Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTEK FARMASI FISIKA

PERCOBAAN I KELARUTAN ZAT PADAT

Disusun Oleh :

NAMA : SHERLY RAHMAWATI BAYU

NIM : 2001080

KELAS : S1-2B

KELOMPOK :

DOSEN PENGAMPU : Dr. Gressy Novita, M.Farm, apt

ASISTEN DOSEN :

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIV RIAU

PEKANBARU

2021
A. Tujuan Praktikum
1. Menentukan kelarutan zat padat secara kuantitatif
2. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan zat
3. Menjelaskan usaha-usaha yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kelarutan zat aktif dalam air untuk pembuatan zat cair

B. Tinjauan Pustaka
‘kelarutan suatu senyawa adalah jumlah maksimal senyawa bersangkutan yang larut
dalam sejumlah pelarut tertentu pada suatu suhu tertentu dan merupakan larutan jenuh
yang ada dalam kesetimbangan dengan bentuk padatnya’ (Roth, 1988)

Menurut Farmakope Indosesia kelarutan dapat diartikan dengan kelarutan pada suhu
20 ℃ atau 25 ℃ dinyatakan dalam satu bagian bobot zat padat atau satu bagian
volume zat cair dalam bagian volume zat cair dalam bagian volume tertentu pelarut,
kecuali dinyatakan lain.

Secara kuantitatif kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai suatu konsentrasi zat terlarut
di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan juga dapat
dinyatakan dalam satuan molaritas, molalitas, dan persen.

Data kelarutan pada suatu zat dalam air sangat penting untuk diketahui dalam
pembuatan sediaan farmasi. Pada umumnya, obat baru dapat diabsorpsi dari saluran
cerna dalam keadaan terlarut kecuali kalau transport obat melalui mekanisme
pinositosis. Oleh karena itu, salah satu cara untuk meningkatkan ketersediaan hayati
suatu zat aktif adalah dengan menaikkan kelarutannya di dalam air.

Faktor – faktor yang mempengaruhi kelarutan zat antara lain :


1. Temperatur
2. Terjadinya peristiwa solubilasi
3. Ph
4. Terjadinya perubahan ketetapan dielektrik dengan menambah pelarut lain
5. Luas permukaan
6. Pengaduan
7. Ukuran partikel

C. Alat dan bahan


1. Pengaruh surfaktan terhadap kelarutan zat padat
 Alat :
 Buret 10 ml
 Pipet gondok 10 ml
 Erlenmeyer
 Kertas saring

 Bahan :
 Larutan tween 80
 Aquadest
 Larutan NaOH
 Indikator PP

2. Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat padat


 Alat :
 Buret 10 ml
 Pipet gondok 10 ml
 Erlenmeyer
 Kertas saring

 Bahan :
 Aquadest
 Larutan NaOH
 Serbuk teofilin
 Indikato PP
 Kalium hidrogen phtalat

D. Cara Kerja
1. Pengaruh surfaktan terhadap kelarutan zat padat
Objek : pengaruh penambahan tween 80 terhadap kelarutan asetosal
 Pembakuan larutan NaOH
 Kalium hidrogen phtalat sebanyak 300 mg dimasukkan ke
dalam elenmeyer lalu dilarutkan dengan 10 ml aquadest,
kemudian tambahkan 1-2 tetes indikator PP
 Titrasi dengan larutan NaOH hingga terjadi perubahan warna
dari tidak berwarna menjadi warna merah muda stabil. Catat
volume titrasi dan hitung normalitas NaOH. Titrasi dilakukan
sebanyak tiga kali
 Normalitas NaOH dihitung dengan rumus :

mg
N=
BE X V

 Penentuan kadar asetosal dalam larutan surfaktan


 Buatlah 50 ml larutan surfaktan dalam berbagai konsentrasi :
1%, 3%, 5%, dan 10% b/v dalam aquadest
 Timbang 500mg asetosal
 Masukkan 50 ml larutan surfaktan dan asetosal yang ditimbang
ke dalam erlenmeyer 125 ml, asetosal dilarutkan dalam larutan
surfaktan dengan bantuan magnetik stirer selama lebih kurang
15 menit
 Saring ke dalam erlenmeyer 50 ml
 Tentukan kadar asetosal dengan cara : di pipet 10 ml filtrat,
dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan 1 tetes
indikator PP kemudian titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N
sampai terjadi warna merah muda, titrasi dilakukan sebanyak
tiga kali.
 Lakukan percobaan blangko (menggunakan aquadest 50 ml
saja), lalu hitung jumlah asetosal yang terlarut (mg) dan
tentukan % kadar asetosal yang terlarut dalam setiap larutan.
 Buat grafik antara % surfaktan dengan % asetosal yang terlarut
Mg asetosal terlarut = V x N x BE

mg asetosal terlarut dalam50 ml larutan


% kadar = x 100%
mg asetosal awal

2. Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat padat


Objek : pengaruh pelarut campur terhadap larutan kelarutan teofilin

 Pembekuan larutan NaOH


 Kalium hidrogen phtalat sebanyak 300 mg dimasukkan ke
dalam erlenmeyer lalu dilarutkan dengan 10 ml aquadest,
kemudian ditambahkan 1-2 tetes indikator PP
 Titrasi dengan larutan hingga terjadi perubahan warna dari
tidak berwarna menjadi warna merah muda stabil. Catat
volume titrasi dan hitung normalitas NaOH. Titrasi dilakukan
sebanyak tiga kali
 Normalitas NaOH dihitung dengan rumus :
mg
N=
BE x V

 Penentuan kadar teofilin dalam pelarut campur


Buatlah campuran pelarut seperti yang tertera pada tabel dibawah ini :

No Air (ml) Alkohol (ml) Gliserin (ml) Jumlah (ml)

1 45 5 - 50

2 42,5 5 2,5 50

3 40 5 5 50

4 37,5 5 7,5 50

5 35 5 10 50

1. Timbang 200 mg teofilin


2. Larutkan teofilin sedikit demi sedikit erlenmeyer 125 ml. Kocok
selama 15 menit.
3. Saring larutan tersebut ke dalam erlenmeyer 50 ml menggunakan
kertas saring
4. Tentukan kadar teofilin dengan cara : pipet 10 ml fitrat,
masukkan ke dalam erlenmeyer. Tambahkan satu tetes indikator
PP kemudian titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai terjadi
warna merah muda. Titrasi dilakukan sebanyak tiga kali.
5. Lakukan percobaan blanko (menggunakan aquadest 50 ml saja)
lalu hitung jumlah teofilin yang terlarut (mg) dan tentukan %
kadar teofilin yang terlarut dalam setiap pelarut campur
6. Buat grafik % gliserin dengan teofilin yang terlarut
mg teofilin terlarut = V x N x BE

mgteofilin terlarut dalam 50 ml larutan


% kadar = x 100 %
mg teofilin awal

E. Hasil dan Penimbangan


1. Pengaruh surfaktan terhadap kelarutan zat padat

Objek : pengaruh penambahan tween 80 terhadap kelarutan asetosal

 Hasil pembakuan NaOH

Pengulangan V KHP V NaOH

1 10 ml 14,6 ml

2 10 ml 15,3 ml

3 10 ml 15,7 ml

mg
N1=
BE ×V

300 mg
=
204,23× 14,6
= 0,1006 N

mg
N2=
BE ×V
300 mg
=
204,23× 15,3
= 0.0960 N
mg
N3=
BE ×V
300 mg
=
204,23× 15,3
= 0,0935 N

0,1006+0,0960+0,0935
N rata-rata =
3
= 0.0967 N

 Penetapan kadar asetosal

No Tween 80 NaOH terpakai (ml)

1 Blangko 2,5
2,5
2,6

2 Tween 80 1% 3
3,1
3,1

3 Tween 80 3% 4,1
3,9
3,7

4 Tween 80 5% 4,2
4,5
4,3

5 Tween 80 10% 5,7


5,7
5,7

Blangko: 2,5
2,5+2,5+2,6
2,5 rata-rata= = 2,46 ml
3
2,6
mg asetosal= V × N × BE
= 2,46 × 0.0967 ×180,16
= 42,8 × 5 = 214 mg

mg asetosal dalam 50 ml
% kadar = × 100 %
mg asetosal awal
214 mg
= ×100 %
500 mg
= 42,8%

Tween 80 1% = 3
3+3,1+3,1
3,1 rata-rata= = 3,06 ml
3
3,1

mg asetosal = V × N × BE
= 3,06 × 0.0967 ×180,16
= 53,3 × 5
= 266,5 mg

mg asetosal dalam 50 ml
% kadar = × 100 %
mg asetosal awal
266,5 mg
= ×100 %
500 mg
= 53,3%

Tween 80 3% = 4,1
4,1+3,9+3,7
3,9 rata-rata= = 3,9 ml
3
3,7

mg asetosal = V × N × BE
= 3,9 × 0.0967 ×180,16
= 67,9 × 5
= 339,5 mg

mg asetosal dalam 50 ml
% kadar = × 100 %
mg asetosal awal
339,5 mg
= ×100 %
500 mg
= 67,9%

Tween 80 5% = 4,2
4,2+4,5+ 4,3
4,5 rata-rata= = 4,33 ml
3
4,3

mg asetosal = V × N × BE
= 4,33 × 0.0967 ×180,16
= 75,4 × 5
= 377 mg

mg asetosal dalam 50 ml
% kadar = × 100 %
mg asetosal awal
377 mg
= ×100 %
500 mg
= 75,4%

Tween 80 10% = 5,7


5,7+5,5+5,6
5,5 rata-rata= = 5,73 ml
3
5,6

mg asetosal = V × N × BE
= 5,73 × 0.0967 ×180,16
= 99,82 × 5
= 499,1 mg
mg asetosal dalam 50 ml
% kadar = × 100 %
mg asetosal awal
499,1 mg
= ×100 %
500 mg
= 99,82%

kurva penambahan surfaktan terhadap asetosal


120

100
99,8
80 9
75,4
60 67,9
53,3
42,8 40

20

0
0 5 10 15 20 25

SURFAKTAN

 Penetapan kadar neofilin

Campur NaOH terpakai (ml)

I 1,3
1,2
1,2

II 1,4
1,5
1,4

III 1,6
1,5
1,5

IV 1,6
1,6
1,7

V 1,7
1,7
1,8
Campuran I = 1,3

1,3+1,2+ 1,2
1,2 rata-rata = = 1,23 ml
3

1,2

mg teofilin = V × N × BE
= 1,23 × 0.0967 ×180,17
= 21,42 × 5
= 107,1 mg

mg teofilin dalam50 ml
% kadar = ×100 %
mg teofilin awal
107,1mg
= × 100 %
200mg
= 53,55%

Campuran II = 1,4

1,4+1,5+1,4
1,5 rata-rata = = 1,43 ml
3

1,4

mg teofilin = V × N × BE
= 1,43 × 0.0967 ×180,17
= 24,91 × 5
= 124,55 mg
mgteofilin dalam50 ml
% kadar = ×100 %
mg teofilin awal
124,55mg
= × 100 %
200 mg
= 62,27%

Campuran III = 1,6

1,6+1,5+1,5
1,5 rata-rata = = 1,53 ml
3

1,5

mg teofilin = V × N × BE
= 1,53 × 0.0967 ×180,17
= 26,65 × 5
= 133,25 mg

mg teofilin dalam50 ml
% kadar = ×100 %
mg teofilin awal
133,25mg
= × 100 %
200 mg
= 66,62%

Campuran IV = 1,6

1,6+1,6+1,7
1,6 rata-rata = = 1,63 ml
3

1,7

mg teofilin = V × N × BE
= 1,63 × 0.0967 ×180,17
= 28,39 × 5
= 141,95 mg
mgteofilin dalam50 ml
% kadar = ×100 %
mg teofilin awal
141,95mg
= × 100 %
200 mg
= 70,97%

Campuran V = 1,7

1,7+1,7+1,8
1,7 rata-rata= = 1,73 ml
3

1,8

mg teofilin = V × N × BE
= 1,73 × 0.0967 ×180,17
= 30,14 × 5
= 150,7 mg

mgteofilin dalam50 ml
% kadar = ×100 %
mg teofilin awal
150,7 mg
= ×100 %
200 mg
= 75,35%

Kurva Pengaruh Penambahan Pelarut Campur Terhadap


Kelarutan Zat
80
70
60 75,35
50 70,97
66,62
TEOFILIN 4062,27
E 53,55 30
20
10
0
0 5 10 15 20 25

GLISERIN
F. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Surfaktan dapat mempengaruhi kelarutan asetosal. Dapat diketahui
bahwa semakin besar konsentrasi surfaktan yang ditambahkan ke
dalam larutan asetosal, maka semakin tinggi pula kelarutan asetosal
didalam air. Jadi dari data tersebut, dapat kita ketahui bahwa semakin
tinggi konsentrasi tween 80 maka semakin tinggi pula kelarutan
asetosal. Hal ini, sesuai dengan Farmakope Indonesia Edisi III yaitu
asetosal lebih mudah larut dalam etanol dibandingkan dalam air tetapi
asetosal dapat mudah larut dalam air panas. Kelarutan Teofilin
meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi gliserin. Kadar
atau konsentrasi alkohol tidak divariasikan karena kadar maksimal
yang bisa digunakan dalam pelarut campur yaitu 10%

2. Saran
Sebaiknya pada praktikum ini kita juga menggunakan surfaktan lain
agar dapat dibandingkan kelarutannya. Pada praktikum selanjutnya,
dalam penentuan kadar teofilin dalam larutan campuran yang
digunakan adalah propilen glikol agar dapat dibandingkan kelarutannya
jika menggunakan gliserol.

I. DAFTAR PUSTAKA

Agues, G. 2006. Pengembangan Sediaan Farmasi. ITB. Bandung

Ansel C. Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta:


Universitas Indonesia Press

Martin. 2010. Farmasi Fisika ed.III. UI Press. Jakarta

Jankins. 1957. Farmasi Fisika. UGM. Diels.Yogyakarta

Roth,Herman,J. 1988. Analisis Farmasi. Yogyakarta: UGM-press


https://id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan#:~:text=Kelarutan%20atau%20solubilitas
%20adalah%20kemampuan,Larutan%20hasil%20disebut%20larutan
%20jenuh.

http://jurnal.unpad.ac.id/farmaka/article/download/15420/pdf

Anda mungkin juga menyukai