Anda di halaman 1dari 10

A.

LATAR BELAKANG

al-Qur’an yang secara harfiah berarti bacaan yang sempurna merupakan suatu
nama pilihan Allah yang sangat tepat untuk zaman sekarang, karena masyarakat pra-
Islam sebelumnya tidak memiliki kemampuan aksara, apalagi karya tulisan.
Umumnya tulisan yang berkembang ketika itu ditulis dengan media bebatuan yang
didalamnya terdapat berbagai dialek yang kemudian bermetaformorsis menjadi bahasa
Arab1

al-Qur’an pulalah sumber dari pelbagai ilmu yang selalu munasib sepanjang
2
zaman , oleh sebab itu dari zaman ke zaman para ulama berusaha menafsirkan al-
Qur’an sesuai pada keadaan zamannya masing-masing namun tetap berlandaskan al-
Qur’an dan Hadis.

Diantara pembahasan yang terdapat di dalam al-Qur’an terdapat salah satu


tema yang selalu dibahas dalam ranah akademis ia adalah Dabbah, Bahkan terdapat
cabang pembahasan tentang kalimat Dabbah tersebut. Pembahasannya dalam al-
Qur’an terdapat dua belas surat dan empat belas ayat3, secara garis besar memang
Dabbah diartikan sebagai binatang melata4 namun, nyatanya terdapat pemaknaan yang
sedikit berbeda didalam al-Qur’an disetiap ayatnya secara umum, yaitu segala jenis
hewan5, makhluk yang bergerak dan bernyawa6, serta binatang-binatang yang ada di
muka bumi7.

Dalam klasifikasinya hewan melata merupakan jenis dari kategori reptilia8,


reptil merupakan salah satu kelas hewan yang memiliki tulang belakang yang
tergolong dalam Filum chordata9, sedangkan penamaan kelas jenis hewan ini diambil
dari caranya berjalan( Latin Reptum= Melata/Merayap ). Hewan Reptil ini memiliki
ciri-ciri umum seperti hewan yang sepanjang hidupnya bernapas dengan paru-paru
baik yang di darat maupun di laut, tidak memiliki suhu tubuh dan tergantung pada
lingkungan, memiliki tubuh yang dilapisi oleh kulit kering yang menanduk,serta
petelur yang menaruh telurnya di daratan.10

1
Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, Tradisi Literasi Di Peradaban Islam( Ciputat:Pustaka compass) h.1
2
Yuyun Affandi, Konsep Demokrasi menurut pandangan Hamka dalam Tafsir Al-Azhar(Semarang: IAIN
WaliSongo, 2010) h. 11
3
Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Mu’jam Al-Mufahras Li Alfadz Al-Qur’an Karim( Beirut: Dar al-fikr, 1981) h. 252
4
Prof. DR. H. Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia( Jakarta: Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah, 2009 )h. 123
5
Q.S an-Nur( 24 ): 45
6
Q,S al-Fathir( 35 ): 45
7
Q.S an-An’am( 6 ): 8
8
Sinta sasika novel, S.Si, Kamus Biologi SMA( Jakarta Selatan: Gagas Media )h. 408
9
Andi Ikbal Burhanuddin, Vertebrata Laut( Yogyakara: Deepublish, 2016)h. 85
10
Ibid
Selain hewan, nyatanya manusiapun termasuk dalam golongan Dabbah karena
ia sama-sama makhluk hidup yang melata di bumi. Hal ini dengan QS. Hud/11: 6
yang berbunyi
           
      

“Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang
memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat
penyimpanannya. semuanya tertulis dalam kitab yang nyata” (Lauh Mahfuzh).

Dan juga dalam Q.S. Hud (11) : 56


            
       

“Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. tidak


ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya.
Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus”

Namun, yang membedakan manusia dengan hewan adalah hewan tidak mampu
berpikir, mengembangkan diri, merasakan keindahan dan sebagainya yang hanya
mampu dilakukan dan dirasakan oleh manusia11

Makna lain dari Dabbah bukan hanya hewan melata semata, melainkan lebih
dispesifikkan menjadi binatang melata yang menjadi pertanda akhir zaman 12. Pada
hari ketika kerusakan semakin meluas, perbuatan munkar sudah sangat umum bagi
manusia, terjadinya bias antara Mukmin dan Munafik, Benar dan Salah, serta Mukmin
dan Kafir sangat sukar untuk dibedakan lagi, Allah akan Mengizinkan Dabbah
tersebut untuk membedakan manusia13. Dalam al-Qur’an-pun menjelaskan tentang
Dabbah dalam QS. al-An’am yang notabene merupakan satu-satunya ayat yang
menjelaskan bahwasanya Dabbah ini merupakan jenis dari binatang melata yang
menjadi pertanda akhir zaman yang berbunyi
         
       

“Dan apabila Perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan sejenis binatang
melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa Sesungguhnya
manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami”
11
Machasin, Menyelami kebebasan manusia: Telaah kritis terhadap konsepsi al-Qur’an( Yogyakarta: 1996 )h,
120
12
Mahir Ahmad Ash-Shufiy, Tanda-tanda Kiamat Tanda-tanda besar( Solo: Tiga serangkai: 2007 )h, 118
13
Ibid h, 117
Dabbah digambarkan oleh sebagian ulama dengan; memiliki tubuh besar
sehingga mampu menempuh jarak yang jauh, memiliki bulu yang warna-warni, dapat
membedakan kafir dan mukmin. Banyak dari kalangan ulamapun meriwayatkan
tentang ciri-ciri Dabbah, namun penulis hanya menemukan Atsar14, Ibnu Abbas r.a.
menggambambarkan tentan sosok Dabbah ini dengan mengatakan “Dabbah itu
memiliki rambut dan bulu yang memiliki semua jenis warna dan memiliki empat
kaki.” Beliaupun berkata kembali, “Dia ( Dabbah ) mengandung semua jenis warna
hewan pada umumnya dan memiliki karakter smua umat. Yang dimaksud karakter
smua umat ini adalah fasih berbicara dngan manusia dalam berbagai bahasa.”

Dalam al-Qur’an binatang merupakan salah satu tema yang di bahas. Bahkan
sebagian diantaranya dijadikan sebagai nama surat seperti surat al-Baqarah, surat an-
Nahl, surat al-Ankabut, surat al-Fiil, dan surat lainnya. Selain dijadikan nama surat,
nyatanya terdapat kisah dibalik penggunaan nama binatang pada surat dalam al-
Qur’an. Sehingga penokohan dalam al-Qur’an tidak hanya dari manusia saja, tetapi
terdapat pula malaikat, jin, dan berbagai jenis binatang 15. Namun, ketika menjelaskan
tentang binatang hampir sebagian besar disebutkan nama dan jenis binatang tersebut
dan di jelaskan cukup jelas, lain halnya dengan kata dabbah yang tidak diterangkan
mengenai jenis dan bentuknya.

Pembahasan tentang Dabbah-pun telah dikaji sebelumnya seperti yang ditulis


oleh Roudhotul Jannah dengan judul Dabbah Dalam al-Qur’an dalam tulisan ini ia
menekankan dari aspek sainstiknya karna sumber tafsir primer yang dibacapun sangat
kental dengan ilmu sains yaitu tafsir al-Jawahir fi tafsir al-Qur’an al-Karim karangan
Tantawi Jauhari atau karya ilmiah yang ditulis oleh Rezki Afdal dengan judul Anjing
dalam Al-Qur’an yang sedikit banyaknya menyinggung tentang ayat-ayat yang
berkaitan dengan Dabbah, lalu mengenai penafsiran Dabbah dalam kitab Al-Azhar
karangan Buya Hamka tersebut yang mengatakan bahwasanya Dabbah itu adalah
semua makhluk dimuka bumi ini dan tak terbatas oleh habitatnya. Berdasarkan
penelusuran peneliti, ini merupakan ruang kosong yang harus diteliti dengan
menelusuri pemaknaan mufassir mengenai Dabbah dari zaman ke zaman.

Untuk sampai kepada pemahaman yang komprehensif tentang Dabbah


dibutuhkan sebuah pendekatan yang relevan sebagai upaya untuk kepada pemahaman
suatu makna atau pesan teks. Hadirnya Al-Qur’an seabagai jawaban metaforis dan
datang pada kondisi tertentu yang kemudian muncul berbagai kitab tafsir yang
menjelaskan seluk beluk Al-Qur’an. Searah dengan majunya taraf kemampuan
berpikir manusia, sehingga mempengaruhi penafsiran yang berbeda-beda sesuai

14
Ibid
15
Umar Shidiq, “Urgensi Qasas al-Qur’an Sebagai Salah Satu Metode Pembelajaran Yang Efektif Bagi Anak,”
Jurnal Cendekia 1 (2011)h, 115
dengan kondisi dan lingkungan mufassir tersebut, baik mufassir klasik maupun
mufassir modern.16

Ali Suleiman Ali telah meneliti lebih jauh terhadap khazanah perkembangan
awal tafsir di dunia Islam. Alhasil, ia membuat pembagian kemunculan dan
perkembangan tafsir Al-Qur’an di dunia islam secara umum yang didasarkan ke
dalam empat generasi. Periode pertama yaitu pada awal abad hijriyah Nabi
Muhammad SAW-lah tempat bertanya dari segala macam permasalahan, terutama
mengenai tafsir Al-Qur’an. Periode kedua yaitu terjadi setelah Nabi wafat, sebelum
wafat Beliau telah memilih sebagian sahabat yang lebih menonjol dalam hal
pengetahuan Al-Qur’an dalam tiga cara. Pertama, beliau mengirim Mereka ke
beberapa kota untuk mengajarkan Islam dan Al-Qur’an. Kedua, Nabi akan memuji
kepada sahabat tertentu. Ketiga, Nabi akan bertanya kepada sahabat tertentu mengenai
fatwa (pendapat hukum) di hadapannya. Periode ketiga yaitu pada akhir abad kedua
Hijriyah para murid sahabat yakni tabi’in telah meninggal dan tidak meninggalkan
suatu karyapun yang didedikasikan khusus untuk interpretasi Al-Qur’an, barulah pada
abad paruh kedua Hijriyah para sarjana muslim mulai menyusun karya berdasarkan
Al-Qur’an sesuai dengan spesialisasi dan minat. Periode keempat terjadi pada abad
ketiga dan keempat Hijriyah dimana pada abad inilah pertama kalinya terbit sebuah
kitab tafsir yang lengkap seperti kitab tafsir Ath-Thabari dan tafsir Jami Al bayan.
Periode kelima terjadi selama masa kemunduran muslim atau sekitar 1750 sampai
abad 20-an dimana didalam penafsirannya ditambahkan pendekatan rasional,
intelektual, ilmiah, retoris, filologis, tradisional, dan yang berkaitan dengan sejarah
alam, pernyataan ini berangkat dari fakta bahwasanya pada zaman modern, ilmu
pengetahuan pendekatan sangat menganjurkan bahwa Al-Qur’an harus dipahami dari
sudut pandang ilmu pengetahuan modern. Salah satu karya kunci yang mewakili tren
ini adalah Al-Jawahir Fi Tafsir Al-Qur’an Karim oleh Syekh Jawhar Tantawi17.

Penulis memilih Jami al Bayan fi Ta’wil Al-Qur’an atau yang lebih dikenal
dengan tafsir Ath-Thabari karya Imam Abu Ja’far bin jarir ath-thabari karena
merupakan tonggak awal serta acuan untuk para penafsir selanjutnya dalam penulisan
kitab tafsir, serta merupakan kitab tafsir yang komprehensif karena di dalamnya
memuat hadis-hadis nabi Muhammad SAW, perkataan Sahabat, dan Tabi’in
terdahulu18.

Penulis memilih Jawahir Fi Tafsir al-Qur’an al-Karim karena kemajuan ilmu


pengetahuam modern yang begitu pesat, ilmu pengetahuan pendekatan sangat
16
Muhammad Hasdin Has, ‘Metodologi Tafsir al-Munir Karya Wahbah Zuhaily, ‘Al-Munzir, vol. 7, no 2
(november 2014); h. 42
17
Ali Suleiman Ali, A Brief Introduction to Qur’anic Exegesis ( International institute of islamic thought, 2018
london )h, 2-15
18
Ibid h, 3
menganjurkan bahwa al-Qur’an harus dipahami dari sudut pandang dari sudut ilmu
pengetahuam modern, bukan dalam istilah pendekatan yurisprudensial yang seakan
bersifat statis, dari semua penjelasan tersebut kitab tafsir Jawahir Fi Tafsir al-Qur’an
al-Karim karangan Syekh Jawhar Tantawi menjadi karya kunci yang mewakili tren
ini19.

Penulis memilih Fi Zilalil Qur’an karena didalamnya mengandung gaya


pendekatan retoris, yaitu menitik beratkan pertimbangan sosiologis historis. Dalam
kata pengantar beliau menjelaskan bahwasanya solusi bagi komunitas Muslim terletak pada
pembelajaran dan pengalaman al-Qur’an saja, karena al-Qur’an diturunkan untuk
membimbing umat manusia untuk mencapai kedamaian dan kebahagiaan yang hakiki20.

Berdasarkan penelitian dan pengumpulan data yang dilakukan oleh para sarjana
Muslim dapat disimpulkan bahwa perkembangan mufassir didunia, hasil penelitian
Mereka, menemukan bahwa mufassir selalu menyesuaikan perannya masing-masing
berdasarkan kondisi sosio-historis yang berbeda. Sehingga ada andil besar dalam arah
penafsiran terhadap ayat yang akan ditafsirkan.

B. Identifikasi Masalah

Beberapa masalah yang teridentifikasi dari latar belakang diatas adalah:

1. Pada dasarnya hampir seluruh ayat Dabbah dalam Al-Qur’an memiliki arti
binatang melata, namun hanya pada surat an-naml ayat 82 sajalah yang
menjelaskan bahwasanya Dabbah merupakan binatang melata pertanda akhir
zaman. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa hanya pada ayat ini saja
Dabbah diartikan sebagai tanda akhir zaman?
2. Sebagian besar kamus mengartikan Dabbah sebagai binatang melata namun
didalam tafsir al-Azhar diterangkan bahwasanya ayat Dabbah pada surat as-
syura ayat 29 bahwasanya Dabbah tidak hanya diartikan sebagai binatang
melata yang cenderung hidup di tanah, namun meliputi makhluk hidup yang
ada diudara, laut, dan tanah. Yang menjadi tanda tanya besar adalah mengapa
ada peebedaan makna mengenai Dabbah tersebut?
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka penelitian
skripsi ini akan dibatasi pada masalah poin ke-2 terkait bagaimana penafsiran para
ulama dunia terkait dengan ayat-ayat Dabbah di dalam Al-Qur’an dengan
menggunakan periodesasi klasik-modern yang dijabarkan oleh Seyyed Hossein Nasr.
Oleh karna itu kitab tafsir yang menjadi rujukan penelitian ini adalah Tafsir Jami al
Bayan fi Ta’wil Al-Qur’an atau lebih dikenal dengan Tafsir ath-Thabari karya Abu
Ja'far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amali ath-Thabari, Tafsir Fi
19
Ibid h, 16
20
Ibid h, 16
Zilalil Qur’an karya Sayyid Qutb Ibrahim Husain Saydzili, Tafsir Jawahir Fi Tafsir Al-
Qur’an Karim karya Syekh Jawhar Tantawi. Kemudian agar pembahasannya tidak
melenceng dan lebih sesuai kepada tema yang diangkat, maka penulis mengambil rumusan
masalah sebagai berikut: Mengapa ada perluasan makna mengenai Dabbah tersebut?
D. Tujuan dan Signifikansi Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dijelaskan, maka penelitian ini bertujuan untuk
memberikan sebuah pemahaman yang sempurna mengenai konsep keyakinan terhadap
sang Khalik yang terdapat pada ayat-ayat tentang Dabbah dalam kitab tafsir karya
ulama-ulama di dunia. Diantara tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk membandingkan penafsiran ayat-ayat Dabbah dalam tafsir dari masa ke


masa
2. Untuk mengetahui apakah ada pergeseran makna dalam memahami ayat-ayat
Dabbah dari masing-masing Mufassir
3. Untuk mengetahui keadaan yang akan mempengaruhi hasil penafsiran para
ulama
Adapun signifikansi penelitian ini datang dari segi akademik dan praktisnya:
1. Dalam aspek akademik
a. Memberikan pengetahuan tambahan mengenai tokoh Islam Dunia yang
memiliki corak penafsiran berbeda di setiap zamannya
b. Melengkapi penelitian sebelumnya yang membahas tentang Dabbah dan
memberikan perbandingan antara ulama klasik dan kontemporer dalam
pemaknaan kata Dabbah
2. Dalam aspek praktis
a. penelitian ini akan berguna untuk mahasiswa yang hendak menambah
khazanah keilmuan dan menjadi rujukan dalam memberkan proses belajar-
mengajar di fakultas masing-masing, terutama untuk mata kuliah Metode
Tafsir dan Membahas Kitab Tafsir serta menjadi perbandingan terhadap
penelitian-penelitian yang membahas tentang tafsir klasik-kontemporer.
E. Tinjauan Pustaka
Banyak dari kalangan peneliti yang menjelaskan tentang tema ini dalam
berbagai bentuk penelitian, baik secara ringkas maupun detail, sehingga secara
diakronik terjadi pergeseran makna yang signifikan. Sejalan pula berbagai
penelitian yang telah dilakukan juga memiliki perbedaan yang mendasar,
seperti beberapa tinjauan pustaka sebagai berikut:
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Roudhotul Jannah tahun 2016
mengenai Dabbah Dalam Al-Qur’an (Studi Penafsiran Tantawi Jauhari dalam
Tafsir al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an al-Karim) menyimpulkan bahwa Dabbah
dalam tafsir al-Jawahir fi Tafsir Al-Qur’an ditemakan menjadi beberapa
pengertian seperti: Dabbah dalam pengertian salah satu binatang yang keluar
pada hari kiamat pada salah satu ayat Al-Qur’an tidak boleh diartikan secara
literal tetapi konotasi saja, Dabbah dalam pengertian makhluk hidup yang
menjelaskan bahwa seluruh makhluk hidup terdiri dari materi yang satu yaitu
inti atom, yang hampir kesemua pengertiannya mengandung corak Ilmi21
Penelitian yang dilakukan oleh Ojak Manurung tahun 2017 mengenai
Pengetahuan Biologi Dalam Al-Qur’an menerangkan tentang kandungan ilmu
biologi dalam Al-Qur’an serta menjelaskan asal muasal pembentukan tiap
makhluk hidup di bumi. Jurnal ini menjelaskan bahwasanya segala jenis
binatang berawal dari Sulbi (Sperma).22
Dalam jurnal yang dilakukan oleh Sulaiman Ibrahim pada tahun 2016
mengenai Pelestarian Makhluk Hidup Dalam Perspektif Al-Qur’an: Kajian
Tafsir Maudu’iy menyatakan bahwa deskripsi umum tentang fauna dalam Al-
Qur’an adalah kata Dabbah\Dawwab dan kata al-An’am. Dalam memaknai
kata Dabbah penulis tersebut menyamakanya dengan al-An’am sebagai
binatang ternak23.
Penelitian yang dilakukan Rukmanasari tahun 2013 mengenai Hari
Kiamat Dalam Perspektif Al-qur’an: Studi Terhadap Q.S. Al-Qari’ah
menjelaskan beberapa tanda-tanda besar kiamat yang salah satunya
menerangkan bahwa akan muncul Binatang Melata (Dabbah) seperti yang
dijelaskan dalam surat an-naml ayat 8224.
Penelitian yang dilakukan Soleh Bin Che’had tahun 2018 mengenai
Penafsiran Ayat Tentang Hari Kiamat Menurut Umar Sulaiman ‘Abdullah Al-
Asyqar” menjelaskan tentang wujud serta kemampuan yang dimilikinya seperti
dapat berbicara dengan manusia dan akan meninggalkan tanda (Bekas)
dihidung manusia yang ditemuinya25.
Penelitian yang dilakukan Rifki Yunanda tahun 2018 mengenai Fauna
Dalam Perspektif Al-Qur’an (Studi Tafsir Ilmi Kemenag) secara ringkas
menerangkan tentang nama-nama hewan yang disebut dalam Al-Qur’an seperti
Anjing, Burung, Semut, Hewan Ternak (Unta, Sapi, Domba, dan Kambing),
Lebah, dan Hewan Melata yang meliputi reptil (Ular) dan Amfibi (Katak)26

21
Roudhotul Jannah, “Dabbah Dalam Al-Qur’an (Studi Penafsiran Tantawi Jauhari Dalam Tafsir al-Jawahir fi
Tafsir al-Qur’an al-Karim)”, ( Skripsi S1 Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2016)
22
Ojak Manurung, “Pengetahuan Biologi Dalam Al-Qur’an”, Jurnal Waraqat Vol, 2 (2017)
23
Sulaiman Ibrahim, “Pelestarian Lingkungan Hidup dalam Perspektif Al-Qur’an: Kajian Tafsir Maudu’iy”, Jurnal
Ilmiah Al-Jauhari Vol, 1 No 1 (2016)
24
Rukmanasari, “ Hari Kiamat Dalam Perspektif Al-Qur’an: Studi Terhadap Q.S. Al-Qari’ah”, (Skripsi S1 Fakultas
Ushuludin, Filsafat dan Politik UIN Alauddin Makassar, 2013)
25
Soleh Bin Che’had, “ Penafsiran Ayat Tentang Hari Kiamat Menurut Umar Sulaiman ‘abdullah Al-Asyqar”,
(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh, 2018)
26
Rifki Yunanda, “ Fauna Dalam Perspektif Al-Qur’an (Studi Tafsir Ilmi Kemenag LIPI’, (Skripsi S1 Fakultas
Ushuludin dan Studi Agama UIN Raden Intan Lampung, 2018)
Penelitian yang dilakukan Syahbandar Eka Wijaya tahun 2020 mengenai
Pesan Moral Dalam Amtsal Al-Qur’an Pada Hewan (Studi Analisis
Komparatif Tafsir al-Qurtubi dan al-Misbah) yang menjelaskan secara garis
besar bahwasanya penggunaan hewan dalam Amtsal Al-Qur’an memiliki
manfaat masing-masing dalam ilmu penelitian27.
Penelitian yang dilakukan Eka Wahyu Safitri tahun 2019 tentang
Perspektif Al-Qur’an Surat An-Nahl Ayat 49 Tentang Kehidupan Di Planet
Selain Bumi yang secara tidak langsung menyatakan adanya kemungkinan
kehidupan di planet selain bumi dengan diwakili kata Dabbah dalam surat Q.S.
Asy-Syura ayat 29 dan Q.S. An-Nahl ayat 4928
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini ditulis dengan menggunakan model penelitian kualitatif,
dengan cara mengadakan penelusuran terhadap tiga karya ulama, yaitu
Tafsir Ath-Thabari, Tafsir Fi Zilalil Qur’an, dan Tafsir Jawahir Fi Tafsir
Al-Qur.an Karim, juga hasil karya-karya ilmiah yang terkait dengan
pembahasan makna Dabbah. Dengan kata lain jenis penelitian ini adalah
Library Research (Studi Kepustakaan)
2. Sumber Data
Untuk penelitian ini, penulis mengambil tiga kitab tafsir ulama sebagai
rujukan primer (Primary Resources), yaitu: Tafsir Ath-Thabari, Tafsir Fi
Zilalil Qur’an, dan Tafsir Jawahir Fi Tafsir Al-Qur’an Karim. Kemudian
yang menjadi rujukan sekunder (Secondary Resources) adalah tulisan-
tulisan mufassir yang terkait dengan pembahasan di atas serta buku-buku
ilmiah, artikel, jurnal, skripsi,dan tesis dengan pokok pembahasan dalam
penelitian ini dan dianggap penting untuk di jadikan tambahan referensi.
3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan
metode dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan data dari sumber-
sumber bahan yang berkaitan langsung dengan tema penelitian ini.
4. Pengolahan Data
Dalam penelitian ini, data-data yang telah ditelusuri dan didapatkan
akan diproses dan diolah sebagai berikut:
a. Deskripsi
Mengumpulkan data dan mengelompokkan ayat-ayat tentang
Dabbah dengan menggunakan kamus alfabetis agar memudahkan
dalam pencarian kata Dabbah serta bentuk derivasi katanya.
27
Syahbandar Eka Wijaya, “ Pesan Moral Dalam Amtsal Al-Qur’an Pada Hewan (Studi Analisis Komparatif
Tafsir al-Qurtubi dan al-Misbah)”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuludin UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 2020)
28
Eka Wahyu Safitri, “ Perspektif Al-Qur’an Surat An-Nahl Ayat 49 Tentang Kehidupan Di Planet Selain Bumi”,
(Skripsi S1 fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung, 2019)
b. Analisis
Menganalisis menggunakan metode muqarran dengan tahapan
sebagai berikut: langkah awal mencari kata Dabbah dalam Al-
Qur’an, kemudian menelusuri kitab tafsir dari ketiga ulama, baik sisi
latar belakang hidupnya maupun latar belakang penulisan tafsirnya.
Selanjutnya mengelompokkan kata Dabbah berdasarkan pembacaan
terhadap ketiga karya ulama dengan membuat pengelompokkan.
Terakhir mendialogkan teks penafsiran dengan konteks sosio kultural
dari masing-masing mufassir.
G. Sistematika Penulisan
Agar penulisan tersusun secara sistematis dan rapi sesuai dengan
pedoman penulisan karya skripsi, maka penulis menyusun sistematika
penulisan sebagai berikut:
Bab pertama, berisi tentang pendahuluan. Bab ini meliputi latar
belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan penelitian, kajian
pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua, berisi tentang uraian gambaran umum Dabbah yang terdiri
dari tiga sub bab, yaitu: definisi Dabbah, macam-macam Dabbah dan
klasifikasi kronologi turunnya ayat.
Bab ketiga, berisi tentang uraian kitab tafsir ulama. Dalam hal ini
penulis membagi ke dalam tiga sub bab yaitu: sekapur sirih Tafsir Jami’ al-
Bayan fi Ta’wil Al-Qur’an, Tafsir Fi Zilalil Qur’an dan Tafsir Jawahir Fi
Tafsir Al-Qur’an Karim yang kemudian, masing-masing dibagi ke dalam sub
bab yaitu biografi, karya-karya, latar belakang penafsiran serta corak
penafsiran.
Bab keempat, menjelaskan tentang kontekstualisasi penafsiran para
ulama atas makna Dabbah yang terdiri dari empat sub bab yaitu Tafsir Jami’
al-Bayan fi Ta’wil Al-Qur’an, Tafsir Fi Zilalil Qur’an dan Tafsir Jawahir Fi
Tafsir Al-Qur’an Karim lalu mendialogkan teks dengan konteks
Bab kelima, berisikan penutup yang terdiri dari kesimpulan, yaitu
jawaban dari pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah serta berisi
saran-saran mengenai penelitian yang dapat dilakukan untuk mengisi
kekosongan dan kekurangan pada penelitian yang terkait.

Anda mungkin juga menyukai