Anda di halaman 1dari 21

HAKIKAT IPTEK DALAM PANDANGAN ISLAM

Laporan ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Agama

Disusun Oleh :
1. Chika Hika Chaterina ( 12020150003 )

FAKULTAS KESEHATAN
PROGAM STUDI D4 TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................................2

KATA PENGANTAR....................................................................................................................3

BAB I..............................................................................................................................................4

PENDAHULUAN..........................................................................................................................4

A. Latar
Belakang ........................................................................................................................................5

B. Rumusan
Masalah ...................................................................................................................................5

C. Tujuan........................................................................................................................................5

BAB II.............................................................................................................................................6

PEMBAHASAN.............................................................................................................................6

1. Konsep IPTEKS Dalam Peradaban


Muslim...........................................................................................6

2. Hubungan Ilmu, Agama, Dan


Budaya....................................................................................................13

3. Hukum Sunnatullah
(Kausalitas)............................................................................................................21

BAB III........................................................................................................................................................33

PENUTUP................................................................................................................................................33

A. Kesimpulan.........................................................................................................................................33

B. Saran...................................................................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................34
KATA PENGANTAR

Puji syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Allah SWT, karena berkat
kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam
makalah ini kami membahas” Hakikat Iptek Dalam Pandangan Islam ”,Semua pihak
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu pembuatan makalah
ini.Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini
masih jauh dari sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat
membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan
terimakasih.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sangatlah
berpengaruh pada cara serta pola hidup masyarakat sekarang ini, dimana hampir semua
aspek dalam kehidupan sangat dipengaruhi oleh adanya perkembangan IPTEK. Hal Itu
terbukti dari semakin banyaknya orang yang dalam kehidupannya sehari-hari sangat
bergantung pada teknologi, contoh produk dari kemajuan IPTEK yang tidak bisa lepas
dari setiap orang salah satunya televisi, Handphone, ditambah lagi internet yang sedang
marak di setiap penjuru dunia termasuk pelosok negeri. Pada dasarnya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat untuk
mempermudah pekerjaan manusia dalam kehidupan sehari-hari, namun besarnya manfaat
kemajuan IPTEK tersebut seiringan juga dengan pengaruh negatifnya dalam semua
bidang bahkan berpengaruh pada akhlak (perilaku), pola pikir/keyakinan(aqidah) , dan
cara hidup manusia itu sendiri. Sehingga pada kenyataannya teknologi telah
menimbulkan keresahan dan ketakutan dikarenakan kekhawatiran akan adanya
penyalahgunaan teknologi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Melihat problematika tersebut maka kita harus mengingat kembali pada agama
atau kenyakinan yang berfungsi sebagai pondasi dimana didalamnya sudah terdapat
aturan dan batasan-batasan dalam menjalankan kehidupan, agama yang terbaik tersebut
adalah agama islam. Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan segala aspek
kehidupan dan segalanya telah diatur sesuai dengan perintah dari Allah SWT, termasuk
pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan sesuatu yang bebas nilai,
ketika IPTEK disalahgunakan maka itu merupakan perbuatan zalim yang tidak disukai
oleh Allah SWT.
Perhatikan Firman yang Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah
berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al
Qashash: 77)
Bahkan dalam islam menuntut ilmu itu hukumnya wajib, seperti yang telah
diterangkan dalam hadits: Rasulullah saw bersabda: "Menuntut ilmu wajib atas tiap
muslim (baik muslimin maupun muslimah)." (HR. Ibnu Majah). Oleh karena itu, penulis
akan membahas mengenai peran agama islam dalam meluruskan problematika tersebut
dengan mengangkat judul “Pandangan Islam dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep IPTEKS dalam peradaban musllim?
2. Bagaimana hubungan ilmu, agama, dan budaya?
3. Bagaimana hukum Sunnatullah (kausalitas)?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep IPTEKS dalam peradaban musllim!
2. Untuk mengetahui hubungan ilmu, agama, dan budaya!
3. Untuk mengetahui hukum Sunnatullah (kausalitas)!

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep IPTEKS Dalam Peradaban Muslim


1. Iptek Yang Sesuai Dengan Syariat Islam
Seperi kita ketahui, teknologi kini telah merembet dalam kehidupan manusia
bahkan dari kalangan atas hingga menengah kebawah sekalipun. Dimana upaya
tersebut merupakan cara atau jalan mewujudkan kesejahteraan dan meningkatkan
harkat dan martabat manusia. Atas dasar kreatifitas, akalnya, manusia
mengembangkan iptek dalam rangka untuk mengolah SDA yang di berikan oleh
Tuhan Yang Maha Esa.
Islam pun tidak menghambat kemajuan Iptek, tidak anti produk teknologi, tidak
akan bertentangan dengan teori-teori pemikiran modern yang teratur dan lurus,
asalkan dengan analisa-analisa yang teliti, obyekitf dan tidak bertentangan dengan
dasar al-Qur`an 1(3):
a. Ilmu pengetahuan dan teknologi dalam al-Qur`an
Bagi ilmuwan al-Qur`an adalah inspirator, maknanya bahwa dalam al-
Qur’an banyak terkandung teks-teks (ayat-ayat) yang mendorong manusia
untuk melihat, memandang, berfikir, serta mencermati fenomena-fenomena
alam semesta ciptaan Tuhan yang menarik untuk diselidiki, diteliti dan
dikembangkan. Al-Qur’an menantang manusia untuk menggunakan akal
fikirannya seoptimal mungkin.
Al-Qur`an memuat segala informasi yang dibutuhkan manusia, baik yang
sudah diketahui maupun belum diketahui. Informasi tentang ilmu pengetahuan
dan teknologi pun disebutkan berulang-ulang dengan tujuan agar manusia
bertindak untuk melakukan nazhar. Nazhar adalah mempraktekkan metode,
mengadakan observasi dan penelitian ilmiah terhadap segala macam peristiwa
alam di seluruh jagad ini, juga terhadap lingkungan keadaan masyarakat dan
historisitas bangsa-bangsa zaman dahulu. Sebagaimana firman Allah berikut
ini:
‫حض‬ ِ ‫ح ت لوارل ل ر ر‬ ِ ‫يق ِحل ارن ي ظيروا لمادلذا ِحفي الف ن سلمادلوا‬
Artinya: “Katakanlah (Muhammad): lakukanlah nadzar (penelitian dengan
menggunakan metode ilmiah) mengenai apa yang ada di langit dan di
bumi ...” ( QS. Yunus ayat 101)
‫ح ض لفادرن ي ظيروا لكري ل ف‬ ِ ‫ح سرييروا ِحفي را ل ل ر ر‬ ِ ‫لقرد ل خلل ر ت ِحم ر ن لقربل ِحيكرم ي سلننن لف‬
‫عادحقلبية ارلفيملكذذ ِحب رل ي‬
ِ ‫لكاد لن ل‬
Artinya: “Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunah-sunah Allah;
Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana
akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”. (QS. Ali Imran: 137)
‫ح صيرر و ل ن‬ ِ ‫ح سيكرم أللف ل يترب‬ ِ ‫لو ِحفي ألرنيف‬
Artinya:”Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak
memperhatikan?”. (QS. Az-Zariyat: 21)
b. Al-Qur`an Sebagai Produk Wujud Iptek Allah
Al-Qur`an menuntun manusia pada jalur-jalur riset yang akan ditempuh
sehingga manusia memperoleh hasil yang benar. Al-Qur`an juga sebagai
hudan memberi kecerahan pada akal manusia, kebenaran hasil riset dapat
diukur dari kesesuaian rumus baku, dan antara akal dengan naql.
Al-Qur`an merupakan rumus baku, alam semesta dengan segala
perubahannya sebagai persoalan yang layak dan perlu dijawab,Solusi tentang
teka-teki alam semesta akan terselesaikan dengan benar jika digunakan
formula yang tepat yaitu al-Qur`an. Dengan demikian ayat-ayat kauniyah dan
ayat-ayat Qur’aniyah akan berjalan secara pararel dan seimbang. Ilmu
pengetahuan seperti ini jika menjelma menjadi teknologi maka akan
menjadikan teknologi berbasiskan Qur’an atau teknologi yang Qur’anik.
Banyak ayat Al-Qur’an yang menyinggung tentang pengembangan iptek,
seperti wahyu pertama QS. Al-`Alaq 1-5 menyuruh manusia untuk membaca,
menulis, melakukan penelitian dengan dilandasi iman dan akhlak yang mulia.
Sedangkan perintah untuk melakukan penelitian secara jelas terdapat dalam
QS. Al-Ghasiyah, ayat 17-20
Artinya: ”Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia
diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung
bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?” (QS. Al-
Ghasiyah: 17-20)
Dari ayat-ayat tersebut, maka munculah di lingkungan umat Islam suatu
kegiatan observasional yang disertai dengan pengukuran, sehingga ilmu tidak
lagi bersifat kontemplatif seperti yang berkembang di Yunani, melainkan
memiliki ciri empiris sehingga tersusunlah dasar-dasar sains.
Bagi masyarakat sekarang iptek sudah merupakan suatu religion.
Pengembangan iptek dianggap sebagai solusi dari permasalahan yang ada.
Sementara orang bahkan memuja iptek lebagai liberator yang akan
membebaskan mereka dari kungkungan kefanaan dunia. Iptek yakin kan akan
memberi umat manusia kesehatan, kebahagiaan dan imortalitas. Sumbangan
iptek terhadap peradaban dan kesejahteraan manusia tidak dapat dipungkiri.
Peran Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus
dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum
syariah Islam) wajib dijadikan tolak ukur dalam pemanfaatan iptek,
bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang
telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh
dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam. Bagaimanapun
sebagai ilmuwan yang meletakkan sandaran pada kaidah-kaidah agama
khususnya al Qur'an, Hadist Nabi dan Siroh Nabawiyyah kita tidak boleh
begitu saja tergiur dengan produk IPTEK yang bukan terlahir dari sifat rahim
Allah. Yang kita butuhkan dari semua itu adalah keridhoan Allah SWT.
Saintis Muslim seyogyanya menaruh perhatian pada ajaran Agama baik
ketika akan melakukan riset, menerima teori atau mengembangkan IPTEK
sebab apa yang dihasilkannya sepenuhnya untuk kebutuhan manusia,
sedangkan Agama (Islam) suatu sistem nilai hidup di dunia yang
mengantarkan hidup yang kekal dan sesungguhnya kehidupan. Jadi, yang
dimaksud menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek bukanlah bahwa
konsep iptek wajib bersumber kepada al-Qur`an dan al-Hadits, tapi yang
dimaksud, bahwa iptek wajib berstandar pada al-Qur`an dan al-Hadits.
Ringkasnya, al-Qur`an dan al-Hadits adalah standar (miqyas) iptek, dan
bukannya sumber (mashdar) iptek. Artinya, apa pun konsep iptek yang
dikembangkan, harus sesuai dengan al-Qur`an dan al-Hadits, dan tidak boleh
bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits itu. Jika suatu konsep iptek
bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits, maka konsep itu berarti harus
ditolak. Misalnya saja Teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia adalah
hasil evolusi dari organisme sederhana yang selama jutaan tahun berevolusi
melalui seleksi alam menjadi organisme yang lebih kompleks hingga menjadi
manusia modern sekarang.
Maka Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib
dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh bangunan ilmu
pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala
macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu
pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat
diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak
dan tidak boleh diamalkan.
2. Cara Islam Dalam Memfilter Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi
Ilmu pengetahuan yang terus berkembang pesat dan membentuk cabang ilmu
masing-masing secara spesifik yang dikenal dengan disiplin ilmu. Ilmu pengetahuan
yang berisi tentang teori-teori yang telah dikembangkan dalam bentuk aplikasi praktis
itu disebut dengan teknologi, teknologi merupakan bagian dari ilmu pengetahuan
yang berkembang secara mandiri, menciptakan dunia tersendiri. Akan tetapi teknologi
tidak mungkin berkembang tanpa didasari ilmu pengetahuan yang kokoh. Maka ilmu
pengetahuan dan teknologi menjadi satu kesatuan tak terpisahkan. keduanya
berkembang pesat dalam kehidupan manusia modern saat ini yang memberikan
manfaat dalam membantu manusia mencapai kesejahteraan hidup.
Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sekarang ini, tidak bisa dipungkiri,
banyak menghantarkan manusia kepada kemudahan efektivitas, dan efesiensi hidup.
Dengan IPTEK manusia telah mampu meraih apa yang dulu dianggap sesuatu yang
mustahil. Namun disisi lain, kemajuan IPTEK membawa akses negatif dan destruktif
yang merugikan dan mengancam keberlangsungan umat manusia dan alam
lingkungan. Proses dehumanisasi dan terancamnya keseimbangan ekologis dan
kelestariannya alam, merupakan imbas negatif dari kemajuan IPTEK. Oleh karena
itu, ilmuwan tidak cukup hanya dengan ilmunya saja, tetapi harus dibekali dengan
iman dan takwa.
Dengan begitu, hasil-hasil kemajuan IPTEK akan dijadikan sebagai sarana bagi
manusia untuk mengeksiskan dirinya sebagai khalifah di bumi, di samping sebagai
“abdun”, hamba Allah. Ilmuwan yang beriman dan bertaqwa akan memanfaatkan
kemajuan IPTEK. Menjaga, memelihara, melestarikan, keberlangsungan hidup
manusia dan keseimbangan ekologi dan bukan untuk fasad fil ardh (Kerusakan di
bumi). Firman Allah SWT.
‫لفحيي ِحذيلقيهرم لب‬
ِ ‫حس‬ ِ ‫ألريحدي الفنناد‬
ِ ‫ل ظلهلر ارلفلف ل ساديد ِحفي ارلفلب ذر لوارلفلب ر ح ِحر ِحبلماد لك ل سلب ر ت‬
‫ح جيعون ل ن‬ ِ ‫ر‬ ‫ر‬ ‫لي‬ ‫لفللعلنيهرم‬ ‫ميلونا‬ ‫ح‬
ِ ‫ر ع ل ض الفن ِحذي ل ع‬
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS.Ar.Ruum: 41)
Dari ayat diatas, menjelaskan kerusakan yang disebabkan oleh tangan-tangan
manusia yang akan berdampak kembali pada manusia itu sendiri. Fenomena ini telah
terasa salah satunya disebabkan oleh penyalahgunaan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Pada dasarnya “ Ilmu pengetahuan dan teknologi dalam islam di arahkan
untuk meningkatkan kualitas kemanusiaan. IPTEK merupakan alat atau media bukan
tujuan”.(Toto Suryana:2008:140) Oleh karena itu ilmu pengetahuan dan teknologi
jangan sampai mengatur manusia sebagai penciptannya. Untuk itu diperlukan upayaupaya
untuk menyertakan nilai-nilai ke dalam IPTEK yang disebut dengan Islamisasi
ilmu pengetahuan,”Islamisasi ilmu pengetahuan bertujuan untuk menyertakan nilainilai
islam ke dalam ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ilmu tidak berdiri
sendiri di tempat netral, namun menjadi dasar pemikiran ilmiah saat ini”.(Toto
Suryana: 2008:140)
Cara islam sendiri memfilter ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu sesuai dengan
paradigma islam yaitu Aqidah islam sebagai dasar IPTEK dan syariat islam menjadi
standarisasi IPTEK, Dibawah ini adalah pemaparannya.
a. Aqidah Islam sebagai dasar IPTEKS
Ini adalah cara pertama islam memfilter perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi dikehidupan manusia, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis
segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang
telah dibawa oleh Rasulullah Saw.
Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin
saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau
tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap mengekor Barat
dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam
konsep ilmu pengetahuan. paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan,
mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan
sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal halal haram.
Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan
konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan
muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang
dengan Aqidah Islam.
Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan
fundamental dan perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma
sekuler yang ada saat ini, dengan paradigma Islam yang memandang bahwa
Aqidah Islam (bukan paham sekularisme) yang seharusnya dijadikan basis
bagi bangunan ilmu pengetahuan manusia.
Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah
Islam dijadikan landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek harus
bersumber dari al-Qur`an dan al-Hadits, tapi maksudnya adalah konsep iptek
harus distandardisasi benar salahnya dengan tolok ukur al-Qur`an dan al-
Hadits dan tidak boleh bertentangan dengan keduanya.
b. Syariah Islam Standar Pemanfaatan Iptek
Cara islam memfilter perkembangan IPTEK kedua Islam dalam
perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar
pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam)
wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga
bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh
syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang
telah diharamkan syariah Islam.
Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga
hadits yang mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk
menggunakan iptek) dengan ketentuan hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara
lain firman Allah:
Artinya : Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman
hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu
keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya. (Qs. an-Nisaa` : 65).
Artinya : Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan
janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. (Qs. al-A’raaf)
Sabda Rasulullah Saw:
“Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak ada perintah kami
atasnya, maka perbuatan itu tertolak.” [HR. Muslim].
Kontras dengan ini, adalah apa yang ada di Barat sekarang dan juga
negeri-negeri muslim yang bertaqlid dan mengikuti Barat secara membabi
buta. Standar pemanfaatan iptek menurut mereka adalah manfaat, apakah itu
dinamakan pragmatisme atau pun utilitarianisme. Selama sesuatu itu
bermanfaat, yakni dapat memuaskan kebutuhan manusia, maka ia dianggap
benar dan absah untuk dilaksanakan. Meskipun itu diharamkan dalam ajaran
agama.
Keberadaan standar manfaat itulah yang dapat menjelaskan, mengapa
orang Barat mengaplikasikan iptek secara tidak bermoral, tidak
berperikemanusiaan, dan bertentangan dengan nilai agama. Misalnya
menggunakan bom atom untuk membunuh ratusan ribu manusia tak berdosa,
memanfaatkan bayi tabung tanpa melihat moralitas (misalnya meletakkan
embrio pada ibu pengganti), mengkloning manusia (berarti manusia
bereproduksi secara a-seksual, bukan seksual), mengekploitasi alam secara
serakah walaupun menimbulkan pencemaran yang berbahaya, dan seterusnya.
Karena itu, sudah saatnya standar manfaat yang salah itu dikoreksi dan
diganti dengan standar yang benar. Yaitu standar yang bersumber dari pemilik
segala ilmu yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, yang amat mengetahui
mana yang secara hakiki bermanfaat bagi manusia, dan mana yang secara
hakiki berbahaya bagi manusia. Standar itu adalah segala perintah dan
larangan Allah Swt. yang bentuknya secara praktis dan konkret adalah syariah
Islam.
24. Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan
cabangnya (menjulang) ke langit,
25. Pohon itu memberikan buahnya pada Setiap musim dengan seizin
Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia
supaya mereka selalu ingat. (QS.AL.Ibrahim:24-25)
Ayat diatas menjelaskan bahwasannya Allah SWT memberikan
perumpamaan Pohon sebagai integrasi antara akidah, syariah, dan akhlak atau
iman, ilmu, dan amal. Di awali dengan akar pohon yang diibaratkan sebagai
iman yang memperkokoh tegaknya ajaran islam, ilmu bagaikan batang pohon
yang mengeluarkan dahan-dahan itulah cabang-cabang ilmu pengetahuan
sedangkan amal ibarat buah yang di ibaratkan dengan teknologi atau hasil dari
produk teknologi.
B. Hubungan Ilmu, Agama, Dan Budaya
1. Hubungan antara Agama dan Kebudayaan
Seperti halnya kebudayaan agama sangat menekankan makna dan signifikasi
sebuah tindakan. Karena itu sesungguhnya terdapat hubungan yang sangat erat antara
kebudayaan dan agama bahkan sulit dipahami kalua perkembangan sebuah
kebudayaan dilepaskan dari pengaruh agama. Sesunguhnya tidak ada satupun
kebudayaan yang seluruhnya didasarkan pada agama. Untuk sebagian kebudayaan
juga terus ditantang oleh ilmu pengetahuan, moralitas secular, serta pemikiran kritis.
Meskipun tidak dapat disamakan, agama dan kebudayaan dapat saling
mempengarui. Agama mempengaruhi system kepercayaan serta praktik-praktik
kehidupan. Sebalikny akebudayaan pun dapat mempengaruhi agama, khususnya
dalam hal bagaimana agama di interprestasikan/ bagaimana ritual-ritualnya harus
dipraktikkan. Tidak ada agama yang bebas budaya dan apa yang disebut Sang –Illahi
tidak akan mendapatkan makna manusiawi yang tegas tanpa mediasi budaya, dlam
masyarakat Indonesia saling mempengarui antara agama dan kebudayaan sangat
terasa. Praktik inkulturasi dalam upacara keagamaan hamper umum dalam semua
agama.
Budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab
yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh
konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang
objektif.
Budaya agama tersebut akan terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan
perkembangan kesejarahan dalam kondisi objektif dari kehidupan penganutnya.
Hubungan kebudayaan dan agama tidak saling merusak, kuduanya justru saling
mendukung dan mempengruhi. Ada paradigma yang mengatakan bahwa ” Manusia
yang beragma pasti berbudaya tetapi manusia yang berbudaya belum tentu
beragama”.
Jadi agama dan kebudayaan sebenarnya tidak pernah bertentangan karena
kebudayaan bukanlah sesuatu yang mati, tapi berkembang terus
mengikuti perkembangan jaman. Demikian pula agama, selalu bisa berkembang di
berbagai kebudayaan dan peradaban dunia.
Jika kita teliti budaya Indonesia, budaya itu terdiri dari 5 lapisan. Lapisan itu
diwakili oleh budaya agama pribumi, Hindu, Buddha, Islam dan Kristen (Andito,
ed,1998:77-79)
Lapisan pertama adalah agama pribumi yang memiliki ritus-ritus yang berkaitan
dengan penyembahan roh nenek moyang yang telah tiada atau lebih setingkat yaitu
Dewa-dewa suku seperti sombaon di Tanah Batak, agama Merapu di Sumba,
Kaharingan di Kalimantan. Berhubungan dengan ritus agama suku adalah berkaitan
dengan para leluhur menyebabkan terdapat solidaritas keluarga yang sangat tinggi.
Oleh karena itu maka ritus mereka berkaitan dengan tari-tarian dan seni ukiran, Maka
dari agama pribumi bangsa Indonesia mewarisi kesenian dan estetika yang tinggi dan
nilai-nilai kekeluargaan yang sangat luhur.
Lapisan kedua dalah Hinduisme, yang telah meninggalkan peradapan yang
menekankan pembebasan rohani agar atman bersatu dengan Brahman maka dengan
itu ada solidaritas mencari pembebasan bersama dari penindasan sosial untuk menuju
kesejahteraan yang utuh. Solidaritas itu diungkapkan dalam kalimat Tat Twam Asi,
aku adalah engkau.
Lapisan ketiga adaalah agama Buddha, yang telah mewariskan nilai-nilai yang
menjauhi ketamakan dan keserakahan. Bersama dengan itu timbul nilai pengendalian
diri dan mawas diridengan menjalani 8 tata jalan keutamaan.
Lapisan keempat adalah agama Islam yang telah menyumbangkan kepekaan
terhadap tata tertib kehidupan melalui syari’ah, ketaatan melakukan shalat dalam lima
waktu,kepekaan terhadap mana yang baik dan mana yang jahat dan melakukan yang
baik dan menjauhi yang jahat (amar makruf nahi munkar) berdampak pada
pertumbuhan akhlak yang mulia. Inilah hal-hal yang disumbangkan Islam dalam
pembentukan budaya bangsa.
Lapisan kelima adalah agama Kristen, baik Katholik maupun Protestan. Agama
ini menekankan nilai kasih dalam hubungan antar manusia. Tuntutan kasih yang
dikemukakan melebihi arti kasih dalam kebudayaan sebab kasih ini tidak menuntut
balasan yaitu kasih tanpa syarat. Kasih bukan suatu cetusan emosional tapi sebagai
tindakan konkrit yaitu memperlakukan sesama seperti diri sendiri. Atas dasar kasih
maka gereja-gereja telah mempelopori pendirian Panti Asuhan, rumah sakit, sekolahsekolah
dan pelayanan terhadap orang miskin.
Apakah gunanya menggunakan pendekatan kebudayaan terhadap agama. Yang
terutama adalah kegunaannya sebagai alat metodologi untuk memahami corak
keagamaan yang dipunyai oleh sebuah masyarakat dan para warganya. Kegunaan
kedua, sebagai hasil lanjutan dari kegunaan utama tersebut, adalah untuk dapat
mengarahkan dan menambah keyakinan agama yang dipunyai oleh para warga
masyarakat tersebut sesuai dengan ajaran yang benar menurut agama tersebut, tanpa
harus menimbulkan pertentangan dengan para warga masyarakat tersebut. Yang
ketiga, seringkali sesuatu keyakinan agama yang sama dengan keyakinan yang kita
punyai itu dapat berbeda dalam berbagai aspeknya yang lokal. Tetapi, dengan
memahami kondisi lokal tersebut maka kita dapat menjadi lebih toleran terhadap
aspek-aspek lokal tersebut, karena memahami bahwa bila aspek-aspek lokal dari
keyakinan agama masyarakat tersebut dirubah maka akan terjadi perubahanperubahan
dalam berbagai pranata yang ada dalam masyarakat tersebut yang akhirnya
akan menghasilkan perubahan kebudayaan yang hanya akan merugikan masyarakat
tersebut karena tidak sesuai dengan kondisi-kondisi lokal lingkungan hidup
masyarakat tersebut. http://fitriromuna.blogspot.com/2013/05/makalah-hubunganagama-
dengan-kebudayaan.html
Contoh Hubungan agama dan kebudayaan di dalam kehidupan sehari-hari
1) ketika seseorang berpindah agama cara berfikir dan cara hidupnya dapat
berubah secara signifikan. dapat dilihat seseorang yang beragama Kristen
pindah menjadi agama islam maka pandangan hidupnya akan berubah pula,
missal: cara pandang mareka dalam berpakaian ketika mereka beragama
Kristen cara berpakain mereka kurang menutup aurat tetapi ketika mereka
telah beragam islam cara berpakaian mereka menutup aurat.
2) ketika ibadah hari raya idul fitri, hari raya ini dalam praktiknya tidak lagi
menjadi perayaan “khas” penganut agama islam tetapi sudah lebih merupakan
tradisi bagi segenap masyarakat Indonesia. Saling maaf memaafkan yang dulu
tidak pernah terjadi di negeri-negeri timur tengah tetapi masyarakat Indonesia
justru di jadikan momemtum untuk membangun kembali tali persaudaraan
seta kesetiakawanan lintas etnoreligius.
3) budaya Ngaben yang merupakan upacara kematian bagi umat hindu Bali yang
sampai sekarang masih terjaga kelestariannya
2. Hubungan Ilmu dan Teknologi
Mengenai teknologi ada tiga pendapat
1. Teknologi bukan ilmu, melainkan penerapan ilmu.
2. Teknologi merupakan ilmu, yang dirumuskan dengan dikaitkan aspek
eksternal, yaitu industri dan aspek internal yang dikaitkan dengan objek
material “ilmu” maupun aspek “murni-terapan”.
3. Teknologi merupakan “keahlian” yang terkait dengan realitas kehidupan
sehari-hari.
Untuk lebih memperjelas identifikasi ilmu dan teknologi ada tujuh pembeda.
1. Teknologi merupakan suatu system adapatasi yang efisien untuk tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan akhir dari teknologi adalah untuk
memecahkan masalah-masalah material manusia, atau untuk membawa
perubahan-perubahan praktis yang diimpikan manusia. Sedangkan ilmu
bertujuan untuk memahami dan menerangkan fenomena fisik, biologis,
psikologis, dan dunia sosial manusia secara empires.
2. Ilmu berkaitan dengan pemahaman dan bertujuan untuk meningkatkan pikiran
manusia, sedangkan teknologi memuasatkan diri pada manfaat dan tujuannya
adalah untuk menambah kapasitas kerja manusia.
3. Tujuan ilmu adalah memajukan pembangkitan pengetahuan, sedangkan
teknologi adalah memajukan kapasitas teknis dan membuat barang atau
layanan.
4. Perbedaan ilmu terknologi berkaitan dengan pemegang peran. Bagi ilmuan
diharapkan untuk mencari pengetahuan murni dari jenis tertentu, sedangkan
teknolog untuk tujuan tertentu. Ilmuan “mencari tahu”, “teknologi
mengerjakan”.
5. Ilmu bersifat supranasional (mengatasi batas Negara) sedangkan teknologi
harus menyesesuaikan diri lingkungan tertentu.
6. Imput teknologi bermacam-macam jenis yaitu material alamiah, daya alamiah,
keahlian, teknik, alat, mesin, ilmu, dan pengetahuan sari berbagai macam,
misalnya akal sehat, pengalaman, ilham, intuisi, dan lain-lain. Adapun imput
ilmu adalah pengetahuan yang telah tersedia.
7. Output ilmu adalah pengetahuan baru, sedangkan teknologi menghasilkan
produk berdimensi tiga.
Dari penelusuran terhadap konsep ilmu dan teknologi dengan berbgai aspek dan
nuansanya, kiranya mulai jelas keterkaitan antara ilmu dan teknologi. Beberapa titik
singgung antara keduanya mungkin dapat dirumuskan :
Bahwa baik ilmu maupun teknologi merupakan komponen dari kebudayaan. Baik
ilmu maupun teknologi memiliki aspek ideasional maupun faktual, dimensi abstrak
maupun konkrit, dan aspek teoritis maupun praktis. Terdapat hubungan dialektis
(timbal balik) antara ilmu dan teknologi. Pada satu sisi ilmu menyediakan bahan
pendukung penting bagi kemajuan teknologi, yakni teori-teori. Pada sisi lain
penemuan-penemuan teknologi sangat membantu perluasan cakrawala penelitian
ilmiah yakni dengan dikembangkannya perangkat-perangkat penelitian berteknologi
mutakhir. Bahkan dapat dikatakan bahwa dewasa ini kemajuan ilmu mengandaikan
dukungan teknologi, sebaiknya sebaiknya kemajuan teknologi mengabaikan
dukungan ilmu. Sebagai klarifikasi konsep, istilah ilmu lebih dapat dikatakan dengan
konteks teknologi, sedankan istilah pengetahuan lebih sesuai digunakan dalam
konteks teknis.
3. Hubungan Ilmu dengan Kebudayaan
Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan dan pengetahun merupakan unsure dari
kebudayaan. Kebudayaan disini merupakan seperangkat sistem nilai, tata hidup dan
sarana bagi manusia dalam kehidupannya. Kebudayaan nasional merupakan
kebudayaan yang mencerminkan aspirasi dan cita-cita suatu bangsa yang diwujudkan
dengan kehidupan bernegara. Pengambangan kebudayaan nasional merupakan bagian
kegiatan dari suatu bangsa, baik disari atau tidak maupun dinyatakan secara eksplisit
atau tidak.
Ilmu dan kebudayaan berada dalam posisi yang saling tergantung dan saling
mempengaruhi. Pada suatu pihak pengembangan ilmu dalam suatu masyarakat
tergantung dari kondisi kebudayaannya. Sedangkan dilain pihak, pengembangan ilmu
akan mempengaruhi jalannya kebudayaan. Ilmu terpadu secara intim dengan
keseluruhan struktur sosial dan tradisi kebudayaan, mereka saling mendukung satu
sama lain: dalam beberapa tipe masyarakat ilmu dapat berkembangkan secara pesat,
demikian sebaliknya, masyarakat tersebut tak dapat berfungsi dengan wajar tanpa
didukung perkembangan yang sehat dari ilmu dan penerapannya.
Dalam rangka pengembangan kebudayaan nasional ilmu mempunya peranan ganda.
Ilmu merupakan sumber nilai yang mendukung terselenggaranya pengembangan
kebbudayaan nasional. Ilmu merupakan sumber nilai yang mengisi pembentukan
watak suatu bangsa.
Pada kenyataanya kedua fungsi ini terpadu satu sama lain dan sukar dibedakan.
Pengkajian pengembangan kebudayaan nasional kita tidak dapat dilepaskan dari
pengembangan ilmu. Dalam kurung dewasa ini yang terkenal sebagai kurun ilmu
teknologi, kebudayaan kitapun tak lepas dari pengaruhya, dan mau tidak mau harus
ikut memperhitungkan faktor ini. Sayangnya yang lebih dominan pengaruhnya
terhadap kehidupan kita adalah teknologi yang merupakan produk dari kegiatan
ilmiah. Sedangkan hakikat keilmuan itu sendiri yang merupakan sumber nilai yang
konstruktif bagi pengembangan kebudayaan nasional pengaruhnya dapat dikatakan
minimal sekali.
Ada pemahaman yang memisahkan ilmu dan kebudayaan baik secara konseptual
maupun faktual, tidak dapat diterima lagi. Ilmu merupakan komponen penting dari
kebudayaan. Bahkan kecenderungan akhir abad ini semakin member tempat bagi
dominasi ilmu dalam menciptakan universum-universum simbolok atau dunia
kemasukakalan. Tidak perlu disangkal bahwa memang timbul segala marginalisasi
unsure-unsur pengetahuan non ilmiah sebagai unsure pengetahuan yang berada diluat
objektivitas.
Sebagaimana watak yang sudah melekat pada kebudayaan manusia scientism
pada akhirnya dapat reaksi paling tidak dengan munculnya reorientasi atau
pengembangan orientasi baru bagi pengembangan ilmu baru. Gejala yang tampak
semakin luas adalah mulai ditinggalkannya ideologi ilmu untuk ilmu atau ilmu bebas
nilai. Ideoloi yang sedemikian jelas mengingkari hubungan dialektis antara ilmu
sebagai unsur sistem kebudayaan dengan unsur sistem kebudayaan yang lain, baik itu
religi, struktur sosial kepentingan politis maupun subjektifitas manusia itu sendiri.
Persoalan yang kemudian menuntut pemikiran bersama lebih lanjut adalah strategi
pengembangan ilmu yang sungguh-sungguh mempertimbangkan unsur-unsur sistem
kebudayaan yang lain secara integral dan integratif. Kesalahan pemilihan strategi
pembelajaran ilmu akan mempunyai akibat langsung bagi integrasi kebudayaan dari
masyarakat yang bersangkutan. Setiap kebudayaan memiliki hierarki nilai yang
berbeda sebagai dasar penentuan skala prioritas. Ada sistem kebudayaan yang
menentukan nilai teori dengan mendudukan rasiolisme, empirisme, dan metode
ilmiah sebagai dasar penentu dunia objektif. Terdapat pula sistem kebudayaan yang
menempatkan nilai ekonomi sebagai acua dasar dari seluruh dinamika unsur
kebudayaan yang lain. Ada juga sistem kebudayaan yang meletakkan nilai positif
sebagai dasar pengendali unsur-unsur kebudayaan yang lain, selain ada sistem
kebudayaan yang menempatkan nilai religius, nilai estetis, nilai sosial sebagai dasar
dasn orientasi seluruh kebudayaan setiap pilihan orientsi nilai dari kebudayaan akan
memiliki konsekuensi masing-masing, baik pada taraf ideasional maupun operasional.
Untuk meningkatkan peranan dan kegiatan keilmuan pada pokoknya mengandung
beberapa pikiran.
1. Ilmu merupakan bagian dari kebudayaan dan oleh sebab itu langkah-langkah
kearah peningkatan peranan dan kegiatan keilmuan harus memperhatikan situasi
kebudayaan masyarakat kita.
2. Ilmu merupakan salah satu cara dalam menemukan kebenaran. Disamping ilmu
masih terdapat cara-cara lain yang sah sesuai lingkungan dan permasalahannya
masing-msaing.
3. Asumsi dasar dari semua kegiatan dalam menemukan kebenaran adalah rasa
percaya terhadap metode yang dipergunakan dalam kegiatan tersebut.
4. Pendidikan ilmuan harus sekaligus dikaitkan dengan pendidikan moral.
5. Pengembangan bidang keilmuan harus disertai dengan pengembangan dalam
bidang filsafat terutama yang menyangkut keilmuan.
6. Kegiatan ilmiah harus bersifat otonomi yang terbatas dari tekanan struktur
kekuasaan.
7. Pada hakikatnya semua unsur kebudayaan harus diberi otonomi dalam
menciptakan paradigma mereka sendiri. Terlalu banyak campur tangan dari luar
hanya menimbulkan paradigma mereka semua yang tidak ada gunanya.
Paradigma agar bias berkembang dengan baik membutuhkan dua syarat yakni
kondisi rasionalitas dan kondisi psikososial kelompok. Kondisi rasionalitas
menyangkut dasar pikiran paradigma yang berkaitan dengan makna, hakikat dan
relevansinya dengan keterlibatan semua anggota kelompok dalam
mengembangkan dan melaksanakan paradigma tersebut.
4. Hubungan Teknologi dan Kebudayaan
Sejak dimulai revolusi industri di Eropa, teknologi yang dihasilakan oleh
masyarakat Eropa, kemudian disebarkan keseluruh dunia ternyata memiliki berikut :
1. Watak ekonomis yang pada intinya berorientasi pada efisiensi ekonomis dengan
mengutamakan kendali pada elit pendukong finansial dan elit tenaga ahli.
2. Ditinjau dari aspek sosial teknologi barat ternyata bersifat melanggengkan sifat
ketergantungan. Ketergantungan ini terkait, baik dengan teknik produksi maupun
pola konsumsi. Mata rantai produsen dan konsumen terputus. Artinya, produsen
menentukan produk lebih berorientasi pada kemajuan teknologi. Iklan-iklan
berbagai media massa merupakan “nabi-nabi” bagi pencipta kebutuhan baru.
Struktur kebudayaan teknologi barat telah melahirkan struktur kebudayaan yang:
a. Memandang ruang geografis dengan kacamata pusat pinggiran dengan dunia barat
sebagai pusatnya.
b. Adapun kecenderungan untuk melihat waktu sebagai suatu hal yang berkaitan
dengan kemajuan dan berkembang secara linier; a
c. danya kecenderungan untuk memahami relaitas secara terpisah, dan memahami
hubungan antara bagian sebagai hubungan mekanistis sehingga perubahan pada
suatu bagian menuntut adanya penyesesuaian pada bagian yang lain;
3. Kecenderungan untuk memandang manusia sebagai tuan atas alam dan hak-hak
yang terbatas.
Dengan mempertimbangkan watak teknologi barat yang demikian, sulit
kiranya untuk tidak menyebut ahli teknologi barat sebagai invasi kebudayaan
barat. Globalisasi merupakan bukti betapa gelombang invasi terjadi dengan
dahsyatnya. Perbincangan tentang hubungan antara teknologi dan kebudayaan
dapat dititip dari dua sudut pandang, yakni dari teknologi dan kebudayaan. Dari
sudut pandang teknologi terbuka alternatif untuk memandang hubungan antara
teknologi dan kebudayaan dalam paradigma positifistis atau dalam paradigma
teknologi tepat. Masing-masing pilihan mengandung konsekuensi yang berbeda
terhadap komponen-komponen kebudayaan yang lain. Paradigma teknologi
positifistis yang didasari oleh metafisika matearialistis jelas memiliki kekuatan
dalam menguasai, menguras, dan memuaskan hasrat manusia yang tak terbatas.
Sedangkan paradigma teknologi tepat lebih menuntut kearifan manusia secara
wajar. Dari sudut pandang kebudayaan bagaimanapun juga teknologi dewasa ini
merupakan anak kandung kebudayaan barat. Hal ini berarti bahwa penerimaan
ataupun penolakan secara sistematik terhadap teknologi harus dilihat dalam
rangka komunikasi antar sistem kebudayaan. Dengan demikian, Negara atau
masyarakat pengembang teknologi bahwa suatu penemuan teknologi baru
merupakan momentum proses eksternalisasi dalam rangka membangun dunia
objektif yang baru, sedangkan bagi Negara atau masyarakat konsumen teknologi,
suatu konsumsi teknologi baru dapat bermakna inkulturasi kebudayaan, akulturasi
kebudayaan, atau bahkan invasi kebudayaan.
C. Hukum Sunnatullah (Kausalitas)
Pengertian sunnatullah ( kausalitas )
Sunatullah adalah ketentuan Allah. Suatu ketentuan hukum Logika yang mempunyai
hubungan sebab akibat. Jika menurut kajian ilmiah (Scientific) disebut dengan hukum Alam.
Misalnya seseorang sakit, kemudian dia (si sakit) memakan obat, lantas sembuh. Ini adalah
sunnatullah, hubungan sebab akibat, jika makan obat maka bakteri penyebab sakit akan mati dan,
penyakit yang disebabkan oleh bakteri tersebut akan hilang atau sembuh.
Dengan mengetahui hubungan sunnatullah di alam maka kita harus tidak meyakini bahwa
obatlah yang menyembuhkan si sakit, tetapi tetap Allah swt karena dengan sunnatullah yang
berlaku dialamlah yang menyebabkan si sakit sembuh setelah makan obat. Obat disini hanyalah
usaha manusia. Dengan makan obat maka hubungan sebab akibat berlaku, dan menyembuhkan si
sakit, Jadi bukanlah obat yang menyembuhkan si sakit, berkeyakinan seperti ini dapat jatuh
kepada Syirik (Menduakan Tuhan). Dengan mengetahui hukum alam sebagai sunnatulla maka
kita terhindar dari pada keyakinan yang dapat menimbulkan Syirik. Contohnya membuat tangkal
pada anak kecil yang sering sakit sakitan. Tangkal ini adalah kepercayaan masyarakat Indonesia,
yaitu berupa kantong kecil dari kain hitam yang diisi logam , logam penangkal seperti magnet,
besi putih, timah dan sebagainya. Kepercayaan seperti ini adalah Syirik. Karena tidak dapat
dijelaskan secara ilmiah. Hanya Mitos, Takhyul dan Khurafat, yang menyebabkan pelakunya
jatuh kepada Syirik. Tidak ada usaha atau bukanlah usaha namanya jika sesuatu itu tidak dapat
dijelaskan hubungan sebab akibatnya dan diterima secara ilmiah dan logik (Masuk akal).
Janganlah bersandar pada alasan bahwa memakai tangkal dan zimat itu hanya usaha dan Allah
yang menyembuhkan. Allah tidak ridho dengan usaha yang menserikatkanya. Walau dengan izin
Allah sembuh juga, tetapi iblis dan syaitan telah menang mengelabui dan menipu ummat
manusia yang beriman dengan melakukan perbuatan yang menjauhinya, yaitu
mensyerikatkannya dengan memakai zimat dan tangkal itu. Jadi jika sesuatu tidak dapat
dijelaskan dan dibuktikan secara ilmiah maka itu ditolak sebagai sunnatullah (hukum kausal)
yang sudah menjadi ketetapan Allah
‫لتربحديل‬
ِ ‫لح‬
ِ ‫لفح ي سنن ِحة ا ن‬
ِ ‫ح جلد‬ ِ ‫لح الفن ِحتي لقرد ل خلل ر ت ِحم ر ن لقرب يل لولفل ر ن لت‬ ِ ‫ي سننلة ا ن‬
Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan
menemukan perubahan bagi sunatullah itu.(QS Al Fath ayat 23)
Seperti ketentuan setiap benda apabila dilemparkan keatas maka akan kembali lagi ke bumi
akibat adanya gaya tarik bumi. Ini salah satu contoh hukum, dan banyak lagi hukum-hukum alam
lainnya, yang secara ilmiah dapat kita temukan dalam setiap pelajaran ilmu pengetahuan alam
atau fisika. Ini hukum pasti. Allah tidak mungkin merubah ketentuan hukumnya karena ini sudah
merupakan janji Allah dan Allah selalu menepati janji. Hukum-hukum alam seperti ini disebut
sebagai Sunatullah.Banyak hukum-hukum Allah yang tertulis dalam al-Quran, Seperti ketentuan
mengenai garis peredaran bulan, dan pergantian siang dan malam
‫ديحمل الف ن شر م ي س‬ ِ ‫لوارلفلقلم لر لقند ر رلناديه لملناد ِحز لل ل حنتى ع ل عادلد لكادرلفيع ر ر ي جون ِحن ارلفلق ِح‬
‫ك ك لي ر‬ ٍ ‫ليرنلبحغي لفللهاد أل ر ن يترد ِحر ل ك ارلفلقلم لر لول الفلنري يل ل ساد ِحب ي ق الفننلهاد ِحر لويكلل ِحفي لفلل‬ ِ
‫سلب ي حون ل ن‬
Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke
manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua.
Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului
siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.(QS Yasiin ayat 39-40)
Allah swt juga mencontohkan kepada kita salah satu sunnahnya tentang proses terbentuknya
manusia sampailah ia dewasa kemudian tua dan mati.hal ini juga menjelaskan sunnatullah di
alam tentang proses pertumbuhan.
‫ح ث لف ِحإنناد ل خللرقلناديكرم ِحم ر ن يت لرا‬ ِ ‫ك ب ِحم لن ارلفلب ر ع‬ ٍ ‫إح ر ن يكرنيترم ِحفي لرري‬ ِ ‫لياد ألبيلهاد الفنناد ي س‬
‫ك ب يثنم ِحم ر ن ين ر طلف ٍكة يثنم ِحم ر ن ل علللق ٍكة يثنم ِحم ر ن يم ر ضلغ ٍكة يم ل خلنلق ٍكة لو ل غرييي ِحر يم ل خلنلقيي ٍكة‬ ٍ
‫ِحلفينلبذييي ل ن‬
‫ح‬
ِ ‫خحر ي جيكرم‬ ِ ‫إحللفى ع أل ل ج ٍكل يم ل سممى ع يثنم ين ر‬ ِ ‫لفليكرم لوين ِحق بر ِحفي ال ر ر ل حاد ِحم لماد لن ل شاد ي ء‬
‫إحللفى ع أل ر رلذ ِحل‬ ِ ‫لوحمرنيكرم لم ر ن يي لربد‬ ِ ‫لفحلتربيليغونا أل ي شنديكرم لو ِحمرنيكرم لم ر ن ييلتلوننفى ع‬ ِ ‫طرفل يثنم‬
‫ارلفيعيم ِحر‬
‫ح عرل ٍكم ل شريةئاد لولت لرى ال ر ر ل ض ل هاد ِحملدةة لف ِحإلذا ألرن لزرلفلناد ل‬ ِ ‫لفحلكريل لي ر علللم ِحم ر ن لب ر ع ِحد‬ ِ
‫كج‬ ٍ ‫ك ج لب ِحهي‬ٍ ‫عللريلهاد ارلفلماد ل ء ا ر هلت نز ر ت لو لرلب ر ت لوألرنلبلت ر ت ِحم ر ن يك ذل لزر و‬
Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah)
sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian
dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang
tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang
Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai
bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara
kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai
pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan
kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah
bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.(QS
AlHajj ayat 5)
Sunnatullah sesuatu yang dapat diukur, diperhitungkan dan diramalkan
Dengan mengetahui adanya sunnatullah di alam kita dapat membedakan mana ramalan
atau prediksi ilmiah dengan ramalan yang menyebabkan syirik. Ramalan Cuaca, Ramalan akan
terjadi Gerhana matahari, adalah contoh-contoh ramalan prediksi ilmiah yang didapat melalui
penelitian dan perhitungan ilmiah. Tetapi jika ramalan nasib memakai kartu, ramalan nasib
dengan bintang berdasarkan tanggal lahir, astrologi adalah contoh-contoh ramalan yang dapat
jatuh
Sunnatullah adalah ketentuan Allah yang ada pada Al-Quran:
‫النوحلفي ل ن‬
ِ ‫بحه لولقرد ل خلل ر ت ي سننية‬
ِ ‫ل يي رؤ ِحمينون ل ن ِح‬
mereka tidak beriman kepadanya (Al Qur'an) dan sesungguhnya telah berlalu sunnatullah
terhadap orang-orang dahulu.(QS Al Hijr ayat 13) Maksud sunnatullah di sini ialah
membinasakan orang-orang yang mendustakan rasul
Hakikat Hubungan Sebab dan Akibat
Di sini perlu diketahui, “kausalitas” supaya dibedakan dengan artian “kausalitas” dalam
ilmu-ilmu alam atau fisika. Sebagaimana berkali-kali ditunjukkan oleh para filosofi, “sebab” di
dunia fisik mengacu pada sumber efisien gerak. “Sebab” dalam istilah ilmu alam adalah
pelaku (agent) dan pemberi gerak, dan bukan penganugerah wujud. Akan tetapi, pelaku dalam
istilah metafisika adalah pelaku dan pemberi wujud. Dua istilah teknis itu memang kerap
terkacaukan, terutama dalam berbagai pernyataan para filosofi modern
Untuk klarifikasi lebih mendalam atas beberapa bagian diskusi ini, rujuk jilid
Ketiga Ushul-e Falsafeh wa Rawisy-e Riyalism (Prinsip-Prinsip dan Metode Filsafat Realisme).
Dalam kaitan dengan kausalitas, Mulla Shadra menandaskan bahwa hubungan akibat dan sebab
merupakan hubungan “penyinaran (illuminative)”, dan bahwa penyebaban (causation) itu sendiri
tidak lain adalah “penyinaran (illumination)”. Hal yang secara tradisional diakui dalam filsafat
mengenai hubungan sebab dan akibat adalah bahwa sebab menghadirkan eksistensi dan wujud
pada akibat sehingga seolah-olah pihak pertama memberi pihak kedua suatu hal yang ketiga:
secara berurutan yang pertama adalah sebab; yang kedua adalah akibat; dan yang ketiga adalah
eksistensi atau wujud. Gambaran penyebaban ini melukiskan pemberi, penerima, dan sesuatu
yang diberikan maupun diterima (secara terpisah-pisah). Tentu saja, gambaran itu menyamakan
hubungan antara pemberi dan penerima (wujud) dengan hubungan (mutual) antara dua hal pada
umumnya. Sebagai misal, seorang ayah dan anak adalah dua maujud. Yang pertama merupakan
sumber bagi yang kedua, dalam arti bahwa anak berasal dari ayah. Lalu, terjadilah suatu
hubungan di antara kedua sebagai hakikat ayah atau anak. Namun, kita tahu bahwa wujud ayah
adalah satu hal, wujud anak adalah hal lain, dan hubungan di antara keduanya adalah hal yang
lain lagi.
Hubungan serupa tergambar pada sebab dan akibat, yang diacu sebagai hubungan kausal:
suatu hubungan antara pemberi dan penerima wujud. Hubungan sebab-akibat itu sendiri tidak
sama dengan wujud sebab atau akibat. Hubungan itu semata-mata terjadi antara dua hal, seperti
keayahan dan keanakan yang merupakan hubungan antara seorang ayah dan anak. Kaum Sufi
meyakini bahwa maujud selain Allah adalah sekutu-Nya, karenanya keyakinan pada sesuatu
selain-Nya merupakan syirik dan penyekutuan. Atas dasar itu, kaum Sufi menyangkal kausalitas.
Sebaliknya, filosof meyakini bahwa makna “penciptaan” yang termaktub dalam Al-Quran ialah
kausasi Dzat Allah, dan bukan tajalli atau penampakan-Nya. Lalu, apakah perselisihan ini
bersifat terminologis belaka? Jelas tidak. Sebab, dalam konseptajalli dan penampakan, ada
asumsi kesatuan antara Sumber dan objek penampakan; antara pantulan dan Pemantulnya.
Dengan demikian, hakikat tajalli dan penampakan ialah Dzat yang Tampak itu sendiri, lantaran
segi yang menampak bukanlah sesuatu yang berbeda dari Jati Diri si Penampak’.
3Materi ini disarikan dari juz lima karya Mulla Shadra yang berjudul Al-Asfar al-
Arba’ah terbitanAl-Dar al-Nashr, Qum Iran, tt.
Salah satu kerja besar Mulla Shadra ialah mendekatkan pemahaman kausalitas dan tajallidengan
membuktikan bahwa akibat dan efek sebenarnya tak lebih dari “satu derajat dari berbagai derajat
sebab, satu penampakan dari berbagai penampakannya, dan satu wajah dari berbagai wajahnya”.
Dengan demikian, pada hakikatnya Mulla Shadra mengembalikan kausalitas kepada tajalli
Sebelum Mulla Shadra, para filosofi menduga bahwa antara sebab dan akibat terdapat
penghubung (rabith’) yang menyambungkan keduanya. Jelasnya, menurut rnereka, sebab
merupakan entitas yang terpisah dari akibat dan demikian pula sebaliknya. Melalui penghubung
keduanya itulah sebab melahirkan akibat dalam rangkaian sebab-akibat. Sebagai contoh, kalau A
adalah sebab dan B adalah akibat, maka kausalitas ialah terkaitnya B pada hakikat A lewat
sejenis keterhubungan (intisab atau idhafah}.
Mulla Shadra menolak asumsi ini dengan membuktikan bahwa hakikat akibat ialah
keterhubungan dengan sebab itu sendiri. Akibat dan efek itu tak lain adalah entitas yang
menyatu-padu dengan sebab. Akibat bukanlah hasil pencerahan atau iluminasi (isyraq) sebab
pada suatu entitas sehingga akibat bergantung pada sebabnya melalui iluminasi, melainkan
merupakan inti kebergantungan dan iluminasi itu sendiri (karena yang ada di alam wujud
hanyalah wujud sebab, tak lain dan tak bukan). Perwujudan adalah hakikat Pewujud, sedangkan
kebergantungan ialah hakikat objek yang bergantung. Alhasil, Mulla Shadra berhasil
membuktikan bahwa realitas sebab-akibat sama dengan tajalli.
Kaum Sufi menolak gagasan kausalitas para filosof terdahulu lantaran yang belakangan
meyakini bahwa Dzat Allah adalah Sebab bagi segala sesuatu, sehingga Dzat Allah sendiri
adalah satu hal, sedangkan penyebaban (kausasi) dan penciptaan adalah hal lain, dan demikian
juga sosok akibat atau objek ciptaan adalah hal ketiga yang lain lagi. Hasilnya, alam wujud
menampung tiga hal yang berbeda.
Menurut Mulla Shadra, tindak mencipta (khalq) dan ciptaannya (makhlua) adalah sesuatu yang
identik. Maka dari itu, penciptaan dan ciptaan tidak lebih dari salah satu nuansa Sebab dan bukan
hal yang terpisah darinya. Perbedaan antara tindak penyebaban dan akibat atau penciptaan dan
ciptaan semata-mata bersifat mental dan rekaan belaka.
Di samping itu, kendati terdapat keberagaman hakiki (katsrah) antara sebab dan akibat,
keberagaman itu sendiri mengacu pada satu sisi (atau nuansa) kesatuan antara keduanya. Karena,
akibat bukanlah sesuatu selain sebabnya. Bahkan, akibat tak lain dari nuansa dan berkedudukan
sebagai nama dan sifat dari sebabnya. Jelasnya, sebagaimana sifat merupakan satu segi dari
penyandangnya, demikian pula akibat merupakan satu segi dari sebabnya.
Oleh sebab itu, bila kita mencermati hakekat wujud segala sesuatu, mustahil kita bisa
memisahkannya dari Dzat Penyandangnya, yakni Allah. Namun, karena kita senantiasa
mencerap segenap rnaujud rnelalui esensi-esensinya yang beragam, kita melihat alam wujud
secara beragam dan bukan manunggal. Dalam konteks ini, Mulla Shadra telah berhasil
mendamaikan cara-pandang para filosof dan para Sufi dengan rnembuktikan bahwa kausalitas
tak lain adalah tajalli dan tajalli tak terjadi kecuali dalam kerangka hukum kausalitas.
Prinsip Kausalitas
Hal-hal berikut ini perlu digarisbawahi terkait dengan prinsip kausalitas:
1. Prinsip kausalitas tidak mungkin dibuktikan dan dipaparkan secara empirik. Karena, indera
tidak mendapatkan sifat objektif, kecuali jika berdasarkan prinsip tersebut. Kita membuktikan
realitas objektif persepsi inderawi berdasarkan prinsip kausalitas.
2. Prinsip kausalitas bukanlah teori ilmiah eksperimental, tetapi hukum filsafat rasional. Karena,
semua teori ilmiah bergantung padanya. Ini tampak dengan sangat jelas setelah kita mengetahui
bahwa setiap deduksi ilmiah yang berdiri di atas eksperimen menghadapi persoalan keumuman
(generalisasi) dan kemencakupan (komprehensif). Artinya, eksperimen yang menjadi dasar
penyimpulan ilmiah itu terbatas. Eksperimen tidak menjamah keseluruhan alam semesta, maka
bagaimana dapat menjadi dalil bagi teori umum. Kita bisa memecahkan problem itu, ketika kita
menghadapinya berkenaan dengan berbagai teori ilmiah, dengan bersandarkan pada prinsip
kausalitas, sebab prinsip ini adalah bukti yang memadai mengenai generaliasasi kesimpulan dan
kemencukupannya. Sedangkan jika prinsip itu sendiri dianggap eksperimental dan kita
menghadapi permasalahan yang sama di dalamnya, kita sepenuhnya tidak akan pernah bisa
memecahkan permasalahan ini. Jadi, prinsip kausalitas haruslah berada di atas eksperimen dan
kaidah dasar penyimpulan-penyimpulan eksperimental secara umum.
3. Prinsip kausalitas tidak mungkin ditolak dengan argumen apa pun. Karena, setiap usaha
seperti ini justru menyebabkan pengakuan terhadap prinsip itu sendiri. Jadi, prinsip ini adalah
tetap kukuh sebelum dibuktikan manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Suryana, Toto A. (2008). Islam Pola Pikir,Perilaku dan Amal. Bandung: CV.Mughni Sejahtera
http://hanahafifah.blogspot.co.id/2014/01/pandangan-islam-dalam-
perkembanganilmu.
html
http://fitriromuna.blogspot.com/2013/05/makalah-hubungan-agama-dengan-kebudayaan.html
http://bloger-fokusjaya.blogspot.co.id/2011/11/kausalitas-dalam-perspektif-filsafat.html

Anda mungkin juga menyukai