Anda di halaman 1dari 18

Al Muhafidz: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Vol. 1 No. 1, (2021), pp. 23-40

Karakteristik Tafsir fi Zhilal Al-Qur’an

Mohammad Zaedi*
*Universitas Wiralodra Indramayu
Email: zaidim620@gmail.com

Abstrac

Tafsir fi Zhilal Quran was written in the range of 1952 to 1965. He had time to revise the first
thirteen juz of his interpretation during his long detention1. This interpretation led Sayid Qutub
to explore the various moral messages of Islam that were conveyed through Muhammad's
treatises, which strengthened faith and could provide a perfect ideological foundation. It was so
phenomenal that Sayid Qutub wrote a fi dzilal al-quran interpretation, with its unique methods
and characteristics, rich in literary and social language in his dakwa, inviting and inviting in a
beautiful language style.Sayid qutub can complete his Tafsir in prison with enthusiasm and
enthusiasm in writing his tafsir, with the aspiration to provide the best legacy for future generatio

Abstrak

Tafsir fi Zhilal Quran ditulis dalam rentang antara tahun 1952 sampai tahun 1965. Beliau sempat
merivisi ketiga belas juz pertama tafsirnya semasa penahanannya yang panjang.1 Tafsir ini
membawa Sayid Qutub menjelajahi berbagai pesan moral Islam yang diemban melalui risalah
Muhammad Saw, menguatkan Iman dan dapat menjadikan fondasi ideologi yang sempurna.
Begitu fenomenalnya Sayid Qutub menulis tafsir fi dzilal al-quran, dengan metode dan
karakteristiknya yang khas kaya akan bahasa satra dan social dalam dakwanya, menyeru dan
mengajak dengan gaya bahasa yang indah. Sayid qutub dapat menyelesaikan Tafsirnya dalam
penjara dengan antusias dan semangat dalam menulis karya tafsirnya, dengan cita-cita untuk
memberikan waritsan yang terbaik untuk generasi yang akan datang.

Kata Kunci : Fi Dzilal Al-Quran, Karakteristik, Tafsir

1
Muhammad Zhirzin, Jihad menurut Sayid Qutub, (Solo, Ira Intermedia, 2001) h.134

23
Al Muhafidz: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 1, No.1, Februari 2021
Mohammad Zaidi, Karakteristik Tafsir fi Zhilal Al-Qur’an

Pendahuluan gerak alam semesta yang diciptakan-Nya.


Tafsir Sayid Qutub, Fi Dzilal Quran, Karakteristik tafsir Fi Dzilal begitu
merupakan sebuah tafsir kontemporer yang fenomenal, dari segi bahasa dan sastranta
unik. Ia menduduki posisi yang pokok serta implemtasi dalam ijtima’i nya.
dimata kaum muslimin. Fi Dzilal Quran
merupakan barisan depan dari buktu-buku Pembahasan
Sayid Qutub serta paling banyak tersebar di
lapangan ilmiah dan amaliah Islam. Sayid Qutub hidup dibawah naungan
Sayid Qutub memilih judul pada al-qur’an, menyaksikan wujud ini jauh lebih
tafsir fi zhilal quran, mengapa beliau besar ketimbang tampak luarnya yang
memilih judul itu untuk tafsirnya? Apakah tersaksikan, lebih besar dalam hakikatnya,
judul tersebut memiliki hubungan dengan lebih besar dalam berbagai aspeknya. Ia
kehidupan Sayid Qutub yang dialaminya adalah alam gaib dan alam nyata, bukan
dengan Al-qur’an? Apakah judul itu alam nyata belaka. Ia adalah dunia dan
mempunyai keterkaitan dengan pendapatnya akhirat, bukan dunia semata-mata.
mengenai nilai-nilai sentimental dan nilai- Kehadiran manusia tak lain hanyalah
nilai ekspresioneisme dalam karya sastra? merupakan kelanjutan dalam hamparan
dan apakah judul ini mrmpunyai hubungan perjalanan yang amat panjang. Kematian
dengan pandangannya tentang peran bukanlah akhir perjalanan akan tetapi
naungan lafal-lafal dan ungkapan-ungkapan merupakan fase dalam perjalanan itu. Apa
mengenai makna-maknanya dalam karya yang dicapai manusia dimuka bumi ini
sastra?.2 bukanlah kesuluruhan perolehannya, tetapi
Sayid Qutub menulis dalam hanya bagian kecil darinya. Balasan yang
muqadimah tafsirnya, bahwa hidup dibawah luput dari dirinya disini, tak akan luput di
naungan al-qur’an dengan mencermati dan alam sana. Karena tidak ada lagi
menikmati konsep tentang wujud yang kezhaliman, tidak ada lagi yang dirugikan
demikian sempurna, lengkap tinggi dan dan tidak ada lagi yang disia-siakan. Hanya
jernih, tentang tuuan semua wujud, tujuan saja perlu disadari bahwa fase yang dilalui
eksistensi manusia. Saya bandingkan dengan manusia di atas planet ini tidak lain
berbagai konsepsi jahiliyah yang dijalani hanyalah merupakan perjalanan di suatu
manusia baik di timur, barat, utara ataupun jagat raya yang hidup dan menyenangkan,
selatan. Saya bertanya bagaimana manusia alam yang bersahabat dan akrab, alam yang
hidup dalam kubangan busuk , dilapisan punya roh, yang memberi dan merespon,
bawah yang nista, dalam kegelapan yang alam yang menuju kepada pencipta yang
amat pekat, padahal mereka memilki maha Esa yang menjadi arah tujuan ruh
ruangan yang bersih, punya tangga yang seorang mukmin.5
tinggi dan cahaya yang terang bernderang. 3 ‫وهلل يسجد من ىف السموات واالرض طوعا وكرها وظالهلم‬
Sayid Qutub, menulis fi zhilal
.‫باغدو واالصال‬
ّ
merasakan bahwa, keharmonisan yang amat
indah antara gerak kehidupan, manusia Kepada Allah-lah sujud apa yang
sebagaimana yang di kehendaki Allah dan ada dilangit dan di bumi, suka atau duka,
berikut bayang-bayangnya, tiap pagi dan
petang.6
2
Salah Abd Fatah Al-Khalidi, Pengantar memahami
tafsir fi zhilal Al-qur’an, (Solo, Intermedia, 1987)
cet.I, h.107.
3 5
Sayid Qutub, Tafsir Fi Zhilal Quran, (Bairut, Darul Ibid, h. 4
6
Marifah,1971) h, 3 QS. 13 : 15
42
‫واذا سويته ونفخت فيه من ّروحى فقعواله سجدين‬ tidak terjangkau oleh kemampuan otak
manusia. Hidup di bawah naunan al-qur’an
Maka bila Aku sempurnakan
jiwanya tenang, perasaannya tentram, dan
kejadiannya, Aku tiupkan ruh-Ku, lalu dia
hatinya damai. Ia menyaksikan kekuasaan
menelungkup sujud kepada-Nya7.
Allah pada setiap peristiwa dan urusan. Ia
‫نسبح له السمؤت السبع ؤاالض ؤمن فيهن ؤان من شىء‬ merasakan pengaruh responsif terhadap
‫االيسبح حبمده ؤلكن التفقهون تسبيحهم انه كان‬ sifat-sifat dan perbuatan-Nya.11
Sayyid Qutub sampai pada
‫حليما غفورا‬ kesimpulan bahwa tidak ada kedamaian di
“Langit yang tujuh, bumi serta bumi, ketenangan dalam hidup,
segala isinya bertasbih kepada Allah. Dan ketenteraman atas jiwa manusia, ketinggian
tak ada satupun melainkan bertasbih dan keberkatan serta kesucian bagi umur,
dengan memuji-Nya.8 dan keterpaduan antara hukum alam dengan
‫اّن جاعل ىف االرض خليفة‬
ّ ‫واذقال ربك للملئكة‬
fitrah manusia yang hidup, kecuali dengan
kembali kepada Allah. Kembali kepada
Dan ketika Rabb-Mu berkata kepada Allah sebagaimana ia hayati di dalam
malaikat : Sesungguhnya Aku akan naungan al-qur’an ialah dengan
menciptakan khalifah dimuka bumi. mengembalikan seluruh hidup dan
‫وسخر لكم ما ىف السموت وماىف االرض مجيعا‬ kehidupan ini kepada satu jalan yang telah
Dan persiapkan untuk kamu sekalian digariskan Allah untuk manusia dalam
apa yang ada di langit dan apa yang ada di kitab-Nya yang agung yaitu al-qur’an,
bumi semuanya.9 menerima dan melaksanakan ketentuan-
ketentuan ajarannya tentang segala aspek
Oleh karenanya limpahan kemuliaan kehidupan. Jika tidak, maka kerusakanlah
dan ketinggian yang diberikan kepada yang terjadi di bumi, kesengsaraan,
manusia ini, Allah menjadikan ikatan yang kebinasaan dalam lumpur kesesatan, dan
bisa menghimpun manusia yaitu ikatan yang kejahiliahan yang menghamba kepada hawa
bersumber dari tiupan ilahiyyah yang mulia. nafsu selain Allah. Berhukum pada manhaj
Dia menjadikannya sebagai ikatan aqidah Allah di dalam Kitab-Nya bukanlah perkara
Allah. Aqidah inilah yang menjadi tanah air, sunah, atau alternatif yang boleh dipilih
kebangsaan, dan keluarga orang mukmin, mana suka, tetapi ia merupakan pilihan iman
maka atas dasar aqidah ini manusia bias atau tidak beriman. Ini perkara prinsip,
bersatu, tidak seperti binatang ternak yang perkara kebahagiaan atau penderitaan.
berhimpun atas dasar rumput, padang Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang
gembalaan dan kawanan.10 tidak dapat menyembuhkan penyakitnya
sendiri, melainkan dengan obat yang datang
Dalam naungan Al-Quran Sayyid dari kekuasaan-Nya dan menurut resep yang
Quthb mengetahui bahwa di alam ini tidak dibuat-Nya. Allah-lah pembuat kunci segala
berlaku istilah kebetulan dan tidak pula yang tertutup dan pembuat obat bagi setiap
pengertian bebas lepas sama sekali. Setiap penyakit. Akan tetapi kebanyakan manusia
perkara mengandung hikmah, tetapi hikmah tidak mau memeriksakan diri penyakitnya
yang ghaib dan yang mendalam itu kadang kepada penyembuh yang membuat obatnya.
Manusia tidak mau berkonsultasi langsung
7 kepada-Nya dalam kasus kejiwaannya dan
QS. 15 : 29
8
QS. 2 : 30
9
QS. 45 : 13
10 11
Sayid, op.cit. h.4 Muhammad Zhirzin, h.138

25
Al Muhafidz: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 1, No.1, Februari 2021
Mohammad Zaidi, Karakteristik Tafsir fi Zhilal Al-Qur’an

tidak juga dalam problema kemanusiaannya, bisa bersahabat dan berkawan dengannya
atau dalam urusan kebahagiaan dan sebagaimana seorang teman dapat
kesengsaraannya.12 bersahabat dan berkawan dengan
Sayyid Quthb memilihkan untuk sahabatnya. Adapun penilaian Sayyid Quthb
tafsirnya judul yang sensasional, Fi Zhilalil terhadap penafsir lain, beliau mengkritik
Quran. Pemutlakan nama ini atas tafsir penafsir yang didorong oleh semangat
tersebut bukanlah sesuatu yang tiba-tiba apologi atau pembelaan atas Islam, juga
begitu saja atau suatu kebetulan. Akan tetapi penafsiran yang memberikan kedudukan
ia memiliki bayangan dalam diri dan akal lebih dari proporsinya di depan wahyu.
eksistensinya, serta inspirasi-inspirasi dalam Menurut Sayyid Quthb, sesungguhnya
perasaannya. Karena bayangan inilah Sayyid menerima otoritas wahyu tidak berarti
menamakan tafsirnya Zhilal. Melalui mendepak akal, melarangnya memahami
judulnya ini Sayyid Quthb hendak apa yang memang patut dipahaminya,
mengatakan kepada kita bahwa diiringi dengan sikap pasrah terhadap apa
sesungguhnya ayat-ayat Al-Quran itu yang di luar jangkauannya. Akal bukanlah
mempunyai naungan yang rindang di balik pemegang keputusan terakhir, sebab selagi
makna-maknanya. Di dalam naungan ini nash jelas, maka maknanya pun jelas pula.
banyak terdapat inspirasi-inspirasi Al- Seharusnya akal menerima ketetapan-
Quran, petunjuk-petunjuknya, dan ketetapan nash berdasarkan nash tersebut.
bimbingan-bimbingannya yang harus benar- Sayyid Qutub berkeyakinan bahwa jika al-
benar mendapat perhatian. Inspirasi- qur’an berisi pesan buat umat manusia,
inspirasi, petunjuk-petunjuk, dan arahan- maka manusia harus mengimplementasikan
arahan ini tidak akan bisa ditangkap kecuali pesan tersebut dalam kehidupannya.
melalui perhatian terhadap naungan- Agar lebih mengenal inspirasi-
naungan ayat. Dan tidak ada yang bisa inpirasi judul ini, Fi Zhilal Al-qur’an pada
memperhatikannya kecuali seorang diri Sayid yang menamakan tafsirnya
pengkaji yang bisa merasakan, yang dapat demikian, maka kita harus menjelaskan
menangkapnya dengan perasaannya yang hubungan antara dirinya dengan nilai-nilai
tajam, khayalan yang aktif, terbuka untuk perasaan dan nilai-nilai pengungkapan
menerima naungan itu, serta kehidupannya, dalam karya sastra. Juga hubungannya
besertanya dan di dalamnya. Sebenarnya dengan pendapatnya mengenai naungan
dengan pilihannya terhadap judul yang lafal-lafal dan ungkapan-ungkapan serta
inspiratif ini Sayyid hendak memikul tugas perannya didalam menunjukkan makna yang
ini, siap menerima inspirasi-inspirasi ini, integral bagi karya sastra. Dan Sayid
hidup dengan naungan itu, serta hendak berpendapat dalam bukunya, An-Naqd Al-
menjelaskan kepada manusia sebagian dari Adaby Ushuluhu wa manhijuhu, bahwa
apa yang dirasakannya, dan sesuatu dari karya sastra merupakan suatu kesatuan yang
inspirasi-inspirasi, bayangan-bayangan, dan tersusun dari perasaan dan ungkapan. Ia
petunjuk-petunjuk itu. Disebabkan oleh merupakan sebuah kesatuan yang
perhatian beliau terhadap naungan itu serta mempunyai dua periode yang berurutan
kehidupan beliau dengannya, maka beliau dalam hal eksistensi berdasarkan analogi
akhirnya melihat Al-Quran itu seakan perasaan. Dan analogi sastra, keduanya
merupakan wujud yang hidup yang memiliki bersatu dalam bungkus eksistensi.13
segala sifat makhluk hidup, sehingga beliau

12 13
Ibid Shalah Abd Fatah, op.cit. h.109
42
Adapun nilai-nilai perasaan atau sastra, karena beliau telah bisa melampaui
yang disebut makna konsepsi dalam teori lafal dan teori makna, menuju teori
terminologi para kritikus Islam, ia membawa ilustrasi dan bayangan. Lafal dan makna
karakter personal kepribadian bagi memiliki peran dalam kritik sastra serta
sastrawan, yang tidak akan dipisahkan oleh pengaruh dalam karya sastra, akan tetapi ia
pemiliknya dari waktu-kewaktu. Nilai-nilai bukan segalanya. Ilustrasi yang
perasaan yang lebih pesifik menurutnya digambarkan oleh lafal-lafal dan ungkapn-
beliau adalah karakteritik dalam perasaan, ungkapan, serta bayangan yang
sejauhmana kedalaman dan kelengkapan diberikannya itu mempunyai peran
hubungannya dengan alam dan kehidupan, mendasar dalam karya sastra, serta pengaruh
sehatnya perasaan serta kebenaran langsung terhadap kefasihan dan
hubungan. Melihat adanya keterikatan erat penelitiannya.16
antara nilai perasaan dan nilai-nilai Untuk mengetahui gambaran
ungkapan, maka yang terakhir akan mengenai pengaruh ilustrasi dan bayangan
memberikan pengaruh dalam bentuk mengenai petunjuk lafal-lafal, kehidupan,
pemindahan nilai-nilai perasaan kepada dan pengaruhnya, maka Sayid Qutub
pihak lain sesuai dengan metode yang menampilkan contoh-contoh dan ayat-ayat
digunakan untuk memecahkannya. Sebab, al-qur’an yang lafal di dalamnya terpisah
fungsi pengungkapan dalam sastra tidak dengan suatu gambaran, apakah dengan
berhenti pada petunjuk maknawi bagi lafal- suaranya yang disampaikan ke dalam
lagal dan ungkapan-ungkpan. Bahkan telinga, atau dengan bayangannya yang
ditambahkan juga kepadanya efek-efek lain disampaikan ke dalam khayalan, atau
yang bisa melengkapi penampilan seni, yang dengan suara dan bayangan secara
merupakan bagian mendasar dari ungkapan bersamaan. Sayid menjelaskan adanya
sastra. Efek-efek ini adalah irama kata-kata keindahan, ilustrasi serta pengaruh yang ada
dan ungkapan-ungkapan, serta ilustrasi- di dalamnya, beliau menulisnya dalam suatu
ilustrasi dan bayangan yang dipancarkan buku, At-Tashwir Al-Fanni fil Quran.17
oleh lafal dan ungkapan-ungkapan sebagai Jika demikian, maka balaghah
tambahan atas makna pikiran, kemudian (kefasihan) lafal-lafal dan ungkapan-
sebagai cara mengambil topic dan ungkapan tidak hanya tersimpan pada lafal
perjalanan di dalamnya.14 saja, atau dalam makna saja, ataupun pada
Ungkapan (ekspresi) itu selalu kedua-duanya saja. Akan tetapi ia terdapat
mengikuti perasaan serta terikat dengannya. pada keduanya dan juga pada unsure-unsur
Nilai ungkapan tidak hanya tersembunyi lainnya yang signifikan dan fundamental,
dalam lafal-lafal atau makna-maknanya saja, yaitu ilustrasi, bayangan dan irama.
ebrdasarkan perbedaan pendapat antara Pendapat Sayid Qutub mengenai unsur-
orang-orang terdahulu seputar lafal dan unsur muatan sastra bagi karya sastra. Untuk
makna, maka di antara keduanya memiliki mengetahui sejauhmana perhatian Sayid
keistimewaan dan keutamaan. Akan tetapi terhadap ilustrasi dan bayangan, sejauhmana
ditambahkan pula kepada keduanya berupa penilaian dan konsentrasi beliau terhadap-
irama, gambaran dan bayangan.15 nya, serta seruan beliau mengenai keharusan
Sesungguhnya Sayid Qutub hampir untuk mengamatinya, unsur-unsur itu adalah
menjadi pemilik teori yang unik dalam kritik :

14 16
Ibid, h.110 Ibid, h. 114
15 17
Ibid, h. 113 Ibid, h.113

27
Al Muhafidz: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 1, No.1, Februari 2021
Mohammad Zaidi, Karakteristik Tafsir fi Zhilal Al-Qur’an

1. Ungkapan makna-makna bahasa bagi hendak memikul tugas ini, menerima


lafal-lafal. inspirasi-inspirasi ini, hidup dengan naungan
2. Petunjuk maknawi yang lahir dari itu, serta hendak menjelaskan kepada
pertemuan lafal-lafal dan susunannya manusia sebagian dari apa yang dirasakan
dalam sususnan tertentu. olehnya, dan sesuatu dari inspirasi-inspirasi,
3. Irama (ritme) yang lahir dari bayangan-bayangan, dan petunjuk-petunjuk.
akumulasi irama-irama lafal yang Sesungguhnya alam wujud ini tidak
harmonis antara sebagian dengan diserahkan begitu saja kepada hukum-
sebagian yang lain. hukum yang berjalan secara otomatis, bisu
4. Ilustrasi dan bayangan yang dan tuli. Tetapi di balik hukum-hukum itu
disebarkan oleh lafal-lafal yang selalu ada kehendak (iradah) yang mengatur
tersusun dalam ungkapan. dan keinginan yang mutlak, Allah
5. Metode pendekatan tematis, atau menciptakan dan memilih apa saja yang
gaya.18 dikehendaki-Nya. Demikian pula Sayid
Qutub mendapatkan pelajaran bahwa tangan
Oleh karenanya, melihat paparan Allah itu bekerja, tetapi bekerja dengan
yang telah dijelaskan diatas, Sayid Qutub cara-Nya yang khas. Dan Sayid
lebih memilihkan untuk tafsirnya judul yang mendapatkan pelajaran juga bahwa kita
sensasional, Fi Zhilal Quran. Pemutlakan tidak punya hak untuk mendesak dan
nama ini atas tafsir tersebut bukanlah mengusulkan sesuatu kepada Allah. Karena
sesuatu yang tiba-tiba begitu saja atau manhaj Ilahi,sepreti tanpak jelas di bawah
sesuatu kebetulan. Akan tetapi ia memilki naungan al-qur’an, dibuat untuk
bayangan dalam diri dan ekisitensinya, serta diaplikasikan dalam setiap lingkungan,
inspirasi-inspirasi dalam perasaannya.19 dalam setiap fase perkembangan manusia,
Sayid Qutub mengatakan tentang judul ini, dan dalam setiap kondisi kejiwaan manusia
bahwa sesungguhnya ayat-ayat al-qur’an itu yang baku. Manhaj Ilahi di buat untuk
mempunyai naungan yang rindang di balik manusia yang hidup dimuka bumi, dengan
makna-maknanya. Di dalam naungan ini mempertimbangkan fitrah, potensi, berbagai
banyak terdapat inspirasi-inspirasi al-qur’an, kesiapan, kekuatan dan kelemahan manusia,
petunjuk-petunjuknya dan bimbingan- disamping memperhatikan berbagai
bimbingannya yang harus benar-benar perubahan keadaan manusia yang mungkin
mendapat perhatian. Inspirasi-inpirasi, dialaminya.20
petunujuk-petunjuk dan arahan-arahan ini ‫ولن جتد لسنّة اهلل تبديال‬
tidak bisa ditangkap kecuali melalui
perhatian terhadap naungan-naungan ayat. Dan tidak akan kamu temui
Dan tidak ada yang bisa memperhatikannya sunnatullah itu mengalami perubahan.21
kecuali seorang pengkaji yang bisa
Kebenaran dalam manhaj Allah
merasakan, yang dapat menangkapnya
adalah merupakan dasar dalam membangun
dengan perasaannya yang tajam,
alam wujud ini, bukan dibangun secara acak
khayalannya yang aktif, terbuka untuk
dan tidak pula atas dasar kebetulan tanpa
menerima naungan itu, serta kehidupannya.
tujuan. Sesungguhnya Allah adalah al-haq.
Sebenarnya dengan pilihannya terhadap
judul yang inspiratif ini, Sayid Qutub

18 20
Ibid h. 115 Sayid Qutub. Op.cit. h. 7
19 21
Ibid QS.33 : 62
42
Dari wujud-Nya yang maha tinggi tidak menghendaki tafsir untuk tafsir, dalam
bersumber segala yang ada.21 arti bahwa beliau tidak menjadikan tafsir
‫ذلك بأ ّن اهلل هواحلق وا ّن ما يدعون من دونه الباطل وا ّن اهلل‬ sebagai tujuan. Beliau menjadikan tafsir
sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang
‫العلى الكبري‬
ّ ‫هو‬ mulia dan sebagai instrumen untuk
Yang demikian itu karena menggapai sasaran yang luhur yang ingin
sesungguhnya Allah adalah al-haq, dan beliau wujudkan di alam pemikiran dan
sesungguhnya Allah maha tinggi lagi maha konsepsi serta di dunia pendidikan dan
besar.22 pergerakan.
Sebelum penulis sampaikan
Selama menjalani kehidupan periodesasi penulisan tafsir fi zhilal,
dibawah naungan al-qur’an sayid Qutub dijelaskan terlebih dahulu tujuan dari
sampai pada keyakinan yang pasti dan tegas penulisan tafsir tersebut. Tujuan mendasar
bahwa tidak ada kebaikan bagi bumi ini, Al-Quran yang mesti diwujudkan dalam diri
tidak ada kedamaina bagi umat manusia, individu dan jamaah, umat maupun
tidak ada ketenangan bagi manusia ini, tidak masyarakat, di dalam dunia pemikiran dan
ada martabat, keberkahan dan kesucian, konsepsi, serta di alam kehidupan dan
tidak ada keharmonisan bersama sunnah- gerakan. Di kemukakannya tujuan mendasar
sunnah kauniyah dan fitrah kehidupan, al-qur’an ini adalah untuk mengetahui
kecuali dengan kembali kepada Allah.23 tujuan-tujuan mendasar tafsir Sayyid Quthb
Dengan demikian cukup banyak dalam Zhilalnya, yakni pertama, apakah
Sayid kutub menggambarkan fenomena Sayyid Qutub di dalam penafsirannya
kehidupan di bawah naungan al-qur’an menjadikan al-qur’an sebagai tujuannya,
dengan landasan nash-nash yang qot’i, kedua, Apakah tujuan tersebut sejalan
inspirasi-inspirasi, petunjuk-petunjuk dan dengan tujuan-tujuan al-qur’an yang
arahan-arahan, menyebabkan merenungkan mendasar, ketiga, Apakah dengan tujuan
bayangan al-qur’an dapat menjelaskannya tersebut, Zhilal telah menunaikan fungsi
sesuai dengan karakter tafsir fi zhilal itu yang dituntut dalam kehidupan Islam
sendiri. kontemporer ? Adapun Tujuan Al-Quran
yang fundamental teringkas sebagai berikut
A. Periode Penafsiran fi Zhilal :
Al-Qur’an 1. Memberikan petunjuk kebaikan di
dunia maupun akhirat kepada manusia,
Ketika Sayyid Quthb mulai mengenalkan kepadanya segala yang
menafsirkan al-quran untuk disampaikan akan mewujudkan hal itu,
kepada orang lain, maka beliau mempunyai memperingatkannya dari segala yang
tujuan-tujuan yang hendak beliau wujudkan menyebabkan kesengsaraan, siksaan,
melalui tafsirnya. Tujuan beliau dengan dan kerugian di dunia dan akhirat,
tafsirnya tersebut bukan untuk menambah- serta menggariskan dengan pasti
kan sebuah tafsir baru ke dalam perpus- bahwa hal ini tidak akan terwujud
takaan tafsir al-qur’an yang sudah begitu kecuali dengan menempuh jalan
banyak. Bukan untuk dicantumkannya A0llah yang jelas dan lurus.
beliau dalam tingkatan mufassir, dan juga 2. Membentuk kepribadian Islam yang
integral dan seimbang. Hal itu
21
Sayid Qutub,loc. cit.h. 8 dilakukan dengan mendidik individu
22
QS. 31 ; 30 muslim dengan pendidikan yang
23
Sayid Qutub, h. 8

29
Al Muhafidz: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 1, No.1, Februari 2021
Mohammad Zaidi, Karakteristik Tafsir fi Zhilal Al-Qur’an

universal dan seimbang, membentuk Al-qur’an yang masih tersimpan,


pemikiran-pemikiran dan konsepsi- inspirasi-inspirasi dan sinyal-sinyal,
konsepsinya yang benar, serta serta ilustrasi dan bayangan-
memberikan pengaruh terhadap bayangannya, agar emosi yang
perilaku kehidupannya yang istimewa. muncul secara langsung dapat
Dengan arti lain, menjadikannya terwujud dengan sempurna dan
sebagai gambaran praktik nyata jawaban yang dituntut pun dapat
mengenai prinsip-prinsip al-qur’an dan terwujud pula. Jika tujuan ini telah
nash-nashnya sehingga tampaklah terwujud maka hendaklah mereka
dalam kehidupannya seakan al-qur’an membuang Zhilal untuk kemudian
hidup dan bergerak menerima Al-qur’an secara
3. Menegakan masyarakat Islam dengan langsung. Sayyid menganggap Zhilal
sistem dan nilai yang unik, sebagai suatu kebutuhan mendesak
membangun umat Islam yang bagi generasi muslim dewasa ini
Istimewa dengan karakteristik dan agar dengan ini mereka dapat
keistimewaannya, serta melahirkan mengetahui fungsi Al-qur’an, sebab
generasi qurani rabbani yang unik di generasi sekarang ini tidak hidup
atas kaidah-kaidah khusus berupa secara aktif dan penuh gerak di
pendidikan qurani yang integral. dalam iklim Al-qur’an seperti yang
4. Memimpin umat ini dalam pernah dialami oleh generasi muslim
peperangannya melawan kejahiliyah- pertama.
an, menjelaskan rambu-rambu jalan- 2. Mengenalkan kepada kaum
nya, menjelaskan karakter peperangan, muslimin sekarang ini akan fungai
motivasi-motivasi mereka, menggagal- amaliah harakiah Al-Quran,
kan makar mereka dan menggambar- menjelaskan karakternya yang hidup
kan contoh–contoh mereka, agar umat dan bernuansa jihad,
ini mengerti persoalannya, hidup diatas memperlihatkan kepada mereka
petunjuk, jelas jalannya, serta mengenai metode al-qur’an dalam
mendapatkan kemenangan dalam pergerakan dan jihad melawan
peperangan-peperangannya.24 kejahiliahan, menjelaskan jalan yang
Sedangkan tujuan-tujuan funda- lurus, serta meletakan tangan mereka
mental dari Zhilal itu sendiri adalah sebagai di atas kunci yang dapat mereka
berikut : gunakan untuk mengeluarkan
1. Menghilangkan jurang yang dalam pembendaharaan-pembendaharaan
antara kaum muslimin sekarang yang terpendam. Sayyid
dengan al-qur’an al-karim dan mengatakan,’Kami menekankan ciri
menembus penghalang yang tebal ini di dalam al-qur’an, yaitu ciri
antara hati mereka dengan al-qur’an. realisme dan gerakan. Sebab dalam
Oleh karena itu beliau menganggap pandangan kami ia merupakan
Zhilal sebagai sebuah sarana untuk interaksi dengan kitab al-qur’an ini,
mendekatkan mereka kepada Al- kunci untuk memahaminya dan
qur’an, agar melalui Zhilal itu kunci untuk mengatahui sasaran-
mereka bisa mengetahui sasarannya serta tujuan-tuannya.
pembendaharaan-pembendaharaan Tidak ada jalan lain kecuali harus
menyertakan kondisi , keadan-
keadaan, kebutuhan-kebutuhan dan
24
Shalah abd Fatah, h,124-125
03
tuntutan-tuntutan nyata yang 6. Menjelaskan rambu-rambu jalan
menyertai turunnya nash al-qur’an yang akan ditempuh oleh jamaah
itu. muslim menuju Tuhannya; meng-
3. Membekali orang muslim sekarang gariskan ciri-cirinya; menentukan
dengan petunjuk amaliah tertulis tahapan-tahapanya; memperingatkan
menuju ciri-ciri kepribadian islami dari fitnah, godaan, dan rintangan
yang dituntut, serta menuju ciri-ciri yang ada di dalamnya; mmbekali
masyarakat islami yang qurani. umat dengan berbagai macam bekal
4. Mendidik orang muslim dengan yang harus ada di dalamnya;
pendidikan qurani islami yang menjelaskan adanya kesulitan-
integral; membangun kepribadian kesulitan yang menunggu orang-
islam yang efektif; menjelaskan orang yang menempuh jalan itu;
karakteristik dan ciri-cirinya, menjelaskan musuh-musuh yang
faktor-faktor pembentukan dan ke- mengintai, senjata-senjata, dan
hidupannya, serta pengaruhnya di kelompok-kelompok mereka;
dalam kehidupan nyata; memformat menggambarkan contoh-contoh
kepribadian ini dengan format qurani mereka yang buruk, karakter
dengan segala pemikiran dan permusuhan mereka yang terpendam,
konsepsinya; menjelaskan langkah serta sasaran- sasaran mereka yang
riil kepada orang muslim untuk mengidentifikasikan tabiat dakwah,
memahami Al-quran dan meletakan langkah, metode, dan tujuanya
kedua tangannya di atas kunci mengobati penyakit-penyakit yang
interaksi dengan Al-quran; serta terkadang menimpa para
menjelaskan cara masuk ke alam Al- penempuhnya; menyeru umat untuk
Quran dan menelaah pembenda- menempuhnya; membimbing
haraan-pembendaharaannya yang langkah-langkahnya setahap demi
masih tersimpan mengenai berbagai setahap; mengangkat pandangannya
bidang. dengan syurga dan memurnikannya
5. Menjelaskan ciri-ciri masyarakat secara mutlak demi Tuhannya;
Islami yang dibentuk oleh al-qur’an, memotivasi mereka dengan
mengenalkan asas-asas yang menjadi pembicaraan mengenai mati syahid
pijakan masyarakat islami, dan kedudukan para syuhada;
menggariskan jalan yang bersifat memperkenalkan kepadannya
gerakan dan jihad untuk mem- tentang hakikat kemenangan,
bangunnya, dakwah secara murni karakter dan faktor-faktornya dengan
untuk menegakkanya, membangkit- mengemukakan dalil-dalil tentang
kan hasrat para aktivis untuk meraih apa yang diucapkanya berdasarkan
tujuan ini, menjelaskan secara nash-nash Al-Quran; dan
terperinci mengenai masyarakat mencontohkan Rasulullah saw.dan
islami pertama yang didirikan oleh para sahabat yang mulia untuk para
Rasulullah saw, di atas nash-nash penempuh jalan dakwah dan
Al-Quran, arahan-arahan dan merupakan contoh riil dan teladan
manhaj-manhajnya sebagai bentuk
nyata yang bisa dijadikan teladan,
misal, contoh bagi para aktivis.

31
Al Muhafidz: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 1, No.1, Februari 2021
Mohammad Zaidi, Karakteristik Tafsir fi Zhilal Al-Qur’an

yan hidup untuk diteladani dan episode-episode berikutnya. Sayid


diikuti.25 Qutub mempublikasikan tulisannya
dalammajalah ini sebanyak tujuh
Di antara angan-angan Sayid Qutub, episode dalam tujuh edisi secara
setelah menemukan teori lafal dan teori berurutan.27
makna menuju teori ilustrasi dalam al- 2. Tafsir Zhilal menjelang penangkapan
qur’an, pada akhirnya Sayid Qutub Sayid Qutub, pada akhir episode
mewjudkan angan-angannya serta mampu ketujuh dari episode-episode zhilal,
menunaikan tugas, ketika beliau majalah al-muslimun mengumumkan
menafsirkan al-qur’an, dengan judul Fi pemberhentian tulisan Sayid Qutub
Zhilal Al-qur’an. Dan tafsir yang beliau tulis dalam majalah al-muslimun. Karena
ini menempuh beberapa tahapan atau beliau akan menafsirkan al-qur’an
periode dan mencapai kurang lebih lima secara utuh dalam sebuah kitab tafsir
belas tahun lamanya. Sayid terus tersendiri, yang akan beliau luncurkan
meluangkan waktunya untuk menelah dan dalam juz-juz secara bersambung, yang
meneliti kandungan al-qur’an dari waktu ke akan diterbitkan oleh Dar Ihya Al-
waktu sampai dari periode ke periode. Kutub Al-Arabiyah milik Isa Al-Halabi.
Karena ketika beliau menafsirkan fi zhilal, Sedangkan majalah Al-Muslimun
semangat dan siap menerima apapun ujian mengambil tema lain dengan judul
yang ia hadapi, keluar masuk Nahwa Mujtama’ Islami (menuju
tahanan,bahkan sampai nyawapun beliau masyarakat Islami). Juz pertama dari
lalui. Tafsir Zhilal ini terbit pada bualn
Periode-periode penulisan tafsir fi Oktober 1952. sayid Qutub memenuhi
zhilal al-qur’an adalah sebagai berikut : janjinya kepada para pembaca, sehingga
1. Tafsir fi zhilal dalam majalah al- beliau meluncurkan sart juz dari Zhilal
muslimun,26 sebuah majalah pemikiran setiap dua bulan sekali. Bahkan lebih
Islam yang terbit setiap bulan. Di dalam cepat dari waktu yang ditargetkan. Pada
majalah ini tidak hanya sayid Qutub periode antara Oktober 1952 sampai
menulisnya akan tetapi para pemikir Januari 1954, beliau meluncurkan enam
dunia Islampun benyak mengirimkan belas juz dari tafsir fi zhilal tersebut.
artikel-artikel untuk dimuat dalam Pada periode ini sebenarnya Sayid
majalah tersebut. Dari sinilah Sayid Qutub tidak hanya mencurahkan
Qutub membuka dirinya atas angan- fikirannya untuk menafsirkan al-qur’an.
angan yang terpendam dalam lubuk Akan tetapi beliau senantiasa aktif
hatinya yang dalam, menulis tafsir al- dalam aktivitas dan gerak, berfikir dan
qur’an. Mulailah ia menafsirkan al- menulis, ceramah dan dialog. Karena Ia
qur’an dengan judul Fi Zhilal Al-qur’an senantiasa melaksanakan kewajibanya
(Di Bawah Naungan Al-qur’an). sebagai anggota Ikhwanul Muslimun
Episode pertamanya beliau menulis dan ia mendapat amanah sebagai Ketua
dalam majalah Al-Muslimun edisi seksi penyebaran dakwah, serta
ketiga yang terbit bulan Februari 1952, pemimpin redaksi Koran Al-Ikhwan Al-
dimulai surat Al-Fatihah dan diteruskan Muslimun. Sayid Qutub tidaklah
dengan surat Al-Baqarah dalam menafsirkan al-qur’an dari menara
gading dengan mengasingkan diri dari

25
Ibid. 128 -142
26 27
Shalah Abd. Fatah, h. 54 Ibid,
04
masyarakat, tidaklah bertujuan November 1954, setelah sandiwara
memberikan pengetahuan intelektual Insiden Al-Mansyiyah di Iskandariyah,
yang beku, atau sekedar wawasan yang jamaah ikhwan dituduh berusaha
rasional yang kering atau bergabung melakukan pembunuhan terhadap
mengikuti jalan yang telah ditempuh pemimpin Mesir, Jamal Abdun Nashir,
oleh para mufasir lain dan menambah- beliau pada awal masuk penjara tidak
kan tafsir teoritis kontemporer terhadap melanjutkan menulis fi zhilal akan
tafir-tafsir sebelumnya. Akan tetapi tetapi Sayid Qutub menghadapi
yang dituju oleh Sayid Qutub adalah berbagai macam penyiksaan dari alqjo-
interaksi dengan gerak yang positif algojo28 Jamal Abdun Nasher.
dengan Islam dan dakwah Islam serta Penyikasaan ini mengakibatkan beliau
menyelami al-qur’an dan tafsirnya menderita radang paru-paru yang sangat
sebagai praktik mengamalan dakwah berat, melihat kodisi demikian
yang nyata dan hidup. Hal ini pemerintah terpaksa menunda proes
dimaksudkan oleh Sayid Qutub untuk pengadilan terhadap beliau. Kendati
mengenalkan dan mengajarkan kepada demikian,para algojo penjara belum
masyarakat, para pemuda Islam yang merasa puas,sehingga untuk mengusir
aktif mengenai ide-ide dan pemikiran- beliau, mereka melepaskan anjing-
pemikirannya yang qurani dalam anjing kepolisian yang ganas dan dia
emikiran, dakwah dan harakah. Dan merobek-robek tubuh beliau bila
juga menyeru agar mereka hidup berhenti berlari,29 dan beliau dihadap-
bahagia dibawah naungan al-qur’an, kan ke pengadilan, akhirnya dijatuhi
juga mendapatkan inspirasi-isnpirasi hukuman penjara selama lima belas
dan arahan-arahannya, memahami tahun, penyiksaanpun berhenti, dan
maksud-maksud dan petunjuk- tinggal di penjara Liman Thurrah serta
petunjuknya, serta mengerti metodenya beradaptasi dengan milieu yang baru.
dalam pergerakan dan fungsinya dalam Mulailah beliau konsentrasi kembali
bangunan Islam. melanjutkan menulis tafsir fi zhilal pada
3. Menyempurnakan Tafsir Fi Zhilal juz-juz berikutnya, walaupun peratuan
dalam Penjara, Sayid Qutub berhasil penjara tidak diperbolehkan menulis
menerbitkan enam belas juz dari tafsir atau mengarang, apabila ketahuan maka
zhilal sebelum ia dipenjara. Ia akan lebih berat lagi penyikasaannya,
dimasukkan dalam penjara untuk namun Allah menghendaki tafsir fi
pertama kalinya dan tinggal di dalam zhilal itu ditulis, dan Allahpun
penjara selama tiga bulan, dari bulan melenyapkan rintangan dan hambatan
Januari ampai Maret 1954. Ketika di Sayid Qutub dalam penulisannya.
penjara beliau menyelesaikan dua juz Bahkan dapat dimudahkan untuk
tafsirnya, juz ke tujuh belas dan ke dipublikasikannya. Kisahnya, bahwa
delapan belas. Setelah keluar dari Sayid Qutub sebelumnya telah
penjara ia tidak sempat menulis tafsir fi membuat kontrak atau kesepakatan
zhilal, karena kesibukan aktifitas dengan percetakan Dar Ihya dan Co,
pergerakan dakwahnya bersama jamaah untuk menulis tafsir fi zhilal sebagai
Ikhwanul Muslimun selama tujuh bulan.
Kemudian di jebloskan lagi ke penjara 28
Shalah Abd fatah, 54-59
dengan puluhan ribu personel jamaah 29
Muhammad Sayid Al-Wakili, Pergearakan Islam
Ikhwanul Muslimun pada bulan terbesar abad 14, (Bandung, As-Syamil, 2001) Cet,
I, h. 243

33
Al Muhafidz: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 1, No.1, Februari 2021
Mohammad Zaidi, Karakteristik Tafsir fi Zhilal Al-Qur’an

sebuah kitab tafsir al-qur’an yang utuh. Nas.31 Sayid Qutub memulai penafsirkan
Ketika pemerintah melarang Sayid suatu surat dengan memberikan gambaran
untuk menulis di dalam penjara, maka ringkas kandungan surat yang akan dikaji
pihak penerbit mengajukan tuntutannya secara rinci, dalam permulaan tafsir surat al-
terhadap pemerintah dengan meminta fatihah misalnya, Sayid Qutub
ganti rugi dari nilai tafsir itu sebanyak mengemukakan bahwa dalam surat ini
sepuluh ribu pound, karena pihak tersimpul prinsip-prinsip aqidah Islam,
penerbit mengalami kerugian material konsepsi-konsepsi Islam dan pengarahan-
dari larangan terebut. Akhirnya pengarahannya yang mengidentifikasikan
pemerintah mengijinkan Sayid Qutub hikmah. Dipilihnya surat ini karena sebagai
menyempurnakan tafsirnya di penjara. bacaan yang diulang-ulang dalam setiap
rakaat shalat serta tidak sahnya shalat tanpa
B. Karakteristik Tafsir Fi Zhilal Al- membacanya.32
Qur’an Dalam menafsirkan surat-surat
panjang , Sayid Qutub mengelompokkan
Allah menurunkan Al-qur’an sejumlah ayat sebagai kesatuan, sesuai
kepada Nabi Muhammad untuk me- dengan pean yang terkandung di dalam ayat-
ngeluarkan umat manusia dari kegelapan ayat tersebut. Dalam menafsirkan surat al-
menuju cahaya Islam yang terang baqarah misalnya, beliau menetapkan ayat
benderang, sehingga manusia benar-benar pertama sampai dengan ayat 29 sebagai
menjadi umat pilihan (khoiru ummah), bagian pertama pembalasan. Selanjutnya
yakni umat yang mempunyai keistimewaan beliau menafsirkan ayat 30 sampai dengan
dengan karakteristik tertentu. Juga kaitannya ayat 39, ayat 40 sampai ayat 74, ayat 75
dengan Al-qur’an, bukan hal yang aneh sampai ayat 103 dan seterusnya. Di
apabila para ulama memberi perhatian bandingkan dengan pengelompokkan yang
khusus kepada karakteristik al-qur’an.30 dilakukan oleh Muhammad Abduh dan
Karakteritik yang dimiliki al- Muhammad Rasyid Ridha dalam tafsir Al-
qur’an sangatlah banyak, baik yang Manar misalnya, pengelompokan Sayid
berkaitan dengan keutamaan, kelebihan, Qutub tersebut relative sangat besar. Dalam
kedudukan, gaya bahasa al-qur’an dan lain- Al-Manar, sekolmpok ayat rata-rat terdiri
lain. Secara umum al-qur’an mempunyai dari tiga atau empat ayat. Dan uraian setiap
karakteristik yang universal, diantaranya, kelompok ayat diakhiri dengan kesimpulan.
terpilhara lewat hafalan, sanandnya Dalam menafsirkan ayat, Sayid
bersambung, hanya orang yang suci dapat Qutub menggunakan ayat-ayat Al-qur’an
menyentuhnya maksudnya suci dari kufur sebagai penjelas. Ketika menafsirkan ayat
dan syirik serta suci dari hadats kecil dan ‫ ملك يوم ال ّدين‬misalnya, Sayid Qutub
besar, terpelihara sepanjang masa.31
mengutip surat yang lain seperti :
Sayid Qutub menafsirkan al-qur’an
ayat demi ayat, surat demi surat, dari juz ‫قولن اهلل قل‬
ّ ‫ولئن سألتهم من خلق السموات واالرض لي‬
pertama hingga juz akhir. Dimulai dari surat ‫احلمد هلل بل أكثرهم ال يعلمون‬
Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-
Dan Sesungguhnya jika kamu
tanyakan kepada mereka, siapakan yang
menciptakan langit dan bumi ? tentu mereka
30
Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul Quran
Studi Kompleksitas Al-qur’an, (Yogyakarta, Titian
31
Ilahi Pres, 1996) Cet. I. h.85 Muhammad Zhirzin, h. 143
31 32
Ibid, h. 93-96 Ibid
02
akan menjawab Allah. Katakanlah, segala Al-jauziyah tentang jihad dalam
puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka menafsirkan surat At-Taubah.
tidak mengetahui.33 Sayid Qutub menggunakan sumber
lain selain al-qur’an dan hadits, dalam hal
‫ أء ذا متنا وكنا ترابا ذلك‬. ‫فقال الكفرون هذا شىء عجيب‬ ini perjanjian lama, untuk melengkapi
penafsirannya, ketika menggambarkan sifat
‫بل عجبوا أن جاء هم منذر منهم رجع بعيد‬ Allah yang rahman dan rahim, dibandingkan
dengan tuhan Olympus yang kejam dalam
Mereka tidak menerimanya bahkan tradisi Yunani, beliau juga mengutip
mereka tercengang karena telah datang konsepsi agama lain sebagi bahan
kepada mereka seorang pemberi peringatan perbandingan dengan konsepsi Islam tentu
dari kalangan mereka sendiri, maka mengenai hal yang sama, misalnya tentang
berkatalah orang-orang kafir, ini adalah kesalahan dan taubat dari dosa. Menurut
sesuatu yang amat ajaib, apakah kami keyakinan Nasrani bahwa Yesus disalib
setelah mati dan setelah menjadi tanah kami untuk menebus dosa-dosa anak Adam.
akan hidup kembali ? itu adalah suatu Sayid Qutub melengkapi tafsirnya
pengembalian yang tidak mungkin.34 dengan data tarikh mengenai situasi saat al-
Dan seterusnya, Sayid Qutub ketika qur’an diturunkan. Misalnya dalam
menafsirkan ayat al-qur’an berupa pendahuluan tafsir surat Al-Baqarah, beliau
perumpamaan,maka beliau mencari mengemukakan latar belakang hijrah. Ketika
perumpamaan ayat yang semisal, seprti QS, menafsirkan surat Al-Baqarah ayat 5 sampai
Al-baqarah ayat 26 Ia perumpamakan 86, beliau menguraikan tentang suku Aus
dengan QS, Al-Ankabut ayat 41 dan QS, Al- dan Khazraj yang selalu bermusuhan sejak
Haj ayat 73. Jadi Sayid Qutub menafsirkan dahulu. Beliau juga melengkapi uraian
ayat Al-qur’an yaitu ayat al-qur’an dengan tafsirnya dengan mengemukakan sebab
ayat al-qur’an yang lain dan juga Ayat al- nuzul ayat, misalnya ketika menjelaskan
quran dengan hadits nabi. kandungan surat Al-Anfal ayat 5 –8. Sayid
Sayid Qutub melengkapi tafsirnya Qutub menekankan analisis munasbah,
dengan perkataan sahabat, misalnya keseimbangan dan keserasian dalam surat.
perkataan Ibnu Abbas tentang syirik, dalam Misalnya, uraian tentang Nabi Musa diikuti
mengulas QS. Al-baqarah : 22, perkataan dengan uraian tentang bani Israil,
Umar tentang permohonan penduduk Irak, persesuaian antar pembukaan surat dengan
berkenaan QS Al-Baqarah tentang menepati penutupnya seperti dalam surat Al-baqarah,
janji. Juga Sayid Qutub mengutip pendapat- yang mengutarakan tentang sifat-sifat orang
pendapat para ulama terdahulu, baik dengan beriman dan karakteristik iman.
menyebutkan sumber pengambilannya Sayid Qutub menekankan segi-segi
maupu tidak. Misalnya, Sayid Qutub artistik dalam rangkaian ayat-ayat Al-
mengutip Tafsir Ibnu Katsir mengenai qur’an. Misalnya tentang situasi yang
peristiwa Baiah Aqabah dalam pendahuluan meliputi orang-orang kafir dalam surat Al-
tafsirnya atas surat At-Taubah. Dan Baqarah ayat 17-20, tentang diresapkannya
mengutip tulisan Ibnu Katsir dalam Bidayah dalam hati mereka kecintaan terhadap anak
Wan Nihayah tentang lamanya Nabi tinggal lembu pada surat Al-Baqarah ayat 93. Sayid
di Mekah selama sepuluh tahun, serta Qutub menggunakan analisis bahasa,
mengutip Zadul Ma’ad karya Ibnu Qayim misalnya dalam menjelaskan surat Al-
baqarah ayat 34 tentang Iblis yang berada
33
QS. 31 : 25 diantara malaikat, tetapi bukan dari jenis
34
QS. 50 : 2-3

35
Al Muhafidz: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 1, No.1, Februari 2021
Mohammad Zaidi, Karakteristik Tafsir fi Zhilal Al-Qur’an

malaikat. Sayid Qutub menekankan sabiqah) dan keenam kesatuan tema (al-
pentingnya iman dan dakwah untuk wihdah al-maudhuiyyah) seperti :
menempuh jalan hidup orang-orang 1. Korelasi antar sat surat dengan surat
muttaqin. Hal ini dikemukakan pada akhir berikutnya
pengantar Al-Baqarah dan akhir pembahsan 2. Korelasi antar kajian satu surat
kelompok ayat 1-29. 3. Korelasi antar potongan satu kajian
Sayid Qutub menekankan analisis dalam surat
rasional, misalnya tentang tentang sihir 4. Korelasi antar potongan ayat
dalam surat Al-Baqarah ayat 102-103. Dan 5. Korelasi antar kalimat dan jumlah
Sayid Qutub dalam menafsirkan ayat, dalam satu ayat.
mengkaitkan penafsiran ayat dengan konteks
masa sebelumnya dan konteks kekinian. Ketujuh, tidak berpanjang lebar terhadap hal
Misalnya ketika mengkaji surat al-Baqarah yang masih di anggap samara(tark ali’nab),
ayat 116 –117, Sayid Qutub menulis bahwa kedelapan mewaspadai riwayat israiliyyat
kesesatan pemikiran kaum Yahudi dan (at-tahdzir al-israiliyyat), kesembilan
Nasrani tentang ketuhanan dan meninggalkan masalah perbedaan fiqh (tark
penyelewengan mereka dari tauhid dahulu al-ikhtilaf al-fiqhiyyah), kesepuluh tidak
adalah sama dengan keyakinan kaum terjebak dalam masalah kebahasaan
musyrikin Arab.35 (ijtinabal-igrak fi al-masail al-lughawiyah)
Dengan demikian, bertolak dari dan kesebelas menolak tafsir ilmi (rafdal-
pandangan inilah Sayid Qutub menempuh tafsir al-ilmi)
penulisan penafsirannya melalui “naungan”
pada muqadimah setiap surat untuk C. Metode Penafsiran Fi Zhilal Al-
mengkaitkan atau mempertemukan antara Qur’an
bagian-bagiannya dan untuk menjelaskan
tujuan serta maksudnya. Kemudian ia Metode berasal dari bahasa Yunani
menafsirkan ayat dengan mengetengahkan yaitu metodhos, yang berarti cara atau jalan.
atsar-atsar shahih, lalu mengemukakan Dalam bahasa Inggris kata ini ditulis
sebuah paragraph tentang kajian-kajian method, dan bahasa Arab menterjemahkan-
kebahasaan secara singkat. Kemudian ia nya dengan thariqat dan manhaj, dalam
beralih ke soal lain, yaitu membangkitkan bahasa Indonesia kata tersebut mengandung
kesadaran, membetulkan pemahaman dan arti, cara yang tertur dan terpikir baik-baik
mengaitkan Islam dengan Kehidupan. 36 untuk mencapai maksud, cara kerja yang
Fahd Al-Rumi mengungkapkan bersistem untuk memudahkan pelaksanaan
karakteristik fi zhilal al-qur’an, pertama suatu kegiatan guna mencapai suatu yang
menggunakan gaya bahasa sastra (al-uslub ditentukan.37
al-adaby), kedua menggunakan intuisi Tafsir secara bahasa adalah
dalam memahami teks (tadzuq an-nash al- penjelasan dan mengungkapkan, sedangkan
qur’an), ketiga tafsirnya bersifat realistis dan menurut istilah, ilmu yang membahas
pergerakan (al-waqi’iyyah al-harakiyyah), tentang cara mengucapkan lafazh-lafazh al-
keempat bersifat artistik (al-jamali al-fanni), qur’an, makna-makna yang ditunjukkannya
kelima mengidupkan teks dan menolak dan hukum-hukumnya, baik berdiri sendiri
status quo (istihya al-nash duna muqarrat

35 37
I Ibid, h. 144-152 Nasirudin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-
36
Manna Qattan, Mabahits fi Ulum Al-qur’an, ( qur’an, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2000) Cet.II.h.
02
ataupun tersusun.38 Thameem Ushama 1. Menggabungkan antara riwayat dan
mengungkapkan bahwa, tafsir menurut dirayah, jika ada manhaj tafsir yang
bahasa adalah klarifikasi, ekplanasi dan berfokus pada dirayah dan perenungan
ilustrasi, sedangkan menurut istilah, tafsir pemikiran. Maka manhaj yang paling
adalah mengacu pada pemahaman secara tepat adalah mensintesiskan antara
konprehensif tentang kitab Allah yang riwayah dan dirayah, menyatukan
diwahyukan kepada Nabi Muhammad dan antara manqul (dalail naql) yang shahih
penjelasan makna yang dalam, menggali dan hasil pemikiran yang jelas dan
hukum-hukumnya, mengambil hikmah dan meracik antara warisan salaf dan
pelajaran serta tafsir juga disebut dengan pengetahuan kaum khalaf.42
ilmu penelitian al-qur’an, yang selanjutnya 2. Menafsirkan Aquran dengan Al-qur’an,
disebut dengan penafsiran.39 karena al-qur’an, satu bagian darinya
Metodologi tafsir adalah ilmu saling membenarkan bagian yang lain
tentang metode menafsirkan Al-qur’an. Dan dan satu bagian menafsirkan bagian
metode tafsir adalah cara-cara menafsirkan yang lain.43 Kalau kiranya Al-qur’an itu
Al-qur’an, sedangkan cara menyajikan atau bukan dari sisi Allah, tentulah mereka
memformulasikan tafsir disebut teknik atau mendapat pertentangan yang banyak
seni penafsiran. Jadi metode tafsir didalamnya.44 Apa-apa yang
merupakan kerangka atau kaidah yang diungkapkan secara mujmal (global)
digunakan dalam menafsirkan ayat-ayat Al- pada satu tempat diperinci ditempat
qur’an, dan seni atau teknik adalah cara yang lain, apa yang tampak samara pada
yang dipakai untuk menerapkan kaidah yang satu tempat dijelaskan ditempat yang
terlah tertuang di dalam metode.Serta lain, apa yang diungkapkan secara
metodologi tafsir adalah pembahasan ilmiah mutlak pada satu tempat dipersempit
tentang metode-metode penafsiran al- pada tempat yang lain, dan apa yang
qur’an.40 diungkapkan secara umum pada satu
Metodolgi tafsir Al-qur’an secara redaksi yang dikhususkan pada redaksi
umum terbagi menjadi tiga macam, pertama yang lain. Oleh karenanya ayat-ayat dan
Tafsir bi al-Ma’tsur, adalah tafsir yang nash-nash harus dikonfeirmasikan satu
didasarkan pada periwayatan, atau tafsir sama lain, sehingga pemahaman
yang merujuk kepada penafsiran Al-qur’an menjadi sempurna.45
bi al-qur’an, penafsiran al-qur’an dengan 3. Tafsir Al-qur’an dengan Sunnah yang
hadits melalui penuturan para sahabat. shahih, Ibnu Taimiyah menungkapkan
kedua, Tafsir bi al-Ra’yi adalah tafsir yang dalam muqoddimah fi Ushul al-tafsir,
didasarkan pada nalar atau pengetahuan dan bahwa cara penafsiran yang paling
ketiga, Tafsir bi al-Isyari adalah tafsir shahih adalah menafsirkan Al-qur’an,
berdasarkan atas isyarat.41 apa yang disebut secara ijmal (global)
Yusuf Qardawi mengungkapkan pada satu tempat diperinci pada tempat
bahwa, metode yang paling ideal dalam yang lain, dan apa yang disebut secar
menafsirkan Al-qur’an adalah : simple pada satu tempat dijelaskan pada
tempat yang lain. Jika engkau tidak
38
Ali Hasan Aridl, Sejarah dan metodologi Tafsir,
42
(Jakarta, Rajawali Pers, 1994) Cet, II,. h, 3 Yusuf Qardawi, Berinteraksi dengan Al-qur’an,
39
Thameem Ushama, Metodologi Tafsir Al-qur’an, (Jakarta, GIP, 1999), Cet, I. h. 312
43
(Jakarta, Riora Cipta, 2000) Cet. I, h.4 Ibid, h. 316
40 44
Ibid, h. 2 QS. 4 : 82
41 45
Ibid, h. 5 Ibid

37
Al Muhafidz: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 1, No.1, Februari 2021
Mohammad Zaidi, Karakteristik Tafsir fi Zhilal Al-Qur’an

menemukan itu, maka engkau dengan kaidahnya dan balaghah al-


mengambil Sunnah, karena ia adalah qur’an yang menjadi mukjizat. Di
penjelas Al-qur’an. Bahkan, Imam samping itu, ada lafal-lafal yang
Syafi’i berkata bahwa seluruh apa yang digunakan dalam bentuk majas dan
dihukumkan oleh Rasulullah adalah dari mustarak (kombinasi) yang menunjukan
apa yang beliau dapati dari Al-qur’an. lebih dari satu makna dan lainnya,
4. Menggunakan tafsir Sahabat dan memilih satu makna dari makna-makna
Tabi’in, para Sahabat adalah murid lainnya membutuhkan ketelitian dan
madrasah Nabi Muhammad Saw, dari perenungan yang mendalam terhadap
madrasah itu mereka mendapatkan kalam Allah, yaitu :
ilmu, darinya mereka meraih a. Memperhatikan pengertian suatu
pemahaman, darinya mereka mem- kata pada masa diturunkannya al-
peroleh pengajaran dan dari materi itu qur’an.
mereka mengisi akal dan hati mereka. b. Memperhatikan kata-kata yang
Maka jika ada riwayat shahih dari telah ditakhsish dan dibatasi
shahabat r.a. tentang tafsir tertentu, maknanya.
segera membuka pendengaran dengan c. Keharusan mencermati penggunaan
serius, karena mereka menyaksikan suatu kata dalam al-qur’an.
langsung sebab penurunan ayat-ayat al- 6. Memperhatikan konteks kalimat, dalam
qur’an, mengetahui qarain (indicator) memahami al-qur’an dengan baik dan
yang menyertainya, dan mereka melihat menafsirkannya dengan benar adalah
dan mendengar dan tidak didengar, memperhatiakn konteks ayat
dilihat oleh orang lain, ditambah dengan ditempatnya dalam surat al-qur’an dan
ketingian kemampuan bahasa mereka konteks kalimat ditempat dalam ayat.
yang terakumulasi dari pergaulan dan Ayat itu harus dikaitkan dengan
lingkungan hidup mereka, kejernihan konteksnya yang ada, ia tidak boleh
pemahaman mereka, keaslian fitrah diputus hubungannya dengan yang
mereka, dan kekuatan keyakinan sebelumnya dan yang setelahnya,
mereka. Terutama jika mereka kemudian diambil untuk memberikan
bersepakat dalam penafsiran itu, karena makna tertentu, atau memperkuat
kesepakatan mereka menunjukan bahwa hokum tertentu yang dilakukan dengan
penafsiran itu mempunyai dasar dari sengaja oleh orang yang mempunyai
sunnah Nabi saw, meskipun mereka tujuan tertentu.47 Az-Zharkayi,
tidak mengatakan secara eksplisit. menyebutkan beberapa perkara yang
Kesepakatan mereka itu dapat terjadi dapat membantu untuk memahami
cukup dengan tersebarnya suatu makna saat terdapat kesulitan, seperti
pendapat diantara mereka dan diketahui petunjuk kontek, ungkapan ini dapat
luas oleh sekelompok dari mereka, membantu untuk menjelaskan sesuatu
kemudian tidak ada yang yang mujmal (global) dan menentukan
46
menentangnya. tidak adanya kemungkinan makna lain
5. Mengambil kemutlakan bahasa, selain yang dikehendaki, meng-
menafsirkan lafal sesuai dengan khususkan yang umum, mengikat yang
pengertian yang diberikan oleh bahasa mutlak, dan keberagaman pengertian.48
arab dan mengg4unakannya yang sesuai

47
Ibid. 343
46 48
Ibid. h. 330 Al-Burhan fi ulum Al-qur’an, h. 200-201
02
7. Memperhatikan asbab al-Nuzul, dalam adopsi atau mazhab yang ia ikuti.
memahami dan menafsirkan al-qur’an Namun seharusnya, sikapnya terhadap
semua akan memperhatikan asbab al- al-qur’an adalah sikap seorang yang
nuzul. Seperti diakui para ulama al- mencari petunjuk darinya. Yusuf
qur’an diturunkan kepada dua bagian, Qordawi mengungkapkan bahwa
pertama ; bagian yang diturunkan sebagai rujukan utamanya, tempat
secara spontan (tanpa sebab tertentu, ia mengadunya, sumber pencariannya, dan
adalah mayoritas al-qur’an dan bagin hakimnya saat terjadi perselisihan. Al-
kedua diturunkan setelah adanya qur’an adalah pihak yang harus diikuti
kejadian tertentu atau adanya bukan yang mengikuti, yang
pertanyaan, pada sepanjang masa menghakimi bukan yang dihakimi dan
turunnya wahyu yaitu dua puluh tiga pokok bukan cabang.
tahun. Bagian terakhir inilah yang dicari Dengan demikian melihat
sebab turunnya, karena mengetahui paparan tentang karakteristik tafsir Fi
sebab dan kejadian yang mengiringi dan Dzila al-Quran. Maka penulis
berkaitan dengan suatu nash, membantu sampaikan bahwa, Sayid Qutub
untuk memahaminya dengan baik dan menafsirkan al-qur’an dengan metode
memahami apa maksudnya. Imam Ibnu ideal yakni dengan langkah-langkah
Daqiq al-Aid berkata, bahwa penjelasan yang universal, dan mengikuti zamanya
asbab al-nuzul adalah jalan yang kuat sebagaimana bagan dibwah ini
dalam memahami makna-makna al-
qur’an.49 Syaikh Ibnu Taimiyah berkata, Daftar Pustaka
bahwa mengetahui asbab al-nuzul
membantu untuk memahami ayat al- Aridl, Ali Hasan Sejarah dan metodologi
qur’an karena ilmu tentang asbab al- Tafsir, (Jakarta, Rajawali Pers, 1994) Cet, II,
nuzul akan mewariskan ilmu tentang Anwar, Saeful, Filsafat Ilmu Al-Ghazali,
musabab (ayat al-quran yang diturunkan (Bandung, 2006)
berkaitan dengan sebab itu).50 As-Suyuti, Jalaluddin Al-Itqon fi Ulum Al-
8. Menjadikan Al-qur’an sebagai rujukan qur’an, (Libanon, Dar Al-Fikr, 1979)
utama dalam mencari pemahaman. Al- Baidan, Nasirudin Metodologi Penafsiran
qur’an adalah kitan Allah yang harus Al-qur’an, (Yogyakarta, Pustaka
diikuti, bukan menjadi pengikut. Orang Pelajar, 2000) Cet.II.
yang ingin memahami al-qur’an dan C.Chitick, William, Pengetahuan Spiritual
menafsirkannya harus mengosongkan Ibnu Al-Aroby, (Yogyakarta, Qolam,
dirinya dari keyakinan dan pemikiran- Chatib, Munif, Gurunya Manusia, (Jakarta,
pemikirannya yang sebelumnya. Tidak Mizan Media Utama, 2012) cet IV
memaksakan kehendak dirinya terhadap Chirzin, Muhammad, Jihad menurut Sayid
al-qur’an dan menafsirkannya dengan Qutub Dalam Tafsir Dzilal,
memaksakannya agar sesuai dengan (Yogyakarta, Intermedia, 2001),
pendapat dan kehendaknya, dan Cet.I
mengarahkannya untuk memperkuat Hasbiyallah, Pengelolaan Pendidikan Islam,
keyakinan yang ia anut, pemikiran yang (Bandung, Rosda, 2019) cet.I
Ilahi, Wahyu, Komunikasi dakwah,
(Bandung, Rosda, 2010), Cet.I
49
Ibid, h. 360
50
Jalaluddin As-Suyuti, Al-Itqon fi Ulum Al-qur’an,
(Libanon, Dar Al-Fikr, 1979) juz. I h. 38

39
Al Muhafidz: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 1, No.1, Februari 2021
Mohammad Zaidi, Karakteristik Tafsir fi Zhilal Al-Qur’an

Nata, Abudin, Buku Manajemen Mutu


Pendidikan (Jakarta, UIN Syarif
Hidayatullah, 2019)
Rahman, Fazlur, Islam, (Bandung, Pustaka,
2003) Cet.V
Pulungan, Suyuti, Univesalisme Islam,
(Jakarta, Moyo Segoto Agung, 2002)
Cet.II
Qardawi, Yusuf Berinteraksi dengan Al-
qur’an, (Jakarta, GIP, 1999), Cet.I
S.Suriasumantri, Jujun, Filsafat Ilmu Sebuah
Pengantar Populer, (Jakarta, Pustaka
Sinar Harapan, 1999), Cet.XII
Ushama, Thameem, Metodologi Tafsir Al-
qur’an, (Jakarta, Riora Cipta, 2000)
Cet. I,
Yasin, A.fatah, Dimensi-Dimensi
Pendidikan Islam, (Malang, UIN
Malang Press,2008) Cet.I
Zubaedi, Filsafat Barat, (Yogyakarta, Ar-
Ruz Media, 2007) Cet.I

23

Anda mungkin juga menyukai