Anda di halaman 1dari 10

HUSNA FAIDZI

20172024

1. KONSEP DASAR PENYAKIT

a.Pengertian

Pneumonia merupakan penyakit peradangan paru dan sistem pernafasan dimana alveoli
membengkak dan terjadi penimbunan cairan. Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam
faktor, meliputi infeksi bakteri, virus, jamur, atau parasit. Pneumonia juga dapat diakibatkan oleh
bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru, atau secara tak langsung dari penyakit lain
seperti kanker paru atau penyalahgunaan alkohol. Gejala khas pneumonia dapat berupa batuk
berdahak kemerahan serta lekosotosis, nyeri pleural, demam menggigil, sesak nafas atau
gabungan dari beberapa gejala tersebut. Serangan pada pneumonia biasanya tidak mendadak,
khususnya pada orang tua dan hasil dari foto thoraks dapat memberikan gambaran awal dari
pneumonia.

Pneumonia adalah peradangan pada satu atau kedua paru. Penyakit ini menyebabkan
penumpukan cairan atau nanah dalam kantong udara kecil di paru-paru (alveolus).Adanya cairan
atau nanah tersebut kemudian memicu gejala pneumonia berupa batuk berdahak, demam,
menggigil, dan kesulitan bernapas.

Pneumonia adalah peradangan akut pada parenkim paru, bronkiolus respiratorius dan alveoli,
menimbulkan konsolidasi jaringan paru sehingga dapat mengganggu pertukaran oksigen dan
karbon dioksida di paru-paru.3 Pada perkembangannya , berdasarkan tempat terjadinya infeksi,
dikenal dua bentuk pneumonia, yaitu pneumonia-masyarakat (community-acquired
pneumonia/CAP), apabila infeksinya terjadi di masyarakat; dan pneumonia-RS atau pneumonia
nosokomial (hospital-acquired pneumonia/HAP), bila infeksinya didapat di rumah sakit.
Pneumonia-masyarakat (community-acquired pneumonia) adalah pneumonia yang terjadi akibat
infeksi diluar rumah sakit , sedangkan pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang terjadi
>48 jam atau lebih setelah dirawat di rumah sakit, baik di ruang rawat umum ataupun di ICU
tetapi tidak sedang menggunakan ventilator. Pneumonia berhubungan dengan penggunaan
ventilator (ventilator-acquired pneumonia/VAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah 4872 jam
atau lebih setelah intubasi tracheal. Pneumonia yang didapat di pusat perawatan kesehatan
(healthcare-associated pneumonia) adalah pasien yangdirawat olehperawatan akut di rumah sakit
selama 2 hari atau lebih dalam waktu 90 hari dari proses infeksi, tinggal dirumah perawatan
(nursing home atau longterm care facility), mendapatkan antibiotik intravena, kemoterapi, atau
perawatan luka dalam waktu 30 hari proses infeksi ataupun datang ke klinik rumah sakit atau
klinik hemodialisa.
Hariadi (2010) membuat klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemilogi serta letak
anatomi.

a. Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologi

1) Pneumonia Komunitas (PK) adalah pneumonia infeksius pada seseorang yang tidak menjalani
rawat inap di rumah sakit.

2) Pneumonia Nosokomial (PN) adalah pneumonia yang diperoleh selama perawatan di rumah
sakit atau sesudahnya karena penyakit lain atau prosedur.

3) Pneumonia aspirasi disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari lambung, baik ketika makan
atau setelah muntah. Hasil inflamasi pada paru bukan merupakan infeksi tetapi dapat menjadi
infeksi karena bahan teraspirasi mungkin mengandung bakteri aerobic atau penyebab lain dari
pneumonia.

4) Pneumonia pada penderita immunocompromised adalah pneumonia yang terjadi pada


penderita yang mempunyai daya tahan tubuh lemah.

b. Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak anatomi

1) Pneumonia lobaris

Pneumonia lobaris melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih lobus paru.
Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”.

2) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

Bronkopneumonia terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat
mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya.

3) Pneumonia interstisial

Proses implamasi yang terjadi di dalam dinding alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial
serta interlobular (Wong, 2004).

DARI JURNAL KESEHATAN KEMENKES RI, Poltekkes kemenkes Riau, karya tulis
ilmiah SLAMET SURYONO TAHUN 2020
b. Penyebab dan Faktor Pencetus

Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh infeksi, akan tetapi dapat juga disebabkan oleh
bahan-bahan lain, sehingga dikenal:

1. Pneumonia terkait Lipid : oleh karena aspirasi minyak mineral.

2. Pneumonia terkait Kimiawi (chemical Pneumonitis) : Inhalasi bahan bahan organic atau uap
kimia seperti Berillium.

3. Extrinsic allergic alveolitis : inhalasi bahan-bahan debu yang mengandung allergen, seperti
spora aktinomisetis termofilik.

4. Pneumonia terkait obat : Nitrofurantoin, Busulfan, Metotreksat.

5. Pneumonia terkait radiasi.

6. Pneumonia dengan penyebab tidak jelas : Desquamative interstitial pneumonia, Eosinofilic


pneumonia.

Menurut Amin dan Hardhi (2015), penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan sering
disebabkan oleh streptoccuspneumonia, melalui selang infus oleh staphylococcus aureus
sedangkan pada pemakaian ventilator oleh peruginosa dan enterobacter, dan masa kini terjadi
karena perubahan keadaan pasien seperti kekebalan tubuh dan penyakit kronis, polusi lingkungan
dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Setelah masuk keparu-paru organisme
bermultiplikasi dan jika telah berhasil \mengalahkan mekanisme pertahan paru, terjadi
pneumonia.

Selain diatas penyebab terjadinya pneumonia sesuai penggolongannya (Asih & Effendy, 2014)
yaitu:

1. Bakteri

Diplococcus pneumonia, pneumococcus, streptokokus hemolyticus, Streptokoccusaureus,


Hemaphilus Influenza, Mycobacterum Tuberkolosis, Bacillus Fre

2. Virus

Respiratory Syncytial virus, Adeno virus, V.Sitomegalitik, V. Influenza.

3. Mycoplasma Pneumonia

4. Jamur

HistoplasmaCapsulatum, Cryptococcus Neuroformans, Blastomyces Dermatitisdes,


Coccidosdies Immitis, Aspergilus Species, Candida Albicans.
5. Aspirasi

Makanan, Kerosene (bensin, minyak tanah), Cairan Amnion, Benda Asing.

6. Pneumonia Hipostatik.

7. Sindrom Loeffer.

Faktor risiko untuk VAP dapat dibagi menjadi 3 kategori :

1. Terkait penjamu

2. Terkait perangkat

3. Terkait pengguna perangkat

Penyebab paling sering pneumonia yang didapat dari masyarakat dan nosokomial:

a. Yang didapat di masyarakat:


Streeptococcus pneumonia, Mycoplasma pneumonia, Hemophilus influenza, Legionella
pneumophila, chlamydia pneumonia, anaerob oral, adenovirus, influenza tipe A dan B.

b. Yang didapat di rumah sakit: basil usus gram negative

(E. coli, Klebsiella pneumonia), Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, anaerob


oral.

DARI JURNAL KESEHATAN KEMENKES RI, Poltekkes kemenkes Riau, karya tulis
ilmiah SLAMET SURYONO TAHUN 2020
c. Patofisiologi

Patogen yang sampai ke trakea berasal dari aspirasi bahan yang ada di orofaring, kebocoran
melalui mulut saluran endotrakeal, inhalasi dan sumber patogen yang mengalami kolonisasi di
pipa endotrakeal. Faktor risiko pada inang dan terapi yaitu pemberian antibiotik, penyakit
penyerta yang berat, dan tindakan invansif pada saluran nafas.3Faktor resiko kritis adalah
ventilasi mekanik >48jam, lama perawatan di ICU. Faktor predisposisi lain seperti pada pasien
dengan imunodefisien menyebabkan tidak adanya pertahanan terhadap kuman patogen akibatnya
terjadi kolonisasi di paru dan menyebabkan infeksi.Proses infeksi dimana patogen tersebut
masuk ke saluran nafas bagian bawah setelah dapat melewati mekanisme pertahanan inang
berupa daya tahan mekanik ( epitel,cilia, dan mukosa), pertahanan humoral (antibodi dan
komplemen) dan seluler (leukosit, makrofag, limfosit dan sitokinin). Kemudian infeksi
menyebabkan peradangan membran paru ( bagian dari sawar-udara alveoli) sehingga cairan
plasma dan sel darah merah dari kapiler masuk. Hal ini menyebabkan rasio ventilasi perfusi
menurun, saturasi oksigen menurun. Pada pemeriksaan dapat diketahui bahwa paru-paru akan
dipenuhi sel radang dan cairan , dimana sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk
membunuhpatogen, akan tetapi dengan adanya dahak dan fungsi paru menurun akan
mengakibatkan kesulitan bernafas, dapat terjadi sianosis, asidosis respiratorik dan kematian.

Mikroorganisme mencapai paru melalui beberapa jalur, yaitu:

1. Ketika individu yang terinfeksi batuk, bersin, atau berbicara, mikroorganisme dilepaskan
ke dalam udara dan terhirup oleh orang lain.
2. Mikroorganisme dapat juga terinspirasi denganaerosol dari peralatan terapi pernapasan
yang terkontaminasi.
3. Pada individu yang sakit atau hygiene giginya buruk, flora normal orofaring dapat
menjadi patogenik.
4. Staphilococccus dan bakteri garam negatif dapat menyebar melalui sirkulasi dari infeksi
sistemik, sepsis, atau jarum obat IV yang terkontaminasi. (Asih & Effendy, 2014).

DARI JURNAL KESEHATAN KEMENKES RI, Poltekkes kemenkes Riau, karya tulis
ilmiah SLAMET SURYONO TAHUN 2020
D. Manifestasi Klinis

Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non
produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit
dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada
yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau
penarikan dinding dada bagian bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil
fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura,
ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub.

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Radiologi Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan


penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan diagnosis pneumonia. Gambaran radiologis
dapat berupa infiltrat sampai konsoludasi dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik dan
intertisial serta gambaran kavitas.
2. Laboratorium Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000 /ul, Leukosit
polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula ditemukanleukopenia. Hitung
jenis menunjukkan shift to the left, dan LED meningkat.
3. Mikrobiologi Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah untuk
mengetahui adanya S. pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi antigen polisakarida
pneumokokkus.
4. Analisa Gas Darah Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan
parsial karbondioksida (PCO2) menurun dan pada stadium lanjut menunjukkan asidosis
respiratorik.

Menurut Amin dan Hardhi (2015), pemeriksaan penunjang


pneumonia adalah:
1. Sinar X : mengidentifikasikan distribusi structural (missal: lobar, bronchial dapa juga
menyatakan abses)
2. Biopsi paru : untuk menetapkan diagnose
3. Pemeriksaan kultur, sputum, dan darah : untuk dapat mengindentifikasi semua organisme yang
ada
4. Pemeriksaan serologi : membantu dalam membedakan diagnose organisme khusus
5. Pemeriksaan fungsi paru : untuk mengetahui paruparu, menetapkan luas berat penyakit dan
membantu diagnosis keadaan
6. Spiometrik static : untuk mengkaji jumlah udara yang aspirasi
7. Bronkoskop : untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing

f. Penatalaksanaan Pneumonia
Pada prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah memberikan antibiotik tertentu
terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian antibitotik bertujuan untuk
memberikan terapi kausal terhadap kuman penyebab infeksi, akan tetapi sebelum
antibiotika definitif diberikan antibiotik empiris dan terapi suportif perlu diberikan untuk
menjaga kondisi pasien.Terapi antibiotika empiris menggambarkan tebakan terbaik
berdasarkan pada klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil
mikrobiologis umumnya tidak tersedia selama 12-72 jam. Maka dari itu membedakan
jenis pneumonia (CAP atau HAP) dan tingkat keparahan berdasarkan kondisi klinis
pasien dan faktor predisposisi sangatlah penting, karena akan menentukan pilihan
antibiotika empirik yang akan diberikan kepada pasien.16 Tindakan suportif meliputi
oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa (SaO2 > 92%) dan resusitasi cairan
intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non
invasif (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu (continous positive airway
pressure), atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas. Bila demam atau
nyeri pleuritik dapat diberikan antipiretik analgesik serta dapat diberika mukolitik atau
ekspektoran untuk mengurangi dahak.
1. Pilihan Antibiotika Dalam memilih antibiotika yang tepat harus dipertimbangkan
faktor sensitivitas bakteri terhadap antibiotika, keadaan tubuh pasien, dan faktor biaya
pengobatan. Pada infeksi pneumonia (CAP dan HAP) seringkali harus segera
diberikan antibiotika sementara sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologik.
Pemilihan ini harus didasarkan pada pengalaman empiris yang rasional berdasarkan
perkiraan etiologi yang paling mungkin serta antibiotika terbaik untuk infeksi
tersebut. Memilih antibiotika yang didasarkan pada luas spektrum kerjanya tidak
dibenarkan karena hasil terapi tidaklebih unggul daripada hasil terapi dengan
antibiotika berspektrum sempit, sedangkan superinfeksi lebih sering terjadi dengan
antibiotika berspektrum luas. Berdasarkan atas panduan penatalaksanaan pasien
dengan CAP oleh American Thoracic Society (ATS), untuk pasien yang memerlukan
perawatan di rumah sakit dengan penyakit kardiopulmoner dengan atau tanpa faktor
modifikasi, terapi yang dianjurkan adalah terapi dengan golongan β-lactam
(cefotaxim, ceftriaxon, ampicillin/sulbactam, dosis tinggi ampicillin intravena)
yang dikombinasi dengan makrolide atau doksisiklin oral atau intravena, atau
pemberian fluroquinolon antipneumococcal intravena saja. Begitu juga panduan
penatalaksanaan yang dikeluarkan oleh Infectious Diseases Society of America
(IDSA) menganjurkan pemberian cephalosporin ditambah makrolide atau βlactam/β-
lactamase inhibitor ditambah makrolide atau fluroquinolon saja.

2. Penatalaksanaan yang baik terhadap bakteriemik streptococcal pneumonia akan


secara signifikan menurunkan angka kematian pasien CAP. Terdapat isu penting
tentang penggunaan dual terapi meningkatkan outcome yang lebih baik dibandingkan
denganmonoterapi pada pasien CAP. Dual terapi yang dimaksud adalah kombinasi
antara regimen yang terdiri dari antibiotika β-lactam, makrolide, atau fluroquinolon.
Sedangkan monoterapi yang dimaksud adalah penggunaan golongan β-lactam atau
fluoroquinolon sebagai agen tunggal.

Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per oral
dan tetap tinggal dirumah. Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau
dengan penyakit jantung atau penyakit paru lainnya, harus dirawat antibiotik diberikan
melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat
bantu nafas mekanik.

g. Penatalaksanaan keperawatan

Selanjutnya menurut Amin dan Hardhi (2015), kebanyakan penderita akan memberikan respon
terhadap pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu. Penatalaksanaan umum
yang dapat diberikan antara lain:
1. Oksigen 1-2 L/menit.
2. IVFD dekstosen 10%: NaCI 0,9%=3:1, + KCI 10 mEq/500 mI cairan.
Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
3. Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastric dengan feeding drip.
4. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
Penetalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab,
antibiotic diberikan sesuai hasil kultur.
Untuk kasus pneumonia community based:
1. Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
2. Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital based:
1. Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
2. Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.

Tatalaksana pasien yang menjalani rawat jalan antara lain:


1. Istirahat di tempat tidur
2. Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
3. Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
4. Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
5. Pemberian antibiotika kurang dari 8 jam, dengan pilihan terapi empiris antara lain:
Pada pasien yang sebelumnya sehat, tidak mendapatkan terapi antibiotika dapat diberikan
macrolide atau doxicyclin. Sedangkan pada pasien dengan riwayat antibiotika
sebelumnya diberikan golongan fluorokuinolon tunggal atau golongan beta laktam +
makrolid generasi terbaru.

h. Komplikasi Pneumonia

Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan komplikasi. Akan
tetapi, beberapa pasien, khususnya kelompok pasien risiko tinggi, mungkin mengalami
beberapa komplikasi seperti bakteremia (sepsis), abses paru, efusi pleura, dan kesulitan
bernapas. Bakteremia dapat terjadi pada pasien jika bakteri yang menginfeksi paru masuk
ke dalam aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ lain, yang berpotensi
menyebabkan kegagalan organ. Pada 10% pneumonia pneumokokkus dengan bakteremia
dijumpai terdapat komplikasi ektrapulmoner berupa meningitis, arthritis, endokarditis,
perikarditis, peritonitis, dan empiema. Pneumonia juga dapat menyebabkan akumulasi
cairan pada rongga pleura atau biasa disebut dengan efusi pleura. Efusi pleura pada
pneumonia umumnya bersifat eksudatif. Pada klinis sekitar 5% kasus efusi pleura yang
disebabkan oleh P. pneumoniae dengan jumlah cairan yang sedikit dan sifatnya sesaat
(efusi parapneumonik). Efusi pleura eksudatif yang mengandung mikroorganisme dalam
jumlah banyak beserta dengan nanah disebut empiema. Jika sudah terjadi empiema maka
cairan perlu di drainage menggunakan chest tube atau dengan pembedahan.

Menurut Suzanne dan Brenda (2013), komplikasi pneumonia menyebabkan hipotensi dan
syok, gagal pernapasan, atelektasis, efusi pleura, delirium, superinfeksi dan adhesi.

Beberapa kelompok orang yang lebih beresiko mengalami komplikasi, seperti lansia dan
balita. Sejumlah komplikasi pneumonia yang dapat terjadi adalah:
1. Infeksi aliran darah.
Infeksi aliran darah atau bakterimia terjadi akibat adanya bakteri yang masuk ke dalam
aliran darah dan menyebarkan infesi ke organ-organ lain.
2. Abses paru atau paru bernanah.
Abses paru dapat ditangani dengan antibiotik, namun terkadang juga membutuhkan
tindakan medis untuk membuang nanahnya.
3. Efusi Pleura.
Kondisi di mana cairan memenuhi ruang yang menyelimuti paru-paru.

Anda mungkin juga menyukai