Anda di halaman 1dari 6

Nama : Luluk Nafilatur Rizqi

NBI : 1111900051

Mata Kuliah / Kelas : Analisis Kebijakan Publik / Kelas R

RESUME AGENDA SETTING

Agenda Setting merupakan tahap yang paling kritis dalam proses kebijakan adalah agenda
setting. Agenda setting adalah suatu tahap sebelum perumusan kebijakan dilahirkan, yaitu
bagaimana isu-isu (issues) itu muncul pada agenda pemerintah yang perlu ditindaklanjuti
berupa tindakan-tindakan pemerintah. Banyak isu yang masuk ke pemerintah, yang diharapkan
agar pemerintah segera mengambil tindakan, ternyata pemerintah tidak bertindak sesuai
dengan keinginan masyarakat.

Seperti yang telah dibahas dalam sistem kebijakan, isu-isu atau masalah-masalah itu dapat
timbul karena keinginan atau desakan dari masyarakat. Tetapi dalam kenyataannya, sebelum
masalah-masalah tersebut dipertimbangkan untuk dipecahkan,harus melalui suatu proses yang
kompleks. Pada dasarnya, agenda setting adalah tentang pengenalan masalah, yang dihadapi
oleh instansi-instansi pemerintah.

Sedangkan mengenai pengertian agenda, John Kingdon (Howlettand Ramesh, 195),


mengemukakan bahwa agenda setting adalah suatu daftar subyek atau masalah di mana para
pejabat pemerintah dari masyarakat diluar pemerintah yang ada kaitannya dengan pejabat
tersebut, memberikan perhatian pada masalah tersebut”. Suatu agenda pemerintah tidak harus
dipandang sebagai suatu daftar formal dari berbagai masalah yang harus dibicarakan oleh
pembuat kebijakan, tetapi agenda pemerintah tersebut semata-mata menggambarkan masalah
masalah atau isu-isu yang dihadapi oleh pembuat kebijakan. (Islamy, 2001).

Cobb and Elder (Islamy 2001 Howlett and Ramesh 1995), membedakan antara “Systemic
Agenda” dan “Governmental Agenda”. Systemic Agenda (agenda sistemik) terdiri atas isu- isu
yang dipandang secara umum oleh anggota-anggota masyarakat politik sebagai pantas
mendapat perhatian dari pemerintah dan mencakup masalah-masalah yang berada dalam
kewenangan sah setiap tingkat pemerintahan masing-masing.

Menurut Cobb and Elder, ada tiga prasyarat agar isu (policy Issue) itu dapat masuk dalam
agenda sistemik, yaitu:
1. Isu itu memperoleh perhatian yang luas atau sekurang- kurangnya menumbuhkan
kesadaran masyarakat.
2. Adanya persepsi atau pandangan masyarakat bahwa perlu dilakukan beberapa tindakan
untuk memecahkan masalah itu.
3. Adanya persepsi yang sama dari masyarakat bahwa masalahitu merupakan kewajiban dan
tanggungjawab yang sah daripemerintah untuk memecahkannya.

Sedangkan Governmental Agenda‖ (Agenda Pemerintah) adalah serangkaian masalah yang


secara eksplisit memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang aktif dan serius dari
pembuatkebijakan yang sah. Agenda pemerintah ini mempunyai sifat yangkhas dan terbatas
jumlahnya. Kemudian timbul pertanyaan, mengapa beberapa masalah masyarakat dapat masuk
agenda pemerintah, sedangkan beberapa masalah masyarakat lain tidak?

Menurut Cobb and Elder (Howlett and Ramesh, 1995), hal-hal tersebut dapat terjadi, karena
masalah-masalah dalam masyarakat begitu banyak sehingga para pembuat kebijakan akan
memilih dan merencanakan masalah-masalah mana yang menurut mereka perlu mendapat
prioritas utama untuk diperhatikan secara serius. Kalau sebagian besar pembuat kebijakan
sepaham bahwa prioritas perlu diberikan kepada masalah-masalah tertentu, maka Policy issue
tersebut segera dapat dimasukkan ke dalam agenda pemerintah.

Anderson (Islamy, 2001), mengemukakan adanya beberapa faktor yang dapat menyebabkan
permasalahan masyarakat dapat masuk ke dalam agenda pemerintah, yaitu:

a. Apabila terdapat ancaman terhadap keseimbangan antar kelompok, maka kelompok -


kelompok tersebut akan mengadakan reaksi dan menuntut adanya tindakan pemerintah,
untuk mengatasi ketidakseimbangan tersebut. Sebagai contoh, kelompok pengusaha kecil
yang merasa terdesak oleh pengusaha besar dan kuat (konglomerat).
b. Para pemimpin politik dapat menjadi faktor penting dalam penyusunan agenda
pemerintah. Para pemimpin politik, karena didorong adanya pertimbangan politik dan
karena memperhatikan kepentingan umum, selalu memperhatikan masalahmasalah
masyarakat dan mengusulkan upaya-upayapemecahannya. Sebagai contoh, karena adanya
krisis moneter (krismon), yang mengakibatkan banyak karyawan kena PHK dan
pengangguran meningkat, maka para pemimpin politik mendesak pemerintah untuk segera
mengurangi dampakkrismon tersebut.
c. Timbulnya krisis atau peristiwa luar biasa dapat menyebabkansuatu masalah masuk ke
dalam agenda pemerintah. Sebagai contoh, masalah-masalah ekonomi, politik. sosial dan
keamanan yang mengakibatkan bentrokan etnis dan agama, mengakibatkan pembuat
kebijakan segera memasukannya kedalam agenda pemerintah.
d. Adanya gerakan-gerakan protes, termasuk tindakan kekerasan, merupakan salah satu
penyebab yang dapat menarik perhatian pembuat kebijakan dan memasukannya kedalam
agenda pemerintah. Sebagai contoh, adanya protes dari kelompok kelompok ter- tentu,
termasuk kelompok-kelompok mahasiswa terhadap penculikan para aktivis mahasiswa
maka pemerintah kemudian segera memasukan masalah tersebut ke dalam agenda
pemerintah. Proses memasukkan masalah-masalah ke dalam agenda pemerintah bukanlah
pekerjaan ringan dan merupakan kegiatan yang kompleks, karena tidak semua pembuat
kebijakan menaruh perhatian yang sama terhadap masalah tersebut. Terjadi konflik
kepentingan-kepentingan di antarapara aktor kebijakan, mengenai dapat atau tidaknya
masalah-masalah tersebut masuk kedalam agenda pemerintah.

CONTOH KEBIJAKAN PUBLIK:

Relaksasi Ketentuan Impor Alat Kesehatan Untuk Keperluan Penanganan COVID-19


Berupa Pembebasan Dari Kewajiban Izin Edar Atau Special Access Scheme (SAS).

Melalui penerbitan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 7 tahun 2020 dan Keputusan Menteri
Kesehatan nomor HK.01.07 tahun 2020 yang mengatur relaksasi beberapa komoditas alat
kesehatan untuk keperluan penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Sebelumnya,
impor alat kesehatan secara umum berlaku ketentuan pembatasan atau harus memiliki
perizinan impor berupa izin edar atau Special Access Scheme (SAS) dari Kementerian
Kesehatan.

Dengan diterbitkannya aturan atau kebijakan ini, maka alat kesehatan, alat kesehatan
diagnostik in vitro, dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang digunakan untuk
penanggulangan Covid-19 yang tercantum dalam peraturan tersebut di atas diberikan relaksasi
yaitu tidak lagi wajib izin edar atau SAS. Melainkan hanya cukup dengan rekomendasi
pengecualian izin dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Penerbitan aturan
ini sejalan dengan kebijakan Presiden dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 yang
tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 9 Tahun 2020 tentang
Perubahan atas Keputusan Presiden nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Covid-19.

Pemohon dapat memilih menu Pengajuan Rekomendasi BNPB. Setelah itu, pemohon dapat
mengisi formulir serta mengunggah dokumen persyaratan sesuai dengan jenis permohonan.
Untuk selanjutnya, pemohon cukup memantau status pengajuan rekomendasi melalui fitur
Tracking Pengajuan Rekomendasi BNPB di laman resmi INSW. Setelah proses analisis selesai,
sistem akan menerbitkan persetujuan atau penolakan pengajuan rekomendasi.

Untuk barang tujuan non komersial, jika rekomendasi telah terbit dari BNPB, pemohon
menyerahkan rekomendasi BNPB tersebut kepada Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai/Kantor
Wilayah Bea Cukai tempat pemasukan atau Direktorat Fasilitas Kepabeanan untuk
Pembebasan Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak Impor.

Bea Cukai kemudian akan menindaklanjuti sesuai syarat yang ditetapkan dengan menerbitkan
Surat Keputusan Menteri Keuangan (SKMK) tentang Pembebasan Bea Masuk, Cukai, dan/atau
Pajak Impor.

Pemohon setelah itu mengajukan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) kepada kantor
pabean tempat pemasukan barang dengan mencantumkan nomor dan tanggal SKMK serta
nomor dan tanggal rekomendasi BNPB sebagai izin pengecualian ketentuan tata niaga impor.

Setelah seluruh kewajiban pabean dipenuhi, pemohon akan mendapatkan Surat Pemberitahuan
Pengeluaran Barang (SPPB) sebagai dokumen pengeluaran barang impor.

Untuk barang tujuan komersial, jika rekomendasi telah terbit dari BNPB, pemohon cukup
mengajukan dokumen PIB kepada kantor pabean tempat pemasukan barang dengan
mencantumkan nomor dan tanggal rekomendasi BNPB sebagai izin pengecualian ketentuan
tata niaga impor.

Setelah seluruh kewajiban pabean dipenuhi, pemohon akan mendapatkan Surat Pemberitahuan
Pengeluaran Barang (SPPB) sebagai dokumen pengeluaran barang impor.
Bagi masyarakat yang membutuhkan informasi lebih lanjut mengenai pelayanan impor barang
untuk penanggulangan Covid-19, dapat menghubungi BNPB di nomor 021-51010112 /
51010117 atau Contact Center Bea Cukai 1500225 atau melalui live web chat di bit.ly/bravobc.

Untuk barang tujuan non komersial, jika rekomendasi telah terbit dari BNPB, pemohon
menyerahkan rekomendasi BNPB tersebut kepada Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai/Kantor
Wilayah Bea Cukai tempat pemasukan atau Direktorat Fasilitas Kepabeanan untuk
Pembebasan Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak Impor.

Bea Cukai kemudian akan menindaklanjuti sesuai syarat yang ditetapkan dengan menerbitkan
Surat Keputusan Menteri Keuangan (SKMK) tentang Pembebasan Bea Masuk, Cukai, dan/atau
Pajak Impor.

Pemohon setelah itu mengajukan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) kepada kantor
pabean tempat pemasukan barang dengan mencantumkan nomor dan tanggal SKMK serta
nomor dan tanggal rekomendasi BNPB sebagai izin pengecualian ketentuan tata niaga impor.

Setelah seluruh kewajiban pabean dipenuhi, pemohon akan mendapatkan Surat Pemberitahuan
Pengeluaran Barang (SPPB) sebagai dokumen pengeluaran barang impor.

Untuk barang tujuan komersial, jika rekomendasi telah terbit dari BNPB, pemohon cukup
mengajukan dokumen PIB kepada kantor pabean tempat pemasukan barang dengan
mencantumkan nomor dan tanggal rekomendasi BNPB sebagai izin pengecualian ketentuan
tata niaga impor.

Setelah seluruh kewajiban pabean dipenuhi, pemohon akan mendapatkan Surat Pemberitahuan
Pengeluaran Barang (SPPB) sebagai dokumen pengeluaran barang impor.

Bagi masyarakat yang membutuhkan informasi lebih lanjut mengenai pelayanan impor barang
untuk penanggulangan Covid-19, dapat menghubungi BNPB di nomor 021-51010112 /
51010117 atau Contact Center Bea Cukai 1500225 atau melalui live web chat di bit.ly/bravobc.

Berdasarkan agenda settingnya, menurut saya kebijakan tersebut telah berhasil dengan mencari
dan memberikan solusi terbaik terhadap permasalahan utama yang dihadapi yakni “Impor alat
kesehatan secara umum berlaku ketentuan pembatasan atau harus memiliki perizinan impor
berupa izin edar atau Special Access Scheme (SAS) dari Kementerian Kesehatan” .
Sekarang dengan adanya aturan atau kebijakan tersebut, maka dalam melakukan edar alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang digunakan untuk menanggulangi
Covid-19 diberikan relaksasi yaitu tidak lagi wajib izin edar atau SAS. Melainkan hanya cukup
dengan rekomendasi pengecualian izin dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB).

Anda mungkin juga menyukai