Anda di halaman 1dari 85

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Globalisasi sektor keuangan dan investasi sebagai salah satu tuntutan


perkembangan perekonomian dunia memiliki andil dalam mendorong
perubahan iklim investasi dan pengembangan dunia perdagangan. Meskipun
pembangunan ekonomi Indonesia telah berlangsung selama bertahun-tahun,
namun sampai saat ini masih belum menemukan secara struktural sistem
ekonomi Indonesia yang sebenarnya, sehingga banyak muncul permasalahan.
Permasalahan mulai muncul ketika terjadi krisis ekonomi di Indonesia yang
mengakibatkan berkurangnya produktivitas, meningkatnya angka
pengangguran serta kebutuhan barang impor meningkat baik untuk produksi
maupun konsumsi. Mengamati kondisi perekonomian yang sekarang
diperlukan kestabilan dan informasi harga yang cepat serta akurat (Nurbaeti,
2003:1)

Dengan semakin menyatunya perekonomian nasional ke dalam tatanan


ekonomi dunia, ketidakpastian usaha menjadi ciri dalam dinamika
perekonomian global yang harus dihadapi oleh perekonomian Indonesia. Iklim
ketidakpastian usaha tersebut antara lain dicerminkan oleh adanya gejolak
perubahan harga komoditi yang semakin besar. Dalam jangka panjang,
ketidakpastian dalam perkembangan harga atau yang biasa disebut dengan
risiko harga ini akan menyulitkan para pelaku ekonomi, baik domestik
maupun internasional, dalam upaya mereka melakukan perencanaan kegiatan
produksi, konsumsi dan distribusi, yang pada akhirnya dapat menghambat
pertumbuhan ekonomi.

Dalam perdagangan yang semakin terbuka dan bebas, risiko yang


dihadapi pun semakin beragam. Karena itu, perdagangan harus dikelola secara
baik dan tepat dengan menggunakan instrumen yang telah umum digunakan

1
secara internasional. Risiko juga semakin bertambah dengan adanya pengaruh
akibat perubahan kurs, tingkat suku bunga dan inflasi.

Di sektor perdagangan barang dan jasa, dengan disepakatinya perjanjian


perdagangan internasional oleh World Trade Organisation (WTO) sangat sulit
diharapkan lagi dapat diciptakan atau dipertahankan kebijakan pemerintah
yang bersifat membatasi atau menghambat arus barang dan jasa yang mengalir
sejalan arus globalisasi. Bahkan berbagai pengaturan perdagangan komoditas
yang dilakukan atas kesepakatan internasional tampaknya tidak bisa bertahan
dan mati secara alamiah seperti International Natural Rubber Organisation
(INRO), dan International Coffee Organisation (ICO) (Ridwan Kurnaen,
2001:2)

Dengan hadirnya Bursa Berjangka yang memperdagangkan kontrak


berbagai macam komoditas, terbentuklah harga secara efisien dan transparan.
Harga yang terbentuk dapat diakses secara luas melalui berbagai sarana
komunikasi seperti radio, televisi, koran dan alat komunikasi lainnya,
sehingga informasi harga yang terjadi di bursa dapat diketahui oleh para
petani. Atas dasar informasi tersebut, petani dapat mengendalikan usahanya
dengan memutuskan akan menanam atau tidak. Apabila diputuskan untuk
menanam atau memproduksi, dapat memperkirakan kapasitasnya tergantung
pada trend harga yang terjadi di bursa.

Para petani dalam arti luas yaitu yang bergerak di bidang tanaman
pangan, perkebunan, perikanan, dan peternakan ini secara bertahap harus
diberdayakan dan diperkenalkan dengan berbagai instrumen modern seperti
perbankan, asuransi, dan berbagai instrumen manajemen risiko (risk
management) antara lain adalah Perdagangan Berjangka Komoditi (Futures
Trading). Di negara maju, risiko fluktuasi harga komoditas pertanian dapat
dikelola atau dialihkan, sehingga bisa diminimalkan dengan melakukan
hedging (lindung nilai) di Bursa Berjangka. Instrumen inilah yang mulai

2
diperkenalkan kepada para petani dan pelaku bisnis di Indonesia agar dapat
bertahan dalam persaingan.

Kehadiran perdagangan berjangka secara tidak langsung dapat


memotivasi atau mengarahkan para petani untuk menghasilkan komoditas
yang bermutu sesuai dengan standar komoditas yang diperdagangkan di Bursa
Berjangka. Mutu komoditas yang semakin baik memungkinkan pihak
pengelola gudang menyimpan dan memberikan jaminan keamanan dan
terpeliharanya mutu komoditas tersebut dengan baik dalam jangka waktu yang
relatif panjang. Tanda bukti penyimpanan tersebut dapat digunakan oleh
petani untuk mendapat pinjaman dari bank maupun menjualnya secara
langsung. Dengan demikian, petani mempunyai dua pilihan yaitu menjual atau
tidak menjual secara langsung pada saat panen dengan terlebih dahulu
menyimpan di gudang, karena pada umumnya pada saat panen harga
komoditas turun (Ridwan Kurnaen, 2001:3)

Perdagangan Berjangka Komoditi merupakan suatu model transaksi jual


beli yang pembayarannya dapat ditunaikan di depan dan barangnya diserahkan
kemudian (dalam waktu tertentu) berdasarkan Kontrak Berjangka. Selain itu,
Perdagangan Berjangka Komoditi sebagai sarana pengalihan risiko yang
diakibatkan naik turunnya harga komoditi (Ridwan Kurnaen, 2001:2).
Perdagangan berjangka secara resmi mulai dilaksanakan di Indonesia pada
tanggal 15 Desember 2000 yang diselenggarakan di Bursa Berjangka Jakarta
(BBJ) atau dikenal juga dengan Jakarta Futures Exchange (JFX). Bursa
Berjangka merupakan pasar derivatif (bayangan) dari pasar fisik (spot) yang
berfungsi untuk mengatur risiko iakibat fluktuasi harga. Sumber hukum yang
melegitimasi keberadaan perdagangan berjangka adalah Undang-undang (UU)
No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.

Sistem perdagangan ini diperlukan dalam mendukung modernisasi dan


percepatan pertumbuhan ekonomi nasional melalui fungsi yang diembannya
yaitu pembentukan harga (price discovery) yang transparan dan transfer risiko

3
melalui kegiatan lindung nilai (hedging). Harga sebagai unsur penting dalam
pengambilan keputusan sangat sulit diakses oleh para petani. Para petani
hanya menerima harga yang ditetapkan oleh para pedagang perantara, karena
tidak adanya alternatif informasi harga, sehingga daya tawar menawar petani
menjadi sangat lemah Harga merupakan suatu unsur penting sebagai dasar
dalam pengambilan keputusan (Ridwan Kurnaen, 2001:3)

Oleh kalangan dunia usaha, perdagangan berjangka dijadikan sebagai


sarana lindung nilai (hedging) yang sangat efektif untuk menunjang
kemanfaatan strategi manajemen perusahaan dari pengaruh timbulnya risiko
atau kerugian yang disebabkan karena fluktuasi harga. Selain itu, perdagangan
berjangka dapat digunakan sebagai sarana alternatif investasi bagi para pihak
yang bermaksud untuk menanamkan (menginvestasikan) modalnya di Bursa
Berjangka (Johannes A.W, 2005:XII)

Sistem perdagangan berjangka mempunyai kesamaan dengan transaksi


salam atau jual beli pesanan yang sudah dikenal pada masa Nabi Muhammad
Saw. Mencermati pertumbuhan dan perkembangan ekonomi modern saat ini,
Yusuf Qordhawi mengemukakan bahwa zaman ini penuh dengan berbagai
persoalan dunia usaha (bisnis) dan persoalan-persoalan baru di bidang
ekonomi dan keuangan. Bursa Berjangka sebagai persoalan perekonomian
kontemporer harus dikaji dan dibahas secara komprehensif dari sudut pandang
hukum Islam, agar memberikan jawaban terhadap persoalan kontemporer
tersebut (Nurbaeti, 2003:11)

Persoalan perekonomian kontemporer tidak banyak dibahas secara rinci


dalam Al Quran dan Sunnah karena dalam Al Quran maupun Sunnah lebih
banyak menyajikan ketentuan yang umum. Akan tetapi dibahas dalam sumber
hukum Islam yang lain yaitu melalui ijma’ (kesepakatan para ulama) yaitu
menggunakan ijtihad. Sebagian umat Islam meragukan kehalalan praktek
Perdagangan Berjangka Komoditi karena khawatir mengandung gharar.
Dengan pertimbangan untuk memperoleh manfaat dan menghindari mudhorot,

4
penulis merasa bahwa persoalan ini perlu dikaji secara serius dan mendalam,
agar dapat dipraktekkan dengan berpegang pada aturan hukum yang ada,
baik hukum nasional maupun hukum Islam, sehingga tidak ada lagi keraguan
untuk melakukan bisnis ini dalam usaha menghadapi era modernisasi.

Sehubungan dengan uraian diatas, penulis melakukan penelitian dalam


rangka penulisan hukum dengan judul “STUDI KOMPARASI
PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DALAM HUKUM
POSITIF INDONESIA DENGAN TRANSAKSI SALAM DALAM
HUKUM ISLAM”.

B. Perumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, penulis


merumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik Perdagangan Berjangka Komoditi menurut
hukum positif Indonesia ?
2. Bagaimana karakteristik transaksi salam menurut hukum Islam ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Objektif
a. Mengetahui karakteristik Perdagangan Berjangka Komoditi dalam
hukum positif Indonesia.
b. Mengetahui karakteristik transaksi salam dalam hukum Islam

2. Tujuan Subjektif
a. Memenuhi prasyarat guna memperoleh gelar sarjana hukum
b. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan wawasan penulis
c. Memberikan sumbangan pemikiran secara ilmiah khususnya mengenai
komparasi Perdagangan Berjangka Komoditi dalam hukum positif
Indonesia dan transaksi salam dalam hukum Islam

5
D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
Secara umum, penelitian ini dapat bermanfaat memberikan sumbangan
pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum khususnya hukum dagang dan
hukum Islam mengenai perbandingan karakteristik Perdagangan
Berjangka Komoditi dalam hukum positif Indonesia dengan transaksi
salam dalam hukum Islam.

2. Manfaat Praktis
a. Untuk memberi jawaban atas permasalahan yang diteliti
b. Sebagai bahan perbandingan dan informasi bagi pelaku usaha yang
berkeinginan menekuni Perdagangan Berjangka Komoditi dan
transaksi salam sehingga tidak ada keraguan lagi mengenai aspek
hukumnya, baik hukum positif Indonesia maupun hukum Islam.

E. Metode Penelitian

Penelitian ilmiah dapat dipercaya kebenarannya apabila disusun dengan


menggunakan suatu metode yang tepat untuk memahami objek yang menjadi
sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Penelitian merupakan
suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi yang
dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis berarti
sesuai dengan cara-cara tertentu, sistematis berarti berdasarkan suatu sistem,
sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan di dalam
suatu kerangka tertentu (Soerjono Soekanto,1986:43)

Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini


adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalan penyusunan penulisan


hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum

6
kepustakaan (library research), yaitu penelitian hukum yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier
(Triwibowo, 2003:11). Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum
normatif mencakup lima macam penelitian, yaitu penelitian terhadap asas-
asas hukum, penelitian terhadap sisitematika hukum, penelitian terhadap
taraf sinkronisasi hukum, penelitian perbandingan hukum dan penelitian
sejarah hukum.

Apabila dikaitkan dengan pendapat Soerjono Soekanto tersebut,


maka penelitian ini termasuk penelitian perbandingan hukum
(comparative law) yang pada intinya adalah membandingkan sistem-
sistem hukum. Sedangkan menurut Black’s Law Dictionary, perbandingan
hukum adalah “the study of the legal science by the comparison of various
system of law”, dari perumusan tersebut menunjukkan adanya
kecenderungan untuk mengkualifikasikan perbandingan hukum sebagai
suatu metode (Soerjono Soekanto, 1986:258)

Pada hakekatnya, yang dimaksud dengan perbandingan hukum


adalah penelitian untuk mencari persamaan dan pebedaan antara dua
macam hukum tentang suatu hal dari suatu sistem hukum yang berbeda
yaitu hukum Islam dan hukum positif Indonesia (Indianto S, 2005:8). Titik
tolak penelitian ini adalah perbandingan Perdagangan Berjangka Komoditi
yang diatur dalam hukum positif Indonesia (UU No. 32 Tahun 1997)
dengan transaksi salam yang diatur dalam hukum Islam.

Dari pengertian di atas, ditegaskan bahwa penelitian perbandingan


hukum bersasaran asas-asas hukum dengan metode komparasi (mencari
persamaan atau perbedaan serta penjelasan mengapa demikian) (Indianto
S, 2005:8). Kegunaan perbandingan hukum antara lain untuk memberikan
pengetahuan tentang persamaan dan perbedaan antara berbagai bidang tata
hukum dan pengertian dasar sistem hukum. Dengan demikian lebih mudah

7
dalam mengadakan unifikasi, kepastian hukum maupun penyederhanaan
hukum (Soerjono Soekanto: 1986:263)

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu suatu penelitian untuk


memberikan data yang ada sedetail mungkin tentang manusia, keadaan,
atau gejala-gejala yang terjadi. Maksudnya untuk mempertegas
hipotesis-hipotesis agar dapat membantu dalam memperkuat teori lama
atau dalam kerangka menyusun teori baru (Soerjono Soekanto, 1986:10)

3. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif.


Pendekatan penelitian kualitatif adalah pendekatan penelitian untuk
meneliti hakikat dan makna suatu hal kemudian dijelaskan dalam bentuk
uraian. Dalam hal ini adalah uraian mengenai komparasi Perdagangan
Berjangka Komoditi dalam hukum positif Indonesia dengan transaksi
salam dalam hukum Islam.

4. Jenis Data

Secara umum, dalam penelitian dibedakan antara data yang


diperoleh sacara langsung dari masyarakat dan dari bahan pustaka. Data
yang diperoleh dari masyarakat disebut data primer, sedangkan data yang
diperoleh dari bahan pustaka disebut data sekunder (Soerjono Soekanto,
1986:51). Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data sekunder yaitu sejumlah data yang diperoleh melalui studi
kepustakaan yang berupa peraturan perundang-undangan, artikel dari
internet, makalah seminar nasional, jurnal, dokumen, dan data-data lain
yang mendukung penelitian ini.

8
Ciri-ciri umum data sekunder adalah:
a). pada umumnya data sekunder dalam keadaan siap terbuat dan dapat
digunakan dengan segera (ready-made)
b). bentuk dan isi data sekunder telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-
peneliti terdahulu
c). tidak terbatas oleh waktu maupun tempat (Soerjono Soekanto & Sri
Mamudji, 2001:24 )

5. Sumber Data

Dalam suatu penelitian terdapat dua sumber data yaitu data primer
dan data sekunder. Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian
hukum ini adalah sumber data sekunder, yaitu sumber data yang diperoleh
dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum
tersier. Menurut Soerjono Soekanto, data sekunder (dalam hukum positif
Indonesia) ditinjau dari kekuatan mengikatnya dibedakan menjadi tiga,
yaitu:
a). Bahan hukum primer,
yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang terdiri dari :
(1) Norma (kaidah) dasar, yaitu pembukaan UUD 1945
(2) Peraturan dasar, yaitu Batang Tubuh UUD 1945
(3) Peraturan Perundang-undangan, dalam penulisan hukum ini yang
penulis gunakan adalah :
(a) Undang-undang No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan
Berjangka Komoditi
(b) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan perdagangan Berjangka Komoditi
(c) Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 119 Tahun 2001
tentang Komoditi Yang Dapat Dijadikan Subjek Kontrak
Berjangka
(4) Bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih
berlaku, seperti KUH Perdata.

9
b). Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti:
(1) paket peraturan Bappebti baik berupa Surat Keputusan maupun
Surat Edaran Kepala Bappebti
(2) hasil karya ilmiah para sarjana yaitu berupa skripsi
c). Bahan hukum tersier atau penunjang, yaitu bahan yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder, misalnya kamus, ensiklopedia hukum, bahan dari
internet, dan lain-lain (Soerjono Soekanto, 1986:52)

Apabila sumber data dalam hukum Islam diklasifikasikan


berdasarkan pendapat Soerjono Soekanto seperti tersebut diatas, maka data
sekunder di bidang hukum Islam ditinjau dari kekuatan mengikatnya
dibedakan menjadi sebagai berikut:
a). Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang
terdiri dari :
(1) Al Quran
Al Quran yaitu sumber hukum Islam yang pertama dan utama. Al
Quran memuat kaidah-kaidah hukum fundamental yang perlu
dikaji dengan teliti dan dikembangkan lebih lanjut. Al Quran terdiri
dari 30 juz yang terbagi dalam 144 surat dengan 6240 ayat. Secara
garis besar Al Quran berisi:
(a) ajaran pokok mengenai kepercayaan yang dititik beratkan pada
masalah tauhid yaitu ajaran tentang keesaan Allah
(b) janji dan ancaman
(c) riwayat umat terdahulu
(d) peraturan yang mengatur tingkah laku manusia (Indianto S,
2005:10)
(2) As Sunnah
As Sunnah adalah sumber hukum Islam yang kedua setelah
Al Quran. Sebagai sumber hukum Islam kedua mempunyai fungsi

10
menafsirkan ayat-ayat Al Quran, penguat hukum yang sudah ada
dalam Al Quran, menetapkan dan membentuk hukum yang tidak
terdapat dalam Al Quran. Secara harfiah kata Sunnah berarti jalan,
sedangkan menurut istilah berarti “segala sesuatu yang dinukilkan
dari nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan”.
Ditinjau dari isinya, As Sunnah dibagi menjadi menjadi tiga yaitu:
(a) Sunnah qauliyah yaitu ucapan Nabi Muhammad Saw yang
berhubungan dengan perkara dalam agama Islam
(b) Sunnah fi’liyah yaitu perbuatan atau perilaku Nabi Muhammad
Saw yang berhubungan dengan perkara dalam agama Islam
(c) Sunnah taqririyah yaitu ketetapan Nabi Muhammad Saw atas
perikatan-perikatan atau perbuatan para sahabat yang
berhubungan dengan perkara dalam agama Islam (Indianto S,
2005:11)
b). Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti pendapat para
ulama, pandangan mazhab-mazhab, hasil-hasil penelitian, dan lain-
lain.
c). Bahan hukum tersier atau penunjang, yaitu bahan yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder, misalnya kamus, ensiklopedia hukum Islam, bahan
dari internet, dan lain-lain. Dalam penulisan hukum, ini bahan hukum
tersier yang penulis gunakan adalah:
(1) Ensiklopedi Hukum Islam Jilid III
(2) Ensiklopedi Fikih Umar Bin Khatab
(3) Data dari internet

6. Instrumen Pengumpul Data

Dalam penelitian ini, instrumen pengumpulan data yang penulis


gunakan adalah identifikasi isi. Alat pengumpul data dengan
mengidentifikasi isi dari data sekunder diperoleh dengan cara membaca,

11
mengkaji, dan mempelajari bahan pustaka baik berupa peraturan
perundang-undangan, artikel dari internet, makalah seminar nasional,
jurnal, dokumen, dan data-data lain yang mempunyai kaitan dengan pokok
permasalahan yang diteliti.

7. Teknis Analisis Data

Langkah yang dilakukan setelah memperoleh data adalah


menganalisis data tersebut. Analisis data mempunyai kedudukan penting
dalam penelitian yaitu untuk mencapai tujuan penelitian. Teknik analisis
data adalah suatu uraian tentang cara-cara analisis, yaitu kegiatan
mengumpulkan data kemudian diadakan pengeditan terlebih dahulu, untuk
selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan analisis yang sifatnya kualitatif.
Dalam sebuah penelitian hukum normatif, pengolahan data hakekatnya
adalah kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan hukum
tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan
hukum tertulis tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisa dan
konstruksi (Soerjono Soekanto, 1986:251)

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini


adalah content analysis (analisis isi) yaitu teknik yang digunakan dengan
cara melengkapi analisis dari suatu data sekunder. Sedangkan menurut
Krippendorf yang dimaksud content analysis (analisis isi) yaitu
serangkaian metode untuk menganalisis isi segala bentuk komunikasi
dengan mereduksi seluruh isi komunikasi menjadi serangkaian kategori
yang mewakili hal-hal yang ingin diteliti (Triwibowo, 2003:15). Jadi,
yang dimaksud content analysis dalam penelitian hukum ini adalah data
dikumpulkan, disusun dan dianalisis kemudian masing-masing dijelaskan
dengan cara mencari persamaan dan perbedaan antara Perdagangan
Berjangka Komoditi dalam hukum positif Indonesia dengan transaksi
salam dalam hukum Islam.

12
F. Sistematika Skripsi

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi,


penulisan hukum ini dibagi menjadi empat bab yaitu pendahuluan, tinjauan
pustaka, penelitian dan pembahasan, serta penutup dengan menggunakan
sistematika sebagai berikut:

Bab Pertama
Berupa pendahuluan yang terdiri dari sub bab latar belakang masalah
munculnya Perdagangan Berjangka Komoditi, yang dalam hukum Islam
mempunyai kesamaan dengan transaksi salam. Selain itu juga menguraikan
tentang perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian, dan sistematika skripsi.

Bab Kedua
Berupa tinjauan pustaka yang terdiri dari sub bab kerangka teori dan kerangka
pemikiran dari permasalahan yang dibahas dalam penelitian hukum ini.
Kerangka teori terdiri dari empat tinjauan yaitu tinjauan umum perjanjian,
tinjauan umum tentang pasar, tinjauan umum Perdagangan Berjangka
Komoditi dan tinjauan umum transaksi salam.

Bab Ketiga
Berupa penelitian dan pembahasan yang dikaitkan dengan perumusan masalah
yaitu menguraikan tentang karakteristik perdagangan berjangka komoditi yang
diatur dalam Undang-undang No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan
Berjangka Komoditi, dan karakteristik transaksi salam yang diatur dalam
hukum Islam.

Bab Keempat
Berupa penutup yang merupakan penutup dari keseluruhan rangkaian
pembahasan yang terdiri dari sub bab kesimpulan dan saran-saran yang
sekiranya perlu penulis sampaikan dalam penulisan hukum ini.

13
DAFTAR PUSTAKA
Berisi berbagai sumber pustaka yang dikutip dalam penulisan hukum ini

LAMPIRAN-LAMPIRAN
Berisi instrumen-instrumen penelitian

14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

a. Perjanjian Dalam Hukum Perdata

(1) Pengertian Perjanjian

Salah satu kegiatan bisnis yang amat penting adalah


mengenai kontrak. Kedudukan hukum kontrak berjangka dalam
Perdagangan Berjangka Komoditi erat kaitannya dengan fenomena
kebebasan berkontrak, karena Perdagangan Berjangka Komoditi
merupakan kegiatan jual beli komoditi berdasarkan kontrak
berjangka. Perjanjian atau dalam hal ini disebut kontrak, diatur
dalam KUH Perdata buku ketiga yang secara umum mengatur
tentang syarat-syarat pembentukan perjanjian, cara pelaksanaan
perjanjian, serta akibat hukum yang mungkin timbul dari suatu
perjanjian.

Hukum Perdata sebagai induk hukum perjanjian, adalah


hukum yang mengatur kepentingan perseorangan berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Perjanjian menurut Pasal 1313 KUH
Perdata yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Konsekuensi
terhadap perjanjian yang mengikat adalah para pihak yang terikat
dalam perjanjian tersebut tidak dapat menarik diri secara sepihak,
hal ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata. Pasal 1338
KUH Perdata mengandung 2 asas yakni asas ”janji itu mengikat”
dan asas “kebebasan berkontrak”. Hukum perjanjian memberikan
kebebasan yang seluas-luasnya bagi para pihak untuk menentukan
isi dari perjanjian yang akan mereka buat dengan ketentuan tidak

15
boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan
kesusilaan.

Dalam hukum perjanjian dikenal lima asas penting, yaitu


asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sunt
servanda (kepastian hukum), asas itikad baik, dan asas
kepribadian. Untuk mengetahui lebih jelas tentang kelima asas
tersebut, dibawah dijelaskan lebih lanjut
(a) Asas Kebebasan Berkontrak
Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat
penting dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah
perwujudan dari kehendak bebas dan pancaran hak asasi
manusia. Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari
ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya” . Jadi, asas
ini memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
i) membuat atau tidak membuat perjanjian
ii) mengadakan perjanjian dengan siapapun
iii) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan
persyaratannnya
iv) menentukan bentuk perjanjian (Salim H.S, 2005:9)
(b) Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat ditemukan dalam Pasal 1320
KUH Perdata. Dalam pasal ini ditentukan bahwa salah satu
syarat sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan antara
kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian
antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah
pihak (Salim H.S, 2055:10)
(c) Asas Pacta Sunt Servanda

16
Asas pacta sunt servanda disebut juga asas kepastian hukum
yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas ini terdapat
dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata (Salim H.S,
2005:10)
(d) Asas Itikad Baik
Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata
yang berbunyi “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad
baik”.
(e) Asas Kepribadian (Personalitas)
Asas kepribadian adalah asas yang menentukan bahwa
seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak
hanya untuk kepentingan perseorangan saja (Salim H.S,
2005:12)

Disamping kelima asas tersebut diatas, dalam Lokakarya


Hukum Perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan
Hukum Nasional pada tanggal 17 Desember 1985 berhasil
merumuskan delapan (8) asas hukum perikatan nasional.
Kedelapan asas hukum tersebut adalah asas kepercayaan, asas
persamaaan hukum, asas keseimbangan, asas kepastian hukum,
asas moral, asas kepatutan, asas kebiasaan, dan asas perlindungan
(Mariam Darus B, dkk. 2001: 87)

(2) Syarat Perjanjian

Dengan adanya suatu perjanjian, maka akan terbentuk suatu


hubungan hukum yang akan menimbulkan hak dan kewajiban bagi
para pihak secara timbal balik. Agar suatu perjanjian dikatakan sah,
maka harus memenuhi syarat-syarat sesuai dengan Pasal 1320
KUH Perdata yaitu :
(a) sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya
(b) cakap untuk membuat suatu perjanjian

17
(c) suatu hal tertentu
(d) suatu sebab yang halal

Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subyektif, yakni


mengenai subyek atau orang-orang yang mengadakan perjanjian.
Bila syarat ini tidak dipenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan
(vernietigbaar), artinya salah satu pihak mempunyai hak untuk
meminta perjanjian tersebut dibatalkan (Salim H.S, 2005:33).
Sedangkan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat obyektif,
yakni berkaitan dengan perjanjian itu sendiri atau obyek dari
perbuatan hukum yang dilakukan itu. Bila syarat ini tidak dipenuhi,
maka perjanjian batal demi hukum (nietig), artinya sejak semula
perjanjian dianggap tidak pernah ada dan tidak ada pula suatu
perikatan yang timbul (Salim H.S, 2005:34)

(3) Wanprestasi

Dalam suatu perjanjian yang telah disepakati, maka


perjanjian tersebut akan melahirkan hak dan kewajiban bagi para
pihak yang membuatnya. Oleh karena itu, apabila si berutang
(debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka dikatakan
wanprestasi (Mariam Darus B, dkk. 2001: 88). Wanprestasi dapat
terjadi karena alpa, lalai, atau cidera janji. Adapun mengenai
wanprestasi dapat berupa empat macam yaitu:
(a) tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan
(b) melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana
yang dijanjikan
(c) melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
(d) melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukannya (Soebekti, 1976:43)

Atas kelalaian atau kealpaan si debitur tadi, maka sanksi


yang dapat dikenakan terhadapnya adalah:

18
(1) membayar kerugian kepada kreditur atau yang disebut dengan
ganti rugi
(2) pembatalan perjanjian
(3) peralihan risiko
(4) membayar biaya perkara, bila sampai diperkarakan ke
pengadilan (Soebekti, 1976:45)

b. Perjanjian/akad dalam Hukum Muamalah Islam

(1) Pengertian Perjanjian/Akad

Dalam hukum Islam, perjanjian dikenal dengan istilah akad


(al’aqd jamaknya al’uqud) secara bahasa berarti ikatan, mengikat.
Menurut terminologi hukum Islam, akad dapat didefinisikan
“pertalian antara ijab dan qabul yang dibenarkan oleh syara’ yang
menimbulkan akibat hukum terhadap obyeknya” (Ghufron A.M,
2002: 75-76). Agar akad (perjanjian/kontrak) sah, maka harus
memenuhi rukun dan syarat jual beli. Adapun rukun jual beli,
menurut jumhur ulama ada empat yaitu:
(a) Orang yang berakad (mu’taqidan) yaitu penjual dan pembeli
Syarat orang yang berakad menurut ulama fikih antara lain :
i) baligh, berakal, dan mumayyiz dan bukan termasuk
golongan orang-orang yang dilarang bertindak sendiri.
(misal: pemboros)
ii) kerelaan melakukan akad
(b) Sighat (lafal ijab dan kabul)
i) orang yang melakukan ijab kabul telah baligh, berakal, dan
mumayyiz
ii) ada kesesuaian antara ijab dengan kabul
iii) dilakukan dalam satu majelis
Satu majelis tidak harus diartikan dengan sama-sama dalam
satu tempat akan tetapi dapat diartikan satu situasi atau
kondisi, sekalipun diantara keduanya berjauhan. Selain itu,

19
ulama fikih juga memperbolehkan adanya jual beli melalui
perantara maupun media tertentu (misal: melalui telepon,
surat-menyurat, dan lain-lain). Zaman sekarang,
perwujudan ijab kabul tidak harus diucapkan, tetapi
dilakukan dengan tindakan, pembeli mengambil barang dan
membayarnya sedangkan penjual menyerahkan barang
tanpa ucapan apapun, misalnya jual beli di pasar swalayan
(Ensiklopedi Hukum Islam Jilid 3, 1997:830)
(c) Barang yang diperjual belikan
Adapun barang yang diperjual belikan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
i) barangnya ada, apabila tidak ada di tempat pihak penjual
menyatakan kesanggupan untuk mengadakan barang
tersebut
ii) milik seseorang
iii) dapat diserahkan saat akad berlangsung, atau pada waktu
yang disepakati bersama ketika transaksi berlangsung
(Ensiklopedi Hukum Islam Jilid 3, 1997:830)
(d) Ada nilai tukar pengganti barang (harga barang)
Menurut ulama fikih ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi antara lain: (Ensiklopedi Hukum Islam Jilid 3,
1997:831)
i) harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas
jumlahnya
ii) pembayarannya bisa diserahkan pada waktu akad, bila
tidak maka harus jelas kapan waktu pembayarannya
iii) bila jual beli barter, maka barang yang dijadikan nilai tukar
adalah barang yang diperbolehkan oleh syara’

Al Quran menyatakan kewajiban moral untuk menjalankan


dan memenuhi kontrak atau transaksi atau janji atau sumpah, atau

20
amanat, atau sesuatu yang berhubungan dengan kepercayaan (trust)
yang telah dibuat.
     

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu”


(Q.S Al Maidah : 1)
         
          

Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu


berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-
sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu
Telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap
sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui
apa yang kamu perbuat. (Q.S An Nahl: 91)

Selain telah dijelaskan dalam Al Quran, ada sebuah hadits shahih


yang mengidentifikasikan tiga ciri orang munafik atau hipokrit,
dua diantaranya menyebut tentang kepercayaan (trust) yaitu jika
berjanji ia iangkar dan jika diberi amanat ia khianat.

2. Tinjauan Umum Tentang Pasar

a. Pengertian Pasar

Mengenai istilah pasar, mengandung beberapa pengertian yang


beraneka ragam. Dalam percakapan sehari-hari istilah “pasar”
ditafsirkan sebagai “sebuah gedung atau sebidang tanah dimana
perniagaan (transaksi jual beli) dilaksanakan pada kesempatan
tertentu”. Tafsiran tersebut merupakan tafsiran pasar dalam arti sempit,
menurut Edward Niven yang dimaksud pasar adalah sebagai berikut:
“In economic the word (market) is used much more widely, and refers
to all the person and institution cocerned in the exchange of any
commodity. In this sense it can include and entire country, or even the
whole world, if people buying or selling a commodity are in contract

21
with one another over those areas. On other hand a market may mean
only a handful of people if the persons in contract with one another for
the purpose of exchanging some commodity are few in number”.

Dari penjelasan tersebut, istilah pasar dapat dipandang dari dua sisi
yaitu dalam arti sempit dan arti luas (Winardi, 1987: 318)

Pasar menurut ilmu ekonomi adalah suatu kondisi atau keadaan


yang ditimbulkan akibat terjadi interaksi antara penawaran dan
permintaan. Jadi, yang dimaksud pasar adalah tempat dimana
seseorang dapat berbelanja memenuhi kebutuhannya terutama untuk
memperoleh barang berwujud dengan membayar imbalan baik secara
tunai maupun kredit. Interaksi antara penawaran dan permintaan
menimbulkan kondisi pasar yang bersifat monopolistik, monopsoni,
oligopolistik, oligopsoni maupun pasar persaingan sempurna
tergantung dari keseimbangan yang ditimbulkan (Pusat Pengkajian
Kebijaksanaan Perdagangan, 2000:66)

Menurut Philip Kotler, pasar terdiri dari seluruh konsumen atau


langganan yang potensial yang mempunyai kebutuhan dan keinginan
tertentu. Kebutuhan dan keinginan tersebut dapat dipenuhi dengan
pertukaran sehingga dapat memuaskan konsumen. Faktor-faktor yang
mempengaruhi potensial pasar:
(1) paling sedikit dua pihak terdapat
(2) masing-masing pihak melakukan sesuatu yang mungkin dapat
berharga bagi pihak lain
(3) masing-masing pihak mampu berkomunikasi dan menyalurkan
keinginannya
(4) masing-masing pihak bebas untuk menerima dan menolak
penawaran dari pihak lain (Fandy Tjiptono, 1995: 54)
Dari beberapa pengertian diatas, yang dimaksud dengan pasar
adalah arena atau tempat pertukaran yang potensial baik dalam bentuk
fisik sebagai tempat berkumpul dan bertemunya para penjual dan

22
pembeli maupun yang tidak berbentuk fisik yang memungkinkan
terlaksananya pertukaran. Minat dan daya beli merupakan persyaratan
pertukaran (Fandy Tjiptono, 1995: 55)

b. Jenis-Jenis Pasar

Tempat terjadinya interaksi antara penawaran dan permintaan


adalah pasar yang dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:
(1) Berdasarkan sifatnya, pasar dibagi menjadi dua yaitu:
(a) Pasar physic/berwujud/nyata yaitu apabila para pelaku
penawaran atau pembeli dan pelaku permintaan atau penjual
serta barang yang diintransaksikan terlihat nyata. Misal Pasar
Klewer, Beringharjo, dan lain-lain.
(b) Pasar non physic/tidak berwujud/abstrak yaitu apabila
para pelaku penawaran dan pelaku permintaan ataupun objek
barang yang diinteraksikan tidak kelihatan. Misal pasar
saham, bursa berjangka komoditi, dan lain-lain.
(2) Berdasarkan luas cakupan wilayah secara geography, pasar
dibedakan menjadi pasar global/internasional, regional, dalam
negeri, lokal, dan desa.
(3) Berdasarkan cara pengelolaan, pasar dapat dibedakan menjadi
pasar modern, tradisional, inpres, induk, lelang, dial
market/penjualan melalui telepon, dan lain-lain.
(4) Berdasarkan legitimasi, pasar dibedakan menjadi pasar legal dan
ilegal/pasar gelap (Pusat Pengkajian Kebijaksanaan Perdagangan,
2000:66)

Dalam referensi lain menurut barang yang diperdagangkan dan


cara penyerahan barang kepada pembeli serta cara pembayaran kepada
penjual, pasar dibedakan menjadi dua yaitu:

23
(1) Pasar konkrit/nyata yaitu apabila barang yang diperjual belikan
terdapat dalam pasar itu setelah jual beli barang diserahkan dengan
pembayaran tunai atau kredit.
(2) Pasar abstrak atau bursa yaitu apabila jual beli barang dilakukan
berdasarkan contoh-contoh standar (barang fungibel), adapun
pelaksanaan dan pembayaran berdasarkan contoh standar dan
kontrak yang telah dibuat (Arifinal Chaniago dan Mudjihardjo,
1980: 24)

3. Tinjauan Umum Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi

a. Pengertian Perdagangan Berjangka Komoditi

Mengenai istilah Perdagangan Berjangka ada beberapa


pengertian antara lain:
(1) Menurut UU No. 32 Tahun 1997 Pasal 1 ayat (1) tentang
Perdagangan Berjangka Komoditi atau yang disebut perdagangan
berjangka yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan jual beli
komoditi dengan penyerahan kemudian berdasarkan kontrak
berjangka dan opsi atas kontrak berjangka
(2) Perdagangan kontrak berjangka komoditi yang selanjutnya disebut
Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) atau commodity futures
trading (CFT), adalah suatu perjanjian untuk membeli atau
menjual suatu komoditi atau asset yang dijadikan sebagai subyek
kontrak dengan spesifikasi yang jelas berkaitan dengan jumlah,
jenis, dan mutu tertentu untuk penyerahan atau penyelesaian pada
waktu tertentu di kemudian hari dengan harga yang telah
disepakati di suatu bursa berjangka (www.Bappebti.go.id, 2005)
(3) Futures Trading (Perdagangan Berjangka) dapat diartikan sebagai
kegiatan memperjual-belikan kontrak standar suatu komoditi yang
penyerahannya dilakukan pada akhir jangka kontrak secara tunai.
Kontrak standar tersebut merupakan ikatan perjanjian jual-beli
yang telah ditetapkan sesuai dengan jenis komoditi yang

24
diperdagangkan dengan masa penyerahan (akhir jangka kontrak)
yang telah ditentukan pada harga yang terbentuk oleh mekanisme
pasar di suatu bursa berjangka (www.Indofutop.com, 2005)

b. Sejarah Perdagangan Berjangka Komoditi

(1) Di Dunia

Perdagangan berjangka (futures trading) dimulai di Amerika


Serikat tepatnya di kota Chicago sekitar tahun 1800. Pada saat itu,
produsen komoditi dan pengguna bersepakat memperkecil risiko
yang timbul akibat perubahan harga komoditi. Pada tahun 1840,
pemasaran biji-bijian (gandum, kedelai, jagung) mengalami masa
yang sangat sulit. Selama beberapa saat, yaitu pada musim semi
saat mulai bercocok tanam dan permintaan sedang banyak harga
gandum sangat tinggi, namun pada musim panen harganya turun
drastis (Johanes A.W, 2005: 1)

Disamping masalah musim, jalur pendistribusianya pun


lambat hal ini dikarenakan harga gandum terus berubah setiap saat
sehingga mengakibatkan harga roti berubah-ubah tergantung bahan
bakunya. Melihat kenyataan ini, maka pada tahun 1848 sekitar 82
bisnisman Chicago mendirikan Chicago Board of Trade (CBOT)
dengan tujuan sebagai tempat untuk menukar gandum di pasar spot
antara penjual dan pembeli. Forward contract untuk pertama
kalinya dilakukan pada tanggal 13 maret 1851 untuk
pengirimanbulan Juni 1851. Tercatat sebanyak 3000 bushels, 1
bushels setara dengan 6 liter jagung (Lie Ricky F. dkk, 2006: 17)
Forward contract adalah perjanjian dan kesepakatan
(komitmen) yang legal antara pembeli dan penjual dengan
mencantumkan komoditi secara spesifik, yang memuat jumlah,
harga, waktu pengiriman, dan lokasi penerimaan di masa yang
akan datang. Hal ini sangat membantu petani dan pabrikan,

25
terutama dalam rangka penyusunan rencana jangka panjang. Akan
tetapi forward contract mempunyai kelemahan yaitu dalam hal
standar kualitas dan waktu pengiriman. Seringkali pembeli dan
pedagang tidak menepati komitmen forward contract yang telah
dibuatnya sehingga pada tahun 1865, CBOT memformulasikan
standar kontrak menjadi futures contract atau yang lebih dikenal
dengan futures marke/futures trading (perdagangan berjangka)
(Johanes A.W, 2005: 3)

Perbedaan mendasar antara forward contract dan futures


market adalah masalah negosiasi harga. harga forward contract
ditentukan secara pribadi antara penjual dan pembeli, sedangkan
harga futures market ditentukan secara lelang terbuka dengan
melibatkan pembeli dan penjual dalam jumlah banyak. Pada tahun
1900, futures market mengalami perkembangan yang pesat
sehingga perlu dibuat peraturan perundang-undangan yang
mengatur futures trading (Johanes A.W, 2005: 3)

Pada tahun 1923 dibuat Grain Futures Act yang merupakan


undang-undang pertama mengenai futures trading. Selanjutnya
pada tahun 1936 dibuat Commodity Exchange Act yang memiliki
kekuatan di bidang kebijakan futures trading karena di dukung
Departemen Pertanian AS. Akhirnya pada tahun 1974, Commodity
Exchange Act dirubah menjadi Commodity Commision Act yang
dibuat oleh The Commodity Futures Trading Commision (CFTC).
Para anggota bursa yang mempunyai hak dan kewajiban sesuai
dengan peraturan keanggotaan, bekerjasama dengan CFTC
membuat kebijakan pasar berjangka (Lie Ricky F. dkk, 2006: 19)

(2) Di Indonesia

Pemerintah Indonesia sudah sejak lama menyadari akan


pentingnya sebuah sarana lindung nilai. Hal ini dikarenakan

26
Indonesia sebagai negara yang kaya akan Sumber Daya Alam
(SDA) seperti kopi, kayu lapis, cokelat, dan lainnya sehingga
potensial untuk mengadakan sistem perdagangan ini. Saat ini
perdagangan komoditi di Indonesia masih bertumpu pada kegiatan
pasar fisik (spot) dengan keharusan untuk menyerahkan atau
menerima secara fisik pada saat jatuh tempo (Lie Ricky F. dkk,
2006: 21)

Pada tahun 1991 pemerintah menganjurkan agar para pelaku


pasar berbagai asosiasi komoditi memperdagangkan komoditi
secara berjangka akan tetapi hanya tiga asosiasi yang bersedia
memperdagangkan komoditinya di bursa. Ketiga asosiasi tersebut
adalah AIMNI (Asosiasi Industri Minyak Nabati Indonesia),
GAPKI (Gabungan Asosiasi Pengusaha Kopi Indonesia), dan
Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) ( www.Jakarta Futures

Exchange.com, 2005). Pada tahun 1992 pemerintah memutuskan


supaya pihak swastalah yang mendirikan bursa. Menindaklanjuti
hal ini dibentuklah tim yang terdiri dari utusan Federasi Asosiasi
Minyak Nabati Indonesia (FAMNI) yakni gabungan dari AIMNI,
GAPKI, dan AEKI yang kemudian diangkat/diresmikan dengan
Surat Keputusan Menteri Perdagangangan (Lie Ricky F. dkk, 2006:
21)

Pemerintah mengumpulkan dana untuk membiayai konsultan


dari Australia dan Malaysia, serta membiayai studi kelayakan,
rencana usaha, dan tata tertib bursa. Disamping itu, pemerintah
juga mengusahakan adanya undang-undang yang mengatur
perdagangan berjangka di Indonesia.Tim yang telah ditunjuk oleh
Meteri Perdagangan untuk mempersiapkan pendirian bursa ditolak
oleh DPR, hal itu menjadi alasan penundaan diterbitkannya
undang-undang tentang bursa berjangka (Lie Ricky F. dkk, 2006:
22)

27
Berdasarkan Pasal 79 UU No. 32 Tahun 1997, sebelum
dibentuk Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi
(Bappebti) secara resmi, maka tugas, fungsi, dan kewenangan
Bappebti dilaksanakan oleh Badan Pelaksana Bursa Komoditi
(Bapebti). Bapebti dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah
No.35 Tahun 1982 tentang Bursa. Secara kelembagaan, Bappebti
yang ada sekarang merupakan pengalihan fungsi dari Bapebti
(www.Bappebti.go.id, 2004)

Pada saat krisis ekonomi sedang melanda Indonesia,


keluarlah UU No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka
Komoditi. Akan tetapi hingga tahun 1998, hampir tidak ada
kegiatan pembentukan bursa, baru pada tanggal 27 Januari 1999
gerakan pendirian bursa dimulai lagi. AEKI dan FAMNI bekerja
dengan sangat cepat melakukan rekruitmen calon pendiri yang
dilakukan oleh anggota masing-masing asosiasi dan unsur dari luar
asosiasi (Lie Ricky F. dkk, 2006: 22)

Pada waktu itu Bappebti mengharuskan semua unsur pendiri


layak dan patut sesuai dengan ketentuan UU No. 32 Tahun 1997.
Setelah melalui proses pemeriksaan, ada beberapa calon yang
ditolak karena dianggap tidak layak dan tidak patut menjadi pendiri
bursa. Calon yang ditolak dikarenakan terafiliasi dengan organisasi
lain dan ada pula yang mengundurkan diri. Satu jam sebelum
pertemuan pembentukan perseroan bursa pada tanggal 19 Agustus
1999, AEKI dan FAMNI berhasil mengumpulkan 29 perusahaan
tidak terafiliasi berbagai jenis industri di bidang usaha kopi, sawit,
keuangan, dan perdagangan (Lie Ricky F. dkk, 2006: 22)
Akhirnya pada tanggal 11 Juli 2000, permohonan izin usaha
bursa berjangka diserahkan kepada Bappebti. Selanjutnya pada
tanggal 21 Nopember 2000, Bursa Berjangka Jakarta atau yang

28
disingkat BBJ resmi mendapat izin dari Bappebti setelah melalui
perjuangan yang panjang dan melelahkan (www.Jakarta Futures

Exchange.com, 2005). Namun, perdagangan perdana baru dilakukan


pada tanggal 15 Desember 2000 dengan komoditas perdagangan
baru dua komoditi yaitu Kopi Robusta dan Olein. Pada tanggal 1
Februari 2002 diluncurkan komoditi emas yang dipercaya akan
meramaikan perdagangan berjangka. Emas dianggap sebagai bahan
yang sudah sangat terkenal di kalangan masyarakat (Lie Ricky F.
dkk, 2006: 22-23)

c. Landasan Hukum Perdagangan Berjangka Komoditi

Pengaturan untuk menyelenggaraan Perdagangan Berjangka


Komoditi di Indonesia diatur dalam UU No. 32 Tahun 1997 tentang
Perdagangan Berjangka Komoditi yang dilengkapi dengan peraturan
pelaksanaannya, antara lain berupa: (www.Bappebti.go.id, 2005)
(1) Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi
(2) Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 tahun 1999 tentang Tata Cara
Pemeriksaan di bidang Perdagangan Berjangka Komoditi
(3) Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 119 Tahun 2001
tentang Komoditi Yang Dapat Dijadikan Subjek Kontrak
Berjangka
(4) Paket peraturan Bappebti baik berupa Surat Keputusan maupun
Surat Edaran Kepala Bappebti

4. Tinjauan Umum Tentang Transaksi Salam

a. Pengertian Salam

Dalam pandangan hukum Islam, perdagangan (jual beli)


termasuk kegiatan muamalah. Muamalah yaitu suatu kegiatan yang

29
menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan oleh beberapa orang
untuk tukar menukar hak dan kewajiban, atau disebut juga hukum yang
berkaitan dengan tindakan hukum manusia dalam persoalan keduniaan
(Nasrun H, 2000:15). Ulama Syafi’iyah menekankan penggunaan
istilah al salam dalam kalimat transaksi dengan alasan bahwa al aqd al
salam adalah bay al ma’dum dengan sifat dan cara berbeda dari akad
jual beli (bay) pada umumnya (Juhaya S. Praja, 2001:6)

Mengenai istilah salam, ada beberapa pengertian antara lain


sebagai berikut :
(1 Al Salam atau salaf adalah jual beli barang secara tangguh dengan
harga yang dibayarkan dimuka, atau dengan bahasa lain adalah jual
beli dimana harga dibayarkan dimuka sedangkan barang dengan
kriteria tertentu akan diserahkan pada waktu tertentu. Menurut
ulama Malikiyah, Al Salam adalah jual beli dengan modal pokok
yang dibayarkan dimuka sedangkan barangnya diakhirkan atau
ditunda penyerahannya sampai batas waktu tertentu (Ghufron A.M,
2002:143-144)
(2 Salam secara harfiah berarti suatu kontrak yang meliputi suatu
pengiriman yang cepat dalam jarak yang cukup jauh, atau menurut
bahasa hukum berarti suatu kontrak jual beli yang menghasilkan
pembayaran harga suatu barang dengan segera dan disepakati
untuk menunda pengiriman barangnya (Afzalur Rahman,
1995:177)
(3 Salam (jual beli dengan cara memesan) adalah jual beli dimana
salah satu alat tukar diberikan secara langsung dan yang satu
ditunda tapi dengan menyebutkan sifat-sifat dan ciri-ciri barang
yang dipesan dengan memberikan jaminan (M. Rawas Q, 1999:50)
(4 Bay as-Salam atau salaf yaitu penjualan dengan kriteria tertentu
dengan penangguhan penyerahan tetapi menyegerakan

30
pembayarannya (advance payment) pada saat kontrak dibuat (Iggi
H.Achsien, 2003:57)
(5 Salam adalah jual beli dengan ketentuan si pembeli membayar saat
ini untuk barang yang akan diterimanya di masa mendatang
(Adiwarman Karim , 2002:92)

Dari beberapa pengertian tersebut diatas, dapat diambil


kesimpulan bahwa transaksi salam atau yang dikenal dengan jual beli
pesanan yaitu suatu akad jual beli, pembeli memesan barang dengan
menyebut sifat barang yang dipesan dan menyerahkan harga yang telah
disepakati, sedangkan penjual sepakat untuk menyerahkan barang yang
dipesan setelah tiba waktu yang telah ditentukan

b. Prinsip-prinsip Transaksi dalam Hukum Muamalah Islam

Islam berada pada posisi yang adil dan memainkan peran secara
adil dalam hubungan bisnis terhadap semua pihak dan melarang
transaksi yang tidak adil serta eksploitasi terhadap manusia. Islam
mendukung dan menekankan pada permainan yang adil dalam setiap
hubungan bisnis. Mengenai prinsip-prinsip hukum muamalah Islam,
menurut Ahmad Azhar Basyir adalah sebagai berikut:
(1) Pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah mubah, kecuali
yang ditentukan lain oleh Al Quran dan sunah Rasul
Sebagaimana telah dijelaskan dalam kaidah ushul fiqih yaitu :
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya”
(2) Muamalah dilakukan atas dasar sukarela, tanpa mengandung
unsur-unsur paksaan
(3) Muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan
manfaat dan menghindarkan mafsadat dalam kehidupan
bermasyarakat

31
(4) Muamalah dilaksanakan untuk memelihara nilai keadilan,
menghindarkan unsur-unsur penganiayaan dan pengambilan
kesempatan dalam kesempitan (Nurbaeti, 2003:14)

Prinsip-prinsip yang harus dijaga agar pelaksanaan muamalah


tidak mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
(1) Prinsip larangan melakukan kegiatan yang mengandung haram
dan riba, karena keduanya dilarang oleh syara’
Riba berasal dari kata r-b-w, yang bermakna tambahan.
Prinsip ini dipilih sebagai dasar awal untuk memilih dan
menentukan berbagai jenis perdagangan yang sesuai syariah
Islam. Larangan riba dalam Al Quran diturunkan secara bertahap
dan temporal, dari yang lemah menuju larangan yang tegas.
Secara kronologis berdasarkan urutan waktu, tahapan
pengharaman riba dalam Al Quran sebagai berikut:
i). Pada periode Mekah turun firman Allah yang berbunyi:

       


        
     

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia


bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak
menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan
berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai
keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah
orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).(Q.S Ar
Rum: 39)

ii). Pada periode Madinah, turun ayat yang mengharamkan riba


secara jelas yaitu:

     


      

32
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan
riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada
Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (Q.S Ali
Imran : 130)

iii).Yang terakhir Allah berfirman

      


        
       
      
 

278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada


Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika
kamu orang-orang yang beriman.
279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan
sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya
akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu
tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (Q.S Al
Baqarah: 278-279)

Ayat ini merupakan ayat terakhir yang berkaitan dengan


masalah riba, yang mengandung penolakan terhadap
anggapan bahwa riba tidak haram kecuali jika berlipat ganda,
karena Allah tidak memperbolehkannya kecuali
mengembalikan modal pokok tanpa ada penambahan.
(Gemala Dewi, 2004:45) Beberapa hadits Rasul juga
menunjukkan larangan yang kuat tentang riba antara lain :

Dari Jabir r.a Rasulullah Saw bersabda


“Terkutuklah orang yang menerima dan membayar
riba, orang yang menulisnya, dan dua orang saksi yang

33
menyaksikan transaksi itu, mereka semua sama (dalam
berbuat dosa)” (H.R Muslim)

Dalam kaitannya dengan jual beli Allah berfirman


“Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba,. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti
(dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka, mereka akan kekal di
dalamnya” (Q.S Al Baqarah : 275 )

Dalam ilmu fiqih dikenal tiga (3) jenis riba yaitu:


(a) Riba Fadhal
Riba Fadhal atau disebut juga riba buyu’ yaitu riba yang
timbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi
kriteria sama kualitasnya (mistlan bi mistlin), sama
kuantitasnya (sawaan bi sawain), dan sama waktu
penyerahan (yadan bi yadin). Pertukaran seperti ini
mengandung gharar, yaitu ketidakjelasan bagi kedua belah
pihak akan nilai masing-masing barang yang dipertukarkan.
Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan tindakan zalim
terhadap salah satu pihak, kedua pihak, dan pihak-pihak yang
lain. Dalam transaksi salam dilakukan pelarangan terhadap
pembayaran yang dilakukan dengan menggunakan barang
sejenis karena hal ini termasuk riba fadhal. Untuk barang
yang tidak dapat dimakan, para ulama mazhab berbeda
pendapat. Ulama Malikiyah tidak memperbolehkannya,
sedangkan menurut Sahnun Mudawanah, ulama Syafi’iyah
memperbolehkannya (Adiwarman Karim, 2001:93). Umar ra

34
melarang melakukan jual beli barang yang sama jenisnya,
kecuali jumlah dan kualitasnya sama (Muhammad
Rawas,1999: 49)
(b) Riba Nasiah
Riba Nasiah atau disebut riba duyun yaitu riba yang timbul
akibat hutang piutang yang tidak memenuhi kriteria untung
muncul bersama risiko (al ghannu bil ghurm), dan hasil
usaha muncul bersama biaya (al kharajbi dhaman). Transaksi
seperti ini mengandung pertukaran kewajiban menanggung
beban hanya karena berjalannya waktu. Riba nasiah adalah
penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang
ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi
lainnya.
(c) Riba Jahiliyah
Riba Jahiliyah disebut juga pre Islamic riba, hal ini terjadi
karena hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena peminjam
tidak mampu mengembalikan hutangnya pada waktu yang
telah ditetapkan. Riba ini dilarang sesuai kaidah “kullu qardin
jarra manfaah fahuwa riba” yang berarti setiap pinjaman
yang mengambil manfaat adalah riba (Adiwarman Karim,
2004:32-37)

Secara umum terdapat beberapa prinsip untuk menentukan


adanya riba dalam suatu transaksi yaitu sebagai berikut:
(a) Pertukaran barang yang sama jenis dan nilainya, tetapi
berbeda jumlahnya, baik secara kredit maupun tunai
mengandung riba.
(b) Pertukaran barang yang sama jenis dan jumlahnya, tetapi
berbeda nilai atau harganya dan dilakukan secara kredit
mengandung unsur riba. Pertukaran ini akan terbebas dari
unsur riba apabila dilakukan secara tunai.

35
(c) Pertukaran barang yang sama nilai atau harganya tetapi
berbeda jenis dan kuantitasnya, serta dilakukan secara kredit
mengandung unsur riba. Pertukaran ini akan terbebas dari
unsur riba apabila dilakukan secara tunai.
(d) Pertukaran barang yang berbeda jenis, nilai, dan
kuantitasnya, baik secara kredit maupun tunai, terbebas dari
unsur riba.
(e) Dalam perekonomian yang berasaskan uang, yang harga
barang ditentukan dengan standar mata uang suatu Negara,
pertukaran suatu barang yang sama dengan kuantitas yang
berbeda diperbolehkan (Heri Sudarsono, 2004:16)

Dari beberapa ayat yang menjelaskan tentang riba, telah disepakati


keharaman riba. Meskipun begitu, tidak semua tambahan
diharamkan, tambahan diperbolehkan apabila:
(a) tidak ditetapkan di muka oleh si pemberi hutang
(b) atas prakarsa yang memiliki hutang
(c) dilakukan pada waktu jatuh tempo
(d) dalam jumlah yang absolut bukan prosentase yang mengikuti
besarnya hutang (Nisyari P, 2005:28)
(2) Prinsip larangan melakukan kegiatan gharar (penipuan), maysir
(judi/gambling)
Seperti halnya riba, jumhur ulama sepakat bahwa segala
transaksi yang mengandung gharar dan maysir dilarang. Gharar
dalam bahasa Arab diartikan risiko dan ketidakpastian
(uncertanity), sementara Ibn Qayyim menjelaskan bahwa gharar
adalah kemungkinan ada dan tidak ada (Iggi H. Achsien, 2003:50).
Selain itu, gharar dapat diartikan keraguan, tipuan, atau tindakan
yang bertujuan merugikan pihak lain, suatu akad mengandung
unsur penipuan karena tidak ada kepastian, baik mengenai ada atau
tidak ada objek akad tersebut (Nisyari P, 2005:29)

36
Gharar sangat terkait dengan adanya unsur judi atau
gambling. Secara fiqih, perjudian diartikan sebagai permainan
dengan salah satu pihak harus menanggung beban pihak lainnya
sebagai akibat hasil permainan tersebut (Adiwarman Karim,
2004:206). Ajaran Islam sangat mementingkan faktor kebenaran
dan kejujuran dalam suatu transaksi, sehingga segala bentuk
penipuan, sikap eksploitasi, dan membuat pernyataan palsu adalah
dilarang. Perdagangan yang yang semata-mata berdasarkan
spekulasi yang melibatkan risiko dan ketidak pastian dilarang
dalam Islam.

Dasar hukum yang berkaitan dengan larangan gharar dan


maysir terdapat dalam Al Quran yaitu:
     
     
     
     
       
     
90. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panahadalah termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.
91. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak
menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu
lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang;
Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).
(Q.S Al Maidah:90-91)
          

37
“…dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak
panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah
kefasikan….”(Q.S Al Maidah:3)

Ayat tersebut mengungkapkan alasan pelarangan perjudian


karena dapat menimbulkan permusuhan dalam hubungan sosial.
Dikaitkan dengan dunia bisnis yang mengandung risiko, maka
harus terdapat kepastian batas antara gharar, risiko, dan
ketidakpastian yang dapat ditolerir.

Van Deer Haeidjen cukup dianggap membantu dengan


kategorisasi uncertainty yang diidentifikasinya. Menurutnya, hasil
masa depan yang memiliki ketidakpastian dapat digolongkan
menjadi tiga yaitu risk, structural uncertainties, dan
unknownables. Yang pertama yaitu risk, memiliki preseden historis
dan dapat dilakukan estimasi probabilitas untuk tiap hasil yang
mungkin muncul. Structural uncertainty adalah kemungkinan
terjadinya suatu hasil bersifat unik, tidak memiliki preseden di
masa lalu, tetapi tetap terjadi dalam logika kausalitas. Yang
terakhir adalah unknownables menunjukkan kejadian yang secara
ekstrem kemunculannya tidak terbayangkan sebelumnya (Iggi H.
Achsien, 2003:51)

Sementara Al Suwailem membagi risiko dalam dua tipe yaitu


risiko pasif seperti games of chance yang mengandalkan
keberuntungan dan yang kedua adalah risiko responsif yang
memungkinkan adanya distribusi probabilitas hasil keluaran
dengan hubungan kausalitas yang logis (Iggi H. Achsien, 2003:51)

Dari beberapa penjelasan tersebut, dengan tetap mengacu


pada hadits, dapat ditarik benang merah bahwa sebuah transaksi
yang gharar dapat timbul karena dua sebab utama. Sebab yang

38
pertama adalah kurangnya informasi atau pengetahuan pihak yang
melakukan kontrak, sedangkan yang kedua karena tidak adanya
objek. Meskipun begitu, diperbolehkan melakukan transaksi
dengan objek yang secara aktual belum ada, dengan syarat bahwa
pihak yang melakukan transaksi memiliki kontrol untuk bisa
memastikannya di masa depan.

Menurut Afzalur Rahman, bentuk-bentuk transaksi yang


mengandung unsur gharar dan jahalah (ketidakpastian) antara
lain:
i). jual beli barang yang belum dibuat
ii). jual beli barang yang belum ada di tangan penjual
iii).jual beli buah-buahan yang belum masak
iv). jual beli barang yang belum ditentukan harga, jumlah, dan
kualitasnya
v). jual beli barang yang menguntungkan satu pihak (Afzalur
Rahman, 1995:183)

Dalam Al Quran terdapat beberapa prinsip pokok mengenai


perdagangan sebagai bagian dari kegiatan muamalah antara lain:
(1) Perdagangan hendaknya terjadi atas dasar suka sama suka
Prinsip ini terdapat dalam Q.S An Nisaa ayat 29 yang menjelaskan
bahwa para pihak yang terlibat dalam perdagangan harus
berdasarkan kerelaan tanpa ada yang merasa dipaksa.
(2) Keseimbangan
Prinsip ini terdapat dalam Q.S Ar Rahman ayat 9 yang
mengandung arti bahwa para pihak yang terlibat dalam
perdagangan harus merasakan nikmat yang seimbang. Tidak
dibenarkan bila dalam pelaksanaan ada pihak yang menderita
sementara di pihak lain memperoleh keuntungan
(3) Kesetiaan memenuhi janji

39
Prinsip ini terdapat dalam Q.S Al Maidah ayat 1 yang menjelaskan
bahwa perdagangan akan berjalan lancar apabila para pihak yang
terlibat dalam akad, setia untuk memenuhi janji sehingga jumlah
uang yang ditentukan dalam akad dapat diserahkan dan barang
yang dipesan dapat diserahkan pada waktu yang telah ditentukan
dalam akad.
(4) Dibuat secara tertulis
Prinsip ini terdapat dalam Q.S Al Baqarah ayat 283, hal ini
dimaksudkan agar tidak menimbulkan sengketa dalam
pelaksanaan/pemenuhan janjinya.
(5) Perdagangan harus berjalan seimbang antara biaya yang
dikeluarkan dengan keuntungan yang diharapkan sebagaimana
terdapat dalam Q.S Al Isra ayat 29 Selain prinsip-prinsip tersebut
diatas, Islam juga menempatkan dan memberikan kebebasan
kepada pelaku ekonomi dalam menentukan harga pasar, karena
turun naiknya harga secara secara normal ditentukan oleh
mekanisme pasar (Abdur Rochim, 2001:6-7)

Ciri-ciri pendekatan Islam dalam mekanisme pasar adalah sebagai


berikut:
i). Penyelesaian masalah ekonomi yang asasi, penggunaan, produksi
dan pembagian dikenal pasti sebagai tujuan mekanisme pasar
ii). Dengan berpedoman pada ajaran Islam, para konsumen diharapkan
bertingkah laku sesuai yang menjadikan tercapainya tujuan
mekanisme pasar
iii).Jika perlu, campur tangan negara dianggap sebagai unsur penting.
Peran pemerintah dalam mekanisme pasar antara lain untuk
menjaga hukum dan ketertiban serta mengamankan keselamatan
harta benda semua orang, menjamin berlakunya mekanisme etika
bisnis, menjamin mekanisme pasar berjalan dengan efisien,

40
menanggung beban sarana sosial dan fisik, serta mengatur sistem
keamanan masyarakat (Muh. Nejatullah A, 1991:91)

c. Landasan Hukum Transaksi Salam

Mengenai hukum Islam yang memperbolehkan transaksi salam


terdapat dalam Al Quran dan penjelasan hadits yaitu sebagai berikut:
(1) Surat Al Baqarah ayat 282 yang berbunyi
        


“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu


bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannnya” (Al
Baqarah: 282)
Surat Al Baqarah ayat 282 diatas menunjukkan dua hal pokok
yaitu adanya transaksi yang ditangguhkan pembayarannya atau
utang piutang dan anjuran untuk melakukan pengadministrasian
dengan baik agar terhindar dari ketidakjelasan bagi para pihak
yang terlibat.
(2) Hadits Nabi yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Ibnu
Abbas berbunyi

“Ketika Nabi datang ke kota Madinah, beliau mendapatkan


kebiasaan masyarakat suka membeli kurma dengan
penyerahan barang tertunda dua atau tiga tahun, maka
Nabi bersabda, “Barangsiapa yang memesan hendaklah
memesan dalam takaran yang jelas, timbangan yang jelas,
dan batas waktu yang jelas”

Dalam kitab Budayatul Mujtahid disebutkan bahwa para


ulama berijma’ (bersepakat) transaksi salam diperbolehkan

41
berdasarkan hadist tersebut diatas (Abdur Rochim, 2001:4).
Berdasarkan landasan surat Al Baqarah ayat 282 dan hadits
tersebut diatas, Ibn Al Mundzir menyatakan bahwa pakar atau
ahlu al ilm bersepakat bahwa al salam atau transaksi salam
hukumnya boleh. Selain itu, transaksi jual beli dengan cara ini
diperlukan oleh manusia berdasarkan kenyataan bahwa para
petani (arbab al zuru’ wa al tsaman) dan para pemilik usaha
niaga, memerlukan pembiayaan dalam pengelolaan
perusahaannya sehingga dapat menghasilkan komoditas layak
jual (buah dan biji sudah matang). Maka transaksi salam
diizinkan berdasarkan prinsip pemenuhan kebutuhan (Daf’an
Llilhajah) (Juhaya S. Praja, 2001:5-6)

Jual Beli

Kemaslah Hukum Pengali


atan
B. Kerangka Hukum
Pemikiran Positif han
perekono Islam Indonesia risiko
mian

Transaksi Perdagangan
Salam Berjangka
Komoditi

Al Qura’an UU No. 32
Sunnah Tahun
Ijtihad 1997

42
Persamaan
Perbedaan
BAB III
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Perdagangan Berjangka Komoditi

1. Tujuan Perdagangan Berjangka Komoditi

Setiap jenis investasi selalu mengandung risiko termasuk juga


mengembangkan sektor pertanian yang berpotensi dan mempunyai
keunggulan. Akan tetapi pelaksanaannya tidak mudah karena pada
kenyataannya, sektor pertanian selalu dihadapkan pada masalah risiko

43
(risk) dan ketidakpastian (uncertainty). Demikian juga dalam setiap
kegiatan perdagangan, pengusaha dihadapkan pada risiko kerugian yang
selalu melekat dalam kegiatan usahanya. Menurut kamus Webster’s Third
News International Dictionary (1963), istilah risiko atau risk dimaksudkan
pada terjadinya kemungkinan merugi atau the possibility of loss, jadi
peluang akan terjadinya diketahui terlebih dahulu. Sedangkan uncertainty
adalah sesuatu yang tidak bisa diramalkan sebelumnya, oleh karena itu
peluang terjadinya kerugian belum diketahui sebelumnya (Soekartawi dkk,
1993: 13-14)

Risiko pada umumnya berasal dari perubahan harga barang, kurs


mata uang, suku bunga, inflasi dan lain sebagainya (www.Bappebti.go.id,
2005). Dikatakan risiko apabila kita tidak mengetahui berapa besarnya
peluang terjadinya risiko tersebut. Sebaliknya, apabila dikatakan
ketidakpastian apabila peluang terjadinya risiko tersebut tidak diketahui
sehingga petani atau produsen bertindak gambling (judi).

Risiko dan ketidakpastian dalam usaha pertanian sering datang


bersamaan. Faktor risiko dan ketidakpastian merupakan faktor
eksternalitas yaitu faktor yang sulit dikendalikan oleh petani selaku
produsen. Sumber ketidakpastian yang penting adalah fluktuasi produksi
dan fluktuasi harga. Fluktuasi harga dapat dijadikan peluang, misalnya
dengan melakukan penyimpanan dalam jangka waktu tertentu untuk
mendapat harga yang lebih baik (Soekartawi dkk, 1993: 2-3)

Perdagangan dan pemasaran komoditas agribisnis merupakan


kegiatan yang terintegrasi dengan industri pengolahan (agroindustri).
Kecenderungan pandangan yang demikian menjadikan kegiatan
perdagangan dan pemasaran hanya merupakan bagian lanjutan kegiatan
setelah produk dihasilkan. Padahal kegiatan perdaganga dan pemasaran
memiliki banyak fungsi selain fungsi menjual barang. Informasi mengenai
spesifikasi dan jumlah produk yang diminta konsumen, harga dan

44
kecendrungan perubahan jenis, serta selera konsumen merupakan beberapa
contoh fungsi pemasaran yang informasinya dibutuhkan dalam
pengembangan sistem dan usaha agribisnis.

Mengingat hingga saat ini masih banyak dijumpai berbagai


kelemahan dan distorsi dalam perdagangan dan pemasaran di dalam
negeri, maka diperlukan berbagai kebijaksanaan yang dapat
mengefektifkan fungsi-fungsi perdagangan dan pemasaran untuk
memperlancar arus barang dan jasa. Mekanisme transparansi pembentukan
harga (price discovery) merupakan salah satu pendekatan yang dapat
digunakan untuk meningkatkan efisiensi pemasaran. Bentuk-bentuk pasar
seperti bursa komoditi dan pasar lelang merupakan bentuk pasar yang
perlu dikembangkan. Peningkatan kemampuan nilai tukar petani menjadi
priotitas perhatian dalam kebijaksanaan perdagangan ini
(www.Bappebti.go.id, 2005)

Beberapa kendala yang lazim muncul dalam pelaksanaan


pembangunan pertanian yaitu:
a). Kendala internal
(1) Kurangnya sarana dan prasarana
(2) Orientasi pada produksi bukan kebutuhan pasar
Dalam hal ini masih jarang yang melakukan perencanaan
berdasarkan tingkat kebutuhan sehingga sering dijumpai produksi
melimpah pada saat musim panen. Akibatnya harga menjadi jatuh
dan petani selaku produsen menderita kerugian
(3) Tingginya biaya per unit
(4) Pemusatan agroindustri yang cenderung berlokasi di daerah
perkotaan
b). Kendala eksternal
(1) Politik atau kebijaksanaan pemerintah
Sepanjang politik atau kebijaksanaan pemerintah mendukung
kepentingan petani hal ini tidak menjadi masalah. Sebenarnya tidak

45
ada kebijaksanaan pemerintah yang merugikan pihak-pihak
tertentu hanya saja kebijaksanaan ini belum atau tidak berjalan
sebagaimana mestinya sehingga menjadi kendala yang cukup
berarti dalam usaha pertanian.
(2) Kondisi pasar luar negeri
Adanya kondisi pasar luar negeri (world market) yang kurang
menguntungkan, kondisi ini kadang-kadang diciptakan oleh
negara-negara lain bahkan oleh negara maju. Politik
proteksionisme seperti yang diterapkan GATT (General Agreement
on Tariff and Trade) menjadikan harga di pasar dunia tidak
menentu dan untuk komoditi tertentu harganya terus menurun,
misalnya komoditi kopi yang harganya menurun setelah dibekukan
quota (Soekartawi dkk, 1993: 5-6)

Dalam mengatasi adanya fluktuasi harga, ada dua pendekatan yang


dapat dilakukan yaitu:
a). Instrumen pemerintah, yaitu melalui penetapan harga, buffer stock, dan
buffer funds. Dampak negatif yang kemungkinan timbul antara lain
dapat berupa subsidi, distorsi keputusan usaha, dan korupsi.
b). Solusi pasar dilakukan dengan manajemen risiko antara lain dengan
Perdagangan Berjangka Komoditi (Hasan Zein Mahmud, 2001:2)

Untuk melindungi pengusaha dari risiko dapat dilakukan melalui


kegiatan lindung nilai (hedging) di bursa berjangka. Dengan melakukan
lindung nilai, risiko tersebut dapat dialihkan (transfer of risk) kepada
investor yang mengharapkan keuntungan dari perubahan harga di bursa
berjangka. Lindung nilai (hedging) adalah suatu kegiatan pengambilan
posisi di pasar berjangka yang berlawanan posisinya di pasar fisik.
Dengan mengambil posisi yang berlawanan antara pasar berjangka dan
pasar fisik, maka kerugian yang timbul akibat fluktuasi harga di pasar fisik
dapat dikurangi dengan keuntungan yang diperoleh di pasar berjangka,
atau sebaliknya (www.Bappebti.go.id, 2005)

46
Lindung nilai bukan kegiatan yang bersifat spekulasi karena untuk
melakukannya membutuhkan pengetahuan yang memadai dan perhitungan
yang cermat. Secara garis besar ada dua jenis lindung nilai (hedging)
yaitu:
(i) Lindung Nilai jual (selling hedge)
Lindung nilai jual (selling hedge/short hedge) merupakan suatu
tindakan mengambil posisi jual pasar berjangka untuk melindungi dari
kemungkinan penurunan harga komoditi yang akan dihasilkan atau
dimilikinya, seperti hasil panen akibat fluktuasi harga. Lindung nilai
jual pada umumnya dilakukan oleh kalangan produsen, termasuk
petani. Cara ini dinamakan selling hedge karena tindakan yang
dilakukan di pasar berjangka adalah menjual, sehingga kemungkinan
kerugian yang diakibatkan oleh turun harga di pasar fisik dapat
dikompensasi den keuntungan dari kontrak jual di pasar berjangka (Lie
Ricky F. dkk, 2006: 75)
(ii) Lindung Nilai Beli (buying hedge)
Lindung nilai beli (buying hedge/long hedge) merupakan tindakan
mengambil posisi beli di pasar berjangka untuk melindungi dari
kemungkinan naiknya harga komoditi yang harus dibeli di pasar fisik.
Dinamakan buying hedge karena cara yang pertama dilakukan adalah
membeli, sehingga kerugian di pasar fisik dapat diimbangi dengan
keuntungan di pasar berjangka. Buying hedge pada umumnya
dilakukan oleh kalangan eksportir, pengolah, dan pemakai bahan baku
seperti pabrikan, guna menjaga kestabilan dan kontinuitas pasokan
atau persediaanya. Mereka membutuhkan bahan baku secara
berkesinambungan pada harga yang wajar, namun mereka sering
dihadapkan pada ketidakpastian harga pada saat melakukan pembelian
bahan baku di pasar fisik (Lie Ricky F. dkk, 2006: 75-76)

Lindung nilai (hedging) di bursa berjangka berbeda dengan judi.


Perbedaan ini dapat digambarkan sebagai berikut:

47
No Judi Hedging
1 Judi menciptakan risiko bagi Hedging justru merupakan
para pihak yang terlibat di sarana menanggulangi risiko
dalamnya, karena dengan yang sudah ada dalam bisnis.
membeli suatu nomor misalnya, Petani yang menjual kontrak
berarti orang tersebut berjangka melindungi diri dari
menghadapkan dirinya pada risiko jatuhnya harga di masa
risiko hilangnya obyek yang depan, atau pedagang yang
dipertaruhkan. Apabila membeli kontrak berjangka
nomornya keluar memang melindungi dari risiko
mendapat untung, tetapi apabila kenaikan harga yang bisa
tidak keluar maka ia mengalami menggoyahkan keuangan
kerugian karena risiko yang ia usahanya.
ciptakan sendiri.
2 Judi tidak mempunyai fungsi Hedging mempunyai fungsi
ekonomi yang berarti bagi ekonomi yang penting seperti
masyarakat secara keseluruhan penciptaan harga yang stabil.
3 Judi membangkitkan angan- Dalam melakukan hedging,
angan kosong pada seseorang para spekulator tidak
untuk mendapatkan keuntungan menciptakan risiko melainkan
melalui jalan pintas memikulnya (Syamsul Anwar,
2001:9)

Dari apa yang dikemukakan diatas, antara judi dan hedging jelas
berbeda. Perbedaannya dapat dilihat dari beberapa segi terutama dari dasar
keadaan risiko yang dihadapi, proses pengambilan keputusan, dan manfaat
ekonomi. Pada pasar berjangka, risiko yang dihadapi dunia usaha adalah
risiko yang melekat (inherent) yang perlu dikelola, sementara risiko dalam
kegiatan judi adalah yang diciptakan sendiri. Pada judi, keputusan untuk
mengambil posisi semata-mata karena feeling atau untung-untungan,
sementara pada pasar berjangka dalam pengambilan keputusan diperlukan

48
kemampuan analisis fundamental dan atau tehnikal dari berbagai informasi
atau data. Dsamping dilarang agama, judi terbukti banyak menimbulkan
kerugian bagi masyarakat (www.Bappebti.go.id, 2005)

2. Mekanisme Perdagangan

Berbeda dengan pengertian kontrak dalam perdagangan biasa,


kontrak berjangka merupakan kontrak yang standar di mana jumlah, mutu,
jenis, tempat, dan waktu penyerahannya telah ditetapkan terlebih dahulu.
Karena bentuknya yang standar itu, maka yang di negosiasikan hanya
harganya saja. Performance atau terpenuhinya kontrak berjangka sesuai
dengan spesifikasi yang tercantum dalam kontrak dijamin oleh suatu
lembaga khusus yaitu Lembaga Kliring Berjangka.

Mekanisme Perdagangan Berjangka Komoditi untuk lebih rincinya


adalah sebagai berikut:
a). Tempat Perdagangan
Perdagangan berjangka dilakukan di Bursa Berjangka yang
selanjutnya disebut dengan bursa. Bursa atau exchange adalah pasar
tempat bertemunya pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi
yang dilengkapi dengan seperangkat peraturan yang harus dipatuhi
oleh semua pihak terkait (Lie Ricky F. dkk, 2006: 23). Menurut Pasal
14 ayat (1) UU No. 32 Tahun 1997, Perdagangan berjangka dilakukan
di Bursa Berjangka yang memperdagangkan kontrak berjangka
berbagai komoditi. Di bursa, penjual dan pembeli bertemu satu sama
lain dan melakukan transaksi untuk membeli atau menjual sejumlah
komoditi untuk penyerahan di kemudian hari sesuai isi atau spesifikasi
kontrak.

Perdagangan Berjangka Komoditi di Indonesia pertama kali


dilaksanakan di PT. Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) atau Jakarta
Futures Exchange (JFX). Bursa Berjangka sebagai suatu organisasi
berdasarkan keanggotaan dan berfungsi menyediakan fasilitas untuk

49
menyelenggarakan kegiatan kontrak berjangka sesuai dengan UU No.
32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. PT. Bursa
Berjangka sebagai badan hukum mempunyai peran yang berbeda
dengan perseroan terbatas pada umumnya. Bursa Berjangka
mempunyai misi khusus yaitu mengelola pasar berjangka dengan
mengutamakan pelayanan terbaik untuk memberikan kemudahan
kepada para anggota bursa ketika melakukan transaksi (Lie Ricky F.
dkk, 2006: 59)

Berdasarkan objek yang ditransaksikan, bursa (exchange) dibagi


menjadi tiga jenis yaitu:
(1) Stock exchange/bursa saham yaitu sarana untuk melakukan
transaksi surat-surat berharga, saham, obligasi, dan lain-lain.
(2) Foreign exchange/bursa valuta asing yaitu sarana untuk melakukan
transaksi kurs (nilai tukar mata uang)
(3) Commodity exchange/bursa komoditi yaitu sarana untuk
melakukan transaksi komoditi (barang/hasil alam) (Lie Ricky F.
dkk, 2006: 23-24)

Untuk menentukan harga di lantai bursa dapat dilakukan melalui dua


(2) sistem yaitu:
(1) Free call system yaitu sistem transaksi yang tidak terkait dengan
waktu. Misal perdagangan valuta asing
(2) Session call system yaitu sistem transaksi yang terkait oleh waktu.
Misal perdagangan saham dan komoditi (Lie Ricky F. dkk, 2006:
26)

b). Pelaku Perdagangan


Bursa Berjangka tidak akan hidup atau likuid tanpa peran para
pelaku bursa berjangka. Bursa Berjangka memerlukan market marker
(penggerak pasar) yang dilakukan oleh pelaku Bursa Berjangka.
Tujuan utamanya agar pasar bisa lebih hidup, dinamis, serta likuid.

50
Pelaku bursa adalah mereka yang bertindak sebagai produsen,
pedagang atau pemakai, baik perusahaan lokal maupun asing di
bidang komoditi (Johanes A.W, 2005:21)

Transaksi di Bursa Berjangka dilakukan oleh para anggota bursa,


yang terdiri dari Pialang Berjangka dan Pedagang Berjangka. Para
pelaku Bursa Berjangka yang terlibat dalam kegiatan Bursa Berjangka
terbagi menjadi dua (2) bagian utama yaitu:
(1) Hedger
Hedger adalah pedagang atau pengusaha yang melakukan bisnis di
pasar tunai/fisik/spot atas komoditi yang kontrak berjangkanya
diperdagangkan di Bursa Berjangka. Mereka menggunakan
transaksi Kontrak Berjangka untuk melindungi nilai finansial
komoditi terhadap risiko perubahan harga yang dapat
merugikannya. Hedger menggunakan Bursa Berjangka dengan
mengambil posisi yang berlawanan dengan posisi di pasar fisik.
Dengan demikian, risiko kerugian akibat kemungkinan perubahan
harga komoditi dapat diminimalkan. Hedging yang dilakukan di
Bursa Berjangka dapat dilakukan melalui dua (2) langkah,
tergantung pada situasi dan kondisi pasar fisik hedger. Kedua
langkah tersebut adalah sebagai berikut:
(a) Hedger pembeli (buying hedger)
Hedger pembeli atau hedge long adalah hedger yang membeli
komoditi di pasar fisik pada waktu yang akan datang. Untuk
melindungi nilainya, hedger pembeli harus membeli Kontrak
Berjangka saat ini pada posisi buy (beli). Buying hedger pada
umumnya dilakukan oleh kalangan eksportir, prosesor
(produsen komoditi), pemakai bahan baku seperti pabrikan
untuk menjaga stabilitas dan kontuinitas persediaan pasokan.
(b) Hedger penjual (selling hedger)

51
Hedger penjual atau hedger short adalah hedger yang menjual
komoditi secara fisik di pasar pada waktu yang akan datang.
Untuk melindungi harga penjualan komoditinya, hedger
penjual harus menjual Kontrak Berjangka dengan posisi short
(jual). Selling hedger biasanya dilakukan oleh para produsen
terutama petani. Tujuannya adalah untuk melindungi diri dari
kemungkinan penurunan harga komoditi yang akan dihasilkan
atau dimilikinya, seperti hasil panen. Selanjutnya baik hedger
long maupun hedger short harus melakukan offset (menutup)
kontrak yang telah diambil. Jika hedger mengambil posisi beli
di Bursa Berjangka, maka harus melakukan offset dengan
menjual. Demikian pula sebaliknya, jika hedger mengambil
posisi short di Bursa Berjangka maka dia harus menutup
kontraknya dengan membeli di Bursa Berjangka (Johanes A.W,
2005:22-23)

(2) Spekulator
Spekulator adalah pedagang yang mengharap keuntungan terhadap
perubahan harga melalui antisipasi yang tepat. Spekulator atau
spekulan memainkan peran yang sangat penting dalam suatu bursa.
Biasanya spekulan akan meningkatkan likuiditas pasar dengan
bertindak sebagai perantara antara penjual yang ingin mendapatkan
harga setinggi mungkin dan pembeli yang ingin mendapatkan
harga serendah mungkin. Melakukan spekulasi di Bursa Berjangka
dapat memperoleh keuntungan dan juga dapat menderita kerugian.
Potensi memperoleh keuntungan dari spekulasi ini sebanding
dengan risiko yang harus dihadapi oleh spekulan tergantung pada
tingkat ketrampilan dalam memprediksi pergerakan (fluktuasi)
harga (Lie Ricky F. dkk, 2006: 28-29)

Transaksi di Bursa Berjangka mengandung risiko yang sangat


besar, oleh karena itu dalam kegiatan perdagangan berjangka terdapat

52
lembaga yang menaunginya. Lembaga tersebut adalah lembaga inti
dan lembaga pendukung. Sebagaimana halnya industri perdagangan
berjangka internasional pada umumnya, struktur industri Perdagangan
Berjangka Komoditi di Indonesia terdiri dari lembaga inti dan lembaga
pendukung yaitu:
(1) Lembaga Inti
(a) Badan Pengawas (Regulator)
Badan Pengawas (Regulator) adalah suatu lembaga independen
(biasanya instansi pemerintah) dengan tugas utama melakukan
pembinaan, pengaturan, dan pengawasan kegiatan agar
pelaksanaan Perdagangan Berjangka Komoditi berjalan tertib,
aman, efektif, dan efisien, serta terjaminnya perlindungan
nasabah/masyarakat. Dalam UU No. 32 Tahun 1997,
pemerintah menetapkan Badan Pengawas Pedagangan
Berjangka Komoditi (Bappebti) sebagai badan pengawas
perdagangan berjangka. Bappebti merupakan salah satu unit
eselon I yang berada di lingkungan Departemen Perindustrian
dan Perdagangan (www.Bappebti.go.id, 2005)

Untuk mencapai tujuan sebagai badan pengawas, Bappebti


diberi kewenangan yang cukup luas. Pada dasarnya
kewenangan itu diarahkan untuk menjamin terwujudnya
integritas pasar, keuangan dan perlindungan bagi
nasabah/masyarakat. Salah satu kewenangannya adalah
melakukan pemeriksaan perizinan dan memerintahkan
pemeriksaan serta penyidikan terhadap pihak yang diduga
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-
undangan di bidang Perdagangan Berjangka Komoditi.

(b) Lembaga Kliring Berjangka


Lembaga Kliring Berjangka atau disebut Lembaga Kliring
adalah suatu lembaga yang bertanggung jawab terhadap

53
penyelesaian dan penjaminan pelaksanaan perdagangan. Jadi,
fungsi Lembaga Kliring adalah menyelesaikan dan menjamin
kinerja semua transaksi yang dilakukan di Bursa Berjangka
yang telah didaftarkan. Selain itu, Lembaga Kliring juga
bertindak sebagai penjamin atas dana nasabah khususnya bila
Pialang Berjangka pailit (Lie Ricky F. dkk, 2006: 59)

Lembaga Kliring merupakan salah satu Badan Usaha Milik


Negara (BUMN) yang mendapat izin usaha dari Bappebti
untuk melakukan penyelesaian dan penjaminan transaksi
Perdagangan Berjangka Komoditi. Oleh karena itu, Lembaga
Kliring wajib memiliki kemampuan keuangan yang kuat.
Untuk menjamin terlaksananya kegiatan penjaminan dan
penyelesaian transaksi secara lancar dan baik, Lembaga Kliring
diberi wewenang membuat peraturan tata tertib sendiri
termasuk pelaporan, pemantauan, dan pemeriksaan terhadap
anggotanya. Lembaga kliring pertama di Indonesia dan sampai
sekarang menjalankan tugasnya sebagai pendamping PT. Bursa
Berjangka Jakarta (BBJ) adalah PT. Kliring Berjangka
Indonesia (KBI) (www.Bappebti.go.id, 2005)

(c) Pialang Berjangka


Pialang Berjangka adalah suatu perusahaan yang menerima
order (amanat) nasabah untuk melakukan penjualan atau
pembelian di bursa berjangka. Sebagai lembaga yang menjadi
unsur utama dalam kegiatan Perdagangan Berjangka Komoditi,
Pialang Berjangka mempunyai tugas yang penting yaitu
sebagai perantara antara investor jual dan investor beli yang
melakukan transaksi di bursa berjangka (www.Bappebti.go.id,
2005)

54
Pialang Berjangka harus berbadan hukum perseroan terbatas
(PT), selain itu sebelum melakukan kegiatan pialang berjangka
harus menjadi anggota bursa dan mendapat izin usaha terlebih
dahulu dari Bappebti. Untuk melindungi investor, Pialang
Berjangka diwajibkan memiliki pedoman perilaku sebagaimana
disyaratkan dalam Pasal 49-56 UU No. 32 Tahun 1997.

(d) Pedagang Berjangka


Pedagang berjangka adalah perseorangan atau perusahaan yang
melakukan transaksi perdagangan berjangka hanya untuk
kepentingan sendiri atau kelompok perusahaannya.

(e) Bursa Berjangka


Bursa Berjangka adalah suatu badan usaha yang
menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/atau sarana
untuk kegiatan jual beli komoditi berdasarkan Kontrak
Berjangka dan opsi atas Kontrak Berjangka. Bursa Berjangka
harus berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT) dengan
batas minimum terdiri dari sebelas badan usaha yang tidak
terafiliasi dengan yang lainnya. Akan tetapi, peran PT. Bursa
Berjangka Jakarta berbeda dengan perseroan terbatas pada
umumnya karena mempunyai misi khusus yaitu mengelola
pasar berjangka dengan mengutamakan pelayanan terbaik dan
memberikan kemudahan kepada para para anggota bursa ketika
melakukan transaksi (www.Bappebti.go.id, 2005)

Bursa Berjangka didirikan berdasarkan UU No. 32 Tahun


1997, dan mendapatkan izin usaha dari Bappebti. Di Indonesia
dimungkinkan dibentuk beberapa bursa sesuai dengan
kebutuhan dunia usaha (Lie Ricky F. dkk, 2006: 58). Untuk
menghindari kepemilikan bursa dikuasai oleh satu
orang/kelompok tertentu, setiap pemegang saham hanya boleh

55
meemiliki satu saham. Jika kegiatan bursa mulai mengarah
pada hal-hal yang merugikan masyarakat, kegiatan bursa dapat
dihentikan. Di Indonesia, badan usaha pertama yang menjadi
penyelenggara kegiatan kontrak berjangka adalah PT. Bursa
Berjangka Jakarta (BBJ) atau dikenal dengan Jakarta Futures
Exchange (JFX) (Lie Ricky F. dkk, 2006: 59)

(2) Lembaga Pendukung


(a) Penasihat Berjangka
Penasihat Berjangka adalah perseorangan atau perusahaan yang
berwenang menyediakan data/informasi dari hasil analisis yang
dapat dimanfaatkan masyarakat/nasabah untuk mengambil
keputusan dalam kegiatan Perdagangan Berjangka Komoditi.
Atas jasanya tersebut, penasihat berjangka mendapatkan fee
tertentu (www.Bappebti.go.id, 2005)
(b) Pengelola Sentra Dana Berjangka
Pengelola Sentra Dana Berjangka adalah perusahaan yang
dibentuk untuk menghimpun dana para nasabah yang bermodal
kecil agar dapat melakukan transaksi Perdagangan Berjangka
Komoditi (www.Bappebti.go.id, 2005)

c). Objek Perdagangan

Pada awalnya, komoditi yang kontraknya diperdagangkan dalam


Bursa Berjangka dunia adalah kontrak dari produk-produk primer
seperti produk pertanian, pertambangan, industri dan lain-lain. Tetapi
dalam perkembangannya, komoditi yang kontraknya diperdagangkan
di bursa berjangka sangat luas, mencakup berbagai produk/asset,
termasuk produk finansial (suku bunga, saham, indeks, obligasi) dan
bahkan produk lain seperti energi listrik (www.Bappebti.go.id, 2005)

Obyek komoditi (underlying assets) yang ditransaksikan pada


Bursa Berjangka terbagi dalam dua jenis yaitu:

56
(1) Hard commodity yaitu terdiri dari hasil pertambangan seperti
emas, perak, nikel, timah, dan lain-lain
(2) Soft commodity yaitu terdiri dari hasil perkebunan/pertanian
seperti kacang, kopi, karet, dan lain-lain (Lie Ricky F. dkk, 2006:
24)

Komoditi yang dapat dijadikan sebagai obyek Kontrak


Berjangka, berdasarkan UU No. 32 Tahun 1997 harus ditetapkan
berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres), kecuali untuk kegiatan
penyaluran amanat luar negeri. Berdasarkan tiga (3) Keppres yang
telah diterbitkan yaitu Keppres No. 12 Tahun 1999, Keppres No. 73
Tahun 2000, dan Keppres No. 119 Tahun 2001, telah ditetapkan dua
puluh dua (22) komoditi, yaitu kopi, minyak kelapa sawit, plywood,
karet, kakao, lada, gula pasir, kacang tanah, kedelai, cengkeh, udang,
ikan, bahan bakar minyak, gas alam, tenaga listrik, emas, batubara,
timah, pulp dan kertas, benang, semen dan pupuk
(www.Bappebti.go.id, 2005)

Komoditas yang layak diperdagangkan di Bursa Berjangka harus


memenuhi kriteria teknis, ekonomis, dan struktur pasar. Teknis artinya
komoditas tersebut memiliki standar nasional, misalnya kopi dan
kelapa sawit. Faktor ekonomis mensyaratkan komoditas yang
diperdagangkan tidak dikuasai oleh pemerintah. Selanjutnya,
berdasarkan struktur pasar komoditas tersebut termasuk dalam produk
pasar sempurna dan harganya bersifat fluktuatif, bisa naik dan turun
(www.suaramerdeka online.com, 2004)

d). Tata Tertib Perdagangan

Tata tertib Perdagangan Berjangka Komoditi sebagaimana diatur


dalam UU No. 32 Tahun 1997 adalah sebagai berikut :
(1) Keanggotaan

57
Dalam Pasal 1 poin nomor 10 UU No. 32 Tahun 1997, anggota
bursa adalah pihak yang mempunyai hak untuk menggunakan
sistem dan dan/atau sarana Bursa Berjangka, sesuai dengan
peraturan dan tata tertib Bursa Berjangka. Dalam hal ini anggota
Bursa Berjangka terdiri atas:
(a) pialang
(b) pedagang perusahaan
(c) pedagang perseorangan

Masing-masing anggota Bursa Berjangka mempunyai hak dan


kewajiban antara lain sebagai berikut :
(a) Hak
Setiap anggota Bursa Berjangka mempunyai hak
menggunakan Jakarta Futures Exchange Trading System
(JaFeTS) dan/atau sarana bursa

(b) Kewajiban
Setiap anggota Bursa Berjangka mempunyai kewajiban
keuangan dan melaksanakan peraturan yang ditetapkan.

(2) Kepengurusan
(a) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) diselenggarakan
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar
bursa.
(b) Rapat anggota bursa diselenggarakan apabila dipandang perlu
oleh Direksi atau diminta oleh sekurang-kurangnya tiga puluh
persen (30%) dari jumlah anggota bursa
(c) Direksi
(d) Komite bursa dibentuk untuk membantu dan memberikan
pertimbangan dan/atau saran terhadap kebijakan Direksi.
komite bursa terdiri atas :
(i) Komite Keanggotaan

58
(ii) Komite Pelaksanaan Perdagangan
(iii) Komite Lantai
(iv) Komite Arbitrase
(v) Komite Produk Baru
(vi) Komite Komoditi yang Diperdagangkan

(3) Dana kompensasi


Dana kompensasi menurut Pasal 1 poin nomor 18 UU No.32
Tahun 1997 merupakan dana yang digunakan untuk membayar
ganti rugi kepada nasabah yang bukan anggota Bursa Berjangka
karena cedera janji dan/atau kesalahan yang dilakukan oleh
anggota bursa berjangka dalam kedudukannya sebagai Pialang
Berjangka.

(4) Penegakan peraturan


Dalam usaha menegakkan peraturan Bappebti sebagai pihak yang
berwenang memberikan sanksi atas pelanggaran terhadap
ketentuan yang berlaku yang berupa :
(a) Sanksi administratif
Sebagaimana diatur dalam Pasal 69 ayat (2) UU No. 32 Tahun
1997, sanksi adminitratif yang dikenakan dapat berupa :
(i) peringatan tertulis
(ii) denda administratif
(iii) pembatasan kegiatan usaha
(iv) pembekuan kegiatan usaha
(v) pencabutan izin usaha
(vi) pembatalan persetujuan, dan/atau
(vii) pembatalan sertifikat pendaftaran
(b) Sanksi pidana

59
Sanksi pidana terhadap pelanggaran ketentuan yang berlaku
sebagaimana diatur dalam Pasal 71 UU No. 32 Tahun 1997
diancam dengan ancaman pidana. Adapun ancaman pidana
paling berat maksimal 8 tahun penjara dan denda Rp
10.000.000.000, sedangkan ancaman pidana paling ringan
maksimal 1 tahun pidana kurungan dan denda Rp
1.500.000.000.

e). Praktek Perdagangan

Pelaksanaan Perdagangan Berjangka Komoditi dapat dilakukan


melalui dua cara yaitu:
(1) Secara konvensional
Perdagangan secara konvensional dilakukan secara fisik yaitu
menuntut kehadiran para investor di tempat perdagangan dengan
menggunakan dealing quote untuk mendapatkan harga. Dealing
quote adalah komputer yang memuat informasi tentang harga
komoditi yang ditransaksikan dan berita-berita yang berkaitan atau
memiliki dampak pada perdagangan komoditi. Pelaksanaan jual
beli dapat dilakukan secara fisik dengan hadir di dealing room,
yaitu suatu tempat yang dilengkapi dengan perangkat komputer
yang digunakan untuk mengakses dealing quote. Instruksi jual beli
dapat dilakukan secara fisik, yaitu investor datang ke dealing room
dan memasukkan order ke dealing room. Karena investor biasanya
hadir secara fisik, maka perusahaan pialang biasanya menyediakan
trading room bagi investor untuk melakukan transaksi yang
dilengkapi dengan fasilitas screening untuk melihat pergerakan
harga di komputer.

(2) Secara elektronik (authomated/electronic trading system).


Perdagangan secara elektronik dikenal dengan on line trading,
yaitu dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas situs internet yang

60
dibuka oleh perusahaan pialang, sehingga pelaksanaannya dapat
dilakukan kapanpun dan dimanapun sesuai dengan keinginan
investor (Lie Ricky F,dkk, 2006:132-33). Dalam beberapa tahun
terakhir ini, sistem perdagangan pada umumnya dilakukan secara
elektronik menggunakan komputer yang memiliki akses ke
komputer induk yang ada di bursa. Harga komoditi yang terbentuk
di bursa, berlangsung secara transparan. Dengan demikian, harga
tersebut akan mencerminkan kekuatan pasokan dan permintaan
yang sebenarnya (Lie Ricky F. dkk, 2006: 133-134)

Mengenai penyerahan dan tempat penyerahan, dilakukan


melalui prosedur sebagai berikut:
(a) Tempat penyerahan terdaftar
i). Ditetapkan oleh bursa untuk jangka waktu satu (1) tahun
dan dapat diperpanjang
ii). Surat bukti penyimpanan yang diterbitkan oleh tempat
penyerahan terdaftar dapat digunakan sebagai alat bukti
dalam penyelesaian Kontrak Berjangka yang harus
dipindah tangankan
iii).Berkewajiban menyimpan catatan, melaporkan dan
memberikan izin untuk dilakukan inspeksi

(b) Sertifikat pemeriksaan


Bursa menolak tanggung jawab dan tuntutan ganti rugi yang
diajukan atas dasar mutu, kuantitas, atau spesifikasi komiditi
yang diserahkan atas dasar sertifikat mutu.
(c) Penyerahan lewat lembaga kliring
Semua penyerahan untuk memenuhi penyelesaian suatu Kontrak
Berjangka harus dilakukan lewat Lembaga Kliring
(d) Prosedur penyerahan
i). Penyerahan fisik dilakukan di tempat penyerahan terdaftar

61
ii). Pemberitahuan penyerahan
iii). Pembayaran
iv). Penyerahan dokumen
(e) Gagal serah
Hal ini dapat terjadi kerena tidak melakukan pemberitahuan
penyerahan sebelum akhir sesi pertama atau tidak melakukan
pembayaran sebelum akhir sesi pertama hari perdagangan
berikutnya (Hasan Zein Mahmud, 2001:12-13)

Dalam Perdagangan Berjangka Komoditi, yang diperdagangkan


adalah kontrak atau janji atau kesepakatan untuk menyerahkan atau
menerima suatu barang tertentu di kemudian hari. Walaupun dalam
perdagangan berjangka bukan bermaksud menyerahterimakan barang
secara fisik, tetapi tidak ada larangan penyerahan barang secara fisik
pada tanggal jatuh tempo. Sekitar lima persen (5 %) dari keseluruhan
transaksi perdagangan berjangka diselesaikan dengan penyerahan
barang. Dengan demikian, pembentukan harga di pasar berjangka tidak
vakum, melainkan ada hubungannya dengan pembentukan harga di
pasar tunai (spot) (www.Bappebti.go.id, 2005)

Perusahaan maupun seseorang yang melakukan kegiatan dalam


pasar berjangka bertujuan mengelola risiko (risk management) melalui
kegiatan lindung nilai (hedging), dan bukan untuk menjual atau
membeli suatu komoditi secara fisik, meskipun penyerahan atau
pembelian komoditi dimungkinkan dan dijamin oleh Lembaga Kliring
Berjangka. Dari perkembangan perdagangan berjangka di dunia,
penyerahan fisik (physical delivery) sangat kecil (hanya berkisar 1 – 2
% dari jumlah transaksi yang terjadi) di pasar berjangka.

Penjual atau pembeli dalam pasar berjangka wajib menyerahkan


sejumlah dana hanya sekitar 5 – 10% dari nilai komoditi yang
ditransaksikan sebagai itikad baik (good faith) yang disebut margin

62
(www.Bappebti.go.id, 2005). Dalam UU No. 32 Tahun 1997, margin
didefinisikan sebagai sejumlah uang atau surat berharga yang harus
ditempatkan nasabah kepada Pialang Berjangka, Pialang Berjangka
kepada Anggota Kliring Berjangka, atau Anggota Kliring Berjangka
kepada Lembaga Kliring Berjangka, untuk menjamin pelaksanaan
transaksi Kontrak Berjangka (Lie Ricky F,dkk, 2006:61)

Menurut Prof.Dr.J.F.Haccou, transaksi jual beli komoditi yang


penyerahan dilakukan kemudian, dengan pengertian jatuh tempo, tidak
ada penyerahan secara fisik akan tetapi hanya melikuidasi kontrak
yang bersangkutan dengan memperhitungkan selisih harga awal
dengan harga yang terjadi pada tanggal jatuh tempo (Lie Ricky F. dkk,
2006: 2)

f). Penyelesaian Perselisihan Perdagangan

Pasal 61 UU No. 32 Tahun 1997 berbunyi :


“Tanpa mengurangi hak para pihak untuk menyelesaikan
perselisihan perdata yang berkaitan dengan Perdagangan Berjangka
di pengadilan atau melalui arbitrase, setiap perselisihan wajib
diupayakan terlebih dahulu penyelesaiannya melalui :
a. Musyawarah untuk mencapai mufakat diantara pihak yang
berselisih, atau
b. Pemanfaatan sarana yang disediakan oleh Bappebti dan/atau
Bursa Berjangka apabila musyawarah untuk mecapai mufakat,
sebagaimana dimaksud pada huruf a, tidak tercapai”.

Pasal 61 UU No. 32 Tahun 1997 mengandung maksud bahwa


perselisihan yang terjadi dalam kegiatan Perdagangan Berjangka
Komoditi perlu diselesaikan dengan cepat dan murah. Maka langkah
pertama yang harus ditempuh adalah musyawarah untuk mencapai
mufakat. Apabila tidak tercapai mufakat, langkah berikutnya adalah
menggunakan sarana yang disediakan oleh Bappebti dan/atau bursa

63
berjangka seperti komite lantai, komite keanggotaan, dan komite
pelaksanaan perdagangan (business conduct committee). Putusan yang
diambil dapat berbentuk ganti rugi atau berbentuk lain sesuai dengan
fakta yang ditemukan dalam proses penyelesaian tersebut. Penggunaan
sarana arbitrase merupakan pilihan sukarela para pihak.
(www.Bappebti.go.id, 2005)

Pada dasarnya penyelesaian perselisihan dalam Perdagangan


Berjangka Komoditi dapat di bagi menjadi dua yaitu:
(1) Penyelesaian perselisihan antar anggota bursa
- secara musyawarah untuk mencapai mufakat
- secara mediasi melalui komite lantai atau Komite Pelaksanaan
Perdagangan
- penyelesaian perselisihan melalui arbitrase
- penolakan putusan atau tidak memenuhi putusan menyebabkan
hak keanggotaan bursanya
(2) Penyelesaian perselisihan antara nasabah dengan anggota bursa
- secara musyawarah untuk mencapai mufakat
- secara mediasi melalui komite lantai dan komite pelaksanaan
perdagangan
- nasabah dapat mengajjukan tuntutan terhadap dana kompensasi
- penyelesaian perselisihan melalui arbitrase mempunyai sifat
putusan yang final dan mengikat (Hasan Zein Mahmud,
2001:11-12)

Tugas Komite Arbitrase adalah membuat daftar arbiter untuk


menyelesaikan perselisihan di bidang Perdagangan Berjangka
Komoditi yang terjadi di bursa. Penyelesaian perselisihan melalui
arbitrase dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
(1) Rujukan pada majelis arbitrase

64
Baik pihak yang menuntut maupun yang dituntut masing-masing
menunjuk seorang Anggota Majelis dari daftar arbiter yang ada
pada komite perselisihan dan arbitrase.
(2) Membayar biaya administrasi yang ditentukan oleh direksi.
(3) Yurisdiksi
Setiap Anggota Bursa atau Nasabah yang menyerahkan tuntutan
dianggap bersedia menerima secara sukarela semua keputusan.
(4) Batas waktu
Setiap perselisihan yang terjadi harus diserahkan untuk diputuskan
dalam forum alternatif penyelesaian sengketa dan arbitrase dalam
jangka waktu tiga (3) bulan dari tanggal pihak yang berselisih
mengetahui atau sepatutnya mengetahui adanya perselisihan
(Hasan Zein Mahmud, 2001:12)

3. Manfaat Perdagangan Berjangka Komoditi

Perdagangan Berjangka Komoditi dapat memberikan beberapa


manfaat bagi perekonomian, diantaranya ada tiga (3) manfaat yang paling
penting yaitu:
a). Sebagai sarana pengelolaan resiko (risk management) melalui kegiatan
lindung nilai (hedging)
Komoditi primer sering mengalami fluktuasi harga karena
tergantung pada beberapa faktor seperti pergantian musim, bencana
alam, dan lain-lain. Dengan adanya kegiatan lindung nilai (hedging)
melalui Kontrak Berjangka diharapkan dapat menekan risiko yang ada
sekecil mungkin akibat fluktuasi harga. Dalam hal ini maka Bursa
Berjangka bermanfaat bagi produsen, eksportir atau pedagang sebagai
alat untuk melindungi dirinya dari risiko fluktuasi harga. Bursa
Berjangka menjanjikan kestabilan pendapatan bagi produsen karena

65
harga komoditinya dapat diprediksi dan dikunci dengan baik
(www.Bappebti.go.id, 2005)

Dengan memanfaatkan Kontrak Berjangka, produsen komoditi


dapat menjual komoditi yang akan mereka panen beberapa bulan
kemudian, pada harga yang telah dipastikan atau dikunci sekarang
(sebelum panen). Dengan demikian, mereka dapat memperoleh
jaminan harga karena tidak terpengaruh oleh kenaikan dan penurunan
harga jual di pasar tunai atau pasar fisik. Manfaat yang sama juga
dapat diperoleh pihak lain seperti eksportir yang harus melakukan
pembelian komoditi di masa yang akan datang, pada saat harus
memenuhi kontraknya dengan pembeli di luar negeri. Selain itu juga
bermanfaat bagi pengolah yang melakukan pembelian komoditi secara
berkesinambungan.

b). Sarana pembentukan harga yang transparan (price discovery)


Perdagangan Berjangka Komoditi dapat dimanfaatkan sebagai
sarana pembentukan harga (price discovery) yang transparan dan
wajar, yang mencerminkan kondisi pasokan dan permintaan komoditi
yang sebenarnya. Hal ini dimungkinkan, karena transaksi hanya
dilakukan oleh/melalui anggota bursa, baik untuk dirinya sendiri
maupun untuk mewakili nasabah. Harga yang terjadi di bursa pada
umumnya dijadikan sebagai harga acuan (reference price) oleh dunia
usaha, termasuk petani dan produsen, dan pengusaha kecil bila akan
melakukan transaksi di pasar fisik (www.Bappebti.go.id, 2005)

Bursa Berjangka bermanfaat bagi petani produsen dan pihak-


pihak yang memerlukan harga sebagai referensi untuk kepentingan
usahanya. Dengan demikian, dengan adanya perdagangan berjangka
dapat meningkatkan stabilitas harga komoditi sehingga dapat

66
memberikan keuntungan bagi masyarakat. Karena masyarakat dapat
memperoleh komoditi yang diperlukan dengan harga yang lebih stabil
sepanjang tahun (www.Sinar Harapan.com, 2005)

c). Sebagai alternatif investasi (investment enhancement)


Perdagangan Berjangka Komoditi menjadi salah satu alternatif
investasi yang dapat memperkaya khasanah dunia investasi di
Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia mempunyai keanekaragaman
hayati (biodiversity) dan memiliki banyak komoditi pertanian yang
berpotensi bagus (Lie Ricky F. dkk, 2006: xvi). Kehadiran Bursa
Berjangka dapat dimanfaatkan oleh mereka yang berani mengambil
risiko dan mengharapkan keuntungan dari perubahan harga.

Keberadaan Bursa Berjangka yang sehat dan bergairah sangat


membantu pengembangan agribisnis komoditi tersebut. Sampai saat
ini masih sedikit investor yang mengetahui prospek investasi di
Perdagangan Berjangka Komoditi. Pada umumnya, investasi yang
dilakukan masih bersifat konvensional seperti membeli tanah, rumah,
menyimpan uang di bank atau menginvestasikan uang dalam bentuk
reksadana maupun saham (www.Bappebti.go.id, 2005)

Selain manfaat perdagangan berjangka secara umum tersebut diatas,


ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh penjual/produsen komoditi
maupun pembeli/konsumen komoditi antara lain:
a). Keuntungan yang dapat diperoleh penjual/konsumen komoditi yaitu
sebagai berikut:
(1) tidak perlu memilki lahan tanaman yang luas
(2) tidak perlu pusing dengan hasil tanaman
(3) tidak diperlukan modal yang besar yang tersimpan tanpa dapat
ditarik segera
(4) tidak perlu menanggung risiko serangan hama dan bencana alam

67
(5) tidak perlu menyediakan gudang penyimpanan pada saat panen
tiba
(6) tidak perlu khawatir akan turunnya harga pada saat panen
b). Keuntungan yang dapat diperoleh pembeli/konsumen komoditi yaitu
sebagai berikut:
(1) tidak perlu khawatir akan kecukupan komoditi
(2) tidak perlu khawatir akan mutu komoditi
(3) tidak perlu khawatir akan kenaikan harga pada masa yang akan
datang (Lie Ricky F. dkk, 2006: 70)

B. Karakteristik Transaksi Salam

1. Tujuan Transaksi Salam

Tujuan sistem ekonomi Islam menurut pendapat jumhur ulama


adalah mempromosikan sistem nilai dan etika Islam, syariah dan tradisinya
ke dalam lingkungan ekonomi. Dengan berdasarkan etika ini, maka
kegiatan bisnis perdagangan dan keuangan Islam bagi sebagian umat Islam
bukan sekedar sistem transaksi komersial. Persepsi Islam dalam transaksi
finansial dipandang oleh kalangan muslim sebagai kewajiban agamis.

Berkaitan dengan transaksi salam, Islam melarang praktek


perdagangan sistem ijon karena dalam sistem ijon tidak ada kejelasan
mengenai kuantitas, kualitas, maupun waktu penyerahan objek atau barang
yang diperjualbelikan (Adiwarman Karim, 2001:93). Di beberapa daerah
masih lazim ditemui perdagangan dengan sistem ijon, yaitu menjual hasil
perkebunan maupun maupun hasil pertanian yang belum ada hasilnya. Jual
beli ini dilarang dalam Islam karena tidak jelas berapa kuantitas maupun
kualitas barang yang diperjualbelikan. Pada prinsipnya Islam melarang
jual beli yang barangnya belum ada. Kalaupun ada pengecualiannya
adalah bay (jual beli) salam dengan batasan-batasan tertentu.

68
Semua rumusan sistem hukum Islam termasuk aturan transaksi
salam, menurut Ibn Rusyd senantiasa dilatarbelakangi pemikiran filosofis
atau prinsip-prinsip mashalah dan keadilan (Chuzaimah T.Yanggo dan
Hafiz Anshori, 1997:9). Dalam kaitannya dengan adanya dalil tentang
diperbolehkannya transaksi salam, terkandung beberapa alasan yang
mendasarinya antara lain:
a). Dalam transaksi salam terdapat adanya unsur yang sejalan dengan
upaya merealisasikan kemaslahatan perekonomian
b). Transaksi salam merupakan rukhsah (suatu dispensasi atau sesuatu
yang meringankan) bagi manusia
c). Transaksi salam memberikan kemudahan bagi manusia (Juhaya
S.Praja, 2001:6)

2. Mekanisme Transaksi Salam

a). Tempat Transaksi Salam

Seperti halnya perdagangan pada umumnya, dalam melakukan


transaksi salam baik penjual maupun pembeli dapat melakukannya di
pasar fisik maupun tempat lain tergantung kehendak dari kedua belah
pihak. Dalam hal ini tidak ada ketentuan dalam Al Quran maupun
hadits mengenai tempat pelaksanaan transaksi salam. Pada dasarnya
semua tempat diperbolehkan digunakan sebagai tempat pelaksanaan
transaksi salam.
b). Pelaku Transaksi Salam

Mengenai ketentuan pelaku yang dapat melakukan transaksi


salam, hukum muamalah Islam tidak menjelaskan secara rinci. Dalam
hukum muamalah Islam hanya menjelaskan mengenai para pihak yang
dapat melakukan akad/perjanjian dalam jual beli pada umumnya.
Adapun mengenai para pihak yang dapat melakukan akad/perjanjian
jual beli adalah harus memenuhi syarat sebagai berikut:
b. Baligh

69
c. Mumayyiz dan bukan termasuk golongan orang-orang yang
dilarang bertindak sendiri
d. Mukhtar, yaitu orang yang bebas dari paksaan atau dengan kata
lain kerelaan melakukan akad (Karnaen Perwaatmaja, dkk.,
2005:118)

c). Objek Transaksi Salam

Secara umum, hukum Islam mengakui adanya jenis transaksi


barang yang bersifat fisik, seperti transaksi hasil tanaman, ternak,
barang tambang, kerajinan tangan, hasil industri, dan lain-lain.
Disamping itu juga terdapat transaksi jasa yang berifat non fisik
(abstrak) seperti upah-mengupah dan sewa-menyewa. Benda-benda
yang memiliki nilai ekonomi dapat diperdagangkan dengan
menghadirkan barangnya dalam majelis akad maupun tanpa
menghadirkan barangnya sepanjang benda yang dipesan itu kongkrit
sifat-sifatnya (Chuzaimah T.Yanggo dan Hafiz anshori, 1997:9)

Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa transaksi salam


kebanyakan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan antara para petani
dan pedagang. Ketika pengaruh Islam semakin meluas di jazirah Arab
dan wilayah lainnya, kebutuhan transaksi salam berkembang untuk
barang-barang lain di luar hasil pertanian. Sejalan dengan
perkembangan ini, para ulama mazhab memperbolehkan transaksi
salam untuk barang apapun selama memenuhi batasan yang diatur
dalam hukum Islam. Dalam perkembangannya, transaksi salam tidak
hanya berlaku untuk hasil pertanian sehingga jangka waktu
penyerahannya pun dapat lebih singkat. Bila pada zaman Rasulullah
Saw, jangka waktu penyerahannya dua atau tiga tahun, maka sesuai
jenis barangnya jangka waktu penyerahannya adalah waktu minimal
untuk mengirim barang dari satu pasar ke pasar lainnya (Adiwarman
Karim, 2001:23)

70
Adapun barang yang dapat dijadikan objek transaksi salam harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
(1) Harus tepat gambarannya
Hal ini terutama dilakukan terhadap hal-hal yang menyebabkan
perbedaan harga, berkenaan dengan kriteria umum yang menjadi
kebiasaaan orang banyak. Jangan sampai manipulasi dengan
barang sejenis, demi mencegah terjadinya pembelian kucing dalam
karung yang sering menimbulkan percekcokan dan menyebabkan
perjanjian menjadi rusak. Segala barang yang mungkin didetailkan
kriterianya dapat dijadikan objek transaksi salam.
(2) Barang tersebut menjadi hutang dalam kepemilikan
Bila barang yang menjadi objek transaksi sudah ada di lokasi
transaksi, jual beli menjadi tidak sah karena dikhawatirkan terjadi
penipuan.
(3) Waktu penyerahan sudah diketahui secara jelas
Hal ini dilakukan untuk mencegah ketidakjelasan yang berakibat
pertikaian dan perselisihan.
(4) Barang tersebut harus bisa diserah terimakan
Hendaknya barang yang menjadi objek transaksi salam ada ketika
terjadi transaksi. Apabila transaksi dilakukan terhadap barang yang
tidak mungkin diserahkan pada saat serah terima dilakukan, maka
perjanjian jual beli ini tidak sah.
(5) Tidak diberlakukan riba fadhal atau riba nasiah
Perlindungan terhadap hakekat barang yang diperdagangkan dari
kemungkinan cacat atau sifat-sifat yang ditentukan dalam majelis
akad, seperti perlindungan terhadap kepentingan konsumen agar
tidak dirugikan dan tidak terjadi kekecewaan di kemudian hari,
amat dipertimbangkan dalam hukum Islam. Besarnya harga
ditentukan kedua belah pihak dalam majelis akad, selain itu

71
diperlukan adanya bukti tertulis, persaksian, dan jaminan
(Adiwarman Karim, 2001:23)

d). Tata Tertib Transaksi Salam

Sebagaimana dalam surat Al Baqarah ayat 282 telah dijelaskan


bahwa transaksi yang melibatkan pembayaran tunda atau
pertimbangan-pertimbangan untuk masa yang akan datang harus
dengan kesepakatan yang dibuat pada waktu terjadi akad. Berdasarkan
fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI No.05/DSN-MUI/IV/2000
tentang Jual Beli Salam, maka barang yang menjadi objek transaksi
salam harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a.harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang
b. harus dapat dijelaskan spesifikasinya
c.penyerahannya dilakukan kemudian
d. waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan
kesepakatan
e.pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya
f. tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai
kesepakatan (DSN MUI, 2003:34)

Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam melakukan


transaksi salam sebagai upaya menghilangkan unsur jahalah
(ketidakpastian) diantaranya adalah:
(1) Persyaratan menyangkut objek transaksi, yaitu mengenai:
(a) Jenis
Kontrak jual beli dinyatakan sah dan valid apabila objek atau
barang yang diperjual belikan ditentukan pada saat terjadinya
kontrak penjualan berikut mengenai kuantitas dan kualitasnya
atau standar yang dikenal secara umum.
(b) Ukuran/kadar

72
Transaksi salam dinyatakan halal untuk semua jenis barang
yang diukur dengan berat, isi (volume). Namun, dalam
transaksi salam tidak seluruh uang dibayarkan artinya dapat
dengan uang panjar. Penentuan spesifikasi objek transaksi
merupakan tuntutan agar terhindar dari kecurangan. Dalam
sebuah riwayat Abdullah bin Auf dan Abdur Rahman bin Aliza
menyatakan
“Kita bisa memperoleh banyak barang rampasan
sewaktu kita bersama Rasulullah Saw dan ketika para
petani Syam (Syiria) datang kepada kami, kami biasa
melakukan pembayaran di muka dengan harga yang
telah ditentukan terhadap gandum, buah anggur, dan
minyak yang harus dikirim pada waktu yang telah
ditentukan” (Afzalur Rahman, 1995:177)

Dalam riwayat lain Ibnu Umar bin Jabir bin Abdullah


meriwayatkan bahwa mereka biasa membeli setumpuk gandum
dari para pengendara kuda tanpa menimbang beratnya serta
takarannya, dan saat itulah Rasulullah Saw melarang berbuat
demikian. Imam Ahmad dan Bukhari telah menyatakan bahwa
Rasulullah Saw mengatakan kepada Ustman
“Apabila kamu membeli suatu barang, takar dan
timbanglah bertanya, begitu juga sebaliknya jika kamu
menjual suatu barang”. Dan Rasulullah bersabda
“Timbanglah gandummu karena yang demikian itu akan
mendapatkan rahmat” (Afzalur Rahman, 1995:177)

(c) Jangka waktu penyerahan dan tempat penyerahan


Nabi memperbolehkan transaksi salam dengan ketentuan harus
menentukan secara pasti dan jelas waktu dan tempat
penyerahan. Ketidakjelasan mengenai waktu penyerahan akan
menimbulkan unsur ketidakpastian sehingga tidak

73
diperbolehkan dalam hukum Islam. Akad transaksi salam
dinyatakan sah karena masalah syarat dan waktu pembayaran
disebutkan secara jelas. Jika masalah barang dan ketentuan
waktu pembayaran tidak disebutkan secara jelas, maka kontrak
tersebut dianggap tidak sah (Juhaya S.Praja , 2001:7)

(2) Harga tukar


Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam kaitannya dengan
harga tukar (al tsaman) yaitu:
(a) Kejelasan jenis alat tukar, yaitu dirham, dinar, rupiah, dolar,
atau lainnya. Dalam prakteknya, pembayaran dalam transaksi
salam tidak selalu dalam bentuk uang, akan tetapi dapat
berupa barang.
(b) Kejelasan kualitas objek transaksi
(c) Kejelasan jumlah harga tukar

e). Praktek Transaksi Salam

Pada umumnya, syariat Islam dalam bidang muamalah hanya


memberikan petunjuk-petunjuk dan prinsip-prinsip yang sifatnya
umum dan mendasar. Hal yang rinci, detail, dan teknis tidak diatur,
tetapi diserahkan kepada manusia melalui proses ijtihad. Nabi Saw
bersabda “Antum a’lamu bi umuuri dunyakum” yang artinya “kalian
lebih mengetahui urusan dunia kalian”. Dengan latar belakang diatas,
para ulama telah merumuskan suatu kaidah dasar muamalah atau yang
disebut hukum asal muamalah. Hukum asal muamalah menyatakan
bahwa “segala sesuatunya diperbolahkan, kecuali ada larangan dalam
Al Quran dan sunnah” (Adiwarman Karim, 2004:9)

74
Praktek transaksi salam dilakukan sebagaimana transaksi jual
beli pada umumnya, yaitu dilakukan secara konvensional. Jadi, antara
penjual dan pembeli bertemu secara langsung. Berdasarkan fatwa yang
dikeluarkan oleh DSN-MUI No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual
Beli Salam, maka ketentuan tentang pembayaran dalam transaksi
salam adalah sebagai berikut:
(1) Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa
uang, barang, atau manfaat
(2) Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati
(3) Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang (DSN
MUI, 2003:33)

Berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI


No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam, maka ketentuan
tentang penyerahan barang yang menjadi objek transaksi salam adalah
sebagai berikut:
(1) Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya
dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati
(2) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas lebih
tinggi, penjual tidak boleh meminta tambahan harga
(3) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih
rendah, dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh
menuntut pengurangan harga (diskon)
(4) Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu
yang disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang
sesuai dengan kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut
tambahan harga
(5) Jika semua atau sebagaian barang tidak tersedia pada waktu
penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak
rela menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan yaitu:
(a) membatalkan kontrak dan menerima kembali uangnya

75
(b) menunggu sampai barang tersedia (DSN MUI, 2003:34-35)

f). Penyelesaian Perselisihan Transaksi Salam

Berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI


No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam, apabila terjadi
perselisihan maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase
Syariah apabila melalui musyawarah tidak tercapai kesepakatan (DSN
MUI, 2003:35)

3. Manfaat Transaksi Salam

Menjalankan sistem transaksi salam termasuk diantara sarana yang


efektif untuk menggabungkan dua unsur asasi mencapai kesuksesan, yakni
modal dan usaha melalui cara yang benar yang menjamin
terealisasikannya kepentingan kedua belah pihak (Abdullah Al Musah dan
Sholah Ash Shawi, 2004: 48). Pihak penjual melalui perjanjian usaha ini
mendapat beberapa manfaat yaitu mendapatkan dana yang lazim untuk
melancarkan usahanya. Penjualan yang segera terhadap berbagai produk
yang dimiliki sehingga tidak perlu bersusah payah dalam mencari
kesempatan untuk memasarkan produk tersebut di masa mendatang.
Dengan transaksi salam pihak pembeli akan mendapatkan barang dengan
harga pantas karena pada umumnya dalam transaksi ini barang dijual
dengan harga relatif lebih murah (Abdullah Al Musah dan Sholah Ash
Shawi, 2004: 52)

Sebagaimana para produsen dapat mengfungsikan transaksi salam,


para eksportir juga dapat mengfungsikannya sehingga memperoleh
kemudahan membeli barang dengan jumlah besar dari produsennya. Bagi
masyarakat awam, transaksi salam dapat bermanfaat untuk memenuhi
kebutuhan yang bersifat mendadak, sehingga orang yang membutuhkan
dana bisa menjualnya dengan segera, kemudian menyerahkannya pada
waktu penyerahan. Hal ini menjadi pengganti dari berbagai cara yang
sering menjerumuskan orang ke dalam lembah riba. Transaksi salam dapat

76
difungsikan dalam berbagai proyek pengembangan modal kolektif sebagai
pengganti usaha simpan pinjam berbasis riba. Melalui transaksi ini, kaum
muslimin bisa memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa harus mengadakan
hubungan perdagangan berbasis riba yang diharamkan dalam Islam
(Abdullah Al Musah dan Sholah Ash Shawi, 2004: 55)

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan khususnya mengenai


karakteristik Perdagangan Berjangka Komoditi yang diatur dalam hukum
positif Indonesia dan transaksi salam yang diatur dalam hukum Islam, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Karakteristik Perdagangan Berjangka Komoditi

a). Tujuan Perdagangan Berjangka Komoditi


Pengembangan agribisnis melalui pendekatan konvensional yang lebih
menekankan pada peningkatan kualitas produksi semata tidak dapat
dipertahankan lagi. Pengembangan agribisnis di bidang komoditi
pertanian sangat akrab dengan risiko karena sifatnya yang musiman

77
(seasonal) dan mudah rusak (perishable). Karena itu dalam dunia
usaha Indonesia, termasuk produsen baik yang besar ataupun yang
kecil dan kelompok petani, harus mampu mencari, mendalami, dan
meningkatkan aktivitas pengelolaan risiko agar terlindung dari risiko
yang dapat merugikan mereka dalam hal ini ditempuh melalui kegitan
lindung nilai menggunakan Perdagangan Berjangka Komoditi. Dengan
adanya instrumen Perdagangan Berjangka Komoditi diharapkan dapat
membantu Indonesia dalam menghadapi persaingan usaha dengan
negara lain dalam era globalisasi seperti sekarang ini.

b). Mekanisme Perdagangan Berjangka Komoditi


Perdagangan Berjangka Komoditi merupakan kegiatan perdagangan
yang dilakukan berdasarkan Kontrak Berjangka dan opsi atas Kontrak
Berjangka. Kontrak Berjangka berbeda dengan kontrak pada umumnya
karena merupakan kontrak standar yang berkaitan dengan jumlah,
jenis, mutu, tempat, penyerahan pada waktu tertentu dengan harga
yang telah disepakati terlebih dahulu. Adapun mekanisme perdagangan
yang diterapkan meliputi beberapa hal yaitu sebagai berikut:
(1) Tempat perdagangan
Kegiatan Perdagangan Berjangka Komoditi sampai dengan saat ini
hanya dapat dilakukan di bursa yang disebut PT. Bursa Berjangka
Jakarta (BBJ) atau yang dikenal dengan Jakarta Futures Exchange
(JFX). Di BBJ terdapat berbagai pasar berjangka sesuai dengan
banyaknya komoditi yang diperdagangkan. Bursa tidak
menetapkan harga komoditi yang diperdagangkan, karena bursa
hanya menyediakan fasilitas perdaganan sedangkan kekuatan pasar
yang membentuk harga secara efektif. Bursa Berjangka adalah
pasar primer, karena harga ditentukan oleh komoditi atau asset
yang kontraknya di perjualbelikan di bursa. Dilihat dari sistem
pemasarannya yang kompetitive dan transparan, pasar berjangka
dapat dikatakan pasar yang paling mendekati kesempurnaan suatu

78
pasar. Karena sifatnya yang internasional, pasar berjangka
merupakan pusat pengumpulan dan penyebarluasan informasi
tentang pasar yang dapat membantu tercapainya efisiensi pasar
secara umum. Pasar berjangka diselenggarakan dengan tujuan
untuk pengalihan risiko dari fluktuasi harga sehingga perusahaan
dapat menyusun perencanaan jangka panjang.
(2) Pelaku perdagangan
Pelaku bursa adalah mereka yang berkegiatan sebagai produsen,
pedagang atau pemakai, baik perusahaan lokal maupun asing di
bidang komoditi. Pelaku utama perdagangan ini dibagi menjadi
dua yaitu hedger dan spekulator yang telah memenuhi persyaratan
sebagaimana ditetapkan Badan Pengawas dan Pelaksana
Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Hedger
menggunakan Kontrak Berjangka untuk mengurangi risiko,
sedangkan spekulator mencari keuntungan dari adanya fluktuasi
harga. Spekulator biasanya membeli kontrak berjangka pada saat
harga rendah dan menjualnya pada saat harga naik, atau sebaliknya
menjual kontrak berjangka pada saat harga diperkirakan akan
mengalami penurunan dan membelinya kembali pada saat harga
rendah.
(3) Objek perdagangan
Objek komoditi (underlying assets) yang diperdagangkan di PT.
BBJ terbagi dalam dua jenis yaitu Hard commodity yang terdiri
dari hasil pertambangan seperti emas, perak, nikel, timah, dan lain-
lain; dan Soft commodity yang terdiri dari hasil
perkebunan/pertanian seperti kacang, kopi, karet, dan lain-lain.
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 1997 harus ditetapkan oleh
Keputusan Presiden (Keppres. Berdasarkan 3 Keppres yang telah
diterbitkan yaitu Keppres No. 12 Tahun 1999, Keppres No. 73
Tahun 2000, dan Keppres No. 119 Tahun 2001, telah ditetapkan 22
komoditi. Komoditas yang layak diperdagangkan harus memenuhi

79
kriteria teknis, ekonomis, dan struktur pasar. Teknis artinya
komoditas tersebut memiliki standar nasional, misalnya kopi dan
kelapa sawit, sedangkan ekonomis mensyaratkan komoditas yang
diperdagangkan tidak dikuasai oleh pemerintah.
(4) Tata tertib perdagangan
Tata tertib yang berlaku dalam Perdagangan Berjangka Komoditi
sudah sangat rinci pengaturannya yaitu meliputi keanggotaan,
kepengurusan, dana kompensasi, penegakan peraturan/penerapan
sanksi, dan penyerahan barang, hal ini dimaksudkan sebagai upaya
perlindungan terhadap dana nasabah mengingat tingginya risiko
perdagangan ini.
(5) Pelaksanaan perdagangan
Perdagangan Berjangka Komoditi tidak selalu ada penyerahan
secara fisik karena hanya melikuidasi kontrak yang bersangkutan
dengan memperhitungkan selisih harga awal dengan harga yang
terjadi pada tanggal jatuh tempo. Penyerahan fisik (physical
delivery) sangat kecil (hanya berkisar 1 – 2 % dari jumlah transaksi
yang terjadi) di pasar berjangka. Dalam Perdagangan Berjangka
Komoditi, yang diperdagangkan adalah kontrak atau kesepakatan
untuk menyerahkan atau menerima suatu barang tertentu di
kemudian hari.
(6) Penyelesaian perselisihan
Dalam setiap kegiatan khususnya perdagangan, kadangkala terjadi
perselisihan antara para pihak, demikian juga dengan Perdagangan
Berjangka Komoditi dalam hal ini dapat diselesaikan melalui
musyawarah untuk mencapai mufakat, atau pemanfaatan sarana
yang disediakan oleh Bappebti dan/atau Bursa Berjangka apabila
musyawarah tidak tercapai yaitu melalui arbitrase.

c). Manfaat Perdagangan Berjangka Komoditi

80
Kehadiran Bursa Berjangka memberikan multiplier effects bagi sektor
pertanian dan subsektornya (perkebunan, peternakan, perikanan,
kehutanan). Sebab ada korelasi yang erat antara Bursa Berjangka
komoditi dengan sektor pertanian secara makro. Beberapa manfaat
yang akan diperoleh sektor tersebut antara lain: Pertama, para petani
secara periodik akan memperoleh pedoman harga (price discovery)
dan ekspektasinya di masa mendatang. Kepastian tentang pedoman
harga ini diharapkan dapat meningkatkan posisi tawar (bargaining
position) para petani (produsen) dalam pemasaran dan distribusi hasil
usahanya. Kedua, memperbaiki standarisasi produk komoditas, adanya
gudang bursa dengan fasilitas yang memadai menciptakan insentif
yang kuat bagi para petani untuk meng-upgrade kualitas produk
komoditas ke tingkat yang diterima oleh bursa. Hal ini akan
mempermudah standarisasi perdagangan komoditas. Ketiga,
penyebaran risiko harga dapat diperlebar ke banyak pelaku pasar, tidak
semata ditanggung oleh petani produsen, tetapi sekaligus pedagang
pengumpul, pedagang besar, dan bahkan pedagang bursa (pialang) dan
konsumen. Keempat, sektor perbankan dan lembaga perkreditan
lainnya dapat lebih percaya diri (confident) dalam memberikan kredit
kepada sektor agribisnis dan agroindustri. Kelima, pengusaha kecil,
kelompok usaha bersama, dan koperasi dapat melindungi harga
produknya dari goncangan pasar fisik yang fluktuatif dengan
melakukan hedging (proteksi terhadap risiko).

2. Karakteristik transaksi salam

a). Tujuan transaksi salam


Tujuan sistem ekonomi Islam menurut pendapat jumhur ulama adalah
mempromosikan sistem nilai dan etika Islam, demikian juga dengan
transaksi salam, dalam hal ini khususnya untuk kemaslahatan
perekonomian umat. Islam memperbolehkan transaksi ini karena
memandang dari segi pemenuhan kebutuhan yang kadangkala tidak

81
terduga dalam hal ini masalah uang. Adapun transaksi yang dilarang
apabila menggunakan spekulasi dan sistem ijon, karena mengandung
eksploitasi dan tipuan dari satu pihak ke pihak lain. Selain itu, sifat
transaksi menjadi tidak seimbang karena pembeli mempunyai
kekuatan bargaining yang lebih tinggi sehingga penjual tereksploitasi
dengan harga jual yang relatif lebih murah.

b). Mekanisme transaksi salam


Pada umumnya, syariat Islam dalam bidang muamalah hanya
memberikan petunjuk-petunjuk dan prinsip-prinsip yang sifatnya
umum dan mendasar. Hal yang rinci, detail, dan teknis tidak diatur,
tetapi diserahkan kepada manusia melalui proses ijtihad demikian
halnya dengan transaksi salam. Nabi Saw bersabda “Antum a’lamu bi
umuuri dunyakum” yang artinya “kalian lebih mengetahui urusan
dunia kalian”. Para ulama berijtihad mengenai transaksi salam antara
lain terdapat dalam fatwa DSN-MUI No.05/DSN-MUI/IV/2000. Fatwa
ini dijadikan pedoman bagi lembaga keuangan syariah karena saat ini
transaksi salam telah banyak digunakan dengan melibatkan pihak
perbankan. Adapun makanisme transaksi salam meliputi beberapa hal
antara lain:
(1) Tempat transaksi
Pelaksanaan transaksi dapat dilakukan dimanapun sesuai kehendak
dan kesepakatan para pihak.
(2) Pelaku transaksi
Dalam hukum Islam, pada dasarnya siapapun diperbolehkan
melakukan tindakan hukum dalam hal ini melakukan akad
transaksi salam dengan ketentuan harus memenuhi rukun dan
syarat yang ditetapkan oleh syara’.
(3) Objek transaksi
Menurut Syamsul Anwar, menjelaskan pendapat Ibn al-Qayyim,
Causa legis atau ilat mengenai sunah tentang larangan menjual

82
barang yang belum ada, bukan ada atau tidak adanya barang
melainkan karena gharar. Gharar adalah ketidakpastian tentang
apakah barang yang di perjualbelikan itu dapat di serahkan atau
tidak. Jadi, meskipun pada waktu akad barangnya tidak ada, namun
ada kepastian diadakan pada waktu diperlukan sehingga bisa
diserahkan kepada pembeli, maka jual beli tersebut sah.
Sebaliknya, kendati barangnya sudah ada tapi karena satu dan lain
hal tidak mungkin diserahkan kepada pembeli, maka jual beli itu
tidak sah. Benda atau barang yang dapat dijadikan objek dalam
transaksi salam harus memenuhi persyaratan yaitu harus tepat
gambarannya, barang tersebut menjadi hutang dalam kepemilikan,
waktu penyerahan sudah diketahui secara jelas, barang tersebut
harus bisa di serahterimakan, tidak diberlakukan riba fadhal dan
riba nasiah.
(4) Tata tertib transaksi
Hukum muamalah Islam tidak pernah mengatur secara rinci tata
cara melakukan kegiatan bermuamalah. Sehingga setiap kegiatan
mumalah termasuk transaksi salam, tata tertib pelaksanaannya
hanya secara umum idak ada tata tertib yang bersifat baku sebatas
tidak melanggar syara’. Dalam hal ini meliputi berbagai
persyaratan yang harus dipenuhi dalam melakukan transaksi salam
sebagai upaya menghilangkan unsur jahalah (ketidakpastian)
diantaranya adalah:
(a) Persyaratan menyangkut objek transaksi, yaitu mengenai: jenis,
ukuran/kadar, dan tepat serta waktu penyerahan
(b) Harga tukar (al tsaman) Beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi dalam kaitannya dengan harga tukar (al tsaman) yaitu
kejelasan jenis alat tukar, kejelasan kualitas objek transaksi,
dan kejelasan jumlah harga tukar.
(5) Pelaksanaan transaksi

83
Transaksi salam dilaksanakan secara konvensional sebagaimana
pelaksanaan perdagangan pada umumnya. Jadi, baik penjual
maupun pembeli bertemu secara langsung pada suatu tempat yang
telah disepakati kedua belah pihak. Karena zaman sudah maju,
tidak menutup kemungkinan dalam pelaksanaannya dapat
dilakukan melalui sarana teknologi, misal lewat telepon.
(6) Penyelesaian perselisihan
Berdasarkan fatwa DSN-MUI No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Jual Beli Salam, apabila terjadi perselisihan maka penyelesaiannya
dapat dilakukan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat
atau Badan Arbitrase Syariah apabila melalui musyawarah tidak
tercapai kesepakatan.

c). Manfaat transaksi salam


Transaksi salam dapat dimanfaatkan dalam berbagai proyek
pengembangan modal kolektif sebagai pengganti usaha simpan pinjam
berbasis riba. Melalui transaksi ini, kaum muslimin diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa harus mengadakan hubungan
perdagangan berbasis riba yang diharamkan dalam Islam.

B. Saran-saran
1. Bursa Berjangka Komoditi belum banyak dipahami dan diminati oleh
pelaku bisnis khususnya masyarakat Indonesia yang notabennya
Indonesia adalah negara agraris padahal telah ada payung hukum yang
melegitimasi keberadaannya yaitu UU No. 32 Tahun 1997, oleh karena
itu perlu ada sosialisasi dan edukasi mengenai Perdagangan Berjangka
Komoditi secara masif.
2. Perdagangan Berjangka Komoditi merupakan salah satu alternatif
investasi (investment enchancment) bagi perorangan dan perusahaan
yang mempunyai kebebasan finansial untuk berinvestasi. Selama ini
pamor investasi pada komoditi kalah dibandingkan investasi dengan
jenis lain seperti saham, obligasi, properti, emas, valuta asing dan

84
sebagainya. Ciri khas perdagangan di Bursa Berjangka Komoditi adalah
pergerakan harga yang fluktuatif dan perkembangan trend harga yang
mengikuti pola tertentu, sehingga menarik untuk dimasuki dan dilakukan
oleh para investor.
3. Sistem usaha yang mengandung unsur riba hendaknya segera
ditinggalkan karena dalam Al Quran maupun hadits telah secara jelas
pelarangannya, mulailah beralih pada sistem usaha dengan transaksi
salam sebagai salah satu alternatif pilihan pengganti dari berbagai
sistem usaha yang dapat menjerumuskan ke dalam lembah riba.
4. Hendaknya lembaga yang berwenang menangani permasalahan hukum
Islam khususnya di Indonesia, segera memberi tuntunan tentang tata cara
melakukan transaksi salam karena sampai dengan saat ini belum ada tata
cara baku dan rinci, padahal transaksi salam bertujuan untuk
kemaslahatan perekonomian umat sehingga dari kalangan umat Islam
sendiri dapat dengan mudah memanfaatkannya.

85

Anda mungkin juga menyukai