Anda di halaman 1dari 7

Merekomendasikan Suka Sekolah

dan Rajin Berdoa


Laksamana TNI Purnawirawan Prof. Dr. Marsetio, S.I.P., M.M.,
Komisaris Utama PT Pelindo

Setelah tamat Akademi Angkatan Laut Surabaya 1981, Marsetio mengikuti


pendidikan setahun di Magelang. Kala itu, dia sering bepergian ke Yogyakarta. Ketika
melewati Bulaksumur Universitas Gadjah Mada, kerap muncul angan-angan di
benaknya, “Kapan saya bisa kuliah di sini, ya.”

Ternyata impian menjadi mahasiswa UGM yang membanggakan itu terbuktikan juga.
Marsetio yang berhasil lulus di S-3 UGM pada tahun 2012.

Perjalanan pendidikan Marsetio tidak tanggung-tanggung. Pada tahun 1986 di


Royal Dutch Navy Operation School Belanda, pada tahun 1991 ISC Royal Naval
College di Inggris, kemudian pada tahun 2002 di Operation Course Italia. Dia juga
pernah sekolah operasi pada tahun 2007 di Hawai Asia Pasifik. Bahkan, sejak
berpangkat kapten selalu mengajar bidang teknis.

Ia pun lantas mengisahkan betapa cintanya pada dunia pendidikan. Bahkan,


setelah pensiun dari militer, dia bercita-cita sebagai pendidik. Kalau menjadi guru atau
dosen, menurut dia, dapat terus memberikan ilmu kepada orang lain sebagai ilmu yang
amaliah. Hal ini ditunjukkan dengan pengalamannya berbagai ilmu dan pengetahuan di
Naval War Collage USA, di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut, di Sesko TNI,
di Lemhannas, serta dosen di berbagai perguruan tinggi seperti STTAL, Unhan, UI,
UGM, dan Undip. Selain itu, dia tercatat sebagai Wakil Ketua Dewan Penasihat Ikatan
Alumni Lemhannas. Bahkan, dia tidak pernah nomor dua, tetapi selalu nomor satu pada
saat pendidikan. “Kalau kita mengikuti belajar dengan serius dan tidak lupa berdoa,
mohon restu orang tua, Insya Allah, doa kita akan dikabulkan oleh Allah Swt.,” ungkap
Marsetio penuh semangat.

1
Ketika berpangkat kapten, dia sempat kuliah di Universitas W.R. Supratman
(Unipra). Kala itu dia menjalani kuliah ngumpet-ngumpet. Komandan tidak senang
kalau melihat stafnya sekolah. Sampai saya sempat ditanya, “Mas Tio mengapa kamu
kuliah di Amerika segala, saya enggak sekolah saja pangkat saya sampai colonel.”

Sebagai tentara, Marsetio hanya menjawab, “Siap!”

Tidak heran bila kuliah strata satu (S-1) diselesaikan selama 7 tahun.
Selanjutnya, karena sering berlayar, berbalik lagi, saya kuliah di S-2 dengan memilih
Program Studi Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Wijaya Putra, Surabaya.

Begitu jadi Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL), Marsetio mengukuhkan
niatnya dengan mengalokasikan anggaran untuk pendidikan. Ia menghentakkan gagasan
bahwa menjadi komandan kapal harus punya program magister dan doktor. “Maka dari
itu, siapkan anggarannya untuk melanjutkan pendidikan. Pelaksanaan program ini
tergantung pada personel. Kalau untuk pendidikan dan pengembangan SDM ‘kan
boleh. Langkah ini akhirnya menjadi role model di angkatan lain. Panglima Pak Andika
kebetulan juga senang pendidikan,” ujarnya.

Maka, semasa dia menjadi KSAL, sejak 17 Desember 2012 sampai 31


Desember 2014, dapat bantuan 5 juta dolar Amerika Serikat. Pada kesempatan itu,
KSAL Marsetio menguliahkan 15 orang. Mereka mengambil program studi magister.
Setelah purna, dia menjadi dosen di San Francisco. Begitu pula, ketika kuliah S-3,
bekerja sama dengan berbagai universitas. Sebelum, dia jadi KSAL, jarang ada
personel yang kuliah. Namun, ketika sebagai pejabat tertinggi di lingkungan TNI AL,
personel wajib kuliah. Beruntunglah hal itu diikuti penggantinya. “Orang kuliah ‘kan
tambah pintar,” kata Marsetio.

Apalagi, kata dia, manfaat praktis kuliah dalam menjalankan tugas sebagai TNI
AL sangat membantu. Misalnya, ketika dia mengadakan keputusan-keputusan strategis,

2
keputusan yang cepat dan tepat, serta lebih futuristik. Marsetio mengungkap, “Saya
pernah kuliah di Universitas Harvard (Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat)
tentang industri di Abad 21 sekaligus menulis buku Kepemimpinan Nusantara. Buku ini
bisa menjadi salah satu acuan di dalam kepemimpina kemiliteran dan sipil apabila
ingin menjadi pemimpin yang baik.”

Ia mencontohkan ketegangan di Ambalat. Kala itu suasananya sangat genting,


bahkan hampir terjadi perang terbuka antara TNI AL dan Angkatan Laut Malaysia.
Menghadapi keadaan semacam ini sudah pasti perlu sebuah perhitungan yang matang.

Begitu pentingnya keberadaan sekolah sehingga perlu kiat-kiat khusus agar bisa
mengatur waktu. Hal ini tidak lepas dari perjalanan kariernya. Pada saat dia berpangkat
letnan dua, letnan satu, kapten, sampai mayor, ada pengaturan ala Belanda yang
membuat bodoh. Kendati demikian, dia mengambil celah agar tetap bisa berkuliah.
Pada pukul 13.30 apel siang, makan siang, kemudian pukul 14.00 sampai 16.00 makan
dan istirahat, lalu disuruh tidur. Namun, Marsetio (yang kala itu berpangkat kapten)
memanfaatkan waktu luang untuk menuntut pelajaran di perguruan tinggi. Dia dari
rumah atau kapal sudah harus berpakaian rapi dan memakai sepatu untuk mengikuti
kuliah.

Maka, menjadi sangat benar kalau istrinya, Ny. Penny Iriana Trikamandani,


pernah mengatakan bahwa tentara tidak boleh menganggur. Buah perjuangannya
semasa menjadi TNI AL akhirnya dia bisa mengajar dan menjadi dosen tetap di
Lemhanas, kemudian sebagai guru besar di Universitas Pertahanan dan menjadi
pengajar di Program Studi Magister UGM. “Ini zaman Rektornya Pak Pratikno, Ibu
Dwikorita Karnawati, sampai Pak Panut Mulyono, saya mengajar di bagian kuliah
umum. Saya juga mengajar di Seskoal, Sesko TNI, dan yang tetap setiap tahun
diundang secara spesial mengikuti ceramah di Montreal,” katanya.

3
Ia melanjutkan, “Hal yang unik lagi, saya ‘kan Guru Besar Bidang Pertahanan
Maritim. Kalau jadi guru besar harus diuji. Kalau syarat guru besar, jumlah angka
kredit kumulatif (kum) minimal 850, saya sudah mempunyai 1.150 kum.”

Maka, suatu hari yang direncanakan adalah berkumpulah enam profesor dan
satu doktor sekretarisnya. Mereka mengatakan bahwa pihaknya tidak ingin menguji,
tetapi ingin tahu karena dia adalah guru besar pertama di bidang maritim. Marsetio
lantas menyarankan kepada kementerian bahwa Ilmu Pertahanan agar tidak menjadi
bagian humaniora, jadi subhumaniora. Perlu ada cabang sendiri namanya Ilmu
Pertahanan. “Saya menjadi guru besar yang diuji enam guru besar dari IPB, UI, UGM,
dan Universitas Hasanudin sehingga dinyatakan menjadi guru besar pada Bidang
Pertahanan Maritim,” ujarnya.

Merger

Secara tegas, pria yang sangat memahami bidang kemaritiman ini


menyebutkan bahwa Pelindo 1, 2, 3, dan Pelindo 4 dahulunya mengindikasikan bahwa
antar-Pelindo ada persaingan. Kalau ada importir atau eksportir, akan terasa murah di
Pelindo 3 karena sistem anak bangsa tidak bayar. Hal ini dibebankan pengguna
kontainer. Sementara itu, di Pelindo 2 sistemnya sewa. Ada yang dari Hong Kong,
Singapura, dan Australia. Akan tetapi, sekarang semua harga sama pada sistem
pembayaran.

Selain komisaris utama, Marsetio mendapat tugas mewakili pemegang saham


untuk mengontrol para jajaran. Dijelaskan pula bahwa Pelindo 1 bidang nonpeti kemas;
Pelindo 2 (bidang solusi logistik); Pelindo 3 (terminal peti kemas); Pelindo 4 (jasa
marketing). Keempatnya dimerger guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi.
Arahnya ke depan nanti Indonesia menjadi operator peti kemas terbesar ke-8 di dunia.

Marsetio yang juga Penasihat Menteri Bidang Pertahanan dan Keamanan


Maritim Kemenko Marves ini menyebutkan Singapura sebagai hak logistiknya Asia.

4
Padahal, Indonesia berada di antara dunia benua dan dua samudra. Pertanyaannya
bagaimana memosisikan Pelindo. Mengapa Singapura dari 33 sampai 35 juta twenty-
foot equivalent unit (TEUs), sedangkan sejumlah 18 sampai 19 juta TEUs dari
Indonesia? Pelindo sekarang sudah menjadi satu. Indonesia sudah membuat pelabuhan
baru Batam New Port. Pimpinannya harus memahami leadership dan kekuatan bisnis.
Kalau Singapura memiliki pelabuhan 550 sampai 600 hektare, Indonesia baru
membangun 350 hektare di utaranya. Syaratnya mempunyai manajemen yang bagus,
pengolahan bisnis yang bagus, dan memiliki networking.

Ia berharap sebanyak 20 juta TEUs selama ini masuk Singapura, menjadi masuk
Indonesia. Apalagi, Indonesia sebagai negara besar yang memiliki bargaining untuk
kemaritiman. Berkaitan dengan hal ini ada teori academic thinking. Menurut Mahan
(perwira Angkatan Laut Amerika Serikat), terdapat enam syarat sebuah negara
dikatakan maritim, yaitu lokasi geografis, karakteristik dari tanah dan pantai, luas
wilayah, jumlah penduduk, karakter penduduk, dan lembaga pemerintahan.

“Baru Pak Jokowi (tanpa mengurangi rasa hormat kepada para pendahulu) yang
membuat visi dan misi negara Indonesia dengan visi Maritim. Beliau mengatakan
bahwa kita punya lima pilar maritim. Agar Indonesia maju harus memahami budaya
maritim, sumber daya maritim, konektivitas maritim, diplomasi maritim, dan
pertahanan maritim. Kelak Indonesia akan menduduki nomor empat ekonominya di
dunia setelah Cina, India, dan Amerika,” katanya.

Namun, lanjut dia, ada syaratnya, yakni keberhasilan infrastruktur; menarik


investasi sehingga ada Undang-Undang Cipta Kerja; menata birokrasi karena
Kemenpan RB menyebutkan banyak kebocoran oleh ulah oknum di eselon 3 dan 4.
Indonesia harus menerapkan bagaimana penggunaan anggaran yang benar, membangun
sumber daya maritim, serta membangun sumber daya manusia yang berkarakter. Inilah
rangkaian cara mendidik generasi muda agar menjadi contoh bagi generasi ke
depannya.

5
Menata Batam

Bicara soal menata Batam, dia mengatakan bahwa kota terbesar di Provinsi
Kepulauan Riau ini memang banyak mafianya. Namun, sekarang ini sudah mulai
membaik. Di sekitar Batam terdapat 16 titik labuh jangkar. Menteri, sekjen, dirjen, dan
direkturnya yang sekarang dilebur. “Bayangkan kalau mau di Singapura sebuah kapal
yang akan masuk harus mengantre dan membayar 6.000 dolar AS, sedangkan di
Indonesia gratis,” ujarnya.

Selanjutnya, rapat tingkat menteri memutuskan tinggal enam. Hal ini dikontrol
betul supaya menaati aturan. Misalnya, kemarin kapal ke-32 ketangkap. Ada yang
panjangnya 350 meter, 300 meter, dan 200 meter ketangkap ketika mau masuk
Singapura melalui wilayah Indonesia.

“Saya punya sistem untuk memberesi Batam sangat urgen mengundang


investor. Dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja, semua bisa lebih kondusif.
Jangan sembarangan menaikkan harga. Kedatangan 60 kapal Llyod, tiba-tiba harga
dinaikkan 700 kali lipat. Akibatnya, mereka kabur tidak ada yang mau ke Batam dan
memilih Singapura. Ini salah satu dari beberapa indikasi. Jadi, kadang-kadang ada staf
yang bermental ABS (asal bapak senang),” ucapnya.

Untuk membangun kemaritiman yang membanggakan, menurut dia, harus


paham siapa ditjen, imigrasi, Dirjen Bea Cukai, dan karantina. Empat orang ini akan
menentukan lancar tidaknya kegiatan pelabuhan. Pemerintah akan menetapkan
panduan yang terkait dengan ekosistem. Kalau ada kapal mau masuk, perincian
transportasinya sangat akomodatif. Misalnya, mau masuk tanggal berapa? Gudangnya
di mana? Kapalnya jam berapa? Di dermaga mana? Pada tahun 2022, 10 pelabuhan
utama harus pakai sistem tersebut.

Ada masalah serius di bidang transportasi laut terkait dengan soal peti kemas,
sudah 2 tahun para pengusaha mengeluh selain susah tarifnya naik, solusi seperti apa?

6
Marsetio menjawab, ”Tergantung dari sisi mana karena Covid-19, misalnya,
banyak kontainer kita yang diekspor ke Cina. Akan tetapi, penerimaan ikan di sana
sangat ketat. Jadi, kalau ada ikan yang mengandung Covid, ada yang dikembalikan, ada
yang langsung dimusnahkan. Kita membatasi untuk sedikit mungkin impor guna
menjaga balance. Jika ekspor naik, maka harga kontainer sewanya menjadi mahal. Ini
terkait dengan kebutuhan supply dan demand.”

Menyangkut bidang kemaritiman dengan peluang masuk kerja bagi mahasiswa


dan alumni, Marsetio mengatakan bahwa rekan-rekan sesama alumni banyak yang
menduduki jabatan di pemerintahan dan swasta. Ada tanggung jawab moral dirinya
untuk mengajak para alumnus agar memberikan teladan di tengah masyarakat. Oleh
karena itu, dalam rangka penyiapan sumber daya manusia (SDM), mulai dari dosen
sampai guru besar, tentunya harus memberi contoh. “Ilmu yang kita dapat terus kita
update, apalagi kita memasuki era teknologi. Jangan sampai siswa tidak bisa bahasa
Inggris,” kata pria kelahiran 3 Desember 1956 ini.

Kalau pintar bahasa Inggris, cerdas, dan punya integritas, menurut dia, daftar di
mana saja pasti akan diterima. Selanjutnya menyesuaikan, meng-update tidak hanya
sebatas ilmu yang mereka miliki. Seperti yang dikatakan Menteri Nadiem Makarim
bahwa kelulusan dan ranking tidak menjamin. Konsekuensinya diperlukan sikap
bagaimana berintegritas, beradaptasi, membangun networking, dan kesungguhan berdoa
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kalau ada yang praktik kerja di Pelindo, bisa
difasilitasi. “Tentu tidak perorangan, tetapi melalui lembaga,” pungkasnya.

Budi Wahyono

Anda mungkin juga menyukai