Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah

penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang merupakan vector borne disease

atau ditularkan melalui vektor, yaitu nyamuk aedes aegepty. Penyakit ini dapat menyerang

semua golongan dan menyebabkan kematian terutama pada anak-anak. Dan proporsi

penderita DBD pada orang dewasa. Gejalanya antara lain demam tinggi mendadak disertai

ataupun tidak disertai perdarahan, dan kebocoran plasma yang beresiko menimbulkan syok

(Depkes RI, 2013).

WHO memperkirakan tiap tahunnya 500.000 pasien DBD membutuhkan

perawatan di rumah sakit dimana sebagian besar pasiennya anak-anak. Tanpa perawatan

yang tepat case fatality rate DBD dapat saja melampaui 20%. Tingginya angka kasus

maupun kematian yang disebabkan oleh berbagai macam faktor seperti keadaan lingkungan,

ketersediaan pelayanan kesehatan dan faktor perilaku penduduk yang bertempat tinggal di

daerah tersebut (Lestari K, 2009).

Angka terjadinya kasus DBD mengalami peningkatan secara drastis diseluruh dunia

dalam bebrapa tahun terakhir. Lebih dari 2,5 milyar penduduk di dunia, lebih dari 40%nya

beresiko mengalami DBD. Saat ini diperkirakan 50-100 juta orang diseluruh dunia terinfeksi

Demam Berdarah Dengue setiap tahunnya (WHO, 2012).

Indonesia merupakan merupakan negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia

Tenggara. Penyakit DBD masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang

utama di indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah

seiring dengan meningkatnya morbilitas dan kepadatan penduduk. Di indonesia demam

1
berdamah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58

orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3%),

dan sejak saat itu penyakit DBD menyebar luas keseluruh indonesia (WHO, 2009).

Di Indonesia setiap tahunnya selalu terjadi KLB di beberapa provinsi, yang

terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah penderita 79.480 orang dengan kematian

sebanyak 800 orang lebih. Pada tahun-tahun berikutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah

kematian turun secara bermakna dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun

2008 sebanyak 137.469 orang dengan kematian 1.187 orang atau  case fatality rate (CFR)

0,86% serta kasus tahun 2009 sebanyak 154.855 orang dengan kematian 1.384 orang atau

CFR 0,89%. Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi adalah pada kelompok umur

<15 tahun (95%) dan mengalami pergerseran dengan adanya peningkatan proporsi penderita

pada kelompok umur 15-44 tahun, sedangkan proporsi penderita DBD pada kelompok umur

>45 tahun sangat rendah seperti yang terjadi di Jawa Timur berkisar 3,64 % (Depkes RI,

2010).

Sumber : Depkes RI, 2010

Prevalensi Demam Berdarah Dengue (DBD) di indonesia pada tahun 2014, sampai

pertengahan bulan desember tercatat 71.668 penderita DBD di 34 provinsi di indonesia dan

2
641 diantaranya meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun

sebelumnya. Yakni tahun 2013 dengan jumlah penderita sebanyak 112.511 orang dan

jumlah kasus meniggal sebanyak 871 0rang (Depkes RI, 2015).

Sumber : Ditjen P2PL, 2014

Dari Grafik diatas menjelaskan bahwa pada tahun 2011 jumlah kejadian DBD terbanyak

ditempati oleh provinsi jawa timur dengan jumlah 3.152 orang.

Angka Kejadian DBD di Jawa Timur tahun 2015


400
350
300
250
200
150
100
50
0

a
n u o
la Bat go r esi
k
a ng gan iu n eta n ang ju k tan u an g go a ng n do aya ba n
r d l n i r p b Tu
n gk ne G om b m on Ma a g Ma n
g a Pa c a su oli a m tub u ra
o
o . M ta N
Ba Bo
j J La ab P ob S Si S
K K
o
. Pr
ab
K

3
Sumber: Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2015

400
350
300
250
200
150
100
50
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber : Dinkes Pamekasan, 2016

Dari grafik diatas, jumlah kasus DBD di Kabupaten Pamekasan semakin

meningkat setiap tahunnya mulai dari tahun 2011 sampai tahun 2016. Pada tahun 2011

penderita DBD sebanyak 19 orang, tahun 2012 sebanyak 68 orang, tahun 2013 sebanyak 91

orang, tahun 2014 sebanyak 120 orang, tahun 2015 sebanyak 363 0rang. Sedangkan pada

tahun 2016 penderita DBD mengalami peningkatan dari pada tahun 2015 yaitu sebanyak

375 penderita dan diantaranya 6 orang meninggal. Sedangkan insiden rate 43,90/100.000

penduduk dan CFR 1,6 % dengan kejadian terbanyak menyerang pada usia 5-14 tahun

(Dinkes Pamekasan, 2016).

GRAFIK KASUS DEMAM BERDARAH


DENGUE (DBD) DI KABUPATEN PAMEKASAN
BERDASARKAN PUSKESMAS TAHUN 2016
46
41 41
32 33
25
19 21
14 14 14 15 15
12
9 8
5 6 4
o n n n u h n g is n 1n ji g r n u i r a l
a a
pp gu ak ar a aw a
p
a
n
a n l
g ala Ga ga en a a a n
H ko ad seu a a Pre rma Tej owe
r g
o t n K Pa W g
Pr ana Tlan and dem So Lara T len an ga Pa a K
P B Pa Pa Peg lan jun atum
Bu po B
m
Ta
4
Sumber: Dinkes Pamekasan, 2016.

Dari grafik diatas menunjukkan bahwa penderita penyakit demam berdarah di

Puskesmas Pademawu sebanyak 32 orang dan Puskesmas Pademawu menempati peringkat

ke lima kasus DBD terbanyak se Kabupaten Pamekasan setelah Puskesmas Sopaah, Teja,

Tlanakan, dan Kowel (Dinkes Pamekasan, 2016).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi terjadinya peningkatan

kasus Demam Berdarah, salah satunya dan yang paling utama adalah dengan

memberdayakan masyarakat dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk melalui gerakan

3M (Menguras, menutup, Mengubur). Namun hasilnya belum optimal dapat merubah

perilaku masyarakat untuk secara terus menerus melakukan PSN-DBD dilingkungan

masing-masing.

Angka bebas jentik di wilayah kerja Puskesmas Pademawu setiap tri wulan

seamkin meningkat yaitu bulan Januari-Maret sebesar 85,9 %, bulan April-Juni sebesar 88

%, bulan Juli-September sebesar 89,3 %, dan pada bulan Oktober-Desembar 90%. Suatu

wilayah dikatakan bebas jentik jika nilai ABJ > 95% sedangkan di wilayah puskesmas

pademawu nilai ABJ < 95 % sehingga masih dibutuhkan keasadaran bagi masyarakat untuk

lebih giat melakukan kegiatan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)

Di Desa Pademawu Barat 9 pasien, Dasok 3 pasien, Lada 5 pasien, Sentol 2

pasien, Murtajih 7 pasien, Bunder 2 pasien, Buddagan 2 pasien, Tambung 2 pasien. Nilai

ABJ di Desa Pademawu barat pada bulan Desember yaitu 91%. Banyak faktor yang dapat

meningkatkan angka kejadian DBD, salah satunya adalah kurangnya kesadarn masyarakat

tentang pentingnya PSN. Hal ini menjadi salah satu dasar kami dalam mengambil topik mini

project, melalui program GEMAR MEMBATIK (Gerakan Masyarakat Membasmi Jentik)

kami dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya Pemberantasan Sarang

5
Nyamuk (PSN) sehingga dapatmeningkatkan ABJ dan mencegah kejadian DBD khususnya

di Desa Pademawu Barat Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah “Gemar Membatik” dapat meningkatkan kegiatan Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) di Desa Pademawu Barat, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan?

1.3 Tujuan

• Tujuan Umum

- Untuk meningkatkan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui

“Gemar Membatik” di Desa Pademawu Barat, Kecamatan Pademawu .

• Tujuan Khusus

- Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan kegiatan Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) di Desa Pademawu Barat, Kecamatan Pademawu, Kabupaten

Pamekasan sebelum dilakukan kegiatan “Gemar Membatik”

- Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan kegiatan Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) di Desa Pademawu Barat, Kecamatan Pademawu, Kabupaten

Pamekasan pada minggu ke I, II, dan III setelah dilakukan kegiatan “Gemar

Membatik”

- Untuk mengetahui pengaruh kegiatan “Gemar Membatik” terhadap peningkatan

kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di Desa Pademawu Barat,

Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Masyarakat

a. Meningkatkan kegiatan PSN terutama 3M (menguras, mengubur dan menutup) plus

secara kontinyu dan serentak.

6
b. Membantu masyarakat dalam upaya mencegah terjadinya Demam Berdarah di Desa

Pademawu Barat, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan.

1.4.2 Bagi Instalasi KesehatanPuskesmas

a. Sebagai bahan masukan bagi puskesmas dalam upaya peningkatan cakupan program.

b. Membantu Puskesmas dalam upaya mencegah terjadinya Demam Berdarah

1.4.3 Bagi Dokter Internship

a. Dapat menambah pengetahuan tentang upaya dalam meningkatkan kegiatan

Pemberantasan Sarang Nyamuk

b. Dapat menambah pengetahuan tentang upaya mencegah kejadian Demam Berdarah

c. Dapat menjadi sumber data awal mengenai kejadian Demam Berdarah untuk

penelitian selanjutnya tentang Demam Berdarah

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 GEMAR MEMBATIK (GERAKAN MASYARAKAT MEMBASMI JENTIK)

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi terjadinya peningkatan kasus

DBD , salah satunya yang paling utama adalah dengan memberdayakan masyarakat dalam

kegiatan PSN. Gerakan Masyarakat Membasmi Jentik adalah suatu kegiatan yang ditujukan

untuk memberdayakan masyarakat dalam PSN DBD melalui gerakan pelatihan 3M plus.

7
Kegiatan ini meliputi pemberian materi tentang tujuan, manfaat dan langkah-langkah kegiatan

PSN serta praktik langsung tantang kegiatan PSN di lingkungan sekitar rumah.

Praktik PSN yang pertama yaitu menguras tandon air yang bisa dikuras antara lain

bak mandi, bak WC, vas bunga, perangkap semut, tempat minum burung, dsb. Cara menguras

yang baik adalah dengan menyikat atau menggosok rata dinding bagian dalam tandon air,

mendatar maupun naik turun. Maksudnya agar telur nyamuk yang menempel dapat lepas dan

tidak menetas jentik (Depkes RI, 2006).

Praktik PSN yang kedua yaitu menutup. Ada 2 jenis menutup tandon air agar tidak

dipakai nyamuk berkembang biak yaitu menutup tandon dengan rapat agar air yang disimpan

tidak ada jentiknya. Jenis tandon ini antara lain : gentong, padasan, drum, reservoar,

emberisasi, dan sebagainya. Selanjutnya menutup tandon agar tidak terisi air . Misalnya

tonggak bambu dapat ditutup dengan pasir atau tanah sampai penuh. Untuk ban, aki, dan

sebagainya dapat ditutupi dengan plastik agar tidak kemasukan air atau dimasukkan karung

agar tidak tersentuh nyamuk (Depkes RI, 2006).

Praktik PSN yang ketiga yaitu mengubur. Barang-barang bekas yang dapat

menampung air dan tidak akan dimanfaatkan lagi sebaiknya disingkirkan yang mudah adalah

dengan mengubur ke dalam tanah. Beberapa barang bekas yang perlu dikubur antara lain

gelas, ember, piring pecah, kaleng, dan lain sebagainya. Plus tindakan memberantas jentik dan

menghindari gigitan nyamuk, memelihara ikan pemakan jentik nyamuk, mengusir nyamuk

dengan menggunakan obat nyamuk, mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk

gosok, memasang kawat kassa jendela dan ventilasi, tidak membiasakan menggantung

pakaian di dalam kamar, menggunakan sarung klambu waktu tidur, membunuh jentik nyamuk

demam berdarah di tempat air yang sulit dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk

larvasida (Depkes RI, 2006).

2.2 PSN (PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK)


8
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu

nyamuk aides aegypti. Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara

lain dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi

tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain

rumah.

Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) adalah suatu kegiatan masyarakat dan

pemerintah yang dilakukan secara berkesinambungan untuk mencegah penyakit demam

berdarah. Pemberantasan sarang nyamuk dilakukan dengan melakukan menguras, menutup,

mengubur (3M) plus. Keberhasilan kegiatan PSN antara lain populasi nyamuk Aedes

aegypti dapat dikendalikan, sehingga penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. Praktik

rumah tangga terhadap PSN DBD adalah kegiatan pemberantasan DBD yang memerlukan

peran aktif masyarakat (Depkes RI, 2010).

Sasaran PSN adalah di daerah dengan potensi penularan tinggi (endemis, sporadic

dan daerah dengan angka bebas jentik < 95%), tempat-tempat yang diduga menjadi sarang

nyamuk aedes aegypti di rumah ataupun di kantor-kantordantempat-tempat umum yaitu

tempat penampungan air, barang bekas, ember, ban, kaleng, potongan bamboo, talang air

dan tempat dimana air tertampung yang tidak berhubungan dengan tanah (Depkes RI, 1996).

2.2.1. PSN dengan 3M Plus

PSN pada dasarnya merupakan pemberantasan jentik atau mencegah agar

nyamuk tidak berkembang tidak dapat berkembang biak. Pada dasarnya PNS ini

dapat dilakukan dengan 3M, antara lain :

 Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi,

tempayan, ember, vas bunga, tempat minum burung dan lain-lain sekurang-

9
kurangnya seminggu sekali,. Ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa

perkembangan telur agar berkembang menjadi nyamuk adalah 7-10 hari.

 Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum, dan tempat air

lain dengan tujuan agar nyamuk tidak dapat bertelur pada tempat-tempat

tersebut.

 Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar rumah yang dapat

menampung air hujan.

Selain itu ditambah dengan cara lainnya (PLUS) yaitu:

 Ganti air vas bunga, minuman burung dan tempattempat lainnya seminggu

sekali.

 Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/ rusak.

 Tutup lubang-lubang pada potongan bambu, pohon dan lain-lain dengan tanah.

 Bersihkan/keringkan tempat-tempat yang dapat menampung air seperti pelepah

pisang atau tanaman lainnya

 Mengeringkan tempat-tempat lain yang dapat menampung air hujan di

pekarangan, kebun, pemakaman, rumah-rumah kosong dan lain sebagainya.

 Pelihara ikan pemakan jentik nyamuk seperti ikan cupang, ikan kepala timah,

ikan tempalo, ikan nila, ikan guvi dan lain-lain

 Pasang kawat kasa

 Jangan menggantung pakaian di dalam rumah

 Tidur menggunakan kelambu

 Atur pencahayaan dan ventilasi yang memadai.

 Gunakan obat anti nyamuk untuk mencegah gigitan nyamuk.

 Lakukan larvasidasi yaitu membubuhkan larvasida misalnya temephos di

tempat-tempat yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air.

10
 Menggunakan ovitrap, Larvitrap maupun Mosquito trap.

 Menggunakan tanaman pengusir nyamuk seperti: lavender, kantong semar,

sereh, zodia, geranium dan lain-lain (Kemenkes RI, 2012).

2.2.2. LARVASIDASI

Larvasidasi adalah pengendalian larva (jentik) nyamuk dengan pemberian

larvasida yang bertujuan untuk membunuh larva tersebut. Pemberian larvasida ini

dapat menekan kepadatan populasi untuk jangka waktu 2 bulan. Jenis larvasida ada

bermacam-macam, diantaranya adalah temephos, piriproksifen, metopren dan

bacillus thuringensis.

a. Temephos

Temephos 1 % berwarna kecoklatan, terbuat dari pasir yang dilapisi

dengan zat kimia yang dapat membunuh jentik nyamuk. Dalam jumlah sesuai

dengan yang dianjurkan aman bagi manusia dan tidak menimbulkan keracunan.

Jika dimasukkan dalam air, maka sedikit demi sedikit zat kimia itu akan larut

secara merata dan membunuh semua jentik nyamuk yang ada dalam tempat

penampungan air tersebut. Dosis penggunaan temephos adalah 10 gram untuk

100 liter air. Bila tidak alat untuk menakar, gunakan sendok makan peres (yang

diratakan di atasnya). Pemberian temephos ini sebaiknya diulang

penggunaannya setiap 2 bulan.

b. Metopren 1,3%

Metopren 1,3% berbentuk butiran seperti gula pasir berwarna hitam arang.

Dalam takaran yang dianjurkan, aman bagi manusia dan tidak menimbulkan

keracunan. Metopren tersebut tidak menimbulkan bau dan merubah warna air

dan dapat bertahan sampai 3 bulan. Zat kimia ini akan menghambat/membunuh

11
jentik sehingga tidak menjadi nyamuk. Dosis penggunaan adalah 2,5 gram

untuk 100 liter air. Penggunaan Metopren 1,3 % diulangi setiap 3 bulan.

c. Piriproksifen 0,5%

Piriproksifen ini berbentuk butiran berwarna aman bagi manusia, hewan

dan lingkungan serta tidak menimbulkan keracunan. Air yang ditaburi

piriproksifen tidak menjadi bau, tidak berubah warna dan tidak korosif

terhadap tempat penampungan air yang terbuat dari besi, seng, dan lain-lain.

Piriproksifen larut dalam air kemudian akan menempel pada dinding tempat

penampungan air dan bertahan sampai 3 bulan. Zat kimi ini akan menghambat

pertumbuhan jentik sehingga tidak menjadi nyamuk. Dosis penggunaan

piriproksifen adalah 0,25 gram untuk 100 liter air. Apabila tidak ada takaran

khusus yang tersedia bisa menggunakan sendok kecil ukuran kurang lebih 0,5

gram.

d. Bacillus Thuringiensis

Baccilus thuringensis israelensis (Bti) sebagai pembunuh jentik

nyamuk/larvasida yang tidak mengganggu lingkungan. Bti terbukti aman bagi

manusia bila digunakan dalam air minum pada dosis normal. Keunggulan Bti

adalah menghancurkan jentik nyamuk tanpa menyerang predator

entomophagus dan spesies lain. Formula Bti cenderung secara cepat

mengendap didasar wadah, karena itu dianjurkan pemakaian yang berulang

kali.

2.2.3.FOGGING (PENGASAPAN)

Nyamuk dewasa dapat diberantas dengan pengasapan menggunakan insektisida

(racun serangga). Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena dengan

pengasapan itu yang mati hanya nyamuk dewasa saja. Jentik nyamuk tidak mati

12
dengan pengasapan. Selama jentik tidak dibasmi, setiap hari akan muncul nyamuk

yang baru menetas dari tempat perkembangbiakannya.

2.2.4. Surveilans dan Pengendalian Vektor DBD

Menurut WHO 2004, surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan,

analisis, dan interpretasi data, serta penyebarluasa informasi ke penyelenggara

program, instansi pihak terkait secara sistematis dan terus – menerus serta

penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil

tindakan. Surveilans Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah proses pengumpulan,

pengolahan, analisis, dan intepretasi data, serta penyebarluasa informasi ke

penyelenggara program, instansi pihak terkait secara sistematis dan terus – menerus

tentang situasi DBD dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan

penularan penyakit tersebut agar dapat dilakukan tindakan pengendalian secara

efisien dan efektif.

Surveilans epidemiologi Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas

meliputi kegiatan pengumpulan dan pencatatan data tersangka DBD untuk

melakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE). Pengolahan dan penyajian data

penderita DBD untuk pemantauan KLB berdasarkan, laporan mingguan KLB (W2-

DBD), laporan bulanan kasus/kematian DBD dan program pemberantasan, data dasar

perorangan penderita suspek/infeksi dengue DD, DBD, SSD (DP-DBD), penentuan

statifikasi (end emisitas) desa/kelurahan, distribusi kasus DBD per RW/dusun,

penentuan musim penularan, dan kecenderungan DBD (Ditjen P2PL, 2007).

Secara khusus tujuan surveilans DBD adalah untuk memantau kecenderungan

penyakit DBD mendeteksi dan memprediksi terjadinya KLB DBD serta

penanggulangannya, menindak lanjuti laporan kasus DBD dengan melakukan

13
penyelidikan epidemiologi, serta melakukan penanggulangan seperlunya, dan untuk

memantau kemajuan program pengendalian DBD (Nuraini, 2010).

Surveilans Vektor DBD meliputi proses pengumpulan, pencatatan, pengolahan,

analisis dan interpretasi data vektor serta penyebarluasan informasi ke

penyelenggaraan program dan pihak instansi terkait secara sistematis dan terus –

menerus. Sebagai dasar untuk melakukan surveilans vektor terlebih dahulu harus

memahami tentang pengertian dan tujuan surveilans vektor DBD, metode surveilans

vektor DBD (Penentuan lokasi surveilans, Waktu pengamatan, cara

pengamatan/pengukuran vektor DBD dan Peralatan surveilans) serta Morfologi,

Indentifikasi dan Bio-ekologi vektor DBD (perilaku, distribusi dan hubungannya

dengan iklim, sosial budaya dan bersifat lokal spesifik, yang mempengaruhi

terjadinya peningkatan dan penularan penyakit DBD (Ditjen P2PL, 2007).

Untuk mengetahui kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti di suatu lokasi

dapat dilakukan beberapa survei di rumah yang dipilih secara acak.

1. Survei nyamuk

Survei nyamuk dilakukan dengan cara penangkapan nyamuk umpan orang

di dalam dan di luar rumah, masing-masing selama 20 menit per rumah dan

penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding dalam rumah yang sama.

Penangkapan nyamuk biasanya dilakukan dengan menggunakan aspirator.

2. Survei jentik (pemeriksaan jentik)

Survei jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembang-biakan

nyamuk Aedes aegypti diperiksa (dengan mata telanjang) untuk

mengetahui ada tidaknya jentik.

14
b. Untuk memeriksa tempat penampungan air yang berukuran besar, seperti:

bak mandi, tempayan, drum dan bak penampungan air lainnya. Jika pada

pandangan (penglihatan) pertama tidak menemukan jentik, tunggu kira-

kira ½ -1 menit untuk memastikan bahwa benar jentik tidak ada.

c. Untuk memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil, seperti:

vas bunga/pot tanaman air/botol yang airnya keruh, seringkali airnya perlu

dipindahkan ke tempat lain.

d. Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap, atau airnya keruh,

biasanya digunakan senter.

Metode survei jentik:

a. Single larva

Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat

genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut.

b. Visual

Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik

di setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya.

Biasanya dalam program DBD mengunakan cara visual.

Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes

aegypti:

1) Angka Bebas Jentik (ABJ):

Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik


x1 00%
Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa

2) House Index (HI):

Jumlah rumah/bangunan yang ditemukan jentik


x 100%
Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa

15
3) Container Index (CI):

Jumlah container dengan jentik


x 100%
Jumlah container yang diperiksa

4) Breteau Index (BI):

Jumlah container dengan jentik dalam 100 rumah/bangunan

Container: tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat berkembang-

biaknya nyamuk Aedes aegypti. Angka Bebas Jentik dan House Index lebih

menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk disuatu wilayah.

3. Survei perangkap telur (ovitrap)

Survei ini dilakukan dengan cara memasang ovitrap yaitu berupa bejana,

misalnya potongan bambu, kaleng (seperti bekas kaleng susu atau gelas

plastik) yang dinding sebelah dalamnya dicat hitam, kemudian diberi air

secukupnya. Ke dalam bejana tersebut dimasukkan padel berupa potongan

bilah bambu atau kain yang tenunannya kasar dan berwarna gelap sebagai

tempat meletakkan telur bagi nyamuk.

Ovitrap diletakkan di dalam dan di luar rumah di tempat yang gelap dan

lembab. Setelah 1 minggu dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya telur

nyamuk di padel.

Perhitungan ovitrap index adalah:

Ovitrap Index:
Jumlah padel dengan telur
x 100%
Jumlah padel diperiksa

Untuk mengetahui gambaran kepadatan populasi nyamuk penular secara

lebih tepat, telur-telur padel tersebut dikumpulkan dan dihitung jumlahnya.

Kepadatan populasi nyamuk:

16
Jumlah telur
= ……telur per ovitrap
Jumlah ovitrap yang digunakan
2.2.5 Angka Bebas Jentik (ABJ)

Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah ukuran yang dipakai untuk mengetahui

kepadatan jentik dengan cara menghitung rumah atau bangunan yang tidak dijumpai

jentik dibagi dengan seluruh jumlah rumah atau bangunan. Dengan demikian

keadaan bebas jentik merupakan suatu keadaan dimana ABJ lebih atau sama dengan

95%. Keadaan dimana parameter ini diketahui jumlah telur, jentik, dan kepompong

nyamuk penular DBD (Aedes aegypti) berkurang atau tidak ada.

Dengan demikian, semakin tinggi nilai ABJ suatu daerah menunjukkan

semakin rendah risiko terjadinya penyakit demam berdarah dengue dan begitu juga

sebaliknya, semakin rendah nilai ABJ semakin tinggi risiko penyakit DBD. ABJ

merupakan salah satu ukuran metode survei jentik yang dilakukan melalui metode

single larvae dan metode visual. Program DBD biasanya menggunakan metode

visual (Depkes RI, 2010).

2.3. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.3.1 Definisi

Demam Berdarah Dengue (DBD) ialah demam 2 – 7 hari disertai dengan

manifestasi perdarahan, Jumlah trombosit < 100.000/mm3, adanya tanda – tanda

kebocoran plasma (peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai normal, dan/atau efusi

pleura, dan/atau acites, dan/atau hypoproteinemia/ albuminemia) dan atau hasil

pemeriksaan serologis pada penderita tersangka DBD menunjukkan hasil positif atau

terjadi peninggian (positif) IgG saja atau IgM dan IgG pada pemeriksaan dengue

rapid test (diagnosis laboratoris) (Depkes RI, 2011).

17
Sindrom Syok Dengue (SSD) ialah kasus DBD yang masuk dalam derajat III

dan IV dimana terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi yang

cepat dan lemah, menyempitnya tekanan nadi (≤20 mmHg) atau hipotensi yang

ditandai dengan kulit dingin dan lembab serta pasien menjadi gelisah sampai terjadi

syok berat (tidak berbahaya denyut nadi maupun tekanan darah). (Depkes RI, 2011)

2.3.2 Epidemiologi

Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD meningkat 30 kali lipat dengan

peningkatan ekspansi geografis ke negara-negara baru dan, dalam dekade ini, dari

kota ke lokasi pedesaan. Penderitanya banyak ditemukan di sebagian besar wilayah

tropis dan subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika dan

Karibia. Virus  dengue  dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara, terutama

di daerah perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil dan bagian

lain Amerika Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India. Jumlah orang yang

terinfeksi diperkirakan sekitar 50 sampai 100 juta orang, setengahnya dirawat di

rumah sakit dan mengakibatkan 22.000 kematian setiap tahun diperkirakan 2,5 miliar

orang atau hampir 40 persen populasi dunia, tinggal di daerah endemis DBD yang

memungkinkan terinfeksi virus dengue melalui gigitan nyamuk setempat. Jumlah

kasus DBD  tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan subtropik bahkan

cenderung terus meningkat dan banyak menimbulkan kematian pada anak, 90% di

antaranya menyerang anak di bawah 15 tahun. Di Indonesia, setiap tahunnya selalu

terjadi KLB di beberapa provinsi, yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan

jumlah penderita 79.480 orang dengan kematian sebanyak 800 orang lebih. Pada

tahun-tahun berikutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara

bermakna dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2008 sebanyak

137.469 orang dengan kematian 1.187 orang atau  case fatality rate (CFR) 0,86%

18
serta kasus tahun 2009 sebanyak 154.855 orang dengan kematian 1.384 orang atau

CFR 0,89%. Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi adalah pada kelompok

umur <15 tahun (95%) dan mengalami pergerseran dengan adanya peningkatan

proporsi penderita pada kelompok umur 15-44 tahun, sedangkan proporsi penderita

DBD pada kelompok umur >45 tahun sangat rendah seperti yang terjadi di Jawa

Timur berkisar 3,64 % (Depkes RI, 2010).

2.3.3 Patogenesis

Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah teori

secondary heterologous infection dan immune enhancement. Hipotesis ini

menyatakan pasien yang mengalami infeksi yng kedua kalinya dengan serotipe virus

dengue yang heterolog mempunyai resiko yang lebih besar untuk penderita DBD.

Antibdi heterolog yang telah ada sebelumya akan mengenai virus lain yang akan

menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian

berkaitan dengan Fc reseptor dari sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena

antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas

melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga megenai antobody

dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkaninfeksi dan

replikasi virus dengue di dalam sel mononuclear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi

tersebur, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan

peningkatan permeabilitas pembuluhdarah, sehingga mengakibatkan terjadinya

hipovolemia dan syok (WHO, 2009).

Secondary heterologous dengue infection

19
Replikasi virus Anamnestic antibody response

Kompleks virus-antibodi

Aktivasi komplemen

Komplemen

Anafilatoksin (c3a,C5a) Histamin dalam urin

meningkat

Permeabilitas kapiler meningkat

Ht meningkat

>30% pada kasus Perembasan plasma Natrium menurun

Syok 24-28 jam Hipovelemi Cairan dalam rongga serosa

Syok

Anoksia Asidosis

Meninggal

Gambar 2.1: Patogenesis Demam Berdarah Dengue ( WHO, 2009)

Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada

seorang pasien, respon antibodi yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari

mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi

antibodi igG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga di dalam

limfosit yang transformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak.

Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi yang

selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi system komplemen. Aktivasi tersebut akan

20
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembulu darah dan membasarnya

plasma dari ruang intravascular ke ruang ekstravaskular (WHO, 2011).

Hipotesis kedua menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus lain dapat

mengalami perubahan genetic akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi

baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk Ekspresi fenotipik dari

perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi

virus dan viremia, peningkatan virulensi dan potensi untuk menimbulkan wabah.

Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah

yang besar (WHO, 2009).

2.3.4 Gejala, Tanda dan Diagnosa

Pada Demam Berdarah Dengue (DBD) memiliki gejala yang hampir sama

dengan demam dengue. Adanya tanda pembesaran plasma membedakan antara

kedua penyakit tersebut yang dapat diketahui secara mudah dengan adanya

peningkatan hematokrit. Gejala atau tanda utama DBD antara lain demam tinggi,

adanya tanda perdarahan, hepatomegali, kegagalan sirkulasi,trombositopenia dan

peningkatan hematokrit. Demam tinggi yang mendadak, terus – menerus,

berlangsung 2-7 hari. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada Demam

Berdarah Dengue. Peningkatan kewaspadan pada saat fase demam cenderung

menurun karena dapat merupakan awal kejadian syok. Hari ketiga samapi kelima

adalah fase kritis yang harus selalu dicermati (WHO, 2009).

Perdarahan pada Demam Berdarah Dengue dapat disebabkan karena

vaskulopati, trombositopenia, gangguan fungsi trombosit serta koagulasi

intravascular menyeluruh. Jenis perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit

seperti uji tourniquet atau uji banding positif . Hasil uji banding positif. Hasil uji

banding dinyatakan positif jika terdapat 10 atau lebih petekie dilengan bawah bagian
21
depan yang sudah diberi tanda lingkaran seluas 1 inci persegi. Tanda perdarahan lain

yaitu epistaksis, perdarahan gusi, melena ataupun hematemesis. Pembesaran hati atau

hepatomegali pada umumnya dapat ditemukan pada penularan penyakit. Derajat

pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan pada

daerah tepi hati berhubungan dengan adanya perdarahan. Pada sebagian kecil kasus

dapat dijumpai ikterus (soedarto, 2009).

Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan radiologis dapat

digunakan untuk mendiagnosis demam dengue dan demam berdarah dengue.

Pemeriksaan laboratorium yang sering digunakan yaitu pemeriksaan darah lengkap

antara lain HB, Leukosit, Trombosit dan Hematokrit (WHO, 2011).

Trobositopenia dan hemokonsentrasi merupakan kelaianan yang selalu

ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000 bisa ditemukan pada

hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan

nilai hemotokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai

dari peningkatan hemotokrit penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera

disusul dengan peningkatan nilai hemotokrit sangat unik untuk DBD. Kedua hal

tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelumya syok terjadi. Perlu

diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau

perdarahan. Leukopenia maupun leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit

atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun ataupun syok. Hipoproteinemi

akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN

ditemukan pada syok berat (WHO, 2009).

Sindrom Syok Dengue (SSD) biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu

turun, antara hari ke-3 sampai hari sakit ke-7. Pasien mula - mula terlihat letergi atau

gelisah kemudian jatuh kedalam syok yang ditandai dengan kulit dingin lembab,

22
sianosis sekitar mulut, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi < 20 mendekati stadium

akhir. Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan yang adekuat syok biasanya

teratasi dengan segera. Namun bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak

adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis

metabolik, perdarahan hebat saluran cerna, sehingga memperburuk prognosis. Pada

masa penyembuhan yang biasanya terjadi pada 2-3 hari kadang ditemukan sinus

bradikardia dan timbul ruam pada kulit. Tanda prognosis baik apabila pengeluaran

urin cukup dan kembalinya nafsu makan. Beberapa penyulit SSD antara lain infeksi,

adanya ensefalopati dan gagal hati maupun terlalu banyak cairan atau over hidrasi

( Hadinegoro dan Satari, 2005).

2.3.5 Derajat DBD

Mengingat derajat berat ringan penyakit berbeda-beda, maka diagnosa secara

klinis dapat sebagai berikut:

a. Derajat I (ringan)

Demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinis lain, dengan manifestasi

pendarahan.

b. Derajat II (sedang)

Penderita dengan gejala yang sama, sedikit lebih berat karena ditemukan

perdarahan spontan kulit dan perdarahan lain.

c. Derajat III (berat)

Penderita dengan gejala kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah,

tekanan nadi menurun atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab dan

penderita menjadi gelisah.

d. Derajat IV (berat)

23
Penderita syok berat dengan tensi tak dapat diukur dan nadi yang tak dapat

diraba.

2.3.6 Tatalaksana

Pasien demam dengue dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase

demam, pasien sebaiknya dianjurkan perawatan menurut (Hadinegoro dan Satari,

2005) adalah sebagai berikut:

a. Tirah baring selama masih demam.

b. Obat kompres hangat diberikan apabila diperlukan. Untuk menurunkan suhu

menjadi < 390C dianjurkan pemberian parasetamol.

c. Pada pasien dewasa diperlukan obat yang ringan kadang-kadang diperlukan

untuk mengurangi rasa sakit kepala dan nyeri otot.

d. Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu,

selain air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.

e. Monitor suhu badan dan jumlah trombosit serta kadar hematokrit (kadar

trombosit dalam darah) sampai normal kembali.

Pasien DBD saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan.

Meskipun semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi

selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita

sulit membedakan demam dengue dan demam berdarah dengue pada fase demam.

Perbedaan sangat jelas pada saat suhu turun, yaitu pada demam dengue akan terjadi

penyembuhan, sedangkan pada demam berdarah dengue terdapat tanda awal

kegagalan sirkulasi (syok).

24
25
26
Gambar 2.2 Tatalaksana Demam Berdarah Dengue ( IDAI, 2011)

27
BAB III
KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Masyarakat

PSN Baik

Survey lapangan PSN Cukup

PSN Kurang

Kegiatan GEMAR
MEMBATIK

Survey lapangan

3.2 Hipotesis Penelitian

Gemar Membatik tidak dapat meningkatkan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

28
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif observasional atau

pengamatan yang mana dilakukan pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung

dalam suatu periode tertentu dan mengadakan pencatatan secara sistematis tentang hal-

haltertentu yang diamati. Metode penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang digunakan

dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara

objektif.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Pademawu Barat Kecamatan Pademawu Kabupaten

Pamekasan pada bulan Februari- Maret 2017

4.3 Populasi dan sampel

4.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari objek peneliti yang diteliti (Notoadmojo, 2005).

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh masyarakat Desa Pademawu Barat

Kecamatan Pademawu.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu sehingga

dianggap dapat mewakili populasinya (Sudjana, 2011). Jumlah sampel pada penelitian

ini adalah 30.

Pada kelompok sampel diberikan kriteria penelitian sebagai berikut:

1. Kriteria inklusi, yaitu kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap

anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel. Kriteria inklusi pada

penelitian ini antara lain:

a. Masyarakat desa Pademawu Barat

29
b. Bersedia untuk diadakan penelitian

c. Usia > 17 tahun

d. Bersedia mengikuti prosedur penelitian yang telah ditetapkan

2. Kriteria eksklusi, yaitu kriteria atau ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat

diambil sebagai sampel. Kriteria eksklusi pada penelitian ini antara lain:

a. Masyarakat yang tidak bersedia menjadi responden penelitian

b. Usia <17 tahun

4.3.3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Total random sampling

4.4 Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas : GEMAR MEMBATIK (Gerakan Masyarakat Membasmi Jentik)

2. Variabel Terikat : Peningkatan kegiatan PSN

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini antara lain :

a. Proyektor LCD , slide

b. Alat peraga untuk tindakan pelatihan 3M plus seperti: cangkul, sikat kamar

mandi, ember.

c. Senter Kecil

d. Check-List

4.6 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur SkalaUkur

1. Gemar Suatu kegiatan pelatihan Check-List a. Baik Ordinal

Membatik masyarakat yang b. Cukup

bertujuan memberikan c. Kurang

pengetahuan tentang

praktik 3M plus

30
suatu kegiatan

2. Pemberantasan masyarakat dan Pemantauan a. Meningkatkan Ordinal

Sarang Nyamuk pemerintah yang Lapangan kegiatan PSN

dilakukan secara b. Tetap

berkesinambungan untuk c. Menurunkan

mencegah penyakit kegiatan PSN

demam berdarah

4.7 Metode Pengukuran

Pemantauan Lapangan secara lansung dengan menggunakan check list

Kegiatan Minggu ke I Minggu ke II Minggu ke III Minggu ke


4
Ya Tidak Ya Tidak Y a Tidak Ya Tidak
Menguras bak mandi seminggu
sekali (bak mandi tidak ada
jentik)
Menutup tempat penampungan
air
Mengubur barang bekas seperti
keleng bekas, botol aqua, gelas
aqua (sudah tidak ada barang-
barang bekas berceceran di
sekitar rumah
Mengganti air vas bunga dan
tempat burung 1 minggu sekali
(tidak ada jentik)
Pelihara ikan
Menggunakan abate

31
Tidak menggantung pakaian
bekas pakai di rumah/kamar
Menutup lubang-lubang
potongan bambu atau ban
bekas(Jika ada bekas potongan
bambu)
Terdapat ventilasi rumah dan
pencahayaan yang cukp
(ventilasi > 2)
Memakai obat nyamuk

Skor jawaban ;

80% -100% : Kegiatan PSN baik

50% - 70% : Kegiatan PSN cukup

<50 % : Kegiatan PSN kurang

32
BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Wilayah Puskesmas Pademawu


5.1.1 Keadaan Umum

a. Letak Geografis

1. Batas Wilayah

Utara : Desa Blumbungan, Kec. Larangan

Barat : Kel. Barkot, Kec. Pamekasan

Selatan : Desa Pademawu Timur, Kec. Pademawu

Timur : Desa Konang, Kec. Galis

2. Posisi Geografis

Puskesmas Pademawu terletak di sebelah Timur Kabupaten Pamekasan dengan

jarak ±10 Km dari Pusat Kota Pamekasan. Tepatnya di Desa Murtajih Kecamatan

Pademawu Kabupaten Pamekasan.

3. Luas Wilayah Kerja

Luas wilayah kerja Puskesmas Pademawu 35,40 Km2 dengan kepadatan penduduk

1.504 jiwa/ Km2.

Wilayah kerja Puskesmas Pademawu terdiri dari 10 Desa, yaitu :

1. Desa Sentol

2. Desa Lada

3. Desa Bartim

4. Desa Tambung

5. Desa Buddagan

6. Desa Dasok

7. Desa Murtajih

8. Desa Lemper

33
9. Desa Pademawu Barat

10. Desa Bunder

4. Kondisi Umum

Kondisi umum wilayah kerja Puskesmas Pademawu merupakan :

- Dataran Rendah (100%)

- Dataran Tinggi (0%)

b. Data Demografis

b.1 Data Demografis Puskesmas

1. Jumlah Penduduk : 38.315 jiwa

- Laki-laki : 18.594 jiwa

- Perempuan : 19.721 jiwa

2. Jumlah kepala keluarga : 13.381 KK

3. Jumlah KK Miskin : 5.909 KK

4. Kepadatan Penduduk : 1.504 jiwa/km²

5. Jumlah Bayi ( < 1 tahun ) : 693 jiwa

6. Jumlah anak balita ( 1-4 tahun ) : 2.627 jiwa

7. Jumlah anak prasekolah ( 5-6 tahun ) : 1.306 jiwa

8. Jumlah PUS : - jiwa

9. Jumlah ibu hamil : 844 jiwa

10. Jumlah ibu bersalin : 733 jiwa

11. Jumlah nifas : 716 jiwa

12. Jumlah ibu meneteki : 716 jiwa

13. Jumlah Resti Bumil : 180 jiwa

14. Jumlah Neo Resti : 89 jiwa

c. Data Sosial Ekonomi

Mata pencaharian penduduk : Petani, Pedagang, PNS, dll.

34
d. Data Sosial Budaya

1. Agama : 99 % Islam, 1 % Non Islam

2. Data Pendidikan

- Jumlah Sekolah

 PAUD : 20 sekolah

 TK : 53 sekolah

 SD : 26 sekolah

 SDI : 2 sekolah

 SLB PGRI : 1 sekolah

 MI : 2 sekolah

 SMP : 7 sekolah

 MTs : 3 sekolah

 SMU : 2 sekolah

 MA : 4 sekolah

 Akademi : 1 akademi

 Ponpes : 6 ponpes

- Jumlah Murid

 PAUD : 614 orang

 Taman Kanak-Kanak : 1.236 orang

 SD/MI : 4.160 orang

 SLP/MTs : 3.016 orang

 SMU/MA : - orang

 Akademi : - orang

 Ponpes : - orang

- Data Sarana Ibadah

 Masjid : 35 buah

35
 Mushalla : 20 buah

5.1.2 Data Khusus

a. Sumber Daya Manusia

 Kepala Puskesmas :1 orang

 Ka. Subbag. Tata Usaha :1 orang

 Dokter Umum :2 orang

 Dokter Gigi :1 orang

 Perawat Umum :16 orang

 Perawat Gigi :1 orang

 Bidan : 16 orang

 Sanitarian :1 orang

 Pelaksana Gizi :1 orang

 Tata Usaha :3 orang

 Juru Imunisasi :1 orang

 Petugas Laboratorium :1 orang

 Juru Kebun :1 orang

 Pengemudi :1 orang

5.1.3 VISI dan MISI


VISI
“ Pelayanan kesehatan yang bemutu untuk mewujudkan masyarakat yang sehat
dan mandiri “
MISI :
 Memberikan pelayanan prima yang meliputi kegiatan promotif, preventif
dan kuratif (serta rehabilitasi)
 Memberikan pelayanan kesehatan yang terjangkau dan merata

36
 Mengembangkan sumber daya manusia yang profesional dan
berkualitas
 Mengembangkan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan
 Mengembangkan upaya kemandirian masyarakat di bidang
kesehatan
MOTTO
“ SMILE (Smart, Inovatif, Legality, Education) “
“ TERSENYUM (TERdepan, Sehat, Nyaman, Utuh, Mandiri) “
5.1.4 Profil Desa Pademawu Barat
a. Letak Geografis
1. Batas Wilayah
Sebelah barat : Sumedangan, pademawu
Sebelah timur : Bunder, pademawu
Sebelah selatan : Pademawu timur
Sebelah utara : Dasok, pademawu

2. Posisi Geografis

Ponkesdes berada di dusun Karang Dalam. Jarak dusun terjauh

(Mungsapada+ 1,5 km dan Kretek+ 2,5 km). Jarak antara dusun karang dalam

(terdekat) ke ponkesdes = 50), Jarak antara ponkesdes ke puskesmas = + 3 km.

Jarak antar ponkesdes ke RSUD = + 7 km. Semua dusun bisa dilalui roda 2

maupun roda 4.

3. Luas Wilayah Kerja

Luas Wilayah Kerja Desa Pademawu Barat adalah 453.898 KM2. Desa

Pademawu Barat Terdiri dari 7 Dusun, antara lain :

1) Dusun Karang Dalam

2) Paninggin

3) Tegal Sari

4) Mungsapada

37
5) Asampitu

6) Darmah

7) Kretek

b. Data Demografis

1. Jumlah Penduduk : 6222 jiwa

2. Jumlah Bayi ( < 1 tahun ) : 104 jiwa

3. Jumlah anak balita ( 1-4 tahun ) : 411 jiwa

4. Jumlah anak prasekolah ( 5-6 tahun ) : 218 jiwa

5. Jumlah PUS : - jiwa

6. Jumlah ibu hamil : 113 jiwa

7. Jumlah ibu bersalin : 113 jiwa

8. Jumlah nifas : 113 jiwa

9. Jumlah ibu meneteki : 194 jiwa

10. Jumlah Resti Bumil : 24 jiwa

11. Jumlah Neo Resti : 16 jiwa

c. Data Sosial Ekonomi

Mata pencaharian penduduk : Petani, Pedagang, PNS, dll.

d. Ketenagakerjaan

 Bidan Desa : 2 Orang

 Bidan BPS : 3 Orang

 Perawat PTT : 1 Orang

 Perawat Swasta : 4 Orang

 Dukun : 1 Orang

38
5.2 Data Hasil Penelitian

5.2.1 Karakteristik Responden

1. Menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

Laki-Laki 7 23,33%

Perempuan 23 76,67%

Total 30 100

Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

2. Menurut Usia

Usia Jumlah Persentase (%)

20-30 tahun 11 36,67%

31-40 tahun 8 26,67%

41-50 tahun 11 36,67%

Total 30 100%

Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

3. Menurut Pendidikan

Pendidikan Jumlah Persentase (%)

SMP 6 20%

SMA 16 53,33%

Sarjana 8 26,67%

Total 30 100%

Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan


39
5.2.2 Analisa Distribusi Data

1. Distribusil Hasil Penilaian Kegiatan PSN (3M Plus) Sebelum Kegiatan “GEMAR

MEMBATIK’

Jumlah nilai Kategori Jumlah Responden Persentase

80% - 100% Baik 3 10%

50 % -70% Cukup 6 20%

<50 % Kurang 21 70%

Tabel 5.4 Distribusi Hasil Penilaian Kegiatan PSN Sebelum Kegiatan “Gemar

Membatik”

80%

70%

60%

50%

Baik
40%
Cukup
Kurang
30%

20%

10%

0%
Category 1

Tabel diatas menunjukkan bahwa hasil Kegiatan PSN sebelum dilakukan

dilaksanakan kegiatan “Gemar Membatik” didapatkan hasil bahwa pelaksanaan

kegiatan PSN adalah sebanyak 3 rumah (10 %) berada pada kategori baik, 6 rumah

(20%) pada kategori cukup dan sebanyak 21 rumah (70%) berkategori kurang.

40
2. Distribusil Hasil Penilaian Kegiatan PSN (3M Plus) Sesudah Kegiatan “GEMAR

MEMBATIK “

Kategori Minggu I Minggu II Minggu III

80% - 100% (Baik) 9 (30%) 15 (50%) 21 (70%)

50 % -70% (Cukup) 12 (40%) 12 (40%) 6 (20%)

<50 % (Kurang) 9 (30%) 3 (10%) 3 (10%)

Tabel 5.5 Distribusi Hasil Penilaian Kegiatan PSN Sesudah Kegiatan “Gemar

Membatik”

80%

70%

60%

50%

Baik
40%
Cukup
Kurang
30%

20%

10%

0%
Minggu I Minggu II Minggu III

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa hasil kegiatan PSN setelah

dilakukukan kegiatan “Gemar Membatik” didapatkan hasil bahwa pelaksanaan kegiatan

PSN pada minggu pertama adalah baik sebanyak 9 rumah (30%), pada kategori cukup

sebanyak 12 rumah (40%) dan kategori kurang sebanyak 9 rumah (30%). Pada minggu

kedua sesudah pelatihan didapatkan responden dengan kategori baik sebanyak 15 rumah

(50%), kategori cukup sebanyak 12 rumah (40%) dan kategori kurang sebanyak 3

rumah (10%), sedangkan pada minggu ketiga didapatkan responden dengan kategori

41
baik sebanyak 21 rumah (70%), kategori cukup sebanyak 6 rumah (20%) dan kategori

kurang sebanyak 3 rumah (10%). Bisa dikatakan bahwa pelaksanaan kegiatan PSN

mengalami peningkatan menjadi lebih baik setelah di laksanakan kegiatan “Gemar

Membatik”.

42
BAB V1
PEMBAHASAN

Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) adalah suatu kegiatan masyarakat dan

pemerintah yang dilakukan secara berkesinambungan untuk mencegah penyakit demam

berdarah.. Praktik rumah tangga terhadap PSN DBD adalah kegiatan pemberantasan DBD

yang memerlukan peran aktif masyarakat (Depkes RI, 2010).

Dalam hal ini ada beberapa poin penting dalam pelaksanaan kegiatan yaitu dengan

menerapkan kegiatan 3M Plus yang didalamnya meliputi kegiatan Menguras, Menutup,

Mengubur, dan kegiatan Plus lainnya.

Sebagian besar penduduk Indonesia belum menyadari pentingnya memelihara

kebersihan lingkungan. Salah satu masalah yang umum ditemukan adalah rendahnya

kesadaran masyarakat untuk menjaga agar tidak terdapat wadah-wadah yang dapat

menampung air di lingkungan tempat tinggalnya.

Jadi peran pelaksanaan kegiatan PSN dalam kehidupan sehari-hari sangat penting.

Hal ini yang kurang disadari oleh masyarakat kita. Banyak yang tidak mengetahui bahwa

kegiatan PSN dapat dilakukan perorangan dirumah dan dilaksanakan kurang lebih satu

minggu sekali dalam lingkungan rumah dan sekitarnya

Saya sebagai Dokter yang berada di Puskesmas Pademawu kemudian melakukan

intervensi dalam hal ini dilakukan kegiatan “Gemar Membatik” yaitu suatu kegiatan

pelatihan yang meliputi penjelasan tentang tujuan, manfaat dan langkah-langkah kegiatan

PSN serta melakukan praktik yang benar dalam melakukan kegiatan PSN agar dapat

mencegah kejadian Demam Berdarah.

Dari hasil penelitian di Desa Pademawu Barat diperoleh bahwa pelaksanaan

kegiatan PSN pada masyarakat sebelum dilakukan kegiatan “Gemar Membatik” ada lah

43
kegiatan PSN dalam kategori baik sebanyak 3 rumah (10 %), kegiatan PSN dalam kategori

cukup sebanyak 6 rumah (20%) dan kegiatan PSN dalam kategori kurang sebanyak 21

rumah (70%). Hal tersebut dikarenakan masih rendahnya kesadaran dan pemahaman

tentang pentingnya kegiatan PSN dan tidak mengetahui cara yang benar dalam

pelaksanaannya serta kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk menjaga kebersihan

lingkungan rumahnya.

Kemudian responden diberikan intervensi melalui kegiatan “Gemar Membatik” yang

dilakukan dengan kegiatan pelatihan yang meliputi tentang penjelasan mengenai PSN dan

melakukan praktek PSN secara langsung. Kemudian setelah itu dengan responden yang sama

dilakukukan survey terhadap rumah respoden setiap satu minggu sekali sebanyak 3x dan

dilakuakn penilaian dengan menggunakan check-list. Pada minggu pertama Pelaksanaan

kegiatan PSN masyarakat Desa Pademawu Barat setelah dilaksanakan kegiatan “Gemar

Membatik” adalah baik sebanyak 9 rumah (30%), cukup sebanyak 12 rumah (40%) dan

kurang sebanyak 9 rumah (30%). Pada minggu kedua adalah baik sebanyak 15 rumah (50%),

cukup sebanyak 12 rumah (40%) dan kurang sebanyak 3 rumah (10%). Sedangkan pada

minggu ketiga adalah baik sebanyak 21 rumah (70%), cukup sebanyak 6 rumah (20%) dan

kurang sebanyak 3 rumah (10%).

Setelah di lakukan kegiatan “Gemar Membatik” dengan pelatihan yang meliputi

pemahamaman tentang kegiatan PSN dan praktik yang benar dalam melakukan kegiatan

PSN yang benar maka pelaksanaan kegiatan PSN di Desa Pademawu Barat sudah

dikategorikan baik dibandingkan sebelum dilakukan kegiatan “Gemar Membatik”. Namun

ada 3 rumah ( 10%) yang pelaksanaan kegiatan PSN dirumahnya masih kurang.

Menurut Sungkar (2007), keberhasilan pemberantasan DBD di indonesia dipengaruhi

oleh berbagai faktor antara lain perilaku penduduk,tenaga kesehatan, sistem peringatan dini

oleh pemerintah, resistensi nyamuk terhadap inteksida, serta alokasi dana. Sebagian besar

44
masyarakat Indonesia belum menyadari pentingnya memelihara kebersihan lingkungan.

Salah satu contohnya adalah rendahnya kesadaran masyarakat untuk menguras bak mandi

satu minggu sekali bahkan banyak masyarakat yang hanya menguras bak mandi dengan

mengganti airnya saja dan tidak menyikat bak mandinya serta masih banyak masyarakat

yang tidak mengubur barang-barang bekas yang ada disekitar rumahnya sehingga

menyebabkan adanya genangan air pada waktu musim hujan.

Pada penelitian ini peningkatan kegiatan PSN juga dipengaruhi oleh sikap dan

kesadaran masyarakat. Hal ini sesuai dengan teori Green (2005), yang menyatakan bahwa

sikap merupakan factor yang berperan dalam perilaku kesehatan. Semakin positif sikap atau

pandangan seseorang terhadap sesuatu hal, maka semakin baik pula tindakan yang dilakukan

dalam hal tersebut.

Sedangkan menurut Notoatmojo (2007), timbulnya kemauan dan kehendak sebagai

bentuk lanjutan dari kesadaran dan pemahaman terhadap objek. Dalam hal ini adalah praktik

kegiatan PSN . Kemauan atau kehendak merupakan kecendrungan untuk melakukan suatu

tindakan

45
BAB V1I
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

a. Kegiatan PSN di Desa Pademwu Barat, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan

sebelum dilakukan kegiatan “Gemar Membatik” sebagian besar kegiatan PSN berada

dalam kategori kurang (70%).

b. Kegiatan PSN di Desa Pademawu Barat, Kecatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan

sesudah dilakukan kegiatan “Gemar Membatik” pada minggu I sebagian besar kegiatan

PSN berada dalam kategori cukup (40%). Sedangkan pada minggu II dan ke III kegiatan

PSN sebagian besar berada dalam kategori baik. Minggu ke II (50%) dan minggu ke III

mengalami peningkatan menjadi 70%.

c. Kegiatan “Gemar Membatik” berpengaruh terhadap peningkatan kegiatan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) di Desa Pademawu Barat, Kec. Pademawu, Kab. Pamekasan

7.2 Saran

Berdasar dari hasil penelitian dan pembahasan dikemukakan saran-saran sebagai berikut :

a. Diharapkan masyarakat lebih giat dalam meningkatkan pelaksanaan pemberantasan

sarang nyamuk yang meliputi gerakan 3M plus untuk mengurangi perkembang biakan

nyamuk aedes aegpty penyebab penyakit Demam Berdarah (DBD)

b. Diharapkan bagi petugas promosi kesehatan di Puskesmas agar memperkenalkan

kegiatan “Gemar Membatik” kepada masyarakat dengan tujuan mampu meningkatkan

kegiatan PSN yang dapat mencegah tejadinya Demam Berdarah di lingkungan

46
masyarakat. Selain itu petugas promosi kesehatan harus lebih aktif dalam melakukan

kegiatan praktik langsung tentang kegiatan PSN melalui gerakan 3M Plus.

c. Diharapkan bagi teman-teman sejawat yang akan melakukan penelitian selanjutnya untuk

dapat mengembangkan metode lain yang lebih bervariasi serta menarik bagi masyarakat

untuk meningkatkan kegiatan PSN.

47
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 1996. Menggerakkan Masyarakat Dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam
Berdarah Dengue (PSN-DBD)I, Jakarta.

_________, 2010. Demam Berdarah Dengue. Buletin Jendela Epidemiologi, Jakarta: Pusat Data
dan Surveilans Epidemiologi.

_________, 2011. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue, Jakarta : Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

_________, 2013. Demam Berdarah Dengue. Pedoman Pengobatan di Puskesmas, Jakarta.

_________, 2014. Petunjuk Teknis Jumantik – PSN Anak Sekolah, Jakarta : Ditjen P2PL.

_________,2015. Prevalensi Demam Berdarah Dengue di Indonesia, Jakarta.

Dinas Kesehatan Pamekasan, 2016. Profil Kesehatan Kabupaten Pamekasan, Pamekasan :


Dinkes Pamekasan.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2015. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun
2015. http://www.dinkes.go.id

Ditjen P2PL, 2007. Modul Pelatihan Bagi Pengelola Program Pengendalian Penyakit DBD di
Indonesia, Jakarta: Depkes RI.

Green, W, Lawrence.et.al. 2007. Health Education Planning a Diagnostic Approach, The Johns
Hapkins University : Mayfield Publishing Company.

Hadinegoro, SRH dan Satari, HI., 2004. Demam Berdarah Dengue, Jakarta: FK UI.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 2011. Kumpulan Tips Pediatrik, Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Indonesia

Kemenkes RI, 2012. Pedoman Penggunaan Insektisida (Pestisida) Dalam Pengendalian Vektor,
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Lestari, K.,2009. Epidemiologi dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue di Indonesia,


Farmaka: vol 9 no.3.

Notoatmojo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Jakarta: Rineka Cipta.

Nuraini, K., 2010. Survelans Demam Berdarah Dengue, http: //Kartikanuraini wordpress.com.
diakses pada tanggal 10 januari 2017.

Puskesmas Pademawu, 2016. Profil Kesehatan Puskesmas Pademawu, Pamekasan.

Soedarto, 2009. Penyakit Menular di Indonesia, Jakarta: Sagung Seta.

48
Sungkar, S. 2007. Pemberantasan Demam Berdarah Dengue Sebuah Tantangan yang Harus
Dijawab, Majalah Kedokteran Indonesia vol.57.

WHO, 2004. Comprehensive Assesment of the National Disease Surveilans In Indonesia

____, 2009. Dengue Guidline for Diagnosis, Treatment, Prevalention, and Control WHO.

____, 2011. Comprehensive Guideline for Prevention and Control.

49
LAMPIRAN

1. Check-List PSN

Nama : Umur :
Alamat : Pendidikan :

Kegiatan Minggu ke I Minggu ke II Minggu ke III Minggu ke 4

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak


Menguras bak mandi seminggu
sekali (bak mandi tidak ada
jentik)
Menutup tempat penampungan
air
Mengubur barang bekas seperti
keleng bekas, botol aqua, gelas
aqua (sudah tidak ada barang-
barang bekas berceceran di
sekitar rumah
Mengganti air vas bunga dan
tempat burung 1 minggu sekali
(tidak ada jentik)
Pelihara ikan
Menggunakan abate
Tidak menggantung pakaian
bekas pakai di rumah/kamar
Menutup lubang-lubang
potongan bambu atau ban
bekas(Jika ada bekas potongan
bambu)
Terdapat ventilasi rumah dan
pencahayaan yang cukp
(ventilasi > 2)
50
Memakai obat nyamuk

2. Foto Kegiatan

51
Sebelum Sesudah

52
Sebelum Sesudah

53

Anda mungkin juga menyukai