Anda di halaman 1dari 10

Tugas Mata Kuliah Isu-Isu Ekonomi Kontemporer

Tentang

Organisasi Perdagangan

Disusun oleh:

Achmad Magfur, S.Sos.I.


(230211040107)

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. H. Hanafiah, M.Hum./ Dr. Hj. Amelia Rahmaniah, M.H./ Dr.
Zulpa Makiah, M.H.

Prodi S-2 Hukum Ekonomi Syariah


Program Pascasrjana
Universitas Islam Negeri Antasari
Banjarmasin
2023
Kata Pengantar

Bersyukur kepada Allah Swt., salawat dan salam kepada Nabi Muhammad saw.

Alhamdulillah di tengah padatnya aktivitas dunia dan akhirat, makalah ini akhirnya rampung
juga.

Sebelumnya setelah mendapatkan tema yang akan dikerjakan, penulis sudah mencoba
berselancar di dunia maya untuk mempelajarinya, namun hanya sebatas membaca.

Akhirnya dalam satu malam, artikel-artikel yang penulis baca tersebut dikumpulkan lagi,
dirangkai dalam satu makalah ini.

Semoga dari keterbatasan karya ini bisa sedikit bermanfaat bagi para pembaca, untuk
memahami “Organisasi Perdagangan dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah,” sekaligus
berharap bisa mendapat masukan berharga dari rekan-rekan mahasiswa sekalian.

Banjarmasin, 06 Oktober 2023

Achmad Magfur, S.Sos.I.

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Membahas isu-isu ekonomi kontemporer, di dalamnya termasuk terkait organisasi


perdagangan. Perlu ditekankan sebelumnya, sesuai arahan dari Ibu Dosen Dr. Zulpa Makiah,
M.H., organisasi perdagangan yang dimaksud di sini adalah terkait hubungan internasional,
yang di dalam organisasi tersebut terdiri berbagai negara, baik di satuan regional maupun dunia
keseluruhan.

Kenapa tema ini terbilang baru, karena sebelumnya memang belum ada, terutama di
zaman sebelum Perang Dunia I. Karena sebelumnya hanya berbentuk Persekutuan antarpelaku
perdagangan (perseorangan). Dalam konteks global, organisasi perdagangan memegang
peranan vital dalam mengarahkan aliran barang dan jasa di pasar internasional.

Berkaitan dengan program studi S-2 Hukum Ekonomi Syariah, tentunya juga akan
dibahas organisasi perdagangan dalam perspektif Islam, sehingga diharapkan bisa menjadi
patokan/rujukan bagi kaum muslimin untuk bersikap terhadap isu kontemporer ini.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan organisasi perdagangan?


2. Bagaimana perspektif Hukum Ekonomi Syariah terkait organisasi perdagangan?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui maksud organisasi perdagangan.


2. Untuk mengetahui perspektif Hukum Ekonomi Syariah terkait organisasi
perdagangan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Organisasi perdagangan adalah badan, lembaga, atau struktur yang dibentuk untuk
mengatur, memfasilitasi, dan mempromosikan kegiatan perdagangan antara negara atau entitas
ekonomi.1

B. Tujuan Berdirinya Organisasi Perdagangan

Organisasi perdagangan bertujuan untuk memajukan perdagangan internasional,


memfasilitasi hubungan dagang yang lebih baik antara negara-negara, dan meningkatkan
kesejahteraan ekonomi melalui kerja sama dan koordinasi.2

Beberapa tujuan utama dari organisasi perdagangan meliputi:

1. Mendorong Perdagangan Bebas: Memfasilitasi perdagangan internasional dengan


menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan, seperti tarif, kuota,
atau peraturan yang membatasi aliran barang dan jasa antara negara-negara.

2. Menjaga Keadilan dan Keseimbangan: Memastikan bahwa perdagangan dilakukan


dengan adil dan seimbang, serta mencegah diskriminasi atau perlakuan tidak adil dalam
perdagangan internasional.

3. Meningkatkan Standar dan Kualitas Produk: Mengupayakan peningkatan standar dan


kualitas produk untuk memenuhi tuntutan pasar global dan keamanan konsumen.

4. Menanggulangi Praktik Perdagangan yang Tidak Adil: Melawan praktik perdagangan


yang tidak adil, seperti dumping (penjualan di bawah harga pasar), subsidi berlebihan,
dan praktik monopoli, untuk melindungi kepentingan negara-negara anggota.

5. Mempromosikan Pertumbuhan Ekonomi: Mendukung pertumbuhan ekonomi dengan


membuka pasar dan memungkinkan akses yang lebih besar ke pasar internasional bagi
produsen dan eksportir.

6. Menyelesaikan Sengketa Perdagangan: Memberikan mekanisme resolusi sengketa


perdagangan antara negara-negara anggota untuk mencegah konflik dan memastikan
kepatuhan terhadap aturan dan perjanjian.

C. Contoh Organisasi Perdagangan

Contoh organisasi perdagangan terkenal di tingkat global adalah Organisasi Perdagangan


Dunia (World Trade Organization/WTO), sedangkan di tingkat regional terdapat Persatuan
Perdagangan Bebas Eropa (European Free Trade Association/EFTA) dan Perhimpunan

1
Nada Najiha. “WTO in History: a Ticking Bomb” Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. Vol, 8 No, 5 (2021).
12.
2
Kalim Siddiqui. “International Trade, WTO and Economic Development” World Review of Political
Economy. Vol, 7 No, 4 (2016). 425.

2
3

Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations/ASEAN)3, dan


banyak organisasi perdagangan regional lainnya.

D. Sejarah Berdirinya WTO

Pendirian sistem perdagangan modern dilandaskan pada pengalaman selama periode


antarperang, ketika negara-negara berupaya memperbaiki keadaan ekonomi mereka dengan
mengambil kebijakan yang berdampak buruk terhadap negara lain, seperti protektionisme,
devaluasi mata uang, dan pengendalian modal.4

Contohnya adalah Undang-Undang Smoot-Hawley tahun 1930 di Amerika Serikat yang


menaikkan tarif dari 38% menjadi 52%. Akibat penetapan undang-undang ini, mitra-mitra
dagang Amerika Serikat mengambil tindakan balasan. Kemudian terjadi efek domino setelah
perdagangan mulai beralih ke pasar lain, karena negara yang menjadi pasar baru tersebut lalu
juga mengambil tindakan proteksionisme, yang lagi-lagi berujung pada tindakan balasan.5

Akhirnya pada Juli 1947 berdirilah Perjanjian Umum Tarif dan Perdagangan (Bahasa
Inggris: General Agreement on Tariffs and Trade, disingkat GATT), yang menjadi cikal bakal
berdirinya WTO pada tahun 1995, yang turut didukung Indonesia lewat keluarnya UU No. 7
Tahun 1994.

E. Fenomena Barang Thrift dalam Organisasi Perdagangan

Dalam arahan yang diberikan Dosen Dr. Zulpa Makiah, penulis juga diminta mengangkat
isu organisasi perdagangan ini, yakni barang thrift impor yang bisa masuk ke Indonesia. Ya,
fenomena itu betul-betul terjadi, dengan banyaknya barang bekas impor yang bisa dibeli murah
warga Indonesia.

Dari referensi yang didapat penulis, di antara daerah yang marak barang impor thrift
(bekas) ini adalah Pekanbaru di Provinsi Riau, yang memang berbatasan dengan laut
internasional dengan Singapura dan Malaysia.

Kenapa barang bekas impor ini bisa masuk, diduga lantaran lemahnya pengawasan dari
pemerintah setempat, kurang tegasnya penegakan hukum, kondisi geografis Provinsi Riau yang
dinilai mudah dimasuki barang thrift ilegal, kurang bersaingnya industri dalam negeri, dan
tingginya minat dari masyarakat karena murah dan berkualitas.6

Padahal berdasarkan perjanjian yang digalakkan ASEAN, sudah ada ATIGA (ASEAN
Trade in Goods Agreement), yang tidak mengizinkan masuknya pakaian bekas impor ke negara
masing-masing dan melarang beredarnya pakaian bekas impor di dalam negeri.

3
Kardiyat Wiharyanto. “Proses Berdirinya ASEAN” Jurnal Historia Vitae. Vol, 24 No, 2 (2010). 14.
4
Farahdiba Rahma Bachtiar. “Peran WTO dalam Membangun Penegakan Hukum Internasional terhadap
Proteksionisme (Studi Kasus: Sengketa Dagang Rokok Kretek Indonesia)” Review of International Relations. Vol,
2 No, 1(2020). 42.
5
Dony Prananda. “Sejarah dan Perkembangan Perdagangan Bebas Internasional” Dharmasisya Jurnal
Program Magister Hukum FHUI. Vol, 2 Article, 14 (2023). 1224.
6
Ledy Diana. “Perdagangan Pakaian Bekas Impor Mengapa Masih Marak Terjadi?” Riau Law Journal.
Vol, 3 No, 2 (2019). 297.
4

Hal ini juga dikuatkan dengan peraturan di negara Indonesia sendiri, yakni Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan; Peraturan Menteri Keuangan Nomor
178/PMK.04/2019 Tahun 2019 tentang Penyelesaian terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak
Dikuasai, Barang yang Dikuasai Negara, dan Barang yang Menjadi Milik Negara; Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang
Impor; dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang
Cipta Kerja yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2023.

Di antara alasannya, karena dapat merugikan industry dalam negeri, dan dinilai bisa
berdampak nyata terhadap pelaku UKM di Indonesia.

Sedangkan dalam Hukum Ekonomi Syariahnya, ada beragam pendapat, seperti dari Buya
Yahya yang memakruhkan, lantaran ketidaktahuan kita akan asal bahan yang digunakan.7

Kemudian dari Ust. Adi Hidayat menekankan pembeli untuk memerhatikan asal bahan
dari barang impor bekas tersebut, apakah dari barang halal atau haram, kemudian
memerhatikan proses impornya apakah mengandung unsur penipuan dan riba atau tidak. Jadi,
barang bekas impor tersebut akan berstatus haram, jika dalam proses impornya berlangsung
ilegal, seperti penyelundupan atau penipuan.8

Ada juga yang membolehkan karena dinilai memberikan banyak maslahat bagi
masyarakat, berdasarkan perspektif maslahah mursalah menurut Abdul Wahab Khalaf, karena
bisa menjadi alternatif berpakaian, lahan kesempatan kerja baru, peduli lingkungan karena
mengurangi limbah, ladan panen uang, wadah menggali ilmu baru tentang fesyen.9

Berikutnya ada juga yang melarang berdasarkan perspektif maqashid syariah, sehingga
menjual barang thrift impor dinilai menyalahi tujuan syariah menjaga harta karena dapat
merugikan industri dalam negeri.10

F. Organisasi Perdagangan dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah

Organisasi perdagangan merupakan sarana bagi sebuah negara Islam untuk melakukan
pertukaran barang dan jasa internasional. Perdagangan internasional merupakan elemen
penting dari isu kontemporer. Membuka perdagangan dengan berbagai negara di dunia akan
memberikan keuntungan dan membawa pertumbuhan ekonomi dalam negeri, seperti berupa
pengaruh yang ditimbulkan terhadap alokasi sumber daya dan efisiensi.

7
Rifan Aditya, “Hukum Bisnis Thrift dalam Islam Menurut Ulama, Dilarang atau Tidak?” Suara, 16
Maret, 2023, https://www.suara.com/news/2023/03/16/155635/hukum-bisnis-thrift-dalam-islam-menurut-ulama-
dilarang-atau-tidak.
8
Ilham Maulana, “Membeli Baju Bekas Impor atau Thrifting, Halal atau Haram? Ini Kata Ustaz Adi
Hidayat,” Jurnal Soreang, 05 Agustus, 2021, https://jurnalsoreang.pikiran-rakyat.com/khazanah/pr-
1012338513/membeli-baju-bekas-impor-atau-thrifting-halal-atau-haram-ini-kata-ustaz-adi-hidayat?page=2.
9
M. Rofiul Husni, Skripsi: Analisis Maslahah Mursalah dan Permendag Nomor 51 Tahun 2015 terhadap
Praktik Jual Beli Pakaian Bekas (Thrift Shop) Impor di Akun Ig @dodolan_second, (Surabaya: UINSA, 2022),
Hal. 63.
10
Atika Indriyaningsih Marfuah, Skripsi: Jual Beli Online Pakaian Bekas Impor pada Aplikasi Shopee
Menurut Hukum Islam, (Jakarta: UIN Syahid, 2022), Hal. 57.
5

Sebelum barat menemukan aturan-aturan dalam perdagangan internasional, Islam


sudah membuat rambu-rambu negara dalam muammalah ekspor-impor. Ulama besar yang
bernama Abu Ubaid bin Salam bin Miskin bin Zaid al-Azdi (774-838M) adalah yang pertama
memotret kegiatan perdagangan ekspor impor saat zaman Rasulullah SAW, khulafaur
Rasyidin, para sahabat dan tabiin tabiut tabiin. Perdagangangan Internasional adalah
perdagangan yang terjadi melewati batas-batas negara, dan pelakunya tidak hanya berbentuk
individual namun juga institusi negara.

Islam memiliki nilai dan konsep yang berbeda dengan pandangan atau konsep ekonomi
kapitalisme. Kebaikan dan konsep maslahah menjadi satu titik pijak dalam memandang setiap
permasalahan. Bahkan dalam masalah-masalah perdagangan internasional, Islam memandang
dalam setiap segi.

Dari segi yang pertama, Islam melihat dan memberikan rambu-rambu perdagangan
internasional tidak hanya pada aspek komoditi semata namun juga pada subjek pelaku
perdagangan. Dalam permasalahan perdagangan baik itu domestik atau pada tataran
Internasional, Islam memusatkan perhatiannya pada subjek pelaku perdagangan.

Dari segi yang kedua, Perdagangan internasional, Islam mengikuti kebijakan politik
luar negeri Islam. Pada zaman Islam negara-negara yang berada diluar darul Islam dianggap
sebagai darul harbi. Meskipun dalam perjalanannya darul harbi dibagi menjadi dua yaitu darul
fi’lan, maka benar-benar negara tersebut secara nyata melakukan perlawanan terhadap negara
Islam. Namun darul harbi hukman, secara de facto tidak melakukan perlawanan.

Teori dari Abu Ubaid mengatakan bahwa konsep eskpor dan impor dalam perdagangan
internasional dari segi hukum memliki sistem yang didasari pada syariat Islam yang
berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadits, melakukan transaksi jual-beli dengan usaha yang
halal dan baik, Selain mendapat keuntungan juga memerhatikan kemakmuran dan kebahagiaan
hidup dunia kahirat.

Abu Ubaid menetapkan sistem pembagian besar tariff untuk kaum muslimin 2,5%, Ahli
Dzimmi 5% dan Kafir Harbi 10%. Konsep ekspor dan impor di dalam perdagangan
internasional tetap dalam pengawasan negara seperti kebijakan- kebijakan yang di terapkan.

Di dalam ekonomi Islam, negara Islam dilarang untuk mengambil tariff kepada sesama
negara Islam. Jika transaksi perdagangan internasional itu dilakukan oleh negara Islam dan
negara nonIslam maka diberlakukan tarif sebesar Usyr atau 10%. Sistem pembayaran dalam
Islam juga mengacu pada emas dan perak atau dinar dan dirham, serta komoditas atau barang
yang diperjual belikan harus halal.

Perdagangan internasional atau jual beli yaitu transaksi yang dilakukan oleh pihak
pembeli dan penjual atas suatu barang dan jasa yang menjadi objek tarnsaksi jual beli dalam
sejarah Islam, praktik perdagangan internasional telah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW
dengan membawa barang bawaannya hingga ke negeri Syam, inilah bukti bahwa dalam
Ekonomi Islam perdagangan internasional yang telah berjalan selama ini pada umumnya tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam.

Pedagangan Intenasional dalam literatur Islam yaitu yang pertama, Aktivitas


perdagangan merupakan hal yang mubah. Akan tetapi karena perdagangan internasional
melibatkan negara dan juga warga negara asing, maka negara Islam dalam hal ini khilafah,
6

bertanggung jawab untuk mengontrol, mengendalikan dan mengaturnya sesuai dengan


ketentuan syariah.

Kedua, Seluruh barang yang halal pada dasarnya dapat diperniagakan ke negara lain.
Meski demikian ekspor komoditi tertentu dapat dilarang oleh khilafah jika menurut ijtihadnya
bisa memberikan dharar bagi negara Islam.

Ketiga, Hukum perdagangan iternasional dalam Islam disandarkan pada


kewarganegaraan pedagang (pemilik barang), bukan pada asal barang. Jika pemilik barang
adalah warga negara Islam, baik Muslim maupun kafir dzimmi, maka barang yang di impor
tidak boleh dikenai cukai. Rosulullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang
memungut cukai”, namun jika barang yang masuk ke wilayah negara Islam adalah milik warga
negara asing, maka barang tersebut dikenakan cukai sebesar nilai yang dikenakan negara asing
tersebut terhadap warga negara Islam atau sesuai kesepakatan perjanjian anatara negara Islam
dengan negara asing tersebut.

Negara Islam tidak mengenal politik luar negeri bebas aktif. sehingga memberlakukan
hubungan perang dengan kafir harbi fi’lan. Haram menjalin hubungan diplomatik, kerja sama
ekonomi, pendidikan, perdagangan dan militer dengan negara mereka. Termasuk kerja sama
investasi dan hutang luar negeri. Negara Islam menutup celah penguasaan umat muslim atas
umat lain.11

Adapun terhadap kafir harbi hukman boleh diberlakukan kerja sama bilateral sesuai isi
teks-teks perjanjian. Hanya saja, dalam ekonomi, tidak boleh menjual senjata atau sarana
militer jika dapat memperkuat militer mereka untuk mengalahkan umat Islam. Adapun
investasi dan hutang luar negeri tidak bisa dibaca kecuali sebagai metode penjajahan negara
kafir harbi terhadap kaum muslimin.12

Perdagangan dari negara kafir mu’ahid (negara kafir yang memiiki perjanjian damai
dengan negara Islam), ketika memasuki wilayah negara Islam akan diperlakukan sesuai isi
perjanjian yang disepakati antara kedua belah pihak.13

11
Ahmad Andre, Amir Haziq, dan Nuhbatul Basyariah. “Kerja Sama Ekonomi Global Antarnegara:
Pendekatan Normatif Historis Perspektif Ekonomi Islamm,” Youth & Islamic Economic Journal. Vol, 2 No, 2
(2021). 45.
12
Dian Eliasari, “Investasi Kepemilikan Umum, Untuk Siapa?” Radar Bontang, 10 Mei, 2023,
https://radarbontang.com/investasi-kepemilikan-umum-untuk-siapa/.
13
Linda Melati Oktavia, Skripsi: Pengaruh Ekspor dan Impor terhadap Utang Luar Negeri Indonesia
dalam perspektif ekonomi Islam Tahun 2013–2017, (Lampung: UINRIL, 2019), Hal. 28
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

1. Organisasi perdagangan adalah badan, lembaga, atau struktur yang dibentuk untuk
mengatur, memfasilitasi, dan mempromosikan kegiatan perdagangan antara negara
atau entitas ekonomi.

2. Perspektif Hukum Ekonomi Syariah dalam Organisasi Perdagangan mengacu kepada


status negara yang dilakukan kerja sama:

a. Daulah muahidah (negara yang mempunyai perjanjian dengan negara Islam)


sehingga bisa bekerja sama.

b. Ad-dawlah al-kafirah al-harbiyah al-muhâribah bi al-fi’li (negara kafir harbi yang


benar-benar sedang memerangi umat Islam secara nyata), maka hukum
interaksinya adalah perang.

c. Ad-dawlah al-kâfirah alharbiyah ghayru al-muharibah bi al-fi’li (negara kafir


harbi yang tidak sedang terlibat perang secara nyata dengan umat Islam) maka
hukum interaksinya diperbolehkan secara terbatas.

7
Daftar Pustaka

Ahmad Andre, Amir Haziq, dan Nuhbatul Basyariah. “Kerja Sama Ekonomi Global
Antarnegara: Pendekatan Normatif Historis Perspektif Ekonomi Islamm,” Youth &
Islamic Economic Journal. Vol, 2 No, 2 (2021).

Atika Indriyaningsih Marfuah, Skripsi: Jual Beli Online Pakaian Bekas Impor pada Aplikasi
Shopee Menurut Hukum Islam, (Jakarta: UIN Syahid, 2022).

Dian Eliasari, “Investasi Kepemilikan Umum, Untuk Siapa?” Radar Bontang, 10 Mei, 2023,
https://radarbontang.com/investasi-kepemilikan-umum-untuk-siapa/.

Dony Prananda. “Sejarah dan Perkembangan Perdagangan Bebas Internasional” Dharmasisya


Jurnal Program Magister Hukum FHUI. Vol, 2 Article, 14 (2023).

Farahdiba Rahma Bachtiar. “Peran WTO dalam Membangun Penegakan Hukum Internasional
terhadap Proteksionisme (Studi Kasus: Sengketa Dagang Rokok Kretek Indonesia)”
Review of International Relations. Vol, 2 No, 1(2020).

Ilham Maulana, “Membeli Baju Bekas Impor atau Thrifting, Halal atau Haram? Ini Kata Ustaz
Adi Hidayat,” Jurnal Soreang, 05 Agustus, 2021, https://jurnalsoreang.pikiran-
rakyat.com/khazanah/pr-1012338513/membeli-baju-bekas-impor-atau-thrifting-halal-
atau-haram-ini-kata-ustaz-adi-hidayat?page=2.

Kalim Siddiqui. “International Trade, WTO and Economic Development” World Review of
Political Economy. Vol, 7 No, 4 (2016).

Kardiyat Wiharyanto. “Proses Berdirinya ASEAN” Jurnal Historia Vitae. Vol, 24 No, 2 (2010).

Ledy Diana. “Perdagangan Pakaian Bekas Impor Mengapa Masih Marak Terjadi?” Riau Law
Journal. Vol, 3 No, 2 (2019).

Linda Melati Oktavia, Skripsi: Pengaruh Ekspor dan Impor terhadap Utang Luar Negeri
Indonesia dalam perspektif ekonomi Islam Tahun 2013–2017, (Lampung: UINRIL,
2019).

M. Rofiul Husni, Skripsi: Analisis Maslahah Mursalah dan Permendag Nomor 51 Tahun 2015
terhadap Praktik Jual Beli Pakaian Bekas (Thrift Shop) Impor di Akun Ig
@dodolan_second, (Surabaya: UINSA, 2022).

Nada Najiha. “WTO in History: a Ticking Bomb” Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. Vol, 8 No,
5 (2021).

Rifan Aditya, “Hukum Bisnis Thrift dalam Islam Menurut Ulama, Dilarang atau Tidak?” Suara,
16 Maret, 2023, https://www.suara.com/news/2023/03/16/155635/hukum-bisnis-thrift-
dalam-islam-menurut-ulama-dilarang-atau-tidak.

Anda mungkin juga menyukai