Foto mozaik kutub selatan Bulan yang diambil oleh Clementine: perhatikan bagian gelap permanen di kutub.
Air cair tidak bisa bertahan di permukaan Bulan. Saat terkena radiasi Matahari, air dengan cepat
akan terurai melalui proses yang dikenal dengan fotodisosiasi dan lenyap ke luar angkasa. Namun,
sejak tahun 1960-an, para ilmuwan memperkirakan bahwa air es yang diangkut oleh komet saat
terjadinya tubrukan atau yang dihasilkan oleh reaksi batuan Bulan yang kaya oksigen, dan hidrogen
dari angin surya, meninggalkan jejak air yang mungkin bisa bertahan di kawah kutub selatan Bulan
yang dingin dan gelap secara permanen.[66][67] Simulasi komputer menunjukkan bahwa hampir
14.000 km2 permukaan Bulan berada pada bagian kutub yang gelap permanen.[68] Ketersediaan air
di Bulan dalam jumlah yang cukup adalah faktor penting dalam merencanakan proses kolonisasi
Bulan karena akan menghemat biaya; rencana altenatif untuk mengangkut air dari Bumi akan
menghabiskan biaya yang sangat besar.[69]
Bertahun-tahun yang lalu, jejak air telah ditemukan di permukaan Bulan. [70] Pada tahun
1994, eksperimen radar bistatik di wahana Clementine menunjukkan adanya kantong air beku di
sekitar permukaan Bulan. Namun, pengamatan radar setelahnya oleh Arecibo menunjukkan bahwa
penemuan tersebut mungkin adalah batuan yang terlontar dari kawah tubrukan muda. [71] Pada
1998, spektrometer neutron di wahana Lunar Prospector menemukan adanya
konsentrasi hidrogen yang tinggi di lapisan regolith dengan kedalaman satu meter di wilayah
kutub.[72] Pada 2008, analisis yang dilakukan terhadap batuan lava vulkanis yang dibawa ke Bumi
oleh Apollo 15 menunjukkan adanya kandungan air dalam jumlah kecil pada interior batuan.[73]
Pada tahun 2008, wahana Chandrayaan-1 mengonfirmasi keberadaan air es di permukaan Bulan
dengan menggunakan Moon Mineralogy Mapper. Spektrometer mengamati adanya garis
penyerapan hidroksil di bawah sinar Matahari, yang membuktikan bahwa permukaan Bulan
mengandung air es dalam jumlah besar. Wahana tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi air es
mungkin mencapai 1.000 ppm.[74] Pada tahun 2009, LCROSS mengirim 2.300 kg impaktor ke kawah
kutub yang gelap permanen, dan mendeteksi sedikitnya terdapat 100 kg air dalam material
ejektor.[75][76] Analisis data LCROSS lainnya menunjukkan bahwa jumlah air yang terdeteksi mencapai
155 kg.[77] Pada bulan Mei 2011, Erik Hauri melaporkan [78] adanya 615-1410 ppm inklusi leleh air
pada sampel Bulan 74220, "tanah kaca jingga" dengan kandungan titanium tinggi yang berasal dari
peristiwa vulkanis yang dikumpulkan dalam misi Apollo 17 pada tahun 1972. Inklusi ini tebentuk saat
terjadinya letusan besar di Bulan sekitar 3,7 miliar tahun yang lalu. Konsentrasi ini setara dengan
magma di mantel atas Bumi.