Anda di halaman 1dari 7

Pulmonary Embolism

Iustitia, S.P.
Cardiologist, Abdul Moeloek General Hospital
xxxxx@gmail.com

Pendahuluan
Pulmonary embolism atau emboli paru adalah bentuk tromboembolisme vena yang cukup
sering terjadi dan fatal. Dalam studi epidemiologis, insidensi tahunan dari emboli paru
berkisar antara 39-115 per 100.000 populasi1. Tingkat fatalitas dari emboli paru mencapai
59% dari emboli paru yang terdiagnosis.Presentasi klinis dari emboli paru bervariasi dan
sering kali tidak spesifik menjadi tantangan dalam diagnosisnya. Tatalaksana yang cepat
dan tepat memegang peranan kunci untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas paska
serangan emboli paru2.

Definisi
Emboli paru adalah obstruksi arteri pulmonalis atau salah satu cabangnya oleh zat yang
berasal dari lokasi lain di tubuh. Zat ini dapat berupa trombus, udara, lemak, ataupun tumor.

Klasifikasi
Emboli paru diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok berdasarkan pola temporalnya,
yaitu:
1. Akut: Onset gejala dalam hitungan menit-jam setelah penyumbatan arteri pulmonalis
2. Subakut: Onset gejala dalam hitungan hari- minggu setelah penyumbatan
3. Kronik: Pasien secara perlahan mengalami gejala emboli paru yang seringkali
disertai gejala hipertensi paru.

Patofisiologi
Emboli paru dapat disebabkan oleh trombosis arteri pulmonalis atau embolisme dari
trombosis vena dalam. Trombosis ini berkaitan erat dengan trias Virchow, yaitu stasis vena,
kerusakan endotel, dan hiperkoagulabilitas.

Emboli paru akut mengganggu sirkulasi dan pertukaran gas. Kegagalan ventrikel kanan
karena pressure overload akut juga disebut sebagai penyebab kematian utama pada kasus
emboli paru berat. Tekanan arteri pulmonalis meningkat jika >30-50% permukaan arteri
pulmonalis tersumbat oleh tromboemboli3. Vasokonstriksi juga terjadi akibat pelepasan
tromoksan A2 dan serotonin. Kedua faktor ini akan menyebabkan pressure overload pada
RV, yang berdampak pada meningkatnya durasi kontraksi dan dilatasi ventrikel kanan.

Peningkatan beban tekanan akan dikompensasi dengan meningkatnya aktivasi


neurohumoral melalui sistem simpatis4, yang akan meningkatkan kontraktilitas jantung untuk
melawan beban. Namun karena kemampuan melawan tekanan yang kurang dari ventrikel
kanan, kegagalan kompensasi akan menyebabkan stasis aliran darah dan instabilitas
hemodinamik. Stasis aliran darah mengurangi jumlah darah yang dapat bertukar gas5, dan
juga memperparah trombosis yang ada.
Gambar 1 Patofisiologi emboli paru yang menyerupai siklus tak terputus berujung mortalitas.
Proses ini berawal dari penyumbatan arteri pulmonalis yang meningkatkan afterload RV
(Dikutip dari ESC, 2019)

Presentasi Klinis
Emboli paru memiliki presentasi klinis yang bervariasi, dari tanpa gejala hingga kematian
mendadak. Gejala yang paling sering adalah sesak napas akut disertai nyeri dada pleuritik
(dapat dilokalisasi dengan mudah), dan batuk6. Adapun gejala yang kadang ada seperti
orthopneu, nyeri/bengkak pada betis atau paha, mengi, juga batuk darah.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan takipneu, pembengkakan dan kemerahan pada
betis/paha, takikardia, hipoksemia, ronki basah, menurunnya suara napas, pengerasan
suara S2, distensi vena juguler, edema pitting pada kaki, atau ascites.

Sistem skoring untuk kecurigaan klinis


Dalam mengarahkan diagnosis PE, ESC merekomendasikan penggunaan sistem skoring
Jenewa7, yaitu:

Tabel 1 Skoring Jenewa untuk kecurigaan klinis emboli paru


Gejala/Tanda Nilai Skor
Versi Versi
Orisinil Sederhana
Riwayat DVT/PE
Laju Nadi
75 -94 bpm 3 1
>94 bpm 5 2
Riwayat bedah/fraktur dalam 1 bulan terakhir 2 1
Batuk darah 2 1
Kanker aktif 2 1
Nyeri tungkai bawah Unilateral 3 1
Nyeri pada palpasi vena adalam tungkai 4 1
bawah dan edema unilateral
Usia >65 tahun 1 1

Kemungkinan klinis emboli paru dikatakan tinggi jika skoring versi orisinil bernilai lebih
dari lima atau skoring sederhana lebih dari dua.

Pemeriksaan Penunjang
Dalam menegakkan diagnosis emboli paru, terdapat dua jenis pemeriksaan yang penting
dilakukan yaitu D-dimer dan pencitraan.

Pada pasien dengan instabilitas hemodinamik yang dicurigai PE, ekokardiografi dapat
membantu mengarahkan kecurigaan PE. Apabila tidak ditemukan tanda disfungsi ventrikel
kanan, maka kemungkinan penyebab syok lain harus digali terlebih dahulu.

Gambar 2 Algoritma Diagnosis untuk pasien dengan kecurigaan emboli paru dengan
instabilitas hemodinamik

Pada pasien dengan gejala emboli paru yang kemungkinan emboli parunya rendah
berdasarkan skoring Jenewa, maka D-dimer lebih dipilih sebagai modalitas diagnostik. Nilai
D-dimer >500 ng/mL berarti kemungkinan PE tinggi dan pasien perlu dilakukan pemeriksaan
pencitraan seperti CTPA. D-dimer kurang dari 500 ng/mL dapat merule-out emboli paru.
Pada pasien dengan gejala emboli paru kemungkinan emboli paru tinggi, pencitraan
vaskuler paru seperti CT Pulmonary Angiography atau V/Q Scintigraphy lebih disarankan.
Gambar 3 Algoritma Diagnosis untuk pasien dengan kecurigaan emboli paru dengan
hemodinamik stabil

Adapun pemeriksaan lain yang biasanya dilakukan adalah:


1. Darah Rutin: Biasanya ditemukan leukositosis, peningkatan LED, peningkatan laktat,
peningkatan LDH, dan peningkatan AST.
2. Analisis Gas Darah: Hipoksemia, alkalosis respiratori, dan hipokapnia
3. Elektrokardiografi: SVT atau sinus tachycardia, RBBB, kadang ditemukan pola
S1Q3T3
4. Rongent thorax: hilangnya corak vaskuler pulmoner, segmen paru radioopak karena
infark
5. Ekokardiografi: Akan ditemukan tanda disfungsi ventrikel kanan
Gambar 4 Gambaran disfungsi ventrikel kanan yang dapat ditemukan pada emboli paru akut

Tatalaksana Emboli Paru

Gambar 5 Algoritma tatalaksana pasien yang terdiagnosis emboli paru akut


1. Suplementasi oksigen pada pasien dengan SaO2<90%
2. Pada pasien dengan gejala emboli paru dengan instabilitas hemodinamik, maka
tatalaksana awal sebagai emboli paru berisiko tinggi, yaitu:
a. Optimasi volume dengan loading 500 mL dalam 30 menit pada pasien tanpa
hipervolemia
b. Penggunaan vasopressor atau inotrop: Norepinefrin 0,2-1 mcg/kg/min atau
Dobutamin 2-20 mcg/kg
c. Apabila penggunaan vasopressor dan inotropik belum membuat
hemodinamik stabil, pertimbangan penggunaan support sirkulasi mekanis
seperti ECMO/IABP
3. Antikoagulasi: Semua pasien dengan kemungkinan emboli paru yang tinggi
berdasarkan skoring klinis dan tidak memiliki kontraindikasi harus memulai
antikoagulasi selagi menunggu hasil tes diagnostik. Antikoagulasi dapat diberikan
berupa:
a. Antikoagulasi parenteral: penggunaan LMWH dan fondaparinux lebih
disarankan karena risiko perdarahan mayor dan trombositopenia yang lebih
kecil. UFH digunakan pada kasus instabilitas hemodinamik yang perlu
reperfusi atau gangguan fungsi ginjal dengan bersihan kreatinin <30 mL/min.
b. Novel Oral Anticoagulations (NOACs): NOACs pada emboli paru berperan
sebagai antikoagulan maintenance setelah penanganan akut. NOACs lebih
disarankan dibanding antagonis vitamin K karena interaksi obat yang minimal
dan dosis yang tidak terlalu berubah pada pasien dengan gangguan ginjal
ringan- sedang (CrCl 30-60 mL/min).
c. Antagonis Vitamin K (VKAs): Penggunaan VKA yang lebih murah kadang
menjadi pilihan pada konteks keterbatasan sumber daya. Perlu diingat pada
penggunaan VKA, diperlukan antikoagulasi lain selama minimal 5 hari hingga
INR mencapai target yaitu 2.0-3.0 selama 2 hari berturut. Warfarin dapat
dimulai dari dosis 10 mg atau 5 mg pada pasien dengan lansia di atas 60
tahun. Nilai INR juga perlu dimonitor secara rutin selama penggunaan VKA.
4. Terapi Reperfusi
a. Trombolisis sistemik atau kateter: Trombolisis segera diindikasikan pada
emboli paru dengan instabilitas hemodinamik. Trombolisis sistemik paling
baik dilakukan dalam 48 jam setelah onset, namun bermanfaat secara klinis
hingga 14 hari setelah onset. Pastikan pasien tidak memiliki kontraindikasi
trombolitik.

Tabel 2 Agen trombolitik, dosis, dan kontraindikasinya dalam tatalaksana


emboli paru
Nama agen Regimen Kontraindikasi
Trombolitik
rtPA 100 mg dalam 2 jam
0,6 mg/kg dalam 15 Absolut
Riwayat stroke perdarahan
mrnit Riwayat stroke iskemik dalam 6
Streptokinase 250.000 IU dalam 30 bulan terakhir
menit, dilanjutkan Neoplasma saraf pusat
Riwayat operasi mayot, truma
100.000 IU dalam 12- mayor atau cedera kepala dalam
24 jam 3 minggu terakhir
Gangguan perdarahan
Regimen dipercepat: Perdarahan aktif, selain
1,5 juta IU dalam 2 menstruasi
jam
Urokinase 4.400 IU/kg dalam 10 Relatif
TIA dalam 6 bulan
menit, dilanjutkan Sedang dalam antikoagulan oral
dengan 4400 Kehamilan atau 1 minggu post
IU/kg/jam dalam 12-24 partum
jam Penyakit hepar berat
Hipertensi stage III refrakter
Regimen dipercepat: 3 Ulkus peptikum aktif
juta IU dalam 2 jam

b. Pembedahan Embolektomi: Embolektomi dilakukan pada pasien emboli paru


dengan instabilitas hemodinamik yang memiliki kontraindikasi trombolisis
atau mengalami kegagalan trombolisis

Referensi
1. Wendelboe AM, Raskob GE. Global Burden of Thrombosis. Circ Res [Internet]. 2016
Apr 29;118(9):1340–7. Available from:
https://www.ahajournals.org/doi/10.1161/CIRCRESAHA.115.306841
2. Konstantinides S V, Meyer G, Becattini C, Bueno H, Geersing G-J, Harjola V-P, et al.
2019 ESC Guidelines for the diagnosis and management of acute pulmonary
embolism developed in collaboration with the European Respiratory Society (ERS).
Eur Heart J [Internet]. 2020 Jan 21;41(4):543–603. Available from:
https://academic.oup.com/eurheartj/article/41/4/543/5556136
3. McIntyre KM, Sasahara AA. The hemodynamic response to pulmonary embolism in
patients without prior cardiopulmonary disease. Am J Cardiol [Internet]. 1971
Sep;28(3):288–94. Available from:
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/0002914971901160
4. Begieneman MP V, van de Goot FRW, van der Bilt IAC, Noordegraaf A V.,
Spreeuwenberg MD, Paulus WJ, et al. Pulmonary embolism causes endomyocarditis
in the human heart. Heart [Internet]. 2007 Oct 4;94(4):450–6. Available from:
https://heart.bmj.com/lookup/doi/10.1136/hrt.2007.118638
5. Burrowes KS, Clark AR, Tawhai MH. Blood flow redistribution and ventilation-
perfusion mismatch during embolic pulmonary arterial occlusion. Pulm Circ [Internet].
1(3):365–76. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22140626
6. Pollack C V., Schreiber D, Goldhaber SZ, Slattery D, Fanikos J, O’Neil BJ, et al.
Clinical Characteristics, Management, and Outcomes of Patients Diagnosed With
Acute Pulmonary Embolism in the Emergency Department. J Am Coll Cardiol
[Internet]. 2011 Feb;57(6):700–6. Available from:
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0735109710046528
7. Penaloza A, Verschuren F, Meyer G, Quentin-Georget S, Soulie C, Thys F, et al.
Comparison of the unstructured clinician gestalt, the wells score, and the revised
Geneva score to estimate pretest probability for suspected pulmonary embolism. Ann
Emerg Med [Internet]. 2013 Aug;62(2):117-124.e2. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23433653

Anda mungkin juga menyukai