Anda di halaman 1dari 16

TUGAS KELOMPOK

“PENYEBAB TIMBUL DAN PENERAPAN PSAK 71, 72 DAN 73”

Disusun oleh :
Kelompok 3
Muh. Ali Zulkifli Sardar (196602033)
Nofaldi Carolis Ganggali (196602055)
Andi Muh. Rizqy (196602068)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI ENAM-ENAM KENDARI
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “
Penyebab Timbul dan Penerapan PSAK 71, 72 Dan 73 ” ini tepat pada
waktunya.
Adapun tugas dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Topik Khusus Akuntansi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembanca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Jusbair Baheri,
SE.,MSA.,Ak. , selaku dosen Topik Khusus Akuntansi yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang saya tekuni.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Kendari, 31 Oktober 2021

Penyusun

DAFTAR ISI

2
JUDUL..............................................................................................................................1

KATA PENGANTAR............................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................6

1.3 Tujuan........................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................7

2.1 Penyebab Timbulnya PSAK 71, 72 dan 73...............................................7

2.1.1 PSAK 71............................................................................................7

2.1.2 PSAK 72............................................................................................8

2.1.3 PSAK 73............................................................................................9

2.2 Penerapan PSAK 71, 72 dan 73..............................................................10

2.2.1 PSAK 71..........................................................................................10

2.2.2 PSAK 72..........................................................................................11

2.2.3 PSAK 73..........................................................................................12

BAB III PENUTUP..............................................................................................14

3.1 Kesimpulan..............................................................................................14

3.2 Saran........................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

BAB I

PENDAHULUAN

Berawal dari permasalahan krisis global pada tahun 2008, PSAK 71 (IAI,
2017) yang menggantikan PSAK 50, 55, 60 diterbitkan oleh Dewan Standar
Akuntasi Keuangan (DSAK) pada tahun 2017 dan diberlakukan efektif pada 1

3
Januari 2020 (IAI, 2017). Dalam PSAK 71 (2017) diberlakukan metode expected
loss untuk melakukan pencadangan piutang. Metode tersebut
memperhitungkan kemungkinan (probabilitas) adanya penurunan nilai dimasa
mendatang akibat perubahan ekonomi yang berdampak pada risiko kredit. Oleh
karena itu, perhitungan penurunan nilainya mengandalkan data historikal, saat
ini, dan ekspektasi di masa depan. Metode expected loss mulai diperhitungkan
pada saat pemberian kredit diawal (early recognition) tanpa harus menunggu
adanya kerugian/penurunan nilai (Ardhienus,2019). Beberapa penelitian dengan
menggunakan data perusahaan di Indonesia telah mengulas pencadangan piutang.

Khotmi & Kartini (2015) dalam Arifullah (2021), menyimpulkan


bahwa secara garis besar Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) pada PT.
Bank NTB telah sesuai dengan standar yang berlaku yaitu PSAK 50 Penyajian
dan PSAK 55 pengakuan dan pengukuran.

Munandar et al. (2018) dalam Arifullah (2021), menyimpulkan bahwa


pencadangan piutang PT Astra International Tbk selama 5 tahun mengalami
peningkatan yang fluktuatif, dimana terjadinya peningkatan piutang tak tertagih
diakibatkan adanya pihak debitur yang mengalami kebangkrutan.

Tampi et al. (2019) dalam Arifullah (2021), yang melakukan


perhitungan atas nilai beban piutang tak tertagih dan besaran cadangan umur
piutang tak tertagih PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk cabang
Manado.

Rompas et al. (2018) dalam Arifullah (2021), menyimpulkan


pengelolaan piutang pada Bank BRI cabang Bitung telah dijalankan sesuai dengan
baik berdasarkan lingkungan pengendalian, penentuan risiko, aktivitas
pengendalian, informasi komunikasi dan pengawasan serta pemantauan.

Firmansyah et al. (2018) dalam Arifullah (2021), menyimpulkan bahwa


informasi kebijakan terkait pengelolaan piutang perusahaan sub sector rokok
yang diungkapkan perusahaan adalah terkait dengan pengukuran resiko
pelanggan dan monitoring piutang.

4
Perkembangan zaman membuat organisasi internasional seperti FASB
Internasional seperti IASB (International Accounting Standars Board) serta
FASB (Financial Accounting Standars Board) mengesahkan International
Financial Reporting Standar (IFRS) di bula Mei 2014 (IFRS, 2014). Mengetahui
hal tersebut, IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) akhirnya mengabsahkan PSAK 72:
Pendapatan dari kontrak dengan pelanggan tepatnya di bulan juli 2017 pada
tanggal 26. Karena PSAK 72 merupakan adopsi dari IFRS 15 tentang Revenue
from contracts with customers. Lahirnya PSAK 72 mensubstitusi PSAK yang
ditetapkan sebelumnya seperti PSAK No. 23 dan PSAK No. 34 atas Pendapatan
dan Kontrak Kontruksi, ISAK No. 21 dan ISAK No. 27 atas Perjanjian konstruksi
real estat dan Pengalihan aset dari pelanggan, serta PSAK 44 atas Akuntansi
aktivitas pengembangan real estate (IAI, 2017)

Perubahan praktik akuntansi sewa secara signifikan berpengaruh terhadap


pelaporan keuangan penyewa dengan diterbitkannya IFRS 16. Oleh karena itu,
DSAK IAI (Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia) pada
18 September 2017 menerbitkan PSAK 73 tentang sewa yang mengadopsi IFRS
16 dan mencabut PSAK 30 yang berlaku sebelumnya. PSAK 73 mulai berlaku
efektif 1 Januari 2020, dengan memperkenalkan model akuntansi tunggal bagi
penyewa. PSAK ini mengharuskan penyewa untuk mengakui right of-use asset
(aset hak guna) dan lease liabilities (liabilitas sewa). PSAK 73 membawa dampak
pada sewa operasi Bunga Rampai: Studi Kasus Akuntansi Keuangan 314 yang
diperlakukan sama dengan pengakuan dan pelaporan sewa pembiayaan oleh
penyewa. Ini menjadi sangat krusial karena mulai di tahun ini (2020), seluruh
entitas bisnis di Indonesia wajib menerapkan standar tersebut dalam menyajikan
laporan keuangan mereka terkait sewa. Penerapan dini PSAK 73 (IAI, 2017)
diperkenankan terhitung efektif mulai 1 Januari 2019 bagi entitas bisnis yang
telah menerapkan PSAK 72 (IAI, 2017) tentang Pendapatan dari Kontrak dengan
Pelanggan. Sebagai acuan bagi seluruh entitas bisnis di Indonesia dalam
menerapkan PSAK 73 efektif di tahun 2020, penelitian ini memiliki tujuan untuk
menganalisis implikasi terhadap perubahan kebijakan akuntansi, pelaporan, dan

5
kinerja keuangan entitas penyewa yang telah melakukan penerapan dini PSAK 73
di tahun 2019.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang menyebabkan timbulnya PSAK 71,72 dan 73 ?
2. Bagaimana penerapan PSAK 71,72 dan 73 ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui penyebab munculnya PSAK 71, 72 dan 73.
2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan PSAK 71, 72 dan 73

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penyebab Timbulnya PSAK 71, 72 dan 73

2.1.1 PSAK 71
Muhammad Nizar Arifullah (2021), Berawal dari permasalahan
krisis global pada tahun 2008, PSAK 71 (IAI, 2017) yang menggantikan
PSAK 50, 55, 60 diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntasi Keuangan
(DSAK) pada tahun 2017 dan diberlakukan efektif pada 1 Januari 2020
(IAI, 2017). Dalam PSAK 71 (2017) diberlakukan metode expected loss
untuk melakukan pencadangan piutang. Metode tersebut
memperhitungkan kemungkinan (probabilitas) adanya penurunan nilai
dimasa mendatang akibatperubahan ekonomi yang berdampak pada
risiko kredit. Oleh karena itu, perhitungan penurunan nilainya
mengandalkan data historikal, saat ini, dan ekspektasi di masa depan.
Metode expected loss mulai diperhitungkan pada saat pemberian kredit
diawal (early recognition) tanpa harus menunggu adanya
kerugian/penurunan nilai (Ardhienus,2019).Beberapa penelitian dengan
menggunakan data perusahaan di Indonesia telah mengulas pencadangan
piutang. Khotmi & Kartini (2015) menyimpulkan bahwa secara garis besar
Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) pada PT. Bank NTB telah
sesuai dengan standar yang berlaku yaitu PSAK 50 Penyajian dan
PSAK 55 pengakuan dan pengukuran.

Dalam upaya persiapan menerapkan Standar akuntansi PSAK


71 (2017) menurut Catatan Akhir Laporan Keuangan (CaLK) PT Bank
Mandiri Tbk (Persero) tahun 2019, Perusahaan mempersiapkan
komponen-komponen model untuk perhitungan Expected Credit Loss
yang dibutuhkan untuk penerapan perhitungan CKPN dengan melakukan
pengembangan dan pelengkapan lebih lanjut terhadap Internal rating dan
internal scoringyang ada agar bisa searah dengan Advanced Internal

7
Rating Based Approach(A-IRB Approach), yaitu dengan
mengembangkan Basel II Risk Parametermodel Probability of
Default(PD), Loss Given Default(LGD) dan Exposure At Default( EAD)
untuk segmen whole, Retail, dan Consumer. SVP Strategy & Performance
ManagamentBank Mandiri mengatakan bahwa perseroan juga telah
memitigasi dampak yang muncul atas penerapan PSAK 71 (2017).
Implementasi PSAK 71 (2017) dengan asumsi penurunan CAR sebesar
125 bps maka akan ada penambahan CKPN sekitar 12 triliun. Namun
nilai ini belum final karena yang menjadi acuan adalah laporan
keuangan 2019 Persiapan yang dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia
(BRI) termasuk juga dengan perusahaan anak yaitu BRI Agro Niaga,
Direktur Keuangan BRI mengatakan bahwa BRI telah melakukan
perhitungan sementara memang BRI membutuhkan tambahan
pembentukan CKPN sekitar 8 Triliun rupiah. Namun Nilai tersebut
masih belum nilai pasti karena yang akan menjadi acuan adalah
Laporan Keuangan di akhir tahun 2019 (keuangan.kontan.co.id).
Berdasakan Annualy Report BRI diadakan pelatihan serta pendidikan
terkait implementasi PSAK 71 mulai dari Dewan Komisaris, Direksi,
Komite-komite, Sekretaris Perusahaan, hingga Unit Audit Internal.

2.1.2 PSAK 72
Anggraini Fitria (2021), Perkembangan zaman membuat
organisasi internasional seperti FASB Internasional seperti IASB
(International Accounting Standars Board serta FASB (Financial
Accounting Standars Board) mengesahkan International Financial
Reporting Standar (IFRS) di bula Mei 2014 (IFRS, 2014). Mengetahui hal
tersebut, IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) akhirnya mengabsahkan PSAK
72: Pendapatan dari kontrak dengan pelanggan tepatnya di bulan juli 2017
pada tanggal 26. Karena PSAK 72 merupakan adopsi dari IFRS 15 tentang
Revenue from contracts with customers. Lahirnya PSAK 72 mensubstitusi
PSAK yang ditetapkan sebelumnya seperti PSAK No. 23 dan PSAK No.

8
34 atas Pendapatan dan Kontrak Kontruksi, ISAK No. 21 dan ISAK No.
27 atas Perjanjian konstruksi real estat dan Pengalihan aset dari pelanggan,
serta PSAK 44 atas Akuntansi aktivitas pengembangan real estate (IAI,
2017). Karena adanya perubahan standar yang berlaku di Indonesia,
Wisnantiasri (2018) menyatakan bahwa ada beberapa sektor yang dapat
terpengaruh dengan adanya perubahan standar ini, yaitu sektor industri
konstruksi, telekomunikasi, manufaktur dan retail. PSAK 72 memiliki
ketentuan dalam pengakuan pendapatannya, yang terdiri dari 5 tahapan
atau five step model sebagai syarat analisis transaksi yang dilakukan
entitas berdasarkan kontrak sebagai berikut: a) Mengidentifikasi kontrak,
b) Mengidentifikasi kewajiban pelaksanaan, c) Menentukan harga
transaksi, d) Mengalokasi harga transaksi terhadap kewajiban pelaksanaan,
dan e) Mengakui pendapatan selama entitas memenuhi kewajiban
pelaksanaan (IAI, 2017).

2.1.3 PSAK 73
Firmansyah (2020), Perubahan praktik akuntansi sewa secara
signifikan berpengaruh terhadap pelaporan keuangan penyewa dengan
diterbitkannya IFRS 16. Oleh karena itu, DSAK IAI (Dewan Standar
Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia) pada 18 September 2017
menerbitkan PSAK 73 tentang sewa yang mengadopsi IFRS 16 dan
mencabut PSAK 30 yang berlaku sebelumnya. PSAK 73 mulai berlaku
efektif 1 Januari 2020, dengan memperkenalkan model akuntansi tunggal
bagi penyewa. PSAK ini mengharuskan penyewa untuk mengakui rightof-
use aset (aset hak guna) dan lease liabilities (liabilitas sewa). PSAK 73
membawa dampak pada sewa operasi Bunga Rampai: Studi Kasus
Akuntansi Keuangan 314 yang diperlakukan sama dengan pengakuan dan
pelaporan sewa pembiayaan oleh penyewa. Ini menjadi sangat krusial
karena mulai di tahun ini (2020), seluruh entitas bisnis di Indonesia wajib
menerapkan standar tersebut dalam menyajikan laporan keuangan mereka
terkait sewa. Penerapan dini PSAK 73 (IAI, 2017) diperkenankan

9
terhitung efektif mulai 1 Januari 2019 bagi entitas bisnis yang telah
menerapkan PSAK 72 (IAI, 2017) tentang Pendapatan dari Kontrak
dengan Pelanggan. Sebagai acuan bagi seluruh entitas bisnis di Indonesia
dalam menerapkan PSAK 73 efektif di tahun 2020, penelitian ini memiliki
tujuan untuk menganalisis implikasi terhadap perubahan kebijakan
akuntansi, pelaporan, dan kinerja keuangan entitas penyewa yang telah
melakukan penerapan dini PSAK 73 di tahun 2019.

2.2 Penerapan PSAK 71, 72 dan 73


2.2.1 PSAK 71
Amrie Firmansyah (2021), Dampak Yang Terjadi Terhadap
Modal Akibat Dari Penerapan PSAK 71 Bank diwajibkan untuk menaati
peraturan yang berlaku dalam hal modal yang diwajibkan regulator.
Pendekatan Bank terhadap pengelolaan modal ditentukan oleh strategi
dan pesyaratan organisasi Bank, dengan memperhitungkan peraturan,
keadaan ekonomi dan komersial. Tujuan utama dari kebijakan
Bank dalam Pengelolaan Modal adalah untk memastikan bahwa
Bank memiliki modal yang kuat untuk mendukung strategi pengembangan
ekspansi usaha, mempertahanan modal yang kuat untuk menutup risiko
bawaan (Inherent risk) pada kegiatan perbankan, serta mempertahankan
investor, deposan, pelanggan dan kepercayaan pasar. Rasio Kecukupan
Modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) pada tabel diatas dihitung
berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK)
No.34/POJK.03/2016 tentang Perubahan atas Peratuan Otoritas Jasa
Keuangan No.11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum Bank Umum dimana modal yang diwajibkan regulator terdiri
atas 2 tier: Pertama, Modal Inti ( Tier 1), antara lain: 1) Modal Inti
Utama (CET 1) meliputi modal disetor (setelah dikurangkan dengan
saham treasuri), cadangan tambahan modal, kepentingan non-pengendali
yang dapat diperhitungkan, factor pengurang Modal Inti Utama; 2) Modal
Inti Tambahan. Kedua, Modal Pelengkap (Tier 2), antara lain meliputi

10
instrument modal dalam bentuk saham atau lainnya yang memenuhi
persyaratan, agio atau disagio yang berasal dari penerbitan instrument
modal pelengkap, cadangan umum aset produktif (penyisihan
penghapusan aset) yang wajib dibentuk (maksimal 1,25% ATMR Risiko
Kredit), Cadangan Tujuan, faktor pengurang modal tier 2. Penurunan
yang terjadi pada car salah satunya didasarkan pada eraturan praktis
akuntansi yang berbeda dalam beberapa hal dengan Standar Akuntansi
Keuangan di Indonesia dan PSAK 71 (2017) termasuk dalam hal yang
mengakibatkan adanya penurunan CAR.

2.2.2 PSAK 72
Mu’minatus Sholichah (2021), PT Madsumaya Indo Seafood
merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pembekuan udang dan
ikan. Perusahaan ini mengolah hasil laut menjadi produk frozen food yang
di ekspor ke berbagai negara seperti China, Perancis, Jepang dan Amerika
Serikat. PT Madsumaya Indo Seafood meupakan perusahaan yang belum
go public, oleh karena itu dimungkinkan untuk menganalisis penerapan
akuntansi terkait pengakuan pendapatan, yang harus disesuaikan dengan
PSAK No. 72 terkait pendapatan dari kontrak dengan pelanggan sehingga
laporan keuangan perusahaan dapat mencerminkan laporan keuangan yang
akurat dan juga menjadi informasi bagi pengguna laporan keuangan.
Waktu pengakuan pendapatan yang diterapkan dalam penjualan ekspor
tanpa L/C di perusahaan adalah menggunakan metode accrual basis, yaitu
diakuinya pendapatan sebelum kas benar-benar sudah diterima. Tentunya
hal ini berbanding terbalik dengan PSAK 72 yang mengakui pendapatan
apabila semua isi kontrak telah diselesaikan termasuk dalam hal
pembayaran. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengadakan suatu
penelitian yang dinamakan “Analisis Pengakuan Pendapatan Berdasarkan
PSAK No.72 Pada Penjualan Ekspor Udang PT. Madsumaya Indo
Seafood”

11
Ada dampak yang akan ditimbulkan dari penerapan antara sebelum
diterapkannya PSAK 72, yaitu PSAK 23 dan apabila standar keuangan
yang baru tersebut diterapkan. Dalam PSAK 23, pengakuan dapat
dilakukan dengan progresi bulanan, dan terdapat piutang. Dan apabila
menerapkan PSAK 72, pengakuan pendapatan dilakukan saat kontrak
selesai ketika semua hak dan kewajiban sudah diserah terimakan 100%.
dan tidak akan ada piutang yang dicatat apabila diterapkan PSAK yang
baru ini.

2.2.3 PSAK 73
Firmansyah (2020), Penerapan dini PSAK 73 efektif mulai 1
Januari 2019 berdampak pada perubahan kebijakan akuntansi baru PT
Unilever Indonesia Tbk. Penerapan secara Bunga Rampai: Studi Kasus
Akuntansi Keuangan 336 retrospektif mengharuskan PT Unilever
Indonesia Tbk untuk menyajikan kembali informasi komparatif pada
laporan keuangan dalam 3 periode dan dibutuhkannya pengungkapan pada
CaLK untuk akun-akun yang terkait penyajian kembali dengan melakukan
penyesuaian. Penerapan PSAK 73 memiliki dampak terkait dengan
akuntansi sewa PT Unilever Indonesia Tbk yang meliputi identifikasi
kontrak, pengakuan awal, penilaian kembali, dan pembayaran sewa, biaya
perolehan sewa, jenis sewa, dan opsi perpanjangan sewa. Perhitungan data
dari laporan yang disajikan sesuai PSAK 73 berimplikasi pada total aset
yang bertambah sebesar 3,96% dan kenaikan total liabilitas sebesar 7,7%.
Pendekatan analisis konten yang digunakan dalam penelitian ini memiliki
keterbatasan yaitu tingkat subyektifitas dalam melakukan analisis data
yang digunakan. Penggunaan satu kasus yang digunakan dalam penelitian,
tidak memperlihatkan hasil yang lebih komprehensif terkait kondisi yang
terjadi di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya dapat
menggunakan beberapa perusahaan untuk mendapatkan hasil yang lebih
bervariasi. Selain itu, penelitian selanjutnya dapat menggunakan
wawancara dengan pihak terkait untuk mendapatkan hasil yang lebih

12
komprehensif. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan gambaran baik bagi
investor maupun perusahaan terkait dengan penerapan PSAK 73 di
Indonesia.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
PSAK 71

PSAK 71 (IAI, 2017) yang menggantikan PSAK 50, 55, 60


diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntasi Keuangan (DSAK) pada tahun
2017 dan diberlakukan efektif pada 1 Januari 2020 (IAI, 2017). Dalam
PSAK 71 (2017) diberlakukan metode expected loss untuk melakukan
pencadangan piutang. Metode tersebut memperhitungkan kemungkinan
(probabilitas) adanya penurunan nilai dimasa mendatang akibat
perubahan ekonomi yang berdampak pada risiko kredit. Oleh karena itu,
perhitungan penurunan nilainya mengandalkan data historikal, saat ini,
dan ekspektasi di masa depan. Metode expected loss mulai
diperhitungkan pada saat pemberian kredit diawal (early recognition)
tanpa harus menunggu adanya kerugian/penurunan nilai.

PSAK 72

PSAK 72 memiliki ketentuan dalam pengakuan pendapatannya,


yang terdiri dari 5 tahapan atau five step model sebagai syarat analisis
transaksi yang dilakukan entitas berdasarkan kontrak sebagai berikut: a)
Mengidentifikasi kontrak, b) Mengidentifikasi kewajiban pelaksanaan, c)
Menentukan harga transaksi, d) Mengalokasi harga transaksi terhadap
kewajiban pelaksanaan, dan e) Mengakui pendapatan selama entitas
memenuhi kewajiban pelaksanaan.

PSAK 73

PSAK 73 tentang sewa yang mengadopsi IFRS 16 dan mencabut


PSAK 30 yang berlaku sebelumnya. PSAK ini mengatur seluruh entitas
bisnis di Indonesia wajib menerapkan standar tersebut dalam menyajikan

14
laporan keuangan mereka terkait sewa. PSAK ini mengharuskan penyewa
untuk mengakui right of-use aset (aset hak guna) dan lease liabilities
(liabilitas sewa).

3.2 Saran
Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah ini banyak sekali
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Tentunya kami akan terus
memperbaiki makalah dengan mengacu pada sumber yang dapat di
pertanggung jawabkan nantinya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.

15
DAFTAR PUSTAKA

Arifullah, Muhammad Nizar, Amrie Firmansyah (2021) PENCADANGAN


PIUTANG PADA PERUSAHAAN SUB-SEKTOR PERBANKAN DI INDONESIA:
IMPLEMENTASI PENERAPAN PSAK 71

Anggraini, Fitria, Mu’minatus Sholichah (2021) ANALISIS PENGAKUAN


PENDAPATAN BERDASARKAN PSAK NO. 72 PADA PENJUALAN EKSPOR
UDANG PT. MADSUMAYA INDO SEAFOOD

Firmansyah, Amrie (2020). BUNGA RAMPAI STUDI KASUS AKUNTANSI


KEUANGAN.
Malang: Pustaka Learning Center

16

Anda mungkin juga menyukai