HADHARAH AL-ARABIYYAH
Disusun Oleh:
Kelompok 6
JAMBI 2022
KATA PENGANTAR
Perlu diketahui bahwa makalah yang kami susun ini merupakan suatu
pembahasan yang sangat penting dalam pembelajaran bahasa Arab khususnya
dibidang ilmu hadharah al-arabiyyah. Oleh karena itu, kami berpendapat bahwa
makalah ini baik sekali untuk dibaca dan diberi masukan untuk kami sebagai
penulis dan penyusun agar ke depannya kami dapat memperbaikinya.
Kepada Allah l saya memohon taufik dan hidayahnya, semoga makalah ini
benar-benar bermanfaat serta mendapat ridho nya Allah l. Aaminn.
Kelompok 6
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sebagai agama dan peradaban yang dirintis oleh Nabi Muhammad
memberikan kontribusi besar pada peradaban dunia, rangkaian penerus sesudahnya
yang dikenal sebagai khalifah, meneruskan otoritas politik untuk mengayomi
seluruh komunitas Muslim. Sejak masa kekhalifahan, Islam tumbuh menjadi
kekuatan budaya dan peradaban serta tradisi agama yang mengakar, dan berperan
penting dalam pembentukan budaya di seluruh dunia.
Bangsa Arab yang dahulu dikenal ummy (buta huruf), berkembang menjadi
pusat kajian ilmu dan intelektualitas, Islam yang lahir di tanah Arab yang tandus,
primitif, nomaden, dan mayoritas keahlian penduduknya hanya berdagang, berubah
menjadi pusat dan kiblat peradaban di dunia menggeser Romawi dan Persia,
kemajuan peradabannya menghegemoni peradaban-peradaban besar di dunia.
1
B. Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
Ketika pada zaman kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, terjadi persaingan
politik antara Ali dan Muawiyah. Setelah Ali wafat, Hasan anak dari Ali
menggantikan posisi Ayahnya sebagai khalifah akan tetapi kekuatanya tidak sekuat
Ayahnya sehingga Ia memutuskan untuk membuat perjanjian damai pada saingan
politiknya yaitu Muawiyah dan Muawiyah menanggalkan perjanjian itu dengan
jabatan sebagai Khalifah pada tahun 41 H (661 M). Maka pada tahun itu disebut
tahun Al jamaah (Persatuan) sebagai tanda bahwa umat Islam telah menyepakati
secara aklamasi mempunyai hanya satu orang khalifah. Sehingga berakhirnya masa
Khulafaur Rasyidiin, dan dimulailah kekuasaan Dinasti Umayyah.
3
kekerasan, diplomasi yang diiringi dengan tipu daya, serta hilangnya musyawarah
dalam pemilihan khilafah.
Menurut catatan sejarah dinasti Umayyah ini terbagi menjadi dua periode, yaitu:
4
Pada masa Muawiyah bin Debu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti
pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali,
dimulai dengan menaklukkan Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah timur, dengan
menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai
ke Kabul. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai melaksanakan serangan-
serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Sedangkan ekspansi ke timur ini
kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan.
Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil
menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan Samarkand.
Tentaranya bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan
daerah Punjab sampai ke Multan.
Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di masa waktu seratus
tahun Al-Walid bin Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid yaitu masa
ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia.
Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang semakin sepuluh tahun itu
tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya,
benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko mampu
ditundukan, Tariq bin Ziyad, pimpinan pasukan Islam, dengan pasukannya
menyeberangi selat yang memisahkan selang Maroko (magrib) dengan
benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan
nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol mampu dikalahkan. Dengan
demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi kemudian. Ibu
kota Spanyol, Cordoba, dengan cepatnya mampu direbut. Menyusul setelah itu
kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang menjadi ibu
kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan Islam memperoleh
kemenangan dengan remeh karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang
sejak lama menderita dampak kekejaman penguasa.
5
dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan
tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas,
pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah (mediterania) juga jatuh ke
tangan Islam pada masa waktu seratus tahun Bani Umayyah ini.
Dengan kesuksesan ekspansi ke beberapa daerah, benar di timur maupun
barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat lapang.
Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah
Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang
disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.
Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak
bermanfaat dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah bin Debu Sufyan
mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang
lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berupaya menertibkan
angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, posisi khusus seorang
hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi yaitu seorang
spesialis dibidangnya. Abdul Malik bin Marwan mengubah mata
uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang direbut Islam.
Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-
kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga berhasil
melaksanakan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan
memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan
Islam. Kesuksesan ini dilanjutkan oleh puteranya Al-Walid bin Abdul-Malik (705-
715 M) meningkatkan pembangunan, ditengahnya membangun panti-panti untuk
orang cacat, dan pekerjanya digaji oleh negara secara tetap. Serta membangun
jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-
pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.
6
bin Debu Sufyan dipengaruhi oleh sistem monarki yang benar
di Persia dan Bizantium, istilah khalifah tetap dipakai, namun Muawiyah bin Debu
Sufyan memberikan interpretasi sendiri dari kata-kata tersebut dimana khalifah
Allah dalam pengertian penguasa yang dinaikkan oleh Allah padahal tidak benar
satu dalil pun dari al-Qur'an dan Hadits Nabi yang mendukung argumennya.
Dan kemudian Muawiyah bin Debu Sufyan dianggap tidak mentaati inti
janjinya dengan Hasan bin Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa
masalah penggantian kepemimpinan diserahkan untuk pemilihan umat Islam.
Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid bin Muawiyah sebagai putera mahkota
mengakibatkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang
mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.
Ketika Yazid bin Muawiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka
di Madinah tidak mau menyalakan setia untuknya. Yazid bin Muawiyah kemudian
mengirim surat untuk gubernur Madinah, menantinya untuk memaksa masyarakat
mengambil sumpah setia untuknya. Dengan kegiatan ini, semua orang terpaksa
tunduk, kecuali Husain bin Ali Ibnul Debu Thalib dan Abdullah bin Zubair Ibnul
Awwam.
Husain bin Ali sendiri juga dibait sebagai khalifah di Madinah, Pada tahun
680 M, Yazid bin Muawiyah mengirim pasukan untuk memaksa Husain bin Ali
untuk menyalakan setia, Namun terjadi pertempuran yang tidak seimbang yang
kemudian hari dikenal dengan Pertempuran Karbala[1], Husain bin Ali terbunuh,
kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur
di Karbala sebuah daerah di tidak jauh Kufah.
Kumpulan Syi'ah sendiri, yang tertindas setelah kesyahidan pimpinan
mereka Husain bin Ali, terus melaksanakan perlawanan dengan semakin gigih dan
di selangnya yaitu yang dipimpin oleh Al-Mukhtar di Kufah pada 685-687 M. Al-
Mukhtar mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali (yaitu umat Islam
bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain) yang pada masa Bani
Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua. Namun perlawanan Al-
Mukhtar sendiri ditumpas oleh Abdullah bin Zubair yang menyalakan dirinya
secara buka sebagai khalifah setelah Husain bin Ali terbunuh. Walaupun dia juga
tidak berhasil menghentikan gerakan Syi'ah secara semuanya.
7
Abdullah bin Zubair membina dayanya di Mekkah setelah dia menolak
sumpah setia terhadap Yazid bin Muawiyah. Tentara Yazid bin Muawiyah kembali
mengepung Madinah dan Mekkah secara biadab seperti yang diriwayatkan dalam
sejarah. Dua pasukan bertemu dan pertempuran pun tak terhindarkan. Namun,
peperangan ini terhenti karena taklama kemudian Yazid bin Muawiyah wafat dan
tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus.
Perlawanan Abdullah bin Zubair baru mampu dihancurkan pada masa
kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan, yang kemudian kembali mengirimkan
pasukan Bani Umayyah yang dipimpin oleh Al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi dan
berhasil membunuh Abdullah bin Zubair pada tahun 73 H/692 M.
Setelah itu, gerakan-gerakan lain yang dilancarkan oleh
kumpulan Khawarij dan Syi'ah juga mampu diredakan. Kesuksesan ini membuat
orientasi pemerintahan Bani Umayyah mulai mampu diarahkan untuk pengamanan
daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia
Tengah) dan wilayah Afrika proses utara, bahkan membuka jalan untuk
menaklukkan Spanyol (Al-Andalus). Kemudian hubungan pemerintah dengan
golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-
Aziz (717-720 M), di mana sewaktu dinaikkan sebagai khalifah, menyalakan
hendak memperbaiki dan meningkatkan negeri-negeri yang berada dalam
wilayah Islam agar menjadi semakin benar daripada menambah perluasannya,
dimana pembangunan dalam negeri menjadi prioritas utamanya, meringankan
zakat, letak mawali disejajarkan dengan Arab. Meskipun masa pemerintahannya
sangat singkat, namun berhasil menyadarkan golongan Syi'ah, serta memberi
kebebasan untuk penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan
dan kepercayaannya.
C. Perkembangan Peradaban Arab Bani Umayyah
Terlepas dari perebutan kekuasaan pada masa awal kekhalifahan Bani
Umayyah, sehingga cukup menimbulkan goresan luka sejarah pada generasi Islam
setelahnya yang melihatnya dalam perspektif berbeda dengan kondisi dan situasi
pada saat itu, tidak dapat dipungkiri bahwa 90 tahun masa pemerintahannya dinasti
Bani Umayyah memberikan kontribusi besar dalam perjalanan membangun
8
peradaban Islam di dunia. Ada begitu banyak hal perkembangan yang berhasil
dirintis dan dicapai oleh dinasti Bani Umayyah pada masanya, antara lain:
3. Perkembangan Arsitektur
Sebagai ikon dan simbol teologis keislaman, seni arsitektur dan bangunan
yang paling utama dan representatif dalam sebuah peradaban Islam adalah rumah
ibadah (masjid). Masjid yang secara harfiahnya adalah tempat sujud atau pusat
ritual ibadah mengalami perkembangan makna dan fungsi, masjid berperan seperti
sebuah ruang pertemuan besar, sebagai forum politik, dan ruang pendidikan.
9
Masjid Umayyah yang berdiri megah merupakan salah satu bangunan yang
paling impresif di dunia Islam, bahkan dianggap sebagai salah satu keajaiban dunia.
Selain masjid Umayyah yang menjadi ikon di Damaskus, di Aleppo juga dibangun
masjid Jami’ Bani Umayyah al-Kabir dan masjid Ar-Rahman, dengan arsitektur dan
desain yang sangat megah.
Selain rumah ibadah, arsitektur dan bangunan yang megah pada Dinasti
Bani Umayyah adalah dibangunnya istana-istana oleh para putra mahkkota
keluarga khalifah, istana raja Qashra al-Khadra yang terletak di ibu kota, alQubbah
al-Khadra, tempat kediamannya al-Hajjaj, istana al-Muwaqqar yang dibangun oleh
Yazid, dan al-Walid juga mendirikan istana bernama al-Musyatta.
10
umumnya para Qadhi mengambil keputusan hukum berdasarkan Al-Quran dan
Hadis Nabi sebagai sumber utama.1
a. Diwan Rasail: berfungsi mengurus surat-surat negara, diwan ini ada dua
macam, sekretariat negara pusat dan sekretariat provinsi.
b. Diwan al-Kharaj: bertugas untuk mengurusi pajak, diwan ini dibentuk
disetiap provinsi yang dikepalai oleh Shahib al-Kharaj.
c. Diwan al-Barid: diwan ini merupakan badan intelijen yang bertugas
sebagai penyampai rahasia daerah pada pemerintahan pusat.
d. Diwan al-Khatam: Mu’awiyah merupakan orang pertama yang
mendirikan diwan khatam ini sebagai departemen pencatatan. Setiap
peraturan yang dikeluarkan khalifah harus disalin dalam suatu register,
kemudian yang asli harus di segel dan dikirim ke alamat yang dituju.
2. Bidang Ekonomi
Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan dicetak uang sebagai alat
tukar yang dibuat dari emas dan perak, serta dihiasi dengan khat ayat Al-Quran.
Mata uang ini berbeda dengan kerajaan Bizantium ataupun dirham kerajaan Persi.
Percetakan uang kembali sebagai ciri khas bagi khalifah bani umayyah pada masa
pemerintahan Abdul Malik ini menunjukkan banyaknya orang kaya melimpah ruah
di kota-kota bahkan di padang pasir.
1
Ali Ibarahim Hasan, Studies in Islamic History(Bandung: Al-Ma’arif, 1987) hal 42.
11
Dengan gambaran yang diberikan diatas, kita tahu begitu besarnya
kemajuan dibidang ekonomi masa bani umayyah yang menjadikan Islam sebagai
kekuatan adi daya dimasa itu.
3. Ilmu Pengetahuan
Ada empat pusat peradaban pada masa bani umayyah yaitu, Makkah,
Madinah, Basrah, dan Kufah. Dua yang pertama terletak di Hjaz, dan dua lainnya
terletak di wilayah Irak yang lebih dikenal sebagai bekas kerajaan Persia. Dalam
ilmu Fiqih dikenal ulama Hijaz sebagai ahli hadis dan ulama Irak sebagai ahli ra’yi.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas maka dapat kami simpulkan sebagaimana
berikut ini:
1. Dinasti bani Umayyah merupakan pemerintahan kaum Muslimin yang
berkembang setelah masa Khulafa al-Rasyidin yang dimulai pada tahun 41
H/661 M. 4 Dinasti Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan bin
Harb.
2. Terlepas dari perebutan kekuasaan pada masa awal kekhalifahan Bani
Umayyah, sehingga cukup menimbulkan goresan luka sejarah pada generasi
Islam setelahnya yang melihatnya dalam perspektif berbeda dengan kondisi dan
situasi pada saat itu, tidak dapat dipungkiri bahwa 90 tahun masa
pemerintahannya dinasti Bani Umayyah memberikan kontribusi besar dalam
perjalanan membangun peradaban Islam di dunia.
3. Keberhasilan dinasti bani umayyah ini bukan hanya di bidang perluasan
kekuasaan Islam, tetapi juga membawa intonasi-intonasi dua bidang politik,
ekonomi, kebudayaan, dan lain-lain sehingga terbukti dengan keberhasilannya
dalam membangun Imperium sekaligus menempatkan dirinya sebagai negara
adi kuasa pada masanya.
B. Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
al-Azizi, Abdul Syukur. Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap. Jogjakarta:
Saufa, 2014.
14