Anda di halaman 1dari 56

Hipertensi Pulmonal

Pendahuluan
• Hipertensi pulmonal adalah suatu keadaan peningkatan
resistensi vaskuler pulmonal yang menyebabkan menurunnya
fungsi ventrikel kanan oleh karena peningkatan afterload
ventrikel kanan.
• Hipertensi pulmonal sekunder terjadi akibat gangguan organ lain,
misalnya penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), disfungsi
ventrikel kiri, dan gangguan terkait hipoksemia.
• Tekanan arteri pulmonalis normal 14 mmHg saat istirahat.
• Hipertensi pulmonal bila tekanan arteri pulmonalis naik  > 25
mmHg saat istirahat dan > 30 mmHg saat aktivitas.
• Istilah Hipertensi Pulmonal Promer (HPP) saat ini diganti
menjadi Hipertensi Arteri Pulmonal Idiopatik (IPAH).
Definisi
• Hipertensi pulmonal adalah suatu keadaan progresif yang
ditandai dengan kenaikan Tekanan Arteri Pulmonal (TAP; mean
pulmonary arterial pressure/ mPAP) ≥ 25 mmHg saat istirahat
atau >30 mmHg yang diukur dengan kateterisasi jantung kanan/
RVC dengan rerata Tekanan Kapiler Pulmonar (pulmonary-
capillary wedge pressure/ PCWP) atau Tekanan Akhir Diastolik
Ventrikel Kiri (left ventricular end-diastolic pressure/ LVEDP) < 15
mmHg dan Resistensi Vaskular Pulmonar (pulmonary vascular
resistance) > 3 Wood unit.

indonesiajournalchest Vol.4 No.4 | Okt-Des 2017


Definisi
• Hipertensi pulmonal didefinisikan sebagai kondisi dimana nilai
mean pulmonary arterial pressure (mPAP) > 25 mmHg saat
istirahat.
• Hipertensi pulmonal digolongkan sedang-berat jika mPAP > 35
mmHg.
• Gagal jantung kanan hanya terjadi jika mPAP > 50 mmHg.

JAI, Volume 10, Nomor 3, Tahun 2018


Idiopatik Klasifikasi Terkait Peny. Paru Lama

Sebab lain

Tromboemboli

Terkait Gagal Jantung Kiri


BJA Education, 17 (7): 228–234 (2017)
doi: 10.1093/bjaed/mkw074
Klasifikasi

Clinical classification of pulmonary hypertension (PH) from the 5th World Symposium held in Nice, France,
in 2013. [Adapted from Simonneau et al. (118) with permission from the publisher, copyright 2013, Elsevier]
BMPR2, bone morphogenetic protein receptor 2; PVR, pulmonary vascular resistance; FDA, Food and Drug
Administration; COPD, chronic obstructive pulmonary disease.

Am J Physiol Lung Cell Mol Physiol 314: L769–L781, 2018. doi:10.1152/ajplung.00259.2017


Patogenesis
• PAH berkaitan dengan ketidakseimbangan hormon vasoaktif yang
menyebabkan :
• vasokonstriksi,
• proliferasi sel, dan
• kondisi protrombotik dalam endotel.
Patogenesis
(Jalur Prostasiklin)

• Pada PAH, kadar asam arakidonat yang menghasilkan prostasiklin


dan tromboksan  lebih condong menghasilkan tromboksan
yang berlebihan.
• Prostasiklin adalah vasodilator yang kuat, menghambat agregasi
platelet dan memiliki efek antiproliferasi pada smooth muscle
cells (SMCs) pembuluh darah.
• Tromboksan merupakan vasokonstriktor dan agonis platelet.
Patogenesis
(Jalur Nitric Oxide)

• Produksi vasodilator nitric oxide (NO) minim.


• NO yang dihasilkan dari arginine melalui endothelial isoforms of
NO synthase, berinteraksi dengan cytoplasmic guanynyl cyclase
dalam SMCs untuk meningkatkan cGMP, pada akhirnya
mengaktivasi cGMP kinase dan mengawali rangkaian proses yang
menghasilkan SMCs relaksasi dan vasodilatasi.
• Phosphodiesterase 5 (PDE5) mengakhiri efek NO dengan
menghancurkan cGMP.
Patogenesis
(Jalur Endotelin)

• Endothelin-1 (ET-1), sebuah peptida asam amino-21 dihasilkan


dalam SMCs pembuluh darah, sel endotel dan miosit jantung,
adalah sebuah vasokonstriktor kuat dan perangsang proliferasi
SMCs.
• Peningkatan kadar ET-1 dalam PAH berkaitan dengan tingkat
keparahan dan prognosis PAH.
• Pembuluh darah paru terdiri dari 2 jenis reseptor endotelin (ETA
dan ETB)  Aktivasi ETA menghasilkan vasokonstriksi, sedangkan
aktivasi ETB merangsang pelepasan vasodilator (seperti NO dan
prostasiklin) dan meningkatkan bersihan ET-1.
Patogenesis
• Arteri pulmonalis normal merupakan suatu struktur “complaint”
dengan sedikit serat otot, yang memungkinkan fungsi “pulmonary
vaskuler bed” sebagai sirkuit low pressure dan high flow.
• Kelainan vaskuler hipertensi pulmonal mengenai arteri
pulmonalis kecil dengan diameter 4-10 mm dan arteriol 
berupa hiperplasia otot polos vaskuler, hiperplasia intima, dan
trombosis in situ.
• Progresivitas penebalan arteri pulmonalis secara gradual
meningkatkan tahanan pulmonal yang akhirnya menyebabkan
keadaan strain dan gagal ventrikel kanan.
Patogenesis
• Pada stadium awal, peningkatan tekanan arteri pulmonalis
menyebabkan peningkatan kerja ventrikel kanan dan terjadinya
trombotik arteriopati pulmonal.
• Karakteristik dari trombotik arteriopati pulmonal ini adalah
trombosis insitu pada tunika muskularis arteri pulmonalis.
• Pada stadium lanjut, lesi berkembang menjadi arteriopati
fleksogenik pulmonal yang ditandai dengan hipertrofi tunika
media, fibrosis laminaris intima konsentrik, yang menggantikan
struktur endotel pulmonal normal.
Bentuk Kelainan Patologi
1. Fleksogenik arteriopati primer (30-60 % dari HPP) 
fleksogenik adalah disorganisasi kapiler pulmonal. Lesi
fleksiform merupakan bentuk hipertensi pulmonal berat,
ditemui pada pasien dengan komponen genetic (7 % bersifat
familial).
2. Tromboemboli arteriopati (45-50% dari HPP)  fibrosis
eksentrik tunika intima dan gambaran rekanalisasi thrombosis
insitu (jaringan dan septum dalam lumen arterial). Ada 2 bentuk
subtipe: makro-tromboemboli & mikro-tromboemboli.
3. Oklusi vena pulmonalis  jarang didapat, disebabkan
penipisan tunika intima vena pulmonalis.
Kateterisasi
• Kateterisasi jantung kanan dengan mengukur hemodinamik
pulmonal adalah gold standard untuk konfirmasi hipertensi arteri
pulmonal (PAH).
• Gunakan definisi hipertensi pulmonal adalah pulmonary arterial
pressure (PAP) > 25 mHg saat istrahat, atau > 30 mmHg saat
aktivitas.
• Kateterisasi membantu menyingkirkan etiologi lain seperti
penyakit jantung kiri dan memberikan informasi prognostik
hipertensi pulmonal.
Apa yang Diukur pada Kateterisasi
• Systemic arterial pressure (BP) dan heart rate (HR)
• Right atrial pressure (RAP)
• Right ventricular pressure (RVP)
• Pulmonary artery pressure (PAP)
• Pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)
• Cardiac output (CO) dan Cardiac index (CI)
• Pulmonary vasoreactivity
• Systemic and pulmonary arterial oxygen saturation
Tes Vasodilator
• Vasoreaktivitas adalah bagian penting untuk evaluasi pasien IPAH,
dimana pasien yang berespons dengan vasodilator terbukti
memperbaiki angka survival dengan menggunakan blok kanal
kalsium (CCB) jangka panjang.
• Definisi respons menurut European Society of Cardiology
Consensus adalah penurunan rerata tekanan arteri pulmonal
paling tidak < 10 mmHg dengan peningkatan cardiac output.
• Tujuan primer tes vasodilator adalah untuk menentukan apakah
pasien masih bisa diterapi dengan CCB oral.
Elektrokardiografi
• Gambaran tipikal EKG pada pasien hipertensi pulmonal sering
menunjukan pembesaran atrium dan ventrikel kanan, strain
ventrikel kanan, dan pergeseran aksis ke kanan.
Tes Berjalan 6 Menit
• Keterbatasan fungsional pasien hipertensi pulmonal adalah
dengan tes ketahanan berjalan 6 menit (6WT).
• Tes ini mengukur kapasitas fungsional pasien dengan penyakit
jantung, memiliki prognostik yang signifikan dan telah digunakan
secara luas dalam penelitian untuk evaluasi pasien hipertensi
pulmonal yang diterapi.
• 6WT tidak memerlukan ahli dalam penilaian.
Radiografi Thorax
• Radiografi thorak adalah noninvasif dan tidak mahal.
• Pasien dengan sesak tidak jelas umumnya dilakukan skrining
dengan radiografi thorax.
• Ro thorax sebagai first-line tes skrining pada pasien IPAH untuk
melihat penyebab sekunder, seperti penyakit interstisial paru dan
kongesti vena-vena paru.
• Hampir 85 % keadaan hipertensi pulmonal disertai kelainan
radiografi thorax, seperti pembesaran ventrikel kanan dan/atau
atrium kanan, serta dilatasi arteri pulmonal.
Tes Fungsi Paru (Spirometri)
• Pengukuran kapasitas vital paksa (FVC) saat istrahat, volume
ekspirasi paksa 1 detik (FEV1), ventilasi volunter maksimum
(MVV), kapasitas difusi karbon monoksida, volume alveolar
efektif, dan kapasitas paru total  PENTING.
• Hasil spirometri untuk identifikasi faktor penyebab hipertensi
pulmonal apakah obstruksi saluran atau defek mekanik.
• Tes fungsi paru juga secara kuantitatif menilai gangguan mekanik
sehubungan dengan penurunan volume paru pada Hipertensi
Pulmonal.
CT Scan Paru
• CT scan hanya untuk membedakan hipertensi pulmonal primer
atau sekunder.
• Bila tanpa zat kontras, untuk menilai parenkim paru seperti
bronkiektasi, emfisema, atau penyakit interstisial.
• Bila dengan zat kontras, untuk menilai penyakit tromboemboli
paru.
Manajemen Perioperatif Hipertensi Pulmonal
• Secara hemodinamik terdapat tiga klasifikasi hipertensi pulmonal
 hipertensi pulmonal precapillary, hipertensi pulmonal
postcapillary, dan hipertensi pulmonal campuran.
• Hipertensi pulmonal precapillary ditandai dengan naiknya
pulmonary vascular resistance sebesar ≥ 3 wood units (WU) tanpa
diikuti kenaikan signifikan dari left atrial pressure (LAP) ataupun
pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)  menandakan
lokasi dari kenaikan tekanan pulmonal terletak pada sebelah
proksimal dari capillary bed di arteri pulmonalis.
Manajemen Perioperatif Hipertensi Pulmonal
• Hipertensi pulmonal postcapillary ditandai dengan naiknya left
atrial pressure (LAP) yang terkait gagal jantung kiri, juga dapat
menyebabkan kenaikan PAP dan PCWP (tapi PVR dan
transpulmonary gradient / TPG tetap normal); terkait mekanisme
backward akibat meningkatnya LAP.
• Hipertensi pulmonal mixed type diakibakan oleh hipertensi
kronik vena pulmonalis yang dapat dihubungkan karena gagal
jantung kiri yang berakibat pada aktivitas remodeling pembuluh
darah. Tipe ini ditandai naiknya PCWP > 15 mmHg, naiknya PVR ≥
2.5-3.00 WU, dan TPG meningkat > 13.
• Pemahaman mengenai hipertensi pulmonal precapilary,
postcapilary, dan mixed type memberikan gambaran dalam
penentuan terapi hipertensi pulmonal.
Komplikasi Perioperatif Hipertensi Pulmonal
(Pemberian VTP)
• PAP merupakan aritmatika dari CO, PVR, dan LAP, pada beberapa
kondisi saat dilakukan manajemen perioperatif dapat memicu
perburukan dari hipertensi pulmonal, memicu iskemia ventrikel
kanan, dan memicu disfungsi ventrikel kanan.
• Pemberian ventilasi tekanan positif dapat mengurangi aliran
balik vena sistemik (venous return) sehingga mengurangi preload
ventrikel kanan dan akhirnya juga mengurangi cardiac output.
• Ventilasi tekanan positif juga membuat alveoli menjadi over
distended sehingga menaikkan PVR dan akhirnya mengurangi
preload ventikel kiri.
Komplikasi Perioperatif Hipertensi Pulmonal
(Overload Volume)
• Overload volume pada ventrikel kanan akibat adanya pergeseran
cairan selama dilakukan tindakan bedah dapat mengurangi
ukuran ruang ventrikel kiri dan mengurangi volume pengisian
ventrikel kiri karana adanya ventricular interdependence, yang
menyebabkan penurunan cardiac output dan hipotensi.
Komplikasi Perioperatif Hipertensi Pulmonal
(Gradien Tekanan Sistolik Diastolik Aorta)
• Pada orang normal perfusi ventrikel kanan terjadi baik pada saat
sistol maupun diastol karena adanya gradien yang
menguntungkan antara tekanan sistolik dan distolik di aorta
serta korespondensi dari tekanan intramiokardial ventrikel
kanan.
• Pada pasien Hipertensi Pulmonal, tekanan sistolik ventrikel
kanan mendekati tekanan sistolik aorta sehingga pengisian
arteri koronaria saat sistolik menjadi berkurang, dan jika terjadi
gagal jantung kanan dan membuat tekanan diastolik atrium
kanan meningkat, hal ini juga akan mengurangi pengisian arteri
coronaria saat fase diastol, mekanisme inilah yang berkontribusi
terhadap iskemia ventrikel kanan dimana nantinya akan
menurunkan cardiac output dan bisa mengakibatkan kematian.
Komplikasi Perioperatif Hipertensi Pulmonal
(Gradien Tekanan Sistolik Diastolik Aorta)
• Pada orang normal perfusi ventrikel kanan terjadi baik pada saat
sistol maupun diastol karena adanya gradien yang
menguntungkan antara tekanan sistolik dan distolik di aorta
serta korespondensi dari tekanan intramiokardial ventrikel
kanan.
• Pada pasien Hipertensi Pulmonal, tekanan sistolik ventrikel
kanan mendekati tekanan sistolik aorta sehingga pengisian
arteri koronaria saat sistolik menjadi berkurang, dan jika terjadi
gagal jantung kanan dan membuat tekanan diastolik atrium
kanan meningkat, hal ini juga akan mengurangi pengisian arteri
coronaria saat fase diastol, mekanisme inilah yang berkontribusi
terhadap iskemia ventrikel kanan dimana nantinya akan
menurunkan cardiac output dan bisa mengakibatkan kematian.
Komplikasi Perioperatif Hipertensi Pulmonal
(Peningkatan Mendadak Afterload Ventrikel Kanan)
• Peningkatan secara gradual pada afterload ventrikel kanan lebih
dapat ditoleransi dari pada peningkatan secara mendadak.
• Jika peningkatan afterload ventrikel kanan terjadi secara
mendadak  terjadi gagal jantung kanan dan penurunan cardiac
output serta stroke volume  menyebabkan hiperkarbia,
hipoksia, asidosis, dan rangsangan berbahaya (noxious stimuli)
seperti rasa nyeri dan rangsangan pada saluran napas.
• Peningkatan mendadak dari PAP > 40 mmHg yang sebelumnya
normal merupakan faktor risiko terjadinya penurunan stroke
volume ventrikel kanan.
• Loading cairan diperkirakan malahan dapat memperburuk gagal
jantung kanan dan selanjutnya memperburuk pengisian LV.
Komplikasi Perioperatif Hipertensi Pulmonal
(Gangguan Irama dan BCIS)
• Faktor lainya seperti aritmia, penurunan cardiac output karena
aritmia, iskemia, iskemia yang menyebabkan hipotensi, dan efek
samping anestesi juga berperan.
• Beberapa prosedur bedah juga berIsiko terhadap pasien dengan
hipertensi pulmonal seperti hip replacement, dimana dapat
terjadi emboli pulmo karena udara, cement, dan sumsum tulang,
juga mikroemboli saat transplantasi hepar.
• Ingatkan lagi tentang Patogenesis Bone Cement Implantation
Syndrome (BCIS).
Patogenesis Bone Cement Implantation Syndrome (BCIS)
Patogenesis Bone Cement Implantation Syndrome (BCIS)
Identifikasi Faktor Risiko PH
Prinsip Manajemen Anestesi Preoperatif
• Adanya disfungsi ventrikel kanan yang signifikan harus segera
dievaluasi mengenai kebutuhan untuk dilakukan pembedahan.
• Mencegah hipotensi  untuk mencegah risiko iskemia
ventrikel kanan, depresi miokardial, penurunan kontraktilitas,
dan gagal jantung ventrikel kanan.
• Mencegah elevasi akut / mendadak dari tekanan arteri
pulmonalis (PAP)  peningkatan resistensi arteri pulmonalis
dapat menyebabkan gagal jantung vetrikel kanan.
• Jangan sampai nyeri tidak terkontrol  dapat
menyebabkan peningkatan tonus simpatis, meningkatkan PVR
dan depresi pernapasan.
Prinsip Manajemen Anestesi Preoperatif
Ini Target nya !!!
Prinsip Manajemen Anestesi Intraoperatif
• Pemasangan jalur intravena harus hati-hati  jangan sampai
emboli udara.
• Cairan intravena yang dihangatkan dapat mencegah hypoxic
pulmonary vasocontriction dan ventilasi perfusi mismatching.
• Pemberian oksigen harus adekuat  oksigen berfungsi sebagai
vasodilator pulmoner.
• Pastikan patensi jalan napas.
• Pasien hipertensi pulmonal perlu FiO2 lebih tinggi, serta
hiperventilasi dengan target PaCO2 30-35 mmHg, positive end
expiratory pressure (PEEP) < 15 (5-10 cmH2O).
Prinsip Manajemen Anestesi Intraoperatif
• Pada tahap monitoring pasien harus euvolemia.
• Perhatikan volume cairan  kehilangan darah yang terukur
maupun tidak terukur, evaporasi melalui kulit, pernapasan, dan
(tercecer di meja operasi).
• Indweling arterial catheter berguna untuk memonitor tekanan
darah sistemik.
• Central venous pressure berguna untuk mengetahui perubahan
tekanan pengisian ventrikel kanan dan keadaan new onset dari
perburukan regurgitasi tricuspid.
• Kateter arteri pulmonal berguna untuk menjadi panduan
mengontrol PAP pada pemberian terapi vasodilator, mengukur
CO, dan mengkalkulasi PVR.
Prinsip Manajemen Anestesi Intraoperatif
• Saat induksi, teknik general anesthesia dengan pemberian
okigenasi 100% untuk mencapai konsentasi end-tidal di atas 90%
berguna mencegah risiko hipoksemia.
• Agen induksi disukai etomidat dikombinasikan dengan opiat 
efek samping minimal pada kontraktilitas miokardium.
• Hindari penggunaan propofol dan sodium pentotal karena
menurunkan tekanan darah sistemik dan kontraktilitas jantung.
• Ketamin menurunkan PVR dan meningkatkan SVR sehingga dapat
menjadi pilihan pada anak dengan PJB.
Prinsip Manajemen Anestesi Intraoperatif
• Intubasi harus cepat dan halus oleh anestetis yang
berpengalaman.
• Penggunaan milrinone IV, nitrogliserin IV, N2O inhalasi, nebulisasi
epoprostenol atau iloprost dapat digunakan sebelum induksi
untuk mencegah respons hipertensi pulmonal.
Prinsip Manajemen Anestesi Postoperatif
• Perburukan klinis dan kematian pasca operasi sering kali terjadi
akibat pergeseran keseimbangan cairan, kenaikan tonus
simpatis, peningkatan vasokonstriksi pulmonal (asidosis,
hipoksia, hipotermia), dan tromboemboli pulmonal  gagal
jantung ventrikel kanan tambah parah.
• Komplikasi pembedahan yang paling bahaya adalah hipotensi
sistemik akibat gagal jantung ventrikel kanan karena hipertensi
pulmonal.
• Takiaritmia atrial harus dilambatkan dengan digoxin dan
amiodarone.
Prinsip Manajemen Anestesi Postoperatif
• Waspadai penggunaan diltiazem dan betablocker karena pada
pasien gagal ventrikel kanan parah akan membuat hipotensi.
• Penggunaan calcium chanel blocker (verapamil) harus dihindari
karena memiliki efek inotropik negatif dan vasodilatasi pembuluh
darah yang dapat memicu hipotensi.
Prinsip Manajemen Anestesi Postoperatif
• Infeksi tidak bisa ditolerir oleh pasien dengan hipertensi
pulmonal dengan kontraktilitas ventrikel kanan minimal.
• Keadaan anemia harus dikoreksi  meningkatkan kerja ventrikel
kanan.
• Pemberian oksigen adekuat merupakan suatu kebutuhan karena
efek vasodilatasi pulmonal.
• Asidemia dapat meningkatkan PVR  harus segera dikoreksi,
sehingga alkalemia ringan merupakan suatu keuntungan bagi
pasien hipertensi pulmonal post operatif.
• Asidosis respiratorik harus dihindari  target PaCO2 < 30-35
mmHg dan koreksi asidosis metabolik memiliki target PH > 7.4.
Prinsip Manajemen Anestesi Postoperatif
• Cegah hipotermia  suhu tubuh dipertahankan 37 °Celcius.
• Pasien hipertensi pulmonal dengan hipertrofi ventrikel kiri agak
bergantung pada kecukupan cairan (preload) dan tidak bisa
mentolerir defisit cairan misalnya perdarahan, karena ventrikel
kanan lebh responsif pada kekurangan cairan daripada ventrikel
kiri, tetapi volume loading yang berlebihan juga merugikan 
harus hati-hati.
Prinsip Manajemen Anestesi Postoperatif
• Pemeliharaan tekanan darah sistolik dengan inotropik dan
vasopresor sangat penting diberikan bila pasien membutuhkan.
• Target CVP pada pasien dengan napas spontan cukup 5-10 mmHg.
Prinsip Manajemen Anestesi Postoperatif
• Agen vasodilator pada manajemen perioperatif untuk mengurangi
PVR pada pasien yang akan jatuh pada keadaan ADRVF adalah
agen inhalan seperti nitrit oxid inhalasi (iNO).
• Beberapa prinsip pemberian vasodilator :
1. Prostanoid umumnya hanya sesuai untuk hipertensi arteri
pulmonalis atau hipertensi pulmonal tipe 1 berdasar kriteria WHO.
2. Vasodilator pulmonal selektif baik oral inhalasi maupun intravena
(kecuali sildenafil) dapat memperburuk gagal jantung kiri dan
hipertensi vena pulmonalis.
3. Vasodilator pulmonal secara sistemik dapat memperburuk
hipoxemia melalui V/Q missmatch dan berpotensi hipotensi 
hindari.
Prinsip Manajemen Anestesi Postoperatif
Prostanoid = Epoprostenol, Iloprost; analognya
Beraprost. Nitroprusside dan NTG dimetabolisme
Antagonis endotelin = Bosentan, Ambrisentan. menjadi NO  cGMP ↑  vasodilatasi
Inhibitor PDE-5 = Sildenafil, Tadalafil.

Epoprosterenol  prostasiklin
sintetik  meningkatkan cAMP
 vasodilatasi, PAP dan PVR ↓

Penghambat PDE-5  menghambat


pemecahan cGMP dan cAMP  vasodilatasi
Golongan prostanoid berupa Epoprostenol dan
Iloprost serta analognya Beraprost

Current therapies approved for treatment of pulmonary arterial hypertension (PAH) among prostacyclin,
nitric oxide (NO), and endothelin (ET)-1 pathways. sGC, soluble guanylyl cyclase; PDE-5,
phosphodiesterase type 5; PPARγ, peroxisome proliferator-activated receptor-γ.

DOI: (10.1152/ajplung.00259.2017)
Inhibitor PDE-5berupa Sildenafil dan Tadalafil

Current therapies approved for treatment of pulmonary arterial hypertension (PAH) among prostacyclin,
nitric oxide (NO), and endothelin (ET)-1 pathways. sGC, soluble guanylyl cyclase; PDE-5,
phosphodiesterase type 5; PPARγ, peroxisome proliferator-activated receptor-γ.
Antagonis endotelin berupa Bosentan dan Ambrisentan

Current therapies approved for treatment of pulmonary arterial hypertension (PAH) among prostacyclin,
nitric oxide (NO), and endothelin (ET)-1 pathways. sGC, soluble guanylyl cyclase; PDE-5,
phosphodiesterase type 5; PPARγ, peroxisome proliferator-activated receptor-γ.
Prinsip Manajemen Anestesi Postoperatif
• Manajemen hipotensi pada pasien hipertensi pulmonal dengan
disfungsi ventrikel kanan adalah dengan pemberian norepinefrin
dan vasopresin (lebih diminati daripada agonis alfa murni seperti
phenylephrine).
• Pada pasien normotensi dengan gagal jantung ventrikel kiri
dapat diberikan dobutamin karena efek meningkatkan
kontraktilitas ventrikel kanan dan cardiac output, sedangkan
pemberian dopamin dapat membuat takikardi.
• Inodilator milrinone sangat berguna bagi pasien dengan gagal
jantung ventrikel kiri dan hipertensi pulmonal.
Prinsip Manajemen Pasien PH

BJA Education, 17 (7): 228–234 (2017)


doi: 10.1093/bjaed/mkw074
BJA Education, 17 (7): 228–234 (2017)
doi: 10.1093/bjaed/mkw074

Anda mungkin juga menyukai