Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN DAN WOC

FRAKTUR COLLLES

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah keperawatan medikal bedah ll

Dosen Pengampu :

Ns. Ester Inung Sylvia

Disusun Oleh :

Andre Febrian (PO.62.20.1.20.113)

Reguler VI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


PALANGKARAYA

PROGRAM STUDI D-IV SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa.


Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis bisa menyelesaikan ASKEP
yang berjudul "FRAKTUR COLLES."
Tidak lupa saya juga mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman yang telah berkontribusi dalam membantu dalam saya
membuat ASKEP ini.
Makalah inimemberikan pemahaman tentang "FRAKTUR
COLLES.". Bagi mahasiswa dan utuk memenuhi penugasan saya di
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II yang baik dan benar.
Saya menyadari ada kekurangan pada ASKEP ini. Oleh sebab
itu, saran dan kritik senantiasa diharapkan demi perbaikan ASKEP.
saya juga berharap semoga ASKEP ini mampu memberikan
pengetahuan tentang"FRAKTUR COLLES."dalam pembelajarn
mahasiswa terutama di bidang kesehatan.

Palangka raya, 12 januari 2022


DAFTAR ISI:

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.......................................................

B. Rumusan Masalah.................................................................

C. Tujuan dan Manfaat..............................................................

BAB II PEMBAHASAN DAN WOC FRAKTUR COLLES.........................

A. Definisi.................................................................................

B. Klasifikasi.............................................................................

C. Etiologi.................................................................................

D. Patofisiologi..........................................................................

E. Pathway.................................................................................

F. Pemeriksaan Diagnostik.......................................................

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA FRAKTUR COLLES...........

A. Pengkajian.....................................................................

B. Pemeriksaan fisik..........................................................

C. Pemeriksaan Penunjang................................................

D. Diagnosa Keperawatan...................................................

E. Intervensi......................................................................

F. Evaluasi..,.....................................................................

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
Bab I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang di tujukan


kepada individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara,
dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan
dengan menggunakan penangan secara manual, peningkatan gerak,
peralatan (fisik, elektroterapeutis, dan mekanis), pelatihan fungsi,
komunikasi.
Salah satu kasus yang sering ditangani oleh fisioterapi adalah
patah tulang ( fraktur ). Fraktur sering kali terjadi akibat kecelakaan
kerja, dimana posisi tubuh terbentur dan menumpu berat badan
sehingga terjadi patahan pada tulang.
Fracture colles atau yang lebih dikenal dengan arti fraktur
radius distal merupakan 15 % dari seluruh kejadian fraktur pada
dewasa. Abraham colles adalah orang yang pertama kali
mendeskripsikan fraktur radius distal pada tahun 1814.Fraktur ini
adalah fraktur yang sering ditemukan pada manula, insidensinya yang
tinggi berhubungan dengan pemulaan osteoporosis pasca menopause.
Fraktur yang paling umum terjadi ialah melalui radius bagian
distal, dalam jarak satu inci dari permukaan sendi yang disebut dengan
fracture colles.
Salah satu penanganan fraktur adalah tindakan operatif dengan
memasang fixasi internal pada bagian yang mengalami fraktur.

B. Rumusan Masalah

 Apakah fracture colles itu?


 Bagaimana etiologi pada fraktur colles?
 Bagaimana penegakan diagnosis fraktur colles?
 Bagaimana asuhan keperawatan pada fraktur colles?
C. Tujuan dan Manfaat

 Mengetahui apa itu fraktur colles.


 Mengetuhai etiologinya.
 Mengetahui apa saja tanda dan gejalanya.
 Mengetahui bagaimana diagnosis yang ditegakkan.
 Mengetahui bagaimana asuhan keperawatannya.
Bab ll
Pembahasan Dan Woc Fraktur Colles

A. Definisi
fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenagafisik
(sylvia a., patofisiologi,1995). fraktur radius adalah fraktur yang terjadi pada tulang
radius akibat jatuh dan tangan menyangga dengan sikuekstensi. (brunner & suddarth,
buku ajar medikal bedah, 2002).
Fraktur Colles yaitu cedera pada pergelangan tangan yang disebut fraktur radius
distal paling sering terjadi pada orang tua yang jatuh bertumpu pada telapak tangan
dengan tangan dalam posisi dorsofleksi. Secara klinis biasanya sudah ditemukan
deformitas khas yang disebut bentuk garpu (Sjamsuhidajat, 2004).

B. Etiologi
Fraktur radius distal adalah salah satu dari macam fraktur yang
biasa terjadi pada pergelangan tangan. Umumnya terjadi karena jatuh
dalam keadaan tangan menumpu dan biasanya terjadi pada anak-anak
dan lanjut usia. Bila seseorang jatuh dengan tangan yang menjulur,
tangan akan tiba-tiba menjadi kaku, dan kemudian menyebabkan
tangan memutar dan menekan lengan bawah.
Abraham Colles adalah orang yang pertama kali
mendeskripsikan fraktur radius distalis pada tahun 1814 dan sekarang
dikenal dengan nama fraktur Colles. (Armis, 2000).
Menurut Sjamsujidajat dalam bukunya yang berjudul Buku
Ajar Ilmu Bedah tahun 2004 etiologi fraktur colles paling sering
ditemukan di kehidupan normal karena jatuh bertumpu tangan.
Etiologi dan Faktor Resiko:
1. Usia lanjut
2. Postmenopause
3. Massa otot rendah
4. Osteoporosis
5. Kurang gizi
6. Olahraga seperti sepakbola dll
7. Aktivitas seperti skating, skateboarding atau bike riding
8. Kekerasan
9. ACR (albumin creatinin ratio) yang tinggi

Efek ini kemungkinan disebabkan oleh gangguan sekresi 1,25 hidroksi vitamin D yang
menyebabkan malabsorpsi kalsium
C. Patofisiologi

Trauma yang menyebabkan fraktur di daerah pergelangan


tangan biasanya merupakan trauma langsung, yaitu jatuh pada
permukaan tangan sebelah volar atau dorsal. Jatuh pada permukaan
tangan sebelah volar menyebabkan dislokasi fragmen fraktur sebelah
distal ke arah dorsal. Dislokasi ini menyebabkan bentuk lengan bawah
dan tangan bila dilihat dari samping menyerupai garpu.
(Sjamsuhidayat & de Jong, 2005).
Benturan mengena di sepanjang lengan bawah dengan posisi
pergelangan tangan berekstensi. Tulang mengalami fraktur pada
sambungan kortikokanselosa dan fragmen distal remuk ke dalam
ekstensi dan pergeseran dorsal. (Apley & Solomon, 2010)
D. Pathtway atau WOC

Etiologi dan faktor resiko:

1. Usia lanjut 6. Olahraga seperti sepakbola dll


2. Postmenopause 7. Aktivitas seperti skating, skateboarding
3. Massa otot rendah atau bike riding
8. Kekerasan
4. Osteoporosis
9. ACR (albumin creatinin ratio) yang
5. Kurang gizi tinggi

jatuh

Menumpu pada tangan

Fraktur dan dislokasi radius


distal (FRAKTUR COLLES)

Fraktur Trauma & Dislokasi ke Terjatuh


Kerusakan Kurang nya
terbuka kerusakan arah dorsal (gerakan
neuromuscular informasi
jaringan fragmen tentang kondisi
tulang) fraktur
Pintu Diner fork
Ketidak
masuk MK : deformity
mampuan Nyeri tekan
kuman GANGGUAN
menggerakan dan nyeri
INTEGRITAS MK: DEFISIT
pergelangan gerak
KULIT PENGETAHUAN
tangan
MK:
RESIKO MK:
INFEKSI MK: GANGGUAN MOBILITAS FISIK / NYERI
DEFISIT PERAWATAN DIRI MK: ANSIETAS
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR COLLES

A. Pengkajian

1) Identitas Pasien

Identitas bertujuan untuk mengenal pasien yang perlu ditanyakan adalah nama, umur

(batas usia akan mempengaruhi dalam proses tindakan pembedahan), pendidikan

(pendidikan masyarakat yang rendah cenderung memilih pemeliharaan kesehatan secara

tradisional, dan belum siap menerima pelaksanaan kesehatan secara modern), pekerjaan

dan alamat.

2) Riwayat Penyakit Sekarang

Merupakan suatu faktor yang penting bagi petugas kesehatan dalam

menegakkan diagnosis atau menentukan kebutuhan pasien. Nyeri pada daerah

Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan banyak aktivitas, mual,

muntah, dan nafsu makan menurun,(Brunner & suddarth, 2002)

3) Riwayat Penyakit dahulu

Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses

perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong, 1998)

4) Riwayat Penyakit Keluarga

Fraktur bukan merupakan suatu penyakit keturunan akan tetapi adanya riwayat

keluarga dengan DM perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi perawatan

post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong, 1998)

5) Pola Kebiasan

a. Pola Nutrisi (DOENGES 2000)

nutrisi pasien tidak mengalami perubahan, namun ada beberapa kondisi


dapat menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri yang hebat,

dampak hospitalisasi terutama bagi pasien yang merupakn pengalaman

pertama masuk rumah sakit.

b. Pola Eliminasi (DOENGES 2000)

Pasien dapat cenderung mengalami gangguan eliminasi BAB seperti

konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat adanya program

eliminasi dilakukan ditempat tidur.

c. Pola Istirahat (DOENGES 2000)

ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola istirahat terganggu

atau berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak

hospitali,

d. Pola Aktivitas (DOENGES 2000)

Umumnya pasien tidak dapat melakukan aktivitas (rutinitas)

sebagaimana biasanya, yang hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat

tidur. Hal ini dilakukan karena ada perubahan fungsi anggota gerak serta

program immobilisasi, untuk melakukan aktivitasnya pasien harus

dibantu oleh orang lain, namun untuk aktivitas yang sifatnya ringan

pasien masih dapat melakukannya sendiri,

B. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat kesehatan dikumpulkan,

pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai secara berurutan dari kepala sampai

kejari kaki.
1) Inspeksi

Pengamatan terhadap lokasi pembengkakan, warna kulit pucat, Laserasi,

kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme otot dan

keadaan kulit.

2) Palpasi

Pemeriksaan dengan cara perabaan, yaitu penolakan otot oleh sentuhan kita

adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya

terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan di daerah luka insisi.

3) Perkusi

Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.

4) Auskultasi

Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui struktur

berongga atau cairan yang mengakibatkan struktur solit bergerak. Pada pasien

fraktur pemeriksaan ini pada areal yang sakit jarang dilakukan, (Brunner &

Suddarth, 2002)

C. Pemeriksaan Penunjang
 Rontgent

Untuk mengetahui secara pasti lokasi fraktur, luas fraktur, dan menunjukkan

jenis kerusakan sehingga dapat ditegakkan diagnosa pasti

D. Diagnosa keperawatan

a) Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,


kerusakan kulit, trauma jaringan.

b) Ganguuan integeritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan


c) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler

d) Nyeri (akut) berhubungan dengan Agen pencidra fisik


e) Ansietas( kegelisahan)berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penyakit

E. Intervensi

Diagnosa Kriteria hasil Intervensi

1. Resiko infeksi Tujuan:  PENCEGAHAN INFEKSI (I.14539)


berhubungan
dengan tidak Mencapai 1. bservasi
adekuatnya
penyembuhan luka
pertahanan  Identifikasi riwayat kesehatan
primer, kerusakan sesuai waktu, bebas
drainase purulen atau dan riwayat alergi
kulit, trauma
jaringan. demam  Identifikasi kontraindikasi
Kriteria: pemberian imunisasi
 Pasien  Identifikasi status imunisasi
mengutarakan setiap kunjungan ke pelayanan
nyeri pada luka kesehatan
berkurang
2. Terapeutik
 Perawatan
memberikan hasil
 Dokumentasikan informasi
yang baik
vaksinasi
 Tanda infeksi  Jadwalkan imunisasi pada
tidak terjadi interval waktu yang tepat

3. Edukasi

 Jelaskan tujuan, manfaat, resiko


yang terjadi, jadwal dan efek
samping
 Informasikan imunisasi yang
diwajibkan pemerintah
 Informasikan imunisasi yang
melindungiterhadap penyakit
namun saat ini tidak diwajibkan
pemerintah
 Informasikan vaksinasi untuk
kejadian khusus
 Informasikan penundaan
pemberian imunisasi tidak berarti
mengulang jadwal imunisasi
kembali
 Informasikan penyedia layanan
pekan imunisasi nasional yang
menyediakan vaksin gratis

Tujuan: PERAWATAN INTEGRITAS KULIT


2. Ganguuan
integeritas kulit (I.11353)
berhubungan Mencapai
dengan penyembuhan luka 1. Observasi
kerusakan sesuai waktu, bebas  Identifikasi penyebab gangguan
jaringan drainase purulen atau integritas kulit (mis. Perubahan
demam sirkulasi, perubahan status
Kriteria: nutrisi, peneurunan kelembaban,
suhu lingkungan ekstrem,
 Pasien penurunan mobilitas)
mengutarakan 2. Terapeutik
nyeri pada luka  Ubah posisi setiap 2 jam jika
berkurang tirah baring
 Perawatan  Lakukan pemijatan pada area

memberikan hasil penonjolan tulang, jika perlu


yang baik  Bersihkan perineal dengan air

 Tanda infeksi tidak hangat, terutama selama periode


terjadi diare
 Gunakan produk berbahan
petrolium  atau minyak pada
kulit kering
 Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergik
pada kulit sensitif
 Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering
3. Edukasi
 Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotin, serum)
 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
 Anjurkan meningkat asupan
buah dan saur
 Anjurkan menghindari terpapar
suhu ektrime
 Anjurkan menggunakan tabir
surya SPF minimal 30 saat
berada diluar rumah
3. Gangguan Tujuan : 1. DUKUNGAN AMBULASI (1.06171)
mobilitas
fisik - Meningkatkan/ 1. Observasi
berhubunga mempertahankan  Identifikasi adanya nyeri atau
n dengan mobilitas pada tingkat keluhan fisik lainnya
kerusakan yang mungkin  Identifikasi toleransi fisik
rangka Kriteria: melakukan ambulasi
neuromusku  Monitor frekuensi jantung dan
ler  Mempertahankan tekanan darah sebelum memulai
posisi fungsional ambulasi
 Meningkatkan  Monitor kondisi umum selama

kekuatan/ yang melakukan ambulasi


sakit dan 2. Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas ambulasi
mengkompensasi
bagian tubuh dengan alat bantu (mis. tongkat,
kruk)
 Menunjukkan
 Fasilitasi melakukan mobilisasi
tehnik yang
fisik, jika perlu
mampu
 Libatkan keluarga untuk
melakukan
membantu pasien dalam
aktivitas
meningkatkan ambulasi
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
 Anjurkan melakukan ambulasi
dini
 Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
berjalan dari tempat tidur ke
kursi roda, berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi, berjalan
sesuai toleransi)
4. Nyeri Tujuan: A. MANAJEMEN NYERI (I. 08238)

(akut) - Menyatakan nyeri 1. Observasi


berhubungan hilang  lokasi, karakteristik, durasi,
dengan frekuensi, kualitas, intensitas
agen nyeri
pencidera  Identifikasi skala nyeri
fisik  Identifikasi respon nyeri non
. verbal
 Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik
2. Terapeutik
 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
 Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
3. Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

B. PEMBERIAN ANALGETIK
(I.08243)

1. Observasi
 Identifikasi karakteristik nyeri
(mis. Pencetus, pereda,
kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
 Identifikasi riwayat alergi obat
 Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik (mis. Narkotika, non-
narkotika, atau NSAID)
dengan tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik
2. Terapeutik
 Diskusikan jenis analgesik
yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal, jika perlu
 Pertimbangkan penggunaan
infus kontinu, atau bolus opioid
untuk mempertahankan kadar
dalam serum
 Tetapkan target efektifitas
analgesic untuk
mengoptimalkan respon pasien
 Dokumentasikan respon
terhadap efek analgesic dan
efek yang tidak diinginkan
3. Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
5. Ansietas(kege Tujuan : REDUKSI ANXIETAS (I.09314)
lisahan)
berhubungan Memberikan informasi 1.  Observasi
dengan  Identifikasi saat tingkat anxietas
yang akurat tentang
kurangnya
gejala yang di alami berubah (mis. Kondisi, waktu,
informasi
tentang klien sehingga klien stressor)
penyakit dapat memahami  Identifikasi kemampuan
penyakit yang mengambil keputusan
dialaminya  Monitor tanda anxietas (verbal
Kriteria: dan non verbal)
2. Terapeutik
 Klien tidak  Ciptakan suasana  terapeutik
mengalami untuk menumbuhkan
kegelisahan dan kepercayaan
ketakutan  Temani pasien untuk

 Klien dapat mengurangi kecemasan , jika


memahami memungkinkan
 Pahami situasi yang membuat
penyakit yang
dideritanya anxietas
 Dengarkan dengan penuh
 mampu
perhatian
melakukan
 Gunakan pedekatan yang
aktivitas
tenang dan meyakinkan
 Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu kecemasan
 Diskusikan perencanaan 
realistis tentang peristiwa yang
akan datang
3. Edukasi
 Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
 Informasikan secara factual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
 Anjurkan melakukan kegiatan
yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
 Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
 Latih kegiatan pengalihan,
untuk mengurangi ketegangan
 Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
 Latih teknik relaksasi
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat anti
anxietas, jika perlu

B. TERAPI RELAKSASI

1. Observasi
 Identifikasi penurunan tingkat
energy, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala lain
yang menganggu kemampuan
kognitif
 Identifikasi teknik relaksasi
yang pernah efektif digunakan
 Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan penggunaan
teknik sebelumnya
 Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan darah,
dan suhu sebelum dan sesudah
latihan
 Monitor respons terhadap terapi
relaksasi
2. Terapeutik
 Ciptakan lingkungan tenang
dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
 Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan prosedur
teknik relaksasi
 Gunakan pakaian longgar
 Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama
 Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis
lain, jika sesuai
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis, relaksasi
yang tersedia (mis. music,
meditasi, napas dalam, relaksasi
otot progresif)
 Jelaskan secara rinci intervensi
relaksasi yang dipilih
 Anjurkan mengambil psosisi
nyaman
 Anjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
 Anjurkan sering mengulang
atau melatih teknik yang
dipilih’
 Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis. napas
dalam, pereganganm atau
imajinasi terbimbing )
F. Evaluasi

1. Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian peoses menentukan
apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa,
perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri. (Ali, 2009)
2. Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian ulang rencana
keperawatan. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mecapai
tujuan.
3. Proses evaluasi
 Mengukur pencapaian tujuan klien
 Membandingkan data yang terkumpul

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC.
2. Sjamsuhidajat & Wim de jong. 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: ECG
3. Appley, A.G & Solomon. 2010. Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley. Jakarta: Widya
Medika.
4. Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
5. Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
6. Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

24

Anda mungkin juga menyukai