Anda di halaman 1dari 12

Nama : Chrisanty Averia Mastalina

NIM : 04011281823179
Kelas : Beta 2018

Primary dan secondary survey dilakukan ketika terlihat adanya penurunan dari
kondisi pasien.
Konsep initial assessment:
A. Preparasi
a. Sebelum di rumah sakit
1. Penjagaan jalan napas
2. Kontrol syok dan perdarahan
3. Imobilisasi pasien
4. Komunikasi antar dokter pengirim-dokter penerima pasien
5. Anamnesa riwayat kejadian
b. Di rumah sakit
1. Perencanaan ke depan
2. Persiapan alat dan tenaga kerja
3. Proteksi terhadap penyakit
4. Persetujuan transfer pasien
B. Triage
Triage merupakan sortir pasien sesuai dengan keperluan (prioritas mengancam
nyawa), kemungkinan keselamatan, dan kemampuan fasilitas di lapangan
kejadian.

C. Primary Survey
Primary survey merupakan evaluasi pertama terhadap pasien. Evaluasi awal ini
dilakukan untuk menemukan dan mengelola cedera atau penyakit yang
mengancam jiwa dan untuk menentukan prioritas triase pasien.Pengkajian awal
dan manajemen trauma dipusatkan pada pencegahan kematian pada waktu yang
relative singkat dan meminimalisir kecacatan. Tujuan tersebut akan dicapai den
gan mengikuti pengkajian atau penilaian secara sistematis, yaitu airway dengan
control servikal dan tulang belakang, breathing dan ventilasi, circulation dan co
ntrol perdarahan, disability dan disfungsi, dan exposure and environmental cont
rol.
a. A (Airway)
Obstruksi jalan napas harus dikenali (dari trauma pada servikal,
penurunan kesadaran, trauma tumpul di atas klavikula) dan ditata
laksana untuk imobilisasi servikal.
b. B (Breathing)
Identifikasi gangguan ventilasi (akibat tension/open/massive
pneumothoraks)
c. C (Circulation)
Penilaian volume darah dan kardiak output melalui warna kulit,
denyut, dan tingkat kesadaran. Kontrol perdarahan dengan manual
penekanan pada luka.
d. D (Disability)
Pemeriksaan neurologis pasien menggunakan AVPU (Alert, Response
to Voice, Pain, dan Unresponsiveness) atau menggunakan GCS
(Glasglow Coma Scale) yang terdiri dari Eye, Movement, dan Verbal.
e. E (Exposure)
Melepaskan pakaian pasien dan menjaga pasien agar tidak hipotermi.
D. Resusitasi
Resusitasi dilakukan bersamaan dengan primary survey. Dilakukan sesuai
keperluan pasien:
a. Melindungi jalan napas dan proteksi tulang belakang serviks
b. Oksigenasi 10-12 liter/menit
c. Terapi syok dilakukan
1. Dua IV line di ekstremitas atas
2. Cairan kristaloid 1 liter saja
3. Pemberian Packed Red Blood Cell/PRC
4. Tindakan pembedahan
d. Menghindari hipotermia dan sesuaikan IV 39 derajat Celcius
e. Kateter urin/gaster untuk menghitung cairan yang keluar

E. Adjuncts/pemeriksaan tambahan primary survey


a. Monitoring
1. Analisis gas darah dan respiratory rate
2. Saturasi oksigen pulse oxymetry (normalnya 95%)
3. EKG dan tekanan darah
4. Temperatur
5. Output urin
b. X-ray dan diagnostik, tidak boleh mengganggu resusitasi dan survey,
dilakukan sesuai keperluan:
1. CXR: menilai tulang belakang serviks dari C1-T1
2. FAST: Focus abdominal Sonography per Trauma untuk curiga
perdarahan intra-abdominal
c. Transfer pasien dilakukan apabila:
1. Dokter tidak memungkinkan melakukan tata laksana pada pasien
2. Sudah ada komunikasi antar dokter pengirim dan yang dikirimkan
3. Pasien ditransfer ke tempat dengan fasilitas lengkap yang
terpenuhi

Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi


Airway : Bicara tidak parau dan Menandakan adanya
- Bicara parau tidak ada sputum trauma inhalasi
- Sputum kehitaman
(carbonaceous sputum)
Breathing : RR : 16 -20 x /menit Takipnea, paru-paru
- RR 26 x/menit Suara napas vesikuler normal dan tidak ada
- Suara napas vesikuler Bunyi jantung di apex tension pneumothorax
kanan kiri jantung atau tamponade jantung.
- Bunyi jantung tidak Menandakan inhalation
menjauh injury tidak sampai ke
paru.
Circulation : Tekanan daah 120/80 - Tekanan darah sedikit
- Tekanan darah 100/60 mmHg menurun dan berhasil
mmHg Nadi 60-80 x/menit kembali naik  resusitasi
- Setelah resusitasi TD Ekstremitas tidak pucat baik
menjadi 110/70 mmHg dan tidak sianosis, akral - Takikardi
- Nadi 114 x /menit hangat - (+) tanda syok
- Ekstremitas pucat dan Tidak ada perdarahan - Kemungkinan
akral teraba dingin perdarahan di
- Sumber perdarahan intrathoracal atau
tidak tampak intraabdomen
- Syok hemoragik
derajat 2
Disability: Membuka mata spontan, Kesadaran baik, tidak ada
- Membuka mata spontan aktif motoric, pupil gangguan neurologis
- Bisa menggerakan isokor, ada reflex
ekstremitas sesuai terhadap cahaya
perintah
- Pupil isokor
- Reflex cahaya (+)
Exposure: Kulit rata tidak ada Menunjukkan ada
- Hematom di daerah hematoma tau trauma perdarahan di rongga
panggul dan paha kiri luka bakar, tidak nyeri. pelvis dalam dan paha
- Tampak luka bakar di Alis dan bulu hidung kiri.
lengan kanan dan kiri, tidak terbakar, suhu 36,5
bullae (+) terasa sakit – 37,4 C
- Alis dan bulu hidung Ada tanda – tanda trauma
terbakar inhalasi
Suhu 36,7 C Suhu: normal

F. Secondary survey
Secondary survey dilakukan setelah primary survey dilakukan. Survei sekunder
adalah penilaian pemeriksaan kepala sampai kaki yang cepat tetapi menyeluruh
untuk mengidentifikasi potensi cedera. Ini harus dilakukan setelah survei
primer dan stabilisasi awal selesai. Tujuan dari survei sekunder adalah untuk
mendapatkan data historis yang relevan tentang pasien dan cederanya, serta
untuk mengevaluasi dan mengobati cedera yang tidak ditemukan selama survei
primer. Survei ini sangat membantu untuk memprioritaskan evaluasi dan
pengelolaan yang berkelanjutan. 

Indikasi:
Survei sekunder diindikasikan pada semua pasien trauma yang telah
menyelesaikan survei primernya. Tujuan dari survei sekunder adalah untuk
mendapatkan anamnesis yang terperinci, melakukan pemeriksaan fisik dari
ujung kepala hingga ujung kaki, menilai kembali semua tanda vital, dan
mendapatkan pemeriksaan laboratorium dan pencitraan terkait untuk
mengidentifikasi cedera dan kelainan metabolik.

Kontraindikasi:

Pada pasien tertentu yang tidak stabil untuk melanjutkan dari survei primer
mereka dan tidak dapat diresusitasi dan distabilkan, survei sekunder tidak boleh
dilakukan. Satu-satunya kontraindikasi untuk survei sekunder adalah jika pasien
menyerah pada cedera mereka. Jika tidak, survei sekunder harus diselesaikan
pada semua pasien trauma. Jika pasien terluka parah, mereka mungkin tidak
mampu memberikan riwayat. Dalam situasi ini, riwayat dapat diperoleh dari
anggota keluarga atau bahkan pengamat. 

Survey mencakupi:
a. Anamnesa
1. Riwayat pasien
1) A (Allergy)
2) M (Medications currently used)
3) P (Past illness/pregnancy)
4) L (Last meal)
5) E (Events/environment related to injury)
Events/environment yang terkait dengan cedera. Apa yang
terjadi (misalnya mekanisme seperti tumpul, menembus,
luka bakar atau lingkungan yang berbahaya apapun, seperti
paparan bahan kimia, racun atau radiasi Pertimbangan ini
penting untuk alasan berikut karena paparan bahan kimia
bisa menyebabkan disfungsi paru, jantung dan organ
internal lainnya, atau lingkungan berbahaya dapat
menimbulkan ancaman bagi kesehatan.
2. Riwayat luka:
1) Trauma tumpul: penyebab trauma, mekanisme kejadian
2) Luka bakar dan dingin: inhalasi karbon dari kebakaran
3) Bahan beracun
4) Trauma benda tajam: anatomi terkena, mekanisme
kejadian
b. Pemeriksaan neurologis
1. Pemeriksaan Glasglow Coma Scale (Eye 4, Verbal 5,
Movement 6)
2. Re-evaluasi pupil
3. Evaluasi sensoris dan motoris
4. Mempertahankan imobilisasi pasien (contohnya dengan long
spine board)
5. Segera konsultasikan dengan bedah saraf
c. Evaluasi head-to-toe
1. Head
Keseluruhan kepala dan mata: pupil, visual acuity, penggunaan
lensa kontak, dan lain-lain.
2. Maxillofacial
Obstruksi jalan napas karena perdarahan dan fraktur tulang
midfacial
3. C-spine dan Leher
Trauma servikal, penurunan kesadaran pasien, dan trauma
diatas klavikula memerlukan imobilisasi servikal. Diperlukan
rontgen untuk pemeriksaan.
4. Chest
Inspeksi, perkusi, palpasi bagian dada. Pada pasien lansia
trauma pada pulmonari memiliki toleransi yang buruk.
5. Abdomen
Secepatkan dikonsultasi ke ahli bedah dan sesegera mungkin
dilakukan CT-scan abdomen atau FAST unutk menilai
abdomen.
6. Perineum/rectum/vagina
Menilai adanya kontusi, hematoma, perdarahan uretra, atau
laserasi.
7. Muskuloskeletal
Yang paling sering terjadi perdarahan itu di ekstremitas bawah
(femur dan pelvis) dan gangguan vaskuler (dinilai melalui
arteri dorsalis pedis), serta cidera trauma tulang belakang.
d. Tindakan rontgen
e. Prosedur tertentu
f. Pemeriksaan pada tiap orificium
g. Re-evaluasi
1. Penemuan pemeriksaan baru/penurunan atau peningkatan
keadaan
2. High index of suspicion: menyesuaikan kondisi antar korban
trauma dengan kondisi lapangan atau mekanisme terjadinya
trauma
3. Monitoring terus menerus
4. Pemberian penghilang nyeri (analgetik intravena)

G. Adjuncts secondary survey


H. Monitoring resusitasi dan reevaluasi
I. Tata laksana definitif
Pasien dapat dibawa untuk tata laksana definitif ke trauma centre atau rumah
sakit dengan fasilitas yang menyesuaikan.
J. Rekam medis
Diperlukan untuk visum, inform concent, dan bukti fisik forensik.
Pemeriksaan
Nilai pada kasus Interpretasi
Fisik
 Tidak terdapat jejas Tidak terdapat luka bakar
 Mata: alis terbakar dikepala, Tanda-tanda adanya
Kepala  Telinga dan hidung: trauma inhalasi, ETT dipasang
bulu hidung terbakar pada pasien tersangka trauma
 Mulut: terpasang ETT inhalasi untuk memastikan jalur
nafas tetap
terbuka
Dalam batas normal,
Leher vena jugularis datar Dalam batas normal
(tidak distensi)
 Inspeksi: tidak ada
jejas, frekuensi
26×/menit, gerak nafas
simetris
 Palpasi: nyeri tekan
tidak ada, krepitasi
Thoraks tidak ada, stem Nilai normal RR :
16 – 20x/menit
fremitus sama kanan
Takipnea
dan kiri
 Perkusi: sonor kanan
dan kiri
 Auskultasi: suara paru
vesikuler, suara
jantung
jelas, reguler

Anda mungkin juga menyukai