nyonya rumah
apakah restoran dikelola secara etis sebelum kita duduk, tetapi
kita tentu memiliki harapan yang tak terucapkan bahwa mereka
yang menjalankannya menjaga minat kita dan juga keinginan
mereka.

39
Pada kenyataannya memang terdapat bisnis yang baik dan
yang buruk. Etika bisnis bukanlah sebuah oxymoron. Pendidikan
bisnis mengajarkan etika dan perusahaan telah mengembangkan
dan melembagakan kebijakan yang bertujuan untuk
mengembangkan tempat kerja yang etis.

Pertanyaan Diskusi
1. Apa yang dimaksud dengan oxymoron?
2. Bagaimanakah suatu bisnis yang baik?
3. Apa yang dimaksud dengan etika pasar bebas? Jelaskan
dan beri contoh!
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan etika bisns sebagai
oxymoron?
5. Jelaskan pandangan etika bisns dari sisi egoisme?
6. Jelaskan pendapat kalian, apakah bisnis itu oxymoron?

40
BAB 5
PONDASI AGAMA DALAM ETIKA BISNIS

Tujuan Belajar
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan mampu:
1. Memahami pentingnya agama dalam etika
2. Memahami keterkaitan antara agama dan etika

Bidang etika bisnis telah mendapat perhatian besar dari


berbagai pihak, termasuk dalam hal ini para akademisi, pelaku
bisnis, perusahaan dari berbagai sektor dan masyarakat. Hal ini
dipicu oleh terungkapnya kasus Enron dan Arthur Andersen, yang
secara tidak etis telah merobek-robek dokumen panggilan
pengadilan dan pemalsuan dokumen keuangan, serta contoh
skandal lainnya yang dilakukan oleh WorldCom. Kasus-kasus
tersebut menjadikan pemicu topik etika bisnis diperhatikan
kembali oleh publik. Skandal-skandal ini memperjelas perilaku
tidak etis, bagi perusahaan efek dari perilaku tidak etis ini sangat
mahal, bahkan juga berdampak terhadap para karyawan dan
investor yang tidak lagi dipercaya oleh masyarakat.
Debat yang sudah berlangsung lama adalah apakah etika
berperan dalam agama. Sebagian besar agama memiliki
komponen etis. Etika, yang merupakan cabang utama filsafat,

41
meliputi perilaku yang benar dan kehidupan yang baik. Ini secara
signifikan lebih luas daripada konsepsi umum menganalisis benar
dan salah. Etika berhubungan dengan ide-ide seperti hak,
kebaikan dan keewajiban di mana konsep-konsep ini dibahas
pada zaman Yunani kuno oleh Plato dan Aristoteles pada abad ke
3 & 4 SM.
Aspek sentral etika adalah kehidupan yang baik, kehidupan
yang layak dijalani atau kehidupan yang memuaskan, yang oleh
banyak filsuf dianggap lebih penting daripada kode moral
tradisional. Orang Yunani kuno menyebutnya eudaimonia atau
kebahagiaan. Orang-orang Yunani kuno percaya bahwa
kebahagiaan diwujudkan dengan menjalani kehidupan seseorang
sesuai dengan sifat karakter positif. Kebajikan dalam arti
tertinggi, pada orang dewasa yang telah dibesarkan dengan baik,
tidak hanya akan melibatkan kebiasaan pribadi yang baik seperti
keberanian dan kesederhanaan, tetapi juga persahabatan dan
keadilan dan kebajikan intelektual. Esensi dari kebajikan adalah
keutuhan orang yang dibawa oleh integritas.
Filsuf Immanuel Kant seperti yang dijelaskan oleh Mintz
(2012) membela gagasan tentang Tuhan sebagai persyaratan
dasar etika, bahwa manusia harus berbudi luhur dan melakukan
kewajibannya. Menurut Kant kebajikan akan diakhiri dengan
kebahagiaan, karena kebajikan sering tidak dihargai dalam
kehidupan in. Selanjutnya Kant berpendapat bahwa jiwa harus
abadi. Kebajikan harus menerima balasannya dalam kehidupan

42
yang akan datang, dan harus ada Tuhan yang menjamin hal
tersebut. Keberadaan Tuhan dan keabadian jiwa adalah apa yang
disebut Kant sebagai dalil dari alasan praktis, sehingga dia
berpendapat bahwa etika dan kehidupan moral tidak akan
mungkin (ethics and a moral life would not be possible) (Mintz,
2012).
Dalam mencoba menjelaskan mengapa agama dapat
memengaruhi sikap moral, para peneliti beralih ke teori
pengembangan tahap (Kohlberg, 1981) sebagai dasar. Meskipun
ia berpendapat kuat bahwa penilaian agama dan moral terpisah,
(Kohlberg, 1981) mengakui ada paralelnya:
“. . . religion is a conscious response to, and an
expression of, the quest for the ultimate meaning
for moral judging and acting. As such, the main
function of religion is not to supply moral
prescriptions but to support moral judgment and
action as purposeful human activities. If this is true,
it implies that a given stage of solutions to moral
problems is necessary, but not sufficient, for a
parallel stage of solutions of religious problems.”

Yang perlu digaris bawahi disini bahwa agama diharapkan


dapat meningkatkan setiap penganutnya untuk dapat memaknai
setiap penilaian dan tindakan moral di balik setiap tujuan dari
kegiatan manusia, dengan harapan bahwa agama dapat
meningkatkan sikap etis yang lebih tinggi.
Lebih lanjut, Kohlberg (1981) berpendapat bahwa agama
membantu untuk menjawab pertanyaan: mengapa menjadi

43
bermoral?, suatu pertanyaan yang terkait dengan pertanyaan
eksistensial: mengapa hidup? Meskipun bukan kondisi yang
diperlukan, Kohlberg (1981, p. 345) mempertahankan
pengalaman "penyatuan dengan Tuhan" dipertemukan dalam
agama dapat memberikan kesempatan yang tepat untuk
menemukan jawaban ini dan pertanyaan eksistensial lainnya.
Penelitian terbaru dalam konteks etika bisnis menunjukkan fakta
bahwa agama monoteistik utama mengandung ajaran moral
universal, seperti The 10 Commandments of God (Sepuluh
Perintah Tuhan) yang diterapkan pada agama Kristen, Yudaisme,
dan Islam (Ali, Camp, & Gibbs, 2000). Sejatinya dengan
beragama dan mempercayai adanya Tuhan, maka dalam setiap
tindakan yang akan kita lakukan selalu berupaya untuk bertindak
etis. Karena agama mengajarkan bahwa Tuhan akan mengetahui
semua niat kita, perbuatan kita, baik yang kita sembunyikan
maupun yang nampak.
Ekonom Adam Smith (1976, p. 273) dalam risalah Teori
Sentimen Moral, menyatakan:
“…And thus religion, even in its rudest form, gave
a sanction to the rules of morality, long before the
age of artificial reasoning and philosophy. That the
terrors of religion should thus enforce the natural
sense of duty, was too much importance to the
happiness of mankind for nature to leave it dependent
upon the slowness and uncertainty of philosophical
researches.”

44
Simth (1976) menyadari bahwa jauh sebelum filsafat
dikemukakan oleh para filosof, agama telah mengajarkan
moralitas, dengan mengatur berbagai aturan tentang
moralitas.
Agar suatu bisnis dapat dijalankan dengan baik, maka
berperilaku etis harus menjadi tujuan dari bisnis itu diri sendiri.
Jika diperhatikan dengan teliti dari contoh-contoh perilaku bisnis
yang tidak etis, perusahaan akan mengalami dua hal: (1) hanya
memperoleh keuntungan jangka pendek dari tindakannya, (2)
dalam jangka panjang mengurangi kualitas atau layanan tidak
memberikan hasil (Conroy & Emerson, 2004). Dalam situasi
bisnis yang kompetitif, terkadang timbul sikap agresif untuk
menghasilkan laba yang mengakibatkan tindakan yang
bertentangan dengan perilaku etis yaitu perilaku yang jujur, adil,
dan kepedulian terhadap orang lain, hal ini karena tuntutan bisnis
akan memaksa seseorang untuk berhenti bekerja atau memecat
temannya yang bertentangan dengan perilaku peduli.
Weber dalam pandangan kapitalismenya berkata, “Dalam
tatanan masyarakat yang sepenuhnya kapitalistik, jika sebuah
perusahaan kapitalis yang individual tidak mengambil
keuntungan dari peluang yang ada untuk menghasilkan laba maka
perusahaan tersebut akan menjadi punah (Conroy & Emerson,
2004). Hal ini secara tidak langsung telah mengakibatkan
seseorang menjadi seorang kapitalis, materialistis, individualistis,
serta egois. Jika prinsip-prinsip keadilan dikesampingkan, maka

45
mereka yang memiliki harta lebih dari yang mereka butuhkan
sejatinya memiliki kewajiban untuk merawat barang-barang itu
dan berbagi dengan mereka yang membutuhkan.
Locke seperti yang dikutip oleh Duska (2007) menyatakan
pandangannya tentang kapitalisme, bahwa terdapat 3 (tiga) hak
alami: hak untuk hidup, kebebasan dan harta. Menurut Locke
manusia memiliki nilai karena mereka adalah milik Tuhan, dan
properti memiliki nilai karena itu adalah hasil dari pekerjaan.
Kami adalah milik Tuhan dan agen-agenNya melakukan
“bisnisnya.” Setiap pengambilan nyawa atau gangguan terhadap
kebebasan seseorang, akan mengganggu sesuatu yang jadi milik
Tuhan. Pertama, ini berarti bahwa semua hak alami bertumpu
pada hak milik dan merupakan hak tanpa campur tangan yang
diperoleh seseorang yang menghabiskan tenaga mereka untuk
hal-hal itu, (dalam hal ini Tuhan). Kedua, itu berarti sesuatu
menjadi milik seseorang karena orang itu mengerjakannya. Sama
seperti ketika Tuhan bekerja pada kita, kita menjadi miliknya, jadi
ketika kita mengerjakan sesuatu itu menjadi milik kita. Lebih
lanjut Locke berpendapat untuk membenarkan penumpukan
kekayaan dan membenarkan hak orang untuk mengklaim lebih
dari yang bisa mereka gunakan. Dengan itu, Locke membuka
pintu untuk melegitimasi semangat kapitalis dengan
membenarkan akumulasi kekayaan dan dengan demikian
melepaskan gagasan pembagian yang adil.

46
Konsep kapitalisme dalam bisnis dijelaskan berikut ini. Uang
adalah kekayaan, tetapi modal lebih dari sekadar kekayaan.
Modal adalah kekayaan yang digunakan untuk berinvestasi, dan
investasi adalah proses menempatkan kekayaan seseorang untuk
bekerja untuk diri sendiri. Karena modal adalah uang yang
digunakan untuk seseorang, orang itu berhak atas keuntungan
yang dihasilkan uangnya. Dengan demikian makna modal
sebenarnya adalah uang yang siap digunakan untuk bekerja.
Dalam kapitalisme, pengejaran kepentingan diri yang tak
terbatas akan selalu menuntun pada hal-hal yang lebih baik,
karena hal itu akan membatasi pengejaran kepentingan pribadi
dalam mempertimbangkan keadilan. Setiap orang, selama dia
tidak melanggar hukum keadilan, dibiarkan bebas untuk
mengejar kepentingannya sendiri dengan caranya sendiri, dan
untuk membawa industri dan modalnya ke dalam persaingan
dengan orang-orang lain. Maka hukum keadilan adalah untuk
mengatasi sistem kebebasan alami.
Namun pendapat yang menyatakan bahwa pengejaran
tunggal demi keuntungan selalu mengarah pada masyarakat yang
adil lebih banyak diabaikan dalam prakteknya. Karena keadilan
secara logis akan ditimpa oleh hukum dasar kapitalisme,
pemaksimalan keuntungan, dan kebutuhan yang terus diperbarui
dengan memanfaatkan peluang. Suatu keadilan akan sangat
membantu untuk mengingat bahwa kapitalisme adalah sistem
ekonomi, yang merupakan penemuan manusia dan dapat

47
dikembangkan dengan cara lain. Agar sistem ekonomi kita
memperhatikan keadilan, sistem itu perlu berubah dan kita perlu
memikirkan kembali semangat fundamental kapitalisme.
Apa pun dasar teori yang digunakan, agama
memangseharusnya menjadi landasan hidup seseorang, karena
agama mengajarkan dan menjelaskan semua yangbaik dan buruk,
apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Orang yang beragama
tahu mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh
dilakukan karena dia yakin bahwa Tuhan meliha semua
perbuatnnya, dan dia harus mempertanggunjawabkan semua hal
yang telah dilakukan sepanjang hidupnya.

Pertanyaan Diskusi:
1. Mengapa agama itu penting?
2. Jelaskan keterkaitan antara agama dan etika!
3. Jelaskan pendapat Kohlberg tentang agama, bagaimana
pendapat anda!
4. Jelaskan tentang Teori Sentimen Moral!
5. Apa dampak kapitalisme dalam etika?

48
BAB 6
KEADILAN EKONOMI

Tujuan Belajar
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan mampu:
1. Memahami pentingnya keadilan ekonomi
2. Memahami keterkaitan keadilan ekonomi dan etika

Pendahuluan
Ekonomi keadilan (economic justice) ditinjau dari etika
bisnis berkaitan dengan sistem ekonomi yang akan
mempengaruhi etis atau tidaknya suatu bisnis. Etika ekonomi
berhubungan dengan persolan pratek monopoli, oligopoli,
kolusi, dan semacamnya yang mempengaruhi suatu bisnis dan
baik dan buruknya ekonomi.
Masalah keadilan ekonomi mempertanyakan apakah ada,
atau apa yang benar, adil, atau hanya cara untuk mendistribusikan
barang dan bahan di dunia ini (Duska, 2007). Beberapa filsuf
berpendapat bahwa ekonomi sebagai ilmu deskriptif tidak perlu
terlibat dalam masalah keadilan, sedangkan filsafat, dalam hal ini
etika, sebagai perusahaan normatif berkaitan dengan suatu hal
yang benar dan salah namun tidak memiliki validitas ilmiah yang
dapat dikenali dan akibatnya tidak ada yang menawarkan
keadilan dalam ekonomi (Duska, 2007).

49
Memahami keadilan ekonomi dapat dimulai dengan
menyelami pemikirian Milton Friedman dalam bukunya
Capitalism and Freedom dan tulisan John Rawls dalam buku A
Theory of Justice. Milton Friedman, peraih Nobel di bidang
ekonomi, udianggap sebagai ekonom paling berpengaruh di era
pasca-Perang Dunia II. Perspektifnya sangat hegemonik di
sebagian besar dunia, dan juga dianggap sebagai tokoh
"neoliberalisme." Friedman menyebut dirinya "liberal klasik,"
untuk membedakan pandangannya dari "liberalisme modern".
Friedman mengikuti pemikiran kapitalisme laissez-faire seperti
dalam kondisi ideal. Sementara Rawls berpikir bahwa
kapitalisme yang adil membutuhkan pemerintahan yang dapat
melakukan intervensi. Penulis ketiga yang kami pelajari
berpendapat bahwa kapitalisme itu sendiri pada dasarnya cacat,
dan bahwa keadilan ekonomi menuntut melampaui kapitalisme.
Perspektif ini diartikulasikan dalam buku After Capitalism yang
ditulis oleh David Schweickart. Ketiga karya yang disebutkan di
atas memiliki fokus utama mereka keadilan dalam suatu negara.
Untuk memahami apa yang dimaksud dengan keadilan, ada
baiknya kita pahami kembali prinsip dasar kapitalisme. Prinsip
kapitalisme adalah: (1) Sebagian besar alat produksi dimiliki
secara pribadi, oleh individu atau perusahaan; (2) Sebagian besar
barang dan jasa dipertukarkan di pasar yang kompetitif, di mana
perusahaan berusaha untuk merealisasikan keuntungan; (3)
Kebanyakan orang, penerima upah dan gaji, bekerja untuk orang

50
lain, pemilik pabrik dan perusahaan terkait. Kapitalisme
merupakan sistem ekonomi yang dapat diatur oleh berbagai
sistem politik. Penggunaan pasar untuk mengalokasikan barang
dan jasa saja tidak membuat masyarakat menjadi kapitalis. Untuk
menjadi seorang kapitalis harus memiliki aset penghasil
pendapatan yang cukup sehingga apat hidup dengan nyaman
tanpa harus bekerja, atau dengan kata lain bekerja tetapi perlu
bekerja.
Pemisahan realitas ekonomi dari masalah moral kemudian
menjadikan ekonomi terlihat "tidak manusiawi". Kurangnya
kepedulian terhadap masalah moral menjadikan kapitalisme
menjadi lawan dari ekonomi sosialis. Karena kewajiban moral
jika dijalani akan mengganggu masyarakat kapitalis. Dari sudut
pandang etika apabila kita memiliki kemampuan untuk mencegah
terjadinya suatu hal yang buruk, tanpa mengorbankan sesuatu
yang kita miliki, kita harus berkewajiban untuk melakukannya.
Namun kenyataannya keadilan ekonomi di dalam masyarakat
masih belum dapat tercapai.
Di Indonesia harapan terwujudnya keadilan ekonomomi ini
diungkapkan dalam sila ke lima, yaitu: Keadialan Sosial bagi
seluruh masyarakat. Sila kelima ini dijelaskan lebih lanjut dalam
butir-butir sila kelima yang meliputi:
1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang
mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan

51
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesame; 3. Menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban.
3. Menghormati hak orang lain.
4. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat
berdiri sendiri.
5. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang
bersifat pemerasan terhadap orang lain.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat
pemborosan dan gaya hidup mewah.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan
atau merugikan kepentingan umum.
8. Suka bekerja keras.
9. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat
bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
10.Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan
kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Apabila dipatuhi, maka keadilan sosial dan ekonomi bagi


masyarakat dapat terwujudkan.
Namun kenyataannya dalam pengembangan pembangunan
baik itu pembangunan ekonomi, industrialisasi, maupun
modernisasi seringkali mengabaikan aspek ketimpangan sosial
dalam masyarakat seperti: kemiskinan, kerusakan lingkungan dan
pemanasan global, malnutrisi. Pembangunan cenderung lebih
membawa banyak kerugian bagi kaum miskin karena itu

52
diperlukan etika, etika yang dapat dipahami dengan
menggunakan prinsip dasar bahwa setiap manusia harus
diperlakukan secara manusiawi, dan kebaikan yang dilakukan
pada diri sendiri sebaiknya juga dilakukan pada orang lain yaitu
etika global atau etika pembangunan (Singer, 1972).
Menurut Singer (1972), etika global diperlukan karena
situasi yang menindas, situasi yang semakin lama semakin
menciptakan jurang pemisah antara manusia satu dengan lainnya,
dan banyaknnya ketimpangan sosial dalam kehidupan manusia,
yang disebabkan oleh sistem tatanan ekonomi politik dan
pembangunan dunia yang hanya ingin menciptakan dan
mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Lebih lanjut Singer
(1972) menjelaskan bahwa etika global diperlukan untuk
menciptakan tatanan dunia yang lebih harmonis dan lebih
memanusiakan manusia sesuai dengan tujuan pembangunan yaitu
untuk mengangkat moral dan mensejahterkan masyarakat di
sebuah bangsa.
Perkembangan konsep etika dalam pembangunan juga
diwarnai dengan perdebatan tentang kewajiban moral negara-
negara kaya untuk memberikan bantuan pangan kepada
masyarakat yang menderita kelaparan dalam negara-negara
berkembang. Singer (1972) berpendapat: “...rich people commit
moral wrong in refusing or neglecting to aid the starving poor.”
Dengan demikian orang-orang yang lebih mampu berkewajiban
untuk menolong masyarakat yang kurang mampu.

53
Teori keadilan menurut ajaran Islam dapat dijabarkan dari
apa yang tertulis di dalam Kita Suci Al-Qur’an, yaitu Surat An
Nisa ayat 58 yang berbunyi:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat.”

Ayat tersebut menjelaskan bahwa penegak hukum diberi


amanah untuk wajib menetapkan putusan secara adil, yaitu adil
yang sesuai konsep keadilan yang dikehendaki oleh Allah SWT.
Dalam buku Konsep Keadilan dalam Al-Qur’an - Perspektif
Quraish Shihab (n.d.), dikatakan bahwa konsep keadilan itu
adalah: (1) adil dalam arti sama; (2) adil di dalam arti seimbang;
(3) adil di dalam arti perhatian terhadap hak-hak individu dan
memberikan hak-hak itu kepada setiap pemiliknya; dan (4) adil di
dalam arti yang dinisbahkan kepada Allah. Sejatinya adil itu tidak
harus sama rata tetapi pro rata, yaitu sesuai dengan beban yang
ditanggung masing-masing orang.
Dengan demikian keadilan ekonomi dapat dicapai bila
manusia dapat melaksanakan fungsi sosial dalam harta
kekayaannya. Bagi yang memeiliki harta berlebih atau golongan
kaya agar mau berbagi dengan kaum yang miskin, namun kaum

54
yang miskin tetap harus berusaha keluar dari status
kemiskinannya dan berusaha mengubah nasib menjadi lebh baik.

Pertanyaan Diskusi:
1. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan keadilan?
2. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan keadilan
ekonomi?
3. Jelaskan bagiamana keadilan ekonomi di terapkan di
Indonesia?
4. Jelaskan bagiamana keadilan ekonomi dalam pandangan
Islam?
5. Jelaskan apakah adil itu berarti sama rata?

55
BAB 7
WHISTLEBLOWING DAN LOYALITAS KARYAWAN

Tujuan Belajar:
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan mampu:
1. Memahami apakah yang dimaksud dengan
whistleblowing.
2. Menjelaskan berbagai jenis whistleblowing
3. Menjelaskan langkah-langkah yang dapat digunakan
dalam mengatasi whistleblowing.
1. Menjelaskan tentang agency theory?
2. Menjelaskan tentang pentingnya loyalitas karyawan.
3. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan hak karyawan
dan berbagai jenisnya.

Pendahuluan
Whistleblowing merupakan tindakan seorang karyawan
yang memberitahu publik mengenai perilaku tidak bermoral/
illegal yang dilakukan oleh atasan (Duska, 2007). Whistleblowing
bisa muncul dalam suatu organisasi. Hal ini didasari sifat manusia
yang memiliki hasrat untuk berbuat baik, berani mengungkapkan
suatu kesalahan atau tindakan yang merugikan yang dilakukan
oleh individu atau kelompok yang akan merugikan perusahaan

56
atau organisasi tersebut. Maka, tindakan orang tersebut
dikategorikan sebagai tindakan etis.
Namun, whistleblowing merupakan tindakan ketidaksetiaan
apabila pengungkapan suatu kesalahan karena didasari oleh sifat
manusia yang tidak baik yaitu ingin mendapatkan suatu
keuntungan yang memperkaya diri sendiri. Tindakan
whistleblowing tersebut dikategorikan pada tindakan yang tidak
etis. Contoh: apabila seseorang berbicara seenaknya mengenai
timnya sendiri pada seseorang lain. Maka seseorang lain dari
perusahaan yang berbeda akan mengetahui apapun yang telah
dikerjakan oleh perusahaan tersebut dan dapat mengadu kepada
pihak lain lagi sehingga perusahaan tersebut bersalah. Maka dari
itu dengan permasalahan ini, banyak yang menganggap bahwa
whistleblowing merupakan cerminan ketidaksetiaan.
Whistleblowing juga dapat diartikan sebagai memberi tahu
seseorang tentang masalah internal atau kesalahan dalam suatu
organisasi (Shaw & Barry, 2016). Konsep ini kadang-kadang
digunakan dalam arti yang lebih luas, mencakup pengaduan
internal dan eksternal. Pengaduan rahasia internal berarti bahwa
seorang anggota organisasi mengisyaratkan secara internal
masalah-masalah dalam organisasi, misalnya dengan memberi
tahu para penyelia atau kantor etika dan kepatuhan. Sebaliknya,
pelapor eksternal menginformasikan beberapa entitas di luar
organisasi tentang masalah internal atau kesalahan dalam
organisasi yang menjadi anggota pelapor.

57
Jenis-jenis Whistleblowing
Whistleblowers dapat membantu organisasi memperbaiki
kondisi kerja dan mencegah kecurangan atau pemborosan
praktek. Whistleblowing dibedakan menjadi 2 yaitu
whistleblowing internal dan whistleblowing eksternal.
1. Whistleblowing internal terjadi ketika seorang karyawan
mengetahui kecurangan yang dilakukan karyawan
kemudian melaporkan kecurangan tersebut kepada
atasannya.
2. Whistle blowing eksternal terjadi ketika seorang karyawan
mengetahui kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan
lalu membocorkannya kepada masyarakat karena
kecurangan itu akan merugikan masyarakat.
Pelaporan pelanggaran eksternal (External Whistleblowing)
adalah tindakan yang disengaja dari anggota organisasi yang
meminta perhatian publik terhadap beberapa kesalahan organisasi
(Shaw & Barry, 2016). Misalnya seseorang bekerja di pabrik
kimia dan mendapatkan pengetahuan internal tentang risiko
serius bagi publik yang disebabkan oleh proses produksi yang
berkaitan dengan limbah pabrik yang beracun. Apabila pekerja
tersebut memberitahu publik mungkin akan mengakibatkan
penutupan pabrik. Hal ini merupakan dilema bagi karyawan
tersebut, apabila dia mengungkapkan maka pabrik akan ditutup
dan ribuan orang akan kehilangan pekerjaan, namun bila dia diam
maka masyarakat luas dan lingkungan yang akan terdampak.

58
Dilema etika adalah situasi di mana seseorang harus
memilih antara dua nilai etika, norma, atau prinsip yang saling
bertentangan (Shaw & Barry, 2016). Dalam dilema etika,
seseorang dihadapkan dengan dua alternatif yang keduanya
dianggap benar secara etis, tidak dapat memiliki keduanya, tidak
peduli alternatif mana yang dipilih, yang satu pasti akan
melanggar yang lain. Dilema etika berbeda dari masalah etika
lainnya, karena bukan permasalahan untuk membedakan yang
benar dari yang salah, namun perlu mengidentifikasi satu-satu
alternatif yang benar secara etis di antara berbagai alternative,
dengan memilih yang lebih rendah secara etis, atau perlu
memutuskan untuk melakukan yang benar benar etis, bukan yang
secara etis salah.
Menurut Becker (2016), seseorang dapat memecahkan
dilema etika dengan beberapa cara: (1) dengan menggunakan
konsep utilitarian, yaitu mempertimbangkan mana dari dua
alternatif yang diberikan dalam dilema yang dapat
memaksimalkan kebahagiaan keseluruhan dari semua yang
terpengaruh. (2) dengan mempertanyakan apakah sebenarnya
ada dilemma? (3) menghilangkan prasangka dan menunjukkan
bahwa dilema sebenarnya tidak ada. Dalam beberapa kasus,
dilema bukanlah dilema yang sebenarnya tetapi hasil dari
kesalahan logis dari alternatif yang salah (Shaw & Barry, 2016).
Kekeliruan dari alternatif palsu mengklaim bahwa hanya ada dua
alternatif yang tersedia dan satu harus memilih di antara mereka.

59
Padahal dalam kenyataannya terdapat alternatif tambahan yang
tersedia, di mana seseorang sebenarnya dapat memilih opsi lain
selain dua yang disajikan, yang dapat dgunakan untuk
menyelesaikan dilema.

Metode untuk menganalisis whistleblowing


Terdapat 3 (tiga) langkah untuk memutuskan apakah
whistleblowing dibenarkan (Shaw & Barry, 2016):
1. Memverifikasi masalah
Untuk memutuskan apakah whistleblowing
dibenarkan dalam kasus yang diberikan dapat dilakukan
dengan memeriksa fakta dan mengklarifikasi jika memang
ada masalah serius atau kesalahan. Persepsi pribadi dan
bahkan profesional dapat menjadi bias dan harus diverifikasi.
Sebagai contoh, seorang insinyur menemukan cacat di
fasilitas produksi menyimpulkan bahwa ada risiko serius
kecelakaan dengan konsekuensi berbahaya bagi publik.
Namun, insinyur harus memverifikasi bahwa perhitungan
dan kesimpulannya benar, misalnya dengan memeriksa ulang
perhitungannya dengan cermat atau dengan meminta
insinyur lain yang ia percayai untuk memeriksa ulang
perhitungan dan kesimpulannya. Juga, masalah yang
dipertaruhkan harus menjadi masalah serius dengan potensi
bahaya yang signifikan. Pada umumnya tidak dibenarkan

60
untuk memberi tahu publik tentang masalah internal yang
tidak material.
2. Mengeksplorasi cara-cara internal untuk memperbaiki
masalah
Dapat dilakukan dengan memeriksa opsi untuk
mengatasi dan memperbaiki masalah secara internal. Semua
organisasi harus berurusan dengan masalah kecil dan besar
serta friksi internal. Idealnya, sebuah organisasi memiliki
budaya dan mekanisme untuk menangani dan menyelesaikan
masalah secara tepat. Jika masalah serius diidentifikasi pada
langkah pertama, seseorang harus berniat untuk mengatasi
dan memperbaiki masalah secara internal. Hal ini lebih
disukai karena solusi internal mungkin merupakan solusi
paling efektif dan paling tidak berbahaya. Namun, jika tidak
ada cara lain untuk mengatasi dan menyelesaikan masalah
secara internal, whistleblowing tetap menjadi satu-satunya
pilihan yang layak. Perhatikan bahwa untuk beberapa
masalah, jalur internal tidak disukai. Misalnya, jika
kesalahan internal menyangkut kegiatan kriminal, lebih baik
untuk memberi tahu lembaga terkait dan memulai investigasi
eksternal.
3. Mengidentifikasi alasan etis yang mendukung keputusan.
Tahap ini dilakukan dengan mempertimbangkan alasan
etis untuk tidak menyampaiakan kecurangan. Sekalipun ada
masalah serius dan tidak ada cara internal untuk mengatasi

61
masalah tersebut, pengaduan rahasia tidak secara otomatis
dibenarkan. Seseorang perlu mempertimbangkan alasan etis
untuk dan menentang pengungkap fakta. Seseorang dapat
merujuk pada teori etika, etika profesional, atau prinsip-
prinsip etika dasar untuk menentukan apakah whistleblowing
merupakan keputusan etika yang terbaik. Sebagai contoh,
seseorang dapat merujuk pada utilitarianisme dan
mempertimbangkan apakah mengungkapkan kecurangan
menambah atau mengurangi kebahagiaan keseluruhan dari
semua yang terpengaruh. Bahkan jika ada masalah serius
yang tidak dapat diselesaikan secara internal, bisa jadi
mengungkapkan kecurangan dapat berakibat lebih buruk
dalam hal mencapai kebahagiaan keseluruhan daripada tidak
mengungkapkan. Dalam perspektif utilitarian,
whistleblowing hanya dapat didukung sebagai keputusan
yang benar secara etis jika whistleblowing memaksimalkan
kebahagiaan keseluruhan dari semua yang terpengaruh. Teori
etika lain atau etika profesional dapat pula digunakan untuk
menganalisis kasus tersebut. Etika professional kadang-
kadang mungkin mengharuskan para profesional untuk
memperingatkan publik, jika kepentingan publik yang
dilayani dan dilindungi oleh profesi itu terancam. Contoh
lainnya adalah pelanggaran hak-hak yang mendasar, seperti
pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip konstitusional

62
atau hak asasi manusia bisa dijadikan alasan untuk
mengungkapkan kecurangan.
Jika seseorang mendukung whistleblowing dengan alasan
etika yang substansial maka whistleblowing dapat dibenarkan.
Alasan etis sangat penting karena pelapor harus dapat
membenarkan pelapor untuk dirinya sendiri, untuk keluarganya,
untuk rekan kerja, ke agen, dan ke publik. Pelaporan pelanggaran
dapat berdampak luas pada banyak orang yang mungkin meminta
pelapor penjelasan dan pembenaran.
Whistleblowing adalah langkah terakhir, opsi terakhir untuk
mengatasi masalah serius ketika tidak ada pilihan lain yang
masuk akal. Meskipun situasi di mana seseorang perlu meniup
peluit jarang terjadi, penting bagi setiap orang untuk menyadari
bahwa ada pilihan untuk meniup peluit. Setiap orang adalah
individu yang rasional dan, dengan demikian, titik referensi
utama untuk etika. Setiap orang adalah orang etis dengan
kapasitas untuk penilaian etis. Sebagai makhluk etis, kita
memiliki tanggung jawab untuk secara kritis merenungkan dan
erlibat dalam masalah etika organisasi dan komunitas tempat kita
menjadi bagiannya.
Seorang whistleblower memiliki dua sisi. Pada satu sisi,
whistleblower dianggap sebagai pahlawan karena memiliki
keberanian untuk mengungkapkan penyimpangan yang dilakukan
organisasi pemerintah. Di sisi lain, sebagian orang dalam
organisasi pemerintah menganggap whistleblower adalah

63
pengkhianat karena telah berani mengungkapkan penyimpangan
yang terjadi dalam organisasi (loyality) dan tidak memiliki
semangat perasaan bangga atau kesetiaan bersama. Seorang
whistleblower memiliki dilema apakah dia akan mengutamakan
kewajiban terhadap organisasinya atau kewajiban terhadap
masyarakat. Dilema dan konflik etika seorang whistleblower
menjadi semakin besar ketika pelaku penyimpangan adalah
atasan atau rekan dekatnya, dibandingkan dengan apabila pelaku
penyimpangan adalah orang yang tidak dikenalnya dengan baik.
Dengan adanya whistleblowing diharapkan dapat
menghentikan penyimpangan yang terjadi. Halyang paling
ditakuti oleh para whistleblower internal adalah kekhawatiran
tindakan mereka melaporkan penyimpangan yang terjadi tidak
memperoleh respon yang baik dari pihak-pihak lain seperti
atasannya. Selain itu kemungkinkan negatif yang dilakukan
manajemen perusahaan sebagai respon adanya whistleblower
antara lain adalah: penundaan bonus, penundaan promosi yang
diharapkan, pemberhentian pekerjaan, pengurangan tugas,
pengurangan dalam penilaian kinerja, dan sebagainya. Akibatnya
banyak orang yang cenderung memilih diam daripada
mengungkapkan kecurangan yang diketahuinya.

Pentingnya loyalitas karyawan


Teori keagenan seperti yang dikemukakan oleh Jensen dan
Meckling (1976) mengemukakan bahwa: “Teori keagenan adalah

64
suatu teori pemisahan antara pemilik (prinsipal) dan pengelola
(agen) suatu perusahaan dapat menimbulkan suatu masalah
keagenan (agency problem). Agency problem yang dimaksud
antara lain terjadinya informasi yang asimetri (tidak sama) antara
yang dimiliki oleh pemilik dan pengelola.” Teori keagenan
menekankan pentingnya pemilik perusahaan (pemegang saham)
menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga
professional (disebut agen) yang lebih mengerti dalam
menjalankan bisnis sehari-hari.
Tujuan dari dipisahkannya pengelolaan dari kepemilikan
perusahaan, yaitu agar pemilik perusahaan memperoleh
keuntungan yang semaksimal mungkin dengan biaya yang efisien
mungkin dengan dikelolanya perusahaan oleh tenaga-tenaga
profesional. Para tenaga-tenaga professional, bertugas untuk
kepentingan perusahaan dan memiliki keleluasaan dalam
menjalankan manajemen perusahaan, sehingga dalam hal ini para
profesional tersebut berperan sebagai agents-nya pemegang
saham. Semakin besar perusahaan yang dikelola memperoleh
laba semakin besar pula keuntungan yang didapatkan agents.
Sementara pemilik perusahaan (pemegang saham) hanya
bertugas mengawasi dan memonitor jalannya perusahaan yang
dikelola oleh manajemen serta mengembangkan sistem insentif
bagi pengelola manajemen untuk memastikan bahwa mereka
bekerja demi kepentingan perusahaan.

65
Teori keagenan merupakan ranting yang diturunkan dari
teori ekonomi neoklasik Adam Smith. Menurut Adam Smith
(1776) seperti yang dikutip oleh Duska (2007) mengatakan
bahwa: “Manajer perusahaan yang bukan pemilik sepenuhnya
perusahaan, tidak dapat diharapkan berkinerja baik sesuai tujuan
pemilik lainnya. Prinsipal dan agen diasumsikan sebagai orang
yang memiliki rasional ekonomis yang dimotivasi oleh
kepentingan pribadi.” Sementara itu, kita semua
mengetahuibahwa pada dasarnya para agen bekerja untuk
memaksimalkan keuntungan kepada principal.
Sementara Jensen dan Meckling (1976) mengatakan
bahwa: “….manajemen perusahaan bertindak sebagai agen bagi
para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran
bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan
bijaksana serta adil terhadap pemegang saham.”
Pada saat pemilik atau manajer menyerahkan pengambilan
keputusan pada pihak lain, maka terdapat hubungan keagenan
antar kedua kedua pihak. Hubungan keagenan antara pemegang
saham dengan manajer, akan efektif selama manajer mengambil
keputusan investasi yang konsisten dengan kepentingan
pemegang saham. Akan tetapi, apabila kepentingan manajer tidak
sama dengan kepentingan pemilik, maka pengambilan keputusan
yang dipilih oleh manajer kemungkinan besar akan condong ke
kepentingan manajer dibandingkan dengan kepentingan pemilik.

66
Untuk membatasi perbedaan kepentingan antara pemilik
dengan agen, pemilik dapat membuat insentif yang sesuai bagi
agen. Insentif tersebut dapat berupa biaya pengawasan dan
monitoring cost. Pemilik juga dapat membayar agen untuk
mengeluarkan sumber daya (bonding cost) untuk menjamin
bahwa agen tidak akan melakukan tindakan tertentu yang dapat
merugikan pemilik akan dikompensasikan bila agen melakukan
tindakan-tindakan tersebut.

Hak Karyawan
Hak dapat didefinisikan sebagai kapasitas, kepemilikan,
atau kondisi keberadaan yang memberikan seseorang atau
kelompok untuk menikmati suatu objek atau keadaan (Duska,
2007). Hak karyawan dituangkan dalam sejumlah peraturan
perundangan dan hak asasi manusia yang terkait dengan
hubungan antara karyawan dengan atasan. Hak hukum karyawan
diatur dalam undang-undang/ peraturan yang ditetapkan oleh
pemerintah. Seorang karyawan memiliki hak untuk mendapatkan
tempat kerja yang aman, karyawan berhak untuk mengklam hak
tersebut. Karyawan berhak mengharapkan dan menuntut agar
majikannya dapat memenuhi standar tertentu dalam menetapkan
area kerja karyawan. Hak-hak karyawan merupakan salah satu
etika bisnis yang selalu harus diperhatikan dalam suatu
perusahaan.

67
Hak Karyawan dibagi menjadi dua, yaitu hak atas pekerjaan
yang berarti dan hak karyawan yang didapat di perusahaan. Hak
atas pekerjaan yang berarti merupakan sesuatu yang baik untuk
menciptakan pekerjaan yang tidak mengasingkan atau tidak
memanusiakan manusia, tetapi adalah penciptaan pekerjaan, yang
memiliki makna dan tujuan (apa pun yang mungkin berarti di luar
kenyataan bahwa mereka menyediakan, melalui pembagian kerja
yang baik untuk masyarakat. Hak karyawan yang didapat di
perusahaan yaitu seorang karyawan setelah dipekerjakan,
karyawan tersebut dapat mengklaim hak-hak yang terdapat
diperusahaan tersebut. Hak legal karyawan adalah hak yang ada
melalui undang-undang atau peraturan pemerintah. Namun,
klaim yang dibuat tentang hak alamiah, atau hak konvensional
karyawan akan didasarkan pada bagaimana seseorang
memandang hubungan antara pimpinan dan karyawan.
Beberapa Hak Karyawan adalah sebagai sebagai berikut (Duska,
2007):
1. Hak atas lingkungan kerja yang aman dan sehat
Pekerja bebas memilih untuk melakukan pekerjaan dalam
situasi apa pun yang terjadi. Jika pekerja menginginkan
lingkungan yang aman dan sehat, maka mereka dapat
menolak untuk bekerja di bawah kondisi yang tidak aman
tersebut. Jika cukup banyak pekerja menolak, akan ada
kekurangan pekerja dan majikan akan dipaksa untuk
mengembangkan lingkungan kerja yang lebih murah atau

68
untuk membayar upah yang lebih tinggi untuk
mencerminkan risiko keselamatan yang lebih tinggi.
2. Hak atas keamanan kerja dan proses hukum dalam
memecat dan mempromosikan
Pemilik memiliki hak untuk melakukan apa saja terhadap
propertinya dan termasuk memecat karyawan dengan
alasan apapun/ tanpa alasan sekalipun. Tetapi karyawan
memiliki hak atas keamanan pekerjaan, yang berarti orang
tersebut, setelah dipekerjakan, memiliki hak untuk
memegang pekerjaan itu selama tidak ada alasan yang
baik untuk memutuskan hubungan kerja. Mengingat hak
atas keamanan kerja, adalah kewajiban pengusaha untuk
memberikan kepada karyawan hak untuk proses yang adil
ketika keputusan dibuat mengenai kesejahteraannya
3. Hak privasi
Klaim atas hak privasi muncul dari individualisme, yang
menyatakan bahwa tidak ada yang memiliki hak untuk
memberi tahu orang lain apa yang harus dilakukan dalam
kehidupan pribadinya, dan juga menegaskan bahwa orang
lain tidak memiliki hak untuk mengetahui apa yang terjadi
dalam kehidupan pribadi seseorang jika orang itu tidak
ingin mengungkapkannya. Hak atas privasi, tentu saja,
menyiratkan hak atas kebebasan di luar jam kerja
dan klaim bahwa karyawan memiliki hak atas kebebasan
berbicara.

69
4. Hak atas kompensasi untuk cedera
Dibuat untuk hak kompensasi atas cedera, berdasarkan
kerugian ekonomi. Ketika satu orang menderita kerugian
ekonomi dari aktivitas orang lain, pihak yang dirugikan
berhak mendapatkan kompensasi. Tentu saja ada
pengecualian dalam kasus di mana kerugian itu
diharapkan dan kompensasi pada awalnya
memperhitungkan risiko kerugian, sehingga karyawan itu
dibayar lebih untuk berpartisipasi dalam pekerjaan
berisiko tinggi.
5. Hak untuk berpartisipasi atau bersuara dalam hal-hal yang
memengaruhi pekerja
Hak yang diartikulasikan baru-baru ini dan jauh lebih
kontroversial, tetapi itu adalah hak yang mengalir keluar
dari emosi zaman yang menuntut solidaritas dan kontrol
kualitas total pengelolaan. Ketika pandangan tentang
hubungan antara pemilik, manajer dan karyawan berubah,
dan ketika gagasan tentang pemegang saham memperoleh
kekuasaan, karyawan dipandang sebagai pemain yang
semakin penting dalam budaya perusahaan. Hak
dinyatakan sebagai menggagalkan untuk menangkal
potensi penyalahgunaan kekuasaan yang dapat timbul dari
asimetri.
6. Hak atas perlakuan yang sama tanpa memandang ras atau
jenis kelamin

70
Karena pelanggaran perlakuan yang sama terjadi di
tempat kerja, tampak jelas bahwa seseorang menegaskan
hak atas perlakuan yang sama tanpa memandang ras atau
jenis kelamin. Di Indonesia hal ini diatur dalam UU No.
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK):
“Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan
untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan
menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa
diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan
tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia
usaha.”
7. Hak atas perlindungan pensiun
Hak yang mewajibkan perusahaan untuk melindungi
pensiun karyawannya. Dalam UU No. 13 Tahun 2003
pasal 167 ayat 1 mengatur pemutusan hubungan kerja
terhadap pekerja/buruh karena memasuki usia pensiun
dan ketentuan dalam pemberian program pensiun.
8. Hak atas perundingan bersama seperti yang ditetapkan
oleh National Labor Relations Board
Dalam masyarakat industri modern dengan sebagian besar
kekuasaan berada di pihak korporasi, organisasi pekerja
atau konsumen sangat diperlukan untuk memperbaiki
keseimbangan kekuasaan. Karenanya, untuk
mendapatkan kekuatan untuk mengamankan hak-hak

71
mereka, pekerja harus dapat berorganisasi. Menyerang
kemampuan berorganisasi berarti menyerang hak yang
esensial bagi martabat manusia (Pasal : UU No 18 Tahun
1956)
9. Hak untuk bebas dari pelecehan
Hak asasi manusia yang tidak boleh dilanggar di mana
pun, apalagi di tempat kerja. Penekanan akhir-akhir ini
telah pada hak untuk bebas dari pelecehan seksual, tetapi
sangat penting untuk dicatat bahwa ada bentuk pelecehan
lainnya.
10. Hak atas upah layak
Paus Leo XIII, dalam sebuah ensiklik berjudul Rerum
Novarum (Of New Things), mengartikulasikan sejumlah
hak karyawan.Di antaranya adalah hak atas upah
layak.Baginya, upah hidup cukup untuk menghidupi
keluarga dengan anak-anak, sehingga anak-anak dirawat
dengan baik. Pemberian upah dan tunjangan lain yang
cukup untuk mendukung keluarga secara memadai.
Martabat pekerja memerlukan perawatan kesehatan yang
memadai, keamanan untuk usia lanjut atau cacat,
kompensasi pengangguran, kondisi kerja yang sehat,
liburan berkala untuk waktu luang dan keamanan yang
wajar terhadap pemecatan yang sewenang-wenang

72
Pertanyaan Diskusi:
1. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan whistleblowing?
2. Jebutkan dan jelaskan apa saja jenis-jenis whistleblowing?
3. Sebutkan dan jelaskan langkah-langkah apa yang dapat
digunakan untuk mengatasi whistleblowing?
4. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan agency theory?
5. Jelaskan mengapa loyalitas karyawan penting?
6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hak karyawan dan
berikan contoh!

73
BAB 8
ETIKA DALAM BIDANG KEUANGAN

Tujuan Belajar:
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan mampu:
1. Memahami peran uang
2. Memahami peran jasa keuangan
3. Memahami masalah etika dalam bidang jasa keuangan

Pendahuluan
Uang telah menjadi nilai instrumental yang signifikan bagi
masyarakat, karena uang telah membantu produksi dan distribusi
barang dan jasa. Pertukaran barang dan jasa terhadap uang juga
telah menjadi dan memberi banyak manfaat bagi manusia. Begitu
pesatnya perkembangan dan peran uang dalam kehidupan,
hingga menjadikan uang menjadi tujuan hidup dari sebagian
manusia di bumi ini. Menggunakan uang sebagai tujuan hidup
dapat mengakibatkan seseorang menghalalkan segala macam
cara untuk meraihnya. Akibatnya orang tersebut akan melanggar
norma-norma etika.
Sistem keuangan mencerminkan kompleksitas sistem
ekonomi suatu negara dan tingkat perkembangan ekonominya,.
sistem keuangan pada dasarnya adalah tatanan dalam

74
perekonomian suatu negara yang memiliki peran untuk
menyediakan fasilitas jasa-jasa di bidang keuangan oleh lembaga-
lembaga keuangan penunjang lainnya misalnya pasar uang dan
pasar modal (Duska, 2007). Pasar keuangan adalah fondasi dari
sistem keuangan. Tujuannya adalah mengalokasikan tabungan
secara efisien kepada pihak-pihak yang menggunakan dana untuk
investasi dalam aset nyata atau aset keuangan. Fungsi alokasi
yang optimal akan menyalurkan tabungan ke penggunaan paling
produktif dari tabungan tersebut.
Efisiensi sistem tercapai ketika harga tercermin di pasar
adalah harga keseimbangan; yaitu, harga kliring pasar. Jika ada
ketidakseimbangan, harus dilakukan penyesuaian cepat agar
tercapai keseimbangan baru. Efisiensi akan terjadi lebih mudah
jika jumlah pembeli dan penjual besar; kedua belah pihak dalam
suatu transaksi dengan mudah memperoleh informasi; dan biaya
transaksi dijaga agar tetap minimum. Pasar keuangan dapat
dikategorikan menjadi dua, yaitu menurut waktu dan menurut
tujuannya (Duska, 2007), berikut penjelasan bagi keduanya:
1. Pasar Menurut Waktu
Pengelompokan pasar keuangan menurut waktu
memungkinkan kita untuk membaginya menjadi pasar
uang dan pasar modal. Pasar uang memperdagangkan
surat berharga dengan jangka waktu satu tahun atau
kurang; sedangkan pasar modal memperdagangkan surat
berharga dengan jangka waktu lebih dari satu tahun.

75
2. Pasar Menurut Tujuan
Pasar juga dibagi sesuai dengan tujuan transaksi, apakah
itu meningkatkan modal baru atau pertukaran instrumen
yang ada. Transaksi yang dilakukan untuk
mendapatkan modal baru bagi perusahaan atau
pemerintah terjadi dalam apa yang disebut pasar primer
atau pasar isu baru. Transaksi yang menukar investasi
yang ada terjadi dalam apa yang disebut pasar sekunder

Pasar keuangan adalah jantung dari sistem keuangan karena


menyediakan infrastruktur untuk penerbitan dan perdagangan
sekuritas, tetapi ada dua komponen penting lainnya dalam sistem,
instrumen keuangan dan lembaga keuangan. Instrumen keuangan
adalah sekuritas yang diperdagangkan, yang diidentifikasi oleh
referensi waktu atau kontrak: (1) diklasifikasikan menurut waktu,
sekuritas pasar uang adalah yang memiliki jatuh tempo satu tahun
atau kurang sedangkan instrumen pasar modal adalah mereka
yang memiliki jatuh tempo lebih dari satu tahun. (2)
diklasifikasikan berdasarkan referensi kontrak, yaitu instrumen
keuangan yang berupa hutang atau klaim ekuitas.

Masalah Etis Dalam Layanan Keuangan


Dalam hutang, peminjam hutang biasanya memberi
pemilik pengembalian periodik, yang disebut pembayaran bunga

76
dan pengembalian pokok pada akhir kontrak. Contoh klaim utang
termasuk sekuritas pendapatan tetap seperti obligasi dan hipotek,
bersama dengan sekuritas pasar uang dan kebijakan asuransi jiwa
dan perawatan jangka panjang dan anuitas. Masalah etika dalam
hal ini adalah tanggung jawab untuk menghormati kontrak.
Saham biasa dan saham preferen (Common dan preferred
stock) merupakan dua contoh klaim ekuitas. Klaim ekuitas
menyiratkan kepemilikan, sedangkan pemegang utang tidak
memiliki klaim kepemilikan. Jika sebuah perusahaan dibubarkan,
pemegang utang memiliki tuntutan hukum pertama atas aset
tersebut. Sementara saat klaim utang jatuh tempo, sebagian besar
klaim terhadap ekuitas adalah selama seseorang tersebut memiliki
saham, dan sementara klaim utang datang bersama kewajiban
tetap seperti pengembalian periodik atau kupon dan
pengembalian pokok, sebagian besar klaim ekuitas tidak
menjanjikan untuk arus kas masa depan. Saham biasa, klaim
ekuitas yang paling dikenal, dapat membayar pemilik atau
investor pengembalian periodik dalam bentuk dividen, tetapi
tidak ada kewajiban tetap atau hukum untuk melakukan
pembayaran.
Lembaga keuangan merupakan portal bagi orang yang
berpartisipasi dalam sistem keuangan dan membantu orang yang
bertukar instrumen tersebut. Yang termasuk dalam lembaga
keuangan antara lain adalah bank, pedagang dan broker sekuritas,
dana pensiun, perusahaan akuntansi, reksadana perusahaan dan

77
perusahaan asuransi. Lembaga-lembaga tersebut merupakan
bagian integral dari sistem keuangan karena mereka memfasilitasi
kegiatan pertukaran.

Intermedier Keuangan
Lembaga keuangan sering disebut sebagai perantara keuangan
(intermedier keuangan). Dalam dunia keuangan langsung, di
mana peminjam dan pemberi pinjaman berinteraksi
menggunakan sekuritas primer, tidak ada kebutuhan untuk
lembaga keuangan, tetapi apabila terdapat permasalahan dalam
lembaga keuangan maka perantara keuangan dapat membantu
menyelesaikannya. Ada tiga jenis intermediasi keuangan, yaitu:
denominasi, kedewasaan, dan risiko (Duska, 2007).
Intermediasi denominasi dan maturity terjadi karena
peminjam dan pemberi pinjaman seringkali memiliki keinginan
yang berbeda terkait dengan jumlah rupiah dari suatu transaksi
dan saat jatuh tempo pinjaman atau investasi. Lembaga keuangan,
seperti bank dapat dapat menentukan jumlah rupiah tertentu bagi
penabung untuk dalam membuat simpanan untuk
mengakomodasi keinginan pemberi pinjaman, sementara jatuh
tempo merupakan suatu kerangka waktu dimana seorang
peminjam harus mengembalikan pinjamannya
Lembaga keuangan lain adalah intermediasi risiko.
Penabung dari sektor rumah tangga biasanya berisiko negatif dan
mengalami kesulitan bila berurusan langsung dengan peminjam.

78
Dalam situasi seperti itu, bank menyediakan cara yang aman dan
bebas risiko agar uang dapat ditransfer dari penabung ke
peminjam, sementara secara bersamaan mengendalikan risiko
transaksi. Perusahaan asuransi adalah inter-mediator risiko
dengan cara yang berbeda. Mereka menciptakan kumpulan
orang-orang yang berisiko buruk sehingga mereka dapat
memastikan diri terhadap peristiwa bencana yang akan
menghancurkan mereka secara finansial.
Selain berfungsi sebagai perantara, lembaga keuangan
memfasilitasi pertukaran dengan bertindak sebagai lembaga
penyimpanan, kontrak, atau investasi. Bank-bank komersial dan
tabungan, termasuk serikat kredit, adalah lembaga penyimpanan
utama, di mana sumber dana utama adalah deposito yang dijual
kepada penabung, dan penggunaan dana yang utama adalah
pinjaman kepada peminjam. Lembaga kontraktual termasuk
perusahaan asuransi dan dana pensiun di mana sumber pendanaan
adalah premi yang dibayarkan untuk memperoleh berbagai jenis
polis asuransi atau kontribusi pensiun yang menciptakan anuitas
yang dijamin oleh kontrak terstruktur. Lembaga investasi terdiri
dari perusahaan investasi, terutama reksadana dan pialang.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sistem keuangan
merupakan susunan kompleks pasar keuangan, sekuritas, dan
lembaga yang berinteraksi dalam memfasilitasi pergerakan modal
di kalangan penabung dan peminjam (Duska, 2007). Sistem
keuangan itu juga digunakan untuk mediasi risiko di antara para
pihak yang dilakukan dengan sangat efisien dan etis.

79
Etika Sistem Pasar
Duska (2007) mengemukakan bahwa pasar keuangan
merupakan komponen penting dari ekonomi modern yang
merupakan elemen fundamental dari pasar bebas atau sistem
kapitalis. Secara historis pasar keuangan tersebut bermanfaat
secara instrumen dalam membantu menciptakan kondisi materi
bagi kehidupan masyarakat yang baik. Pada dasarnya ekonomi
pasar bebas dan sistem keuangan yang memfasilitasinya diakui
telah memberi manfaat dan kemudahan bagi masyarakat luas
dalam melakukan pertukaran barang dan jasa serta instrument
keuangan. Jika pasar dan instrumennya tidak disalahgunakan,
maka akan dapat diterima secara etis dari sudut pandang makro
(Duska, 2007).

Prinsip Etis Dasar


Para pelaku jasa keuangan perlu memahami prinsip dasar
etika agar dapat dicapai perilaku etis. Menurut Duska (2007)
beberapa alasan pentingnya pengetahuan etika ini adalah untuk:
(1) Memahami beberapa prinsip umum yang harus diikuti. (2)
Membantu dalam memeriksa berbagai jenis peraturan yang
mengatur layanan keuangan. (3) Memeriksa bagaimana membuat
lingkungan lebih rentan terhadap perilaku etis. Selain itu perlu
dipahami bahwa terdapat dua prinsip etika yang berharga dan
menyeluruh yang dapat diterapkan pada sebagian besar masalah
dalam layanan keuangan: (1) menghindari penipuan da
nkebohongan, dan (2) menghargai komitmen.

80
Penipuan mengarah pada pihak yang tertipu agar
mendapatkan sesuatu yang berbeda dan biasanya kurang berharga
dari yang mereka harapkan. Kepuasan bersama menghilang.
Sistem keuangan yang penuh dengan penipuan dan kebohongan
di mana orang tidak bisa mengandalkan orang lain untuk
menghormati komitmen mereka akan membentuk masyarakat
yang secara inheren tidak stabil dan secara ekonomi tidak efisien.
Untuk mencapai pasar efisien telah dikembangkan berbagai cara
termasuk pencipta produk dan pemasar produk serta perantara.

Penghindaran Penipuan dan Kebohongan


Duska (2007) menjelaskan bahwa para ekonom telah
mengembangkan gagasan tentang pertukaran pasar ideal sebagai
transaksi di mana dua individu setuju untuk mentransfer barang
dengan catatan mendapatkan informasi lengkap tentang barang
yang akan dipertukarkan. Idealnya terdapat informasi yang
sempurna tentang nilai dari apa yang diberikan dan diterima
sebagai imbalan. Pertukaran semacam itu, yang dilakukan secara
bebas dengan informasi lengkap, harus memaksimalkan kepuasan
di kedua belah pihak. Perjanjian pertukaran tersebut dibuat secara
bebas dan terhormat, dan diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraaan bagi masing-masing pedagang dan bermanfaat
bagi seluruh masyarakat. Kondisi perdagangan yang ideal adalah
yang memenuhi informed consent, yaitu mencakup kebebasan
peserta, dan terpenuhinya pengetahuan penuh tentang detail

81
produk yang terkait. Persetujuan tidak berlaku bila seseorang
dipaksa melakukan pertukaran atau tidak memiliki pengetahuan
yang memadai tentang produk yang ditawarkan.
Berbeda dengan pasar barang dan jasa, pasar keuangan riil
tidak ideal. Di pasar keuangan riil, konsumen seringkali lebih
dekat dengan ketidaktahuan daripada pengetahuan yang
sempurna, yang rentan terhadap intrik yang tidak etis. Bila
dipraktekkan secara luas akan menyebabkan ketidaksehatan dari
pasar keuangan itu sendiri (Duska, 2007).
Disamping uang sebagai instrumen keuangan, ada lembaga
keuangan yang membantu orang-orang bertukar instrumen
tersebut. Lembaga keuangan sering disebut sebagai perantara
keuangan, selain berfungsi sebagai perantara, lembaga keuangan
memfasilitasi pertukaran dengan bertindak sebagai lembaga
penyimpanan, kontrak, atau investasi. Dengan kata lain sistem
keuangan adalah susunan kompleks pasar keuangan, sekuritas,
dan lembaga yang berinteraksi dalam memfasilitasi pergerakan
modal di kalangan penabung dan peminjam (Duska, 2007).
Secara universal, ekonomi pasar bebas dan sistem keuangan
diakui sebagai instrumen yang bermanfaat bagi masyarakat.
Namaun, jika pasar dan instrumennya disalahgunakan, maka hal
ini tidak dapat diterima secara etis. Aturan etis di pasar, baik pasar
barang dan jasa maupun pasar uang harus diikuti individu.
Transaksi pasar antara individu harus dilakukan tanpa
menggunakan orang lain dan tanpa terlibat dalam penipuan atau
penipuan sesuai dengan peran seseorang.

82
Downes dan Goodman (1985) dalam bukunya Money’s
Complete Guide to Personal Finance and Investment Terms
menjelaskan bahwa penipuan adalah konsep hukum dan memiliki
makna khusus dalam kasus-kasus tertentu, tetapi umumnya
melibatkan penyajian yang disengaja, penyembunyian, atau
penghilangan kebenaran untuk tujuan penipuan atau manipulasi
untuk merugikan seseorang atau organisasi (Duska, 2007). Selain
penipuan, terdapat cara lain yaitu dengan menggunakan klien,
terutama saat terjadinya pertukaran, atau pada saat lain yang
melibatkan pemaksaan atau pemanipulasian klien yang membuat
klien merasa takut. Hal ini biasanya terjadi karena terdapatnya
konflik kepentingan (conclict of interest).
Beberapa peran pelaku jasa keuangan dijelaskan sebagai
berikut: (a) Akuntan berperan untuk melacak pertukaran dan
nilainya dan untuk memberikan gambaran yang benar tentang
status keuangan perusahaan. (b) Auditor untuk membuktikan
keakuratan atau kebenaran laporan keuangan perusahaan yang
diaudit. (c) Broker dan agen adalah membuat instrumen atau
produk keuangan tersedia bagi konsumen, mengingat
kompleksitas produk keuangan yang tersedia saat ini, mereka
sering kali harus mengambil peran sebagai penasihat. (d) Bankir
berperan memberi saran kepada penabung, membuat keputusan
tentang pinjaman, dan bertindak sebagai fidusia dalam fungsi
kepercayaan. (e) CEO dari lembaga keuangan memiliki peran
untuk memaksimalkan laba bagi pemegang saham mereka, dan
beberapa orang akan berpendapat, menyeimbangkan hal itu
dengan kepentingan semua pemangku kepentingan lainnya.

83
Manajer Investasi Vs Personal Trading
Manajer Investasi adalah pihak (bisa perusahaan atau
perorangan) yang diberikan kewenangan untuk mengelola aset
investor, salah satunya adalah reksa dana. Reksadana adalah salah
satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya
pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu
dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
Duska (2007, p. 223) menjelaskan kronologis personal
trading sebagai berikut:
Pada tanggal 9 Mei 1994, Kelompok Penasihat khusus industri
reksadana untuk personal trading mengeluarkan laporan dengan
serangkaian rekomendasi yang mengatur kegiatan investasi
pribadi manajer portofolio dan "access persons" lainnya. Laporan
tersebut disampaikan kepada Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC)
untuk mencegah kemungkinan peraturan Securities and
Exchange Commission (SEC) baru yang akan membatasi
perdagangan pribadi manajer reksa dana. Peraturan lebih lanjut
akan ditujukan untuk mencegah potensi konflik. Laporan
melibatkan rekomendasi spesifik yang meliputi:
1. Larangan pembelian sekuritas dalam penawaran umum
perdana (IPO) dan pengambilan laba dari aktivitas
perdagangan jangka pendek:
2. Batasan ketat untuk memperoleh surat berharga di
penempatan pribadi dan menerima hadiah

84
3. Periode pemadaman wajib untuk perdagangan pribadi
dalam sekuritas yang diperdagangkan oleh reksadana
4. Enam prosedur kepatuhan khusus
Enam prosedur kepatuhan untuk menghindari konflik
kepentingan yang direkomendasikan oleh dewan penasehat:
1. mengeluarkan pernyataan prinsip-prinsip umum yang
menyerukan investor untuk mengutamakan kepentingan
pemegang saham, mengikuti kode etik, dan menghindari
konflik kepentingan dan memanfaatkan posisi seseorang
2. menyarankan agar setiap kode individu disesuaikan
dengan cara kerja spesifik dari setiap dana
3. kode mencakup pembatasan substantif untuk menjaga
dari kemungkinan konflik kepentingan yang termasuk a)
larangan personel investasi untuk memperoleh surat
berharga apa pun dalam penawaran umum perdana (IPO),
b) larangan keuntungan perdagangan jangka pendek
dalam investasi yang melibatkan dana , c) larangan hadiah
besar , d) larangan melayani di dewan direksi perusahaan
publik kecuali ada persetujuan dan inisiasi prosedur
lainnya.
4. menyarankan agar perusahaan mengadopsi prosedur
kepatuhan tertentu; yaitu, preclearance, pencatatan
transaksi efek, pemantauan pascabayar , pengungkapan
kepemilikan pribadi, dan sertifikasi kepatuhan dengan
kode etik. Direkomendasikan agar setiap perusahaan

85
menyiapkan laporan tahunan yang mencantumkan
prosedur yang ada, mengidentifikasi pelanggaran tahun
lalu, dan merekomendasikan perubahan pembatasan yang
ada.
5. menyarankan agar prospektus perusahaan investasi
mengungkapkan apakah perusahaan mengizinkan
personel untuk terlibat dalam perdagangan pribadi
6. menyarankan agar SEC (sekuritas dan bursa) terus
melakukan pengawasan dan penegakan yang kuat di
bidang ini
Laporan tersebut juga mendorong pengawasan berkala yang ketat
oleh dewan direksi dana, pengungkapan kepada investor tentang
investasi pribadi manajer dana, dan kelanjutan pengawasan dan
penegakan yang kuat oleh SEC. Laporan ini dikeluarkan oleh
kelompok penasihat khusus yang dibentuk oleh Investasi
Company Institute (ICI) untuk memeriksa praktik investasi
pribadi reksa dana personil.
Investment Company Institute meninjau Peraturan 17J-1
berdasarkan Undang-Undang Perusahaan Investasi dan Bagian
204A dari Undang-Undang Penasihat Investasi. Peraturan 17J-1,
antara lain, "melarang manajer portofolio untuk terlibat dalam
perdagangan yang curang, menipu atau manipulatif sehubungan
dengan sekuritas yang dimiliki atau dibebaskan oleh dana."
Aturan ini dirancang untuk mencegah potensi konflik
kepentingan dan manipulasi, yaitu, membeli saham pribadi

86
dengan harapan bahwa aktivitas dana akan meningkatkan nilai
saham dalam jangka pendek.
Dengan berjalannya waktu dan meningkatnya kesadaran
tentang pentingnya etika dalam jasa layanan keuangan akhirnya
memunculkan pertanyaaan, apakah personal trading dilarang?
Kegiatan investasi pribadi dapat memunculkan kemungkinan
ketidakwajaran, bahkan ketika transaksi itu sendiri sepenuhnya
sesuai dengan ketetapan yang ditentukan. Manajer portofolio
harus dibatasi untuk berpartisipasi secara pribadi di pasar dengan
cara yang persis sama dengan pemegang saham dana yang
mereka layani pada dasarnya. Pelarangan total akan
menghilangkan kemungkinan waktu dan perhatian yang
dikhususkan oleh manajer portofolio untuk investasi pribadi
mereka, dengan mengorbankan waktu yang harus dikhususkan
untuk pengelolaan aset dana. Jadi, tujuan dari larangan ini adalah
untuk membantu menjaga karyawannya tetap dapat dipercaya dan
menjaga mereka dari godaan. Pelarangan perdagangan secara
pribadi untuk mencegah korupsi atau pelanggaran kepercayaan,
dan menghindari terjadinya konflik kepentingan.
Namun ada beberap pihak yang mendukung argumen
bahwa seharusnya tidak perlu adanya larangan perdagangan
pribadi dengan alasan: (1) pentingnya satu kebenaran yang sangat
gamblang tentang industri ini, karena terdapat tingkat persaingan
yang ketat dalam industri, karena terdapat banyak dana alternatif
yang kinerjanya dipublikasikan secara luas. (2) terdapat

87
kelompok penasihat yang meyakini bahwa industri dapat terus
mengatasi masalah ini dengan melakukan berbagai pembatasan
dan penerapan prosedur kepatuhan terkait, tanpa larangan total.
(3) larangan langsung pada investasi pribadi akan sangat tidak
adil dan menghukum banyak manajer portofolio. (4) menentang
larangan tersebut akan merugikan pemegang saham dengan
meminta para profesional investasi yang sangat berbakat untuk
keluar dari investasi. (5) manajer perusahaan investasi sudah
menjadi subjek akuntabilitas yang lebih rinci bagi kegiatan
investasi pribadi daripada karyawan perusahaan investasi lain.

Perencanaan Keuangan
Jasa keuangan dan perusahaan profesional diharapkan
memperhatikan kepentingan klien dan pelanggan, karena
memperoleh keuntungan dengan mengorbankan pelanggan tidak
dapat ditoleransi. Pada abad 21, pendapat bahwa tanggung jawab
utama setiap perusahaan adalah memaksimalkan kekayaan
pemegang saham mulai digantikan dengan pendapat bahwa
perusahaan memiliki tanggung jawab kepada banyak pemangku
kepentingan. Keuntungan bagi pemegang saham adalah elemen
penting, tetapi tidak lagi menjadi fokus utama.
Pada akhir abad ke-20 telah berkembang suatu praktek
perencanaan keuangan sehingga memunculkan sejumlah
organisasi yang tujuannya adalah untuk mengubah perencanaan
keuangan menjadi profesi dengan semua ciri profesi, termasuk

88
komitmen terhadap perilaku etis. Komitmen terhadap perilaku
etis mengakui bahwa kewajiban utama setiap profesional adalah
tidak untuk diri mereka sendiri tetapi untuk klien mereka.
Dalam perencanaan keuangan, Dewan Perencana
Keuangan Bersertifikat Standar telah mengembangkan kode etik,
yang mencerminkan tentang apa yang dibutuhkan perencana dari
perspektif etika. Dalam prinsip kode tersebut dapat dirasakan apa
yang sekarang dan akan dilakukan di masa depan yang dituntut
oleh Perencana Keuangan. Seorang profesional jasa keuangan
harus menjadi seorang profesional yang menunjukkan integritas
dan obyektivitas, kompeten dan rajin dalam praktiknya di mana
dia akan bertindak adil dengan kerahasiaan. Kode etik perencana
keuangan ini meliputi tujuh karakteristik yang akan digunakan
dalam prinsip berperilaku, yaitu: integritas, objektivitas,
kompetensi, keadilan, profesionalisme, kerahasiaan, dan
ketekunan (Duska, 2007). Ketujuh kode etik tersebut dijelaskan
sebagai berikut:
1. Integritas
Integritas dapat diartikan sebagai kejujuran, atau dapat
disederhanakan dengan "mengatakan yang sebenarnya dan
jangan menipu. Suatu bisnis berjalan berdasarkan
kepercayaan, dan kita perlu mempercayai kata orang lain agar
sistem berkembang. Namun, penting untuk dicatat bahwa
integritas lebih dari sekadar mengatakan kebenaran dan jujur.

89
2. Objektivitas
Objektivitas terutama berkaitan dengan cara seseorang
memandang sesuatu, melihat sesuatu secara objektif berarti
mengesampingkan bias pribadi, preferensi, dan pertimbangan
keuntungan seseorang, dan melihat semua sisi situasi dengan
cara yang jujur. Apabila seorang perencana keuangan
dipengaruhi oleh minatnya sendiri dalam merekomendasikan
suatu produk kepada klien, perencana tersebut berarti tidak
bertindak objektif, namun dia telah bertindak egois.
3. Kompetensi
Suatu profesi membutuhkan seperangkat keterampilan atau
pengetahuan ahli tertentu, maka setiap profesi menuntut
kompetensi dari para anggotanya. Profesional berarti harus
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
untuk memenuhi misinya. Perencana keuangan harus memiliki
pengetahuan tentang jasa keuangan dan pembaharuan
pengetahuan yang berkelanjutan. Hal tersebut juga dibutuhkan
kemauan untuk mengakui keterbatasan dan ketidaktahuan di
bidang-bidang lain yang kompetensinya kurang. Kompeten
dapat dicapai dengan mencapai dan memelihara tingkat
pengetahuan dan keterampilan yang memadai, juga
kemampuan untuk menerapkan pengetahuan secara efektif
dalam menyediakan layanan. Kompetensi membutuhkan
pengetahuan tentang suatu hal yang tidak diketahui seseorang.

90
4. Keadilan
Keadilan, seperti halnya prinsip objektivitas, terkait dengan
ketidakberpihakan dan kejujuran intelektual. Agar adil kita
perlu menyadari bahwa hal-hal yang sama harus diperlakukan
sama. Sehubungan dengan hak-hak dasar, semua manusia
adalah sama dan harus diperlakukan sama. Perlakuan berbeda
harus terjadi hanya jika ada perbedaan yang relevan antara
individu. Jika tidak ada perbedaan yang relevan antara kami
dan orang lain, mereka harus diperlakukan sama dengan kami.
Jika kita merasa berhak untuk menghormati, dan peduli serta
mencintai, kita harus menyadari bahwa orang lain juga
demikian.
5. Kerahasiaan
Perencana keuangan berkewajiban untuk tidak
mengungkapkan informasi rahasia apa pun dari klien tanpa
persetujuan khusus dari klien. Perencana keuangan harus tahu
sebanyak mungkin tentang urusan keuangan klien, tetapi klien
akan enggan memberikan informasi tersebut jika klien
mencurigai perencana tidak mampu merahasiakan informasi
yang dimiliki klien. Perencana yang mengungkapkan
informasi keuangan tentang klien telah bertindak tidak
profesional dan tentu saja telah melanggar etika.
6. Ketekunan
Ketekunan berarti menyediakan layanan dengan cukup cepat
dan secara menyeluruh. Ketekunan biasanya berarti cepat dan
hati-hati, maka permintaan untuk penyediaan layanan yang
cepat dan menyeluruh cukup jelas.

91
Pertanyaan Diskusi:
1. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan whistleblowing?
2. Sebutkan dan jelaskan apa saja jenis-jenis
whistleblowing?
3. Sebutkan dan jelaskan langkah-langkah apa yang dapat
digunakan untuk mengatasi whistleblowing?
4. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan agency theory?
5. Jelaskan mengapa loyalitas karyawan penting?
6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hak karyawan dan
berikan contoh!
7. Apa yang dimaksud dengn perencana keuangan?
8. Nilai-nilai etika apayang harus dimiliki oleh perencana
keuangan?

92
BAB 9
TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

Tujuan Belajar
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan mampu:
1. Memahami konsep Corporate Social Responsibility
2. Menjelaskan pentingnya Corporate Social Responsibility
dalam dunia bisnis
3. Menjeleskan keterkaitan antara etika dan Corporate
Social Responsibility

Bisnis yang kita kenal di dunia saat ini merupakan lembaga


sosial yang berkaitan dengan upaya untuk menghasilkan
keuntungan (Duska, 2007). Gagasan ini dinyatakan oleh
Friedman (1970) yang mengatakan, bahwa: "The primary and
only responsibility of business is to make a profit" (Duska, 2007,
p. 9). Gagasan Friedman diturunkan dari fungsi utama bisnis
yang dipelajarinya dari pemikiran Adam Smith dalam bukunya
The Wealth of Nations. Dalam buku itu, Smith melihat manusia
dalam tindakannya selalu termotivasi oleh kepentingan diri
sendiri, lebih lanjut Smith menyatakan dan menyimpulkan
bahwa, pengejaran yang mementingkan diri sendiri akan
membuat perdagangan semakin berkembang (Smith, 1977).
Smith (1977) menambahkan bahwa jika setiap pengusaha hanya

93
mengejar keinginannyanya, maka seolah-olah terdapat invisible
hand yang akan menjadikan seluruh masyarakat menjadi lebih
baik.
Menurut Friedman (1970) seperti yang dikutip Duska (2007)
hal tersebut telah terjadi, keberhasilan sistem ekonomi yang
mendorong bisnis untuk mengejar keuntungan disebabkan oleh
kenyataan bahwa ketika bisnis dibiarkan untuk meraih hal selain
laba maka akan menciptakan persaingan, lebih banyak produksi
barang yang dihasilkan, dan seluruh masyarakat akan menikmati
standar hidup yang lebih tinggi dan kehidupan yang lebih baik.
Namun terdapat dua kelemahan pendapat Friedman, yaitu: (1)
bahwa tidak selalu benar bahwa memenuh keinginan sendiri akan
membuat orang lebih baik, karena terkadang invisble hand tidak
bekerja dengan baik. (2) Friedman mencampuradukkan tujuan
bisnis dengan apa yang memotivasi seseorang untuk melakukan
bisnis.
Motif seseorang untuk melakukan suatu tindakan tidak harus
sama dengan tujuan dari tindakan tersebut. Misalnya, tujuan
seseorang beramal adalah untuk membantu orang miskin, namun
orang yang lain bisa jadi tidak tertarik untuk membantu orang
miskin ketika beramal. Bisa jadi niatnya beramal hanya untuk
mengesankan teman-temannya agar terlihat berbudi. Demikian
pula, tujuan bisnis bukan semata untuk menguntungkan
seseorang, jika berbisnis memberi seseorang keuntungan, maka
orang tersebut akan terjun ke dunia bisnis. Alasan lain adalah

94
karena pada dasarnya masyarakat membiarkan bisnis
berkembang walaupun bertujuan untuk mendapatkan laba
karena masayarakat membutuhkan barang dan jasa yang
dihasilkan bisnis tersebut. Selain itu bisnis juga harus memenuhi
fungsi ekonomi tertentu dalam masyarakat, karena bisnis adalah
bagian dari masyarakat. Becker (2016) berpendapat bahwa untuk
menjadi bagian dari masyarakat diperlukan tanggung jawab
tertentu, yaitu bisnis harus mematuhi hukum masyarakat, di
mana mengikuti hukum, aturan, dan peraturan dalam konteks
bisnis disebut kepatuhan.
Filantropi adalah elemen penting lainnya dari tanggung
jawab bisnis yang lebih umum sebagai anggota masyarakat,
filantropi berarti melakukan sesuatu yang baik dalam arti umum,
dan biasanya adalah tentang menyumbangkan uang atau
menyumbangkan waktu untuk tujuan yang baik (Shaw & Barry,
2016). Masyarakat adalah dasar bagi setiap bisnis untuk
berkembang dan berkembang, dan bisnis mengakui hal ini dengan
mendukung masyarakat secara umum. Sumbangan filantropis
tidak harus melakukan apa pun dengan tujuan bisnis, tetapi
mereka dapat melakukannya. Becker (2016) memberi contoh
sebuah perusahaan konstruksi dapat memberikan uang untuk
beberapa hal yang sama sekali tidak terkait dengan bisnis intinya,
seperti mensponsori acara musik klasik. Namun, perusahaan
konstruksi juga dapat menyumbang untuk penyebab yang
berhubungan langsung dengan bisnisnya, seperti

95
menyumbangkan waktu atau uang untuk membangun rumah di
beberapa daerah miskin yang dilanda gempa bumi. Dalam hal ini
perusahaan telah mempraktekkan corporate responsibility (CR)
Corporate responsibility merupakan instrumen manajemen etika
di mana organisasi bisnis menetapkan kebijakan dan kegiatannya
untuk memenuhi tanggung jawab keseluruhannya terhadap
kerangka kerja eksternal di mana ia beroperasi.
Becker (2016) mengutip laporan KPMG (2013) bahwa lebih
dari 90% perusahaan terbesar di dunia telah membuat strategi CR
dan mengeluarkan laporan CR. Namun seharusnya CR tidak
terbatas pada perusahaan besar saja. Istilah tanggung jawab
perusahaan (corporate responsibility) dan tanggung jawab sosial
perusahaan (corporate social responsibility) sudah banyak
dikenal, namun sebenarnya istilah tersebut menyesatkan, karena
bukan hanya perusahaan namun semua bisnis memiliki tanggung
jawab sosial dan tanggung jawab terhadap lingkungan. Beberapa
perusahaan kecil dan menengah juga telah menerapkan strategi
dan kegiatan untuk memenuhi tanggung jawab sosial dan
lingkungan mereka, meskipun mereka sering tidak mengeluarkan
laporan formal.
Organisasi bisnis adalah bagian integral dari sistem sosial,
ekonomi, dan lingkungan di sekitar mereka (Goel & Ramanathan,
2015). Oleh karena itu, kegiatan, struktur, dan proses bisnis harus
mempertimbangkan pertanggungjawaban terhadap dampak
bisnis bagi pemangku kepentingan dan masyarakat yang

96
mendukung keberadaan mereka. Tanggung jawab sosial
perusahaan (corporate social responsibility - CSR) merupakan
tanggung jawab atau kewajiban perusahaan terhadap masyarakat
(Velasquez, 2014). Sementara UNIDO (2015) mendefinisikan
Corporate Social Responsibility sebagai konsep manajemen di
mana perusahaan mengintegrasikan masalah sosial dan
lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan interaksi dengan
para pemangku kepentingan mereka (Shaw & Barry, 2016). CSR
pada umumnya dipahami sebagai cara di mana perusahaan
mencapai keseimbangan antara kewajiban ekonomi (economy),
lingkungan (environment), dan sosial (social) (Triple-Bottom-
Line-Approach), di mana pada saat yang sama perusahaan juga
digadang-gadang dapat memenuhi harapan pemegang saham dan
pemangku kepentingan.
Sedangkan European Commision mendefinisikan CSR
sebagai suatu konsep di mana perusahaan memutuskan dengan
sukarela untuk berkontribusi demi masyarakat yang lebih baik
dan lingkungan yang lebih bersih. CSR menyarankan perlunya
perusahaan mengidentifikasi kelompok pemegang kepentingan
perusahaan dan memasukkan kebutuhan dan nilai-nilai mereka
kedalam proses pengambilan keputusan strategis dan operasional
perusahaan. CSR dibuat berdasarkan prinsip ekonomi maupun
etika, yaitu: (1) beberapa perusahaan terlibat dalam upaya
tanggung jawab sosial perusahaan semata-mata untuk
kepentingan umum dan tidak mengharapkan balasan yang

97
komersil atas kontribusinya. (2) beberapa pendukung pandangan
tanggung jawab sosial perusahaan berargumen bahwa perusahaan
memetik keuntungan dari kegiatan melayani sebagai anggota
komunitas dan karena itu memiliki kewajiban yang bersifat
timbal balik kepada komunitas tersebut. (3) model kepentingan
pribadi yang tercerahkan dari CSR menyatakan bahwa
memasukkan tanggung jawab sosial perusahaan ke dalam budaya
perusahaan dapat menghasilkan keunggulan pasar yang
kompetitif bagi perusahaan yang bersangkutan, sesuatu yang
dapat berkontribusi bagi merek perusahaan pada saat ini dan
dimasa depan.
CSR telah menjadi bagian dari praktik bisnis yang etis dan
bertanggung jawab sejak lama. Menjadi etis, menurut sebagian
besar cendekiawan, adalah salah satu kewajiban perusahaan
kepada masyarakat. Kewajiban perusahaan terhadap tanggung
jawab sosial perusahaan perusahaan mencakup kewajiban
hukum, kontribusi ekonomi, dan kontribusi yang "diskresioner"
atau kontribusi dermawan yang diharapkan dari perusahaan,
secara paradoks, etika adalah salah satu tanggung jawab sosial
bisnis, tetapi bisnis memiliki tanggung jawab ini kepada
masyarakat karena itulah yang dituntut etika. (Velasquez, 2014).
CSR merupakan tanggung jawab sosial perusahaan yang
dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai norma yang berlaku di
masyarakat dan bermanfaat untuk masyarakat.

98
Pertanyaan Diskusi:
1. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan corporate
responsibility?
2. Jelaskan apa saja jenis-jenis corporate social
responsibility?
3. Apakah corporate social responsibility itu perlu
dilaksanakan, jelaskan mengapa?

99
DAFTAR PUSTAKA

Ali, A. J., Camp, R. C., & Gibbs, M. (2000). The Ten


Commandments Perspective on Power and Authority in
Organizations. 351–352.
Beverungen, A., & Case, P. (2011). Editorial introduction :
where is business ethics ? 20(3), 229–232.
https://doi.org/10.1111/j.1467-8608.2011.01625.x
Byrne, E. F. (2011). Business Ethics Should Study Illicit
Businesses : To Advance Respect for Human Rights.
Journal of Business Ethics, 103, 497–509.
https://doi.org/10.1007/s10551-011-0885-y
Conroy, S. J., & Emerson, T. L. N. (2004). Business Ethics and
Religion : Religiosity as a Predictor of Ethical Awareness
among Students. Journal of Business Ethics, 50, 383–396.
Dey, J. G., & Hill, C. (2007). Behind the Pay Gap By Judy
Goldberg Dey and Catherine Hill. Retrieved from
www.aauw.org
Duska, R. (2007). Contemporary Reflections on Business
Ethics. In Springer. Netherlands: Springer Netherlands.
Duska, R., Duska, B. S., & Ragatz, J. (2011). Accounting Ethics.
John Wiley & Sons, Ltd.
Filer, R. K. (1983). Sexual Differences in Earnings : The Role of
Individual Personalities and Tastes IN EARNINGS :
DIFFERENCES AND TASTES *. The Journal Of Human
Resources, 18(1), 82–99. Retrieved from https://sci-
hub.tw/10.2307/145658
Goel, M., & Ramanathan, M. P. E. (2015). Business Ethics and
Corporate Social Responsibility – Is there a Dividing Line ?
Business Ethics and Corporate Social Responsibility – Is
there a dividing line ? Procedia Economics and Finance,
11(December 2014), 49–59. https://doi.org/10.1016/S2212-
5671(14)00175-0
Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (1976). THEORY OF THE
100
FIRM : MANAGERIAL BEHAVIOR , AGENCY COSTS
AND OWNERSHIP STRUCTURE I . Introduction and
summary In this paper WC draw on recent progress in the
theory of ( 1 ) property rights , firm . In addition to tying
together elements of the theory of e. Journal of Financial
Economics, 3, 305–360. Retrieved from
http://www.jstor.org/stable/2265052
Kohlberg, L. (1981). The Philosophy of Moral Development
Moral Stages and the Idea of Justice.
Mintz, S. (2012). The Role of Ethics in Religion. Retrieved from
https://www.ethicssage.com/2012/09/the-role-of-ethics-in-
religion.html
Orfield, G., Losen, D., Wald, J., & Swanson, C. B. (2004). A
Joint Release By. Losing Our Future: How Minority Youth
Are Being Left behind by the Graduation Rate Crisis.
Retrieved from
https://www.civilrightsproject.ucla.edu/research/k-12-
education/school-dropouts/losing-our-future-how-minority-
youth-are-being-left-behind-by-the-graduation-rate-
crisis/orfield-losing-our-future-2004.pdf
Painter-Morland, M. (2010). Questioning corporate codes of
ethics. 19(3), 265–279. https://doi.org/10.1111/j.1467-
8608.2010.01591.x
Ross, W. D. (1930). The Right and the Good. Oxford University
Press.
Shaw, W. H., & Barry, V. (2016). Moral Issues in Business. In
Cengage Learning (13th ed.). Boston, USA: Cengange
Learning.
Shihab, M. Q. (n.d.). Wawasan Al-Qur’an. Retrieved from
https://media.isnet.org/kmi/islam/Quraish/Wawasan/Adil1.
html
Singer, P. (1972). Famine , Affluence , and. Philosophy and
Public Affairs, 1(3), 229–243. Retrieved from
http://www.jstor.org/stable/2265052
Smith, A. (1976). The Theory Of Moral Sentiments (oxford
Uni).
Smith, A. (1977). An Inquiry Into the Nature and Causes of the
Wealth of Nations. Retrieved from https://b-
101
ok.cc/book/550861/3cf9eb
Velasquez, M. G. (2014). Business Ethics Concepts and Cases
Manuel G. Velasquez Seventh Edition. Retrieved from
www.pearsoned.co.uk
Wozniak, A. (2011). The missing subject found in the subject
who does the thinking : Kierkegaard , the ethical and the
subjectivity of the critical theorists. Business Ethics: A
European Review, 20(3), 304–315.
https://doi.org/10.1111/j.1467-8608.2011.01630.x

102
Index
B
baik
bisnis

C
capitalism
corporate social responsibility (CSR)

D
dilemma etika
deontology

E
endoxa
etika
efektif
efisien
egoism
eudaimonia
etika bisnis

F
freedom
fidusia
filantropi

I
informed insent

J
Justice

K
kapitalisme

103
kebaikan
kebahagiaan
keyakinan moral
keuntungan

L
laissez-faire

M
moral
moral belief

N
neoliberalism

O
Oxymoron

P
pasar Bebas

S
self interest

T
teleologi
utilitarianisme
teori kebajikan

V
virtue ethics

W
Whistleblowing

104

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai