Anda di halaman 1dari 158

AL-QUR’AN DAN BULAN

Metodologi Ilahi dalam Mengkhatamkan Pembacaan Al-Qur’an


di Setiap Bulan

Edisi Internet
ANSARI MEMORIAL SERIES

AL-QUR’AN
DAN BULAN
Metodologi Ilahi dalam
Mengkhatamkan Pembacaan
Al-Qur’an di Setiap Bulan

IMRAN N. HOSEIN


THE QUR’ĀN AND THE MOON

IMRAN N. HOSEIN PUBLICATIONS


Dipublikasikan oleh:
Imran N. Hosein Publications
3, Calcite Crescent,
Union Hall Gardens,
San Fernando.
Trinidad and Tobago

Website: www.imranhosein.org
Bookstore: www.imranhosein.com
Email: inhosein@hotmail.com

Copyright: © Imran N. Hosein 1441 (H); 2020 (G)


CATATAN BUAT PEMBACA BUDMIAN

‘Mengetahui’ Kebenaran dan ‘mengecap’ kebenaran tidaklah


sama! Kecuali jika dan hingga Anda bisa terbang dengan
kepakan sayap waktu, berenang di lautan waktu, hilang
kesadaran akan waktu dalam dunia tak berbatas waktu,
maka, jika belum, berarti Anda belum ‘mengecap’ Kebenaran!
Al-Quran mesti dibacakan selaras dengan ‘bulan’, lalu
dipelajari layaknya ‘bintang gemintang’, persisnya demi
sukacita itu, yakni ‘mengecap’ Kebenaran! Mereka yang
bulannya mengacu ke Arab Saudi atau Moroko, padahal
mereka tinggal di London, tidak mengetahui ‘rasa’ kebenaran
tersebut, bahkan mungkin tidak akan pernah mengetahuinya.
Tapi Anda, pembaca yang budiman, sekarang mengetahui hal
tersebut; maka, bepergianlah bersama Al Qur’an, dan suatu
hari, mungkin engkau akan dianugerahi dengan sebuah
pengalaman mengasyikkan tentang ke-tak-terbatasan waktu,
-hingga akhirnya, mengecap ‘rasa’ kebenaran.

۞ َ‫سق‬َ ‫۞ َواللَّ ْي ِل َو َم ا َو‬ ‫ق‬ َّ ‫فَ ََل أ ُ ْق ِس ُم بِال‬


ِ َ‫ش ف‬
‫عن‬ َ ‫۞ لَت َ ْر َك بُ َّن‬
َ ‫ط بَ ق ًا‬ َ َّ ‫َو ْالقَ َم ِر إِذَا ات‬
َ‫سق‬
‫ط بَ ق‬َ
Al Qur’ān, al-Insyiqāq, 84:16-19

SEKALI-KALI TIDAK! Aku mengambil sumpah (demi waktu)


sebagaimana ia saksikan terbenamnya matahari, lalu
menyibak tirai malam yang membentang, dan pada rembulan
yang tumbuh hingga mencapai bulan penuh (bulan
purnama)- engkau dipastikan akan (bisa) untuk melakukan
perjalanan tahap demi tahap (pada waktunya).
‫فَإِ َذا قَ َرأْنَاهُ فَات َّ ِب ْع‬ ۞ ُ‫علَ ْينَا َج ْمعَهُ َوقُ ْرآنَه‬ َ ‫ِإ َّن‬
َ ‫قُ ْرآنَهُ ۞ ث ُ َّم إِ َّن‬
ُ‫علَ ْينَا بَيَانَه‬
Al Qur’ān, al-Qiyāmah, 75:17-19

Perhatikanlah, bagi Kamilah pengumpulan semua wahyu dan


untuk menjadikannya suatu ‘keseluruhan’, dan bagi Kami
pula lah untuk membuatnya dibacakan sebagaimana
semestinya ia dibacakan. Maka, ketika Kami
membacakannya, engkau harus mengikuti cara pembacaan
itu; dan maka, perhatikanlah, bagi Kami pula lah kelak untuk
menerangkannya.

Allah SWT membacakan Al Quran melalui malaikat Jibril yang


turun bersama cara pembacaan Ilahi tersebut kepada
Rasulullah SAW di setiap malam bulan Ramadhan, dan yang
mengkhatamkan pembacaan Al-Quran dalam 1 bulan
berdasarkan kalender lunar (bulan qamariyah).

‫علَى ُم ْكث‬ َ ُ‫َوقُ ْرآنا ً فَ َر ْقنَاهُ ِلتَ ْق َرأَه‬


ِ َّ‫علَى الن‬
َ ‫اس‬
ً‫نزيَل‬ِ َ‫َون ََّز ْلنَاهُ ت‬
Al Qur’ān, al-Isra’, 17:106

Ini adalah Qur’an yang telah Kami bagi menjadi beberapa


bagian, yakni sebagai Suwar (bentuk jamak dari Surah). Kami
menjadikannya demikian agar engkau dapat
membacakannya kepada manusia dalam jangka waktu, dan
selaras dengan pembagian Suwar tersebut. Kami juga lah
yang menurunkannya sebagian demi sebagian.
Surah adalah ‘dinding’. Karena Allah SWT telah membuat
‘dinding pembatas’ dalam Al Qur’an, maka dari itu tidak
diperkenankan bagi siapapun untuk menambahkan lagi
‘dinding-dinding pembatas’ dalam Al Quran.

[This writer is of the view that the miraculous Qur’ān cannot


be translated to any other language; hence, he restricts
himself in this book to offering an explanation and
commentary of verses of the Qur’ān quoted in the book.
Whenever a verse of the blessed Qur’an is quoted, we provide
the name of the Sūrah and the number of the verse directly
beneath the Arabic text; and below that, we provide an
explanation, rather than a translation, of the verse.]

[Penulis buku ini berpandangan bahwa Al Qur’an tidak bisa


diterjemahkan ke dalam bahasa lain; maka dari itu penulis
hanya memberikan penjelasan dan komentar terhadap ayat-
ayat Al Qur’an yang dikutip dalam buku ini. Kapan saja ayat-
ayat Al Qur’an dikutip, kami mencantumkan nama Surahnya
dan nomor ayatnya langsung di bawah teks berbahasa
Arabnya; dan di bawah ayat tersebut kami memberikan
penjelasan dan bukan terjemahan dari ayat tersebut.]
Dedicated to my dear students in blessed Mombasa
[Didedikasikan kepada murid-murid tersayang saya di
Mombasa yang diberkahi]

Amani Chifwete &


Abu Muhammad Jeilani
They stood beside me in the rain, as well as in the sunshine!
[Mereka berdiri di sampingku saat hujan, dan juga saat
mentari bersinar]
Daftar Isi

Kata Pengantar ................................................................................................ 1v


1. Kata ‘Qur’ān’ bermakna ‘sebuah pembacaan’Error! Bookmark
not defined.
2. Mengapa Surah-Surah terpanjang berada di bagian paling awal Al
Qur’an dan yang terpendek berada di bagian terakhir? ............ Error!
Bookmark not defined.
3. Memotong-motong Al-Quran ... Error! Bookmark not defined.
4. Metode Ilahi dalam mengaji Al-Qur'an selama bulan Ramadhan
............................................................. Error! Bookmark not defined.
5. Mengaji Al-Qur'an dan hidup bersama Bulan ...................... Error!
Bookmark not defined.
6. Dajjal dan Bulan dan Sistem Waktu dalam Islam ............... Error!
Bookmark not defined.
7. Manfaat membacakan Al-Qur'an sebagaimana seharusnya ia
dibacakan ............................................. Error! Bookmark not defined.
Kesimpulan .......................................... Error! Bookmark not defined.
Index…………………………………………………………………………………….

xii
Kata Pengantar

his book on the topic of ‘The Qur’ān and the Moon—


T Methodology for Monthly Recitation of the Qur’ān’, is a
companion volume to my previous book entitled
‘Methodology for Study of the Qur’ān’; but which will now
be renamed: ‘The Qur’ān and the Stars—Methodology for
Study of the Qur’ān’.
Buku ini dengan judul Al-Qur’an dan Bulan -
Metodologi Mengkhatamkan Pembacaan Al-Quran di setiap
bulan, adalah buku yang berpasangan dengan buku
sebelumnya yaitu ‘Metodologi untuk Mengkaji Al-Quran’;
yang kini judulnya akan diperbarui menjadi ‘Al-Quran dan
Bintang - Metodologi untuk Mengkaji Al-Quran’.

I was in London on the evening of 29th day of Shabān


1440(H) when it became known that the moon of Ramadān
was not seen anywhere in UK, and yet schoolboys in the
Muslim community declared that Ramadān had
commenced in UK. The ‘sheep’ and the ‘cattle’ then followed

1
THE QUR’ĀN AND THE MOON

them blindly! The same mistake was repeated in 1441(H)


when they again commenced fasting one day early on the
basis of a plea that they had arrived at the 30th day of
Shabān. The ‘sheep’ and the ‘cattle’ again followed them
blindly!

Saya sedang berada di London pada malam ke-29


bulan Sya’ban 1440H, ketika diketahui bahwa bulan
Ramadhan belum terlihat di Inggris (UK), namun demikian
komunitas ‘anak sekolahan’ Muslim sudah
mendeklarasikan bahwasanya Ramadhan sudah dimulai di
UK. Para ‘domba’ dan ‘ternak’ kemudian mengikuti mereka
secara awam! Kesalahan yang sama terulang kembali di
tahun 1441 H tatkala mereka lagi-lagi berpuasa sehari lebih
awal dengan dalih bahwa mereka telah tiba di hari ke 30
bulan Sya’ban. Para ‘domba’ dan ‘ternak’ pun kembali
mengikuti mereka dengan awamnya!

Mereka bertindak atas dasar sebuah pengumuman


yang menyatakan bahwa hilal telah terlihat di kerajaan
Dajjal Arab Saudi, atau bahwa permulaan bulannya telah
dimulai di Arab Saudi, maka dengan melakukan itu mereka
telah berbuat kesalahan yang konyol sekaligus berbahaya
karena berlepas diri dari sistem waktu (system of time)
yang telah digariskan oleh Allah SWT. Orang-orang yang
mengambil keputusan yang keliru tersebut, begitupun juga
orang-orang yang menerima dan mengikuti putusan
tersebut, akan ditanyai di Hari Penghakiman atas apa yang
LIST OF BOOKS – THE INH BOOKSTORE

telah mereka lakukan. Karena mereka memulai Ramadhan


(atau Sya’ban sebelum Ramadhan) di hari yang salah,
dampaknya ialah bahwa mereka kehilangan malam
teragung di sepanjang tahun, yakni malam Lailatul Qadar,
dan terjadi cedera yang lebih parah lagi lantaran mereka
telah kehilangan kemampuan mereka untuk terhubung
dengan waktu, mulai dari waktu lunar hingga waktu
kosmos, bahkan kemudian terhadap ‘waktu
absolut/mutlak’. Hanya waktu lunar-lah yang dapat
menghantarkan kita kepada waktu yang tak-terbatas; tanpa
waktu lunar kita dapat mendaki gunung, atau bersemayam
di dalam gua, tapi tidak akan dapat pergi kemana-mana!

Mereka mungkin tidak sadar bahwa hanya waktu lunar


saja lah yang dapat mengantarkan kita ke alam waktu yang
tak terbatas, dan siapapun yang belum pernah mengecap
ketidak-terbatasan waktu” itu niscaya akan menjadi
seorang tahanan dalam penjara Dunya.

The Imām of Purley Masjid in Croydon, London, made a


tearful request that I address the subject of moon-sighting
for the commencement of the lunar month in Islam so that
Muslims might be better-guided on that subject. This book
emerged in consequence of my attempt to respond to that
request, and I am confident that our explanation of the
subject of Dajjāl and the System of Time in Islam would now
deter such Muslims who have the capacity to ‘think’, from
ever again following those who, even though they are in
THE QUR’ĀN AND THE MOON

London, recklessly rush to embrace a Saudi or a Moroccan


moon.

Seorang Imam di Masjid Purley di Croydon, London,


membuat sebuah permohonan yang mengharukan agar
saya membahas perihal rukyat hilal untuk penentuan awal
bulan lunar dalam Islam sehingga diharapkan semoga umat
Muslim dapat terbimbing lebih baik lagi terkait topik
tersebut. Buku ini ada sebagai wujud upaya saya dalam
menjawab permintaan tersebut, dan saya yakin bahwa
penjelasan tentang topik Dajjal dan Sistem Waktu dalam
Islam (Dajjal and the System of Time in Islam) ini akan
memberikan pelajaran kepada orang muslim yang
mempunyai kapasitas ‘berpikir’, untuk tidak mengikuti lagi
mereka yang walaupun tinggalnya di London tetapi secara
sembrono tergesa-gesa mengikuti bulannya Saudi atau
Moroko.

I am grateful for the numerous offers of help I received


from so many to meet the cost of printing this book in
several languages, so that, in addition to being sold on my
online bookstore, www.imranhosein.com, large numbers of
copies could be distributed free of charge in UK and
elsewhere. May Allah Most Kind, bless them all. Amīn!
Those who read this book and would like to participate in
the effort to print large numbers of copies for free
distribution around the world, should kindly contact me by
email.
LIST OF BOOKS – THE INH BOOKSTORE

Saya bersyukur atas banyaknya tawaran yang saya


terima untuk membantu pembiayaan pencetakan buku ini
ke beberapa bahasa lainnya, dan karena itu, sebagai
tambahan dari penjualan buku saya secara online,
www.imranhosein.com, banyak salinan yang telah dibagikan di
Inggris dan di tempat lainnya dengan gratis. Semoga Allah
yang Maha Pengasih memberkahi mereka semua. Amin!
Mereka yang membaca buku ini dan ingin berpartisipasi
dalam upaya mencetak buku ini dalam jumlah banyak
untuk dibagikan secara gratis ke seluruh dunia, bisa
menghubungi saya melalui email.

If you would also like me to come in person to teach


this subject to your community, do please send me an email
and, if Allah so Wills, I will come to you.

Jika Anda ingin saya pribadi datang menjelaskan topik


ini ke komunitas Anda, silakan mengirim email kepada
saya, dengan izin Allah, saya akan datang kepada Anda.

INH
Email: inhosein@hotmail.com
Shawwāl, 1441. In the Caribbean island of Trinidad
Pengantar Penerjemah
‫حي ِِم‬ َ ِ‫ن‬ َ ْ ‫الر‬ َ
ِ ِ‫ب ِ ْس ِِم‬
َ ِِ‫اّلل‬
ِ ‫الر‬ ِِ ‫ْح‬

Segala puja dan puji hanya untuk Allah Tuhan Semesta Alam, yang Maha Pengasih
lagi Maha Pemurah. Sholawat dan salaam kami panjatkan bagi Nabi Tercinta Muhammad
‫و س لم ع ل يه هللا ص لى‬.

Alhamdulillah, buku “Al Qur’an dan Sang Bulan – Metodologi Ilahi untuk
Melantunkan Al Qur’an” ini karya Sheikh Imran Nazar Hosein ini telah selesai
diterjemahkan. Izinkan lah kami memberikan pengantar untuk menuliskan beberapa hal
yang kiranya perlu diketahui pembaca yang budiman.

Dengan penuh kerendahan hati kami harus menyampaikan bahwa kami bukan lah
seorang penerjemah profesional dan bukan pula seorang ilmuwan Islam. Kami hanya
merasa terketuk untuk menerjemahkan buku ini untuk dapat turut menyumbangkan
pemikiran Sheikh Imran Nazar Hosein kedunia keilmuan Islam di Indonesia, khususnya di
bidang Ilmu Akhir Zaman Islam. Untuk mengenal Sheikh Imran lebih lanjut, dapat dibuka
situs www.imranhosein.org.

Pada saat seseorang menerjemahkan dari satu bahasa ke bahasa lain, ada resiko
hilangnya atau berubahnya makna dari bahasa aslinya. Walaupun kami telah
mencurahkan seluruh kemampuan yang ada, pastinya ada yang kurang atau tidak tepat
dalam penerjemahan yang kami lakukan. Belum lagi kami berusaha untuk
mempertahankan gaya dan nada penulisan beliau.

Beberapa hal penting lain yang harus kami sampaikan adalah:


 Dengan tata bahasa Diterangkan-Menerangkan dan sebaliknya, maka ada beberapa
bagian yang kami ubah urutan penyampaiannya dalam satu kalimat atau alinea agar
lebih sesuai dengan cara penyampaian dalam bahasa Indonesia
 Terjemahan dari ayat-ayat Al Qur’an dan Hadis dalam buku ini adalah penjelasan
langsung dari Penulis sehingga bisa jadi berbeda dengan terjemahan standar dalam
bahasa Indonesia.
 Namun kami juga harus menyampaikan bahwa yang paling sulit diterjemahkan
dalam buku ini adalah terjemahan ayat Al Qur’an yang dipakai. Jika tidak hati-hati,
bisa sangat jauh dari tulisan aslinya.
 Tergantung dari konteksnya, kata “recite” kami terjemahkan menjadi “baca” atau
“lantun”. Karena “baca” bisa dilakukan dalam hati saja, padahal dalam beberapa
kesempatan, bisa bermakna “lantun” yang berarti di “baca” dengan suara jelas dan
dilagukan.

Terjemahan ini bisa diselesaikan dan dibukukan dengan dana dari pihak yang tidak
dapat kami sebutkan namanya, dan bantuan dari teman-teman sesama pelajar Eskatologi
Islam lainnya. Kami hanya dapat mengucapkan rasa terima kasih kami yang mendalam
kepada mereka, dan mendoakan semua yang mendukung agar kebaikan mereka
mendapatkan pahala yang besar dari Allah ‫ س بحان ه و ت عال ى‬.

Akhir kata, hanya kepada Allah lah kami menyembah, hanya kepada Allah lah kami
mohon pertolongan. Kami memohon ampunan dari Allah ‫ س بحان ه و ت عال ى‬, dan mohon
maaf yang sebesar-besarnya kepada para pembaca seandainya dalam terjemahan kami ada
yang tidak tepat atau salah. Selamat membaca!

Nopember 2020

Tim Penerjemah
BAB I

The Word ‘Qur’ān’ means a ‘Recitation’


Kata ‘Qur’an’ berarti ‘Pembacaan’

he Torah is the ‘name’ of the revealed scripture that was


T sent down to Moses, i.e., Nabī Mūsa; similarly the Zabūr
is the name given to the revealed scripture that was sent
down to David, i.e., Nabī Dāud, and the name Injīl, or Gospel,
was given to the revealed scripture sent down to Jesus, i.e.,
Nabī ‘Īsā )‫(عليهم السالم‬. These revealed scriptures all have
‘names’, but the very last revealed scripture which was sent
down to Nabī Muhammad (‫)صلي هللا عليه و سلم‬, was simply named
as Qur’ān— which means a ‘recitation’.

Taurat adalah ‘nama’ kitab suci yang diwahyukan kepada


Nabi Musa; sama halnya dengan Zabur adalah nama kitab
suci yang diwahyukan kepada Nabi Daud, dan kitab suci
yang bernama Injil atau Gospel, diwahyukan kepada Jesus
atau Nabi Isa )‫(عليهم السالم‬. Semua kitab suci yang diwahyukan

2
LIST OF BOOKS – THE INH BOOKSTORE

ini mempunyai ‘nama’ masing-masing, namun kitab suci


terakhir yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad ( ‫صلي هللا‬
‫ )عليه و سلم‬ini, dinamakan Al Qur’an – yang artinya ‘pembacaan’

In addition, the first word to be revealed in the Qur’ān


was the Divine command: ْ‫“ ا ْق َرأ‬Recite”.

Sebagai tambahan, kata pertama yang diturunkan


dalam Al Qur’an adalah perintah Ilahi ‫ اقرأ‬: “Bacakanlah”.

Since the Qur’ān was sent to people who ‘think’ ( ‫ِلّقَ ْو ٍم‬
َ‫)يَتَفَ َّك ُرون‬, all of mankind have a duty to ‘think’ in order to
understand this unusual choice of a name. Why was this
scripture simply called ‘a recitation’? Why was the
command: ‘recite’, the first word revealed in it?

Oleh karena Al-Quran diturunkan kepada orang-orang


yang ‘berpikir’, maka semua umat manusia mempunyai
kewajiban untuk ‘berpikir’ dalam rangka memahami
pemilihan nama yang tidak lazim ini. Kenapa kitab suci ini
sekedar disebut ‘pembacaan’? Kenapa perintah
‘bacakanlah’, menjadi kata pertama yang diturunkan di
dalamnya?

Our answer to the above question is that a Divine


imperative has been established in the choice of the name
to the effect that this unique last Divine scripture to
mankind is meant, first of all, to be recited.
Jawaban kami untuk pertanyaan di atas adalah bahwa
terdapat kebijaksanaan Ilahi yang tengah berlangsung
dalam pilihan nama yang membentuk kata imperatif atau
kata perintah bahwa kitab suci terakhir nan unik ini
bermakna, pertama-tama, untuk ‘dibacakan’.

Our further view is that since we have a primary duty


to recite the Qur’ān, the implication is that we cannot truly
study the Qur’ān unless we are continuously reciting it.
Recitation comes first! Study comes after!

Lebih jauh lagi menurut pendapat kami ialah bahwa


dikarenakan kita mempunyai kewajiban yang utama untuk
membacakan Al-Qur’an, implikasinya ialah bahwa kita
tidak akan betul-betul bisa mengkaji Al-Quran kecuali jika
kita secara berkesinambungan senantiasa
membacakannya! Mengaji terlebih dahulu! Barulah
kemudian mengkajinya!

There are certain preliminaries for reciting the Qur’ān


which are well-known and need not be mentioned except
briefly. For example, we must seek protection with Allah
Most High from Satan the accursed before reciting the
Qur’ān (al-Nahl, 16:98); the Qur’ān must be recited with Tartīl,
i.e., melodiously (al-Muzammil, 73:4); we must listen
attentively when others are reciting the Qur’ān (al-‘Arāf,
7:204).But, more importantly, we must always remain
conscious of the fact that Allah Most High has sent down in
the Qur’ān that which can heal, and which can thus both
LIST OF BOOKS – THE INH BOOKSTORE

protect our health, as well as restore our health when we


fall prey to the great dangers to physical, moral and
spiritual health that will pervade the world in the End-time.
Allah Most High has declared that “none, save the clean and
pure, can even touch the Qur’ān” (indicating that knowledge in
the Qur’ān cannot be penetrated except by a heart that is faithful to
Truth); thus the Shifā or healing, which the continuous
recitation of the Qur’ān delivers to the heart, restores to the
heart that state of purity which makes it possible for the
Qur’ān to be studied.

Terdapat beberapa adab tertentu dalam mengaji Al-


Quran seperti yang sudah diketahui secara umum dan tidak
perlu disebutkan kecuali secara singkat saja. Seperti
misalnya, kita diharuskan untuk memohon perlindungan
terlebih dahulu kepada Allah SWT dari Setan yang terkutuk
sebelum memulai mengaji Al-Quran (al-Nahl, 16:98); Al-
Quran mesti dibacakan dengan Tartil, yakni, dengan
lantunan yang merdu (al-Muzammil, 73:4); kita diharuskan
mendengarkan dengan penuh perhatian ketika Al-Quran
sedang dibacakan (al-Araf, 7:204). Akan tetapi, yang lebih
penting lagi ialah, kita harus selalu dan senantiasa sadar
akan kenyataan bahwa Allah SWT telah menurunkan Al-
Quran dengan kemampuan dapat menyembuhkan, dan yang
sekaligus juga yang mampu baik melindungi maupun
memperbaiki kesehatan kita tatkala kita jatuh menjadi
mangsa ke dalam bahaya besar yang mengancam fisik,
moral, dan kesehatan spiritual yang akan meliputi dunia di
akhir zaman. Allah SWT telah menyatakan bahwa “tak
seorang pun, kecuali yang bersih dan suci, bisa menyentuh
Al-Quran sama sekali” (mengindikasikan bahwa ilmu dalam
Al-Quran tidak bisa ditembus kecuali oleh hati yang setia
pada Kebenaran); maka dari itu Syifa atau kesembuhan,
yang sampai ke hati melalui pembacaan Al-Quran yang
secara rutin berkesinambungan, mengembalikan hati itu
kepada kesuciannya sehingga memungkinkannya untuk
mengkaji Al-Quran.

The Orientalist scholars of western universities such as


Oxford, Cambridge, Temple, Yale, Harvard, Colombia, the
Sorbonne, etc., who are adorned with PhDs in Islamic
Studies, and who are guides and directors of doctoral
dissertations on Islam, but who would scornfully reject a
command to recite the Qur’ān with faith and with purity in
the heart, are now exposed as scholars whose scholarship
in the Qur’ān is so shallow that they cannot even touch the
knowledge located in the Qur’ān. This is the implication of
Allah’s declaration that only those whose hearts are clean
and pure (with faith) can truly study the Qur'ān:

Para cendekiawan orientalis dari universitas-


universitas barat seperti Oxford, Cambridge, Temple, Yale,
Harvard, Colombia, the Sorbonne, dll, yang dihiasi dengan
PhD atau gelar-gelar doktoral dalam Studi Keislaman, yang
LIST OF BOOKS – THE INH BOOKSTORE

merupakan para pembimbing dan rektor disertasi doktoral


dalam Islam, yang namun dengan cibiran mereka menolak
perintah untuk mengaji Al-Quran disertai keimanan dan
kemurnian dari hatinya, sekarang terlihat sebagai sarjana
yang keilmuan Al Qur’annya demikian dangkalnya sehingga
mereka bahkan tak bisa menyentuh ilmu yang ada dalam Al
Qur’an. Inilah implikasi dari pernyataan Allah bahwa
hanya bagi mereka yang berhati bersih dan murni (disertai
keimanan) saja lah yang akan benar-benar bisa mengkaji
Al-Quran:

َ ‫سه ِإ َّل ْالم‬


َ‫ط َهرون‬ ُّ ‫َّل َي َم‬
Qur’ān, al-Wāqi’ah, 56:79

None can even touch (the knowledge in) this Qur’ān save
those whose hearts are pure and clean.

Tak seorang pun yang bahkan bisa menyentuh (ilmu yang


ada di dalam) Al Qur’an kecuali mereka yang hatinya suci lagi
bersih.

In order for someone to qualify to study the Qur'ān, his


heart must not only have faith in the Qur’ān as the Word of
the One God, but it must also be faithful to ‘Truth’. This
writer hastens to declare, as emphatically as he can, that
Truth has zero tolerance for ‘oppression’. Those who
cannot recognize, or who find it inconvenient to recognize,
that USA has been oppressing the Venezuelan government
and people ever since Hugo Chavez broke the chains of US
enslavement of the poor Venezuelan masses, are a deaf
dumb and blind people with a status akin to ‘sheep’ and
‘cattle’! Those, on the other hand, who support the
‘oppressor’ are themselves oppressors! Such people have
hearts that are devoid of faith, and hence devoid of Truth!

Agar seseorang dapat memenuhi syarat mengkaji Al


Qur’an, hatinya tidak saja harus beriman kepada Al Qur’an
sebagai firman Tuhan Yang Maha Esa, tapi dia juga harus
tetap setia kepada ‘Kebenaran’. Penulis ini bergegas
menyatakan, setegas mungkin, bahwa Kebenaran tidak
mempunyai toleransi untuk ‘penindasan’. Bagi mereka yang
tak bisa mengenali, atau mendapatkan ketidaknyamanan
jika mengenali, bahwa Amerika Serikat telah menindas
pemerintah dan rakyat Venezuela semenjak seseorang
seperti Hugo Chavez memutus rantai perbudakan yang
dilakukan Amerika Serikat kepada rakyat miskin
Venezuela, maka mereka adalah orang-orang yang tuli
bodoh dan buta mirip dengan ‘domba’ dan ‘hewan ternak’!
Sebaliknya, mereka yang mendukung ‘sang penindas’, maka
mereka sendiri adalah seorang penindas! Orang yang
hatinya tak memiliki iman, maka tak akan memiliki
Kebenaran!
LIST OF BOOKS – THE INH BOOKSTORE

This book is written to remind our readers that the


very first thing required for someone to be faithful to the
Qur’ān, is to constantly recite it. There is an unbreakable
bond between continuous ‘recitation’ and ‘study’ of the
Qur’ān. This is the clear implication of the following verses
in which ‘explanation’ of the Qur’ān follows ‘recitation’:

Buku ini ditulis untuk mengingatkan para pembaca,


bahwa langkah pertama yang diperlukan seseorang untuk
setia kepada Al Qur’an adalah dengan senantiasa
mengajinya. Terdapat ikatan yang tak akan putus antara
‘ajian’ secara kontinu dengan ‘kajian’ Al Qur’an. Ini adalah
dampak yang jelas dari ayat-ayat berikut ini dimana
‘penjelasan’ Al Qur’an mengikuti ‘ajian’:

‫فَإِ َذا قَ َرأْنَاه فَات َ ِب ْع‬ ۞ ‫علَ ْينَا َج ْمعَه َوق ْرآنَه‬َ ‫إِ َن‬
‫علَ ْينَا بَيَانَه‬
َ ‫ق ْرآنَه ۞ ث َم إِ َن‬
Al Qur’ān, al-Qiyāmah, 75:17-19

Behold, it is for Us to gather it and to cause it to be recited [as


it ought to be recited]. Thus, when We recite it, you must
follow that way of recitation; and then, behold, it will be for
Us to explain it.

Perhatikanlah, adalah bagi Kami untuk mengumpulkannya


seraya membuatnya dibacakan [sebagaimana semestinya ia
dibacakan]. Maka, ketika Kami membacakannya, engkau
harus mengikuti cara pembacaan itu, dan maka,
perhatikanlah, bagi Kami pulalah kelak untuk
menerangkannya.

We now ask the question: if this book is to be recited,


—is there a special way for it to be recited, or are we free to
recite it howsoever we choose?

Sekarang kita bertanya-tanya: jika kitab ini ditujukan


untuk dibacakan- adakah cara khusus untuk
membacakannya, ataukah bebas saja terserah kepada kita
untuk menentukan caranya?

Recite the Qur’ān the way that Allah Most High recites
it!

Bacakanlah Al-Quran sebagaimana cara Allah SWT


membacakannya!

Allah Most High has commanded that the Qur’ān be recited


the way that He recited it:

Allah Yang Maha Tinggi telah memerintahkan bahwa Al


Qur’an harus dibacakan dengan cara sebagaimana Dia
membacakannya:

‫فَإِ َذا قَ َرأْنَاه فَات َ ِب ْع ق ْرآنَه‬


LIST OF BOOKS – THE INH BOOKSTORE

And when We have recited this Qur’ān, O Muhammad, you


must follow that way of recitation!

Dan ketika Kami membacakan Quran ini, wahai Muhammad,


engkau harus mengikuti cara pembacaannya itu!

Al Qur’ān, al-Qiyāmah, 75:18

The reader would be curious to know: when did Allah


Most High recite the Qur’ān to Prophet Muhammad ( ‫صلي هللا عليه‬
‫ ?)و سلم‬There is an abundance of evidence of the Qur’ān being

Divinely revealed from time to time over a period of 23


years, to the heart of the Prophet. This kind of revelation is
known as Wahī. But we know of only one instance of Divine
recitation, i.e., Qira’a, of the whole Qur’ān to the Prophet;
that was, of course, when the Angel Gabriel came to the
Prophet every night of Ramadān to recite the Qur’ān to him.
Hence it has to be this nightly Qira’a of the Qur’ān in
Ramadān that Allah Most High referred to as Divine
recitation:

Pembaca mungkin akan penasaran: Kapankah Allah


SWT membacakan Al-Quran kepada Nabi Muhammad
SAW? Terdapat banyak bukti bahwa Al-Quran, secara
Ilahiah, diturunkan dari waktu ke waktu selama 23 tahun,
ke dalam hati Rasulullah SAW. Firman ini dikenal sebagai
wahyu. Tapi yang kita ketahui hanyalah satu contoh dari
pembacaan Ilahi, yakni Qira’ah, dari keseluruhan Al-Quran
kepada Rasulullah; hal itu terjadi, tentunya, ketika malaikat
Jibril datang kepada Rasulullah setiap malam di bulan
Ramadhan untuk membacakan Al-Quran kepada beliau.
Maka dari itu, tentunya Qira’ah di malam bulan Ramadhan
inilah yang dimaksud Allah SWT dengan pembacaan Ilahi:

‫ي إِ َن‬ َ َ‫ي ملسو هيلع هللا ىلص قَا َل أ‬


َ َ‫س َر إِل‬ ّ ِ‫ع ْن النَب‬ َ ‫ع ْن فاطمة‬ َ
‫سنَة َم َرة‬ َ ‫ارضنِي ْالق ْرآنَ ك َل‬ ِ ‫ِجب ِْري َل َكانَ ي َع‬
‫ام َم َرتَي ِْن َو َّل أ َراه ِإ َّل‬ َ َ‫ضنِي ْالع‬ َ ‫ار‬ َ ‫َو ِإنَه‬
َ ‫ع‬
‫ض َر أَ َج ِلي َوإِنَ ِك أَ َول أَ ْه ِل َب ْي ِتي لَ َحاقا‬ َ ‫َح‬
َ ‫ضيْنَ أَ ْن تَكونِي‬
َ ‫س ِيّ َدة‬ َ ‫بِي فَبَ َكيْت فَقَا َل أَ َما تَ ْر‬
‫اء‬
ِ ‫س‬ َ ِ‫ن‬ ‫أَ ْو‬ ‫ْال َجنَ ِة‬ ‫أَ ْه ِل‬ ‫اء‬ِ ‫س‬ َ ِ‫ن‬
‫ض ِح ْكت ِل َذ ِل َك‬ َ َ‫ْالمؤْ ِمنِينَ ف‬
Fatimah reported: The Prophet, peace and blessings be
upon him, said, “Gabriel would come to me to revise the
Qur’ān once every year. This year he revised with me twice. I
do not think it means anything but that my term will come to
an end. Verily, you will be the first of the people of my house
to meet me.” So I wept and the Prophet said, “Would you
not be pleased to be with the master of the women of
Paradise or would you prefer to be (here-below) with the
believing women?” So I laughed at that.

Fatimah mengabarkan: Rasulullah SAW bersabda,


“Jibril datang kepadaku untuk mengulang kembali Al-
Quran setiap setahun sekali. Tahun ini ia mengulang
LIST OF BOOKS – THE INH BOOKSTORE

bersamaku dua kali, aku rasa ini tidak lain adalah


bahwa ajalku akan segera tiba. Sesungguhnya, engkau
(Fatimah) akan menjadi orang pertama dari keluargaku
yang akan menyusulku.” Lalu aku menangis dan
Rasulullah berkata, ”Tidakkah engkau akan berbahagia
bersama penghulu para wanita Surga atau engkau lebih
memilih (di bawah sini) bersama para wanita yang
beriman?” lalu aku tertawa mendengarnya.

Sahīh Bukhārī

‫ َوأَ ْج َود َما‬،‫اس‬ ِ َ‫ي ملسو هيلع هللا ىلص أَ ْج َو َد الن‬


ُّ ‫َكانَ النَ ِب‬
،‫ ِحينَ يَ ْلقَاه ِجب ِْريل‬، َ‫ضان‬ َ ‫يَكون فِي َر َم‬
‫سالَم ـ يَ ْلقَاه فِي ك ِّل‬ َ ‫علَ ْي ِه ال‬
َ ‫َو َكانَ ِجب ِْريل ـ‬
‫ فَي َد ِارسه ْالق ْرآنَ فَلَ َرسول‬، َ‫ضان‬ َ ‫لَ ْيلَة ِم ْن َر َم‬
َ ‫الريحِ ْالم ْر‬
.‫سلَ ِة‬ ّ ِ َ‫ّللا ملسو هيلع هللا ىلص أَ ْج َود ِب ْال َخي ِْر ِمن‬
َِ
Narrated Ibn `Abbas:

The Prophet was the most generous of all the people,


and he used to become more generous in Ramadān
when Gabriel met him. Gabriel used to meet him every
night during Ramadān to revise the Qur'ān with him.
Allah's Messenger then used to be more generous than
the fast wind.

Sahīh Bukhārī
Disampaikan oleh Ibnu ‘Abbas:

Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan di


antara seluruh umat manusia, dan beliau biasanya lebih
dermawan lagi di bulan Ramadhan ketika malaikat Jibril
datang menemuinya. Malaikat Jibril biasanya mengunjungi
beliau setiap malam selama bulan Ramadhan untuk
memeriksa ulang Al Qur’an bersama beliau. Rasulullah
lantas biasanya akan lebih dermawan lagi lebih dari angin
yang bertiup kencang.

Sahīh Bukhārī

We must now examine how the Qur’ān was recited


every night of the month of Ramadān, so that we can obey
the Divine command to “follow that way of recitation”.

Kita sekarang harus memeriksa bagaimana cara Al


Qur’an dibacakan setiap malam bulan Ramadan itu,
sehingga kita bisa mematuhi titah Ilahi untuk “ikutilah cara
pembacaan itu”

Since Allah Most High recited the whole Qur’ān (through


the Angel Gabriel) during that blessed month every year, we
have a duty to recite the whole Qur’ān, from cover to cover,
during the month of Ramadān; indeed the Prophet asked
that we should keep on reciting the Qur’ān cover-to-cover
at least once every lunar month:
LIST OF BOOKS – THE INH BOOKSTORE

Oleh karena Allah SWT membacakan seluruh Al-Quran


(melalui malaikat Jibril) selama bulan penuh berkah itu
dalam sekali setiap tahunnya, kita pun mempunyai
kewajiban untuk mengkhatamkan pembacaan Al-Quran
kita, dari depan sampai belakang, selama bulan Ramadhan;
sungguh Rasulullah menghendaki agar kita terus menjaga
pembacaan Al-Quran dari halaman depan sampai belakang
setidak-tidaknya satu kali setiap bulan (bulan lunar):

ْ‫سلَم ا ْق َرأ‬ َ ‫صلَى‬


َ َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ‫ّللا‬ َ ِ‫ّللا‬ َ ‫قَا َل ِلي َرسول‬
‫ش ْهر قَا َل ق ْلت ِإنِّي أَ ِجد ق َوة‬ َ ‫ْالق ْرآنَ فِي ك ِّل‬
‫قَا َل فَا ْق َرأْه فِي ِع ْش ِرينَ لَ ْيلَة قَا َل ق ْلت ِإنِّي‬
‫علَى‬ َ ‫سبْع َو َّل تَ ِز ْد‬َ ‫أَ ِجد ق َوة قَا َل فَا ْق َرأْه ِفي‬
‫َذ ِل َك‬
Abdullah ibn Amr reported: The Messenger of Allah, peace
and blessings be upon him, said, “Read the Qur'ān once in
every month.” I said, “I have strength to do more.” The
Prophet said, “Then read it in twenty nights.” I said, “I have
strength to do more.” The Prophet said, “Then read it in
seven nights, and do not do more than that.”

Abdullah ibn Amr mengabarkan : Rasulullah SAW berkata,


“Bacalah Al-Quran dalam sebulan.” Aku katakan “aku punya
kemampuan untuk melakukan lebih daripada itu.” Rasulullah
berkata, “Maka bacalah dalam 20 hari.” Aku katakan, “aku
punya kemampuan untuk melakukan lebih daripada itu.”
Rasulullah mengatakan, “maka bacalah dalam 7 malam, dan
jangan lebih cepat lagi daripada itu.”

Sahīh Bukhārī; Sahīh Muslim

The Angel recited a part of the Qur’ān every night of


Ramadān and completed the recitation of the whole Qur’ān
during the month of Ramadān, hence we have a duty to
determine the divisions of the Qur’ān for daily recitation in
order to complete the whole Qur’ān in a period of one
month. That daily portion is called a Juz (plural Ajza). The
Farsi word Sipara, has also been widely used for Juz. We
also have an obligation to recite the Qur’ān as it ought to be
recited—which is the way that Allah Most High recited it—
and hence we need to determine which is the first Juz, and
which the second, etc., and that is the subject of this book. It
is, of course, permissible to recite the Qur’ān more than
once in a lunar month, but we do not address that subject in
this book.

Malaikat membacakan bagian dari Al-Quran setiap


malam Ramadhan dan mengkhatamkan keseluruhan Al-
Quran selama bulan Ramadhan, maka kita mendapat suatu
kewajiban untuk menentukan pembagian Al-Quran untuk
pembacaan harian dalam rangka untuk
mengkhatamkannya dalam jangka waktu satu bulan. Porsi
harian itu disebut dengan Juz (jamak: Ajza). Bahasa Persi
Sipara, juga secara luas telah digunakan untuk menyebut
LIST OF BOOKS – THE INH BOOKSTORE

istilah Juz. Kita pun telah diberi kewajiban untuk


membacakan Al-Quran sebagaimana sepatutnya ia
dibacakan, yang merupakan cara dari Allah SWT
membacakannya, oleh karena itu maka kita perlu untuk
menentukan yang manakah Juz pertama, yang manakah Juz
kedua, dst, dan inilah topik pembahasan dalam buku ini.
Tentunya boleh-boleh saja jika kita mengkhatamkan
pembacaan Al-Quran lebih dari satu kali dalam sebulan,
tapi kita tidak sedang membahas topik tersebut dalam
buku ini.
BAB II

Mengapa Surah-Surah terpanjang


berada di bagian paling awal Al Qur’an
dan yang terpendek berada di bagian
terakhir?

f we are to recite the whole Qur’ān cover-to-cover over a


I period of one lunar month, and hence need to determine
which is the first Juz, and which is the second, etc., we have
to direct our attention to the way the Qur’ān is divided. We
know that the Angel Gabriel )‫ (عليه السالم‬came to the Prophet
(‫ )صلي هللا عليه و سلم‬at intervals over a period of 23 years while

conveying to his heart revelations of the Qur’ān. Some of


the revelations comprised short passages while others
were quite long. The angel would instruct the blessed
Prophet concerning the location where each revelation had
to be inserted in the Book. This book is not concerned with
the chronological sequence of revelations of the Qur’ān;
rather we direct attention to the order in which the Qur’ān
was divided into Suwar (plural of Sūrah) and the location
chosen in the Qur’ān for each Sūrah.

Jika kita hendak mengkhatamkan seluruh isi Al-Quran,


dari depan hingga ke belakang, dalam jangka waktu satu
bulan (bulan lunar), dimana kita perlu menentukan mana
Juz pertamanya, keduanya, dst, maka kita harus
mengarahkan perhatian kita kepada bagaimanakah caranya
Al-Qur’an ini dibagi. Kita tahu bahwa Malaikat Jibril as
datang kepada Rasulullah SAW dalam jangka waktu 23
tahun seraya menyampaikan wahyu Al-Quran ke dalam
hati Nabi. Beberapa wahyu terdiri dari bagian yang pendek-
pendek sementara bagian lainnya cukup panjang. Malaikat
akan menginstruksikan kepada Baginda Nabi SAW terkait
letaknya yakni di manakah setiap wahyu tersebut harus
disisipkan dalam Kitab ini. Buku ini tidak sedang
membahas mengenai urutan kronologis turunnya wahyu-
wahyu tersebut; melainkan lebih mengarahkan perhatian
kita kepada susunan di mana Al-Quran dibagi-bagi ke
dalam Suwar (jamak dari Surah) dan letak penempatannya
dalam Al-Quran untuk setiap Surah.

The first 11 Suwar of the Qur’ān—after Sūrah al-


Fātihah— but with the significant exception of Sūrah al-
Anfāl, i.e.,

11 Suwar pertama Al Qur’an-setelah Surah al-Fatihah-


tapi dengan pengecualian Surah al-Anfal, yaitu,
CHAPTER TWO

al-Baqarah: 286 verses, Āle Imrān: 200, al-Nisā’: 177, al-


Māidah: 120, al-An’ām: 166, al-A’rāf: 206, al-Anfāl: 75, al-
Taubah: 129, Yūnus: 109, Hūd: 123 and Yūsuf: 111

al-Baqarah: 286 ayat, Ali Imrān: 200, al-Nisā’: 177, al-Māidah:


120, al-An’ām: 166, al-A’rāf: 206, al-Anfāl: 75, al-Taubah: 129,
Yūnus: 109, Hūd: 123 and Yūsuf: 111

are all long Suwar. This cannot have been by accident.


There must be a reason for this arrangement of the Suwar
of the Qur’ān. Why are all the long Suwar located at the very
beginning of the Qur’ān? Why is the longest Sūrah of all in
the Qur’ān, i.e., Sūrah al-Baqarah (with 286 verses) located at
the very beginning of the Qur’ān?

semuanya adalah Suwar yang panjang. Ini tidaklah


mungkin suatu kebetulan. Pasti ada alasan di balik
penyusunan Suwar Al Qur’an ini. Mengapa seluruh Suwar
panjang terletak di bagian awal Al Qur’an? Mengapa Surat
yang terpanjang dari seluruh Al Qur’an, yaitu, Surah al-
Baqarah (dengan 286 ayat) terletak di bagian yang paling
awal dalam susunan Al Qur’an?

The last 18 Suwar of the Qur’ān, on the other hand, are


all about 10 verses in length, i.e.,

18 Suwar terakhir Al Qur’an, sebaliknya, hanya sekitar


10 ayat panjangnya, yaitu,
al-Qadr 5, al-Bayyinah 8, al-Zalzalah 8, al-‘Ādiyāt 11, al-
Qāriah 11, al-Takāthur 8, al-‘Aṣr 3, al-Hamazah 9, al-Fīl 5,
Quraysh 4, al-Mā‘ūn 7, al-Kauthar 3, al-Kāfirūn 6, al-Naṣr 3,
al-Masad 5, al-Ikhlāṣ 4, al-Falaq 5, and al-Nās 6.

Why does the Qur’ān end with short Suwar, and why
are the shortest Suwar of all, i.e., Sūrah al-Kawthar and
Sūrah al-Nasr (with only 3 verses each), located almost at the
very end of the Qur’ān?

Mengapa Al Qur’an berakhir dengan Suwar pendek,


dan mengapa Suwar terpendek dari semua, yaitu, Surah al-
Kautsar dan Surah al-Nasr (dengan hanya 3 ayat masing-
masingnya), terletak hampir di bagian paling akhir dalam
susunan Al Qur’an?

Finally, why is there a general continuous reduction in


the length of the Suwar of the Qur’ān from the beginning
until its very end?

Akhirnya, mengapa terdapat penyusutan yang merata


terkait jumlah ayat dari Surah-Surah Al-Quran tersebut dari
permulaannya hingga yang paling akhir?

Here is a list of all Suwar of the Qur’ān with the number


of verses in each Sūrah. It should be quite easy for our
gentle readers to recognize the gradual decrease in the
length of Suwar from the beginning of the Qur’ān to the end.
Our readers should note that there are different views
concerning the numbers of Ayāt, or verses, in each Sūrah of
CHAPTER TWO

the Qur’ān, and this is precisely because the Qur’ān was not
revealed as a written document with verses clearly defined.
Rather, human effort was needed to determine the number
of verses in each Sūrah—hence the differing numbers:

Inilah daftar nama-nama Suwar Al-Quran dengan


jumlah ayat di setiap Surah nya. Seyogianya cukuplah
mudah bagi para pembaca yang budiman untuk
mencermati berkurangnya panjang Suwar secara bertahap
dari permulaan sampai penghujungnya. Pembaca kami
hendaknya mencatat bahwa terdapat beberapa perbedaan
pandangan mengenai jumlah Ayat, di setiap Surah dalam
Al-Quran, dan ini tepatnya adalah dikarenakan Al-Quran
bukan diwahyukan sebagai sebuah dokumen tertulis yang
ayat-ayatnya dengan jelas ditentukan. Melainkan, perlu
upaya manusia dalam menentukan jumlah ayat dalam
setiap masing-masing Surah – sehingga ada perbedaan
dalam penjumlahan ayatnya:

1) Al-Fātihah 7;

Suwar yang konsisten panjang

2) al-Baqarah 286; 5) al-Māidah 120;

3) Āl-e Imrān 200; 6) al-An’ām 166;

4) al-Nisā’ 177; 7) al-A’rāf 206;


Suwar panjang tersebar di antara Suwar berukuran
sedang

8) al-Anfāl 75; 11) Hūd 123;

9) al-Taubah 129; 12) Yūsuf 111;

10) Yūnus 109; 13) al-Ra’d 43;

14) Ibrahīm 52; 20) Ṭā Ḥā 135;

15) al-Ḥijr 99; 22) al-Ḥajj 78;

16) al-Naḥl 128; 23) al-Mu’minūn 118;

17) al-Isrā 111; 24) al-Nūr 64;

18) al-Kahf 110; 25) al-Furqān 77;

19) Maryam 98; 26) al-Shu’ara 227;

Suwar yang menengah panjangnya yang tersebar


diantara Suwar pendek

27) al-Naml 93; 59) al-Hashr; 24

28) al-Qaṣaṣ 88; 60) Mumtahinah 13;

29) al-Ankabūt 69; 61) al-Saff 14;

30) al-Rūm 60; 62) al-Jumu’ah 11;

31) Luqmān 34; 63) al-Munāfiqūn 11;

32) al-Sajdah 30; 64) al-Taghābun 18;

33) al-Ahzāb 73; 65) al-Ṭalāq 12;


CHAPTER TWO

Suwar yang menengah panjangnya yang tersebar


diantara Suwar pendek

34) Saba’ 54; 66) al-Tahrīm 12;

35) Fāṭir 45; 67) al-Mulk 30;

36) Yā Sīn 83; 68) al-Qalam 52;

37) al-Sāfāt 182; 69) al-Ḥāqqah 52;

38) Sād 88; 70) al-Ma‘arij 44;

39) al-Zumar 75; 71) Nūh 28;

40) Ghāfir 85; 72) al-Jinn 28;

41) Fussilāt 54; 73) al-Muzzammil 20;

42) al-Shurā 53; 74) al-Muddaththir 56;

43) al-Zukhruf 89; 75) al-Qiyāmah 40;

44) al-Dukhān 59; 76) al-Insān 31;

45) al-Jāthiyah 37; 77) al-Mursalāt 50;

46) al-Ahqāf 35; 78) al-Naba’ 40;

47) Muhammad 38; 79) al-Nāziāt 46;

48) al-Fath 29; 80) ‘Abasa 42;

49) al-Hujurāt 18; 81) al-Takwīr 29;

50) Qāf 45; 82) al-Infiṭār 19;

51) al-Dhāriyāt 60; 83) al-Muṭaffifīn 36;


Suwar yang menengah panjangnya yang tersebar
diantara Suwar pendek

52) al-Ṭūr 49; 84) al-Inshiqāq 25;

53) al-Najm 62; 85) al-Burūj 22;

54) al-Qamar 55; 86) al-Ṭāriq 17;

55) al-Rahmān 78; 87) al-A‘lā 19;

56) al-Wāqi‘ah 96; 88) al-Ghāshiyah 26;

57) al-Hadīd 29; 89) al-Fajr 30;

58) al-Mujādilah 22;

Suwar yang konsisten pendek

90) al-Balad 20; 103) al-‘Aṣr 3;

91) al-Shams 15; 104) al-Humazah 9;

92) al-Lail 21; 105) al-Fīl 5;

93) al-Duhā 11; 106) Quraysh 4;

94) al-Sharh 8; 107) al-Mā‘ūn 7;

95) al-Tīn 8; 108) al-Kauthar 3;

96) al-‘Alaq 19; 109) al-Kāfirūn 6;

97) al-Qadr 5; 110) al-Naṣr 3;

98) al-Bayyinah 8; 111) al-Masad 5;


CHAPTER TWO

99) al-Zalzalah 8; 112) al-Ikhlāṣ 4;

100) al-‘Ādiyāt 11; 113) al-Falaq 5;

101). al-Qāriah 11; 114) al-Nās 6.

102) al-Takāthur 8;
We remind our readers that it is not a matter of any
significance to the subject matter of the book that there are
minor differences in the number of verses located in some
Suwar of the Qur’ān. The differences have arisen because
the numbering of the verses was not Divinely-revealed.

Kita perlu mengingatkan para pembaca bahwa


bukanlah persoalan pelik tatkala terdapat perbedaan-
perbedaan kecil berkaitan dengan jumlah ayat yang
terletak pada Suwar Al Qur’an. Perbedaan ini muncul
karena penomoran ayat bukanlah merupakan wahyu Ilahi.

But there is a significant problem which must be


addressed in the context of our recognition that the Suwar
of the Qur’ān continuously decline in size, from the
beginning to the end; the problem is that there a Sūrah
which is located before Sūrah al-Baqarah, and it is only
seven verses in length. By virtue of its very short length of
only seven verses, that Sūrah should logically be located at
the end, rather than at the beginning of the Qur’ān. Why
then, is there such a short Sūrah located at the beginning of
the Qur’ān?

Akan tetapi ada sebuah masalah penting yang mesti


kita cermati dalam konteks penemuan kita bahwa Suwar
Al-Quran secara terus menerus berkurang ukurannya, dari
bagian awal sampai akhir; namun problemnya adalah ada
sebuah Surah yang terletak sebelum Surah al-Baqarah, dan
CHAPTER TWO

ia hanya 7 ayat panjangnya. Berdasarkan nilai dari


jumlahnya yang sangat pendek ini yakni hanya terdiri dari
tujuh ayat, secara logika seharusnya Surah tersebut terletak
di akhir, daripada di bagian depan Al-Quran. Lalu mengapa
terdapat Surah pendek yang seperti demikian terletak di
permulaan Al-Quran?

Sūrah al-Fātihah

Allah Most High has declared of the Qur’ān that it is a noble


and generous ‘recitation’ which is located in a ‘book’ which
is guarded and protected:

Allah SWT telah menyatakan dalam Al Qur’an bahwa ini


adalah ‘pembacaan’ yang mulia dan berkelimpahan yang
terletak dalam ‘Kitab’ yang terjaga lagi terlindungi:

ٍ ُ‫ب َّم ْكن‬


‫ون‬ ٌ ‫ِإنَّهُ لَقُ ْر‬
ٍ ‫آن َك ِري ٌم ۞ فِي ِكتَا‬
Al Qur’ān al-Wāqi’ah, 56:77-78

Behold, it is a truly noble recitation, [conveyed unto man] in a


well-guarded Book

Perhatikan lah, ini adalah pembacaan yang sungguh mulia,


(disampaikan kepada manusia) dalam ‘Kitab’ yang dijaga
ketat

It is precisely because the book is guarded and


protected that the reader needs a key with which to open
the doors which guard the book from all sides:

Persisnya adalah karena Kitab ini terjaga dan


terlindungi sehingga pembacanya membutuhkan sebuah
kunci untuk membuka pintu-pintu yang menjaga Kitab ini
dari seluruh penjuru:

‫اط ُل ِمن َبي ِْن َي َد ْي ِه َو ََل ِم ْن خ َْل ِف ِه‬ ِ ‫ََل َيأْتِي ِه ْال َب‬
‫نزي ٌل ِ ّم ْن َح ِك ٍيم َح ِمي ٍد‬ ِ َ‫ت‬
Qur’ān, Fussilāt, 41:42

Nothing false can ever penetrate this Book to corrupt it—


neither openly nor in a stealthy manner, since it has come
down from One who is Wise, and ever to be praised.

Tidak ada kebatilan yang bisa menembus Buku ini


untuk dirusak – baik secara terang-terangan maupun
secara sembunyi-sembunyi, karena ia diturunkan dari
Sang Maha Esa yang Bijaksana, dan selamanya Terpuji.

Our conclusion is that the name of the Sūrah, i.e., al-


Fātihah, indicates that it has a role to play in opening the
doors to the Qur’ān whenever the Qur’ān is to be recited.

Kesimpulan kami ialah bahwa nama Surah al-Fatihah,


mengindikasikan bahwa Surah ini mempunyai peranan
untuk membuka pintu-pintu Al-Quran kapan pun Al-Quran
ini hendak dibacakan.

The Qur’ān confirms that this Sūrah has this special


CHAPTER TWO

status and role which makes it different from the rest of the
Suwar (since it has to be constantly recited whenever the Qur’ān is to
be recited). It does so in this verse which separates the Sūrah
from the rest of the Qur’ān:

Al Qur’an mengkonfirmasi bahwa Surat ini mempunyai


status dan peran spesial yang membedakannya dengan
Suwar yang lain (karena ia mesti dibacakan terus menerus
setiap kali Al Qur’an hendak dibacakan). Begitulah adanya
sebagaimana yang diterangkan dalam ayat berikut ini
tentang Surah Al-Fatihah yang memisahkan Surah ini
dengan Surah yang lainnya dalam Al-Quran:

َ‫س ْبعًا ِ ّمنَ ْال َمثَانِي َو ْالقُ ْرآن‬ َ ‫َولَقَ ْد آتَ ْين‬
َ ‫َاك‬
َ ‫ْال َع ِظ‬
‫يم‬
Qur’ān, al-Hijr, 15: 87

Indeed, We have bestowed upon thee seven verses to be


constantly recited, and (in addition), this sublime Qur’ān.

Sungguh, telah Kami anugerahkan kepadamu 7 ayat yang


terus-menerus dibacakan, dan (seiring dengan), Quran yang
agung ini.

Why does Allah Most High make mention (in the verse
quoted above) first, of Sūrah al-Fātihah, and then, of the
Qur’ān. Our interpretation of this declaration is that Sūrah
al-Fātihah should first be recited, whenever we wish to
recite the Qur’ān. This is the reason!

Mengapa Allah SWT menyebutkan (pada ayat di atas),


pertama-tama, Surah al-Fatihah, dan setelah itu, Al-Quran.
Tafsiran kami terhadap pernyataan ini adalah bahwa Surah
al-Fatihah haruslah sebagai Surah yang pertama kali
dibacakan, kapanpun kita ingin memulai mengaji Al-Quran.
Inilah alasannya!

We can now safely recognize that the first Sūrah of the


Qur’ān, after the key which opens the Qur’ān, i.e., the
constantly-repeated Sūrah al-Fātihah, is Sūrah al-Baqarah.

Kita sekarang dapat dengan aman mengenali bahwa


Surah pertama Al Qur’an, setelah kunci pembukanya yaitu
Surah yang senantiasa dibacakan berulang-ulang yakni al-
Fatihah, adalah Surah al-Baqarah.

Why are the long Suwar at the beginning and the short
Suwar at the end of the Qur’ān? Why is the longest
Sūrah of all located at the very beginning of the Qur’ān?

Mengapa Suwar panjang berada di permulaan dan


Suwar pendek berada di penghujung Al-Quran?
Mengapa Surah yang terpanjang dari semuanya,
diletakkan di bagian paling awal dalam Al-Quran?
CHAPTER TWO

When we attempt to answer this the very important


question: (Why is the longest Sūrah of all in the Qur’ān, i.e.,
Sūrah al-Baqarah with 286 verses, located at the very
beginning of the Qur’ān?), we must hasten to remind the
gentle reader that Allah Most High has declared that He
divided the Qur’ān so that it might be recited at intervals:

Ketika kita berusaha menjawab pertanyaan yang paling


penting ini: (kenapa Surah terpanjang dari semua Surat
dalam Al Qur’an, yaitu, Surah al-Baqarah dengan 286 ayat,
terletak di bagian paling awal dalam Al Qur’an?), kami
harus bersegera mengingatkan pembaca bahwa Allah SWT
telah menyatakan bahwa Dialah yang telah membagi Al-
Quran sehingga ia bisa dibacakan dalam jangka waktu:

ُ‫ث َون ََّز ْلنَاه‬


ٍ ‫علَى ُم ْك‬ َ ُ‫َوقُ ْرآنا ً فَ َر ْقنَاهُ ِلتَ ْق َرأَه‬
ِ َّ‫علَى الن‬
َ ‫اس‬
ً‫نزيل‬ ِ َ‫ت‬
Al Qur’ān, al-Isra’, 17:106

This is a Qur’ān which we have divided into parts, i.e., as


Suwar (plural of Sūrah). We have done so in order that you
might recite it to the people at intervals, and in conformity
with those divisions as Suwar. We also sent it down part-by-
part.

Inilah Quran yang telah Kami bagi menjadi beberapa bagian,


yaitu, Suwar (jamak dari surah). Demikianlah Kami
membuatnya agar engkau dapat membacakannya kepada
manusia dalam jangka waktu, dan selaras dengan pembagian
Suwar tersebut. Kami juga menurunkannya sebagian demi
sebagian.

The implication of the above is that Allah Most High has


divided the Qur’ān into Suwar so that they may function as
Ajza, or parts, to be recited whenever we wish to Khatm the
Qur’ān, i.e., to recite it cover-to-cover.

Implikasi dari ayat di atas adalah bahwa Allah SWT


telah menyusun Al-Quran ke dalam Suwar agar Suwar ini
dapat berfungsi sebagai Ajza (juz-juz), atau bagian-bagian,
untuk dibacakan ketika kita ingin mengkhatamkan Al-
Quran, yaitu, mengaji Al-Quran dari depan sampai ke
belakang.

Such recitation can be at intervals of daily recitation for


the entire Qur’ān to be completed in one lunar month, and
this is the way that Allah Most High recited the Qur’ān
Himself (through the Angel Gabriel during the month of Ramadān).
Of course, the interval can also be for reciting the whole
Qur’ān once every 20 days, or every 10 days, or every week.

Pembacaan seperti itu dapat digunakan dalam interval


pembacaan harian agar dapat mengkhatamkan seluruh isi
Al-Qur’an dalam waktu satu bulan lunar, dan inilah cara
Allah SWT membacakan Al-Quran dari-Nya sendiri (melalui
malaikat Jibril selama bulan Ramadhan). Tentu saja,
interval tersebut bisa juga diterapkan untuk membacakan
seluruh Al-Quran setiap 20 hari, atau 10 hari, atau setiap 1
CHAPTER TWO

minggu.

This book does not explain the methodology for


reciting the Qur’ān other than once a month.

Buku ini tidak sedang menjelaskan metodologi untuk


mengaji Al-Quran selain dari yang khatam 1 bulan sekali.

Allah Most Wise placed the longest Sūrah of all at the


beginning of the Qur’ān for a specific reason and purpose,
and our view is that He did so to test us and to force us to
think. Do we have to recite the whole of Sūrah al-Baqarah
as our first Juz on the first day of the month if we are
reciting daily to complete the recitation in one lunar month,
or can we sub-divide the Sūrah into parts for recitation
over a period of time which would extend beyond that first
day of the lunar month?

Allah yang Maha Bijaksana menempatkan Surah


terpanjang dari semuanya di bagian awal Al Qur’an untuk
maksud dan tujuan tertentu, dan dalam pandangan kami
ialah bahwa Dia melakukanNya untuk menguji kita dan
memaksa kita untuk berpikir. Akankah kita mengaji
keseluruhan Surah Al-Baqarah sebagai Juz pertama kita di
hari ke-1 bulan lunar tatkala kita sedang menjalankan
pembacaan harian dalam rangka mengkhatamkan Al-Quran
dalam waktu satu bulan? Ataukah kita justru memenggal
lagi Surah ini ke dalam potongan-potongan untuk
pembacaan dalam jangka waktu tertentu yang bisa jadi
melebihi waktu sehari di hari ke-1 itu di bulan lunar?

The answer to this is crucially important for locating


the correct way in which the Qur’ān is to be recited over a
period of one lunar month, or even less than that.

Jawaban untuk pertanyaan ini adalah sangat penting


dan krusial dalam rangka mengarahkan cara yang benar
tentang bagaimana Al Qur’an mesti dibacakan dalam satu
periode bulan lunar, atau bahkan kurang dari itu.

Allah Most High provides the answer to the question


when He orders as follows:

Allah Yang Maha Tinggi memberikan jawaban terhadap


pertanyaan tersebut tatkala Dia memerintahkan sebagai
berikut:

ُ‫فَإِ َذا قَ َرأْنَاهُ فَاتَّبِ ْع قُ ْرآنَه‬


Al Qur’ān, al-Qiyāmah, 75:18

And when We have recited it, i.e., when we have delivered


through the Angel Gabriel the way that it should be recited,
you must follow that way of reciting the Qur’ān.

Dan ketika Kami membacakannya, yaitu, ketika Kami


turunkan melalui Malaikat Jibril cara bagaimana kitab ini
harus dibacakan, engkau harus mengikuti cara pembacaan Al
Qur’an tersebut.

Prophet Muhammad (‫)صلي هللا عليه و سلم‬ never sub-divided


CHAPTER TWO

Sūrah al-Baqarah into parts for daily recitation. Indeed,


Allah Most High has prohibited such sub-division of
Sūrahs— including Sūrah al-Baqarah—for daily recitation
of the Qur’ān. He did so when he declared in Sūrah al-Hijr
that He sent Prophet Muhammad (‫ )صلي هللا عليه و سلم‬as a warner,
and He then went on to warn those who arbitrarily sub-
divide the Qur’ān (for recitation) that they will have to answer
to Him on Judgment Day:

Nabi Muhammad SAW tidak pernah memenggal Surah


al-Baqarah ke dalam beberapa bagian untuk pembacaan
harian. Sungguh, Allah SWT telah melarang pemotongan
yang demikian terhadap surah-surah yang ada - termasuk
Surah al-Baqarah – dalam hal pembacaan harian Al Qur’an.
Dia melarangnya seraya menyatakan dalam Surah al-Hijr
bahwa Dia mengirimkan Nabi Muhammad SAW sebagai
pemberi peringatan, lalu Dia melanjutkan dengan
memperingatkan mereka yang dengan sewenang-wenang
membagi-bagi Al Qur’an (dalam hal pembacaan) bahwa
mereka harus menjawab pertanyaanNya di Hari
Penghakiman:

‫علَى‬َ ‫ين ۞ َك َما أَنزَ ْلنَا‬


ُ ‫ِير ْال ُم ِب‬
ُ ‫َوقُ ْل إِ ِنّي أَنَا النَّذ‬
۞ َ‫ضين‬ ِ ‫ال ُم ْقتَ ِس ِمينَ ۞ الَّذِينَ َج َعلُوا ْالقُ ْرآنَ ِع‬
‫ع َّما َكانُوا‬َ ۞ َ‫فَ َو َر ِبّ َك لَنَ ْسأَلَنَّ ُه ْم أ َ ْج َم ِعيْن‬
َ‫َي ْع َملُون‬
Al Qur’ān, al-Hijr, 15: 92-93

Say to them O Muhammad: I am a warner who warns you,


and I do so in a manner which is clear and without
ambiguity—warning you of Divine anger which descends on
the Muqtasimin who divide the Qur’ān arbitrarily into bits
and pieces. Allah Most High then took an oath: By thy Rab, O
Muhammad, I will certainly hold them to account for what
they have done (hence they will all have to answer to Me one
day for having divided the Qur’ān into bits and pieces).

Katakan pada mereka wahai Muhammad: aku adalah


pemberi peringatan yang memperingatkan kamu, dan aku
melakukannya dengan cara yang jelas dan tanpa ambiguitas -
memperingatkan kamu dari kemarahan Ilahi yang menimpa
atas Muqtasimin yang membagi-bagi Al-Qur’an dengan
sewenang-wenang menjadi kepingan dan irisan. Allah Yang
Maha Tinggi kemudian mengambil sumpah: Demi Rabb-mu
wahai Muhammad, Aku pasti akan meminta pertanggung
jawaban kepada mereka atas apa yang telah mereka lakukan
(oleh karenanya suatu hari kelak mereka semua harus
memberikan jawaban kepadaKu atas perbuatan mereka
membagi Al Qur’an menjadi kepingan dan irisan).

Here, then, is the first explanation for the longest Sūrah


of the Qur’ān being placed at the very beginning of the
Qur’ān. It was put in that position in order to test us to see
which of us would respect Allah’s division of the Qur’ān into
Suwar, and would therefore recite the whole of Sūrah al-
Baqarah on the first day of the month, - and which of us
CHAPTER TWO

would sinfully break-up the Sūrah into parts for daily


recitation.

Di sinilah, maka, diperoleh penjelasan pertama tentang


mengapa Surah terpanjang dalam Al Qur’an ini diletakkan
di bagian paling awal dalam Al Qur’an. Surah terpanjang ini
diposisikan seperti demikian dalam rangka untuk menguji
kita agar terlihat siapa diantara kita yang menghormati
pembagian Al Qur’an yang ditetapkan Allah ke dalam
Suwar, sehingga ia akan membacakan seluruh Surah al-
Baqarah di hari pertama bulan (lunar),- dan siapa di antara
kita yang akan dengan penuh dosa memecah belah Surah
ini menjadi beberapa bagian untuk pembacaan harian.

There is another implication of the longest Sūrah of the


Qur’ān being placed at the beginning of the Qur’ān, and all
the long Suwar also placed at the beginning of the Qur’ān,
while all the short Suwar are located at the end, and this is
subsequently explained in this book.

Terdapat implikasi lain dari Surah terpanjang Al Qur’an


ini yang diletakkan di bagian permulaan Al Qur’an, dan
semua Suwar panjang juga terletak di bagian permulaan Al
Qur’an, sementara Suwar yang terpendek terletak di
penghujungnya, yang berikutnya akan dijelaskan dalam
buku ini.

One of the most important things that we have done in


this book is to warn that the Qur’ān cannot be arbitrarily
sub-divided as Ajza for daily recitation. Hence, whether we
are reciting the Qur’ān to Khatm the recitation in one lunar
month, or even less than that, the whole of Sūrah al-
Baqarah must be recited on the first day of the lunar
month. Allah Most High placed the longest Sūrah of the
Qur’ān at the very beginning of the Qur’ān to test us to see
whether we would respect the boundaries which He placed
in the Qur’ān, and, as a consequence, would recognize the
whole of Sūrah al-Baqarah as the first Juz to be recited by
those who would Khatm the Qur’ān in one lunar month.

Satu dari beberapa hal yang sangat penting yang telah


kami upayakan dalam buku ini adalah untuk
memperingatkan bahwa Al Qur’an tidak bisa dibagi-bagi
lagi dengan seenaknya sebagai Ajza dalam pembacaan
harian. Oleh karenanya, apakah kita akan mengaji Al-
Qur’an untuk mengkhatamkannya dalam satu bulan lunar,
atau bahkan lebih pendek dari itu, seluruh Surah al-
Baqarah haruslah dibacakan di hari pertama bulan lunar.
Allah SWT meletakkan Surah terpanjang di bagian paling
awal Al Qur’an untuk menguji kita apakah kita mau
menghormati batasan-batasan yang telah Dia tetapkan
dalam Al Qur’an, dan, oleh karenanya, mengakui
keseluruhan Surah al-Baqarah sebagai Juz pertama yang
hendak dibacakan bagi mereka yang mau mengkhatamkan
Al Qur’an dalam waktu satu bulan lunar.

We devote the next chapter, sadly so, to exposing the


CHAPTER TWO

colossal failure of most Muslims in their response to that


Divine test.

Kami curahkan bab selanjutnya, dengan perasaan


sedih, untuk membongkar kegagalan sebagian besar umat
Muslim dalam menanggapi ujian Ilahi ini.
24
BAB III

Memotong-motong Al Qur’an

۞ َ‫فَ َو َر ِبّ َك لَنَ ْسأَلَنَّ ُه ْم أَ ْج َم ِعيْن‬


َ‫َع َّما َكانُوا يَ ْع َملُون‬
Al Qur’ān, al-Hijr, 15:89-93

And by thy Lord-God, O Muhammad, we will question them


all, concerning what they have done to this Qur’ān!

Dan demi Tuhanmu, wahai Muhammad, Kami akan menanyai


mereka semua, atas apa yang mereka telah lakukan terhadap
Al Qur’an ini!

round the world today there is a universally-accepted


A system of division of the Qur’ān into 30 Ajza, or 30
different parts, which sinfully breaks-up Sūrahs of the
Qur’ān into bit and pieces. It is even more alarming that no
one even questions that sinful breaking-up of Suwar for

1
daily recitation of the Qur’ān. This writer does not even
know who is responsible for this arbitrary division of the
Qur’ān in a manner which is other than that ordained by
Allah Most High.

Di seantero dunia hari ini ada sebuah sistem


pembagian Al-Qur’an ke dalam 30 Ajza, atau ke dalam 30
juz/ bagian, yang telah diterima sedunia, dimana sistem ini
dengan kejinya memecah belah Surah-surah dalam Al
Qur’an menjadi kepingan dan irisan. Bahkan lebih
mengkhawatirkan lagi karena tak ada seorang pun yang
mempertanyakan pemenggalan atas surah-surah ini secara
keji untuk dijadikan pembacaan harian. Penulis bahkan
tidak tahu siapa yang bertanggung jawab atas pembagian
Al Qur’an yang seenaknya saja ini yang menyalahi
ketentuan yang telah digariskan oleh Allah SWT.

It is now universally accepted that the first Juz of the


Qur’ān ends at Verse 141 or 142 of Sūrah al-Baqarah, and
that the second Juz ends at Verse 253 of Sūrah al-Baqarah,
etc. There can be very slight variations in these numbers
since the numbering of the verses was not sent down with
the angel. Rather, human beings did the numbering.

Kini sudah diterima secara umum di dunia bahwa Juz


pertama berakhir pada ayat 141 atau 142 dari Surah al-
Baqarah, dan yang kedua berakhir di ayat 253 dari Surah
al-Baqarah, dst. Bisa saja ada sedikit perbedaan dari
jumlah ayatnya, sebab jumlah angka-angka ayat ini
CHAPTER THREE

bukanlah merupakan wahyu yang turun bersama malaikat.


Melainkan manusia lah yang memberikan jumlah ayatnya.

We present below a list of the 30 Ajza of the Qur’ān that


are now universally accepted, even though they violate the
division of the Qur’ān as ordained by Allah Most High.

Kami mencantumkan di sini daftar 30 Ajza (30 juz) Al


Qur’an yang sekarang telah diterima sedunia itu, walaupun
mereka menyalahi pembagian yang ditentukan oleh Allah
SWT.

Whoever created the existing division of the Qur’ān


into Ajza (parts) for daily recitation, decided the following:

Siapa pun yang menciptakan pembagian Al Qur’an yang


sekarang ini menjadi Ajza (juz-juz) ini untuk pembacaan
harian, menetapkan sebagai berikut:

 1st Juz (part) ended at verse 141 of Sūrah al-Baqarah. This was
his first chop.

 Juz (bagian) pertama berakhir di ayat 141 Surat Al Baqarah.


Ini adalah cincangan pertama.

 2nd Juz ended at Verse 252 of Sūrah al-Baqarah. [2nd chop


within the same Sūrah].

 Juz kedua berakhir di ayat 252 Surat Al Baqarah. [cincangan


kedua dalam satu Surah yang sama].
 3rd Juz ended at verse 92 of Sūrah Ale ‘Imran. [3rd chop].

 Juz ketiga berakhir di ayat 92 Surat Ali ‘Imran. [cincangan


ketiga]

 4th Juz ended at verse 23 of Sūrah al-Nisa’. [4th chop].

 Juz keempat berakhir di ayat 23 Surat An Nisaa [cincangan


keempat]

 5th Juz ended at Verse 147 of Sūrah al-Nisa’. [2nd chop of Sūrah
al-Nisa’ and 5th chop in all].

 Juz kelima berakhir di ayat 147 Surat An Nisaa. [cincangan


kedua dalam satu Surah An Nisaa, dan cincangan kelima dari
keseluruhan]

 6th Juz ended at verse 81 of Sūrah al-Māidah. [6th chop].

 Juz keenam berakhir di ayat 81 Surat Al Maaidah. [cincangan


keenam]

 7th Juz ended at verse 110 of Sūrah al-‘An’ām. [7th chop].


Juz ketujuh berakhir di ayat 110 Surat Al An’am. [cincangan
ketujuh]

 8th Juz ended at verse 87 of Sūrah al-‘Arāf. [8th chop].

Juz kedelapan berakhir di ayat 87 Surat Al ‘Araaf. [cincangan


ke delapan]

 9th Juz ended at verse 40 of Sūrah al-Anfāl. [9th chop].

Juz kesembilan berakhir di ayat 40 Surat Al Anfaal. [cincangan


kesembilan]

 10th Juz ended at verse 92 of Sūrah al-Taubah. [10th chop].

Juz kesepuluh berakhir di ayat 92 Surat At-Taubah. [cincangan


kesepuluh]
CHAPTER THREE

 11th Juz ended at verse 5 of Sūratu Hūd. [11th chop].

Juz kesebelas berakhir di ayat 5 Surat Huud. [cincangan


kesebelas]

 12th Juz ended at verse 52 of Sūratu Yūsuf. [12th chop].

Juz kedua belas berakhir di ayat 52 Surat Yusuuf. [cincangan


kedua belas]

 13th Juz ended, mercifully so, at the end of Sūratu Ibrāhīm. [No
chop]

Juz ketiga belas, untungnya, berakhir di akhir ayat Surat


Ibrahim. [tidak ada cincangan]

 14th Juz also ended, mercifully so, at the end of Sūrah al-Nahl.
[no chop].

 Juz keempat belas, untungnya, berakhir di akhir ayat Surat An


Nahl. [tidak ada cincangan]

15th Juz ended at verse 74 of Sūrah al-Kahf. [13th chop].

Juz kelima belas, berakhir di ayat 74 Surat Al Kahf. [cincangan


ketiga belas]

 16th Juz ended, mercifully so, at the end of Sūratu Tā Hā. [no
chop]. [Tidak ada pemotongan]

 Juz keenam belas, untungnya, berakhir di akhir ayat Surat Ta


Ha. [tidak ada cincangan]

 17th Juz ended, mercifully so, at the end of Sūrah al-Hajj. [no
chop].

 Juz ketujuh belas, untungnya, berakhir di akhir ayat Surat Hajj.


[tidak ada cincangan]

18th Juz ended at verse 20 of Sūrah al-Furqān. [14th chop].

Juz kedelapan belas, berakhir di ayat 20 Surat Al Furqan.


[cincangan keempat belas]
 19th Juz ended at verse 55 of Sūrah al-Naml. [15th chop].

Juz kesembilan belas, berakhir di ayat 55 Surat An Naml.


[cincangan kelima belas]

 20th Juz ended at verse 45 of Sūrah al-‘Ankabūt. [16th chop].

Juz kedua puluh, berakhir di ayat 45 Surat Al Ankabuut.


[cincangan keenam belas]

 21st Juz ended at verse 30 of Sūrah al-Ahzāb. [17h chop].

Juz keduapuluh satu, berakhir di ayat 30 Surat Al Ahzab.


[cincangan ketujuh belas]

 22nd Juz ended at verse 27 of Sūrah Yasīn. [18th chop].

Juz keduapuluh dua, berakhir di ayat 27 Surat Yasiin.


[cincangan kedelapan belas]

 23rd Juz ended at verse 31 of Sūratu Rūm. [19th chop].

Juz kedua puluh tiga, berakhir di ayat 31 Surat Ar Ruum.


[cincangan kesembilan belas]

 24th Juz ended at verse 46 of Sūrah al-Fussilāt [20th chop].

Juz kedua puluh empat, berakhir di ayat 46 Surat Al Fushillaat.


[cincangan keduapuluh]

 25th Juz ended, mercifully so, at the end of Sūrah al-Ahqāf. [no
chop].

Juz kedua puluh lima, untungnya, berakhir di akhir Surat Al


Ahqaf. [tidak ada cincangan]

 26th Juz ended at verse 30 of Sūrah al-Zariyāt. [21st chop].

Juz kedua puluh enam, berakhir di ayat 30 Surat Al Dzariyaat.


[cincangan kedua puluh satu]

 27th Juz ended, mercifully so, at the end of Sūrah al-Hadīd. [no
chop].
CHAPTER THREE

 Juz kedua puluh tujuh, untungnya, berakhir di akhir Surat Al


Hadiid. [tidak ada cincangan]

 28th Juz ended, mercifully so, at the end of Sūrah al-Tahrīm. [no
chop].

 Juz kedua puluh delapan, untungnya, berakhir di akhir Surat Al


Tahrim. [tidak ada cincangan]

 29th Juz ended, mercifully so, at the end of Sūrah al-Mursalāt.


[no chop].

Juz kedua puluh sembilan, untungnya, berakhir di akhir Surat


Al Mursalaat. [tidak ada cincangan]

There are no further chops in this sinful division of the


blessed Qur'ān. Our readers would be horrified to realize
that the Qur’ān was chopped 21 times in this arbitrary
division of Ajza.

Tidak boleh ada lagi cincang mencincang dengan cara


yang keji ini terhadap Al-Qur’anul karim. Para pembaca
mungkin merasa ngeri menyadari bahwa Al-Qur’an telah
dicincang-cincang sampai 21 kali dalam pembagian Ajza
yang semena-mena ini.

It would seem that the unknown person who so


divided the Qur’ān did so on the basis of considering the
miraculous Qur’ān to be similar to a length of cloth. He
wanted to divide the Qur’ān into 30 equal parts, and so he
simply cut the cloth into 30 equal parts. This write cannot
explain how this sinful division of the Qur’ān into bits and
pieces was accepted by so many for so long.
Tampaknya si pelaku yang tak diketahui ini telah
membagi Al Qur’an sedemikian rupa seraya menganggap
bahwa Al-Qur’an yang menakjubkan ini sama halnya
seperti satuan panjang secarik kain. Dia ingin membagi Al
Qur’an menjadi bagian-bagian yang panjangnya sama rata,
jadi dengan entengnya dia memotong kain ini menjadi 30
bagian yang sama rata. Penulis tidak bisa menjelaskan
bagaimana pembagian Al Qur’an secara keji ke dalam
kepingan dan irisan ini dapat diterima oleh sekian banyak
orang sejauh ini sekian lamanya.

The evidence presented above reveals a universal and


a colossal failure on the part of Muslims when tested by
Allah Most High with the longest Sūrah located at the very
beginning of the Qur’ān. As soon as they failed the test of
Sūrah al-Baqarah, they continued to fail with the rest of the
Ajza for recitation of the Qur’ān.

Bukti yang ditampilkan di atas tadi menyibak sebuah


kegagalan yang mendunia dan luar biasa besarnya di
kalangan umat Muslim ketika diuji oleh Allah SWT dengan
Surah terpanjang yang diletakkan di bagian paling awal Al
Qur’an. Di kala mereka gagal dalam ujian Surah al-Baqarah,
maka serta merta mereka akan terus gagal dalam Ajza
lainnya untuk pembacaan Al-Qur’an.

Our view is that it is to this sinful chopping/breaking-


up of the Qur’ān described above that Allah Most High has
responded in the following verses of the Qur’ān:
CHAPTER THREE

Pendapat kami adalah bahwa terhadap


pencacahan/pemotongan/pemecah-belahan secara keji
terhadap Al-Qur’an inilah yang digambarkan di atas tadi di
mana Allah SWT telah menanggapi sebagai berikut:

‫علَى‬َ ‫ين ۞ َك َما أَنزَ ْلنَا‬


ُ ‫ِير ْال ُم ِب‬
ُ ‫َوقُ ْل إِ ِنّي أَنَا النَّذ‬
۞ َ‫ضين‬ ِ ‫ال ُم ْقتَ ِس ِمينَ ۞ الَّذِينَ َج َعلُوا ْالقُ ْرآنَ ِع‬
‫ع َّما َكانُوا‬َ ۞ َ‫فَ َو َر ِبّ َك لَنَ ْسأَلَنَّ ُه ْم أ َ ْج َم ِعيْن‬
َ‫َي ْع َملُون‬
Al Qur’ān, al-Hijr, 15:89-93

Say to them O Muhammad: I am a warner who warns you,


and I do so in a manner which is clear and without
ambiguity—warning you of Divine anger which descends on
the Muqtasimīn, who divide the Qur’ān arbitrarily into bits
and pieces. Allah Most High then took an oath: By thy Rab, O
Muhammad, I will certainly hold them to account for what
they have done (hence they will all have to answer to Me one
day for having divided the Qur’ān into bits and pieces).

Katakan pada mereka wahai Muhammad: aku adalah


pemberi peringatan yang memperingatkan kamu, dan aku
melakukannya dengan cara yang jelas dan tanpa ambiguitas -
memperingatkan kamu dari kemarahan Ilahi yang menimpa
atas Muqtasimin yang membagi-bagi Al-Qur’an dengan
sewenang-wenang menjadi kepingan dan serpihan. Allah
Yang Maha Tinggi kemudian mengambil sumpah: Demi Rabb-
mu wahai Muhammad, Aku pasti akan meminta pertanggung
jawaban kepada mereka atas apa yang telah mereka lakukan
(oleh karenanya suatu hari kelak mereka semua harus
memberikan jawaban kepadaKu atas perbuatan mereka
membagi Al Qur’an menjadi kepingan dan serpihan).

May Allah forgive all those who now make Taubah, and
who avoid breaking-up the Qur’ān into bits and pieces;
rather, they respect the division of the Qur’ān into Suwar as
ordained by Allah Most High, and they never break a Sūrah
into parts while determining a Juz for daily recitation!
Amīn!

Semoga Allah mengampuni semua orang yang kini


melakukan pertaubatan, dan yang menjaga diri dari
memorak-porandakan Al Qur’an ke dalam kepingan dan
serpihan, dan orang-orang yang menghormati pembagian
Al Qur’an ke dalam Surah-surah sebagaimana yang telah
digariskan oleh Allah SWT, dan mereka tidak pernah
memenggal sebuah Surah untuk menjadikannya beberapa
bagian ketika menentukan Juz untuk pembacaan harian!
Amin!
12
BAB IV

Metode yang Digariskan Ilahi


dalam mengaji Al Qur’an
selama bulan Ramadhan

“Recite it over the period of a month”.

“Bacakanlah dalam periode satu bulan”


Sunan Ibn Majah

S ince Allah Most High has already divided the Qur’ān into
Suwar, it follows that we cannot sub-divide a Sūrah into
parts during daily recitation. Such a division would amount
to chopping the Qur’ān into bits and pieces, and this has
been denounced by the Qur’ān itself.

Karena Allah SWT telah membagi Al Qur’an menjadi


Suwar, ini berarti kita tidak bisa memenggal lagi satu Surah
menjadi beberapa bagian untuk pembacaan harian.
Pembagian seperti itu akan dianggap sebagai tindakan

1
mencincang Al Qur’an menjadi kepingan dan serpihan, dan
hal ini telah dikecam oleh Al Qur’an itu sendiri.

Here is a suggested division of the Qur’ān into 30 parts


for daily recitation in order to complete the recitation of the
whole Qur’ān—from cover to cover—during a period of one
lunar month. Our gentle readers should note that we have
respected the division of the Qur’ān which Allah Most High
has done in the form of Suwar, and no Sūrah has ever been
broken by us into parts in our daily recitation. We are of the
view that there can be no other way to recite the first
fifteen Ajza of the Qur’ān other than the way we have
explained it. We invite those who differ with us to provide
their own list of the first fifteen Ajza of the Qur’ān:

Berikut ini adalah pembagian yang disarankan yakni


dalam 30 juz untuk pembacaan harian dalam rangka
mengkhatamkan keseluruhan Al-Qur’an – dari depan
hingga belakang - dalam periode satu bulan lunar. Para
pembaca yang budiman hendaknya mencatat bahwa kami
menghormati pembagian Al-Qur’an yang telah ditentukan
oleh Allah SWT dalam bentuk Suwar, dan tidak ada satu
pun Surah yang terpotong oleh kami ke dalam bagian-
bagian tersebut untuk pembacaan harian. Kami
berpendapat bahwa tidak ada cara lain untuk membacakan
15 Ajza pertama dalam Al-Qur’an ini selain dari cara yang
telah kami coba jelaskan.
LIST OF BOOKS – THE INH BOOKSTORE

Ajza untuk 6 hari pertama awal bulan (lunar):

 1st Juz, i.e., Juz to be recited on the first day of the month: al-
Baqarah—286 verses;

Juz pertama yakni juz yang harus dibacakan di hari pertama


bulan lunar: Al Baqarah – 286 ayat;
 2nd Juz; Āle Imrān—200 verses; (2nd day of the month)
Juz kedua: Ali ‘Imraan – 200 ayat; (hari kedua bulan lunar)
 3rd Juz: al-Nisā’—177 verses; (3rd day)
Juz ketiga: An Nisaa – 177 ayat (hari ketiga bulan lunar)

 4th Juz: al-Māidah—120 verses; (4th day)


Juz keempat: Al Maaidah – 120 ayat (hari keempat bulan lunar)
 5th Juz: al-An’ām—166 verses; (5th day)
Juz kelima: Al An’am – 166 ayat (hari kelima bulan lunar)

 6th Juz: al-A’rāf—206 verses; (6th day)


Juz ketujuh: Al A’raf – 206 ayat (hari keenam bulan lunar)

These, above, are all long Sūrahs, and so we have no


option other than to recite only one Sūrah on each of the
first six days of the month.

Daftar tersebut di atas semuanya adalah Surah-surah


yang panjang, dan kita tidak memiliki pilihan lain selain
hanya membacakan satu Surah di setiap 6 hari pertama
dalam bulan lunar.

But on the 7th day we are confronted by three things


which invite us to think.

Tapi di hari ke-7 kita dihadapkan kepada 3 hal yang


mengajak kita untuk berpikir.

The first is that Sūrah al-Anfal is unusually short—with


only 75 verses—while all the previous Sūrahs were long.

Pertama adalah bahwa Surah al-Anfal adalah Surah


pendek yang tak lazim- hanya 75 ayat- sementara Surah
sebelumnya panjang-panjang.

The second is that the Sūrah which follows al-Anfal is a


long Sūrah—as long as the Sūrahs of the first 6 days.

Kedua adalah bahwa Surah yang berikutnya setelah al-


Anfal merupakan Surah yang panjang- sama panjangnya
dengan Surah di enam hari pertama.

Why, then, is al-Anfal so short?

Jika demikian maka, mengapa al-Anfal sangatlah


pendek?

Thirdly, and most compelling of all, Sūrah al-Taubah,


which is located by Divine decree immediately after al-
Anfal, is the only Sūrah of the Qur'ān which does not
commence with Bismillah al-Rahman al-Raheem.

Ketiga, dan yang paling menarik dari semuanya, Surah


al-Taubah, yang ditempatkan berdasarkan ketetapan Ilahi
langsung setelah al-Anfal, adalah satu-satunya Surah dalam
Al Qur’an yang tidak dimulai dengan Bismillah al-Rahman
LIST OF BOOKS – THE INH BOOKSTORE

al-Rahiim.

What can these three important signs in the Qur'ān


signify?

Apa maksud dari 3 tanda penting ini dalam Al Qur’an?

Our view is that Allah Most High has ordained al-


Anfal to be a short Sūrah, and has ordained Sūrah al-
Taubah to commence without Bismillah al-Rahman al-
Raheem for one specific reason. He wants us to combine
these two Sūrahs as our Juz for recitation on the 7th day of
the lunar month; and Allah Knows best!

Pendapat kami adalah bahwa Allah Yang Maha Tinggi


telah menetapkan al-Anfal sebagai Surah pendek, dan
menetapkan Surah al-Taubah untuk dimulai tanpa
Bismillah al-Rahman al-Rahiim untuk satu tujuan tertentu.
Dia menginginkan agar kita menggabungkan dua Surah ini
sebagai satu Juz untuk pembacaan harian kita di hari ke 7
bulan lunar; dan hanya Allah Yang Maha Mengetahui!

This departure on the 7th day from the system of


recitation of single Sūrahs for the first 6 days of the month,
indicates the Divine plan to now combine Sūrahs for daily
recitation.

Perpisahan di hari ke 7 ini dari sistem yang


pembacaannya 1 Surah perhari dalam 6 hari pertama,
menunjukkan rencana Ilahi untuk selanjutnya
menggabungkan Surah-surah ke dalam satu Juz untuk
pembacaan harian.

More importantly, it also alerts the believer to a very


important stage in the passage of time during a lunar
month, i.e., that the first week of the lunar month is now
being completed.

Yang lebih penting lagi, hal ini juga mengingatkan


kepada orang beriman akan tahapan yang sangat penting
dalam perjalanan waktu selama bulan lunar, yaitu, bahwa
minggu pertama di bulan lunar sekarang telah selesai.

When we have traversed the first 6 days of the week


and we have arrived at the 7th day, we must now that the
first six days were truly momentous days in the history of
time, and Allah Most High wants us to pause on the 7th day
in order that the event might be registered once again in
our consciousness.

Ketika kita telah melalui 6 hari pada minggu pertama,


dan kita telah tiba di hari ke-7, kita mesti mengenang
kembali bahwa 6 hari pertama itu adalah hari yang penuh
makna dalam sejarah waktu, dan Allah SWT menginginkan
kita berhenti sejenak di hari ke-7 agar peristiwa yang
penuh makna ini terpatri sekali lagi dalam kesadaran kita.

It was for this reason that He ordained that the Sabbath


Day, or the 7th day, be restricted for believers as a day of
rest and prayer in order that the heart and mind might
reflect on the history of time. The recitation of the Qur’ān in
LIST OF BOOKS – THE INH BOOKSTORE

order to Khatm the Qur’ān in one lunar month is, in fact, a


Divinely-ordained means through which we may journey
through pages of the history of time, and be eventually
embraced by the system of time with which the moon is
connected. Allah Most High has reminded us of this no less
than 6 times in the Qur’ān:

Karena alasan inilah Dia memerintahkan hari Sabbath,


atau hari ke-7, sebagai pembatasan bagi orang-orang
beriman sebagai hari beristirahat dan berdoa dengan
maksud agar hati dan pikiran dapat merenungkan sejarah
waktu. Mengaji Al Qur’an dalam rangka
mengkhatamkannya dalam 1 bulan lunar sebenarnya
adalah tata-cara yang digariskan Tuhan agar kita bisa
melakukan perjalanan melalui lembaran-lembaran sejarah
waktu, dan pada akhirnya kita dapat dirangkul oleh sistem
waktu tersebut yang bersamanya bulan terkoneksikan.
Allah SWT mengingatkan kita tentang hal ini tidak kurang
dari 6 kali dalam Al Qur’an:

َّ‫ض‬ََّ ‫تَّ َواأل َ ْر‬ َِّ ‫كَّالس َم َاوا‬ ََّ َ‫للاَُّالذِيَّ َخل‬ َّّ َّ‫ِإنََّّ َرب ُك َُّم‬
ًَّ‫ش ٌَُّ ْغ ِش‬ َّ ِ ‫علَى َّ ْال َع ْر‬ َ َّ ‫ِفً َّ ِست َِّة َّأٌَامَّ َّثُمَّ َّا ْست َ َوى‬
َّ‫س َّ َو ْالمَ َم ََّر‬ََّ ‫طلُبُ َّهُ َّ َحثٌِثًا َّ َوالش ْم‬ ْ ٌَ َّ ‫ار‬ََّ ‫ل َّالن َه‬ ََّ ٌْ ‫الل‬
َّ‫ك‬َُّ ‫لَ َّلَ َّهُ َّ ْالخ َْل‬ َّ َ ‫سخ َراتَّ َّ ِبأ َ ْم ِرَِّه َّأ‬ َ ‫وم َّ ُم‬ ََّ ‫َوالنُّ ُج‬
ََّ ‫بَّ ْالعَالَ ِم‬
َّ‫ٌن‬ َُّّ ‫للاَُّ َر‬
َّّ َّ‫ن‬ ََّ ‫ار‬ َ َ‫َواأل َ ْم َُّرَّتَب‬
Al Qur'ān, al-‘Arāf, 45:7
VERILY, your Lord-God is Allah, who has created the heavens
and the earth in six days, and is established (on the 7th day)
on the throne of His almightiness. He covers the day with the
night in swift pursuit, with the sun and the moon and the
stars subservient to His command: oh, verily, His is all
creation and all command. Hallowed is Allah, the Lord-God of
all the worlds!

SESUNGGUHNYA, Tuhan mu adalah Allah, yang telah


menciptakan langit dan bumi dalam 6 hari, dan yang
dibangun (pada hari ke-7) di atas singgasana
keMahakuasaan-Nya. Dia menutupi siang dengan malam
yang mengikutinya dengan cepat, dengan matahari dan bulan
dan bintang tunduk patuh pada perintah-Nya : oh,
sesungguhnya, milikNya lah semua ciptaan dan perintah.
Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam!

َّ‫ض‬ََّ ‫تَّ َواأل َ ْر‬ َِّ ‫كَّالس َم َاوا‬ ََّ َ‫للاَُّالذِيَّ َخل‬ َّّ َّ‫ِإنََّّ َرب ُك َُّم‬
َّ ِ ‫علَى َّ ْالعَ ْر‬
َّ‫ش ٌَُّ َد ِبّ َُّر‬ َ َّ ‫فًِ َّ ِست َِّة َّأٌَامَّ َّثُمَّ َّا ْستَ َوى‬
َّّ َّ‫ش ِفٌعََّّإِلََّّ ِمنَّبَ ْع َِّدَّ ِإ ْذنِ َِّهَّ َذ ِل ُك َُّم‬
َُّ‫للا‬ َ َّ‫األ َ ْم ََّرَّ َماَّ ِمن‬
َّ َ‫َربُّ ُك َّْمَّفَا ْعبُدُوَّهَُّأَف‬
ََّ ‫لََّت َ َذك ُر‬
‫ون‬
VERILY, your Lord-God is Allah, Who has created the heavens
and the earth in six days, and is established on the throne of
His almightiness, governing all that exists. There is none that
could intercede with Him unless He grants leave
therefor. Thus is Allah, your Lord-God: worship, therefore,
Him [alone]: will you not, then, keep this in mind?
LIST OF BOOKS – THE INH BOOKSTORE

SESUNGGUHNYA, Tuhan mu adalah Allah, yang menciptakan


langit dan bumi dalam 6 hari, dan menempatkan Diri-Nya di
singgasana keMahakuasaan-Nya, mengatur semua yang ada.
Tidak ada satupun yang menjadi perantara dengan Dia
kecuali Dia memberikan izin. Itulah Allah, Tuhanmu: maka
sembah lah Dia (semata): tidakkah engkau akan mengingat-
ingatnya?

Al Qur'ān, Yūnus, 10:3

ََّ ‫ت َّ َو ْاأل َ ْر‬


َّ‫ض َّ َو َما َّ َب ٌْنَ ُه َما‬ َِّ ‫ك َّالس َم َاوا‬ ََّ َ‫الذِي َّ َخل‬
َّ ِ ‫علَى َّ ْال َع ْر‬
َّ‫ش‬ َ َّ ‫فًِ َّ ِست َِّة َّأٌَامَّ َّثُمَّ َّا ْستَ َوى‬
َّْ َ ‫نَّفَا ْسأ‬
ً ِ‫لَّبِ َِّهَّ َخب‬
‫ٌرا‬ َُّ ‫الر ْح َم‬
Al Qur'ān, al-Furqān, 25:59

He who has created the heavens and the earth and all that is
between them in six days, and is established on the throne of
His almightiness: the Most Gracious! Ask, then, about Him,
[the] One who is [truly] aware.

Dia yang telah menciptakan langit dan bumi dan di antara


keduanya dalam 6 hari, dan menempatkan Diri-Nya di
singgasana keMahakuasaan-Nya: yang Maha Pengasih (ar-
Rahman)! Tanyalah mengenai Dia, Satu-satunya yang (benar-
benar) mengetahui.

ََّ ‫ت َّ َو ْاأل َ ْر‬


َّ‫ض َّ َو َما‬ َِّ ‫ك َّالس َم َاوا‬ ََّ َ‫للاُ َّالذِي َّ َخل‬ َّ
َّ ِ ‫علَى َّ ْالعَ ْر‬
َّ‫ش‬ َ َّ ‫َب ٌْنَ ُه َما َّفًِ َّ ِست َِّة َّأٌََّامَّ َّثُمَّ َّا ْستَ َوى‬
َّ َ َ‫ش ِفٌعَّ َّأَف‬
َّ‫ل‬ َّّ ‫َما َّلَ ُكم َّ ِ ّمن َّدُونِ َِّه َّ ِمن َّ َو ِل‬
ََّ ‫ً َّ َو‬
َ َّ ‫ل‬
ََّ ‫تَتَ َذك ُر‬
‫ون‬
Al Qur'ān, al-Sajdah, 32:4

IT IS Allah Who has created the heavens and the earth and all
that is between them in six days, and is established on the
throne of His almightiness. You have none to protect you
from Allah, and none to intercede for you [on Judgment Day]:
will you not, then, bethink yourselves?

ADALAH Allah yang menciptakan langit dan bumi dan segala


sesuatu di antara keduanya dalam 6 hari, dan menempatkan
Diri-Nya di singgasana keMahakuasaan-Nya. Tidaklah engkau
mempunyai seorang pun yang dapat melindungimu dari
Allah, dan tidak ada seorang pun yang bisa menjadi perantara
bagimu (pada Hari Penghakiman): maka, tidakkah dirimu
akan memikirkan?

ََّ ‫ت َّ َو ْاأل َ ْر‬


َّ‫ض َّ َو َما َّبَ ٌْنَ ُه َما‬ َِّ ‫َولَمَ َّْد َّ َخلَ ْمنَا َّالس َم َاوا‬
َّ‫ِفًَّ ِست َِّةَّأٌَامََّّ َو َماَّ َمسنَاَّ ِمنَّلُّغُوب‬
Al Qur'ān, Qāf, 50:38

We have indeed created the heavens and the earth and all
that is between them in six days, and [that] no weariness
could ever touch Us.

Singguh telah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala


sesuatu yang ada di antara keduanya dalam 6 hari, dan
LIST OF BOOKS – THE INH BOOKSTORE

[bahwa] tidak ada keletihan yang bahkan bisa menyentuh


Kami.

َّ‫ضَّفًَِّ ِست َِّة‬ ََّ ‫تَّ َو ْاأل َ ْر‬ َِّ ‫كَّالس َم َاوا‬ ََّ َ‫ُه ََّوَّالذِيَّ َخل‬
ًَِّ‫جَّف‬ َُّ ‫شٌََّ ْعلَ َُّمَّ َماٌََّ ِل‬ َّ ِ ‫علَىَّ ْالعَ ْر‬ َ َّ‫أٌَامََّّثُمََّّا ْستَ َوى‬
َّ‫ن‬ََّ ‫ل َّ ِم‬ ِ ٌََّ ‫ج َّ ِم ْن َها َّ َو َما‬
َُّ ‫نز‬ َُّ ‫ض َّ َو َما ٌََّ ْخ ُر‬ َّ ِ ‫ْاأل َ ْر‬
َّ‫ْن َّ َما‬ََّ ٌَ‫ج َّ ِفٌ َها َّ َو ُه ََّو َّ َم َع ُك َّْم َّأ‬ َُّ ‫الس َماء َّ َو َما َّ ٌَ ْع ُر‬
ََّّ‫صٌر‬ ِ ‫ونَّ َب‬ََّ ُ‫للاَُّ ِب َماَّتَ ْع َمل‬
َّ ‫ُكنت َُّْمَّ َو‬
Al Qur'ān, al-Hadīd, 57:4

He it is who has created the heavens and the earth in six days,
and is established on the throne of His almightiness. He
knows all that enters the earth, and all that comes out of it, as
well as all that descends from the skies, and all that ascends
to them. And He is with you wherever you may be; and Allah
sees all that you do.

Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam 6 hari, dan


menempatkan diri-Nya di singgasana keMahakuasaan-Nya.
Dia mengetahui semua yang masuk ke dalam bumi, dan
semua yang keluar darinya, sebagaimana juga semua yang
turun dari langit, dan semua yang naik ke langit. Dan Dia
bersamamu di mana pun kalian berada; dan Allah melihat
semua yang kalian kerjakan.

When the 6th day has come to an end, we also remind


ourselves that the first 6 days in creation, which constitute
the first chapter in the history of time, were divided into
two periods—the first lasted 4 days and then there was a
second period which lasted for 2 more days to make a total
of 6 days:

Ketika hari ke 6 tiba di penghujungnya, kita pun


mengingatkan diri kita sendiri bahwa enam hari pertama
penciptaan, yang merupakan bab pertama dari sejarah
waktu, terbagi menjadi dua periode – yang pertama selama
4 hari, dan ada periode kedua selama dua hari lagi sehingga
totalnya menjadi enam hari:

َّ‫ار َن َّفٌِ َها‬ َ ‫َّمنَّفَ ْولِ َه‬


َ ‫اَّو َب‬ ِ ً َ ‫اَّر َوا ِس‬ َ ‫ج َع َل َّفٌِ َه‬ ََّ ‫َو‬
َّ‫س َواء‬ َ َّ ‫َولَد َر َّفٌِ َها َّأَ ْل َواتَ َها َّفًِ َّأَ ْربَ َع ِة َّأٌَام‬
ََّ ‫ِلّلسائِ ِل‬
‫ٌن‬
Al Qur'ān, Fussilāt, 41:10

For He [it is who, after creating the earth,] placed firm


mountains on it, [towering] above its surface, and bestowed
[so many] blessings on it, and equitably apportioned its
means of subsistence to all who would seek it in four
(cosmic) days.

Karena Dia [adalah yang, setelah menciptakan bumi]


menempatkan gunung di atasnya, (menjulang tinggi) di atas
permukaannya, dan menganugerahkan (begitu banyak)
berkah kepadanya, dan membagi dengan adil sumber
penghidupan kepada semua yang berusaha mencarinya
dalam empat hari (kosmik).
LIST OF BOOKS – THE INH BOOKSTORE

َّ‫ً َّ ُدخَان َّفَمَا َل‬ َ ‫ثُم َّا ْست َ َوىَّ ِإلَىَّالس َم‬
َ ‫اءَّو ِه‬
َّ‫ط ْو ًعاَّأ َ ْو َّ َك ْر ًهاَّلَالَتَا‬
َ َّ‫ض َّاَِّئْتٌَِا‬ِ ‫اَّو ِل ْْل َ ْر‬
َ ‫لَ َه‬
َ َّ‫أَت َ ٌْنَا‬
ََّ ‫طا ِئ ِع‬
‫ٌن‬
Al Qur'ān, Fussilāt, 41:11

And He [it is who] applied His design to the skies, which


were [yet but] smoke; and He [it is who] said to them and to
the earth, “Come [into being], both of you, willingly or
unwillingly!”—to which both responded, “We do come in
obedience.”

Dan Dia (yang) menerapkan rancangan-Nya kepada langit,


dimana (sebelumnya masih) berupa asap; dan Dia (lah yang)
berfirman kepadanya dan kepada bumi, “Datanglah (jadilah
makhluk), engkau berdua, dengan sukarela atau terpaksa!”-
dimana keduanya menjawab, “Kami sungguh datang dalam
kepatuhan.”

َّ‫َّوأ َ ْو َحى‬ َ ‫س َم َاوات َّفًِ َّ ٌَ ْو َمٌ ِْن‬ َ َّ ‫ضا ُهن‬


َ َّ ‫س ْب َع‬ َ َ‫فَم‬
َّ‫َّوزَ ٌنا َّالس َماء َّال ُّد ْنٌَا‬ َ ‫س َماء َّأَ ْم َرهَا‬ َ َّ ‫فًِ َّ ُك ِّل‬
ْ ‫ٌز‬
َِّ ‫َّالعَ ِل‬
‫ٌم‬ ْ ‫ٌِر‬
ِ ‫َّالعَ ِز‬ ُ ‫ظاَّ َذ ِل َنَّتَ ْمد‬ً ‫َّو ِح ْف‬
َ ‫صابٌِ َح‬ َ ‫بِ َم‬
Al Qur'ān, Fussilāt, 41:12

And He [it is who] decreed that they become seven


heavens in two (cosmic) days, and imparted unto each
heaven its function. And We adorned the skies nearest to the
earth with lights, and made them secure: such is the
ordaining of the Almighty, the All-Knowing.

Dan Dia (yang) menetapkan mereka menjadi 7 langit dalam 2


hari (kosmik), dan menyertakan kepada masing-masing
langit fungsinya. Dan Kami menghiasi langit-langit yang
terdekat dengan bumi dengan lampu-lampu, dan menjadikan
mereka aman: hal seperti itu adalah perintah Yang Maha
Kuasa, Yang Maha Mengetahui.

Of course, our 7th day of recitation of the Qur'ān would


hardly ever fall on Youm al-Sabt, or the Sabbath Day, but we
are nevertheless reminded of the importance of the 7th day
of the week.

Tentu saja, pembacaan kita di hari ke-7 akan sulit jatuh


pada hari sabtu, atau hari Sabbath, tapi bagaimanapun juga
kita tetap diingatkan tentang pentingnya hari ke-7 dalam
seminggu.

 7th Juz: al-Anfāl, 75 & al-Taubah, 129 - i.e., a total of 204


verses;

Juz ketujuh: Al Anfaal, 75 dan At Taubah, 129 – jumlah


keseluruhannya 204 ayat.

 8th Juz: Yūnus, 109; & Hūd, 123 - i.e., a total of 232
verses;

Juz kedelapan: Yunus, 109 dan Hud, 123 – jumlah


keseluruhannya 232 ayat.
LIST OF BOOKS – THE INH BOOKSTORE

 9th Juz: Yūsuf, 111; & al-Ra’d, 43 - i.e., a total of 154 verses;

Juz kesembilan: Yusuf, 111 dan Ar Ra’ad, 43 – jumlah


keseluruhannya 154 ayat.

 10th Juz: Ibrahīm, 52; & al-Ḥijr, 99 - i.e., a total of 151 verses;

Juz kesepuluh: Ibrahim, 52 dan Al Hijr, 99 – jumlah


keseluruhannya 151 ayat.

 11th Juz: al-Naḥl - 128 verses.

Juz kesebelas: An Nahl – 128 ayat.

This writer prefers to restrict the recitation of the Juz


for the 11th day to Sūrah al-Nahl, not just because it is a
long Sūrah, but also because it allows us to combine the
recitation of Sūrah al-Isra with Sūrah al-Kahf on the
12th day of the month. We have provided adequate
evidence elsewhere that these two Sūrahs of the Qur'ān are
Divinely-linked with each other.

Penulis lebih memilih membatasi bacaan Juz hari ke-11


pada Surah al-Nahl, bukan saja karena Surahnya panjang,
tapi juga karena memungkinkan kita untuk
menggabungkan pembacaan Surah al-Isra dengan Surah al-
Kahf di hari ke-12 bulan lunar. Kita telah memberikan bukti
yang cukup di lain tempat bahwa dua Surah Al Qur’an ini
dihubungkan satu sama lainnya oleh sang Ilahi.

The 11th day also marks the completion of the first 1/3
of the Qur'ān, and this a matter of great importance,
especially in Ramadān, when the month is divided into 3
parts with significant implication for each part.

Hari ke-11 juga menandakan telah selesainya 1/3


bagian pertama dari Al Qur’an, dan ini adalah suatu hal
yang sangat penting, terlebih lagi di bulan Ramadhan,
ketika bulan dibagi menjadi 3 bagian yang mempunyai
dampak signifikan pada tiap bagiannya.

 12th Juz: al-Isrā, 111; & al-Kahf, 110 - i.e., a total of 221 verses;

Juz kedua belas: Al Israa, 111 dan Al Kahf, 110 – jumlah


keseluruhannya 221 ayat.

 13th Juz: Maryam, 98; & Ṭā Ḥā, 135 - i.e., a total of 233
verses;

Juz ketiga belas: Maryam, 98 dan Taa Haa, 135 – jumlah


keseluruhannya 233 ayat.

 14th Juz: al-Anbiyā’, 112; & al-Ḥajj, 78 - i.e., a total of 190


verses;

Juz keempat belas: Al Anbiyaa, 112 dan Al Hajj, 78 – jumlah


keseluruhannya 190 ayat.

 15th Juz: al-Mu’minūn, 118; & al-Nūr, 64 - i.e., a total of 182


verses.

 Juz kelima belas: Al Mu’minun, 118 dan An Nuur, 64 – jumlah


keseluruhannya 182 ayat.

When the 14th day of the month has ended and the
LIST OF BOOKS – THE INH BOOKSTORE

15th night commences, the time of the full moon has


arrived. Since this is the time of most Nūr or light, Allah
most High gives us Sūrah al-Nūr to be recited on the
15th day. Whenever he recites this Sūrah while reciting the
whole Qur'ān once a lunar month, the believer is thus
alerted to the arrival of that stage in the passage of time
during the lunar month, when half the month has ended,
and half now remains.

Ketika hari ke-14 telah berakhir dan hari ke-15 telah


dimulai, waktu bulan purnama (full moon) telah datang.
Karena saat ini adalah waktu dengan Nur atau cahaya yang
paling terang, Allah Yang Maha Tinggi memberi kita Surah
al-Nur untuk dibacakan di hari ke-15. Ketika seseorang
mengaji Surat ini seraya mengkhatamkan pembacaan Al
Qur’an sekali dalam 1 bulan lunar, orang beriman ini dibuat
waspada akan datangnya tahapan itu yang merupakan
bagian dari perjalanan waktu selama bulan lunar, yakni
tatkala setengah bulan pertama telah berakhir, lalu tinggal
sisa setengahnya lagi.

 16th Juz: al-Furqān, 77; & al-Shu’ara, 227 - i.e., a total of 304
verses;

Juz keenam belas: Al Furqan, 77 dan Asy Syu’ara, 227 – jumlah


keseluruhannya 304 ayat.

 17th Juz: al-Naml, 93; al-Qaṣaṣ, 88; & al-Ankabūt, 69 - i.e., a total
of 250 verses;
 Juz ketujuh belas: An Naml, 93, Al Qasas, 88 dan Al Ankabuur,
69 – jumlah keseluruhannya 250 ayat.

 18th Juz: al-Rūm, 60; Luqmān, 34; al-Sajdah, 30; & al-Ahzāb, 73
- i.e., a total of 197 verses;

Juz kedelpan belas: Ar Rum, 60, Luqman, 34, As Sajdah, 30 dan


Al Ahzab, 73 – jumlah keseluruhannya 197 ayat.

 19th Juz: Saba’, 54; al-Fāṭir, 45; Yā Sīn, 83; & al-Sāfāt, 182 - i.e., a
total of 364 verses;

 Juz kesembilan belas: Saba’, 54, Al Fathiir, 45, Ya Siin, 83, dan
As Shoffat, 182 – jumlah keseluruhannya 364 ayat.

 20th Juz: Sād, 88; al-Zumar, 75; & Ghāfir, 85 - i.e., a total of 248
verses;

Juz kedua puluh: Shaad, 88, Az Zumar, 75 dan Ghaafir, 85 –


jumlah keseluruhannya 248 ayat.

 21st Juz: Fussilāt, 54; al-Shurā, 53; & al-Zukhruf, 89; al-Dukhān,
59 - i.e., a total of 255 verses.

 Juz kedua puluh satu: Fussilaat, 54, Asy Syura, 53, dan Az
Zukhruf, 89 – jumlah keseluruhannya 255 ayat.

When the 21st day of the month commences, this would


be a matter of very great importance indeed in blessed
Ramadān since it would mark the commencement of the
last 1/3 of the Qur'ān, and it would be in the odd nights of
this last part of the month that Lailatul Qadr would occur. It
would be on that blessed night that the angels and the Rūh
LIST OF BOOKS – THE INH BOOKSTORE

(i.e., the Rūh al-Quddus or Holy Spirit, who is Gabriel) would


descend from above in order to perform every errand
assigned to them by Allah Most High. When we recite Sūrah
Fussilāt on the 21st day of Ramadān we are given more
information of what the angels can do for us on that special
night:

Ketika hari ke-21 telah datang, sungguh ini merupakan


hal yang teramat sangat penting khususnya di bulan
Ramadhan penuh berkah, karena ini menandai dimulainya
sepertiga bagian terakhir dari Al Qur’an, dan pada malam-
malam tanggal ganjil bagian terakhir bulan ini lah Lailatul
Qadr akan datang. Di malam penuh berkah ini para
malaikat dan Ruh (yakni Ruh al-Quddus atau Roh Kudus,
yaitu Jibril) akan turun dari atas dengan tujuan
melaksanakan segala titah yang ditugaskan kepada mereka
oleh Allah SWT. Ketika kita mengaji Surah Fussilat di hari
ke-21 bulan Ramadan kita diberi informasi tambahan
tentang apa yang bisa malaikat lakukan pada kita di malam
yang istimewa tersebut:

َُّ‫َّربُّنَا َّللاُ َّثُم َّا ْستَمَا ُموا َّتَتَنَزل‬َ ‫ِإن َّالذٌِنَ َّلَالُوا‬
َ ‫َّال َم َل ِئ َكةُ َّأَل َّتَخَافُوا‬
َّ‫َّو َل َّتَ ْحزَ نُوا‬ ْ ‫علَ ٌْ ِه ُم‬َ
َّ‫ُون َّ۞َّن َْح ُن‬
ََّ ‫عد‬َ ‫َوأَ ْب ِش ُرواَّ ِب ْال َجن ِة َّالتًَِّ ُكنت ُ ْم َّتُو‬
َّ‫َّولَ ُك ْم‬ ْ ِ‫اَّوف‬
َ ِ‫ًَّاْل ِخ َرة‬ ْ ِ‫أَ ْو ِلٌَا ُؤ ُك ْم َّف‬
َ ٌَ‫ًَّال َحٌَاةِ َّال َُّّد ْن‬
َّ‫ون‬ ُ ‫َّولَ ُك ْم َّفٌِ َهاَّ َماَّتَد‬
ََّ ‫ع‬ َ ‫س ُك ْم‬ُ ُ‫فٌِ َهاَّ َماَّتَ ْشتَ ِهًَّأَنف‬
َّ ََّّ‫غفُورَّر ِحٌم‬ َ َّ‫۞َّنُ ُز ًلَّ ِ ّم ْن‬
Al Qur'ān, Fussilāt, 74 :30-23

But, behold, as for those who declare, “Our Lord-God is


Allah,” and then steadfastly pursue the right way—upon
them do angels descend, (and this occurs on Lailatul Qadr)
[saying5] “Fear not and grieve not, but receive the glad tiding
of that paradise which has been promised to you! We are
close unto you in the life of this world and [will be so] in the
life to come; and in that [life to come] you shall have all that
your souls may desire, and in it you shall have all that you
ever prayed for, as a ready welcome from Him who is much-
forgiving, a Dispenser of Grace!”

Tapi, perhatikanlah, dan bagi mereka yang menyatakan,


“Tuhan kami adalah Allah,” lalu mereka tetap teguh mencari
jalan yang benar- kepada mereka lah para malaikat turun
(dan ini terjadi pada malam Lailatur Qadr) [mengatakan:]
“Jangan lah takut dan jangan bersedih, tapi terima lah berita
gembira akan surga yang telah dijanjikan kepadamu! Kami
berada di dekatmu dalam kehidupan dunia ini dan (begitu
pulan) di kehidupan selanjutnya; dan di sana (di kehidupan
selanjutnya) kau akan memiliki segala hal yang dirimu
damba-dambakan, dan di dalamnya kau akan mendapati
segala apa yang kau panjatkan dalam do’a-do’amu selama ini,
sebagai sambutan kedatangan dari-Nya Yang Maha
Pengampun, Maha Pemberi Rahmat!”
LIST OF BOOKS – THE INH BOOKSTORE

When we also recite Sūrah al-Dukhān on the 21st day of


the month of Ramadān we are reminded that Allah Most
High sent down the Qur'ān on a blessed night of Qadr in
Ramadān, and the blessed Prophet indicated that we should
look for that night in the odd nights of the last 1/3 of the
month of Ramadān:

Ketika kita juga membaca Surah al-Dukhan di hari ke-


21 bulan Ramadhan kita diingatkan bahwa Allah SWT
menurunkan Al Qur’an di malam Qadr yang penuh berkah
di bulan Ramadan, dan Rasulullah SAW memberi petunjuk
agar kita hendaknya mencari malam itu pada malam-
malam tanggal ganjil di sepertiga akhir bulan Ramadhan:

َّ۞َّ‫ٌن‬ ََّ ‫ار َكةَّ ِإناَّ ُكناَّ ُمنذ ِِر‬ َ ‫ِإناَّأَنزَ ْلنَاهَُّفًَِّلَ ٌْلَةَّ ُّم َب‬
َّ‫فٌِ َهاٌَُّ ْف َر ُق َّ ُك ُّل َّأَ ْمر َّ َح ِكٌمَّ ۞ َّأَ ْم ًراَّ ِ ّم ْن َّ ِعن ِدنَا‬
ََّ ‫إِناَّ ُكناَّ ُم ْر ِس ِل‬
‫ٌن‬
Al Qur'ān, al-Dukhān, 7752-5

Behold, from on high have We bestowed it on a blessed


night: for, verily, We have always been warning [man]. On
that [night] was made clear, in wisdom, the distinction
between all things [good and evil] at a behest from Ourselves:
for, verily, We have always been sending [Our messages of
guidance].
Lihat, dari tempat yang tinggi telah Kami anugerahkan ini di
malam yang penuh berkah: karena, sesungguhnya, Kami
selalu memperingatkan [manusia]. Pada (malam) itu telah
diperjelas, dalam kebijaksanaan, perbedaan di antara segala
sesuatu (baik dan buruk) atas perintah dari Kami sendiri:
karena, sesungguhnya, Kami senantiasa mengirimkan
(pesan-pesan petunjuk dari Kami).

 22nd Juz: al-Jāthiyah, 37; al-Ahqāf, 35; Muhammad, 38; & al-
Fath, 29; al-Hujurāt, 18 - i.e., a total of 157 verses;

Juz kedua puluh dua: Al Jathiyah, 37, Al Ahqaf, 35, Muhammad,


38, Al Fath, 29, dan Al Hujurat, 18 – jumlah keseluruhannya
157 ayat

 23rd Juz: Qāf, 45; al-Dhāriyāt 60; al-Ṭūr, 49; al-Najm, 62; & al-
Qamar, 55, - i.e., a total of 271 verses.

 Juz kedua puluh tiga : Al Jathiyah, 37, Al Ahqaf, 35, Muhammad,


38, Al Fath, 29, dan Al Hujurat, 18 – jumlah keseluruhannya
157 ayat

When the 22nd day of the month has ended, and the
23rd day has commenced, the implication would be that
only one week can now remain for the month to be
completed. The believer must be observant to momentous
change that takes place in the sky during this last week of
the lunar month as the month comes to an end, i.e., that the
moon eventually disappears from the sky during the last
days of this week, and the stars then take over the night-
LIST OF BOOKS – THE INH BOOKSTORE

sky. Star-light then replaces moon-light in the night sky.

Ketika hari ke-22 berakhir, dan hari ke-23 telah


dimulai, ini berarti bahwa hanya tinggal 1 minggu lagi
sebelum 1 bulan penuh telah selesai. Orang beriman
haruslah cermat terhadap perubahan berharga ini yang
terjadi di langit selama minggu terakhir bulan lunar karena
bulan akan segera tiba di penghujungnya, yaitu, sang bulan
akan menghilang dari langit sampai hari-hari terakhir
dalam minggu ini, dan lalu bintang-bintang akan
mengambil alih menghiasi langit malam. Cahaya bintang
akan menggantikan cahaya bulan di langit malam.

Allah Most High gives us Sūrah al-Najm, i.e., the Sūrah of


the star, followed by Sūrah al-Qamar, i.e., the Sūrah of the
moon, on the 23rd day of the month, so that, as we recite
these two Sūrahs on that day of the month, they would not
only alert us that starlight would now replace moonlight in
the sky, but also that the last week of the month has now
commenced.

Allah SWT memberikan kita Surah al-Najm, yaitu,


Surah Bintang, diikuti dengan Surah al-Qamar, yaitu, Surah
Bulan, dihari ke-23 di setiap bulan, sehingga, pada saat
kedua Surah ini dibacakan di hari ini pada bulan lunar,
mereka tidak saja mengingatkan kita bahwa cahaya bintang
sekarang menggantikan cahaya bulan di langit malam,
tetapi juga mengingatkan bahwa minggu terakhir di bulan
itu telah dimulai.

We may also recognize the Divine Wisdom in bringing


darkness to the sky in preparation for receiving the slender
light of the new moon.

Kita juga dapat mengesani Kebijaksanaan Ilahi dalam


membawa kegelapan ke langit dalam rangka persiapan
untuk mendapati garis tipis cahaya bulan baru.

 24th Juz: al-Raḥmān - 78; al-Wāqi‘ah - 96; al-Hadīd - 29; & al-
Mujādilah - 22;

Juz kedua puluh empat: Ar Rahmaan, 78, Al Waqiah, 96, Al


Hadid, 29, Al Mujadilah

 25th Juz: al-Ḥashr - ; Mumtaḥinah- 13; al-Ṣaff - 14; al-Jumu’ah -


11; al-Munāfiqūn - 11; al-Taghābun - 18; al-Ṭalāq 12; & al-
Taḥrīm - 12; al-Mulk - 30; al-Qalam – 52

 Juz kedua puluh lima: Al Hasyr, , Al Mumtahinah - 13, Ash Shaff


- 14, Al Jumuah - 11, Al Munafiqun - 11, At Taghabun - 18, At
Talaq - 12, At Tahrim, 12; Al Mulk – 30; dan Al Qalam - 52

 26th Juz: ; al-Ḥāqqah - 52; & al-M‘ārij - 44; Nūh - 28; al-Jinn - 28;
al-Muzzammil - 20; al-Muddaththir - 56;

 Juz kedua puluh enam: Al Haqqah - 52, Al Ma’arij- 44, Nuh - 28,
Al Jinn – 28, Al Muzzammil - 20; dan Muddatsir- 56
LIST OF BOOKS – THE INH BOOKSTORE

 27th Juz: al-Qiyāmah - 40; al-Insān - 31; & al-Mursalāt - 50; al-
Naba’ - 40; al-Nāzi‘āt - 46;

 Juz kedua puluh tujuh: Al Qiyamah - 40, Al Insaan - 31, Al


Mursalat - 50, An Naba - 40, dan An Naziiat - 46

 28th Juz: ‘Abasa- 42; al-Takwīr - 29; al-Infiṭār - 19; al-Muṭaffifīn


- 36; al-Inshiqāq - 25; al-Burūj - 22; al-Tāriq - 17; al-A‘lā - 19; &
al-Ghāshiyah - 26;

 Juz kedua puluh delapan: ‘Abasa - 42, At Takwir - 29, Al Infitar-


19, Al Mutaffifin - 36, Al Insyiqaq - 25, Al Buruj - 22, At Thoriq -
17, Al ‘Ala -19; dan Al Ghasyiyah - 26

 29th Juz: al-Fajr - 30; al-Balad - 20; al-Shams - 15; al-Layl - 21;
al-Ḍuḥā - 11; al-Sharh - 8; al-Tīn - 8; & al-‘Alaq - 19; al-Qadr - 5.

 Juz kedua puluh sembilan: Al Fajr - 30, Al Balad - 20, Asy Syams
- 15, Al La’il - 21, Ad Dhuha - 11, Asy Syarh - 8, At Tiin - 8, Al
‘Alaq, 19; dan Al Qadar - 5

In view of the fact that Sūrah al-Qadr is the Sūrah which


informs us that Lailatul Qadr is by far the greatest night of
all nights of the year, because it was on this night that the
Qur’ān was revealed, and this Sūrah makes mention of both
al-Fajr and of al-Lail, we have arranged our Juz of recitation
to combine the recitation of Sūrah al-Qadr on the 29th day
of the month with both Sūrah al-Fajr as well as Sūrah al-
Lail. As a consequence of this momentous coming together
of all three of these Suwar in the Juz that is recited on the
29th day of the month, we have reason to believe that
Lailatul Qadr is located on the 29th night of blessed
Ramadān. Our advice therefore, is that the greatest
attention of all should be paid to staying awake all night in
worship on the 29th night of the blessed month of Ramadān.
We should make Duah on this night in particular, for all that
we have been asking for all through the year.

Melihat kenyataan yang ada bahwa Surah al-Qadr


adalah Surah yang menginformasikan kita bahwa Lailatul
Qadr sejauh ini merupakan malam teragung dari seluruh
malam yang lain dalam setahun, dikarenakan pada malam
inilah Al Qur’an diturunkan, dan Surah ini juga menyebut
al-Fajr dan al-Lail, kami telah menyusun bacaan Juz untuk
menggabungkan Surah al-Qadr dihari ke-29 bulan lunar
dengan Surah al-Fajr dan Surah al-Lail. Konsekuensi dari
penggabungan ketiga Suwar dalam Juz ini yang dibaca di
hari ke-29 bulan lunar, kami berkeyakinan bahwa Lailatul
Qadr berada di hari ke-29 bulan Ramadhan yang penuh
berkah. Maka dari itu, kami menganjurkan agar sebaik-baik
perhatian dan upaya hendaknya ditujukan untuk tetap
terjaga sepanjang malam ini dalam melakukan ibadah di
malam ke-29 bulan Ramadhan yang penuh berkah. Kita
hendaknya memanjatkan do’a yang khusus di malam ini,
untuk segala sesuatu yang telah kita mohonkan selama ini
LIST OF BOOKS – THE INH BOOKSTORE

sepanjang tahun.

We must warn our readers that our Islamic


eschatological understanding of this subject is that Dajjāl is
responsible for the almost universal neglect of the 29th
night of Ramadān—even though it is one of the odd nights
in the last third of the blessed month.

Kami harus mengingatkan para pembaca bahwa


pemahaman Eskatologis kami tentang topik ini adalah
bahwa Dajjal lah yang bertanggungjawab atas pengabaian
di hampir seluruh penjuru dunia atas malam ke-29 bulan
Ramadhan – meskipun malam ini merupakan salah satu
malam ganjil di sepertiga terakhir bulan yang penuh
berkah.

When the 29th day of the month ends, we also have a


duty to look in the evening sky (i.e., the sky above us in the
location on earth where we are) to see whether the new
moon is visible. If we see the new moon, we would then
have to complete the recitation of the few
remaining Suwar of the Qur'ān in order to complete the
recitation of the whole Qur'ān cover-to-cover. This would
take a very brief period of time. If, on the other hand, the
new moon is not seen, we would then have just a few
short Suwar to recite on the 30th day of the month in order
to complete the recitation of the whole Qur'ān.

Ketika hari ke-29 dalam 1 bulan (lunar) ini berakhir,


kita mempunyai kewajiban untuk melihat langit (yaitu,
langit di atas kita di tempat dimana kita berpijak di bumi
ini) untuk mengetahui apakah bulan baru sudah terlihat.
Jika kita melihat bulan baru, maka kita perlu menyelesaikan
beberapa sisa pembacaan terakhir Suwar Al Qur’an untuk
mengkhatamkan pembacaan seluruh isi Al Qur’an dari
depan hingga ke belakang. Ini hanya membutuhkan waktu
yang sangat singkat saja. Jika, sebaliknya, bulan baru
belum terlihat, kita punya beberapa Suwar pendek untuk
dibacakan di hari ke-30 bulan lunar dalam rangka
mengkhatamkan keseluruhan Al Qur’an.

 30th Juz: al-Bayyinah - 8; al-Zalzalah - 8; al-‘Ādiyāt - 11; al-


Qāriah - 11; al-Takāthur - 8; al-‘Aṣr - 3; al-Humazah - 9; al-Fīl -
5; Quraysh - 4; al-Mā‘ūn - 7; al-Kauthar - 3; al-Kāfirūn - 6; al-
Naṣr - 3; al-Masad - 5; al-Ikhlāṣ - 4; al-Falaq - 5; & al-Nās - 6.

Juz ketiga puluh: Al Bayyinah - 8, Al Zalzalah - 8, Al Adiyat - 11,


Al Qariah - 11, At Takatsur - 8, Al Ashr- 3, Al Humazah - 9, Al
Fiil -5, Al Qurays – 4, Al Maaun – 7. Al Kautsar – 3, Al Kaafirun –
6, An Nashr – 3, Al Masad – 5, Al Ikhlaas – 4, Al Falaq – 5; dan
An Naas - 6

We advise that those who recite the Qur'ān to Khatm it


in one lunar month, should restrain themselves from
completing the recitation of the Qur’ān before the month
ends (such as on the 25th day, or 26th day etc.). They must
make sure that they have a 29th Juz to recite on the 29th day,
LIST OF BOOKS – THE INH BOOKSTORE

as well as a 30th Juz to recite in the event that the month


continues to a 30th day.

Kami menyarankan kepada mereka yang mengaji Al


Qur’an untuk mengkhatamkannya dalam 1 bulan lunar,
agar menahan diri untuk tidak menyelesaikan pembacaan
Al Qur’annya sebelum bulan berakhir (misalnya seperti
selesai hari ke-25 atau ke-26, dst). Mereka haruslah
memastikan bahwa mereka mempunyai Juz ke-29 untuk
dibacakan di hari ke-29, dan juga Juz ke-30 untuk
dibacakan pada waktunya seandainya bulan berlangsung
hingga hari ke-30.

How should a woman recite the Qur'ān

Bagaimana seharusnya seorang wanita mengaji Al


Qur’an?

Our view is that men ought to Khatm the Qur'ān at least


once a lunar month, but that women should recite only
what is possible for them.

Kami berpendapat bahwa hanya laki-laki saja yang harus


mengkhatamkan Al Qur’an setidak-tidaknya satu kali dalam
sebulan (bulan lunar), namun bagi wanita hendaklah
membacakan sekedar yang sekiranya memungkinkan bagi
mereka.

When a woman cannot Khatm the Qur'ān within the


time-span of a lunar month because her recitation is
interrupted by her monthly menstrual cycle, she should
Khatm the Qur'ān whenever she is free to resume
recitation. She should then recommence the recitation of
the Qur'ān from the beginning with the next new moon.
During the interval between her Khatm of the Qur'ān and
the birth of the next new moon, she can recite from the
Qur'ān as she chooses.

Ketika seorang wanita tidak bisa mengkhatamkan Al


Qur’an dalam jangka waktu satu bulan lunar karena
pembacaannya terusik oleh siklus menstruasinya, dia bisa
mengkhatamkan Al Qur’an kapan saja ia bebas untuk
melanjutkan pembacaannya. Ia juga hendaknya memulai
kembali mengaji Al Qur’an dari awal seiring dengan
munculnya bulan baru. Selama jangka waktu antara
pengkhataman Al Qur’annya dengan kelahiran bulan yang
baru lagi, dia bisa mengaji (Surat mana saja) dari Al Qur’an
yang dia pilih.

The Qur'ān does not prevent a woman from reciting it


while in her menses; but this writer does not have the
competence to determine whether any other prohibition
exists.

Al Qur’an tidak melarang seorang wanita untuk


mengaji di saat ia menstruasi; tapi penulis tidak
berkompeten untuk memastikan apakah ada larangan
lainnya.
CHAPTER FIVE

Mengaji Al Qur’an
dan hidup bersama Bulan

e have provided evidence in the last chapter which


W demonstrates that daily recitation of the Qur’ān, in
conformity with the Divine method of recitation for
completion of the whole Qur’ān over a period of one month,
i.e., one moon, allows us to live in constant contact with
lunar time.

Kami menyajikan bukti di bab terakhir yang menunjukkan


bahwa pembacaan harian Al Qur’an, yang selaras dengan
metode Ilahi untuk mengkhatamkan seluruh isi Al-Qur’an
dalam jangka waktu satu bulan, yakni periode bulan,
mengajak kita untuk terus-menerus menjalin kontak
dengan waktu lunar.

We can now understand why all the long Suwar of the

1
Qur’ān are located at the beginning of the Qur’ān, and all the
short ones are located at the end.

Kita bisa mulai memahamai mengapa semua Suwar


panjang Al Qur’an berada di bagian permulaan Al Qur’an,
dan semua Suwar pendek berada di bagian akhir.

When the moon is young, i.e., when the Hilāl or


crescent moon appears, and the month is young, the Divine
wisdom has ordained that we must also live young, feel
young, and act with strength. We must always make our
greatest effort at the beginning of the lunar month in
whatever work we do. This includes the efforts of those
who are childless and would like to be blessed by Allah
Most High with a baby. It is for this reason that Allah most
High has placed all the long Suwar at the beginning of the
Qur’ān. Then, as the month progresses the Suwar become
shorter and shorter until, when the month is coming to an
end, when the moon has grown old, when we are tired,
Allah Most Wise gives us very short Suwar which hardly tax
our energy. As we recite the Qur’ān daily, therefore, we live
in harmony with lunar time.

Ketika sang bulan masih muda yaitu ketika Hilal atau


bulan sabit muncul, dan bulan dalam keadaan muda,
kearifan Ilahi telah memerintahkan kita bahwa kita pun
harus hidup muda, berjiwa muda, dan bertindak dengan
penuh tenaga. Kita mesti senantiasa berusaha sekuat
tenaga di awal bulan lunar dalam segala pekerjaan apa pun
BAB V

yang kita lakukan. Termasuk juga upaya bagi mereka yang


belum memiliki anak dan ingin agar Allah SWT
mengaruniakan mereka dengan kehadiran seorang bayi.
Karena alasan inilah Allah SWT menempatkan Suwar yang
panjang di bagian awal Al Qur’an. Lalu, seiring dengan
berjalannya bulan, Suwar menjadi semakin pendek dan
semakin pendek, tatkala bulan mendekati masa akhir,
ketika bulan beranjak tua, ketika kita menjadi letih, Allah
Yang Maha Bijaksana memberi kita Suwar yang sangat
pendek-pendek yang tidak akan menyedot banyak tenaga.
Tatkala kita mengaji Al Qur’an setiap hari, maka dengan
demikian kita hidup dalam harmoni dengan periode lunar.

Those who do not live in harmony with lunar time will


pay a terrible price for their neglect of living with the moon.
What is that price?

Mereka yang tidak hidup selaras dengan waktu lunar


akan membayar harga yang sangat mahal disebabkan
kelalaian mereka dari menjalani kehidupan bersama bulan.
Apa harganya itu?

What is the implication of Time moving faster


and yet faster?

Apa implikasi dari waktu yang bergerak cepat dan


semakin cepat?
Ahmad narrated that Abu Hurairah said: The Messenger of
Allah said: “The Hour will not begin until time passes quickly,
so a year will be like a month, and a month will be like a
week, and a week will be like a day, and a day will be like an
hour, and an hour will be like the burning of a braid of palm
leaves.”

Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Hurairah berkata: Rasulullah


SAW bersabda: “As-Sa’ah (Hari Akhir) tidak akan terjadi
hingga waktu akan berlalu dengan cepat, sehingga setahun
seperti sebulan, sebulan seperti seminggu, seminggu seperti
sehari, dan sehari seperti sejam, dan sejam seperti
terbakarnya seikat pelepah pohon kurma.

Sahīh Bukhārī

This book invites readers to ‘think’ in order to realize


the ominous implications of the prophecy of Prophet
Muhammad (‫ )صلً هللا علٌه و سلم‬who declared, concerning the
End-time, that time would move faster and yet faster. He
said that a whole year would pass, and it would appear to
have been just a month; and a whole month would pass like
a week, and a whole week would pass like a day; and a
whole day would pass like an hour, and a whole hour would
pass like the amount of time it takes to kindle a fire. (Sahīh
Bukhārī).

Buku ini mengajak para pembaca untuk ‘berpikir’


BAB V

dalam rangka menyadari implikasi yang mengerikan dari


nubuat Nabi Muhammad SAW yang menyatakan, terkait
Akhir Zaman, bahwa waktu akan bergerak semakin cepat
dan semakin cepat lagi. Beliau mengatakan bahwa setahun
penuh akan berlalu, namun akan terasa hanya seperti baru
saja sebulan; dan sebulan penuh akan berlalu namun terasa
seperti satu minggu, dan satu minggu penuh akan berlalu
layaknya sehari; dan sehari penuh akan berlalu layaknya
sejam, dan sejam akan berlalu seperti waktu yang
diperlukan untuk mementik api (Sahih Bukhari).

This book explains that prophecy as the success of


Dajjāl’s attack on the system of time ordained by Allah Most
High for mankind. My book entitled: The Qur’ān Dajjāl and
the Jasad, has also explained the passage in Sūrah Saba of
the Qur’ān concerning the death of Nabī Sulaiman )‫(علٌه السالم‬,
that the Jinn saw Dajjāl sitting on the throne, and that it was
the Minsa’ah of Sulaiman’s staff which gave Dajjāl the
capacity to intervene in the system of time to show
Sulaimān alive, talking, walking etc.1

Buku ini menjelaskan nubuah tersebut sebagai


keberhasilan Dajjal dalam merusak sistem waktu yang telah
digariskan oleh Allah SWT bagi umat manusia. Buku saya
berjudul: Al Qur’an, Dajjal dan Jasad, juga telah menjelaskan
ayat di dalam Surah Saba dari Al Qur’an mengenai kematian
Nabi Sulaiman AS, bahwa Jinn melihat Dajjal duduk di atas
singgasana (Nabi Sulaiman), dan adalah tongkat Minsa’ah
Sulaiman yang memberi Dajjal kemampuan untuk
mengintervensi ke dalam sistem waktu untuk menunjukkan
seakan-akan Sulaiman masih hidup, berbicara, berjalan, dll.

Other than innocent children, as well as those who live


a life that is disconnected from the modern world, almost
all of mankind would confess that they now experience
time moving faster and yet faster; and this includes even
the bitterest critics of this writer. Yet the reality is that time
is not moving faster at all; rather it is the human heart
which perceives it as such.

Selain daripada anak kecil yang tak berdosa, dan juga


mereka yang menjalani kehidupan yang terputus dari dunia
modern, hampir semua umat manusia mengakui bahwa
sekarang mereka mengalami waktu yang bergerak semakin
cepat dan semakin cepat lagi; dan ini diakui termasuk oleh
para pengkritik terpedas kepada penulis ini. Padahal
realitanya adalah sesungguhnya waktu sama sekali tidak
sedang berlari cepat; melainkan hati manusia lah yang
merasa seperti demikian.

This book has been written to warn those who


experience time moving ‘faster and yet faster’ that it is
doing so because their hearts have been disconnected from
the system of time which functions all over Allah’s creation;
and this has happened precisely because of Dajjāl’s attack
on that system of time.
BAB V

Buku ini ditulis untuk mengingatkan mereka yang


mengalami percepatan waktu yang ‘lebih cepat dan
semakin cepat lagi’, bahwa terjadi hal yang demikian
dikarenakan hati mereka telah terputus dari sistem waktu
yang berfungsi atas seluruh ciptaan Allah; dan ini terjadi
persisnya karena memang ada serangan Dajjal terhadap
sistem waktu.

This book reminds the reader that the moon is


centrally located in that system of time that was created by
Allah Most High for mankind. Here is the proof:

Buku ini mengingatkan pembaca bahwa sang bulan


terletak di pusat sistem waktu yang telah diciptakan oleh
Allah SWT untuk manusia. Ini buktinya:

‫ورا‬ ً ُ‫ضٌَا ًء َوا ْلقَ َم َر ن‬ ِ ‫س‬ َ ‫ش ْم‬ َّ ‫ُه َو الَّذِي َجعَ َل ال‬
َ‫س ِنٌن‬
ّ ِ ‫ع َد َد ال‬ َ ْ‫َاز َل ِلتَ ْعلَ ُموا‬ ِ ‫َوقَد ََّرهُ َمن‬
‫ص ُل‬ ِ ّ ‫ّللاُ َذ ِل َك ِإالَّ ِب ْال َح‬
ّ ِ ‫ق ٌُ َف‬ ّ َ‫اب َما َخلَق‬ َ ‫س‬ َ ‫َو ْال ِح‬
َ‫ت ِلقَ ْو ٍم ٌَ ْعلَ ُمون‬ِ ‫اآلٌَا‬
Al Qur’ān, Yūnus, 10:5

He it is who has made the sun a source of radiant light, and


with that light the moon is illumined, and He has ordained
phases of growth and of decline for the moon so that you
might have a system of time with which to compute the years
and to also measure time. None of this has Allah created
without an inner truth. Clearly does He spell out these
messages unto people of insight.

Dia lah yang telah menjadikan matahari sebagai sumber


cahaya yang memancar, dan dengan cahaya tersebut bulan
disinari, dan Dia telah menetapkan fase kembang dan surut
bagi sang bulan sehingga engkau memiliki sebuah sistem
waktu yang dengannya engkau dapat menghitung tahun-
tahun dan juga mengukur waktu. Tidak satu pun dari semua
ini yang Allah ciptakan tanpa kebenaran sejati. Jelas sekali
Dia menerangkan pesan-pesan ini kepada kaum yang
memiliki wawasan mendalam.

Unless the human heart beats in harmony with the


system of time in Allah’s creation, it would not be Salīm i.e.,
it would not be sound and healthy. The further implication
is that it would experience difficulty in receiving ‘Nūr’ or
light from Allah, as well in receiving Shifā, or healing.
Indeed, this is so important that the Qur’ān has declared
that nothing would be of help on Judgment Day other than a
heart which is Salīm:

Kecuali jika jantung hati manusia berdetak selaras


dengan sistem waktu dalam penciptaan Allah, maka ia tidak
akan menjadi Salim, yakni tidak menjadi waras dan sehat.
Konsekuensi selanjutnya adalah ia akan mengalami
kesulitan dalam memperoleh ’Nur' atau cahaya dari Allah,
begitupun halnya dalam memperoleh Syifa, atau
kesembuhan. Sungguh, betapa pentingnya hal ini sampai-
BAB V

sampai Al Qur’an menyatakan bahwa tidak akan ada yang


dapat dijadikan pertolongan di Hari Penghakiman nanti
selain daripada jantung hati yang Salim:

‫إِ َّال َم ْن أَتَى‬ ۞ َ‫ٌَ ْو َم َال ٌَنفَ ُع َما ٌل َو َال بَنُون‬


‫س ِل ٌٍم‬ ٍ ‫ّللا ِبقَ ْل‬
َ ‫ب‬ َ َّ
Al Qur’ān, al-Shu'arā, 26:88-89

On Judgment Day neither wealth nor children can help us in


any way; rather, the only thing that will help us is that we
should stand before Allah with a heart which is Salīm (i.e.,
sound and healthy).

Pada Hari Penghakiman kelak tidaklah kekayaan dan tidak


pula anak-anak kita dapat menolong kita dengan cara apapun
jua, satu-satunya yang dapat menolong kita adalah bahwa
kita harus menghadap kepada Allah dengan hati yang Salim
(yakni waras dan sehat)

A heart is not Salim when it is in disharmony with the


rest of Allah’s creation since it is not beating in harmony
with the system of time ordained by Allah Most High for all
of His creation.

Jantung dikatakan tidak Salim ketika ia berada dalam


ketidak-selarasan dengan makhluk Allah yang lainnya
dikarenakan ia tidak berdetak dalam keselarasan dengan
sistem waktu yang digariskan oleh Allah SWT bagi seluruh
ciptaannya.
If, after experiencing time moving faster and yet faster,
the reader now recites the Qur’ān with the methodology as
taught in this book, and then no longer experiences time
moving ‘faster and yet faster’, the implication would be that
his heart would have been restored to a state of harmony
with the system of time in all the rest of Allah’s creation. The
other implication would be that the knowledge on this
subject which has been presented in this book would be
validated, and the avalanche of objections and criticisms
from our critics who close the doors of the Masjid to us,
would be exposed as invalid.

Jika, setelah mengalami waktu yang terasa bergerak


semakin cepat dan lebih cepat lagi pembaca kemudian
mulai mengaji Al Qur’an dengan metodologi yang diajarkan
dalam buku ini, lalu ia tidak lagi merasakan waktu berlalu
‘semakin cepat dan lebih cepat lagi’, boleh jadi itu berarti
bahwa hatinya telah pulih kembali dalam keadaan yang
selaras dengan sistem waktu yang ada di seluruh ciptaan
Allah yang lainnya. Makna lainnya ialah bahwa
pengetahuan tentang subjek yang disajikan dalam buku ini
dapat dibuktikan validitasnya, dan berbagai luapan
keberatan serta kritikan yang dilemparkan para kritikus
kita, yang menutup pintu-pintu masjid mereka terhadap
kami, akan terekspos sebagai hujatan yang tidak valid.

The next chapter attempts to explain the system of time


ordained by Allah Most High for all of mankind. We are
BAB V

confident that Hindus, Buddhists, Jews, Christians and


others who, like Muslims, follow the religious way of life,
would benefit from that explanation.

Pada bab selanjutnya kami akan mencoba menjelaskan


perihal sistem waktu yang ditetapkan oleh Allah SWT bagi
seluruh umat manusia. Kami yakin bahwa orang Hindu,
Budha, Yahudi, Kristen, dan umat lainnya, seperti umat
Muslim, yang menjalankan cara hidup relijius, akan sama-
sama memperoleh manfaat dari penjelasan tersebut.

This writer holds other such religious communities


with respect, and does not engage in active proselytization
seeking to win them as converts to his religious community.
He respects the freedom with which people should be
allowed to choose their religious beliefs and religious
communities. He is not engaged in any religious
competition intended to demonstrate the superiority of his
religious community over others. Hence it is not in the
spirit of competition that he suggests that the attachment
to the moon, and hence to the divinely-ordained system of
time which this methodology for recitation of the Qur’ān
delivers, cannot be matched by any other religious
community in the world today. He would be truly delighted
if anyone can demonstrate that he is wrong.

Penulis ini memperlakukan umat-umat agama lain


tersebut dengan rasa hormat, dan tidak menyibukkan diri
dalam tindakan aktif menarik masuk orang lain dengan
maksud untuk memboyong orang-orang sebagai muallaf ke
dalam kelompok agamanya. Penulis menghormati
kebebasan yang dengan itu orang-orang tentu saja
diperbolehkan untuk memilih keyakinan serta kelompok
beragama yang mereka inginkan. Penulis tidak terlibat
dalam ajang manapun yang menggelar kompetisi beragama
dengan niat untuk mempertontonkan keunggulan
kelompok agamanya dibandingkan dengan agama lain. Oleh
karena itu tidaklah dalam semangat berkompetisi jika
penulis menekankan bahwa kelekatan dengan sang bulan
ini, begitu juga dengan sistem waktu Ilahiah yang
disampaikan oleh metodologi untuk pembacaan Al Qur’an
ini, tidak dapat disandingkan dengan komunitas agama
lain manapun di dunia saat ini. Akan sangat menyenangkan
jika ada yang bisa menunjukkan bahwa penulis ini salah.

As this book proceeds to explain the correct


methodology for recitation of the Qur’ān in accordance with
the Divinely-ordained Sunnah i.e., cover-to-cover once a
month, our gentle readers are reminded of the evidence
presented earlier which demonstrates that the divisions of
the Qur’ān into 30 parts (i.e., Ajza or Sipara) which were made,
perhaps centuries ago, by several mysteriously unknown
people, was done in an arbitrary and incorrect way.

Sebagaimana buku ini mengambil langkah untuk


menjelaskan metodologi yang tepat dalam pembacaan Al-
Qur’an yang sesuai dengan Sunnah ketetapan-Ilahi, yaitu
BAB V

dari depan sampai ke belakang setiap bulannya, pembaca


nan budiman diingatkan akan bukti yang dijelaskan
sebelumnya yang menunjukkan bahwa pembagian Al
Qur’an menjadi 30 juz/bagian (yaitu, Ajza atau Sipara) yang
dibuat, mungkin ratusan tahun yang lalu, oleh beberapa
orang misterius yang tak dikenal itu, telah dilakukan
dengan semena-mena dan dengan cara yang salah.

This book reminds readers that Allah Most High has


already divided the Qur’ān into Suwar (plural of Sūrah), and
that we cannot sub-divide what Allah has already divided.
Hence, we confidently declare that the division of the
Qur’ān into Ajza which now prevails universally, in which
many Suwar have been broken into pieces, is wrong, and
must be corrected. It is precisely this incorrect division of
the Qur'ān into 30 equal parts which Allah Most High has
severely condemned in the above verse of Sūrah al-Hijr.

Buku ini mengingatkan para pembaca bahwa Allah


SWT telah membagi Al Qur’an menjadi Suwar (bentuk
Jamak dari Surah), dan bahwa kita tak boleh membagi lagi
apa yang telah Allah bagi. Oleh karena itu, dengan yakin
kami menyatakan bahwa pembagian Al Qur’an menjadi
Ajza yang kini berlaku sedunia, di mana banyak Suwar yang
dipecah belah menjadi kepingan dan serpihan, adalah
salah, dan harus dibenahi. Pembagian 30 juz Al-Qur’an yang
keliru inilah yang persis telah Allah kecam dengan keras
dalam Surah Al-Hijr tersebut di atas.
Allah Most has provided us with guidance concerning
the amount of the Qur’ān to be recited in daily recitation in
order to complete the recitation of the whole book in one
lunar month, i.e., to Khatam the Qur’ān, in one lunar month,
and that subject has been explained in this book.

Allah SWT telah membekali kita dengan petunjuk


terkait kadar dari Al Qur’an yang harus dibacakan
perharinya dalam rangka menyelesaikan seluruhnya dalam
satu bulan lunar, yaitu, mengkhatamkan Al Qur’an, dalam
satu bulan lunar, dan topik ini sudah dijelaskan di dalam
buku ini.

[We hasten to explain to the schoolboys - since they are the only
ones who would need an explanation - that someone who is
memorizing the Qur’ān, and who memorizes small parts at a time in
order to facilitate his effort of memorization, is not guilty of sub-
dividing the Qur’ān.]

[Kami bersegera menjelaskan kepada para anak sekolahan-


karena hanya mereka sajalah yang akan memerlukan penjelasan –
bahwa seseorang yang menghafal Al Qur’an, dan yang menghafal
sebagian kecil dalam satu waktu untuk memudahkan usahanya dalam
menghafal, tidaklah termasuk ke dalam tindakan membagi-bagi Al-
Qur’an.]

The division of the Qur’ān as Ajza for daily recitation


over a period of one month was not done haphazardly. This
book presents ample evidence which confirms that the
BAB V

recitation of the Qur’ān in accordance with the correct Ajza,


would restore our hearts to a state of harmony with the
moon, and thus to the system of time ordained by Allah
Most High for mankind.

Pembagian al-Al Qur’an menjadi Ajza untuk pembacaan


harian dalam waktu satu bulan tidak dilakukan secara
serampangan. Buku ini menghadirkan bukti yang cukup
banyak yang mengkonfirmasi bahwa mengaji Al Qur’an
sesuai dengan Ajza yang betul, akan memulihkan hati kita
kepada sebuah suasana hamonis dengan sang bulan, dan
juga berarti dengan sistem waktu yang telah ditetapkan
oleh Allah SWT bagi umat manusia.

Important Comment

Komentar Penting

This writer has offered views in this chapter of his humble


book concerning the synchrony which exists between the
recitation of the Ajza of the Qur’ān over a period of one
lunar month, on the one hand, and the passage, on the
other, of different stages in the movement of time in the
Divinely-ordained system of time. We are confident that
other scholars will emerge, Insha Allah, who will take this
analysis to much greater heights.

Penulis ini telah menyampaikan pendapatnya pada bab ini


dalam bukunya yang sederhana terkait sinkronisasi yang
ada antara pembacaan Ajza Al Qur’an dalam waktu satu
bulan lunar, di satu sisi, dan di sisi lainnya terkait lintasan
tahapan-tahapan yang berbeda dari pergerakan waktu
dalam sistem waktu yang ditetapkan Ilahi. Kami
berkeyakinan bahwa ulama lain akan muncul, Insya Allah,
yang akan membawa analisa ini ke tingkat yang jauh lebih
tinggi lagi.
17
BAB VI

Dajjal, Bulan dan Sistem Waktu dalam Islam

Dajjāl, the false Messiah, needs to bring all of mankind into one godless global melting-pot
of a community which would be in political, economic and monetary submission to him, in
order for him to realize his objective of ruling the world from Jerusalem.

Dajjal, sang Al Masih palsu, harus menggiring umat manusia melebur menjadi satu dalam
gabungan masyarakat global yang tak berketuhanan yang harus tunduk patuh kepadanya
baik di bidang politik, ekonomi maupun di bidang keuangan/moneter, dalam rangka
baginya agar dapat merealisasikan tujuannya yaitu memerintah dunia dari Yerussalem.

Globalization is not taking place in the modern world by accident. Islamic eschatology has
explained that Dajjāl, the false Messiah, needs to bring all of mankind into one godless
global melting-pot of a community which would be in political, economic and monetary
submission to him, in order for him to realize his objective of ruling the world from
Jerusalem. We have explained this subject in books of ours such as ‘Jerusalem in the Qur’ān’,
‘Explaining Israel’s Mysterious Imperial Agenda’, ‘Dajjāl the Qur’ān and Awwal al-Zamān’, etc.
[See www.imranhosein.com]

Globalisasi tidak terjadi di dunia modern secara kebetulan, Eskatologi Islam telah
menjelaskan bahwa Dajjal, sang Al Masih palsu, harus menggiring umat manusia melebur
menjadi satu dalam gabungan masyarakat global yang tak berketuhanan yang harus
tunduk patuh kepadanya baik di bidang politik, ekonomi maupun di bidang
keuangan/moneter, dalam rangka baginya agar dapat merealisasikan tujuannya yaitu
memerintah dunia dari Yerussalem. Kami telah menjelaskan pembahasan ini dalam buku-
buku yang kami tulis, antara lain ‘Jerussalem in the Qur’an’. ‘Explaining Israel’s Mysterious
Imperial Agenda’, ‘Dajjal the Al Qur’an and Awwal al-Zaman’, dll. [lihat www.imranhosein.com]
Lunar Time

Waktu Lunar

Perhaps, the most difficult and frustrating thing in Allah’s creation that Dajjāl has
encountered in his quest to build a single global inter-connected society that would operate
like clockwork, is the Divinely-calibrated imprecise system of time created by Allah Most
High in which the moon is centrally located. Schoolboys do not understand this Divine
Wisdom. Allah Most Wise ordained that the moon should be used for counting the years,
and hence for measuring time:

Barangkali, yang paling sulit dan membuat frustasi dari ciptaan Allah yang telah dijumpai
Dajjal dalam upayanya membangun sebuah masyarakat tunggal global yang saling
terkoneksi yang akan beroperasi layaknya jarum jam, adalah sistem waktu non-persis tepat
dikalibrasi secara Ilahiah yang diciptakan oleh Allah SWT dimana bulan adalah pusat
kendalinya. (Dikatakan non-persis tepat karena kita harus menunggu berakhirnya hari ke
29 sebelum kita tahu apakah bulan telah berakhir) Anak sekolahan tidak bisa mengerti
Kebijaksanaan Ilahi ini. Allah Yang Maha Bijak menetapkan bahwa bulan harus digunakan
untuk menghitung tahun, dan dengannya untuk mengukur waktu:

َ ْ‫َاز َل ِلتَ ْعلَ ُموا‬


‫ع َد َد‬ ِ ‫ورا َوقَد ََّرهُ َمن‬ ً ُ‫ض ٌَا ًء َو ْال َق َم َر ن‬
ِ ‫س‬ َّ ‫ُه َو الَّذِي َج َع َل ال‬
َ ‫ش ْم‬
‫ت ِلقَ ْو ٍم‬
ِ ‫ص ُل اآلٌَا‬ ِ ّ ‫ّللاُ َذ ِل َك إِالَّ ِب ْال َح‬
ّ ِ َ‫ق ٌُف‬ ّ َ‫اب َما َخلَق‬ َ ‫س‬َ ‫سنٌِنَ َو ْال ِح‬ّ ِ ‫ال‬
َ‫ٌَ ْعلَ ُمون‬
Al Qur’ān, Yūnus, 10:5

He it is who has made the sun a source of radiant light, and with that light the moon is
illumined, and He has ordained phases of growth and of decline for the moon so that you might
have a system of time with which to compute the years and to also measure time. None of this has
Allah created without an inner truth. Clearly does He spell out these messages unto people of
insight.

Dia lah yang telah menjadikan matahari sebagai sumber cahaya yang memancar, dan dengan
cahaya tersebut bulan disinari, dan Dia telah menetapkan fase pertumbuhan dan penuaan bagi sang
bulan sehingga engkau memiliki sebuah sistem waktu yang dengannya engkau dapat menghitung
tahun-tahun dan juga mengukur waktu. Tidak satu pun dari semua ini yang Allah ciptakan tanpa
kebenaran sejati. Jelas sekali Dia menerangkan pesan-pesan ini kepada kaum yang memiliki
wawasan mendalam.
A lunar month, in which a month can sometimes have 29 days and sometimes 30 days,
is imprecise because the 29th day of the month has to end before anyone would know
whether the month would now end, or whether it would continue for one more day.

Bulan lunar, dimana dalam satu bulannya bisa mencapai 29 hari dan kadang-kadang 30
hari, adalah tidak persis tepat karena hari ke-29 di bulan lunar harus berakhir sebelum ada
yang tahu apakah bulan akan berakhir atau akan berlanjut untuk satu hari lagi.

It was by Divine design that a system of time based on the moon would frustrate the
establishment of a global system of time that would connect all of mankind into a single
grid. The consequences of a failure to establish that universal grid with a universally
applicable precise system of time, would be catastrophic, - for example, for business
conducted around the world through cyber space.
Adalah berdasarkan rancangan Ilahi bahwa suatu sistem waktu yang berbasis pada
bulan akan membuat frustasi berdirinya satu sistem waktu global yang menghubungkan
seluruh umat manusia ke dalam satu jaringan tunggal. Konsekuensi dari sebuah kegagalan
dalam mendirikan jaringan universal tersebut dengan pemberlakukan sistem waktu persis-
tepat secara universal, akan menjadi bencana besar – contohnya, bagi bisnis yang
beroperasi di seluruh dunia menggunakan dunia maya (cyber).

The moon does not exist and function in a vacuum. Rather the moon is part of a larger
whole in which all parts of Allah’s creation move in harmony with each other. No part can
ever overtake each other:

Bulan tidak berada dan berfungsi dalam satu kehampaan. Sebaliknya bulan merupakan
bagian dari satu kesatuan yang lebih besar dimana seluruh bagian dari ciptaan Allah
bergerak selaras satu dengan yang lainnya. Tidak ada bagian yang bisa susul menyusul satu
sama lainnya:

ًِ‫ار َو ُك ٌّل ف‬ َ ‫س ٌَنبَ ِغً لَ َها أَن ت ُ ْد ِر َك ْالقَ َم َر َو َال اللَّ ٌْ ُل‬
ِ ‫سابِ ُق النَّ َه‬ ُ ‫ش ْم‬ َّ ‫َال ال‬
َ‫فَلَكٍ ٌَ ْس َب ُحون‬
Al Qur’ān, Ya Sīn, 36:40

Neither can the sun overtake the moon, nor can the night usurp the time of day, since all of them
float through space in accordance with Our laws.

Matahari tidak dapat menyusul bulan, juga tidak pula malam dapat merebut waktu siang hari,
karena semuanya mengapung di angkasa sesuai dengan hukum Kami.
When Allah Most High created the Samawāt, or parallel universes, and the earth, and then
sent mankind to live in this material universe in which we now live, He created and
designed everything according to a Mīzān, or balance, and warned mankind not to disturb, or
forsake, that Mīzān:

Ketika Allah Yang Maha Tinggi menciptakan Samawat, atau alam-alam semesta paralel,
dan bumi, dan mengirimkan manusia untuk hidup di dunia materil dimana kita hidup
sekarang ini, Dia menciptakan dan merancang segala sesuatunya sesuai dengan Mizan, atau
keseimbangan, dan memperingatkan manusia agar tak merusak keseimbangan, atau
mengabaikan, Mizan tersebut:

ِ َ‫طغ َْوا فًِ ْال ِمٌز‬


‫ان‬ ْ َ‫ض َع ْال ِمٌزَ انَ أَ َّال ت‬
َ ‫س َماء َرفَ َع َها َو َو‬
َّ ‫َوال‬
Al Qur’ān, al-Rahmān, 55:7-8

And He raised the sky high, and established, in all his creation, a balance, with this grave warning
that you must never disturb or transgress that balance.

Dan Dia tinggikan langit, dan menetapkan, dalam seluruh ciptaanNya, keseimbangan, dengan
peringatan keras ini bahwa engkau tak pernah diperbolehkan mengacaukan atau melampaui batas
keseimbangan itu.

It should be obvious to our readers that the moon, and the system of time in which the
moon is centrally located, is integrally connected to that Mīzān referred to above.

Mestinya sudah sangat jelas bagi para pembaca bahwasanya bulan, dan sistem waktu
dimana bulan menjadi pusatnya, adalah secara menyeluruh terkoneksi dengan Mizan yang
disebutkan di atas tadi.

Absolute time—I am Time!

Waktu mutlak – Akulah Waktu!

‫علَ ٌْ ِه‬ َّ ‫صلَّى‬


َ ُ‫ّللا‬ َّ ‫سو ُل‬
َ ِ‫ّللا‬ ُ ‫ قَا َل قَا َل َر‬،ُ‫ع ْنه‬ َ ُ‫ّللا‬ َّ ً َ ‫ض‬ ِ ‫ع ْن أَ ِبً ُه َرٌ َْرةَ َر‬ َ
ُ‫ّللا‬
َّ ‫قَا َل‬ : ‫سلَّ َم‬
َ ‫َو‬
ُ ‫ ِبٌَدِي اللَّ ٌْ ُل َوالنَّ َه‬،‫ َوأَنَا ال َّد ْه ُر‬،‫ب بَنُو آ َد َم ال َّد ْه َر‬
‫ار‬ ُّ ‫س‬ ُ ٌَ
Abu Huraira reported: The Messenger of Allah, peace and blessings be upon him, said, “Allah
Almighty said: The son of Adam abuses me. He curses time and I am time, for in my hand are the
night and day.”

Diriwayatkan Abu Huraira: Rasulullah SAW, mengatakan, “Allah Yang Maha Kuasa berkata: Anak
Adam menghina Aku. Dia mengutuk waktu dan Aku-lah waktu, karena di tanganKu-lah siang dan
malam.”

Bukhārī, Muslim

When Allah Most High declared: I am time! The implication is that Absolute time is with
Him.

Ketika Allah Yang Maha Tinggi menyatakan: Akulah waktu! Artinya ialah bahwa waktu
yang Mutlak ada pada-Nya.

When He further declared that He created creation in 6 days and then He established
Himself on His ‘Arsh, i.e., the Throne or command center from which He rules and controls all creation,
the implication is that Absolute time is located at the ‘Arsh, and hence that all parts of the
system of time are ultimately connected to Absolute time at the ‘Arsh. Here is one of several
verses of the Qur’ān which takes us to the ‘Arsh.

Ketika Dia lebih jauh lagi menyatakan bahwa Dia menciptakan makhluk dalam 6 hari
dan kemudian menempatkan Dirinya di atas Arsyi-Nya, yakni, Singgasana atau pusat
komando yang dari sana Dia memerintah dan mengendalikan semua ciptaan, artinya ialah
bahwa waktu Mutlak terletak di Arsyi itu, maka semua bagian dari sistem waktu pada
akhirnya terhubung dengan waktu Mutlak di Arsyi-Nya. Berikut ini adalah salah satu dari
beberapa ayat Al Qur’an yang membawa kita ke Arsyi.

‫ض َو َما بَ ٌْنَ ُه َما فًِ ِست َّ ِة أٌَ ٍَّام ث ُ َّم ا ْستَ َوى‬ َ ‫ت َو ْاْل َ ْر‬ ِ ‫س َم َاوا‬َّ ‫الَّذِي َخلَقَ ال‬
‫ٌرا‬ َّ ‫علَى ْال َع ْر ِش‬
ً ‫الر ْح َم ُن فَا ْسؤ َ ْل بِ ِه َخ ِب‬ َ
Al Qur'ān, al-Furqān, 25:59

He who has created the heavens and the earth and all that is between them in six days, and is
established on the throne of His almightiness: the Most Gracious! Ask, then, about Him, [the] One
who is [truly] aware.

Dia yang telah menciptakan langit dan bumi dan segala sesuatu di antara keduanya dalam waktu 6
hari, dan bersemayam di atas singgasana Kemahakuasaan-Nya: Yang Maha Pemurah (ar-Rahman)!
Maka tanyakanlah, tentang-Nya, Satu-satu[nya] yang [benar-benar] paling mengetahui.
In addition to Absolute time, the Qur’ān has also revealed the existence of cosmic time
as that dimension of time which connects with Absolute time.

Di samping waktu Mutlak, Al Qur’an juga telah mengungkapkan adanya waktu kosmik
sebagai dimensi waktu yang terhubung dengan waktu Mutlak.

Cosmic time:

Waktu Kosmik

ِ ‫س َماء ِإلَى ْاْل َ ْر‬


ُ ‫ض ث ُ َّم ٌَ ْع ُر ُج ِإلَ ٌْ ِه فًِ ٌَ ْو ٍم َكانَ ِم ْق َد‬
ُ‫اره‬ َّ ‫ٌُ َد ِبّ ُر ْاْل َ ْم َر ِمنَ ال‬
َ‫سنَ ٍة ِ ّم َّما تَعُ ُّدون‬ َ ‫أَ ْل‬
َ ‫ف‬
Al Qur’ān, al-Sijdah, 32:5

He governs all that exists, from the celestial space to the earth; and in the end all shall ascend unto
Him [for judgment] on a Day the length whereof will be [like] a thousand years of your reckoning.

Dia mengatur semua yang ada, dari ruang angkasa sampai ke muka bumi; dan pada
akhirnya semua akan naik kepada-Nya [untuk penghakiman] di suatu Hari yang lamanya
akan [seperti] seribu tahun perhitunganmu.

‫سنَ ٍة‬ َ ‫ارهُ َخ ْم ِسٌنَ أ َ ْل‬


َ ‫ف‬ ُّ ‫تَ ْع ُر ُج ْال َم ََلئِ َكةُ َو‬
ُ ‫الرو ُح ِإلَ ٌْ ِه فًِ ٌَ ْو ٍم َكانَ ِم ْق َد‬
Al Qur’ān, al-Maārij, 70:4

The angels and the Spirit, i.e., the Holy Spirit, ascend unto Him daily, in a day the length which is like
fifty thousand years.

Para malaikat dan Ruh, yaitu, Roh Kudus, naik kepada-Nya setiap hari, yang lama harinya seperti
lima puluh ribu tahun.

It is certain that a system of multi-dimensional time must have a Mizān which connects
Absolute time with Cosmic time, and with lunar time; and it is also certain that the Mizān
must connect them harmoniously with each other. If we lose, or become disconnected with
lunar time, or the world of time in which we live, then the world of cosmic time which is the
medium through which Absolute time can be approached, would remain inaccessible. The
price we would then pay is that Nūr, or sacred light from Allah Most High, can no longer
come down on us through from the world of cosmic time in order to enter our hearts.
Bisa dipastikan bahwa satu sistem waktu multi-dimensi mesti mempunyai Mizan yang
menghubungkan waktu Mutlak dengan waktu Kosmik, dan dengan waktu lunar; dan bisa
dipastikan juga bahwa Mizan pasti menghubungkan semuanya secara harmonis antara
satu dengan yang lainnya. Jika kita kehilangan, atau terputus dengan waktu lunar, atau
dengan alam waktu dimana kita hidup sekarang, maka alam waktu kosmik, yang mana
merupakan wadah perantara yang melaluinya waktu Mutlak dapat digapai, akan tetap
tidak bisa diakses. Harga yang kita harus bayar adalah bahwa Nur, atau cahaya suci dari
Allah SWT, tidak bisa lagi turun kepada kita melalui alam waktu kosmik dalam rangka
untuk masuk ke dalam jantung hati kita.

When we have no Nūr, or light, in our hearts we will remain a people who are internally
blind; the dreadful implication of such blindness is that we would be raised blind in the
next world as well:

Ketika kita tidak punya Nur, atau cahaya, di dalam jantung hati kita, kita akan tetap
menjadi orang yang buta mata hatinya: implikasi mengerikan dari kebutaan seperti itu
adalah kita juga akan dibangkitkan dalam keadaan buta di kehidupan selanjutnya:

ً‫س ِبٌَل‬ َ َ‫اآلخ َرةِ أَ ْع َمى َوأ‬


َ ‫ض ُّل‬ ِ ًِ‫َو َمن َكانَ فًِ هَـ ِذ ِه أ َ ْع َمى فَ ُه َو ف‬
Al Qur’ān, al-Isra’, 17:72

Whoever is blind in this world, i.e., internally blind, will be blind in the life to come as well, and still
farther astray from the path of truth.

Siapapun yang buta di dunia ini, yaitu, buta mata-hatinya, akan buta juga di kehidupan yang akan
datang, dan semakin tersesat lebih jauh lagi dari jalan kebenaran.

One of the consequences of blindness in this world is that people would not ‘think’;
they would not use their rational faculty to recognize ‘Truth’. They would not see with the
Nūr or light, of Allah. This is precisely the kind of world that Dajjāl seeks to achieve. Allah
Most High has such a low opinion of such people that He likens them to cattle:

Salah satu konsekuensi dari kebutaan di dunia ini adalah bahwa orang-orang tidak bisa
‘berpikir’; mereka tidak bisa menggunakan kemampuan akalnya untuk mengenali
‘Kebenaran’. Mereka tetap tidak akan melihat dengan Nur, atau cahaya, dari Allah. Dunia
yang seperti ini lah tepatnya yang Dajjal upayakan untuk dicapai. Allah Yang Maha Tinggi
sangat memandang rendah terhadap orang seperti itu sehingga Dia menyamakannya
dengan hewan ternak:
‫ص ٌّم‬ َ ‫َو َمثَ ُل الَّذٌِنَ َكفَ ُرواْ َك َمث َ ِل الَّذِي ٌَ ْن ِع ُق ِب َما الَ ٌَ ْس َم ُع ِإالَّ ُد‬
ُ ‫عاء َونِ َداء‬
َ‫ً فَ ُه ْم الَ ٌَ ْع ِقلُون‬ ُ ‫بُ ْك ٌم‬
ٌ ‫ع ْم‬
Al Qur’ān, al-Baqarah, 2:171

The parable of those who are bent on denying the truth is that of the beast which hears the
shepherd's cry, and hears in it nothing but the sound of a voice and a call. Deaf are they, and dumb,
and blind: for they do not use their reason.

Perumpamaan bagi orang-orang yang bersikeras mengingkari kebenaran adalah seperti binatang
yang mendengar teriakan sang gembala, dan tidak mendengar apapun padanya selain daripada
bunyi suara dan seruan. Tuli-lah mereka, bisu, dan buta: karena mereka tidak menggunakan akal
mereka.

‫ش ُرهُ ٌَ ْو َم ْال ِقٌَا َم ِة‬ َ ً ‫شة‬


ُ ‫ضن ًكا َون َْح‬ َ ٌ‫عن ِذ ْك ِري فَإِ َّن لَهُ َم ِع‬ َ ‫َو َم ْن أَع َْر‬
َ ‫ض‬
‫أَ ْع َمى‬
Al Qur’ān, Tā Hā, 20:124

But as for him who shall turn away from remembering Me —he will be confined to a narrow and
meaningless life, and on the Day of Resurrection We shall raise him up blind.

Tapi bagi mereka yang berpaling dari mengingat Ku- dia akan dikurung dalam kehidupan yang
sempit dan tak bermakna, dan pada Hari Kebangkitan Kami akan membangkitkannya dalam
keadaan buta.

When Allah Most High created the Samā al-Dunyah (i.e., the material universe in which we
He also created doors or gates through which we can pass from this world of space and
live)
time to other worlds of space and time:

Ketika Allah SWT menciptakan Samaa’ al-Dunyah (yaitu, alam semesta materil dimana kita
hidup sekarang) Dia juga menciptakan pintu-pintu atau gerbang-gerbang yang melaluinya
kita melintas dari ruang dan waktu dunia ini ke ruang waktu dunia-dunia yang lainnya:

َ‫س َماء َوال‬


َّ ‫اب ال‬ َ ْ‫إِ َّن الَّذٌِنَ َكذَّبُواْ بِآٌَاتِنَا َوا ْستَ ْكبَ ُروا‬
ُ ‫ع ْن َها الَ تُفَت َّ ُح لَ ُه ْم أَب َْو‬
‫اط َو َك َذ ِل َك ن َْج ِزي‬ ِ ٌَ ‫س ِ ّم ْال ِخ‬ َ ً‫ٌَ ْد ُخلُونَ ْال َجنَّةَ َحتَّى ٌَ ِل َج ْال َج َم ُل ِف‬
َ‫ْال ُم ْج ِر ِمٌن‬
Al Qur’ān, al-‘Arāf, 7:40
The doors (or gates) of the universe (through which the Angels descend into this world of space
and time and which servants of Allah can traverse with Basar, i.e., internal sight, beyond this world
of space and time to other worlds) would not be opened to those who scornfully reject our Ayāt;
and they cannot enter Jannah until a camel can pass through the eye of a needle (hence never), and
thus do We punish such as are lost in sin.

Pintu-pintu (atau gerbang-gerbang) alam semesta (yang melaluinya Malaikat turun ke alam ruang
dan waktu ini dimana hamba-hamba Allah bisa melintasi dengan Bashar, yaitu, penglihatan
internal, melampaui alam ruang dan waktu ini ke dunia-dunia lain) tidak akan dibukakan bagi
mereka yang dengan penuh cacian mengingkari ayat-ayat kami, dan mereka tidak bisa memasuki
Jannah sampai unta bisa masuk ke lubang jarum (jadi tidak akan pernah bisa), dan demikianlah
Kami menghukum mereka yang tersesat dalam dosa.

ُ ‫ظلُّواْ فٌِ ِه ٌَ ْع ُر ُجونَ لَقَالُواْ ِإنَّ َما‬


ْ ‫س ِ ّك َر‬
‫ت‬ َ َ‫س َماء ف‬
َّ ‫علَ ٌْ ِهم َبابًا ِ ّمنَ ال‬
َ ‫َولَ ْو فَتَ ْحنَا‬
ُ ‫ارنَا بَ ْل ن َْح ُن قَ ْو ٌم َّم ْس ُح‬
َ‫ورون‬ ُ ‫ص‬َ ‫أَ ْب‬
Al Qur’ān, al-Hijr, 15:14-15

Yet even had We opened to them a gateway to heaven and they had ascended, on and on, up to it,
(in order to travel through time), they would surely have said, "It is only our eyes that are
spellbound! Nay, we have been bewitched!”

Namun tetap saja meskipun sendainya kami membuka untuk mereka satu pintu gerbang ke langit
dan mereka telah naik, terus dan terus, sampai ke atas, (untuk melakukan perjalanan melalui
waktu), mereka pasti akan mengatakan, “adalah mata kami yang terperdaya belaka! Tidak, kita
telah disihir!”

Allah Most High created a system of time with which we were supposed to live, and
through which we were supposed to measure time and, more importantly, traverse through
different worlds of space and time. That system of time was created and designed by Allah
Most High to play a critically important role in our spiritual life. We must see with it, hear
with it, think with it, and live with it. We must sleep with it and wake from sleep with it. Most
importantly of all, our hearts must beat in synchrony with it. When a people stop thinking,
Dajjāl seduces them to disturb and transgress that balance as it applies to the system of
time; the consequence is that they lose meaningful contact with that system of time, and pay
a dreadful price for it.

Allah SWT telah menciptakan sebuah sistem waktu yang mana kita dimaksudkan untuk
hidup di dalamnya, dan yang melaluinya kita disarankan untuk mengukur waktu. Dan, yang
lebih penting lagi, untuk melintas melewati dunia ruang dan waktu yang berbeda-beda.
Sistem waktu tersebut diciptakan dan dirancang oleh Allah SWT untuk memainkan peranan
yang sangat penting dalam kehidupan spiritual kita. Kita harus melihat dengannya,
mendengar dengannya, berpikir dengannya, dan hidup dengannya. Kita harus tidur
dengannya dan bangun dari tidur dengannya. Yang terpenting dari semuanya, jantung kita
haruslah berdetak dalam keselarasan dengannya. Ketika suatu kaum berhenti berpikir,
Dajjal merayu mereka untuk mengacaukan dan melanggar keseimbangan itu sebagaimana
yang diterapkan pada sistem waktu; akibatnya adalah mereka kehilangan kontak dengan
sistem waktu tersebut, dan harus membayar dengan harga yang pahit untuk itu.

This book is written to remind our readers who still ‘think’, that the Hilāl, or crescent
moon, and the different phases of the moon (all of which we see with our naked eyes), are
located at the very heart of that Divinely-ordained system of time:
Buku ini ditulis untuk mengingatkan para pembaca kami yang masih ‘berpikir’, bahwa
Hilal, atau bulan sabit, dan tahap-tahap yang berbeda pada bulan (yang semuanya kita lihat
dengan mata telanjang kita), terletak di jantung sistem waktu yang ditetapkan Ilahi.

. . . ِ‫اس َو ْال َح ّج‬ َ ‫ع ِن اْل ِهلَّ ِة قُ ْل ِه‬


ِ َّ‫ً َم َواقٌِتُ ِللن‬ َ ‫ٌَ ْسؤَلُون ََك‬
Al Qur’ān, al-Baqarah, 2:189

And they question you about the crescent moons; Say to them that the crescent moon delivers a
system of time through which time can be measured. The crescent moon must therefore be used to
determine the time of the Hajj or pilgrimage to the Ka’aba in Makkah …

Dan mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit; Katakanlah pada mereka bahwa bulan sabit
mengantarkan sebuah sistem waktu yang dengannya waktu bisa diukur. Maka dari itu bulan sabit
haruslah digunakan untuk menentukan waktu Haji ke Ka’bah di Makkah...

The Qur’ān has further explained that the function of the sun, in that system of time, is
to illumine the moon, and that the constant movement of the moon around the earth is
designed to allow the moon to be progressively illumined in such a way as would deliver a
system of time with which mankind can compute time:

Al Qur’an menjelaskan lebih lanjut fungsi matahari, dalam sistem waktu ini, adalah
untuk menyinari bulan, dan pergerakan bulan mengelilingi bumi yang terus menerus itu
dirancang agar bulan dapat secara bertahap disinari sedemikian rupa agar bisa
mengantarkan suatu sistem waktu yang dengannya manusia bisa memperhitungkan waktu:
َ ْ‫َاز َل ِلتَ ْعلَ ُموا‬
‫ع َد َد‬ ِ ‫ورا َوقَد ََّرهُ َمن‬ ً ُ‫ض ٌَا ًء َو ْالقَ َم َر ن‬
ِ ‫س‬ َّ ‫ُه َو الَّذِي َج َع َل ال‬
َ ‫ش ْم‬
‫ت ِلقَ ْو ٍم‬
ِ ‫ص ُل اآلٌَا‬ ِ ّ ‫ّللاُ َذ ِل َك إِالَّ ِب ْال َح‬
ّ ِ َ‫ق ٌُف‬ ّ َ‫اب َما َخلَق‬ َ ‫س‬َ ‫سنٌِنَ َو ْال ِح‬ّ ِ ‫ال‬
َ‫ٌَ ْعلَ ُمون‬
Al Qur’ān, Yūnus, 10:5

He it is who has made the sun a source of radiant light, and with that light the moon is
illumined, and He has ordained phases of growth and of decline for the moon so that you might
have a system of time with which to compute the years and to also measure time. None of this has
Allah created without an inner truth. Clearly does He spell out these messages unto people of
insight.

Dia lah yang telah menjadikan matahari sebagai sumber cahaya yang memancar, dan dengan
cahaya tersebut bulan disinari, dan Dia telah menetapkan fase pertumbuhan dan penuaan bagi sang
bulan sehingga engkau memiliki sebuah sistem waktu yang dengannya engkau dapat menghitung
tahun-tahun dan juga mengukur waktu. Tidak satu pun dari semua ini yang Allah ciptakan tanpa
kebenaran sejati. Jelas sekali Dia menerangkan pesan-pesan ini kepada kaum yang memiliki
wawasan mendalam.

Allah Most High has reminded us, lest we forget, that the night, day, sun, moon and
stars have all been created in order to function for the sake of mankind, and all function in
ways which provide benefit for mankind:

Allah SWT telah mengingatkan kita, jika tidak maka bisa-bisa kita lupa, bahwa malam,
siang, matahari, bulan dan bintang semuanya telah diciptakan dalam rangka untuk
memerankan fungsinya demi umat manusia, dan semuanya befungsi dengan cara
sedemikian yang menyediakan manfaat bagi umat manusia:

‫ات ِبؤ َ ْم ِر ِه ِإ َّن‬ َ ‫س َو ْالقَ َم َر َو ْالنُّ ُجو ُم ُم‬


ٌ ‫س َّخ َر‬ َ ‫س َّخ َر لَ ُك ُم اللَّ ٌْ َل َو ْالنَّ َه‬
َّ ‫ار َوال‬
َ ‫ش ْم‬ َ ‫َو‬
َ‫ت ِلّقَ ْو ٍم ٌَ ْع ِقلُون‬
ٍ ‫فًِ َذ ِل َك َآل ٌَا‬
Al Qur’ān, al-Nahl, 16:12

And He has made the night and the day and the sun and the moon subservient to His laws, so that
they be of use to you; and all the stars are subservient to His command: in this, behold, there are
messages indeed for people who use their rational faculty!

Dan Dialah yang membuat malam dan siang dan matahari dan bulan patuh pada hukum-Nya,
sehingga mereka bisa bermanfaat bagimu; dan semua bintang patuh pada perintah-Nya; di dalam
hal ini, perhatikanlah, sungguh terdapat pesan-pesan bagi orang-orang yang menggunakan daya
berpikir rasionalnya!

The Qur’ān explains that the stages of growth and of decline of the moon are meant to
provide a compass with which mankind should navigate time during the period of a lunar
month:

Al Qur’an menjelaskan bahwa tahapan-tahapan pertumbuhan dan penuaan bulan


adalah dimaksudkan untuk memberikan sebuah kompas yang dengannya manusia
hendaknya menavigasikan waktu selama periode satu bulan lunar:

ِ ‫ون ْالقَد‬
‫ٌِم‬ ِ ‫عا َد َك ْالعُ ْر ُج‬ ِ ‫َو ْالقَ َم َر قَد َّْرنَاهُ َمن‬
َ ‫َاز َل َحتَّى‬
Al Qur’ān, Yasīn, 36:39

And We have ordained for the moon that it would traverse stages of growth and of decline until it
returns like an old, dried-up and curved branch of a date-palm.

Dan Kami telah menetapkan bagi Bulan sehingga ia dapat melintasi tahapan kembang dan surutnya
hingga ia kembali laksana sebatang dahan kurma yang tua, kering dan melengkung.

For the Servants of Allah Most High, there is no month other than a lunar month. So
long as mankind lived with the moon — from the time of its birth as a crescent moon, and
through its stages of growth and of decline until it returned as an “old dry withered branch
of date-palm” — mankind lived in a normal world of time in which a year used to pass like a
year, a month like a month, a week like a week, a day like a day, etc. The normal world of
time was also a sacred world of time; hence time could function as a vehicle for the heart to
travel to worlds beyond this world.

Bagi Hamba Allah SWT, tidak ada bulan lain selain daripada bulan lunar. Selama umat
manusia hidup dengan bulan - sejak saat kelahirannya sebagai bulan sabit, dan melalui
tahapan-tahapan kembang dan surutnya sampai ia kembali sebagai “dahan kurma yang
layu, kering dan tua” – umat manusia sebelumnya hidup dalam dunia waktu yang normal
dimana setahun biasanya berlalu seperti setahun, sebulan seperti sebulan, dan seminggu
seperti seminggu, sehari seperti sehari, dst. Dunia waktu yang normal juga merupakan dunia
waktu yang sakral; sehingga waktu dapat berfungsi sebagai kendaraan bagi hati untuk
menjelajahi dunia di luar dunia ini.

The famous poet, Dr. Muhammad Iqbāl, once wrote that “there are worlds beyond the
stars”:
Penyair terkenal, Dr. Muhammad Iqbal, satu saat pernah menulis “ada dunia-dunia di
balik bintang-bintang”

‫ستاروں سے آگے جہاں اور بهی ہٌں‬


But the pagan Arabs changed that system of time and, as a consequence, many of them
remained deaf, dumb, and blind when Allah Most raised the last of the Prophets from
within their own people. The Qur’ān took note of this Kufr, or disbelief, of the pagan Arabs
who used to periodically add an additional month to the year of twelve lunar months so
that the lunar year could be synchronized with the solar year. Allah Most High condemned
this tampering with the system of time as Kufr or disbelief:

Tapi kaum pagan Arab mengubah sistem waktu ini dan akibatnya banyak dari mereka
tetap tuli, bisu, dan buta ketika Allah SWT mengangkat Nabi terakhir dari dalam kaum
mereka sendiri. Al Qur’an mencatat Kekufuran ini, atau ketidak-berimanan, kaum pagan
Arab yang punya kebiasaan secara berkala untuk menambahkan satu bulan ke dalam satu
tahun yang terdiri dari 12 bulan lunar sehingga tahun lunar (bulan) bisa bertepatan dengan
tahun solar (matahari). Allah SWT mengutuk perusakan sistem waktu ini sebagai Kekufuran
atau ketidak-berimanan:

‫عا ًما‬ َ ُ‫ض ُّل ِب ِه الَّذٌِنَ َكفَ ُرواْ ٌُ ِح ِلّونَه‬ َ ٌُ ‫ِإنَّ َما النَّ ِسً ُء ِزٌَا َدة ٌ فًِ ْال ُك ْف ِر‬
ّ ‫ّللاُ فٌَُ ِحلُّواْ َما َح َّر َم‬
َ‫ّللاُ ُز ٌِّن‬ ّ ‫اطإُواْ ِع َّدةَ َما َح َّر َم‬ ِ ‫عا ًما ِلٌُّ َو‬ َ ُ‫َوٌُ َح ِ ّر ُمونَه‬
َ‫ّللاُ الَ ٌَ ْهدِي ْالقَ ْو َم ْال َكا ِف ِرٌن‬
ّ ‫سو ُء أَ ْع َما ِل ِه ْم َو‬
ُ ‫لَ ُه ْم‬
Al Qur’ān, al-Taubah, 9:37

This is yet another instance of their rejection of Truth that they interfered with, and changed, the
system of time ordained by Allah Most High in which a year is comprised of twelve lunar months.
Rather, they made it permissible to add another month on some occasions, while on others they did
not allow the additional month; thus, were they led astray. In keeping to twelve months in a year at
some times, while changing it at other times, they pretended that they were in conformity with
Allah’s system of time. Their evil conduct might have appeared to them to be good, but they must
know that Allah does not provide guidance to people who reject truth in such a way.

Ini adalah contoh lain dari penolakan mereka terhadap Kebenaran di mana mereka ikut
mencampuri, dan mengubah-ubah, sistem waktu yang ditetapkan oleh Allah SWT ini dimana satu
tahun itu terdiri dari 12 bulan lunar. Akan tetapi, mereka memperbolehkan untuk menambahkan
sebulan lagi dalam beberapa kesempatan, sedangkan pada kesempatan lainnya mereka tidak
membolehkan penambahan bulan; maka, begitu lah mereka disesatkan. Dalam menjaga jumlahnya
tetap 12 dalam tahun-tahun tertentu, dan mengubahnya di tahun-tahun yang lain, mereka berpura-
pura seakan-akan mereka berada dalam kesesuaian dengan sistem waktu Allah. Perbuatan keji
mereka mungkin tampak baik bagi mereka, tetapi mereka harus tahu bahwa Allah tidaklah
memberi petunjuk kepada orang-orang yang menolak kebenaran dengan cara seperti itu.

Then came another pagan civilization which appeared on the stage of the world as
modern Western civilization. It emerged in Ākhir al-Zamān, or the End-time, and, like the
pagan Arabs, maintained the year with twelve months, but arbitrarily decided that some
months would be 30 days long, and others would be 31, while only one month, i.e.,
February, would sometimes have 28 days and sometimes 29. It thus gave to mankind a new
system of time which deliberately departed from the lunar month while synchronizing a
lunar year of twelve months with a solar year.

Lalu datanglah peradaban kaum pagan lain yang tampil di panggung dunia sebagai
Peradaban Barat modern. Ia muncul di Akhir Zaman, dan seperti bangsa pagan Arab,
mempertahankan setahun dengan 12 bulan, namun dengan sewenang-wenang
memutuskan bahwa beberapa bulan ada yang lamanya 30 hari, dan beberapa bulan lainnya
31, sementara hanya 1 bulan, yakni Februari, terkadang bisa 28 hari dan terkadang 29 hari.
Hal ini jadinya memberikan bagi umat manusia suatu sistem waktu baru yang dengan
sengaja berpisah dari bulan lunar seraya menyinkronisasi tahun lunar yang 12 bulan
dengan tahun solar.

We remind our gentle readers that it was a Roman Catholic Pope in Rome who
launched a monstrously destructive attack on the sacred system of time which functions
everywhere in Allah’s creation, and in which the lunar month is located at the very heart. It
was he who abandoned that sacred system of time and substituted in its place a bogus
system of time in which he chose, like the pagan Arabs before him, to keep twelve months to
constitute one year, but arbitrarily decided to dispense with the lunar month and replace it
with months some of which were now 31, 30, 29 and 28 days long.

Kami mengingatkan para pembaca yang budiman bahwa Paus Katolik Roma lah yang
melancarkan serangan yang sangat merusak kepada sistem waktu suci ini yang berfungsi di
seluruh ciptaan Allah, dimana bulan lunar berada tepat di pusatnya. Adalah dia yang
meninggalkan sistem waktu sakral itu dan menggantikannya dengan sistem waktu palsu
yang dia pilih, seperti bangsa pagan Arab sebelum dia, yakni menjaga 12 bulan untuk
menegakkan satu tahun, tapi secara sewenang-wenang memutuskan untuk membuang
bulan lunar dan menggantikannya dengan bulan-bulan yang lamanya sekarang 31, 30, 29
dan 28 hari.
Modern Western civilization then went on to impose this Satanic system of time on all
of mankind and in the process the pagan West has succeeded in getting 999 out of every
1000 of mankind to abandon the sacred system of time given by the One Supreme God of all
of mankind.

Peradaban Barat Modern kemudian mewajibkan penggunaan sistem waktu Setan ini
kepada seluruh umat manusia dan dalam prosesnya, kaum pagan Barat telah sukses
membuat 999 dari 1.000 umat manusia untuk meninggalkan sistem waktu suci yang
diberikan oleh Tuhan Esa Yang Maha Agung bagi seluruh umat manusia.

Our gentle readers do not need PhDs to recognize that the Pope in Rome acted in this
way on behalf of Dajjāl the false Messiah.
Para pembaca kami yang budiman tidak perlu gelar Doktor untuk mengenali bahwa
Paus di Roma bertindak seperti ini atas nama Dajjal sang Al Masih palsu.

As a consequence of the universal acceptance of this change from the lunar system of
time, in which most people entered into Kufr or disbelief, mankind no longer lives with the
system of time ordained by Allah Most High. Most Muslims now turn to the moon only for
the purpose of determining when to observe such religious events as the fast of the month
of Ramadān and the celebration of Eīd al-Fitr and Eīd al-Adhā.

Sebagai konsekuensi dari penerimaan secara universal atas perubahan sistem waktu
lunar ini, dimana hampir semua orang masuk ke dalam Kekufuran atau ketidak berimanan,
umat manusia tidak lagi hidup dengan sistem waktu yang ditetapkan Allah Yang Maha
Tinggi. Banyak umat Muslim sekarang beralih kepada bulan hanya untuk tujuan penentuan
kapan waktunya ketika mengamati peristiwa-peristiwa relijius seperti puasa di bulan
Ramadan, dan perayaan Idul Fitri dan Idul Adha.

Here is compelling evidence which confirms the dire warning in the Qur’ān in Sūrah al-
‘Asr, that when the late afternoon of history arrives, mankind would live in a state of loss,
save those who have faith and whose conduct is righteous, and who exhort each other to
hold on to Truth, and to be patient in adversity!

Ini beberapa bukti kuat yang memastikan adanya peringatan keras dalam Al Qur’an
Surah al-Asr, bahwa ketika penghujung senja sejarah telah tiba, umat manusia akan hidup
dalam keadaan yang merugi, kecuali mereka yang mempunyai iman dan berperilaku soleh,
dan yang saling menasihati satu sama lainnya untuk berpegang teguh pada Kebenaran, dan
untuk bersabar dalam kesulitan!
‫سانَ لَ ِفً ُخ ْس ٍر ِإ َّال الَّذٌِنَ آ َمنُوا َو َع ِملُوا‬
۞ ِ ْ ‫صر ِإ َّن‬
َ ‫اْلن‬ ْ َ‫َو ْالع‬
۞

‫صب ِْر‬َّ ‫ص ْوا ِبال‬ ِ ّ ‫ص ْوا ِب ْال َح‬


َ ‫ق َوت َ َوا‬ َ ‫ت َوت َ َوا‬
ِ ‫صا ِل َحا‬
َّ ‫ال‬
Al Qur’ān, al-Asr, 103:1-3

Allah Most High takes an oath by that moment in time when the late afternoon of history arrives,
that all of mankind would, at that time, be living in a state of loss, save those who have faith and are
righteous in conduct, and who exhort each other to hold fast to Truth, and to be patient in the
adversities of that time.

Allah SWT bersumpah demi masa itu di kala penghujung senja sejarah telah tiba, bahwa semua
umat manusia, pada saat itu, akan berada dalam keadaan yang merugi, kecuali mereka yang
beriman dan yang soleh dalam perilakunya, dan yang saling menasihati satu sama lainnya untuk
berpegang teguh pada Kebenaran, dan untuk bersabar dalam kesulitan di masa itu.

The Qur’ān prophesied that mankind would abandon the moon, and in the process
would abandon the system of time ordained for them by Allah Most. It did so when it
declared (in an Ayah Mutashābihah), that when the Last Hour approaches close, the moon
would be broken asunder, in the sense that its Divinely-ordained function as a means of
counting the years, and measuring time, would be universally abandoned:

Al Qur’an menubuahkan bahwa manusia akan meninggalkan bulan, dan pada


prosesnya akan meninggalkan sistem waktu yang ditetapkan atas mereka oleh Allah SWT.
Itu dinubuahkan ketika dinyatakan (dalam sebuah Ayat Mutasyabihah), bahwa ketika Saat
Akhir mendekati waktunya, bulan akan pecah berkeping-keping, dalam arti fungsi (bulan)
yang ditetapkan Ilahi sebagai alat untuk menghitung tahun, dan mengukur waktu, akan
ditinggalkan secara universal:

‫عةُ َوانش ََّق ْالقَ َم ُر‬


َ ‫سا‬ ِ َ‫ا ْقت َ َرب‬
َّ ‫ت ال‬
Al Qur’ān, al-Qamar, 54:1

When the last hour draws near, the moon would be broken asunder (and hence destroyed)!

Ketika As-Sa’ah semakin dekat, bulan akan pecah berkeping-keping (dan karenanya dihancurkan)!

That is precisely what has now occurred – as explained in this book. Just ask anyone what
is his age? - and readers would get compelling evidence of the universal abandonment of
the moon for the measurement of the time.
Itulah persisnya yang sedang terjadi kini – seperti dijelaskan dalam buku ini. Tanyakan
kepada siapa saja berapa umurnya? – dan pembaca akan mendapatkan bukti kuat atas
pengabaian universal terhadap bulan untuk pengukuran waktu.

The result of this abandonment of the system of time ordained by Allah is that the
ominous prophecy of Prophet Muhammad (‫ )صلً هللا علٌه و سلم‬has now been fulfilled for most of
mankind, and a strange and ominous world has emerged in which time now moves faster
and yet faster. The blessed Prophet prophesied that a whole year would pass like a month,
and a whole month would pass like a week, and a whole week like a day, etc.:

Hasil dari pengabaian ini terhadap sistem waktu yang ditetapkan Allah ialah bahwa
nubuah Nabi Muhammad SAW yang mencekam ini sekarang telah terpenuhi bagi hampir
seluruh umat manusia, dan dunia yang aneh dan mencekam telah muncul dimana waktu
sekarang bergerak semakin cepat dan lebih cepat lagi. Rasulullah SAW menubuahkan
bahwa satu tahun penuh akan berlalu seperti sebulan, dan sebulan penuh berlalu seperti
seminggu, dan seminggu penuh berlalu seperti sehari, dst :

‫ّللا ب ُْن‬
ِ َّ ‫ع ْب ُد‬َ ‫ َح َّدثَنَا‬،ٍ‫ َح َّدثَنَا خَا ِل ُد ب ُْن َم ْخلَد‬،‫ي‬ ِ ‫َّاس ب ُْن ُم َح َّم ٍد الد‬
ُّ ‫ُّور‬ ُ ‫عب‬ َ ‫َح َّدثَنَا‬
‫ قَا َل‬، ٍ‫ع ْن أَن َِس ب ِْن َما ِلك‬ َ ،ِ‫ي‬ ّ ‫ار‬ َ ‫س ِعٌ ٍد اْل َ ْن‬
ِ ‫ص‬ َ ‫س ْع ِد ب ِْن‬َ ‫ع ْن‬ َ ،‫ي‬ ُّ ‫ع َم َر ْالعُ َم ِر‬ُ
ُ‫سنَة‬ َّ ‫ون ال‬ ُ ‫ان فَتَ ُك‬ ُ ‫الز َم‬َّ ‫ب‬ َ َ‫عةُ َحتَّى ٌَتَق‬
َ ‫ار‬ َ ‫سا‬َّ ‫ّللا ملسو هيلع هللا ىلص "الَ تَقُو ُم ال‬
ِ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫قَا َل َر‬
‫ع ِة‬َ ‫سا‬ َّ ‫ون ْالٌَ ْو ُم َكال‬ ُ ‫ون ْال ُج ُمعَةُ َك ْالٌَ ْو ِم َوٌَ ُك‬ُ ‫ش ْه ُر َك ْال ُج ُم َع ِة َوتَ ُك‬ َّ ‫ش ْه ِر َوال‬
َّ ‫َكال‬
‫ٌب‬ٌ ‫ٌِث غ َِر‬ ٌ ‫سى َه َذا َحد‬ َ ٌ‫ قَا َل أَبُو ِع‬. "‫عةُ َكالض َّْر َم ِة بِالنَّار‬ َ ‫سا‬ َّ ‫ون ال‬ُ ‫َوتَ ُك‬
. ِ‫ي‬ ّ ‫ار‬ِ ‫ص‬ َ ‫س ِعٌ ٍد اْل َ ْن‬َ ‫س ِعٌ ٍد ُه َو أَ ُخو ٌَ ْح ٌَى ب ِْن‬ َ ‫ َو‬. ‫ِم ْن َه َذا ْال َو ْج ِه‬
َ ‫س ْع ُد ب ُْن‬
Anas bin Malik narrated that the Allah's Messenger said:

Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah mengatakan:

"The last hour shall not be established until time is constricted, and a year would pass like a month,
a month like the week, and a week like the day, and a day is like an hour, and an hour like the time it
takes to kindle a fire."

“As-Sa’ah tidak akan terjadi sampai waktu mengerut, dan setahun akan berlalu seperti sebulan,
sebulan seperti seminggu, dan seminggu seperti sehari, dan sehari seperti satu jam, dan sejam
seperti waktu yang dibutuhkan untuk menyalakan api.”

Sahīh Bukhārī
This writer argues that when mankind abandoned the system of time ordained by Allah
Most High, and was seduced into embracing a rival system of ever-advancing technological
time, the predictable result was that the Mizān or, balance ordained by Allah Most High in
His creation, was disturbed, and the hearts of most of mankind no longer beat in harmony
with time as ordained by Allah. This is the explanation for the perception that time is now
moving faster and yet faster.

Penulis ini berpendapat bahwa ketika umat manusia mengabaikan sistem waktu yang
ditetapkan oleh Allah Yang Maha Tinggi, dan tergoda untuk merangkul suatu sistem
tandingan yakni waktu teknologis yang selalu bertambah canggih, hasil yang dapat
diprediksi adalah bahwa Mizan, atau, keseimbangan yang ditetapkan Allah SWT pada
ciptaanNya, akan terganggu, dan jantung hati sebagian besar umat manusia tidak akan
berdetak selaras dengan waktu yang ditetapkan oleh Allah. Ini lah penjelasan dari
perspektif waktu yang sekarang bergerak semakin cepat dan lebih cepat lagi.

Islamic eschatology allows us to identify that rival system of technological time, in


which time moves faster and yet faster, with Dajjāl the false Messiah. We do so, of course,
within the context of an Islamic eschatological explanation of a modern western civilization
which, like Dajjāl, has the word Kufr written on its forehead.

Eskatologi Islam mengizinkan kita untuk bisa mengidentifikasi sistem tandingan itu
dari waktu teknologis, dimana waktu bergerak semakin cepat dan lebih cepat lagi, sebagai
Dajjal sang Al Masih palsu. Kami melakukannya, tentu saja, dalam konteks penjelasan
eskatologi Islam tentang peradaban barat modern dimana, seperti juga Dajjal, mempunyai
kata Kufr yang tertulis di dahinya.

Dajjāl’s master-plan of delivering both a bogus system of time, as well as faster-moving


technological time is unfolding before our bewildered eyes, and the first two casualties are
as follows:

Rencana utama Dajjal untuk melahirkan suatu sistem waktu gadungan, serta waktu
teknologis yang bergerak lebih cepat, tengah tersingkap di depan mata kepala kita yang
kebingungan, dan dua korban kerusakan pertama adalah sebagai berikut:

Firstly, those who are trapped in faster-moving technological time no longer have
enough time to recite the Qur’ān as it ought to be recited, i.e., cover-to-cover once a month.
The Qur’ān has recorded a complaint of Prophet Muhammad (‫ )صلً هللا علٌه و سلم‬who complained
to Allah Most High that his people have forsaken the Qur’ān:

Pertama, mereka yang terjebak dalam waktu teknologis yang bergerak lebih cepat,
tidak lagi memiliki waktu yang cukup untuk mengaji Al Qur’an sebagaimana semestinya ia
dibacakan, yaitu, dari depan sampai ke belakang satu kali dalam sebulan. Al Qur’an telah
mencatat keluhan Nabi Muhammad SAW yang mengeluh kepada Allah Yang Maha Tinggi
bahwa umatnya telah meninggalkan Al Qur’an:

ً ‫ب ِإ َّن قَ ْو ِمً ات َّ َخذُوا َه َذا ْالقُ ْرآنَ َم ْه ُج‬


‫ورا‬ ِ ّ ‫سو ُل ٌَا َر‬ َّ ‫َوقَا َل‬
ُ ‫الر‬
Al Qur’ān, al-Furqān, 25:30

And on that Day the Messenger of Allah will say: “O my Lord-God. Behold, my people have forsaken
this Qur’ān!”

Dan di Hari itu Rasulullah akan mengatakan: “Ya Tuhanku. Lihatlah, umatku telah menelantarkan
Al Qur’an ini!”

The very first evidence of such a betrayal of the Qur’ān is when Muslims no longer
recite the Qur’ān in accordance with the Divinely-ordained way that it must be recited.

Bukti paling pertama dari pengkhianatan terhadap Al Qur’an adalah ketika umat Islam
tidak lagi membacakan Al Qur’an sesuai dengan cara yang ditetapkan Ilahi sebagaimana
semestinya ia harus dibacakan.

As a consequence of this betrayal of the Book of Allah, they can neither study the
Qur’ān, nor can the Qur’ān deliver for them a Hijāb which would separate them from the
godless world, and also cover and protect them from so many dangers which keep on
unfolding in the end-time.

Akibat dari pengkhianatan terhadap Kitab Allah ini, mereka tidak saja tidak dapat
mempelajari Al Qur’an, tetapi juga Al-Qur’an tidak akan dapat menyediakan bagi mereka
Hijab yang akan memisahkan mereka dari dunia yang tak berketuhanan, dan juga juga
tidak bisa menyekat dan melindungi mereka dari banyak marabahaya yang terus
bermunculan di akhir-zaman.

Secondly, as they abandon the system of time ordained by Allah Most High, they are
eventually condemned to live in a spiritual vacuum; and as they are embraced by faster
moving technological time, they become imprisoned in Dajjāl’s system of time. Such people
become shallow thinkers who live moment-to-moment in small capsules of time. They
cannot connect the dots of history to read, and understand the past correctly; they cannot
penetrate the world today in order to understand the reality which now confronts them;
and they lack the insight with which to anticipate the even more dangerous world which
lies ahead.

Kedua, seraya mereka meninggalkan sistem waktu yang ditetapkan oleh Allah Yang
Maha Tinggi, mereka pada akhirnya terpuruk untuk hidup dalam kekosongan spiritual; dan
seraya mereka didekap oleh waktu teknologis yang berjalan cepat, mereka jadi terpenjara
dalam sistem waktu Dajjal. Orang-orang seperti itu menjadi para pemikir dangkal yang
hidup dari momen ke momen dalam kapsul-kapsul kecil waktu. Mereka tidak bisa
menghubungkan titik-titik sejarah untuk dibaca, dan tidak bisa mengerti masa lalu dengan
benar; mereka tidak bisa menembus dunia hari ini untuk memahami realita yang dihadapi
mereka sekarang; dan mereka kekurangan wawasan mendalam untuk mengantisipasi
dunia yang bahkan lebih berbahaya lagi ke depannya.

The main purpose of this book is to direct the attention of readers to the role of the
continuous recitation of the Qur’ān, cover-to-cover every lunar month, and in the way that
Allah Most High ordained that the Qur’ān be recited, as the means through which Muslims
might recover the lost Mizān, and to also return to the system of time ordained by Allah
Most High. They can thus escape from the embrace of Dajjāl’s rival system of time.

Tujuan utama buku ini ialah untuk mengarahkan perhatian para pembaca akan peran
mengaji Al Qur’an secara berkesinambungan, dari depan hingga ke belakang setiap bulan
lunar, dan dengan cara yang ditetapkan Allah SWT untuk membacakannya, sebagai sarana
bagi umat Islam agar dapat memulihkan Mizan yang hilang, dan juga untuk kembali kepada
sistem waktu yang telah ditetapkan oleh Allah Yang Maha Tinggi. Sehingga dengan
demikian mereka bisa lepas dari cengkraman sistem waktu tandingan milik Dajjal.

This will be possible because Allah Most High has delivered a Mizān in the Qur’ān, and
as they recite the Qur’ān as it ought to be recited, the Qur’ān restores Mizān to their hearts:

Ini akan jadi memungkinkan karena Allah Yang Maha Tinggi telah menurunkan Mizan
dalam Al Qur’an, dan ketika mereka membacakan Al Qur’an sebagaimana semestinya
dibacakan, Al Qur’an mengembalikan Mizan pada jantung hati mereka:

ٌ ‫عةَ قَ ِر‬
‫ٌب‬ َ ‫ق َو ْال ِمٌزَ انَ َو َما ٌُ ْد ِر‬
َّ ‫ٌك لَعَ َّل ال‬
َ ‫سا‬ ِ ّ ‫اب بِ ْال َح‬
َ َ‫ّللاُ الَّذِي أَنزَ َل ْال ِكت‬
َّ
Al Qur'ān, al-Shurā, 42:17

Allah Most High has sent down the Book with Truth and with a balance within it; when will you
realize that the Last Hour is close, and that you will need that book and that balance more than ever
before?
Allah Yang Maha Tinggi telah menurunkan Kitab ini dengan Kebenaran dan dengan suatu
keseimbangan (Mizan) di dalamnya; kapankah engkau akan menyadari bahwa Saat Akhir sudah
dekat, dan bahwa engkau akan lebih membutuhkan kitab dan keseimbangan tersebut daripada
sebelumnya?

As the reader follows the method of recitation of the Qur’ān explained in this book, he
or she will recover the Mizān of time and consequently experience a return to a perception
of time passing normally; hence a year would once more pass like a year, a month like a
month, a week like a week, a day like a day, etc.

Selagi seorang pembaca mengikuti metode pembacaan Al Qur’an yang dijelaskan


dalam buku ini, ia akan menemukan kembali Mizan waktu dan hasilnya ia akan mengalami
kembalinya persepsi waktu yang berjalan dengan normal; sehingga setahun akan berlalu
seperti setahun, sebulan seperti sebulan, seminggu seperti seminggu, sehari seperti sehari,
dst.

This book thus presents compelling evidence of the strategic importance of Islamic
eschatology as it recognizes this extraordinary role of the continuous genuine recitation of
the Qur’ān (as distinct from other ways of reciting the Qur’ān) for delivering safety in the
end-time.

Buku ini dengan demikian menyajikan bukti kuat tentang pentingnya peran
eskatologi Islam karena ia bisa mengenali peran yang sangat besar dari pembacaan Al
Qur’an yang murni dan berkesinambungan (karena berbeda dari cara pembacaan Al Qur’an
yang lain) untuk memberikan keamanan di akhir-zaman.

The Hindu, Buddhist, Jew and Christian would have to find an alternative means
through which to restore normal time to his life, if he chooses not to turn to this Qur’ān. The
Muslim is fortunate that he has the Divinely-protected Qur’ān.

Umat Hindu, Buddha, Yahudi, dan Kristen harus mencari suatu sarana alternatif lain
yang dengannya dapat mengembalikan waktu normal ke dalam hidupnya, jika ia tidak
memilih untuk beralih kepada Al Qur’an ini. Umat Muslim beruntung karena memiliki Al
Qur’an-yang dilindungi Tuhan.
BAB VII

Benefit of reciting the Qur’ān


as it ought to be recited

Manfaat membacakan Al Qur’an


sebagaimana semestinya ia dibacakan

َ ْ‫َو ِإ َذا قَ َرأ‬


َ‫ت ْالقُرآنَ َج َع ْلنَا بَ ْين ََك َوبَيْنَ الَّذِين‬
ً ُ ‫اآلخ َرةِ ِح َجابًا َّم ْست‬
‫ورا‬ ِ ِ‫الَ يُؤْ ِمنُونَ ب‬
Qur’ān, al-Isra’, 17:45

1
Whenever you recite the Qur'ān (as it ought to be recited),
We place an invisible barrier between you and those who
believe not in the life to come; hence you remain protected
from their attacks.

Kapan saja engkau membacakan Al Qur’an (sebagaimana


semestinya ia dibacakan), Kami tempatkan sebuah
penghalang tak kasat mata antara engkau dan mereka yang
tidak beriman kepada hari kemudian; sehingga engkau tetap
terlindungi dari serangan mereka.

istorical time had a sunrise, and moves constantly to a


H sunset. The Qur’ān has warned that when the late
afternoon of history arrives, all of mankind would be in a
state of loss — other than those who have faith in Allah
Most High, who are righteous in conduct, and who exhort
one another to steadfastly hold on to Truth and to be
patience in the face of the trials, difficulties and adversities
of that period of time:

Waktu historis memiliki matahari terbit, dan bergerak


terus menerus menuju terbenamnya. Al Qur’an telah
memperingatkan bahwa tatkala penghujung senja sejarah
telah tiba, semua manusia akan berada dalam keadaan
merugi – terkecuali mereka yang mempunyai iman kepada
Allah Yang Maha Tinggi, yang soleh dalam berperilaku, dan
yang saling menasihati untuk berpegang teguh pada
Kebenaran dan bersabar dalam menghadapi ujian,
kesulitan dan kemalangan dari periode masa tersebut:
CHAPTER SEVEN

َ‫سانَ لَ ِفي ُخ ْسر۞ ِإ َّال الَّذِين‬ َ ‫اْلن‬ ِ ْ ‫ص ِر۞ ِإ َّن‬ْ ‫َو ْال َع‬
ِ ّ ‫ص ْوا ِب ْال َح‬
‫ق‬ َ ‫ت َوتَ َوا‬
ِ ‫صا ِل َحا‬َّ ‫ع ِملُوا ال‬ َ ‫آ َمنُوا َو‬
‫صب ِْر‬ َ ‫َوتَ َوا‬
َّ ‫ص ْوا بِال‬
Al Qur'ān, al-‘Ashr 101:1-3

CONSIDER the flight of time in History as it travels from its


sunrise to its sunset and arrives at the late afternoon of
history. Verily, mankind is bound to lose itself in the face of
the tests and trials of that period of time, unless they be of
those who attain to faith, and do good works, and enjoin
upon one another the keeping to truth, and enjoin upon one
another patience in adversity.

RENUNGKANLAH perjalanan waktu dalam Sejarah


sebagaimana ia melakukan perjalanan mulai dari terbitnya
matahari sampai tiba di penghujung senja sejarah.
Sesungguhnya, umat manusia cenderung kehilangan dirinya
di hadapan ujian-ujian dan cobaan pada periode masa itu,
kecuali jika mereka termasuk dari orang-orang yang telah
mencapai keimanan, dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan
yang baik, dan saling menyeru satu sama lain untuk menjaga
kebenaran, dan saling menyeru satu sama lain kepada
kesabaran di dalam kesulitan.

Among the tests and trials of that period of time which


would be the late afternoon of history, is the supreme test
related to time itself. As mankind is misdirected and
seduced into abandoning the system of time ordained by
Allah Most High, Prophet Muhammad (‫ )صلي هللا عليه و سلم‬warned
that they will experience time moving faster and yet faster.
This would occur because the hearts of such people would
be moving more and more in the direction of Kufr or
disbelief.

Di antara ujian dan cobaan dalam periode masa


tersebut yang merupakan penghujung senja sejarah, ujian
terberat adalah yang berkaitan dengan waktu itu sendiri.
Ketika umat manusia dibawa menuju arah yang salah dan
tergoda untuk mengabaikan sistem waktu yang ditetapkan
Allah Yang Maha Tinggi, Nabi Muhammad SAW
memperingatkan bahwa mereka akan merasakan waktu
bergerak semakin cepat dan semakin cepat lagi. Ini bisa
terjadi karena jantung hati sebagian orang akan bergerak
terus ke arah Kekufuran atau ketidak berimanan.

This book was written to direct readers to that way of


reciting the Qur’ān which would restore such hearts to the
way of Allah in such wise that hearts would now beat in
harmony with the rest of Allah’s creation. The result of such
constant recitation of the Qur’ān is that time would no
longer move faster and yet faster, but, rather, would now
move in a normal way as intended by Allah Most High.

Buku ini ditulis untuk mengarahkan pembaca kepada


cara tersebut dalam membacakan Al Qur’an yang akan
mengembalikan jantung hati mereka itu kepada jalan Allah
dengan cara yang bijak sehingga jantung hati lantas akan
CHAPTER SEVEN

berdetak dalam keharmonisan dengan ciptaan Allah yang


lainnya. Hasil dari pembacaan Al Qur’an yang terus
menerus seperti demikian adalah bahwa waktu tidak akan
bergerak semakin cepat dan lebih cepat lagi, melainkan
justru, sekarang akan bergerak dengan cara yang normal
seperti yang dikehendaki oleh Allah Yang Maha Tinggi.

There are, of course, many other benefits of reciting the


Qur’ān constantly in accordance with the method explained
in this book and in order to complete it once a month. For
example, Allah Most High has declared that He would place
a Hijāb that would protect us from the harm that comes
from the godless world in which we now live:

Ada banyak, tentu saja, manfaat lainnya dari


membacakan Al Qur’an secara terus menerus dengan
metode yang telah dijelaskan dalam buku ini agar dapat
menyelesaikannya satu bulan sekali. Sebagai contoh, Allah
Yang Maha Tinggi telah menyatakan bahwa Dia akan
menaruh Hijab yang akan melindungi kita dari mara
bahaya yang datang dari dunia tak berketuhanan dimana
kita hidup sekarang ini:

َ ْ‫َو ِإ َذا قَ َرأ‬


َ‫ت ْالقُرآنَ َج َع ْلنَا َب ْين ََك َو َبيْنَ الَّذِين‬
ً ُ ‫اآلخ َرةِ ِح َجابًا َّم ْست‬
‫ورا‬ ِ ‫الَ يُؤْ ِمنُونَ ِب‬
Al Qur’ān, al-Isra’, 17:45
Whenever you recite the Qur'ān (as it ought to be recited),
We place an invisible barrier between you and those who
believe not in the life to come; hence you remain protected
from their attacks.

Kapan pun engkau membacakan Al Qur’an (sebagaimana


semestinya ia dibacakan), Kami menempatkan sebuah
pembatas tak terlihat antara engkau dan mereka yang tidak
beriman kepada hari kemudian; sehingga engkau tetap
terlindungi dari serangan mereka.
8
Conclusion

Kesimpulan

t would be difficult to explain why most of those who read this book in this bleak modern
I age, including many who have been attached to the Qur’ān all their lives, would learn
things about the Qur’ān which they never knew before, and which they now learn for the
very first time. Their first reaction would be one of shock, and this might provoke them to
doubt the knowledge presented in this book. We urge them, gently so, to study the book
carefully before passing adverse judgement.

Akan sulit untuk menjelaskan mengapa sebagian besar dari mereka yang membaca buku
ini di zaman modern yang suram ini, termasuk banyak dari mereka yang telah melekat
dengan Al Qur’an sepanjang hidup mereka, akan mempelajari hal-hal tentang Al Qur’an
yang mereka belum pernah tau sebelumnya, dan yang sekarang mereka pelajari untuk
pertama kalinya. Reaksi pertama salah satunya ialah merasa syok, dan ini bisa memancing
mereka untuk meragukan pengetahuan yang disajikan dalam buku ini. Kami menghimbau
mereka dengan lembut, untuk mempelajari buku ini dengan seksama sebelum memberikan
penilaian yang buruk.

Some of our readers would be surprised to learn from the evidence provided in this
book, that they have an obligation to the Qur’ān to recite it cover-to-cover once a month all
through their lives; and that if they do not do so, they may possibly enter the company of
those have forsaken or abandoned the Qur’ān. We remind them of the complaint made by
Prophet Muhammad (‫ )صلي هللا عليه و سلم‬who complained to Allah Most High, that his people have
forsaken the Qur’ān. That complaint is so great that it constitutes a verse of the Qur’ān
itself:

Beberapa di antara pembaca kami akan terkejut mempelajari dari bukti-bukti yang
diberikan dalam buku ini, bahwa mereka memiliki kewajiban kepada Al Qur’an untuk
membacakannya dari halaman depan hingga ke belakang sebulan sekali sepanjang hidup
mereka; dan jika mereka tidak melakukannya, mereka bisa menjadi bagian dari mereka
yang telah menelantarkan atau meninggalkan Al Qur’an. Kami mengingatkan mereka akan
keluhan Nabi Muhammmad SAW yang mengeluh kepada Allah Yang Maha Tinggi bahwa
umatnya telah menelantarkan Al Qur’an. Keluhan tersebut demikian hebatnya sehingga
dibuat menjadi satu ayat dalam Al Qur’an:

ً ‫ب ِإ َّن قَ ْو ِمي ات َّ َخذُوا َه َذا ْالقُ ْرآنَ َم ْه ُج‬


‫ورا‬ ِ ّ ‫سو ُل يَا َر‬ َّ ‫َوقَا َل‬
ُ ‫الر‬
Al Qur’ān, al-Furqān, 25:30

The Messenger of Allah complained to Allah Most High saying: “O my Lord-God! My people have
forsaken this Qur’ān.”

Rasulullah mengeluh kepada Allah Yang Maha Tinggi dengan mengatakan : “Oh Tuhan ku! Umatku
telah menelantarkan Al Qur’an ini.”

It is even more astonishing that the very people who have essentially abandoned the
Qur’ān, or have less than a passing acquaintance with the knowledge presented in this book
concerning the Qur’ān, and who now sit as Chairmen, or as members of Management
Committees which control the affairs of Masājid, should prevent this writer from teaching
and lecturing in the Masājid over which they have control.

Bahkan yang lebih mengagetkan lagi adalah orang-orang yang pada dasarnya telah
meninggalkan Al Qur’an ini lah, atau yang tak lebih daripada hanya sekedar berkenalan
dengan pengetahuan yang disajikan dalam buku ini terlait Al-Qur'an, dan yang sedang
duduk sebagai Ketua-ketua, atau sebagai anggota-anggota dari Manajemen Komite-komite
yang mengurus urusan Mesjid-mesjid, justru yang melarang penulis ini mengajar dan
memberi kuliah di Mesjid-mesjid yang mereka kelola.

The reason for this ominous take-over of the Houses of Allah in the world of Islam by such
people is because the enemies of Islam want to silence the authentic scholars of Islam
world-wide, and substitute them with those who teach and preach Islam in a manner which
offers no threat to Dajjāl and his evil Zionist plan to rule the world.

Alasan bagi pengambil-alihan Rumah-rumah Allah dengan jahatnya ini di dunia Islam oleh
orang-orang seperti itu adalah karena para musuh Islam ingin membungkam ulama-ulama
Islam yang otentik di seluruh dunia, dan menggantikan mereka dengan para ulama yang
mengajar dan berkhotbah dengan cara yang tidak membahayakan bagi Dajjal dan rencana
jahat Zionis untuk memerintah dunia.

Prophet Muhammad (‫)صلي هللا عليه و سلم‬ warned of an age when nothing would remain of
Islam but the name; and he went on to provide us with the means by which we would
recognize that age. He said that nothing would remain of the Qur’ān but the traces of the
writing. Hence it would be in consequence of the abandonment of the Qur’ān that the great
collapse would occur. He then went on to prophesy that the Masājid would be grand
structures but would be devoid of guidance. They would be devoid of guidance because the
Qur’ān is not properly explained and taught in the Masājid, and this, in turn, would be
because the scholars who can teach with competence are not allowed to teach and preach
in the Masājid. The blessed Prophet ended his prophecy by directing primary attention to
the scholars of Islam who betray Islam while remaining attached to such Masājid where
freedom is effectively denied, and which are hence devoid of guidance. He declared of such
scholars of Islam that they were the worst people beneath the sky:

Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan akan suatu zaman di mana tidak ada
yang tersisa dari Islam selain tinggal namanya saja; dan beliau kemudian melanjutkan
dengan memberi kita sarana yang dengannya kita akan mengenali zaman tersebut. Beliau
mengatakan tidak akan ada yang tersisa dari Al Qur’an selain tulisan-tulisannya saja. Karena
itu, sebagai akibat dari ditinggalkannya Al Qur’an maka keruntuhan besar akan terjadi.
Beliau kemudian melanjutkan dengan menubuahkan bahwa Mesjid-mesjid akan menjadi
bangunan-bangunan nan megah namun akan kosong sama sekali dari petunjuk. Mereka
akan kosong dari petunjuk karena Al Qur’an tidak dijelaskan dan diajarkan dengan
sepatutnya di Mesjid-mesjid, dan ini terjadi, sebaliknya, adalah karena para ulama yang
berkompeten untuk mengajar tidak diizinkan untuk mengajar dan berkhotbah Mesjid-
mesjid itu. Nabi yang diberkati mengakhiri nubuahnya dengan mengarahkan perhatian
utama kepada para ulama Islam yang mengkhianati Islam namun terus menempel dengan
Mesjid-mesjid seperti itu dimana kebebasan ditolak secara efektif, dan yang akibatnya ia
kosong dari petunjuk. Beliau menyatakan bahwa ulama-ulama Islam yang seperti itu
merupakan orang-orang terburuk di bawah kolong langit.
‫يوشك أن يأتي على الناس زمان ال يبقى من اإلسالم إال اسمه وال‬
‫ مساجدهم عامرة وهي خراب من الهدى‬، ‫يبقى من القرآن إال رسمه‬
، ‫ من عندهم تخرج الفتنة‬، ‫ علماؤهم شر من تحت أديم السماء‬،
‫وفيهم تعود‬
There will come a time upon a people when nothing would remain of Islam but the name, nothing
would remain of the Qur’ān except the form of its letters. Their Masājid would be grand structures
but would be devoid of guidance. Their religious scholars would be the worst people beneath the
sky, corruption would emerge from them, and return to them—hence they would be the main cause
of the collapse.

Akan datang suatu masa ketika tidak ada yang tersisa lagi dari Islam kecuali namanya, tidak ada
yang tersisa dari Al Qur’an kecuali bentuk tulisannya. Mesjid-mesjid mereka akan menjadi
bangunan-bangunan yang megah tetapi kosong dari petunjuk. Ulama-ulama relijius mereka akan
menjadi orang-orang terburuk di bawah kolong langit, kerusakan akan muncul dari mereka, dan
kembali kepada mereka – sehingga mereka akan menjadi penyebab utama keruntuhan.

Sunan, Baihaqī

While we can forgive those who do sinful things to us, personally, we cannot forgive
those who prevent us from teaching the blessed Qur’ān—particularly so in the House of
Allah; and so, if our effort to teach the Qur’ān is accepted by Allah Most High, those who
deny us permission to teach the Qur’ān will have to answer on Judgement Day for their
sinful conduct. If they are cast into the hellfire because they prevented the scholars of Islam
from teaching the Qur’ān, particularly in the Masjid, they will have only themselves to
blame.

Meskipun kita dapat memaafkan mereka yang melakukan hal-hal penuh dosa kepada
kita, secara pribadi, kita tidak bisa memaafkan mereka yang menghalangi kita mengajarkan
Al Qur’an yang diberkati – khususnya di Rumah Allah; sehingga, jika usaha kita untuk
mengajarkan Al Qur’an diterima oleh Allah Yang Maha Tinggi, mereka yang tidak
mengizinkan kita untuk mengajarkan Al Qur’an harus menjawab pada Hari Penghakiman
atas perilaku keji mereka. Jika mereka dilemparkan ke dalam api neraka karena mencegah
para ulama Islam dari mengajarkan Al Qur’an, khususnya di Mesjid-mesjid, mereka hanya
akan menyalahkan diri mereka sendiri.

We pray that this Qur'ān may eventually force open the doors of the Masjid for those
who have faith in the Qur'ān, and who are faithful to the Qur'ān. Ameen!
Kami berdoa semoga Al Qur’an ini pada akhirnya akan membuka paksa pintu-pintu
Mesjid bagi mereka yang memiliki iman pada Al Qur’an dan yang setia pada Al Qur’an.
Amiin!

We live in a world in which believers have less and less time for reciting the Qur’ān,
and as a consequence there are many who now no longer recite the book; it is not far-
fetched to anticipate that a generation will come which will abandon the recitation of the
Qur'ān. The Qur'ān has indeed warned of precisely such desertion of the Holy Book. It has
done so in a complaint of the Prophet which is recorded in the Holy Book:

Kita hidup di suatu dunia di mana orang-orang beriman memiliki waktu yang semakin
sedikit untuk mengaji Al Qur’an, dan akibatnya ada banyak yang sekarang tidak lagi
mengaji kitab ini; tidak lah terlalu berlebihan untuk mengantisipasi bahwa satu generasi
akan datang di mana mereka akan meninggalkan pembacaan Al Qur’an. Al Qur’an sungguh
telah memperingatkan tentang pencampakkan terhadap Kitab Suci ini. Itu telah dilakukan
dalam keluhan Nabi yang tercatat dalam Kitab Suci tersebut:

ً ‫ب ِإ َّن قَ ْو ِمي ات َّ َخذُوا َه َذا ْالقُ ْرآنَ َم ْه ُج‬


‫ورا‬ ِ ّ ‫سو ُل َيا َر‬ َّ ‫َوقَا َل‬
ُ ‫الر‬
Al Qur’ān, al-Furqān, 25:30

The Messenger of Allah complained: O my Lord-God, surely my people have forsaken this Qur’ān.

Rasulullah mengeluh: Oh Tuhan-ku, sesungguhnya umatku telah menelantarkan Al Qur’an ini.

The Qur’ān must also be studied!

Al Qur’an juga mesti dikaji!

In addition to reciting the Qur’ān continuously, we must study it so that we might locate the
explanation of all things which it offers:

Selain mengaji Al Qur’an secara terus menerus, kita juga harus mengkajinya sehingga kita
dapat menemukan penjelasan dari semua hal yang diberikan:

َ‫ش ْيء َو ُهدًى َوبُ ْش َرى َو َر ْح َمةً ِل ْل ُم ْس ِل ِمين‬ َ َ‫علَي َْك ْال ِكت‬
َ ‫اب ِت ْب َيانًا ِلّ ُك ِّل‬ َ ‫َون ََّز ْلنَا‬
Al Qur’ān, al-Nahl, 16:89

And we have sent down to thee, Oh Muhammad, a Book which explains all things and provides
guidance, which is kindness and Mercy for Muslims.
Dan kami telah turunkan kepadamu, wahai Muhammad, sebuah Kitab yang menjelaskan segala
sesuatu dan memberikan petunjuk, sebagai kebaikan dan rahmat bagi umat Muslim.

The Qur’ān explains, for example, that money must have intrinsic value so that it can
faithfully store value over time. Thus, the Qur’ān makes explicit mention of the Dinār or gold
coin, and Dirham or silver coin, as money. When such money is used it can faithfully store
value over a long a period of time; hence the young men who fled it the cave as described in
Sūrah al-Kahf, and who slept for 300 years, could still buy food with their money after such
a long period of time. (We may note here in passing that when the Qur’ān declares that they slept for 300
years—“but they added nine”—it indicates a sinful attempt to replace lunar time with solar time as a means of
measuring the passage of time: 300 lunar years + 9 lunar years = 300 solar years. This writer is grateful to
The Qur’ān
one of his students who directed his attention to this understanding of the verse of the Qur’ān.)
also describes money to be materially tangible. Money has weight, since the Israelites
opposed the appointment of Tālūt or Saul, as their King because, as they argued in Sūrah al-
Baqarah (2:247), he did not possess even a Sa’a of wealth. A Sa’a is, of course, a measure of
weight.

Al Qur’an menjelaskan, misalnya, bahwa uang harus memiliki nilai intrinsik sehingga ia
dapat benar-benar menyimpan nilai dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, Al Qur’an secara
eksplisit menyebutkan Dinar atau koin emas, dan Dirham atau koin perak, sebagai uang.
Ketika uang seperti itu digunakan, ia dapat dengan setia menyimpan nilai untuk periode
waktu yang lama; maka dari itu para pemuda yang melarikan diri ke dalam gua seperti
yang dijelaskan dalam Surah al-Kahfi, dan yang tidur selama 300 tahun, masih bisa
membeli makanan dengan uang mereka setelah periode waktu yang sekian lama. (kita dapat
mencatat di sini secara sepintas bahwa ketika Al Qur’an menyatakan bahwa mereka tertidur selama 300
tahun – “tetapi mereka menambahkan sembilan” – itu menunjukkan upaya jahat untuk mengganti waktu
bulan lunar dengan waktu matahari solar sebagai alat untuk mengukur perjalanan waktu: 300 tahun lunar +
9 tahun lunar = 300 tahun solar. Penulis ini berterimakasih kepada salah seorang muridnya yang
mengarahkan perhatiannya pada pemahaman tentang ayat Al Qur’an ini.) Al Qur’an juga
menggambarkan uang sebagai sesuatu dengan wujud materi. Uang memiliki bobot, karena
Bani Israel menentang pengangkatan Thalut atau Saul sebagai Raja mereka karena, seperti
alasan yang mereka kemukakan dalam Surah al-Baqarah (2:247), bahwa Thalut tidak
memiliki apapun bahkan satu Sa’a harta sekalipun. Sa’a, tentu saja, merupakan ukuran
berat.

It is certainly a betrayal of the Qur’ān that multitudes of Muslims today remain in a


state of blissful ignorance of the dangerous changes which are taking place in the world of
money.

Tentu saja merupakan suatu pengkhianatan kepada Al Qur’an bahwa banyak umat
Muslim saat ini tetap dalam keadaan berbahagia dalam kelalaian akan perubahan-
perubahan berbahaya yang sedang terjadi di dunia uang.

This writer has devoted his entire life to producing books which locate much of what
the Qur’ān has explained concerning the age in which we now live, i.e., Ākhir al-Zamān or the
End-time.

Penulis ini telah mencurahkan seluruh hidupnya untuk menuliskan buku-buku yang
menggali banyak dari apa yang dijelaskan Al Qur’an mengenai zaman di mana kita hidup
sekarang ini, yaitu, Akhir Zaman atau Akhir-Masa.
This writer offers this book entitled: The Qur’ān and the Moon—Methodology for
Recitation of the Qur’ān, as well as the companion book, now renamed as: The Qur’ān and
the Stars—Methodology for Study of the Qur’ān, to students studying in institutions of
higher Islamic learning such as the Dār al-‘Ulūm and Jāmi’ah, as well as to graduates of such
institutions, with the confident expectation that these two books will help them to ‘think’.

Penulis ini menawarkan buku ini yang berjudul: The Qur’an and The Moon –
Methodology for Recitation of the Qur’an, dan juga buku pendampingnya, yang sekarang
diberi judul baru : The Al Qur’an and the Stars – Methodology for Study of the Qur’an, untuk
siswa yang belajar di Lembaga- Lembaga pendidikan tinggi Islam seperti Dar al-Ulum dan
Jami’ah, serta bagi lulusan lembaga-lembaga tersebut, dengan harapan penuh keyakinan
bahwa kedua buku ini akan membantu mereka untuk ‘berpikir’

He does so while recalling the ominous comment of the eminent Islamic scholar, Dr.
Muhammad Iqbāl (‫)رحمه هللا‬, who was not educated in a Dār al-‘Ulūm or Jāmi’ah, and who
declared that the world of Islam stopped ‘thinking’ 500 years ago.

Dia melakukannya sambil mengenang kembali komentar tak menyenangkan dari


cendekiawan Islam terkemuka, Dr. Muhammad Iqbal (‫)رحمه هللا‬, yang tidak dididik dalam Dar
al-Ulum atau Jami’ah, dan menyatakan bahwa dunia Islam telah berhenti ‘berpikir’ 500
sejak tahun yang lalu.

[See his essay on ‘The Principle of Movement in the Structure of Islam’ in his ‘Reconstruction of Religious
Thought in Islam’.
Lihat tulisannya dalam ‘The Principle of Movement in the Structure of Islam’ di ‘Reconstruction of Religious
Thought in Islam’.
http://www.archipress.org/docs/pdf/iqbalreconstruction.pdf]

Anda mungkin juga menyukai