DOSEN PENGASUH :
Suriana. S.Pd.i. M.A
MATA KULIAH
Pendidikan Karakter Rabbani
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-nya baik kesehatan maupun keselamatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “KLASIFIKASI NAFS
MANUSIA”.
Dalam pembuatan makalah ini, penyusun meyampaikan ucapan terimakasih
kepada seluruh pihak yang telah membantu meluangkan segala waktu, tenaga, dan
pikiran dalam rangka penyusunan makalah ini. Pada makalah ini, penyusun
menyadari masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi isi maupun tata bahasa
serta penulisan, mengingat akan keterbatasan kemampuan yang dimiliki penulis,
untuk itu penulis mengharapkan kririk dan saran dari semua pihak guna
penyempurnaan pembuatan makalah ini. Akhir kata, penyusun berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membaca. Aamiin.
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Pembahasan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Pengertian Nafs 3
B. Istilah Nafs dalam Al-qur’an 4
C. Kodisi Kejiwaan Manusia 6
D. Hubungan Jiwa dan jasad 7
BAB III PENUTUP 9
A. Kesimpulan 9
DAFTAR PUSTAKA 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Puncak
kelebihannya bisa lebih mulia dari malaikat, dan titik terendah kekurangannya
lebih hina dari binatang. Tetapi dibalik kelebihan dan kekurangannya itu,
manusia adalah makhluk yang penuh misteri. Tidaklah mengherankan jika
kemudian muncul begitu banyak kajian, penelitian ataupun pemikiran tentang
manusia dalam segala aspeknya. Salah satunya adalah tentang jiwa.
Perbincangan tentang jiwa (al-nafs) dalam dunia Islam sudah di mulai sejak
munculnya pemikir-pemikir Islam di panggung sejarah. Diawali dengan
runtuhnya peradaban Yunani Romawi dan adanya gerakan penerjemahan,
komentar serta karya orisinil yang dilakukan oleh para pemikir Islam terutama
pada masa Daulah Abbasiyah, esensi dari pemikiran Yunani diangkat dan
diperkaya. Di sisi lain, para filsuf muslim juga terpengaruh oleh pemikiran
Yunani dalam membahas nafs (jiwa), sehingga kubu filsafat Islam diwakili oleh
Ibnu Rusyd terlibat perdebatan akademik berkepanjangan dengan al-Ghazali.
Dalam kurun waktu lebih dari tujuh abad, nafs (jiwa) dibahas di dunia Islam
dalam kajian yang bersifat sufistik dan falsafi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan klasifikasi nafs manusia?
2. Bagaimana klasifikasi nafs dalam Al-qur’an?
3. Bagaimana kondisi kejiwaan manusia?
4. Bagaimana hubungan jiwa dan jasad?
C. Tujuan
1. Mendefinisikan pengertian klasifikasi nafs manusia
2. Mengetahui klasifikasi nafs dalam al-qur’an
3. Mengetahui kondisi kejiwaan manusia
4. Mengetahui hubungan jiwa dan jasad
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Nafs
Istilah jiwa dalam bahasa arab disebut dengan النفسatau nafs yang secara
kebahasaan dapat diterjemahkan menjadi jiwa atau diri, (Jurnal At-Tibyan
Volume 2 No.2, Desember 2017, 2017). Secara terminologi kata jiwa dapat
merujuk kepada beberapa pendapat ulama dan filsuf muslim. Para filsuf muslim
seperti al-Farabi, al-Kindi, Ibn Sina dan al-Ghazali mereka sepakat memaknai
nafs adalah “kesempurnaan awal bagi fisik yang bersifat alamiah, mekanistik dan
memiliki kehidupan yang energik”.
Maksud atau makna dari definisi diatas adalah sebagai berikut;
1. Makna dari ‘kesempurnaan awal bagi fisik yang bersifat alamiah’ adalah bahwa
manusia baru dikatakan menjadi manusia yang sempurna diketika manusia
tersebut menjadi makhluk yang bertindak. Dikarenakan jiwa merupakan bagian
kesempurnaan pertama bagi fisik alamiah dan bukan bagi fisik material.
2. Maksud dari kata ‘mekanistik’ adalah bahwa badan atau fisik manusia
menjalankan fungsinya melalui perantara alat-alat, seperti tangan, kaki,
pendengaran, dan lain-lain yang merupakan bagian dari anggota tubuh manusia.
3. Makna ‘memiliki kehidupan yang energik’ adalah bahwa di dalam dirinya
terkandung kesiapan hidup dan persiapan untuk menerima jiwa.
Ibnu Sina dalam karangannya “Ahwal an-Nafs”, memberi penjelasan bahwa
jiwa adalah substansi ruhani yang memancar kepada raga dan menghidupkannya
lalu menjadikannya alat untuk mendapatkan pengetahuan dan ilmu, sehingga
dengan keduanya ia bisa menyempurnakan dirinya dan mengenal Tuhannya.
Pendapat Ibnu Sina begitu komplek dalam mendefinisikan jiwa kepada sesuatu
yang bersifat ruhani bukan bagian dari jasmani manusia.
Berbeda dengan nafs yang didefinisikan oleh Ibn Hazm yang bertolak
belakang dengan pandangan Ibnu Sina, beliau berpendapat bahwa jiwa bukan
substansi dan bukan yang ada di dalam tubuh tapi ia adalah non-fisik. Jiwa
mempersepsikan semua hal, mengatur tubuh, bersifat efektif, rasional, memiliki
kemampuan membedakan, memiliki kemampuan dialog dan terbebani. Jiwa
merupakan tempat munculnya berbagai perasaan manusia, baik itu ekspresi
kesenangan, kesedihan, kebahagiaan, kemarahan.
2. Lafadh nafs juga menunjukkan makna Zat Tuhan dan sifat Allah
ك لِنَ ْف ِسي
َ َُواصْ طَنَ ْعت
Artinya: “Aku pilih engkau untuk Zat (nafs)-Ku. (QS. Thaha [20]: 41)
َ س ه _َُّ فِي َش ْي ٍء ِإاَّل َأ ْن تَتَّقُوا ِم ْنهُ ْم تقَُاةً َويُ َح ِّذ ُر ُك ُم ا _َِّ َو َم ْن ي ْفَ َعلْ َذلِكَ فَلَي
ْس ِمنَ ا َ َن ْف
Artinya: “Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan
Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari
mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya (nafsihi).
(QS. Ali 'Imran [3]: 28). Kata-kata jiwa dalam ayat tersebut menunjukkan kepada
sifat Allah yang Maha Pembalas (al-Muntaqim).
3. Lafadh nafs juga menunjukkan makna hakikat jiwa manusia yang terdiri dari tubuh
dan ruh
ٍ ََولَوْ ِشْئنَا َآَلتَ ْينَا ُك َّل ن ْف
س هُدَاهَا
Artinya: ”Dan kalau Kami menghendaki, niscaya Kami akan berikan kepkepada
tiap-tiap jiwa akan petunjuk”. (QS. As-Sajadah [11]: 13)
4. Lafadh nafs juga menunjukkan makna kepada diri manusia yang memiliki
kecenderungan
ََت لَهُ ن ْفَ ُسهُ قَ ْت َل َأ ِخي ِه فَقَتَلَهُ فََأصْ بَ َح ِمنَ ال َْخا ِس ِرين
ْ فَطَ َّوع
Artinya: “Maka, hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh
saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang di antara orang
yang merugi”. (QS. Al-Maidah [55] : 30).
5. Lafadh nafs yang bermakna bahan (mahiyah) manusia.10
ِ ِ واَل ُأ ْق ِس ُم لنَّ ْف
س اللَّوَّا َم ِة َ
6. Lafadh nafs yang bermakna Kehendak (thawiyah) dan sanubari (dhamir),11
َُ يغيِّ ُر َما بِقَوْ ٍم َحتَّى
يغيِّرُوا َما _ََّ ِإ َّن ا َُ ْنفُ ِس ِه ْم _َِ اَل
Artinya: “...Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (anfusahum)...”.
(QS. Ar-Ra’d [13] : 11). Nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna dengan
fungsi menampung dan berkehendak terhadap diri manusia untuk berbuat
kebaikan atau keburukan. Maka tergantung kepada manusia mengarahkan nafs
tersebut.