Anda di halaman 1dari 5

Perubahan pada lansia dalam hubunganya dengan obat

Pada golongan lansia berbagai perubahan fisiologik pada organ dan


sistema tubuh akan mempengaruhi tanggapan tubuh terhadap obat. Berbagai
perubahan tersebut dalam istilah farmakologik dikenal sebagai perubahan dalam
hal farmakokinetik, farmakodinamik, dan hal khusus lain yang merubah perilaku
obat dalam tubuh.1
A. Farmakokinetik
Farmakokinetik membahas perjalanan nasib obat dalam tubuh.
Farmakokinetik dalam terapi berfungsi sebagai alat prediksi terhadap besaran
KOP (kadar obat dalam plasma) dan efek obat. Dosis dan frekuensi pemberian
obat harus menghasilkan KOP yang selalu berada dalam bingkai jendela terapi.
Bila lebih besar akan terjadi efek toksik dan bila terlalu kecil obat tidak
bermanfaat. Berikut perubahan-perubahan farmakokinetik akibat proses menua :
Tabel 1. Perubahan farmakokinetik obat akibat proses menua.1
Parameter Perubahan akibat proses menua
Absorpsi Penurunan:
- permukaan absorpsi
- sirkulasi darah splanchnic
- motilitas gastrointestinal
Peningkatan pH lambung

Distrribusi Penurunan:
- Curah jantung (cardiac output)
- Cairan badan total (total body
water)
- Massa otot badan (lean body
mass)
- Serum albumin
Peningkatan lemak badan
Peningkatan alfa-1 asam glikoprotein
Perubahan pengikatan terhadap protein
Metabolisme Penurunan:
- Aliran darah hepar
- Massa hepar
- Aktifitas enzim
- Penginduksian enzim
Ekskresi Penurunan:
- Aliran darah ginjal
- Filtrasi glomerulus
- Sekresi tubuler
a. Absorpsi
Praktis absorbsi obat dari lambung dan usus secara keseluruham tidak
mengalami perubahan yang berarti. Penurunan vaskularisasi dan motilitas
usus tidak mengurangi jumlah yang diabsorbsi (kuantifatif). Tapi bila obat
yang diabsorbsi mengalami metabolisme lintas pertama di hepar maka
bioavailabilitas obat yang masuk sirkulasi mayor akan lebih besar karena
fungsi metabolisme hepar sudah menurun. Perlu penurunan dosis misalnya
obat-obat kelompok penyekat beta.1
b. Distribusi
Distribusi adalah penyebaran obat ke seluruh tubuh melalui lintas kompar-
temen. Setelah obat masuk ke dalam darah sebagian akan terikat oleh protein
plasma darah, sebagian tetap bebas. Jadi ada fraksi obat terikat (FOT) dan
fraksi obat bebas (FOB) yang mengalami distribusi ke seluruh jaringan tubuh
hanyalah FOB. Di antarn FOB dan FOT terjadi keseimbangan yang dinamis.1
Protein plasma darah pada lansia telah mengalami perubahan dimana
kadar albumin menurun dan kadar alfa-acid glycoprotein bertambah. Keadaan
ini mengubah proporsi FOT dan FOB. Obat-obat yang bersifat asam FOB-
nya akan meningkat. Pemberian loading dose/suntikan tanpa penyesuaian
dosis dapat membahayakan. Sebaliknya obat-obat yang bersifat base FOT-
nya naik, dapat menurunkan efek terapi dan memperpanjang waktu paruhnya.
Obat-obat yang mempunyai daya kelarutan lemak tinggi akan terdistribusi
lebih luas (volume distribusinya menjadi lebih besar), sehingga mula kerja
obat menjadi lebih lambat (onset of action) dan waktu paruhnya bertambah
panjang. Jadi untuk memperoleh kadar tunak (steady state consentration)
diperlukan waktu yang lebih panjang.1
c. Metabolisme
Kapasitas fungsi hepar pada lansia menurun banyak oleh karena massa,
aliran darah sudah berkurang. Eliminasi obat menjadi lebih kecil dan lebih
lambat. Metabolisme obat di hepar berlangsung dengan katalis atau aktifitas
enzim mikrosoma hepar. Aktivitas enzim ini dapat dirangsang oleh obat
(inducer) dan dapat pula dihambat oleh inhibitor. Obat-obat yang mengalami
metabolisme di hepar misalnya paracetamol, salisilat, diazepam, prokain,
propranorol, quinidine, warfarin, eliminasinya akan menurun oleh karena
kemunduran kapasitas fungsi hepar. Bila obat tersebut diberi-kan bersama-
sama dengan obat inhibitor enzim maka proses eliminasi obat akan bertambah
lambat. Kadar obat dalam plasma dan waktu paruhnya akan meningkat
bersama-sama.
Obat-obat yang termasuk enzim inhibitor adalah : allopurinol, INH
penyekat He, simetidin, kloramfenikol, eritromisin, propoksifen, valproat,
ciprofloxacin, metronidazole, fenilbutazon, sulfonamide, Ca antagonist.
Obat-obat yang termasuk enzim inducer adalah : rifampisin, luminal,
diazepam, fenitoin, karbamazepin, alkohol, nikotin, gluthethimide.
Dalam terapi polifarmasi pengaruh obat-obat inducer/inhibitor harus selalu
diperhitungkan perubahan kinetik yang terjadi terlebih-lebih pada pemakaian
kronis (efek inducer dan inhibitor baru efektif setelah kira-kira satu minggu).1
d. Eksresi
Aliran darah, filtrasi glomeruli dan sekresi tubuli ginjal terus mengalami
reduksi yang terkorelasi dengan pertambahan umur. Pada usia 90 tahun
kapasitas ginjal tinggal ± 35 % . Konsekuensi dari penurunan fungsi ginjal ini
adalah eliminasi obat berkurang sehingga pada pemberian obat dengan
dosis/frekuensi lazim kadar obat dalam plasma (KOP) dalam darah akan
menjadi lebih besar dan waktu paruhnya menjadi lebih panjang oleh karena
itu besaran dosis/frekuensi pemberian dari obat yang dieliminasi lewat ginjal
perlu diperhitungkan dengan cermat seperti aminoglikosida, digoxin, obat
antidiabetik oral, simetidin, dan lain-lain.1
B. Farmakodinamik
Farmakodinanmik adalah pengaruh obat terhadap tubuh. Obat
menimbulkan rentetan reaksi biokimiawi dalam sel mulai dari reseptor
sampai dengan efektor.
Di dalam sel terjadi proses biokimiawi yang menghasilkan respon selular.
Respon selular pada lansia secara keseluruhan menurun. Penurunan ini sangat
menonjol pada mekanisme respon homeostatik yang berlangsung secara
fisiologis. Penurunan ini tidak dapat diprediksi dengan ukuran-ukuran
matematis seperti yang terjadi pada farmakokinetik.
Pada umumnya obat-obat yang cara kerjanya merangsang proses
biokimiawi selular intensitas pengaruhnya akan menurun, misalnya agonis
beta untuk terapi asma bronkial diperlukan dosis yang lebih besar. Padahal
dengan dosis yang lebih besar efek samping obatnya akan lebih besar pula.
Index terapi obat menurun. Sebaliknya obat-obat yang cara kerjanya
menghambat proses biokimiawi seluler, pengaruhnya akan menjadi nyata
sekali terlebih-lebih dengan mekanisme regulasi homeostatis yang melemah,
efek farmakologi obat dapat sangat menonjol sehingga toksik. Misalnya obat-
obat antagonis beta, antikolinergik, antipsikotik, anti-ansietas, dan lain-lain.
Dengan demikian index terapi obatnya menurun. Seolah-olah terjadi
peningkatan kepekaan farmakodinamik.1
Terapi farmakologi pada pasien geriatri (kasus 3) clopidogrel, salbutamol
dan donepizil
Nama : Tuan Oman
Umur : 72 tahun
Dx : Stroke, hipertensi dan hiperkolesterol
1. Clopidogrel
1) Bentuk obat
Obat clopidogrel tersedia dalam bentuk tablet dengan dosis 75 mg dan
300 mg.2
2) Indikasi
Obat ini diindikasikan untuk pasien dengan stroke infark. Clopidogrel
dengan dosis 75 mg PO/hari direkomendasikan sebagai alternative dari
aspirin. Pemberian obat aspirin berisiko tinggi untuk terjadinya
perdarahan system gastrointestinal.
3) Kontraindikasi

4) Farmakokinetik
a. Mekanisme obat
Inhibitor jalur yang diinduksi adenosin difosfat (ADP) untuk agregasi
platelet
b. Absorpsi
c. Distribusi
d. Metabolisme
e. eliminasi
5) Efek samping obat
6) Interaksi obat
7) Hubungan pengobatan dengan pasien
8) Tatalaksana farmakologi pada stroke infark

Anda mungkin juga menyukai