Berangkat dari keinginan keinginan itu tidak lepas dari situasi global dan
nasional hingga merembes keseluruh ruang gerak masayarakat. Covid 19 melahirkan
krisis multidimensi salah satunya adalah dalam bidang pendidikan. Sejak 2 maret
2020 ditetapkan oleh kementerian kesehatan adalah awal dimana Indonesia
terjangkitnya Covid 19. Sejak itu menimbulkan ketidak stabilan disegala sektor.
Langkah yang diambil oleh pemeritah dalam mengatasi penyebaran covid 19 ini
adalah dengan menerapkan PSBB hingga PPKM yang berpengaruh terhambatnya
masyarakat dalam beraktifitas; bersosialisasi, berkerja, belajar-mengajar dll.
Para orang tua wali murid sering mengeluh dengan proses pembejaran yang
diterapkan tersebut, apalagi orang tua wali murid yang tidak mengenyam pendidikan
tentu tidak memahami tugas yang diberikan terhadap anaknya (siswa). Hal ini sejalan
dengan ungkapan herna kurniawia, rabu 19 mei 2021 dalam yoursay.id mengatakan
dalam proses pembelajaran jarak jauh memiliki kendala seperti sinyal yang tidak
mendukung, guru hanya memberikan tugas tanpa disertai penjelasan sehingga proses
belajar terhambat karena kurangnya pemahaman orang tua terbatas tugas, dan anak
tergantung pada orang tua.
Dari hasil observasi tersebut ditemukan usia rata-rata anak adalah 3-6 tahun
dan 6-11 tahun. Dari usia ini bila kita pakai pendekatan teori dari Erik Erikson tahap
pra sekolah dan usia sekolah. Tahap sikososialnya adalah pada usia 3-6 tahuan yaitu
inisiatif versus rasa bersalah. Sedangkan usia 6-11 tahuan adalah tahap industri
versus inferioritas.
Dalam tahap inisiatif adalah anak-anak menghadapi dunia sosial yang
melebar, dan mengahapi tantangan lebih banyak dari usia sebelumnya. Tahap ini
diperlukan perilaku yang aktif dan terarah dalam menghadapi tantangan. Anak ketika
dewasa didorong untuk bertanggung jawab atas diri mereka. Ketika membangun rata
tanggung jawab dapat meningkatkan prakarsa. Persaan bersalah yang tidak nyaman
ketika tidak bertanggung jawab dibuat terlalu cemas Erik Erikson menawarkan rasa
bersalah tersebut dikompensasi dengan kesadaran berperestasi.
Pada masa kerajinan versus inferioritas dimana banyak inisistaif dari anak
sehingga melahirkan pengalaman baru. Inisiatif untuk melakukan kegiatan-kagitan
yang malatih kemampuan kognitif mereka. Perilaku yang tonjolkan anak-anak
misalnya saling mengajak teman-temanya untuk belajar bersama, menghitung
sejumlah benda ketika saat bermain, mengenal manfat dari beberapa tanaman.
Tidak hanya itu, tahap perkembangan diatas juga didukung dengan pandangan Jean
Piaget yakni adalah tahap Pra-operasioanal dari usia 2-7 tahuan dan tahap
operasional konkret dari usia 7-11 tahun.
Dari tahapan usia ini menjadi landasan untuk bahan belajar yang akan
disesuaikan kepada anak-anak. Namun masih perlu dilihat seperti apa bentuk
kemampuannya dan dalam bidang apa kemampuannya. Dalam pembelajaran tersebut
juga perlu ada keselarasan antara melatihan kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotorik. Sehingga melatih potensi dan kemampuan anak tidak difokuskan pada
satu aspek saja seperti kognitif, namun aspek afektif dan psikomotorik juga
diseimbangkan.
Pada usia 3-7 tahuan atau masa TK dan PAUD anak-anak dilatih kemampuan
kognitifnya adalah menghitung. Melalui gambar buah-buahan, benda-benda atau
gambar seperti bintang dengan beberapa jumlahnya anak-anak dilatih mempuan
hitungannya. Hambar tersebut biasanya dibuat oleh anak-anak sendiri. Tidak hanya
itu pada usia ini juga anak-anak didorong untuk menggambar suatu objek atau
bentuk yang mereka sukai. Objek tersebut adalah yang pernah mereka indrawikan
secara langsung. Hal ini bertujuan untuk melatih daya ingat anak-anak dan mampu
untuk dilukiskan. Sehingga dengan pendekatan ini dapat terlihat perkembangan
anak-anak yang mengalami produktifitas dengan kemampuan dalam bidang melukis.
Sedangkan pada usia sekolah 7-11 tahun anak-anak rata-rata telah lancar
membaca. Kemampuan ini didorong untuk melatih berfikir secara abtrak dengan
objek yang secara kongkrit. Misalnya anak-anak dikumpulkan seusianya dengan
diberikan sebuah teks cerita pendek. Masing-masing membaca satu paragraph
dengan saling bergantian satu sama lain dengan paragraph berikutnya kemudian
setelah selesai membaca anak-anak diminta untuk menceritakan kembali apa yang
baru saja dibaca dan nilai apa yang dapat dipetik dari terita tersebut. Dari hasil
membeca ini anak-anak mampu untuk mengulangi atau menceritakan kembali apa
yang dibaca, hal ini dengan tujuan adalah membangun kemampuan persepsi dan
imajinasi anak-anak. Peningkatan dari proses ini adalah anak-anak diajak untuk
meceritakan kehidupan kesehariannya dan menuliskan dalam sebuah lembar.
Peningkatan dan produktifitas pembelajaran anak ini anak diarahkan untuk menulis
diari. Melalui metode ini budaya literasi dapat terbangun sejak dini. Ana-anak dapat
melatih kosa kata dan Bahasa sehingga memperkaya atau meningkatkan kemampuan
representasi anak.
melalui keahlian dan kesadaran ini secara tulus membagikan pengetahuan sehingga
dapat direproduksi oleh anak-anak yang akan melanjutkan pelastarian musik
tersebut.
tidak mudah untuk memainkan suatu alat musik (kerawitan) hal ini membutuhkan
ketertarikan dan motivasi dari dalam diri sehingga dalam pebelajaran adalah usaha
sadar yang digerakan oleh seseorang tersebuat sebagai sabjek dalam belajar.
Motivasi balejar ini akan diinternalisasi oleh mereka yang ingin belajar yang akan
tidak pernah berhenti untuk mencari tahu.
Bunyi yang keluar dari suatu alat musik memiliki nada tersendiri. untuk
menjadikan sebuah musik yang enak di dengar dibutuhkan kemampuan kognitif
bagaimana untuk mengingat, menghubungakan bunyi nada dan kemampuan
emosional dalam memaikan menggunakan rasa.