KELOMPOK 11:
SARAH ATIKA R (A1D018016)
CITRA MEGA E (A1D018025)
BIAS PELANGI P (A1D018438)
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulisan laporan praktikum berhasil diselesaikan
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Budidaya Tanaman Pada Lahan
Marginal. Penulisan laporan praktikum ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak. Oleh karena itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu penulisan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan praktikum ini masih kurang sempurna.
Meskipun demikian, penulis berharap agar laporan praktikum ini dapat
bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA.................................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
DAFTAR TABEL...................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. vii
ACARA I..................................................................................................... 8
I. Pendahuluan................................................................................... 9
II. Pembahasan................................................................................... 00
III. Kesimpulan.................................................................................... 04
Daftar Pustaka................................................................................ 04
ACARA II................................................................................................... 05
I. Pendahuluan................................................................................... 05
II. Pembahasan................................................................................... 06
III. Kesimpulan.................................................................................... 07
Daftar Pustaka................................................................................ 04
ACARA III.................................................................................................. 12
I. Pendahuluan................................................................................... 12
II. Pembahasan................................................................................... 12
III. Kesimpulan ................................................................................... 12
Daftar Pustaka................................................................................ 04
ACARA IV.................................................................................................. 14
I. Pendahuluan................................................................................... 20
II. Pembahasan .................................................................................. 36
III. Kesimpulan .................................................................................... 12
Daftar Pustaka.................................................................................. 49
Lampiran.......................................................................................... 49
ACARA V .................................................................................................. 42
iii
I. Pendahuluan................................................................................... 42
II. Pembahasan................................................................................... 43
III. Kesimpulan .................................................................................... 12
Daftar Pustaka.................................................................................. 02
Lampiran.......................................................................................... 49
BIODATA PRAKTIKAN.......................................................................... 62
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kisaran, rata-rata, ragam dan simpangan baku hasil biji.................... 13
2. Indeks adaptasi lahan masam genotipe kedelai pilihan...................... 37
3. Prosedur berbagai metode penggaluran.............................................. 37
4. Keunggulan dan kelemahan berbagai metode seleksi........................ 37
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Daun jagung yang kekurangan nitrogen............................................... 15
2. Daun jagung yang kekurangan fosfor................................................... 18
3. Daun jagung yang kekurangan kalium................................................... 19
4. Curah Hujan Tahun 2009 Di Desa Cinunuk Tengah, Kecamatan
Wanaraja, Kabupaten Garut................................................................... 19
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Efek defisiensi nitrogen pada daun jagung.......................................... 13
2. Efek defisiensi kalium pada daun jagung........................................... 37
3. Efek defisiensi posfor pada daun jagung............................................ 37
4. Kondisi lahan Desa Cinunuk Tengah................................................. 37
5. Kondisi lahan sawah kering Desa Cinunuk Tengah........................... 37
vii
LAPORAN PRAKTIKUM
BUDIDAYA TANAMAN PADA LAHAN MARGINAL
(PNA3521)
ACARA I
Menghitung Kandungan Unsur Hara dalam Tanah
Oleh:
KELOMPOK 11
ACARA II
Menghitung Kebutuhan Kapur
Oleh:
KELOMPOK 11
ACARA III
Menghitung Kebutuhan Air dalam Tanah
Oleh:
KELOMPOK 11
A. Latar Belakang
B. Tujuan
Tujuan dari laporan acara 3 kali ini yaitu agar mahasiswa dapat menghitung
kebutuhan air dalam tanah yang diperlukan oleh tanaman.
II. PEMBAHASAN
Jadi, lama hujan untuk memenuhi air per ha dengan asumsi BJI 1,2 g/cc dan
kedalaman 20 cm serta curah hujan 2 mm/jam adalah 48 jam.
Menurut Supriyanto (2016) menjelaskan bahwa kapasitas lapang
teoritis sebuah alat ialah kecepatan penggarapan lahan yang akan diperoleh
seandainya mesin tersebut melakukan kerjanya memanfaatkan 100%
waktunya, pada kecepatan maju teoritisnya dan selalu memenuhi 100%
lebar kerja teoritisnya
Rumus kapsitas lapang teoritis adalah:
KLT = Wt. V
Dimana :
KLT = Kapasitas Lapang Teoritis (Ha/jam)
Wt = Lebar Kerja Teoritis ; lebar bajak (m)
V = Kecepatan Kerja Konstan Teoritis (m/s)
1 ha = 10,000 m/s
Waktu per hektar teoritis ialah waktu yang dibutuhkan pada
kapasitas lapang teoritis tersebut. Waktu kerja efektif ialah waktu
sepanjang mana mesin secara aktual melakukan fungsi/kerjanya. Waktu
kerja efektif per hektar akan lebih besar dibanding waktu kerja teoritik per
hektar jika lebar kerja terpakai lebih kecil dari lebar kerja teoritisnya.
Kapasitas lapang efektif ialah rerata kecepatan penggarapan yang aktual
menggunakan suatu mesin, didasarkan pada waktu lapang total. Kapasitas
lapang efektif biasanya dinyatakan dalam hektar per jam. Efisiensi
lapang ialah perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan kapasitas
lapang teoritis, dinyatakan dalam persen. Efisiensi lapang melibatkan
pengaruh waktu hilang di lapang dan ketakmampuan untuk memanfaatkan
lebar teoritis mesin. Efisiensi kinerja ialah suatu ukuran efektifitas
fungsional suatu mesin, misalnya prosentase perolehan produk bermanfaat
dari penggunaan sebuah mesin pemanen (Hendriyani & Setiari, 2018).
Pengiraan kapasitas lapang efektif menggunakan satuan menit per
hektar atau jam per hektar, yang merupakan besarnya waktu teoritis per
hektar ditambah waktu per hektar yang diperlukan untuk belok ditambah
waktu perhektar yang diperlukan untuk “fungsi-fungsi penunjang”. Renoll
menggolongkan seluruh waktu hilang selain belok ke dalam fungsi
penunjang. Item-item ini diukur dan diperkirakan secara individual lalu
dijumlahkan.Beberapa parameter yang digunakan untuk menilai mutu
kerja ataupun karakteristik kerja alat pengolahan tanah antara lain adalah :
kedalaman pengolahan, tingkat penghancuran bongkah tanah dan tingkat
kegemburan, serta bentuk akhir permukaan tanah setelah
pengolahan. (Haridjaja et al., 2017).
Ketersediaan total ketersediaan air (TAW) tanah mengacu pada
kapasitas tanah, dimaksudkan untuk menahan air tersedia bagi tanaman.
Setelah hujan derasatau irigasi, tanah akan menguras sampai kapasitas
lapang tercapai. Kapasitas lapang adalah jumlah air pada tanah yang baik
dikeringkan harus terus melawan gaya gravitasi, atau jumlah air yang
tersisa ketika drainase bawah telah menurun tajam. Dengan tidak adanya
pasokan air, kandungan air di zona akar menurun sebagai akibat dari
penyerapan air oleh tanah. Sebagai penyerapan air berlangsung, air yang
tersisa diadakan untuk partikel tanah dengan kekuatan yang lebih besar,
menurunkan energy potensial dan membuatnya lebih sulit bagi tanaman
untuk ekstrak. Akhirnya, tercapai suatu titik dimana tanaman tidak bisa
lagi mengambil air yang tersisa. Penyerapan air menjadi nol ketika titik
layu tercapai. Titik layu adalah kadar air dimana tanaman akan layu
permanen (Islami & Utomo, 1995).
III. KESIMPULAN
Haridjaja, O., Baskoro, D. P. T., & Setianingsih, M. 2017. Perbedaan nilai kadar
air kapasitas lapang berdasarkan metode alhricks, drainase bebas, dan
pressure plate pada berbagai tekstur tanah dan hubungannya dengan
pertumbuhan bunga matahari (Helianthus annuus L.). Jurnal Ilmu Tanah
dan Lingkungan, 15(2): 52-59.
Islami, T., & Utomo, W.H. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP
Semarang Press, Semarang.
ACARA IV
Mengenali Gejala Defisiensi Unsur Hara
Oleh:
KELOMPOK 11
A. Latar Belakang
B. Tujuan
Tujuan dari laporan acara 4 kali ini yaitu agar mahasiswa dapat mengenali
gejala defisiensi unsur hara terutama NPK.
II. PEMBAHASAN
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang
terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di
Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di
Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura
dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain
sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan
maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji,
dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari
tepung biji dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang
dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa
genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi (Wijaya &
Wahyuni, 2017).
Tanaman jagung tumbuh optimal pada tanah yang gembur, drainase baik,
dengan kelembaban tanah cukup, dan akan layu bila kelembaban tanah kurang
dari 40 % kapasitas lapang, atau bila batangnya terendam air. Pada dataran rendah
umur jagung berkisar antara 3-4 bulan, tetapi di dataran tinggi diatas 1000 mdpl
berumur 4-5 bulan. Umur panen jagung sangat dipengaruhi oleh suhu, setiap
kenaikan tinggi tempat 50 mdpl, umur panen jagung akan mundur satu hari. Areal
dan Agroekologi pertanaman jagung sangat bervariasi, dari dataran rendah sampai
dataran tinggi, pada berbagai jenis tanah, berbagai tipe iklim dan bermacam pola
tanam. Suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman jagung rata-rata 26-300 C dan
pH tanah 5,7-6,8 (Moelyohadi, 2016).
Unsur hara sangat berpengaruh dalam pertumbuhan dan hasil produksi
tanaman jagung. Unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman jagung adalah unsur
hara makro dan mikro. Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan
tanaman dalam jumlah yang relatif besar. Beberapa unsur hara ini diantaranya :
Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan
Belerang (S). Unsur hara mikro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman
dalam jumlah yang relative kecil, bila berlebihan menjadi racun. Unsur hara ini
diantaranya : Besi (Fe), Mangan (Mn), Boron (B), Molibdenum (Mo),
Tembaga/cuprum (Cu), Seng (Zn) dan Klor (Cl) (Wang et al., 2017).
Nitrogen berperan dalam pembentukan sel, jaringan, dan organ tanaman.
Nitrogen berfungsi sebagai sebagai bahan sintetis klorofil, protein, dan asam
amino. Karena itu kehadirannya dibutuhkan dalam jumlah besar, terutama saat
pertumbuhan vegetative. Bersama fosfor (P), nitrogen digunakan untuk mengatur
pertumbuhan tanaman secara keseluruhan. Terdapat 2 bentuk nitrogen yakni
amonium dan nitrat. Sejumlah penelitian membuktikan amonium sebaiknya tidak
lebih dari 25% dari total konsentrasi nitrogen. Jika berlebihan, sosok tanaman
bongsor tetapi rentan terhadap serangan penyakit. Nitrogen yang berasal dari
amonium akan memperlambat pertumbuhan karena mengikat karbohidrat
sehingga pasokan sedikit. Dengan demikian cadangan makanan sebagai modal
berbunga juga minimal. Akibatnya tanaman tidak mampu berbunga. Seandainya
yang dominan adalah nitrogen bentuk nitrat, maka sel-sel tanaman akan kompak
dan kuat sehingga lebih tahan penyakit. Untuk mengetahui kandungan N dan
bentuk nitrogen dari pupuk bisa dilihat dari kemasan (Fahmi et al., 2018).
Berikut efek atau akibat yang disebabkan akibat dari defisiensi unsur hara
nitrogen (N) :
a) Kekurangan Nitrogen (N)
Tanaman jagung yang kekurangan nitrogen dikenali dari daun bagian bawah.
Daun itu menguning karena kekurangan klorofil. Lebih lanjut mongering dan
rontok. Tulang-tulang di bawah permukaan daun muda tampak pucat.
Pertumbuhan tanaman lambat, kerdil dan lemah. Produksi bunga dan biji
rendah (Wahyudi, 2019).
Gambar 1. Daun jagung yang kekurangan nitrogen
b) Kelebihan Nitrogen (N)
Warna daun pada tanaman jagung terlalu hijau, tanaman rimbun dengan daun.
Proses pembuangan menjadi lama. Adenium bakal bersifat sekulen karena
mengandung banyak air. Hal itu menyebabkan rentan serangan cendawan dan
penyakit dan mudah roboh, serta produksi bunga menurun (Wahyudi, 2019).
Fosfor merupakan komponen penyusun beberapa enzim, protein, ATP, RNA
dan DNA. ATP penting untuk proses transfer energi, sedangkan RNA dan DNA
menentukan sifat genetik tanaman. Unsur P juga berperan pada pertumbuhan
benih, akar, bunga, dan buah. Dengan membaiknya struktur perakaran sehingga
daya serap nutrisi pun lebih baik. Bersama dengan kalium, fosfor dipakai untuk
merangsang pembungaan. Hal itu wajar sebab kebutuhan tanaman terhadap fosfor
meningkat tinggi ketika tanaman akan berbunga (Fahmi et al., 2018).
Berikut efek atau akibat yang disebabkan akibat dari defisiensi unsur hara
Fosfor (P) :
a) Kekurangan Fosfor (P)
Tanaman jagung yang kekurangan fosfor, dimulai dari daun tua menjadi
keunguan cenderung kelabu. Tepi daun cokelat, tulang daun muda berwarna
hijau gelap. Hangus, pertumbuhan daun kecil, kerdil dan akhirnya rontok.
Fase pertumbuhan lambat dan tanaman kerdil (Hasanudin, 2016).
Gambar 2. Daun jagung yang kekurangan fosfor
b) Kelebihan Fosfor (P)
Kelebihan P pada tanaman jagung menyebabkan penyerapan unsur lain
terutama unsur mikro seperti Besi (Fe), Tembaga (Cu), dan Seng (Zn)
terganggu. Namun gejalanya tidak terlihat secara fisik pada tanaman
(Hasanudin, 2016).
Kalium merupakan unsur hara makro yang berperan sebagai pengatur proses
fisiologi tanaman, seperti fotosintetis, akumulasi, translokasi, transportasi
karbohidrat, membuka
menutupnya stomata, atau mengatur distribusi air dalam jaringan dan sel.
Kekurangan unsur ini menyebabkan daun seperti terbakar dan akhirnya gugur.
Unsur kalium berhubungan erat dengan kalsium dan magnesium. Ada sifat
antagonisme antara kalium dan kalsium. Dan juga antara kalium dan magnesium.
Sifat antagonisme ini menyebabkan kekalahan salah satu unsur untuk diserap
tanaman jika komposisinya tidak seimbang (Astutik et al., 2019).
Unsur kalium diserap lebih cepat oleh tanaman dibandingkan kalsium dan
magnesium. Jika unsur kalium berlebih gejalanya sama dengan kekurangan
magnesium. Sebab, sifat antagonisme antara kalium dan magnesium lebih
besar daripada sifat antagonisme antara kalium dan kalsium. Kendati demkian,
pada beberapa kasus, kelebihan kalium gejalanya mirip tanaman kekurangan
kalsium (Zhang, 2018).
Berikut efek atau akibat yang disebabkan akibat dari defisiensi unsur hara
kalium (K) :
a) Kekurangan Kalium (K)
Kekurangan K pada tanaman jagung terlihat dari daun paling bawah yang
kering atau ada bercak hangus. Bunga mudah rontok. Tepi daun hangus, daun
menggulung ke bawah dan rentan terhadap serangan penyakit (Masdar, 2017).
Gambar 3. Daun jagung yang kekurangan kalium
b) Kelebihan Kalium (K)
Kelebihan K pada tanaman jagung menyebabkan penyerapan Ca dan Mg
terganggu. Pertumbuhan tanaman terhambat, sehingga tanaman mengalami
defisiensi (Masdar, 2017).
III. KESIMPULAN
Astutik, D., Suryaningndari, D., & Raranda, U. 2019. Hubungan pupuk kalium
dan kebutuhan air terhadap sifat fisiologis, sistem perakaran dan biomassa
tanaman jagung (Zea mays). Jurnal Citra Widya Edukasi, 11(1), 67-76.
Fahmi, A., Utami, S. N. H., & Radjagukguk, B. 2018. Pengaruh interaksi hara
nitrogen dan fosfor terhadap pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L)
pada tanah regosol dan latosol. Berita Biologi, 10(3): 297-304.
Moelyohadi, Y., Harun, M. U., Hayati, R., & Gofar, N. 2016. Pemanfaatan
berbagai jenis pupuk hayati pada budidaya tanaman jagung (Zea mays. L)
efisien hara di lahan kering marginal. Jurnal Lahan Suboptimal: Journal
of Suboptimal Lands, 1(1): 31-39.
Wahyudi, I. 2019. Serapan N tanaman jagung (Zea Mays L.) akibat pemberian
pupuk guano dan pupuk hijau lamtoro pada Ultisol Wanga. Agroland:
Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian, 16(4): 265-272.
Wang, Y.P., Houlton, B.Z., & Field, C.B. 2017. A model of biogeochemical
cycles of carbon, nitrogen, and phosphorus including symbiotic nitrogen
fixation and phosphatase production. Global Biogeochemical Cycles,
21(3): 1018-1029.
Wijaya & Wahyuni, S. 2017. Respon tanaman jagung manis kultivar hawaian
super sweet pada berbagai takaran pupuk kalium. Jurnal Agrijati, 6(1): 42
– 47.
ACARA V
Perakitan Varietas Toleran Cekaman
Oleh:
KELOMPOK 11
A. Latar Belakang
C. Tujuan
Tabel 5.2. Indeks adaptasi lahan masam genotipe kedelai pilihan, Tulangbawang,
Lampung, MH II 1995/1996
2. Pembentukan Populasi Dasar.
Pembentukan populasi dasar yang memiliki keragaman genetik yang
cukup tinggi merupakan langkah awal dalam proses perakitan varietas
baru. Pembentukan populasi ditempuh melalui persilangan buatan tetua-
tetua yang berbeda latar belakang genetiknya atau melalui program mutasi.
Persilangan buatan bertujuan di samping menimbulkan keragaman genetik
baru, juga menggabungkan sifat-sifat baik yang diinginkan dari kedua
tetua ke dalam suatu genotipe/varietas baru. Penggabungan sifat-sifat baik
tersebut, misalnya berasal dari dua tetua (T1 x T2), disebut dengan silang
tunggal bertujuan untuk menggabungkan sifat daya hasil tinggi dan umur
pendek, daya hasil tinggi dan tahan penyakit/ hama tertentu, daya hasil
tinggi dan toleran kekeringan, daya hasil tinggi dan toleran terhadap
keracunan aluminium, daya hasil tinggi dan toleran naungan, daya hasil
tinggi dan kandungan protein biji tinggi, dan sebagainya.
Silang tiga tetua (threeway-cross), (T1 x T2) x T3, biasanya
dilakukan apabila tetua T1 memiliki suatu karakter baik tetapi memiliki
sifat lain yang kurang baik kalau dibentuk melalui silang tunggal. Tetua
T2 dan T3 memiliki sifat-sifat baik, tetapi tidak memiliki sifat baik yang
dimiliki oleh T1. Silang balik (back-cross), (T1 x T2) x T2, di mana F1
disilangkan dengan T2, silang balik dilakukan satu kali atau lebih. Sebagai
contoh, T1 adalah tetua hasil tinggi-biji kecil, sedangkan T2 adalah berbiji
besar. Silang ganda (double-cross) menggunakan empat tetua dengan
kombinasi (T1 x T2) x (T3 x T4) atau {(T1 x T2) x T3} x T4. Silang
kompleks (multiple-cross) menggunakan lebih dari empat tetua, digunakan
dalam program seleksi berulang (recurrent selection). Penggunaan silang
kompleks ditujukan untuk perbaikan sifat kuantitatif yang dikendalikan
oleh banyak gen (multiple genes) dan setiap gen memiliki efek yang kecil.
3. Penggaluran dan Seleksi.
Ada dua hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu generasi keberapa
seleksi dilakukan dan bagaimana metode penggaluran (inbreeding) yang
digunakan. Perbedaan metode yang digunakan merefleksikan perbedaan
dari berbagai alternatif yang tersedia. Pengembangan varietas baru dari
tanaman menyerbuk sendiri adalah melalui seleksi individu tanaman,
mengevaluasi keturunannya (progeny) sebagai galur (breeding line), dan
melepas galur yang superior sebagai varietas baru. Seleksi individu
tersebut dapat dilakukan pada generasi paling awal (F2) atau pada generasi
yang sudah lanjut (F11). Pada generasi ke berapa suatu varietas akan
diekstrak bergantung kepada tingkat homogenitas yang diinginkan, jumlah
generasi yang diperlukan untuk memperoleh jumlah dan tingkat
homogenitas yang diperlukan, dan waktu yang diperlukan untuk
menghasilkan varietas baru. Tingkat homogenitas varietas yang diinginkan
ditentukan oleh pemulia, pengawas sertifikasi benih, petani, dan
konsumen. Pemulia harus yakin bahwa susunan genetik (genetic make-up)
varietas tidak akan berubah setelah beberapa generasi. Galur yang berasal
dari generasi awal mungkin akan mengalami perubahan setelah beberapa
generasi sebagai akibat segregasi genetik. Untuk meminimalkan
perubahan genetik di dalam suatu varietas dapat dilakukan dengan
membuang galur/individu yang menunjukkan heterogenitas sifat yang
mempengaruhi daya kompetisi, seperti variabilitas dalam tinggi tanaman
dan umur tanaman.
Metode dasar penggaluran (seleksi) dari populasi yang berasal dari
persilangan adalah pedigree, bulk, single seed descent, early generation
testing, dan seleksi massa (Fehr, 1983). Metode seleksi yang dipilih sangat
ditentukan oleh berapa lama waktu yang diinginkan pemulia untuk
menghasilkan varietas baru. Waktu dan lingkungan pengujian yang
tersedia akan mempengaruhi jumlah generasi penggaluran yang akan
dilakukan. Tersedianya lingkungan pengujian yang sesuai dan dapat
diulangi akan mempengaruhi metode seleksi yang akan digunakan.
Metode pedigree dan seleksi massa tanpa rekombinasi hanya dapat
digunakan di lingkungan dimana seleksi untuk karakter yang diinginkan
dapat dilakukan. Metode bulk kurang sesuai pada lingkungan di mana
seleksi alam hanya lebih menguntungkan bagi genotipe-genotipe yang
tidak diinginkan. Metode early generation testing harus dilakukan di
lingkungan di mana karakter dapat diukur secara tepat. Metode single seed
descent dapat digunakan pada berbagai kondisi lingkungan tanpa
mengindahkan kesesuaiannya dengan seleksi buatan atau seleksi alam.
Arsyad, D. M., Adie, M. M., & Kuswantoro, H. 2007. Perakitan varietas unggul
kedelai spesifik agroekologi. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan.
Dombos, Jr.,D.L., Mulen & Shibles. 1987. Drought Stress Effect During Seed
Filling on Soybean: Seed Germination and Vigor. Crop Science. 29
(2): 467- 480.
Doorenbos, J. & A.H. Kassam. 1979. Yield Response to Water. FAO Irrigation
and Drainage Paper. Vol 33.
Egli, D.B. & S.J. Grafts-Brander. 1996. In E. Zamski and A.A. Schaffer (Ed).
Photoasimilate distribution in plants and crops: Source-sink
relationships. Marcel Decker. New York.
Fagi, A.M. & Tangkuman, F. 1993. Pengelolaan air untuk pertanaman kedelai.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Fehr, W. R. 1983. Applied plant breeding. Dept of Agronomy. Iowa State Univ.
Ames, IA 50011, USA.
Kasno, A., Novita, N., dan J. Purnomo. 1998. Parameter seleksi kacang tanah
pada cara tanam tunggal dan tumpangsari dengan jagung. Penelitian
Pertanian Tanaman Pangan. 17(1):68–75.