Evolusi Bulan.
Beberapa mekanisme yang diajukan mengenai pembentukan Bulan menyatakan bahwa Bulan
terbentuk pada 4,527 ± 0,010 miliar tahun yang lalu, [f] sekitar 30-50 juta tahun setelah pembentukan
Tata Surya.[13] Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Rick Carlson menunjukkan bahwa Bulan
berusia sekurang-kurangnya 4,4 hingga 4,45 miliar tahun.[14] [15] Hipotesis ini antara lain menjelaskan
bahwa fisi Bulan berasal dari kerak Bumi akibat gaya
sentrifugal,[16][17] penangkapan gravitasi sebelum pembentukan Bulan,[18] dan pembentukan Bumi dan
Bulan secara bersama-sama di cakram akresi primordial.[17] Hipotesis ini tidak menjelaskan
tinggi momentum sudut dari sistem Bumi-Bulan.[19]
Hipotesis yang berlaku saat ini menjelaskan bahwa sistem Bumi-Bulan terbentuk akibat tubrukan
besar, ketika benda langit seukuran Mars (bernama Theia) bertabrakan dengan proto-Bumi yang
baru terbentuk, memuntahkan material ke orbit di sekitarnya yang kemudian berkumpul untuk
membentuk Bulan.[20] Hipotesis ini mungkin merupakan hipotesis yang paling menjelaskan mengenai
asal usul Bulan, meskipun penjelasannya tidak sempurna.
Tubrukan besar diperkirakan umum terjadi pada awal pembentukan Tata Surya. Pemodelan
simulasi komputer mengenai tubrukan besar sesuai dengan ukuran momentum sudut sistem Bumi-
Bulan dan ukuran inti Bulan yang kecil. Simulasi ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar materi
pada Bulan berasal dari planet penabrak, bukannya dari proto-Bumi.[21] Akan tetapi, pengujian
terbaru menunjukkan bahwa sebagian besar materi Bulan berasal dari Bumi, bukannya dari
penabrak.[22][23][24] Bukti meteorit menunjukkan bahwa materi benda langit lainnya
seperti Mars dan Vesta memiliki oksigen dan komposisi isotop yang sangat berbeda dengan Bumi,
sedangkan Bulan dan Bumi memiliki komposisi isotop yang hampir identik. Pencampuran materi
yang menguap pasca tubrukan antara benda langit pembentuk Bulan dengan Bumi diperkirakan
menyamakan komposisi isotop mereka,[25] meskipun hal ini masih diperdebatkan.[26]
Besarnya energi yang dilepaskan saat terjadinya tubrukan besar dan akresi materi di orbit Bumi
yang terjadi setelahnya akan melelehkan kulit bagian luar Bumi, yang kemudian membentuk lautan
magma.[27][28] Bulan yang baru terbentuk juga memiliki lautan magma sendiri; diperkirakan
kedalamannya sekitar 500 km dari radius keseluruhan Bulan.[27]
Meskipun akurasi dalam menjelaskan pembentukan Bulan didukung oleh banyak bukti, masih
terdapat beberapa kesulitan yang tidak sepenuhnya bisa dijelaskan oleh hipotesis tubrukan besar,
terutama yang berkaitan dengan komposisi Bulan. [29]
Pada tahun 2001, tim di Carnegie Institute of Washington melaporkan penelitian yang mereka
lakukan terhadap isotop batuan Bulan.[30] Tim ini menemukan bahwa batuan Bulan yang dibawa ke
Bumi melalui Program Apollo memiliki isotop yang identik dengan batuan Bumi, dan berbeda
dengan batuan pada kebanyakan benda langit lainnya di Tata Surya. Karena sebagian besar materi
yang lepas ke orbit dan membentuk Bulan diduga berasal dari Theia, penemuan ini sama sekali tak
terduga. Pada tahun 2007, para peneliti dari California Institute of Technology mengumumkan
bahwa kesamaan isotop antara Bumi dengan Theia kurang dari 1%.[31] Pada tahun 2012, analisis
yang dilakukan terhadap sampel isotop Bulan menunjukkan bahwa Bulan memiliki komposisi isotop
yang sama dengan Bumi,[32] bertentangan dengan hipotesis yang menjelaskan bahwa Bulan
terbentuk jauh dari orbit Bumi atau dari Theia.
Karakteristik fisik
Struktur dalam
Artikel utama: Struktur dalam Bulan
Struktur Bulan
Komposisi (wt %)
Senyawa Rumus
Mare Dataran tinggi
Bulan tergolong benda langit diferensiasi, yang secara geokimia memiliki komposisi kerak, mantel,
dan inti yang berbeda dengan benda langit lainnya. Bulan kaya akan besi padat di bagian inti dalam,
dengan radius sekitar 240 km, dan fluida di bagian inti luar, terutama yang terbuat dari besi cair,
dengan radius sekitar 300 km. Di sekitar bagian inti Bulan terdapat lapisan pembatas berbentuk cair
dengan radius sekitar 500 km.[34] Struktur ini diperkirakan terbentuk akibat kristalisasi
fraksional pada lautan magma sesaat setelah pembentukan Bulan 4,5 miliar tahun yang
lalu.[35] Kristalisasi lautan magma ini akan membentuk mantel mafik, yang juga disebabkan oleh
curah hujan dan peluruhan mineral olivin, klinopiroksen, dan ortopiroksen; setelah tiga perempat
lautan magma terkristalisasi, mineral plagioklas berkepadatan rendah akan terbentuk dan
mengapung ke bagian atas lapisan kerak.[36] Cairan terakhir yang mengalami proses kristalisasi akan
terjebak di antara kerak dan mantel, dengan inkompabilitas dan unsur penghasil panas yang
berlimpah.[1] Sesuai dengan proses ini, pemetaan geokimia dari orbit menunjukkan bahwa sebagian
besar kerak Bulan bersifat anortosit,[6] dan pengujian yang dilakukan terhadap sampel batuan
Bulan yang berasal dari banjir lava di permukaan juga menjelaskan bahwa komposisi mantel mafik
Bulan lebih kaya akan besi jika dibandingkan dengan Bumi.[1] Teknik geofisika menjelaskan bahwa
ketebalan rata-rata kerak Bulan adalah ~50 km.[1]
Bulan adalah satelit terpadat kedua di Tata Surya setelah Io.[37] Akan tetapi, inti dalam Bulan
tergolong kecil, dengan radius sekitar 350 km atau kurang;[1] ukuran ini hanya ~20% dari ukuran
Bulan secara keseluruhan, berbeda dengan benda langit kebumian lainnya, yang ukuran inti
dalamnya hampir 50% dari ukuran keseluruhan. Komposisi Bulan belum diketahui secara pasti,
namun diduga perpaduan dari besi metalik dengan sejumlah kecil sulfur dan nikel; analisis
mengenai waktu rotasi variabel Bulan menunjukkan bahwa sebagian inti Bulan berbentuk cair. [38]
Geologi permukaan
Artikel utama: Geologi Bulan dan Batuan Bulan
Lihat pula: Topografi Bulan
Topografi Bulan