Anda di halaman 1dari 54

BAGIAN IKM-IKK LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN Oktober 2021


UNIVERSITAS HALU OLEO

PENATALAKSANAAN PASIEN DENGAN GANGGUAN GIZI OLEH


DOKTER KELUARGA

Oleh :
Qasrhi Ulya Janna Nadir, S.Ked K1B1 21 043

Ummi Kalsum Arif, S.Ked K1B1 21 044

Nur Afni Manan, S.Ked K1B1 21 045

Wa Ode Arinah Musfirah, S.Ked K1B1 21 046

Siti Nur Fadila, S.Ked K1B1 21 047

Miftahuljjanah, S.Ked K1B1 21 048

Pembimbing :
dr. H. Juriadi Paddo, M.Kes

BAGIAN IKM-IKK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama NIM

Qasrhi Ulya Janna Nadir, S.Ked K1B1 21 043

Ummi Kalsum Arif, S.Ked K1B1 21 044

Nur Afni Manan, S.Ked K1B1 21 045

Wa Ode Arinah Musfirah, S.Ked K1B1 21 046

Siti Nur Fadila, S.Ked K1B1 21 047

Miftahuljjanah, S.Ked K1B1 21 048

Judul Laporan : Penatalaksanaan Pasien Dengan Gangguan Gizi Oleh


Dokter Keluarga
Program Studi : Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Telah menyelesaikan Tugas Laporan Kedokteran Keluarga dalam rangka


kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran
Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Oktober 2021


Mengetahui,
Pembimbing

dr. H. Juriadi Paddo, M.Kes


NIP. 198209242008122007

ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala yang telah
memberikan penulis kemudahan sehingga dapat menyelesaikan tugas laporan
kedokteran keluarga ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya penulis tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan tugas ini dengan baik. Penulis mengucapkan
syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas limpahan nikmat sehat, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan laporan ini sebagai tugas dalam rangka menyelesaikan
stase ilmu kesehatan masyarakat dan ilmu kedokteran komunitas dengan judul
“Penatalaksanaan Pasien Dengan Gangguan Gizi Oleh Dokter Keluarga”.

Penulis tentu menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk laporan ini, supaya
nantinya dapat menjadi lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada laporan ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen
pembimbing dr. H. Juriadi Paddo, M.Kes yang telah membimbing dalam penulisan
laporan ini. Demikian, semoga laporan ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Kendari, Oktober 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................................... 2
C. Manfaat ................................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4
A. Gangguan Gizi ...................................................................................... 4
1. Definisi ............................................................................................ 4
2. Penilaian status gizi ......................................................................... 4
3. Klasifikasi ....................................................................................... 8
4. Manifestasi klinik ............................................................................ 8
5. Diagnosis ......................................................................................... 9
6. Tatalaksana ...................................................................................... 9
B. Ilmu Kedokteran Keluarga .................................................................. 14
1. Pengertian ...................................................................................... 14
2. Prinsip Kedokteran Keluarga ......................................................... 15
3. Karakteristik Dokter Keluarga........................................................ 16
4. Definisi Keluarga ........................................................................... 17
5. Fungsi Keluarga ............................................................................. 17
6. Genogram Keluarga ....................................................................... 18
7. Pengukuran Fungsi Keluarga ......................................................... 19
8. Syarat Kesehatan Rumah Tinggal Keluarga ................................... 20
BAB III HASIL PENGUMPULAN DATA ......................................................... 23
A. Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah ............................... 23
B. Identitas Pasien.................................................................................... 23
C. Penetapan Masalah Pasien .................................................................. 24
D. Diagnosis Holistik ............................................................................... 26

iv
E. Fungsi Keluarga .................................................................................. 27
F. Struktur Keluarga ................................................................................ 33
G. Keadaan Rumah dan Lingkungan ....................................................... 33
H. Denah Rumah ...................................................................................... 34
I. Analisis Keadaan Rumah dan Lingkungan ......................................... 34
J. Daftar Masalah .................................................................................... 34
K. Rencana Penyelesaian Masalah........................................................... 35
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 36
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 40
A. Kesimpulan ......................................................................................... 40
B. Saran.................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 41
LAMPIRAN .......................................................................................................... 43

v
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel Halaman
Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks
Tabel 1 BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku 16
Antropometeri WHO-NCHS
Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal
Tabel 2 37
Serumah
Tabel 3 APGAR Score An. Al (2 tahun) 43
Tabel 4 APGAR Score Tn. RJ (28 tahun) 44
Tabel 5 APGAR Score Ny. R (27 tahun) 44
Tabel 6 APGAR Score An. Au (10 tahun) 45
Tabel 7 Fungsi Patologis (SCREEM) Keluarga An. S 46
Tabel 8 Lingkungan Tempat Tinggal 47

vi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul Gambar Halaman
Gambar 1 Genogram keluarga An. Al 47
Gambar 2 Denah rumah keluarga An. Al 48

vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah gizi merupakan masalah kesehatan global karena terjadi hampir
di seluruh belahan dunia. Pada gejala klinis dari kekurangan nutrisi adalah
pertumbuhan dan perkembangan tubuh tidak normal selain itu, kekurangan
gizi dapat mempengaruhi kemampuan koordinasi dalam keseimbangan,
bahkan sesudah kekurangan gizi diperbaiki (Soetjiningsih, 2015)

Kurangnya asupan zat gizi akan menyebabkan seseorang mengalami


defisit dalam memenuhi kebutuhan tubuhnya, dan salah satu konsekuensinya
adalah menjadi rentan terhadap serangan penyakit infeksi, yang apabila
terjadi akan memperburuk status gizinya. Sebaliknya seseorang yang
menderita penyakit infeksi akan mengalami peningkatan metabolisme dan
suhu tubuh, yang menyebabkan kebutuhan energi dan zat-zat gizinya
meningkat. Sementara itu, seseorang yang menderita penyakit infeksi
biasanya mengalami penurunan nafsu makan, sehingga asupan gizinya juga
berkurang, yang jika berlangsung lama akan menurunkan status gizinya.
(Unicef, 1998)

Menurut WHO (2019) mengatakan bahwa jutaan orang menderita


malnutrisi, faktanya 1,9 miliar orang dewasa kelebihan berat badan atau
obesitas dan sementara 462 juta orang yang mengalami kekurangan berat
badan dan diantaranya adalah anak-anak yang terdiri dari 52 juta balita kurus
dan sekitar satu dari sepuluh anak dilahirkan dengan berat badan lahir rendah.

Di wilayah Asia Selatan satu dari empat anak di bawah umur lima
tahun atau sekitar 45% meninggal akibat kekurangan gizi. Hal ini sering
terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah yang tingkat obesitas
pada masa kanak-kanak meningkat pada saat yang bersamaan (WHO, 2019).

Wilayah Asia Tenggara dan Pasifik memiliki hampir setengah dari


populasi di seluruh dunia, yang menderita beban ganda masalah gizi. Beban

1
2

ganda masalah gizi memiliki dampak di sepanjang siklus kehidupan.


Kerusakan yang paling parah dan berlangsung jangka panjang terjadi pada 3
periode pertumbuhan dan perkembangan yang cepat, khususnya selama 1.000
hari pertama kehidupan (1.000 HPK) sejak masa kehamilan hingga anak
berusia dua tahun, dan selama masa remaja (Bappenas, 2019).

Gizi kurang dan gizi buruk merupakan status gizi yang didasarkan
pada indeks berat badan menurut umur (BB/U). Pada tahun 2018 gizi buruk
pada balita usia 0-23 bulan sebesar 3,5%, persentase gizi kurang sebesar
11,3%, presentase gizi lebih sebesar 2,7% dan presentase gizi baik sebesar
82%. (Kemenkes RI, 2019).

Berdasarkan hasil pemantauan status gizi 2019 di Provinsi Sulawesi


Tenggara persentase balita gizi kurang (BB/Umur) menurut Kabupaten/Kota
tahun 2019, persentase tertinggi terdapat di 3 Kabupaten/kota yaitu: Kota
Baubau 10,15%, Muna Barat 13,70% dan Buton 19,03% dan persentase
terendah di Kabupaten Kolaka Timur 1,75% dan Wakatobi 1,33% dan Muna
menempati peringkat ke enam dengan presentase balita gizi kurang 76,09%.
Status gizi lebih dengan presentase 1,8% dan Status gizi baik dengan
presentase 76,2%. (Dinkes sultra, 2019).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan pendekatan kedokteran keluarga terhadap pasien
gangguan gizi di Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-Lepo.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik (fungsi keluarga, bentuk keluarga, dan siklus
keluarga) keluarga pasien gangguan gizi.
b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah
kesehatan pada pasien gangguan gizi dan keluarganya.
c. Mendapatkan pemecahan masalah kesehatan pasien gangguan gizi dan
keluarganya.
3

C. Manfaat
1. Bagi Penulis
Menerapkan dan memperkaya ilmu pengetahuan yang diperoleh dari
perkuliahan yang diterapkan dalam kedokteran keluarga secara langsung
kepada pasien.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai bahan yang dapat dimanfaatkan dan digunakan oleh instansi
terkait sebagai bahan evaluasi dan bahan pertimbangan mengenai kasus
gangguan gizi dalam pencegahan dan diagnosis secara holistik yang
mempertimbangkan faktor keluarga dalam pengobatan dan
pencegahannya.

3. Bagi Pasien dan Keluarga


Memberikan informasi dan pemahaman tidak hanya untuk pasien
tetapi juga keluarga pasien mengenai peranan dan fungsi keluarga dalam
menangani penyakit yang diderita.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gangguan Gizi
1. Definisi

Gizi buruk merupakan suatu keadaan kurang gizi tingkat berat


yang disebabkan rendahnya konsumsi karbohidrat dan protein dari
makanan sehari-hari dalam waktu yang cukup lama. Kondisi berat badan
menurut umur (BB/U) tidak sesuai dengan usia yang seharusnya. Keadaan
kurang gizi tingkat berat pada anak berdasarkan indeks berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau ditemukan tanda-tanda
klinis marasmus, kwashiorkor dan marasmuskwashiorkor. Kondisi gizi
kurang rentan terjadi pada balita usia 2-5 tahun karena balita sudah
menerapkan pola makan seperti makanan keluarga dan mulai dengan
tingkat aktivitas fisik yang tinggi. Kekurangan gizi pada masa balita terkait
dengan perkembangan otak sehingga dapat mempengaruhi kecerdasan
anak dan berdampak pada pembentukan kualitas sumber daya manusia di
masa mendatang (Kusnandi, N.D. 2020).
Gizi kurang merupakan salah satu penyakit akibat gizi yang masih
merupakan masalah di Indonesia. Kekurangan gizi dapat mengakibatkan
gagal tumbuh kembang, meningkatkan angka kematian dan kesakitan serta
penyakit terutama pada kelompok usia rawan gizi yaitu Balita. Gizi kurang
pada balita, membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan fisik
maupun mental yang selanjutnya akan menghambat prestasi belajar.
Akibat lainnya adalah penurunan daya tahan, menyebabkan hilangnya
masa hidup sehat balita, serta dampak yang lebih serius adalah timbulnya
kecacatan, tingginya angka kesakitan dan percepatan kematian (Kusnandi,
N.D. 2020).

2. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi secara langsung dapat dilakukan dengan berikut ini:
(Kemenkes RI,2017)

4
5

a. Biokimia Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan


yang meliputi spesimen yang akan diujikan seperti darah, urin, tinja
dan jaringan tubuh seperti hati, otot, tulang, rambut, kuku dan lemak
bawah kulit.
b. Klinis, Pemeriksaan berdasarkan tanda – tanda klinis berdasarkan
pada perubahan yang terjadi hubungan dengan kekurangan atau
kelebihan asupan zat gizi yang dapat dilihat pada jaringan epitel
dimata, kulit, rambut, mukosa mulut dan organ yang dekat dengan
permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
c. Biofisik. Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode
penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (jaringan)
dan melihat perubahan perubahan struktur dari jaringan.
d. Antropometri Merupakan pengukuran terhadap dimensi tubuh dan
komposisi tubuh. Paramater merupakan ukuran tunggal dari tubuh
manusia antara lain umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan
atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, dan tebal lemak
dibawah.
1) Umur. Umur sangat memegang peranan dalam penentuan
status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan
interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat
badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak
berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat
2) Berat Badan. Berat badan merupakan salah satu ukuran yang
memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan
tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang
mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi
makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam
bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau
melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat badan
pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya
memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling
6

banyak digunakan karena hanya memerlukan satu


pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur,
tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan
perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu.
3) Tinggi Badan atau Panjang Badan merupakan paramater yang
penting bagi keadaan yang terdahulu dan keadaan sekarang,
jika umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu tinggi
badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan
menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan, faktor
umur dapat dikesampingkan.
4) Lingkar Kepala Pengukuran lingkar kepala bisa digunakan
pada kedokteran anak yang digunakan untuk mendeteksi
kelainan seperti hydrocephalus atau microcephaly. Untuk
melihat pertumbuhan kepala balita dapat digunakan grafik
Nellhaus
5) Lingkar Dada. Pertumbuhan lingkar dada pesat sampai anak
berumur 3 tahun sehingga bisa digunakan pada anak berusia
2- 3 tahun. Rasio lingkar dada dan kepala dapat digunakan
sebagai indikator KEP pada balita. Pada umur 6 bulan lingkar
dada dan kepala sama. Setelah umur ini lingkar kepala
tumbuh lebih lambat daripada lingkar dada. Pada anak KEP
terjadi pertumbuhan dada yang lambat sehingga rasio lingkar
dada dan kepala <1.
Penilaian status gizi secara tidak langsung :
a. Survey konsumsi makanan merupakan sebuah metode penentuan
status gizi dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi,
tujuannya adalah untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran
kecukupan bahan makanan pada tingkat kelompok, rumah tangga,
dan perorangan serta faktor yang berpengaruh.
b. Statistik vital. Penilaiannya dengan menganalisis data dari statistik
kesehatan, misalnya angka kematian berdasarkan umur, angka
7

kesakitan, dan kematian akibat penyebab tertentu, serta data lain


yang berhubungan dengan gizi.
c. Faktor ekologi. Pengukuran faktor ekologi berguna untuk
mengetahui penyebab malnutrisi pada suatu masyarakat sebagai
dasar untuk melakukan program intervensi dini. Malnutrisi
merupakan salah satu masalah faktor ekologi, sebagai interaksi dari
faktor fisik, biologis, lingkungan, dan budaya.

Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting
untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang
berhubungan dengan status gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan
BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan
fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh. Penggunaan berat badan dan
tinggi badan akan lebih jelas dan sensitif/peka dalam menunjukkan
keadaan gizi kurang bila dibandingkan dengan penggunaan BB/U.
Dinyatakan dalam BB/TB, menurut standar WHO bila prevalensi
kurus/wasting < -2SD diatas 10 % menunjukan suatu daerah tersebut
mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan berhubungan langsung
dengan angka kesakitan. (Kemenkes RI, 2017)

Tabel 1. Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB


Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS
8

3. Klasifikasi

Dalam menetukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang
sering disebut reference. Baku antropometri yang sering digunakan di
Indonesia adalah World Health Organization – National Centre for Health
Statistik (WHO-NCHS).
Keadaan berat badan kurang (underweight) merupakan situasi
seseorang yang berat badannya lebih rendah daripada berat yang adekuat
menurut usianya. Memiliki berat badan menurut usia lebih dari -3 standar
deviasi (SD) dibawah median kurva referensi tersebut merupakan kriteria
untuk menegakkan diagnosis keadaan gizi buruk.
Pelisutan tubuh (wasting) merupakan defisit yang lebih besar dari -
3 SD pada sisi sebelah dalam garis median angka berat badan sesuai usia
berdasarkan sampel anak-anak yang di ambil sebagai referensi tersebut
merupakan kriteria untuk menegakkan diagnosis gizi buruk. Pelisutan
tubuh menandakan keadaan kekurangan energi protein yang akut.

Stunting (tubuh pendek) merupakan keadaan tubuh yang sangat


pendek hingga melampaui defisit -3 SD di bawah median panjang atau
tinggi badan sesuai populasi yang menjadi referensi internasional.
Keadaan ini pernah diinterpretasikan sebagai keadaan malnutrisi kronik.

4. Manifestasi Klinik

Keluhan dapat berupa : (Panduan Praktik Klinis, 2014)


 Anak rewel, apatis
 Wajab Sembab, Pandangan Sayu
 Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jangung, mudah
dicabut tanpa sakit, rontok
 Sangat kurus
 Edema
 Kulit keriput
9

5. Diagnosa

Diagnosa Ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta


pengukuran antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila: (Panduan
Praktik Klinis, 2014)
1) BB/TB < -3 SD atau -3 SD dari median (marasmus).
2) Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh
(kwashiorkor: BB/TB < -3 SD 3)
3) Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis
berupa anak tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak
mempunyai jaringan lemak bawah kulit terutama pada kedua bahu,
lengan, pantat dan paha; tulang iga terlihat jelas, dengan atau tanpa
adanya edema.

Anak-anak dengan BB/U < 60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin
anak tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus. Anak seperti itu
tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jika ditemukan
penyakit lain yang berat. (Panduan Praktik Klinis, 2014)

6. Tatalaksana

Penatalaksanaan yang dilakukan berupa 10 langkah penting yaitu:


(Kemenkes RI, 2011).
1) Atasi/cegah hipoglikemia
2) Atasi/cegah hipotermia
3) Atasi/cegah dehidrasi
4) Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5) Obati/cegah infeksi
6) Mulai pemberian makanan
7) Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth)
8) Koreksi defisiensi nutrien mikro
9) Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
10) Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh
10

Dalam proses pelayanan Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase


stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus
trampil memilih langkah mana yang sesuai untuk setiap fase.

1) Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia (kadar gula dalam darah


rendah) Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada
anak dengan Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu
tubuh rendah. Jika anak sadar dan dapat menerima makanan usahakan
memberikan makanan saring/cair 2-3 jam sekali. Jika anak tidak dapat
makan (tetapi masih dapat minum) berikan air gula dengan sendok.
Jika anak mengalami gangguan kesadaran, berikan infus cairan
glukosa dan segera rujuk ke RSU.
2) Pengobatan dan pencegahan hipotermia. Hipotermia ditandai dengan
suhu tubuh yang rendah dibawah 36˚C. Pada keadaan ini anak harus
dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa
lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode
Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernafas. Cara lain
adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan
meletakkan lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu
dekat apalagi sampai menyentuh anak. Selama masa penghangatan ini
dilakukan pengukuran suhu anak pada dubur (bukan ketiak) setiap
setengah jam sekali. Jika suhu anak sudah normal dan stabil, tetap
dibungkus dengan selimut atau pakaian rangkap agar anak tidak jatuh
kembali pada keadaan hipothermia.
3) Pengobatan dan Pencegahan kekurangan cairan. Tanda klinis yang
sering dijumpai pada anak penderita Gizi buruk dengan dehidrasi
adalah :
 Ada riwayat diare sebelumnya
 Anak sangat kehausan
 Mata cekung
 Nadi lemah
11

 Tangan dan kaki teraba dingin


 Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.

Tindakan yang dapat dilakukan adalah : Jika anak masih menyusui,


teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam sekali tanpa berhenti.
Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral dengan
memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit
dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk gizi buruk disebut
ReSoMal. Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan Gizi buruk
dapat menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak
dapat minum, lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer
Laktat/Glukosa 5 % dan NaCL dengan perbandingan 1:1.

4) Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit. Pada semua


Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit diantaranya :
 Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma
rendah.
 Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)
Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema
dan, untuk pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan
waktu paling sedikit 2 minggu. Berikan : Makanan tanpa
diberi garam/rendah garam Untuk rehidrasi, berikan cairan
oralit 1 liter yang diencerkan 2 kali (dengan penambahan 1
liter air) ditambah 4 gr KCL dan 50 gr gula atau bila balita gizi
buruk bisa makan berikan bahan makanan yang banyak
mengandung mineral ( Zn, Cuprum, Mangan, Magnesium,
Kalium) dalam bentuk makanan lumat/lunak.
5) Lakukan Pengobatan dan pencegahan infeksi Pada Gizi buruk, tanda
yang umumnya menunjukkan adanya infeksi seperti demam
seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua Gizi buruk secara
rutin diberikan antibiotik spektrum luas dengan dosis sebagai berikut :
Tabel 2. Pemberian Antibiotik berdasarkan umur atau berat badan
12

6) Pemberian makanan balita KEP berat/Gizi buruk Pemberian diet


KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, yaitu : Fase Stabilisasi,
Fase Transisi, Fase Rehabilitasi
7) Perhatikan masa tumbuh kejar balita (catch- up growth).Pada fase ini
meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi.

tabel 3. Tahapan pemberian diet

8) Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro. Zat gizi mikro


adalah zat didalam makanan yang di butuhkan tubuh dalam jumlah
kecil atau sedikit. Yang termasuk zat gizi mikro yaitu vitamin dan
mineral. Semua pasien Gizi buruk, mengalami kurang vitamin dan
mineral. Walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa
13

memberikan preparat besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan
berat badannya mulai naik (biasanya pada minggu ke 2). Pemberian
besi pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya.
Berikan setiap hari :
 Tambahan multivitamin lain
 Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk
tablet besi folat atau sirup besi dengan dosis sebagai berikut :
Tabel 4. Dosis pemberian tablet besi folat dan sirup besi

 Bila anak diduga menderita kecacingan berikan Pirantel


Pamoat
 Vitamin A dosis tinggi diberikan pada anak gizi buruk dengan
dosis sesuai umur pada saat pertama kali ditemukan.
Tabel 5. Dosis pemberian vitamin A

9) Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional. Pada gizi buruk


terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenanya
berikan :
 Kasih saying
 Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
 Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
 Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh
14

 Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan,


bermain dsb)
10) Persiapan untuk tindak lanjut di rumah Bila berat badan anak sudah
berada di garis warna kuning anak dapat dirawat di rumah dan
dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di desa. Pola
pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan
dirumah setelah pasien dipulangkan. Nasehatkan kepada orang tua
untuk :
 Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara
teratur di Puskesmas
 Pelayanan di PPG untuk memperoleh PMT
 Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan
dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara
teratur di posyandu/puskesmas.
 Pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan
nutrien yang padat.
 Penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau
Posyandu
 Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal
Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau
100.000 SI ) sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.

A. Ilmu Kedokteran Keluarga


1. Pengertian
Ilmu kedokteran keluarga adalah sebuah cabang ilmu kedokteran
yang memfokuskan pelayanan kontak pertama yang komprehensif dan
berkesinambungan, dengan memperhatikan bahwa setiap individu secara
utuh, unik dan spesifik, tanpa memandang usia, jenis kelamin dan penyakit
melayani individu dalam konteks keluarga, komunitas dan masyarakat
(Anggraini dkk., 2015).
15

Ilmu menurut PB IDI tahun 1983 ilmu kedokteran keluarga adalah


ilmu yang mencakup seluruh spektrum ilmu kedokteran yang orientasinya
adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
berkesinambungan dan menyeluruh kepada satu kesatuan individu,
keluarga dan masyarakat dengan memperhatikan factor-faktor lingkungan,
ekonomi dan social budaya.
Dokter Keluarga adalah dokter yang memberi pelayanan kesehatan
yang berorientasi komunitas dengan titik berat pada keluarga sehingga ia
tidak hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit tapi sebagai
bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif tetapi bila
perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya. Dengan definisi
demikian IDI menggambarkan ciri pelayanan DK sebagai berikut:
a. DK melayani penderita tidak hanya sebagai individu tetapi sebagai
anggota satu keluarga bahkan anggota masyarakatnya
b. DK memberikan pelayanan kesehatan menyeluruh dan
memberikan perhatian kepada penderitanya secara lengkap dan
sempurna, jauh melebihi apa yang dikeluhkannya
c. DK memberikan pelayanan kesehatan dengan tujuan utama
meningkatkan derajat kesehatan, mencegah timbulnya penyakit dan
mengenal serta mengobatinya penyakit sedini mungkin
d. DK menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan tingkat pertama
dan ikut bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan
e. DK mengutamakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
kebutuhan dan berusaha memenuhi kebutuhan itu sebaik-
baiknya(Anggraini dkk., 2015)
2. Prinsip Kedokteran Keluarga
Prinsip-prinsip pelayanan/pendekatan kedokteran keluarga
adalah memberikan/mewujudkan) (Anggraini dkk., 2015):
a. Pelayanan yang holistik dan komprehensif
b. Pelayanan yang kontinu
c. Pelayanan yang mengutamakan pencegahan
16

d. Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif


e. Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integrasi
darikeluarganya.
f. Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja,
danlingkungan tempat tinggalnya.
g. Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum.
h. Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertanggung jawabkan.
i. Pelayanan yang sadar biaya dan mutu.
3. Karakteristik Dokter Keluarga
Karakteristik dokter keluarga diantaranya yaitu (Kurniawan, 2015) :
a. Tempat kontak medis pertama, dalam sebuah sistem pelayanan
kesehatan, membuka dan menyelenggarakan akses tak terbatas
kepada penggunanya, menggarap semua masalah kesehatan, tanpa
memandang golongan usia, jenis kelamin, atau karakter individual
yang dilayani.
b. Memanfaatkan sumber daya secara efisien, melalui sistem pelayanan
yang terkoordinasi, kerjasama dengan paramedis lainnya di layanan
primer, dan mengatur keperluan akan layanan spesialis dan dibuka
peluang untuk advokasi bagi pasien jika diperlukan.
c. Mengembangkan “Person-centred approach” berorientasi pada
individu, keluarganya, dan komunitasnya.
d. Mempunyai cara konsultasi yang unik yang menggambarkan
hubungan dokter-pasien sepanjang waktu, melalui komunikasi efektif
antara dokter- pasien.
e. Mempunyai proses pengambilan keputusan yang istimewa
mempertimbangkan insidens dan prevalensi penyakit di masyarakat
f. Menangani masalah kesehatan akut dan kronik setiap individu pasien.
g. Menangani penyakit yang masih belum jelas dalam fase dini, yang
mungkin memerlukan intervensi segera.
h. Meningkatkan taraf kesehatan dan kesejahteraan melalui intervensi
yang pas dan efektif.
17

i. Mempunyai tanggung jawab khusus untuk kesehatan masyarakat.


j. Mengelola masalah kesehatan dalam dimensi jasmani, rohani
(psikologi) sosial, kultural, dan eksistensial.
4. Definisi Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari
suami- istri,atau suami istri dan anak atau ayah dengan anak atau ibu
dengan anak (UU RI No. 10 Th 1992). Menurut Depkes RI, (2008)
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
KepalaKeluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu
tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan
(Anggraini dkk., 2015).
Pada Tahun 2009 DepKes RI mengkategorikan usia atau umur dibagi
menjadi:
a. Berusia 0 sampai dengan 5 Tahun merupakan Masa Balita
b. Usia 5 sampai 11 Tahun merupakan Masa Kanak – kanak
c. Usia 12 sampai dengan 16 Tahun merupakan Masa Remaja Awal
d. Usia 17 sampai dengan 25 Tahun merupakan Masa Remaja Akhir
e. Usia 26 sampai dengan 35 Tahun merupakan Masa Dewasa Awal
f. Usia 36 sampai dengan 45 Tahun merupakan Masa Dewasa Akhir
g. Usia 46 sampai dengan 55 Tahun merupakan Masa Lansia Awal
h. Usia 56 sampai dengan 65 Tahun merupakan Masa Lansia Akhir
i. Seorang dengan Usia 65 Tahun keatas masuk Masa Manula
5. Fungsi Keluarga
Fungsi-fungsi keluarga harus dipahami oleh dokter keluarga untuk
membantu menegakkan diagnosis masalah kesehatan yang dihadapi oleh
para anggota keluarga dan juga dalam mengatasi masalah kesehatan setiap
anggotakeluarga tersebut. Fungsi keluarga banyak macamnya. Di
Indonesia fungsi keluarga dibedakan menjadi 8 macam menurut PP no.21
tahun 1994.
a. Fungsi keagamaan : memperkenalkan dan mengajak anak dan
anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas
18

kepala keluarga untuk menanamkan bahwa ada kekuatan lain yang


mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.
b. Fungsi sosial budaya : membina sosialisasi pada anak, membentuk
norma- norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan
anak, meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
c. Fungsi cinta kasih : memberikan kasih sayang dan rasa aman,
memberikan perhatian diantara anggota keluarga
d. Fungsi melindungi : melindungi anak dari tindakan-tindakan yang
tidak baik, sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa
aman
e. Fungsi reproduksi : meneruskan keturunan, memelihara dan
membesarkan anak, memelihara dan merawat anggota keluarga
f. Fungsi sosialisasi dan pendidikan : mendidik anak sesuai
dengan tingkat perkembangannya, menyekolahkan anak, bagaimana
keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik
g. Fungsi ekonomi : mencari sumber-sumber penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan penggunaan penghasilan
keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, menabung untuk
memenuhi kebutuhan keluarga di masa dating
h. Fungsi pembinaan lingkungan : fungsi keluarga yang memberikan
kemampuan kepada setiap keluarga dapat menempatkan diri secara
serasi, selaras dan seimbang sesuai dengan daya dukung alam dan
lingkungan yang berubah secara dinamis (Anggraini, 2015).
6. Genogram Keluarga
Genogram adalah suatu alat bantu berupa peta skema (visual map)
dari silsilah keluarga pasien yang berguna bagi pemberi layanan
kesehatan untuk segera mendapatkan informasi tentang nama anggota
keluarga pasien, kualitas hubungan antar anggota keluarga. Genogram
adalah biopsikososial pohon keluarga, yang mencatat tentang siklus
kehidupan keluarga, riwayat sakit di dalam keluarga serta hubungan antar
anggota keluarga (Anggraini dkk., 2015).
19

Di dalam genogram berisi: nama, umur, status menikah, riwayat


perkawinan, anak-anak, keluarga satu rumah, penyakit-penyakit spesifik,
tahun meninggal, dan pekerjaan. Juga terdapat informasi tentang
hubungan emosional, jarak atau konflik antar anggota keluarga, hubungan
penting dengan profesional yang lain serta informasi-informasi lain yang
relevan.
Genogram idealnya diisi sejak kunjungan pertama anggota keluarga
dan selalu dilengkapi (update) setiap ada informasi baru tentang anggota
keluarga pada kunjungan kunjungan selanjutnya. Setiap kejadian
emosional keluarga dapat mempengaruhi atau melibatkan sediktnya 3
generasi keluarga. Sehingga idealnya, genogram dibuat minimal untuk 3
generasi. Dengan demikian, genogram dapat membantu dokter untuk
(Anggraini, 2015) :
a. Mendapat informasi dengan cepat tentang data yang terintegrasi
antara kesehatan fisik dan mental di dalam keluarga
b. Pola multigenerasi dari penyakit dan disfungsi.
7. Pengukuran Fungsi Keluarga
Pengukuran fungsi keluarga dapat diukur dengan menggunakan
(Anggraini dkk., 2015):
a. APGAR family (Adaptation, Partnership, Growth, Affection,
Resolve) Merupakan instrumen skrining untuk disfungsi keluarga dan
mempunyai reliabilitas dan validitas yang adekuat untuk mengukur
tingkat kepuasan mengenai hubungan keluarga secara individual, juga
beratnya disfungsi keluarga. Bila pertanyaan dijawab sering / selalu
nilai 2, kadang-kadang nilai 1, jarang / tidak nilai 0. Bila hasil
penjumlahan kelima nilai diatas adalah antara :
7-10 : Fungsi keluarga baik
4-6 : Fungsi keluarga kurang baik
0-3 : Fungsi keluarga tidak baik
b. SCREEM (Social Cultural Religion Economic Education Medical).
Jika APGAR family untuk melihat fungsi keluarga secara fisiologis,
20

maka SCREEM adalah untuk melihat fungsi keluarga secara patologis.


1) Apakah antara anggota keluarga saling memberi perhatian, saling
membantu kalau ada kerepotan masing-masing.Apakah interaksi
dengan tetangga sekitarnya juga berjalan baik dan tidak ada
masalah (Social).
2) Apakah keluarga puas terhadap budaya yang berlaku di daerah
itu (Culture).
3) Apakah keluarga taat dalam beragama (Religion).

4) Apakah status ekonomi keluarga cukup (Economic)

5) Apakah pendidikan tergolong cukup (Education)

6) Apakah dalam mencari pelayanan kesehatan mudah dan ada


alat transportasi (Medical).

8. Syarat Kesehatan Rumah Tinggal Keluarga


Persyaratan kesehatan rumah tinggal berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 sebagai berikut :
a. Bahan bangunan
Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepas zat-zat yang
dapat mebahayakan kesehatan,antara lain sebagai berikut :
1) Debu total tidak boleh >150 ug/m
2) Asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m /4 jam
3) Timah hitam tidak melebihi 300 mg/kg
Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh
dan berkembangnya mikroorganisme patogen.
b. Komponen dan penataan ruang rumah
Komponen ruang rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan
biologis sebagai berikut:
1) Lantai kedap air dan mudah dibersihkan
2) Dinding: ruang keluarga dilengkapi dengan sarana ventilasi untuk
pengaturan siklus udara. Di kamar mandi dan tempat cuci harus
21

kedap air dan mudah dibersihkan


3) Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan
4) Bumbungan rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus
dilengkapi dengan penangkal petir
5) Ruang di dalam rumah harus di tata agar berfungsi sebagai ruang
tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, ruang
mandi dan ruang bermain anak.
6) Ruang dapur harus dilengkapi sarana pembuangan asap.
7) Pencahayaan : Pencahayaan alam dan atau buatan yang langsung
maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal
intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan.
8) Kualitas udara : Kualitas udara didalam rumah tidak melebihi
ketentuan sebagai berikut:
a) Suhu udara nyaman berkisar18-30 C.
b) Kelembaban udara berkisar antara 40 % sampai 70%
c) Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi0,10 ppm/24 jam
d) Pertukaran udara (air exchangerate) 5 kaki kubik/menitper
penghuni
e) Konsentrasigas CO tidak melebihi 100 ppm/8jam
konsentrasi gas formaldehid tidak melebihi 120 mg/m3
9) Ventilasi : Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen
minimal 10 dari luas lantai
10) Binatang penular penyakit: Tidak ada tikus bersarang diluar rumah
11) Air : Tersedia sarana air bersih dengan kapasitas minimal 60
liter/hari/orang, Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan
air bersih dan/atau air minum sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
12) Tersedianya sarana penyimpanan makanan yang aman.
13) Limbah
a) Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber
air, tidak menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan
22

tanah
b) Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau,
pencemaran terhadap permukaan tanah serta air tanah.
14) Kepadatan hunian rumah tidur
Luas ruang tidur minimal 8 meter, dan tidak dianjurkan
digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur kecuali
anak dibawah umur 5 tahun (Anggraini dkk., 2015).
BAB III
HASIL PENGUMPULAN DATA
A. Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah

Tabel 2. Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah

L/ Status
Nam Keduduka Usia Pendidi Pekerjaan Ket
No. P Imunisasi
a n kan

Riwayat
1. Tn. RJ Ayah L 28 Thn SMP Wiraswsta Tidak
Demam
Diketahui
Tifoid
Ibu
Tidak Riwayat
2. Ny. R Ibu P 27 Thn SMP Rumah
Diketahui Asma
Tangga

3. An. Anak ke-1 P 10 Thn SD Lengkap Riwayat


-
Au Asma

4. An. Anak Ke 2 P 2 Thn - - Tidak Riwayat


Al Lengkap Asma

B. Identitas Pasien
1. Nama : An. AL

2. Umur : 2 Tahun

3. Status : Belum menikah

4. Agama : Islam

5. Suku : Tolaki

6. Alamat : Jl. Simbo Kel. Watubangga

7. Pekerjaan : -

8. Waktu Kunjungan : 25 September 2021 (Kunjungan Pertama)

6 Oktober 2021 (Kunjungan Kedua)

23
24

C. Penetapan Masalah Pasien


1. Riwayat Medis

a. Anamnesis

Keluhan Utama : -

An.Al biasa makan-makanan yang sama dengan keluarganya 3x

sehari, mengkonsumsi lauk hewani dan nabati. Balita tidak bisa

makan telur, jarang mengkonsumsi sayuran setiap hari. An. Al di

bawa ke posyandu di dapatkan pengukuran berat badan 8,9 kg, tinggi

badan 84 cm, lingkar lengan atas 11 cm, dan lingkar kepala 46 cm.

kemudian An. Al tidak sempat di imunisasi dikarenakan kondisinya

yang selalu demam pada saat jadwal imuisasi. Keluarga Balita juga

belum pernah mendapat edukasi tentang kesehatan dan gizi.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Kesan : Ringan

2) Kesadaran : E4M6V5 (Compos mentis)

3) Nadi : 80x/menit

4) Suhu : 36,5 oC

5) Pernapasan : 22 x / menit

6) Sianosis : (-)

7) Anemis : (-)

8) Ikterus : (-)
25

9) Gizi : Kurang

10) Lingkar Kepala : 46 cm

11) Lingkar Lengan Atas : 11 cm

12) TB : 84 cm

13) BB: 8,9 kg

14) IMT: 12,71 kg/m2

15) Pemeriksaan Toraks: dbn

16) Pemeriksaan Abdomen : dbn

2. Riwayat Penyakit Pasien

Pasien memiliki riwayat Asma riwayat kambuh asma 2 bulan lalu

dan sempat di UAP.

3. Riwayat Penyakit Keluarga

Ayah dari pasien memiliki riwayat Demam Tifoid, Ibu dan kakak

pasien memiliki riwayat penyakit asma.

4. Riwayat Ekonomi

Dari segi ekonomi, pasien termasuk golongan ekonomi menengah

kebawah dimana kebutuhan sehari-hari keluarga pasien dipenuhi dari

upah kerja ayahnya sebagai wiraswasta.

5. Riwayat Gizi

An. Ag memiliki berat badan 8,9 kg dan tinggi badan 84 cm. Jadi

indeks massa tubuh (IMT) pasien saat ini adalah gizi kurang/kurus.
26

D. Diagnosis Holistik

1. Aspek Personal

a. An. Al memiliki riwayat asma

b. Kekhawatiran Ny.R dengan Status gizi anaknya.

c. Harapan Ny.R gangguan gizi anaknya dapat teratasi dan bisa

mendapatkan imunisasi

2. Aspek Klinis

Diagnosis Klinis : Gizi Kurang

3. Aspek Risiko Internal

a. An. Al memiliki kebiasaan hidup yang sehat, mandi 2 kali

sehari, makan yang teratur dan tepat waktu, jarang makan

jajanan pasar dan istirahat yang cukup.

b. An. Al menghabiskan kesehariannya bermain dengan kaka dan

ibunya di halaman rumah sore harinya.

c. Ayah memiliki riwayat merokok dan tidak mengonsumsi

alkohol.

4. Aspek Risiko Eksternal

a. Kondisi tempat tinggal : Pasien tinggal bersama kedua orang

tua dan satu orang saudaranya, 2 orang bibi, dan 2 orang

sepupu. Halaman rumah pasien yang tidak terlalu luas.


27

b. Jarak antara rumah pasien dengan puskesmas sekitar 2 km.

c. Lingkungan sosial : interaksi antara tetangga dengan pasien

baik. Tidak terdapat penderita gangguan gizi di lingkunagn

sekitar pasien.

d. Dari segi ekonomi, keluarga pasien termasuk golongan

ekonomi menengah kebawah dimana kebutuhan sehari-hari

keluarga pasien dipenuhi dari upah kerja ayahnya yang seorang

wiraswasta.

e. Ayah pasien memiliki kebiasaan merokok setiap hari.

5. Derajat Fungsional

Derajat fungsional 1, yaitu mampu bermain dengan teman-temannya

E. Fungsi Keluarga

1. Fungsi Biologis

Keluarga pasien memiliki riwayat penyakit yang sama dengan

pasien.

2. Fungsi Sosial

Keluarga An. AL memiliki hubungan sosial yg baik didalam

keluarga, begitu pula hubungan dengan tetangga di sekitar rumahnya.

Orang tua An. Al membina norma-norma tingkah laku yang sesuai pada

kedua anaknya.
28

3. Fungsi Psikologis

Dari segi psikologis, keluarga An. Al tidak memiliki masalah. Orang

tua An. Al selalu memberikan perhatian, kasih sayang dan rasa aman

kepada anggota keluarganya.

4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan

Kebutuhan pasien sehari-hari dapat terpenuhi dari pendapatan

ayahnya.

5. Fungsi Fisiologis (Skor APGAR)

a. Adaptation : kemampuan anggota keluarga beradaptasi dengan

anggota keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran dari

anggota keluarga yang lain.

b. Partnership : menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling

mengisi antara anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami

oleh keluarga tersebut.

c. Growth : menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru

yang dilakukan anggota keluarga lain.

d. Affection : menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar

anggota keluarga.

e. Resolve : menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang

kebersamaan dan waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga

yang lain.
29

Penilaian :

Hampir selalu : 2 poin

Kadang-kadang : 1 poin

Hampir tak pernah : 0 Poin

Kesimpulan :

Nilai rata-rata ≤ 5 : Kurang

Nilai rata-rata 6-7 : Cukup/sedang

Nilai rata-rata 8-10 : Baik

Tabel 3. APGAR Score An. Al ( 2 tahun )

APGAR terhadap keluarga 2 1 0


A Saya puas bahwa saya dapat kembali kekeluarga bila

menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi

masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan
mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru √
atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih
sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, √
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu

bersama-sama
30

Tabel 4. APGAR Score Tn. RJ (28 tahun)


APGAR terhadap keluarga 2 1 0
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga bila

menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi

masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan
mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru √
atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih
sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, √
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu

bersama-sama

Tabel 5. APGAR Score Ny. R (27 tahun)


APGAR terhadap keluarga 2 1 0
A Saya puas bahwa saya dapat kembali kekeluarga bila

menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi

masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan
mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru √
atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan
kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, √
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi

waktu bersama-sama
31

Tabel 6. APGAR Score An. AU (27 tahun)


APGAR terhadap keluarga 2 1 0
A Saya puas bahwa saya dapat kembali kekeluarga bila

menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi

masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan
mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru √
atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan
kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, √
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi

waktu bersama-sama

APGAR keluarga menilai 5 fungsi pokok keluarga yaitu :


a. Adaptation
An. Al dan anggota keluarga lain yang tinggal dengan An. Al
merasa puas terhadap dukungan dan saran yang diberikan
keluarganya jika menghadapi masalah.
b. Partnership
Komunikasi An. Al dengan keluarganya tergolong cukup.
Orang tua An. Al yang tinggal serumah mendukung terjalinnya
komunikasi diantara mereka tetap lancar.
c. Growth
Keluarga An. Al sangat mendukung kesembuhan An. Al dan
mencegah agar tidak terkena Penyakit dengan menerapkan pola
hidup sehat, pola makan yang sehat dan menjaga kesehatan
lingkungan.
32

d. Affection
An. Al puas dengan kasih sayang dan perhatian yang
diberikan keluarganya.
e. Resolve
An. Al merasa mendapat waktu yang berkualitas bersama
anggota keluarganya.
Total APGAR Score An. Al = 10 (Baik); Tn. FJ = 10 (Baik); Ny. F
= 10 (Baik); An. Au = 10 (Baik)

6. Fungsi Patologis (SCREEM)


Fungsi patologis keluarga An. Al dinilai menggunakan SCREEM
sebagai berikut :

Tabel 7. Fungsi Patologis (SCREEM) Keluarga An. Al

Sumber Patologis
An. Al dan keluarga memiliki hubungan sosial yang
Social baik dan begitu pula dengan dengan tetangga disekitar -
rumahnya

Menggunakan adat Tolaki dan berbahasa Indonesia


dalam keseharian, dalam pengambilan keputusan juga
Culture -
berdasarkan diskusi keluarga dan selalu memeriksakan
anggota keluarganya di Puskesmas bila sakit.

Kondisi ekonomi keluarga An. Al tergolong menengah ke


Economic bawah karena dalam memenuhi kebutuhan keluarga, Tn. -
FJ bekerja wiraswasta.
Tingkat pendidikan dan pengetahuan An. Al masih belum
Educational -
cukup karena anak tersebut masih berumur 2 tahun.
Dalam pembiayaan kesehatan An. Al dan keluarga
Medical -
menggunakan BPJS mandiri.
33

7. Kesimpulan Permasalahan Fungsi Keluarga


APGAR Score keluarga An. Al mengindikasikan Baik. Kesimpulan
dari fungsi patologis (SCREEM) tidak ada fungsi patologis An. Al yang
dapat menjadi hambatan.

F. Struktur Keluarga

G. Keadaan Rumah dan Lingkungan

Tabel 8. Lingkungan Tempat Tinggal

Karakteristik rumah dan lingkungan Keterangan


Ukuran rumah 8mx6m
Lantai rumah dari Tanah
Kamar tidur 3 Ruang
Kamar mandi/ WC Ada
Ventilasi rumah Baik
34

Septic tank Ada


Dapur Ada
Dinding rumah dari Papan
Sumber Air Sumur gali
Tempat Pembuangan Sampah Ada

H. Denah Rumah

Kamar
Ruang Tamu

Kamar Kamar

WC

Ruang keluarga

Dapur

Gambar 2. Denah Rumah

I. Daftar Masalah

1. Masalah Medis

Gangguan Gizi Buruk

2. Masalah Non-Medis
35

Pasien dan keluarga masih belum menerapkan kebersihan

lingkungan dalam pengendalian dan pecegahan penyakit.

J. Rencana Penyelesaian Masalah

1. Masalah Medis
a. Farmakologi
1) Susu Formula

b. Non Farmakologi

1) Istirahat yang cukup.

2) Menjaga kesehatan lingkungan sekitar.

3) Menjaga kebersihan diri pada anak.

4) Memperbaiki status gizi buruk menjadi status gizi baik/normal

5) Meningkatkan berat badan pasien hingga mencapai berat badan


normal

6) Konsultasi ke Puskesmas dan dokter anak terkait imunisai

2. Masalah Non Medis

Memberikan edukasi orang tua dan keluarganya untuk menjaga


kebersihan diri dan lingkungan sekitar, yaitu :

a. Rajin mencuci tangan, terutama sebelum dan setelah makan, setelah


menyentuh daging yang belum dimasak, sehabis dari toilet, atau
setelah bersin dan batuk. Bersihkan tangan dengan sabun, dan bilas
dengan air bersih.

b. Membersihkan halaman rumah dari kotoran hewan peliharaan

c. Mengonsumsi makanan yang sudah dimasak.

d. Minum air matang.


BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosa Ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta


pengukuran antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila: (Panduan
Praktik Klinis, 2014)
1. BB/TB < -3 SD atau -3 SD dari median (marasmus).
2. Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh
(kwashiorkor: BB/TB <- 3 SD 3)
3. Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis
berupa anak tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak
mempunyai jaringan lemak bawah kulit terutama pada kedua bahu,
lengan, pantat dan paha; tulang iga terlihat jelas, dengan atau tanpa
adanya edema.

Anak-anak dengan BB/U < 60% belum tentu gizi buruk, karena
mungkin anak tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus. Anak
seperti itu tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jika
ditemukan penyakit lain yang berat. (Panduan Praktik Klinis, 2014).
Dari hasil pengukuran yang didapatkan saat kunjungan rumah yakni
berat badan 8,9 kg, tinggi badan 84 cm, lingkar lengan atas 11 cm dan
lingkar kepala 46 cm. Berdasarkan grafik pada gambar () menghasilkan
interpretasi bahwa anak tersebut mengalami gizi kurang.

36
37

Tabel 1. Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB


Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS

WHO menyebutkan bahwa banyak faktor dapat menyebabkan gizi


buruk, yang sebagian besar berhubungan dengan pola makan yang buruk,
infeksi berat dan berulang terutama pada populasi yang kurang mampu. Diet
yang tidak memadai, dan penyakit infeksi terkait erat dengan standar umum
hidup, kondisi lingkungan, kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
seperti makanan, perumahan dan perawatan kesehatan. Banyak faktor yang
mempengaruhi terjadinya gizi buruk, diantaranya adalah status sosial
ekonomi, ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang baik untuk anak,
dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Salah satu cara untuk menyadarkan masyarakat tentang gizi adalah
melalui konseling gizi, secara umum definisi konseling adalah suatu proses
komunikasi interpersonal/ dua arah antara konselor dan klien untuk
membantu klien mengatasi dan membuat keputusan yang benar dalam
mengatasi masalah gizi yang dihadapi. Tujuan konseling adalah membantu
klien dalam upaya mengubah perilaku yang berkaitan dengan gizi, sehingga
masalahnya dapat teratasi.
Pelaksanaan pembinaan pada pasien ini dilakukan dengan
mengintervensi pasien beserta keluarga sebanyak dua kali kunjungan ke
rumah pasien. Pada kunjungan pertama 25 September 2021 dilakukan
38

kunjungan rumah untuk melakukan follow up terhadap kondisi pasien,


menilai kondisi lingkungan rumah dan menanyakan lebih lanjut untuk
melengkapi data keluarga. Selain itu, dari data yang dikumpulkan, dapat
dinilai diagnosis holistik awal dan berdasarkan konsep mandala of health,
dari segi perilaku kesehatan keluarga pasien masih mengutamakan kuratif
daripada preventif dan memiliki pengetahuan yang kurang tentang penyakit
yang diderita.
Lingkungan psikososial, pasien nyaman bersama keluarganya,
hubungan antar anggota keluarga baik. Keluarga memberikan dukungan
serta perhatian terhadap kesembuhan pasien. Dalam hal lingkungan rumah,
hubungan pasien dengan tetangga sekitar rumah terjalin baik tanpa konflik.
Kondisi rumah An. A memiliki kondisi ventilasi dan pencahayaan
yang baik. Terdapat sumur yang berada di luar rumah.. Rumah keluarga An.
S ditinggali oleh 8 orang dengan luas 8 m x 6 m, terdapat 3 kamar tidur
dengan ukuran sekitar 2 m x 1,5 m dengan lantai tanah. Menurut Kemenkes

RI (1999) luas ruang tidur minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan


lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5
tahun. Berdasarkan hasil pengamatan rumah pasien ini, kepadatan hunian
kamar An. A memenuhi syarat. Semakin banyak jumlah penghuni dan
semakin kecil ruangan akan mengakibatkan udara di dalam ruangan cepat
mengalami pencemaran dan jumlah bakteri di udara akan bertambah. Hal ini
dapat menyebabkan mudahnya penularan penyakir tertentu yang ditularkan
melalui udara.
Pada kunjungan kedua dilakukan pada tanggal 06 Oktober 2021
dengan tujuan intervensi dan pemeriksaan terhadap pasien. Intervensi yang
diberikan berupa konseling mengenai kecukupan gizi, tumbuh kembang
anak dan catch up imunisasi.
Ada beberapa langkah atau proses sebelum orang mengadopsi perilaku
baru. Pertama adalah kesadaran (awareness), dimana orang tersebut
menyadari stimulus tersebut. Kemudian dia mulai tertarik (interest).
Selanjutnya, orang tersebut akan menimbang-nimbang baik atau tidaknya
39

stimulus tersebut (evaluation). Setelah itu mencoba melakukan apa yang


dikehendaki oleh stimulus (trial). Pada tahap akhir adalah adoption,
berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya
(Gordan, 2014). Edukasi yang diberikan berupa pola hidup bersih dan sehat,
rumah yang bersih, makanan yang sehat. Edukasi pencegahan penyakit
diderita pasien.
Saran yang diberikan pada pasien saat kunjungan ialah selalu
memperhatikan kecukupan gizi anak agar dapat mengejar ketertinggalan gizi
pada anak tersebut. Pengetahuan ibu tentang gizi balita merupakan segala
bentuk informasi yang dimiliki oleh ibu mengenai zat makanan yang
dibutuhkan bagi tubuh balita dan kemampuan ibu untuk menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Pemilihan bahan makanan, tersedianya jumlah makanan
yang cukup dan keanekaragaman makanan ini dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan ibu tentang makanan dan gizinya. Ketidaktahuan ibu dapat
menyebabkan kesalahan pemilihan makanan terutama untuk anak balita.
Memperbaiki sanitasi lingkungan, dengan upaya penurunan angka kejadian
penyakit bayi dan balita dapat diusahakan dengan menciptakan sanitasi
lingkungan yang sehat, yang pada akhirnya akan memperbaiki status gizinya ,
serta imunisasi anak sebagai bentuk upaya pencegahan terhadap infeksi
penyakit yang dapat berpengaruh pada gizi anak.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
An. A berusia 2 tahun 10 bulan diantar ke posyandu, didapatkan hasil
pengukuran berat badan 8,9 kg, tinggi badan 84 cm dan lingkar lengan atas 14
cm. Berdasarkan grafik WHO Childs Growth Standards BB/TB didapatkan
hasil -3 yang menginterpretasikan status gizi pada anak tersebut kurus.
Bentuk keluarga An. A yaitu keluarga besar (extended family) yang
terdiri dari Tn. Rj sebagai kepala keluarga, Ny. R sebagai ibu, An. Au dan An.
Al sebagai anak-anaknya, Ny.I dan An.S sebagai bibinya serta An.F dan An E
sebagai sepupunya. Berdasarkan nilai APGAR keluarga An. A termasuk
kategori keluarga sehat, dimana setiap anggota keluarga saling mendukung
satu sama lain. Dalam keluarga An. A tidak didapatkan fungsi patologis yang
dapat menjadi hambatan di keluarga tersebut.
Masalah biopsikosial yang dialami keluarga An. A adalahkondisi
perekonomian yang menengah kebawah, kurangnya pengetahuan pasien dan
keluarga tentang masalah gizi, serta risiko pada anak yang tidak mendapatkan
imunisasi sama sekali.
B. Saran
Bagi petugas kesehatan agar melakukan sosialisasi tentang pentingnya
upaya pencegahan dan pengendalian penyakit, deteksi dini dan pengobatan
segera ke fasilitas kesehatan. Bagi keluarga diharapkan melaksanakan perilaku
hidup bersih dan sehat dan mencukupi gizi keluarga.

40
41

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, TM., Novitasari, A., Setiawan, RM. 2015. Buku Ajar Kedokteran
Keluarga. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang,
Jawa Tengah.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.2019.Pembangunan Gizi Indonesia.


Cetakan 1. Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat.Jakarta

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2019. Profil Kesehatan Sulawesi


Tenggara Tahun 2019. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Kendari

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Profil Kesehatan Indonesia


2017. Jakarta.

Kemenkes RI. 2017. Penilaian Status Gizi. Pusat Pendidikan Sumber Daya
Manusia Kesehatan Badan Pengembangan Dan Pemberdayaan SDM
Kesehatan.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Situasi Penyakit Demam


Berdarah di Indonesia tahun 2017. InfoDATIN Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan.

Kemenkes RI. 2011. Tatalaksana Anak Gizi Buruk Bagan I. Departemen


Keesehatan RI. Jakarta.
Kusnandi, N.D. 2020. Penatalaksanaan Holistik Pada Penderita Gizi Buruk Di
Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Sawah Dengan Pendekatan Dokter
Keluarga. Journal Agromedicine Unila 7(1):68
Menteri Kesehtan RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No
829/MENKES/SK/VII/1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan.
1999.

Panduan Praktik Klinik Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.


2014. IDI. Jakarta.
42

Soetjiningsih. 2015. Tumbuh Kembang Anak Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran.


EGC. Jakarta

Takenaka, H., Ban, N. 2016. The Most Important Question In Family Approach:
The Potential Of The Resolve Item Of The Family APGAR In Family
Medicine. Asia Pacific Family Medicine 15(3): 1-7.

UNICEF, 1998. The State of The Word’s Children. Oxford and New York.
Oxford University Press.

World Health Organization. 2019 . Malnutrition is a world health crisis.


https://www.who.int/nutrition/topics/world-food-day-2019-
malnutritionworld- health-crisis/en/. 02 oktober 2021 (13:00)
43

Lampiran. Dokumentasi Kunjungan Rumah

Kunjungan Rumah Pertama Keluarga An. A (25 September 2021)

Kunjungan Rumah Kedua Keluarga An. A (6 Oktober 2021)


44
45

Tampak Luar Rumah Pasien An. A

Kamar Tidur
46

WC, Dapur dan Tempat Mencuci

Edukasi PHBS, Gizi dan Imunisasi


kepada keluarga pasien
47

Anda mungkin juga menyukai