Anda di halaman 1dari 7

Dampak covid 19 terhadap proses belajar mengajar,

langkah apa yang harus diambil….?


Studi kasus: Dusun Gedoro
Yogyakarta, 03 Oktober, 2021 hari pelucuran kegiatan masyarakat yang
dilalukan oleh Majelis Mahasiswa Fakultas (MMF) Psikologi yang bertempat di
Padukuan Gedoro, Kapanewon ngelagih, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gungung
Kidul, Yogyakarta. Pengabian masayarakat adalah usaha implementasi pengetahuan
atau mendayagunakan pengetahuan untuk kebermanfaatan masayarakat yang tidak
lepas dari keingintahuan mengenai persoalan yang dialami masyarakat.

Berangkat dari keinginan keinginan itu tidak lepas dari situasi global dan
nasional hingga merembes keseluruh ruang gerak masayarakat. Covid 19 melahirkan
krisis multidimensi salah satunya adalah dalam bidang pendidikan. Sejak 2 maret
2020 ditetapkan oleh kementerian kesehatan adalah awal dimana Indonesia
terjangkitnya Covid 19. Sejak itu menimbulkan ketidak stabilan disegala sektor.
Langkah yang diambil oleh pemeritah dalam mengatasi penyebaran covid 19 ini
adalah dengan menerapkan PSBB hingga PPKM yang berpengaruh terhambatnya
masyarakat dalam beraktifitas; bersosialisasi, berkerja, belajar-mengajar dll.

Dalam bidang pendidikan usaha untuk mengatasi penyebaran covid 19


kementrian pendidikan dan kebudayaan (kemendikbud, sekarang menjadi
kemendikbudritek) meneraptkan belajar dan kuliah secara daring yang
mengakibatkan sulitnya para siswa dan tenaga pendidik dalam transfer pengetahuan.
Masalah ini penulis mengamati secara langsung bagaimana sulitnya anak-anak (usia
TK, PAUD dan DS) dusun gedoro harus mengikuti penerapan belajar secara
bargantian (sif) dalam seminggu anak-anak hanya satu kali mengikuti belajar
disekolah. Sebelum diterapkan model stersebut anak-anak hanya diberikan tugas
melalui WA grup dengan cara dibuat grup belajar yang didalamnya orang tua wali
dan guru mata pelajaran. Para guru dari masing-masing mata pelajaran hanya
memberikan informasi dalam grup mengenai tugas kemudian dikerjakan oleh oleh
para siswa. Proses pembejaran ini sangat memberatkan para orang tua wali murid
yang harus menyelesaikan tugas sekolah anak-anaknya sementara fasilitas seperti
akses internet sangat tidak mendukung. Orang tua harus mencari sinyal pada tempat
tertentu guna untuk mendaptakan informasi tugas sekolah anaknya.

Para orang tua wali murid sering mengeluh dengan proses pembejaran yang
diterapkan tersebut, apalagi orang tua wali murid yang tidak mengenyam pendidikan
tentu tidak memahami tugas yang diberikan terhadap anaknya (siswa). Hal ini sejalan
dengan ungkapan herna kurniawia, rabu 19 mei 2021 dalam yoursay.id mengatakan
dalam proses pembelajaran jarak jauh memiliki kendala seperti sinyal yang tidak
mendukung, guru hanya memberikan tugas tanpa disertai penjelasan sehingga proses
belajar terhambat karena kurangnya pemahaman orang tua terbatas tugas, dan anak
tergantung pada orang tua.

Dari masalah diatas menjadi suatu tantangan baru bagi mahasiswa


pengabidian masyarakat untuk memudahkan dan memberi solusi dari persoalan
belajar. Situasi nyata yang dialami oleh masyarakat dan menjadi tantangan ini perlu
metode dan pendekatan tepat sehingga dapat menciptakan ekosistem belajar yang
menarik, tidak membosankan, membebaskan, dinamis, dialektis. Untuk menciptakan
ini para tenaga pengabdian masyarakat perlu mengenali lingkungan, anak dan
masyarakat sekitar. Sehingga program yang disusun adalah sesuai dengan kontes
atau situasi yang terjadi dalam masyarakat padukuan gedoro. Hasil observasi dari
seluruh tenaga pengabdian tersebut akan digodok bersama berdasarkan irisan yang
saling burhubungan satu sama lain. Hasil godok observasi tersebut disusun menjadi
rencana dan panduan pengabdian masyarakat.

Dari hasil observasi tersebut ditemukan usia rata-rata anak adalah 3-6 tahun
dan 6-11 tahun. Dari usia ini bila kita pakai pendekatan teori dari Erik Erikson tahap
pra sekolah dan usia sekolah. Tahap sikososialnya adalah pada usia 3-6 tahuan yaitu
inisiatif versus rasa bersalah. Sedangkan usia 6-11 tahuan adalah tahap industri
versus inferioritas.
Dalam tahap inisiatif adalah anak-anak menghadapi dunia sosial yang
melebar, dan mengahapi tantangan lebih banyak dari usia sebelumnya. Tahap ini
diperlukan perilaku yang aktif dan terarah dalam menghadapi tantangan. Anak ketika
dewasa didorong untuk bertanggung jawab atas diri mereka. Ketika membangun rata
tanggung jawab dapat meningkatkan prakarsa. Persaan bersalah yang tidak nyaman
ketika tidak bertanggung jawab dibuat terlalu cemas Erik Erikson menawarkan rasa
bersalah tersebut dikompensasi dengan kesadaran berperestasi.

Sedangkatn tahap kerajinan atau industri versus inferioritas adalah yang


terjadi pada awal-awal sekolah dasar. Terjadi banyak insiatif anak yang akan
membawa meraka pada hal-hal atau pengalaman baru. Saat perkembangan
pertangahan ke masa akhir anak-anak merea akan mengarahkan enegi mereka ke
penguasaan ketarampilan kognitif. Pada tahap ini anak lebih antusias untuk belajar.
Namau masalah pada tahap ini terdapat potensi berkembangnya rasa rendah diri –
merasa relatif tidak kompeten.

Pada masa transisi kepercayaan versus ketidakpercayaan adalah masa dimana


anak-anak didorong untuk berinteraksi dengan dunia luas. Setelah memberikan rasa
percaya kepada pengasuh anak memberi pengaruh kepada mereka bagaimana
berperilaku kepada orang lain. Maka lahirlah kesadaran mandiri dan otonom. Setelah
pada tahap ini anak biasanya di tempatkan pada taman anak-anak biasanya PAUD
dan TK. Pada taman anak-anak ini mereka akan menemukan teman-teman seumuran
mereka sehingga terjadilah sosialisasi. Anak akan berinteraksi dengan dunia baru
yang labih luas, mendapatkan permainan yang memberi tantangan kepada mereka.
Maka pada tahap ini anak diberi pola belajar yang bebas, menemukan keberadaan
dirinya sehingga anak bertanggung jawab terhadap temuan tersebut.

Pada masa kerajinan versus inferioritas dimana banyak inisistaif dari anak
sehingga melahirkan pengalaman baru. Inisiatif untuk melakukan kegiatan-kagitan
yang malatih kemampuan kognitif mereka. Perilaku yang tonjolkan anak-anak
misalnya saling mengajak teman-temanya untuk belajar bersama, menghitung
sejumlah benda ketika saat bermain, mengenal manfat dari beberapa tanaman.

Tidak hanya itu, tahap perkembangan diatas juga didukung dengan pandangan Jean
Piaget yakni adalah tahap Pra-operasioanal dari usia 2-7 tahuan dan tahap
operasional konkret dari usia 7-11 tahun.

Pada saat usia praoperasioanal anak-anak mengembangkan kemampuan


mereka dengan dan menggunakannya seperti memanipulasi symbol dan berbahasa.
Anak belajar menggunakan Bahasa dan menggambarkan objek dengan imajinasi dan
kata-kata, berfikir masih ego sentris, mengklasifikasikan objek menurut tanda.
Sedangakn pada tahap operasional konkrit anak-anak mulai berfikir secara logis dan
kejadian. Mulai menguasai konservasi jumlah (jumlah tak terbatas dan berat),
mengklasifikasikanya objek menurut menurut beberapa tanda dan mampu menyusun
dalam satu seri berdasarkan satu dimensi, pereti ukuran. Namun dalam
perkembangan ini juga anak mengalami tahapan yang labih cepat sehingga pada usia
tersebut mulai berfikir absrak, dan menguji hipotesis.

Dari tahapan usia ini menjadi landasan untuk bahan belajar yang akan
disesuaikan kepada anak-anak. Namun masih perlu dilihat seperti apa bentuk
kemampuannya dan dalam bidang apa kemampuannya. Dalam pembelajaran tersebut
juga perlu ada keselarasan antara melatihan kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotorik. Sehingga melatih potensi dan kemampuan anak tidak difokuskan pada
satu aspek saja seperti kognitif, namun aspek afektif dan psikomotorik juga
diseimbangkan.

Pada usia 3-7 tahuan atau masa TK dan PAUD anak-anak dilatih kemampuan
kognitifnya adalah menghitung. Melalui gambar buah-buahan, benda-benda atau
gambar seperti bintang dengan beberapa jumlahnya anak-anak dilatih mempuan
hitungannya. Hambar tersebut biasanya dibuat oleh anak-anak sendiri. Tidak hanya
itu pada usia ini juga anak-anak didorong untuk menggambar suatu objek atau
bentuk yang mereka sukai. Objek tersebut adalah yang pernah mereka indrawikan
secara langsung. Hal ini bertujuan untuk melatih daya ingat anak-anak dan mampu
untuk dilukiskan. Sehingga dengan pendekatan ini dapat terlihat perkembangan
anak-anak yang mengalami produktifitas dengan kemampuan dalam bidang melukis.

Sedangkan pada usia sekolah 7-11 tahun anak-anak rata-rata telah lancar
membaca. Kemampuan ini didorong untuk melatih berfikir secara abtrak dengan
objek yang secara kongkrit. Misalnya anak-anak dikumpulkan seusianya dengan
diberikan sebuah teks cerita pendek. Masing-masing membaca satu paragraph
dengan saling bergantian satu sama lain dengan paragraph berikutnya kemudian
setelah selesai membaca anak-anak diminta untuk menceritakan kembali apa yang
baru saja dibaca dan nilai apa yang dapat dipetik dari terita tersebut. Dari hasil
membeca ini anak-anak mampu untuk mengulangi atau menceritakan kembali apa
yang dibaca, hal ini dengan tujuan adalah membangun kemampuan persepsi dan
imajinasi anak-anak. Peningkatan dari proses ini adalah anak-anak diajak untuk
meceritakan kehidupan kesehariannya dan menuliskan dalam sebuah lembar.
Peningkatan dan produktifitas pembelajaran anak ini anak diarahkan untuk menulis
diari. Melalui metode ini budaya literasi dapat terbangun sejak dini. Ana-anak dapat
melatih kosa kata dan Bahasa sehingga memperkaya atau meningkatkan kemampuan
representasi anak.

Selain itu program adalah tidak lepas dengan kebudayaan masayarakat


padukuan gedoro yakni adalah membanguan keternarikan anak-anak pada kesenian
lokal (kerawitan). kerawita badalah musik yang lahir sudah sejak lama seumur
dengan kelahiran kebudayaan jawa. Anak-anak ini mengenal budaya tradisional
adalah bentuk dari bagaimana mengenal diri mereka sebagai bagian dari kearifan
lokal. awalnya dipolopori oleh orang tua yang sadar pentingnya melastarikan budaya
dalam hal ini adalah musik kerwitan. kesadaran ini mendorong untuk dibangunya
suatu sangar yang akan melatih kemapuan musikal masyarakat dusun gesoro. Tisak
hanya para orang tua tapi diisi oleh para pelajar SMP, SMA dan juga pemuda.
Pembelajaran sanggar ini dilakukan setiap malam sabtu di rumah sumanto
salah satu tokoh dalam membudayakan musik lokal yang dipandu oleh pak rahayu
sebagai ahli musik kerawitan.

melalui keahlian dan kesadaran ini secara tulus membagikan pengetahuan sehingga
dapat direproduksi oleh anak-anak yang akan melanjutkan pelastarian musik
tersebut.

tidak mudah untuk memainkan suatu alat musik (kerawitan) hal ini membutuhkan
ketertarikan dan motivasi dari dalam diri sehingga dalam pebelajaran adalah usaha
sadar yang digerakan oleh seseorang tersebuat sebagai sabjek dalam belajar.
Motivasi balejar ini akan diinternalisasi oleh mereka yang ingin belajar yang akan
tidak pernah berhenti untuk mencari tahu.

Bunyi yang keluar dari suatu alat musik memiliki nada tersendiri. untuk
menjadikan sebuah musik yang enak di dengar dibutuhkan kemampuan kognitif
bagaimana untuk mengingat, menghubungakan bunyi nada dan kemampuan
emosional dalam memaikan menggunakan rasa.

Dari bahasan ini dapat kita lakukan adalah bagaimana meningkatkan


kemampuan kognitif dan afektif. Dalam melatih kemampuan ini anak diberikan
kebebasan untuk mengeksplor kemampuannya sehingga rasa penasan dan terus
mencoba. Ketika usaha mencari tahu dan melatih diri dilakuakn dengan tanpa
paksaan maka anak lahir dengan cara yang bebas. Maka disanalah dapat ditemukan
usaha pendidikan adalah bagaimana menjadikan sabjek untuk menjadi manusia. i
i
Tulisan ini belum selesai.

Anda mungkin juga menyukai