Anda di halaman 1dari 19

OYEK

Sejarah Tempat Tinggal

DOSEN PENGAMPU : Eka Yusnaldi, M.Pd.

O
L
E
H

Siti Amalia Daulay

0306212243

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU


TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUMATRA
UTARA MEDAN
2022
BANDAR SETIA
A. Sejarah Bandar Setia

Bandar Setia adalah desa di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deliserdang, Sumatera

Utara, Indonesia. dengan luas 3.50 Km2, jumlah penduduk 21.268 orang (2015), kode kemendragi

12.07.26.2017, kode pos 20371 dan memiliki 10 dusun.

Nama Bandar Setia ada sebelum kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tahun 1901. Dulunya

Desa Bnadar setia disebut sebagai kampung Bandar setia, karena adanya pemekaran sekitar tahun

70-an maka nama tersebut dijadikan sebagai nama Desa. Sejak adanya nama Desa Bandar Setia,

kepala desa yang terpilih selama priode yang cukup lama itu hanya ada 3 orang yang menjabat.

Diantara yang pernah menjabat menjadi kepala Desa bnadar setia yaitu Anwar Hamid, sekitar 32

tahun, setelah itu maka digantikan oleh Bapak Jalaluddin selama 12 tahun hingga yang terakhir

adalah bapak Sugiato yang sudah menjabat satu tahun hingga sekarang.

Wajah Desa Bandar Setia duhulu berbeda dengan sekarang. Desa Bandar Setia dan Desa-desa

lainnya yang ada di Kecamatan Percut Sei Tuan dulunya begitu sunyi, masyarakat belum terlalu

banyak bermukim didesa-desa ini, dikarenakan akses jalan yang belum terlalu memadai dan

ditambah kondisinya yang agak menakutkan karena masih banyak pohon- pohon besar dan semak

belukar yang masih menjulang tinggi. Ditambah lagi pada tahun 1965, Kampung Kolam yang

sekarang telah menjadi Desa Kolam pernah menjadi basis PKI (Partai Komunis Indonesia)

Masyarakat Indonesia pada umumnya telah mengetahui bagaimana kekejaman PKI, maka sejak

keberadaannya di Desa Kolam, desa-desa yang ada disekitarnya pun menjadi ikut ditakuti untuk

dikunjungi. Namun setelah tahun 80-an Desa Bandar Setia agak diminati untuk dijadikan tempat

tinggal, karena memang kondisi sudah memadai dan layak untuk ditempati, ditambah kepadatan

penduduk sudah makin bertambah jadi mau atau tidak setiap orang harus memanfaatkan lahan yang

ada.
Image negatif yang dulu melekat pada kota Tembung dan sekitarnya yaitu daerah pelosok yang

orang-orangnya terbelakang dan katro kian memudar sejak dibangunnya bandara Kuala Namu yang

termasuk dalam kawasan daerah Kecamatan Percut Sei Tuan.

B. Letak Geografis dan Batas Administrsi

Bandar Setia merupakan salah satu dari 20 Desa yang ada di wilayah Kecamatan Percut Sei
Tuan,Desa Bandar Setia memiliki luas 3.50 Km2 yang terletak 4.00 Km 2 dari utara kota Kecamatan.
Desa Bandar Setia termasuk desa yang tidak teralalu luas karena Desa yang paling luas ialah Desa
Saentis yang memiliki luas 24.00 Km2 dan desa yang paling paling terkecil adalah Desa Kenangan
Baru yang hanya memiliki luas 0,72 Km2 .

Adapun batas wilayah yang ada perbatasan Desa Bandar Setia adalah :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pematang Lalang dan Saentis
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bandar Khalifah dan Percut
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pematang Lalang dan Bandar Khalifah
- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sempali dan laut Dendang

C. Struktur Penduduk Menurut Agama

Islam 85 %
Kristen Protestan 6 %
Kristen Katolik 4 %
Budha 3 %
Hindu 2 %
Kepala Desa Bandar Setia yaitu : Bapak Sugiato.
PERCUT SEI TUAN

A. Latar Belakang

Kecamatan Percut Sei Tuan, sesungguhnya merupakan dua daerah yang berada pada dua

Kekuasaan Kesultanan yaitu Sultan Serdang dan Sultan Deli. Wilayah Kesultanan Serdang yang saat

dibawah Kekuasaan Tuanku Sabjana berpusat di kampung kelambir. Daerah ini meliputi seperti

Bandar Setia, Kolam, Sungai Tuan dan Denai. Demikian hal dengan daerah Kesultanan Deli yang saat

dibawah kekuasaan Muhammad Dalikhan, daerah ini meliputi seperti Gunung Klaurus, Kota Bangun,

Pulau Brayan, Kota Jawa, Kota Rengas , Percut dan Si Gra-gara.

Seiring perkembangan waktu, adanya perubahan letak daerah antara kerajaan Serdang dan

Kerajaan Deli. Kerajaan Serdang dibawah pemerintahan Sultan Thaf Sinar Basarsyah meliputi daerah

seperti Sungai Tuan, Percut, Bedagai, Padang, Bandar Setia, Kolam, Sungai Lalang. Demikian hal

dengan Kerajaan Deli, kerajaan yang dibawah pemerintahan Sultan Panglima Mangedar Alam yang

meliputi daerah seperti Buluh Cina, Sunggal dan Denai.

Setelah Belanda menjajah Sumatra Timur pada tahun 1862, dibuatlah perjanjian antara Belanda

dengan Kerajaan Deli dan Kerajaan Serdang. Belanda merubah letak wilayah salah satu daerah

Kerajaan Deli dan Kerajaan Serdang. Wilayah Percut, Sungai Tuan dan Bandar Setia yang dahulunya

merupakan bagian dari kekuasaan Kesultanan Serdang di berikan ke Kesultanan Deli. Sebaliknya,

wilayah Denai yang dahulunya merupakan bagian dari kekuasaan Kesultanan Deli di berikan ke

Kesultanan Serdang. Perubahan letak daerah ini dilakukan Belanda, agar memudahkan pengusaha

Belanda mendapatkan izin pembukaan kebun Tembakau yang sedang berkembang di Deli pada masa

itu.

Pada tahun 1945 kemerdekaan Indonesia, Pemerintah membentuk daerah peninggalan

Kesultanan Deli dan Kesultanan Serdang menjadi sebuah kabupaten yang bernama Kabupaten Deli
Serdang. Selain itu, pemerintah juga membentuk kewedanan (kecamatan) di dalam Kabupaten Deli

Serdang yaitu salah satunya ialah kewedanan (kecamatan) Percut Sei Tuan.

B. Letak Geografis Dan Batas Adiministrasi

Secara geografis Kecamatan Percut Sei Tuan berada di Kabupaten Deli Serdang dan batas

administratif wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan berbatasan dengan beberapa kecamatan yang ada

di Kota Medan dan berbatasan juga dengan Kecamatan Labuhan Deli dan Kecamatan Batang Kuis.

Adapun mengenai batas administrasi Kecamatan Percut Sei Tuan adalah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Medan.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Batang Kuis dan Kecamatan Pantai Labu.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Medan dan Kecamatan Labuhan Deli.

Luas wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan adalah 190,79 Km 2 yang terdiri dari 18 desa, 2
Kelurahan, 230 dusun, dan 24 lingkungan dengan ibukota kecamatan adalah Desa Tembung. Desa
yang memiliki luas wilayah administratif terbesar adalah Desa Saentis memiliki luas 24,00 Km 2,
sedangkan wilayah dengan luas terkecil adalah Kelurahan Kenangan Baru yang memiliki luas 0,72
Km2.

Luas Wilayah dan Jarak Wilayah Ke Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2015

Jarak Ke
No Desa/Kelurahan Luas (Km2)
Kecamatan      ( Km2)
1. Bandar Klippa 18.48 0.50
2. Sei Rotan 5.16 3.00
3. Laut Dendang 1.70 6.00
4. Amplas 3.10 5.00
5. Sampali 23.93 7.00
6. Cinta Damai 11.76 20.00
7. Pematang Lalang 20.10 22.00
8. Kolam 5.98 5.00
9. Bandar Khalipah 7.25 1.50
10. Tembung 5.35 0.30
11. Medan Estate 6.90 3.00
12. Saentis 24.00 15.00
13. Cinta Rakyat 1.48 16.00
14. Tanjung Selamat 16.32 16.00
15. Percut 10.63 20.00
16. Sambirejo Timur 4.16 2.50
17. Tanjung Rejo 19.00 18.00
18. Bandar Setia 3.50 4.00
19. Kenangan 1.27 6.00
20. Kenangan Baru 0.72 7.00
Jumlah 190,79 –

Jumlah Dusun,RT,RW Kecamatan Percut Sei Tuan (2015)

Jumlah
No Desa/Kelurahan RT RW
Dusun/Lingkungan
1 Bandar Klippa 20 97 20
2 Sei Rotan 13 69 20
3 Laut Dendang 9 20 15
4 Amplas 5 7 6
5 Sampali 25 140 70
6 Cinta Damai 5 28 14
7 Pematang Lalang 3 6 6
8 Kolam 13 20 3
9 Bandar Khalipah 17 58 23
10 Tembung 16 109 46
11 Medan Estate 12 24 12
12 Saentis 20 63 31
13 Cinta Rakyat 11 42 12
14 Tanjung Selamat 8 7 7
15 Percut 19 48 19
16 Sambirejo Timur 11 44 22
17 Tanjung Rejo 13 33 –
18 Bandar Setia 10 35 14
19 Kenangan 10 65 19
20 Kenangan Baru 14 75 19
Jumlah 254 980 40

C. Kondisi Topografi dan Bentuk Wilayah

Topografi lahan baik lahan sawah maupun darat rata rata datar dengan kemiringan kurang dari 5

%  dan berjenis tanah alluvial, kondisi tanah di Kecamatan Percut Sei Tuan memiliki bentuk wilayah
yang landai (dataran rendah) dengan ketinggian 0 – 20  meter diatas permukaan laut. Secara teknis

kondisi lahan tersebut dapat memberikan kemudahan bagi sektor Perdagangan dan Jasa

perindustrian maupun pemukiman.

D.  Kondisi Iklim dan Cuaca

Kondisi iklim yang terdapat di Kecamatan Percut Sei Tuan adalah iklim tropis dan memiliki
musim hujan dan musim kemarau, cuaca suhu udara kecamatan Percut Sei Tuan pada umumnya
panas dan sedang. Sedangkan untuk curah hujan 2330 mm/thn dengan bulan kering kurang dari 3
bulan dan digolongkan Tipe D1 Oldeman, dan mengenai suhu udara adalah 27 oC hingga 33 oC dan
kelembaban udara 75 %-80 %.

E. Distribusi Penduduk dan Kepadatan Penduduk

Jumlah penyebaran penduduk dapat menunjukkan tingkat kepadatan penduduk yang ada di
Kecamatan Percut Sei Tuan. Kepadatan penduduk di Kecamatan Percut Sei Tuan dan berdasarkan
luas Desa.

Distribusi dan Kepadatan Penduduk per Desa Tahun 2015

Kepadatan
Jumlah Penduduk
No Desa/Kelurahan Luas (Km2) (Jiwa/Km2)
(Jiwa)
1. Bandar Klippa 18,48 36.764 0.50
2. Sei Rotan 5,16 26.354 3.00
3. Laut Dendang 1,70 15891 6.00
4. Amplas 3,10 8934 5.00
5. Sampali 23,93 29.219 7.00
6. Cinta Damai 11,76 5028 20.00
7. Pematang Lalang 20,10 1684 22.00
8. Kolam 5,98 15.326 5.00
9. Bandar Khalipah 7,25 40.724 1.50
10. Tembung 5,35 53.868 0.30
11. Medan Estate 6,90 16.264 3.00
12. Saentis 24,00 17.124 15.00
13. Cinta Rakyat 1,48 13.523 16.00
14. Tanjung Selamat 16,32 5600 16.00
15. Percut 10,63 14.168 20.00
16. Sambirejo Timur 4,16 26.245 2.50
17. Tanjung Rejo 19,00 9852 18.00
18. Bandar Setia 3,50 21.668 4.00
19 Kenangan 1,27 22.782 6.00
Kepadatan
2 Jumlah Penduduk
No Desa/Kelurahan Luas (Km ) (Jiwa/Km2)
(Jiwa)
20. Kenangan Baru 0,27 24.116 7.00
Jumlah 190,79 405.570 –

F. Struktur Penduduk Menurut Agama

Struktur penduduk di Kecamatan Percut Sei Tuan menganut berbagai macam agama, diantaranya
terdapat pemeluk Agama Islam, Katolik, Protestan, Hindu/Budha. Kecamatan Percut Sei Tuan
memiliki penduduk dengan mayoritas pemeluk Agama Islam dengan jumlah 349.184 jiwa.

 Struktur Penduduk Menurut Agama di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2015

AGAMA JUMLAH (Jiwa)


Islam 349.184
Kristen Protestan 33.397
Kristen Katolik 11.678
Budha 2.263
Hindu 6.912
JUMLAH    405.570

G. Kondisi Fasilitas Umum

Fasilitas umum merupakan bentuk pelayanan masyarakat yang bertujuan untuk memberikan
kemudahan masyarakat dalam melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari. Adapun fasilitas umum
yang terdapat di Kecamatan Percut Sei Tuan antara lain, sarana pendidikan, sarana kesehatan dan
sarana ibadah.

1. Sarana Pendidikan

Untuk menunjang kualitas sumber daya manusia, maka keberadaan fasilitas pendidikan
merupakan salah satu faktor terpenting dalam usaha pengembangan pendidikannya. Selain itu,
ketersediaan informasi penyebaran fasilitas pendidikan dapat dijadikan sebagai dasar dalam menilai
sejauh mana tingkat kemajuan suatu daerah. Pendidikan merupakan sarana dalam usaha
mencerdaskan bangsa dan negara, menciptakan generasi muda dan sumber daya manusia yang siap
pakai dalam pembangunan bangsa pada masa yang akan datang. Berhasilnya suatu pembangunan
tidak terlepas dari tingkat pendidikan, dimana semakin maju tingkat pendidikan berarti akan
membawa dampak yang positif bagi masa depan dalam berbagai ilmu kehidupan.

Perkembangan pendidikan di Kecamatan Percut Sei Tuan memuat data SD, SLTP, SMU dan
setingkatnya, baik yang dikelola Dinas Pendidikan maupun di luarnya yang menyebar di seluruh
Kecamatan Percut Sei Tuan, sedangkan untuk Perguruan Tinggi/Akademi dikelola pihak swasta.
2. Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan diperlukan untuk menunjang derajat kesehatan masyarakat di wilayah


Kecamatan Percut Sei Tuan. Penyebaran sarana dan juga tenaga medis kesehatan bagi kebutuhan
penduduk jumlahnya memadai, dimana sarana kesehatan yang terdapat di Kecamatan Percut Sei
Tuan antara lain puskesmas pemerintah, pratek bidan swasta, poliklinik, puskesmas pembantu, balai
pengobatan dan klinik swadaya.

3. Sarana Ibadah

Pembangunan dibidang keagamaan di Kecamatan Percut Sei Tuan selalu mendapatkan perhatian
baik dari Pemerintah maupun swasta. Jumlah fasilitas peribadatan di Kecamatan Percut Sei Tuan
dipengaruhi oleh jumlah penganut masing-masing agama.

Jumlah Sarana Ibadah di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2015

Jumlah
Sarana Ibadah (Unit)

Masjid 175
Mushollah 166
Gereja 75
Kuil / Pura 1
Vihara 7

4. Kondisi Panjang Sarana Jalan

Sarana jalan merupakan salah satu faktor penentu percepatan pembangunan, kondisi jaringan jalan
yang baik dapat menjadi modal dalam memperlancar kegiatan perhubungan, ekonomi dan
transportasi. Kecamatan Percut Sei Tuan memiliki jenis jaringan jalan yang dilalui oleh jaringan jalan
provinsi, jaringan jalan kabupaten, jalan dusun (lingkungan) dan jalan setapak (gang)

5. Kondisi Sarana Jembatan

Sarana penghubung jalan yang memiliki peran penting adalah sarana jembatan penghubung yang
berfungsi menyatukan jaringan jalan yang terpisah oleh kondisi bentang alam seperti pada
umumnya aliran sungai, saluran drainase dan jaringan irigasi. Kecamatan Percut Sei Tuan terdapat
beberapa jenis sarana jembatan penghubung.

H. KEGIATAN PEREKONOMIAN

Faktor utama yang dapat mendukung penduduk dan memberdayakan masing-masing individu
untuk dapat bertempat tinggal di suatu wilayah adalah dari kegiatan perekonomiannya. Dengan
perkataan lain, keberadaan penduduk di suatu wilayah baik perkotaan maupun pedesaan
dimungkinkan dengan adanya pekerjaan dan tenaga kerja di wilayah yang bersangkutan. Dengan
demikian terdapat keterkaitan yang erat antara tingkat perekonomian dengan tingkat populasi di
suatu wilayah.
Kegiatan perekonomian yang terdapat di Kecamatan Percut Sei Tuan antara lain terdapat kegiatan
pertanian, industri, jasa dan perdagangan, perkoperasian, peternakan dan perikanan. Selanjutnya
akan dibahas mengenai kegiatan perekonomian yang terdapat di Kecamatan Percut Sei Tuan,
Kabupaten Deli Serdang.

- Kegiatan Pertanian

Kegiatan pertanian di Kecamatan Percut Sei Tuan didukung oleh tersedianya lahan pertanian dan
juga jaringan irigasi yang merupakan bagian dari aktifitas pertanian. Sektor pertanian memberikan
kontribusi besar bagi perkembangan ekonomi masyarakat Kecamatan Percut Sei Tuan khususnya
yang bertani dan memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan ekonomi daerah Kabupaten
Deli Serdang secara umum. Pertanian yang terdapat di Kecamatan Percut Sei Tuan terdiri atas
persawahan dan daratan kering.

- Kegiatan Perindustrian

Kecamatan Percut Sei Tuan terdapat sektor industri yang turut juga mendukung perekonomian
Kecamatan Percut Sei Tuan, adapun sektor industri yang terdapat di Kecamatan Percut Sei Tuan
terdiri dari industri besar, industri sedang dan industri kecil dan kerajinan RT. Kegiatan industri yang
dominan terdapat di Kecamatan Percut Sei Tuan adalah kerajinan rumah tangga dengan jumlah 246
industri kerjiinan RT. Untuk jumlah banyaknya industri besar dan sedang

- Kegiatan Peternakan

Dibidang peternakan, Kecamatan Percut Sei Tuan memiliki produksi komoditi peternakan yang dapat
diandalkan terhadap ketersediaan bahan pangan Kecamatan Percut Sei Tuan serta menjadi salah
satu pensuplai bahan pangan terhadap Kota Medan.

Banyaknya Ternak Besar/Kecil dan Unggas

Di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2015

JENIS KOMODITI BANYAKNYA ( EKOR )


SAPI BIASA 3961
SAPI PERAH 4
KERBAU 384
KAMBING 7498
DOMBA 5248
BABI 540
AYAM RAS 58329
ITIK 16166
DELI SERDANG
A. Sejarah
Deli Serdang adalah sebuah kabupaten yang berada di provinsi Sumatera Utara, Indonesia.
Ibu kota kabupaten ini berada di kecamatan Lubuk Pakam. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik Deli Serdang 2021, penduduk kabupaten ini berjumlah 1.931.441 jiwa (2020), dan
merupakan jumlah penduduk terbanyak berdasarkan kabupaten di provinsi Sumatera Utara.
Kabupaten Deli Serdang dikenal sebagai salah satu daerah dari 33 Kabupaten
/kota di Provinsi Sumatera Indonesia.Kabupaten yang memiliki keanekaragaman sumber daya
alamnya yang besar sehingga merupakan daerah yang memiliki peluang investasi cukup baik. Selain
memiliki sumber daya alam yang besar, Deli Serdang juga memiliki keanekaragaman budaya, yang
disemarakan oleh hampir semua suku-suku yang ada di Nusantara. Adapun suku asli penghuni Deli
Serdang adalah suku Melayu yang penamaan kabupaten ini juga di ambil dari dua kesultanan,
yaitu Melayu Deli serta Melayu Serdang, kemudian Batak Toba, Karo, dan Batak Simalungun di
wilayah Selatan; ditambah beberapa suku pendatang yang dominan seperti dari suku
Jawa, Minangkabau, Tionghoa, India dan lain-lain juga menempati kabupaten ini.
Dahulu, wilayah ini disebut Kabupaten Deli dan Serdang, dan pemerintahannya berpusat
di Kota Medan. Memang dalam sejarahnya, sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, wilayah ini
terdiri dari dua pemerintahan yang berbentuk kerajaan (kesultanan) yaitu Kesultanan Deli berpusat
di Kota Medam, dan Kesultanan Serdang berpusat di Perbaungan.
Bandar Udara baru untuk Kota Medan, yang menggantikan Polonia, yakni Bandara Kuala Namu,
terletak di kabupaten ini, tepatnya berada di kecamatan Beringin. Pada akhir tahun 2015, sistem Bus
Radit Transit Trans medibang telah beroperasi di Kota Medan, Kota Binjai, dan Kabupaten Deli
Serdang.
Sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 Kabupaten Deli Serdang yang dikenal
sekarang ini dua pemerintahan yang berbentuk kerajaan ( Kesultanan ) yaitu Kesultanan Deli yang
berpusat di Kota Medan dan Kesultanan Serdang berpusat di Perbaungan.

Kabupaten Deli dan Serdang ditetapkan menjadi Daerah  Otonom sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 22 tahun 1984 tentang Undang-Undang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 7 Darurat  Tahun 1965. Hari jadi Kabupaten Deli Serdang ditetapkan tanggal
1 Juli 1946.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1984, ibukota Kabupaten Deli Serdang
dipindahkan dari Kota Medan ke Lubuk Pakam dengan lokasi perkantoran di Tanjung Garbus yang
diresmikan oleh Gubernur Sumatera Utara tanggal 23 Desember 1986.
Sesuai dengan dikeluarkan UU Nomor  36 Tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003, Kabupaten Deli
Serdang telah dimekarkan menjadi dua wilayah yakni Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten
Serdang Bedagai, secara administratif Pemerintah Kabupaten Deli Serdang kini terdiri atas 22
Kecamatan yang di dalamnya terdapat 14 Kelurahan dan 380 Desa.

Tercatat dalam sejarah Bupati pertama Kabupaten Deli Serdang Moenar S.Hamidjojo,
dilanjutkan Sampoerna Kolopaking, setelah itu Wan Oemaroeddin Barus (  1 April 1951-1 April 1958 )
Abdullah Eteng ( 1 April 1958 – 11 Januari 1963 ) Abdul Kadir Kendal Keliat ( 11 Januari 1963 -  11
November 1970 ) H. Baharoeddin Siregar ( 11 Novermber 1970 – 17 April 1978 ) Abdul Muis Lubis
( 17 April 1978 – 3 Maret 1979 ) H. Tenteng Ginting ( 3 Maret 1979 – 3 Maret 1984 ) H. Wasiman ( 3
Maret 1984 – 3 Maret 1989 ) H. Ruslan Mansur ( 3 Maret 1989 – 1994 ) H. Maymaran NS ( 3 Maret
1994 – 3 Maret 1999 ) Drs. H. Abdul Hafid, MBA ( 3 Maret 1999 – 7 April 2004 ),   tahun 2004
( Periode 2004 – 2009 dan Periode 2009-2014) di jabat oleh Drs. H. Amri Tambunan.

Seiring dengan gerak roda pembangunan yang terus melaju diciptakan motto bagi daerah
Deli Serdang yaitu : “ BHINNEKA PERKASA JAYA” yang tercantum di pita lambang Daerah Kabupaten
Deli Serdang, dalam pengertian “ Dengan masyarakatnya yang beraneka ragam suku, Agama, ras,
dan golongan bersatu dalam ke Bhinnekaan secara kekeluargaan dan gotong royong membangun
semangat kebersamaan, menggali dan mengembangkan potensi sumber daya alam dan sumber
daya manusianya sehingga menjadi kekuatan dan keperkasaan untuk mengantarkan masyarakat
kepada kesejahteraan, maju, mandiri dan jaya sepanjang masa

B. Perubahan Luas Wilayah


Daerah ini, sejak terbentuk sebagai kabupaten sampai dengan tahun tujuh puluhan
mengalami beberapa kali perubahan luas wilayahnya, karena Kota Medan, Tebing
Tinggi dan Binjai yang berada di daerah perbatasan pada beberapa waktu yang lalu
meminta/mengadakan perluasan daerah, sehingga luasnya berkurang menjadi 4.397,94 km².
Diawal pemerintahannya Kota Medan menjadi pusat pemerintahannya, karena memang
dalam sejarahnya sebagian besar wilayah kota Medan adalah “Tanah Deli” yang merupakan daerah
Kabupaten Deli Serdang. Sekitar tahun 1980-an, pemerintahan daerah ini pindah ke Lubuk Pakam,
sebuah kota kecil yang terletak di pinggir Jalan Lintas Sumatera lebih kurang 30 kilometer dari Kota
Medan yang telah ditetapkan menjadi ibu kota Kabupaten Deli Serdang.
Pada tahun 2004, Kabupaten ini kembali mengalami perubahan baik
secara Geografi maupun Administrasi Pemerintahan, setelah adanya pemekaran daerah dengan
lahirnya Kabupaten baru Serdang Bedagai sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2003, sehingga berbagai
potensi daerah yang dimiliki ikut berpengaruh. Dengan terjadinya pemekaran daerah, maka luas
wilayahnya sekarang menjadi 2.394,62 km² terdiri dari 22 kecamatan dan 403 desa/kelurahan, yang
terhampar mencapai 3,34% dari luas Sumatera Utara.

C. Bupati dan Wakil


Bupati Deli Serdang adalah pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintah Kabupaten Deli
Serdang. Bupati Deli Serdang bertanggungjawab kepada gubernur provinsi Sumatera Utara. Saat
ini, Bupati atau kepala daerah yang menjabat di Kabupaten Deli Serdang ialah Ashari Tambunan,
dengan wakil bupati Ali Yusuf Siregar. Mereka menang pada Pemilihan Umum Bupati Deli Serdang
20018, untuk periode tahun 2019-2024. Ashari dan Ali dilantik oleh gubernur Sumatera Utara, Edy
Rahmayadi, pada 23 April 2019 di Kota Medan.

D. Penduduk
Penduduk Deli Serdang terdiri dari :
- Suku Melayu Deli 35,5 %
- Karo 25,5%
- Batak Simalungun 13%
- Batak Toba 8%
- Dan lainnya ( Jawa, Minang dan Tionghoa )
Agama yang dianut oleh masyarakat Deli Serdang berdasarkan Data Kependudukan 2018
adalah :
- Islam 78,16%
- Kristen 19,63%
- Protestan 16,81%
- Katolik 2,82%
- Budha 2,05%
- Hindu 0,47%
- Konghucu 0,01%

E. Objek Wisata Alam


Beberapa objek wisata alam yang ada di Kabupaten Deli Serdang ialah;

 Masjid Agung Lubuk Pakam


 Lau Simempar Gunung Meriah
 Museum Daerah Deli Serdang
 Rumah Datuk di Hamparan Perak dan Batang Kuis
 Pantai Labu, terletak di kecamatan Pantai Labu.
 Magic Eye 3D Museum. Objek wisata yang baru ada di kabupaten ini terletak di
kecamatan Bawatng Kuis, tepatnya 7,5 km sebelum menuju Bandara Internasional Kuala Namu.
 Lau Mentar Canyon, Lokasinya terletak di kecamatan Sibolangit.
 Sumber Air Panas Negeri Suah, terletak di desa Gugung, Sibolangit.
 Air Terjun Dwi Warna, terletak di desa Gugung, kecamatan Sibolangit.
 Hill Park Sibolangit, lokasinya yang tidak jauh dari Kota Medan, terletak di desa Suka Makmur,
jalan lintas Medan ke Kabanjahe.
 Danau Linting
 Pulau Siba, terletak di semenanjung desa Sei Baharu di kecamatan Hamparan Perak.
Dikembangkan oleh pihak swasta menjadi lokasi wisata bahari. Terdapat beberapa jenis
permainan wisata air dan juga penginapan untuk para pengunjung.
 Pemandian Air Panas Embun Pagi Penen, Frans Betala, Pemandian Alam Kasanova dan
Pemandian Alam Sarilaba Biru Indah di kecamatan Sbiru-biru.
 Pantai Pasir Putih dan Pantai Beting Camar di kecamatan Hamparan Perak.
 Air Terjun Tarak Enggang, Pemandian Pagar Salju dan Pemandian Pagar Manik di
kecamatan Bangun Purba.
 Pantai Percut dan Taman Air Percut di kecamatan Percut Sei Tuan.
 Taman Rekreasi Bagan Serdang, Pantai Putra Deli, Pantai Serambi Deli, Pantai Muara Indah di
kecamatan Pantai Labu.
 Lau Jabi Negeri Gugung, Pemandian Alam Elva, Pemandian Alam Rindu, Pemandian Alam Karoja,
Taman Hutan Wisata Sibolangit, Air Terjun Tujuh Tingkat, Air Terjun dan Pemandian Alam
Loknya, PT Taman Rekreasi Deli, Lorena, Bumi Perkemahan Pramuka, Pemandian Alam Bolbrem
dan Retreat Center di Kecamatan Sibolangit.
 Air Terjun Pelangi Indah dan Air Panas Gunung Manumpak di kecamatan Sinembah Tanjung
Muda Hulu.
 Agro Wisata Kampung Bunga di kecamatan Tanjung Morawa.

Medan
A. Sejarah

Medan adalah ibu kota provinsi Sumatra Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar


ketiga di Indonesia setelah DKI Jakarta dan Surabaya serta kota terbesar di luar pulau Jawa. Kota
Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat dengan keberadaan Pelabuhan
Belawan dan Bandar Udara Internasional Kuala Namu yang merupakan bandara terbesar kedua di
Indonesia. Akses dari pusat kota menuju pelabuhan dan bandara dilengkapi oleh jalan tol dan kereta
api. Medan adalah kota pertama di Indonesia yang mengintegrasikan bandara dengan kereta api.
Berbatasan dengan Selat Malaka, Medan menjadi kota perdagangan, industri, dan bisnis yang sangat
penting di Indonesia. Pada tahun 2020, kota Medan memiliki penduduk sebanyak 2.435.252 jiwa,
dan kepadatan penduduk 9.522,22 jiwa/km 2.
Sejarah Kota Medan berawal dari sebuah kampung yang didirikan oleh Guru Patimpus di
pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura. Hari jadi Kota Medab ditetapkan pada 1 Juli 1590.
Selanjutnya pada tahun 1632, Medan dijadikan pusat pemerintahan Kesultanan Deli, sebuah
kerajaan Melayu. Bangsa Eropa mulai menemukan Medan sejak kedatangan John Anderson
dari Inggris pada tahun 1823. Peradaban di Medan terus berkembang hingga Pemerintah Hindia
Belanda, memberikan status kota pada 1 April 1909 dan menjadikannya pusat
pemerintahan Karesidenan Sumatra Timur. Memasuki abad ke-20, Medan menjadi kota yang
penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan perkebunan
secara besar-besaran.
Menurut Bappenas, Medan adalah salah satu dari empat pusat pertumbuhan utama di
Indonesia, bersama dengan Jakarta, Surabaya, dan Makassar. Medan adalah kota multietnis yang
penduduknya terdiri dari orang-orang dengan latar belakang budaya dan agama yang berbeda-beda.
Selain Melayu dan Karo sebagai penghuni awal, Medan didominasi oleh etnis Jawa, Batak, Tionghoa,
Minangkabau, Mandailing, dan India. Mayoritas penduduk Medan bekerja di sektor perdagangan,
sehingga banyak ditemukan ruko di berbagai sudut kota. Di samping kantor-kantor pemerintah
provinsi, di Medan juga terdapat kantor-kantor konsulat dari berbagai negara seperti Amerika
Serikat, Jepang, Malaysia dan Jerman.
Medan berasal dari kata bahasa Tamil Maidhan atau Maidhanam, yang berarti tanah lapang
atau tempat yang luas, yang kemudian teradopsi ke Bahasa Melayu.
Hari jadi Kota Medan diperingati tiap tahun sejak tahun 1970 yang pada mulanya ditetapkan
pada tanggal 1 April 1909. Tanggal ini kemudian mendapat bantahan yang cukup keras dari kalangan
pers dan beberapa ahli sejarah. Karena itu, Wali kota membentuk panitia sejarah hari jadi Kota
Medan untuk melakukan penelitian dan penyelidikan. Surat Keputusan Wali kotamadya Kepala
Daerah Kotamadya Medan No. 342 tanggal 25 Mei 1971 yang waktu itu dijabat oleh Drs. Sjoerkani
membentuk Panitia Peneliti Hari Jadi Kota Medan. Duduk sebagai Ketua adalah Prof. Mahadi, SH,
Sekretaris Syahruddin Siwan, MA, Anggotanya antara lain Ny. Mariam Darus, SH dan T.Luckman, SH.
Untuk lebih mengintensifkan kegiatan kepanitiaan ini dikeluarkan lagi Surat Keputusan Wali
kotamadya Kepala Daerah Kotamadya Medan No.618 tanggal 28 Oktober 1971 tentang
Pembentukan Panitia Penyusun Sejarah Kota Medan dengan Ketuanya Prof.Mahadi, SH, Sekretaris
Syahruddin Siwan, MA dan Anggotanya H. Mohammad Said, Dada Meuraxa, Letkol. Nas Sebayang,
Nasir Tim Sutannaga, M.Solly Lubis, SH, Drs. Payung Bangun, MA dan R. Muslim Akbar. DPRD Medan
sepenuhnya mendukung kegiatan kepanitiaan ini sehingga merekapun membentuk Pansus dengan
ketua M.A. Harahap, beranggotakan antara lain Drs. M.Hasan Ginting, Djanius Djamin, Badar Kamil,
BA dan Mas Sutarjo.
Dalam buku The History of Medan tulisan Tengku Luckman Sinar (1991), dituliskan bahwa
menurut "Hikayat Aceh", Medan sebagai pelabuhan telah ada pada tahun 1590, dan sempat
dihancurkan selama serangan Sultan Aceh Alauddin Saidi Mukammil kepada Raja Haru yang
berkuasa di situ. Serangan serupa dilakukan Sultan Iskandar Muda tahun 1613, terhadap Kesultanan
Deli. Sejak akhir abad ke-16, nama Haru berubah menjadi Ghuri, dan akhirnya pada awal abad ke-17
menjadi Deli. Pertempuran terus-menerus antara Haru dengan Aceh mengakibatkan penduduk Haru
jauh berkurang. Sebagai daerah taklukan, banyak warganya yang dipindahkan ke Aceh untuk
dijadikan pekerja kasar.
Selain dengan Aceh, Kerajaan Haru yang makmur ini juga tercatat sering terlibat pertempuran
dengan Kerajaan Melayu di Semenanjung Malaka dan juga dengan kerajaan dari Jawa. Serangan dari
Pulau Jawa ini antara lain tercatat dalam kitab Pararaton yang dikenal dengan Ekspedisi Pamalayu.
Dalam Negarakertagama, Mpu Prapanca juga menuliskan bahwa selain Pane (Panai), Majapahit juga
menaklukkan Kampe (Kampai) dan Harw (Haru). Berkurangnya penduduk daerah pantai timur
Sumatra akibat berbagai perang ini, lalu diikuti dengan mulai mengalirnya suku-suku dari dataran
tinggi pedalaman turun ke pesisir pantai timur Sumatra. Suku Karo bermigrasi ke daerah pantai
Langkat, Serdang, dan Deli. Suku Simalungun ke daerah pantai Batubara dan Asahan, serta suku
Mandailing ke daerah pantai Kualuh, Kota Pinang, Panai, dan Bilah.
Dalam Riwayat Hamparan Perak yang dokumen aslinya ditulis dalam huruf Karo pada rangkaian
bilah bambu, tercatat Guru Patimpus Sembiring Pelawi, tokoh masyarakat Karo, sebagai orang yang
pertama kali membuka "desa" yang diberi nama Medan. Namun, naskah asli Riwayat Hamparan
Perak yang tersimpan di rumah Datuk Hamparan Perak terakhir telah hangus terbakar ketika terjadi
"kerusuhan sosial", tepatnya tanggal 4 Maret 1946. Patimpus adalah anak Tuan Si Raja Hita,
pemimpin Karo yang tinggal di Kampung Pekan (Pakan). Ia menolak menggantikan ayahnya dan lebih
tertarik pada ilmu pengetahuan dan mistik, sehingga akhirnya dikenal sebagai Guru Patimpus.
Antara tahun 1614-1630 Masehi, ia belajar agama Islam dan di-Islamkan oleh Datuk Kota Bangun,
setelah kalah dalam adu kesaktian. Selanjutnya Guru Patimpus menikah dengan adik Tarigan,
pemimpin daerah yang sekarang bernama Pulau Brayan dan membuka Desa Medan yang terletak di
antara Sungai Babura dan Sungai Deli. Dia pun lalu memimpin desa tersebut.
Guru Patimpus Sembiring Pelawi pada tahun 1590 kemudian dipandang sebagai pembuka
sebuah kampung yang bernama Medan Puteri walaupun sangat minim data tentang Guru Patimpus
sebagai pendiri Kota Medan. Karenanya hari jadi ditetapkan berdasarkan perkiraan tanggal 1 Juli
1590 dan diusulkan kepada Wali kota Medan untuk dijadikan sebagai hari jadi Medan dalam bentuk
perkampungan, yang kemudian dibawa ke Sidang DPRD Tk.II Medan untuk disahkan. Berdasarkan
Sidang DPRD tanggal 10 Januari 1973 ditetapkan bahwa usul tersebut dapat disempurnakan. Sesuai
dengan sidang DPRD, Wali kotamadya Kepala Daerah Tingkat II Medan mengeluarkan Surat
Keputusan No.74 tanggal 14 Februari 1973 agar Panitia Penyusun Sejarah Kota Medan melanjutkan
kegiatannya untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna. Berdasarkan perumusan yang dilakukan
oleh Pansus Hari Jadi Kota Medan yang diketuai oleh M.A.Harahap bulan Maret 1975 bahwa tanggal
1 Juli 1590. Secara resmi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tk.II Medan menetapkan tanggal 1 Juli
1590 sebagai Hari Jadi Kota Medan dan mencabut Hari Ulang Tahun Kota Medan yang diperingati
tanggal 1 April setiap tahunnya pada waktu sebelumnya.
Di Kota Medan juga menjadi pusat Kesultanan Melayu Deli, yang sebelumnya adalah Kerajaan
Aru. Kesultanan Deli adalah sebuah kesultanan Melayu yang didirikan pada tahun 1632 oleh Tuanku
Panglima Gocah Pahlawan di wilayah bernama Tanah Deli (kini Kota Medan dan Kabupaten Deli
Serdang, Indonesia).
John Anderson, orang Eropa asal Inggris yang mengunjungi Deli pada tahun 1833 menemukan
sebuah kampung yang bernama Medan. Kampung ini berpenduduk 200 orang dan seorang
pemimpin bernama Raja Pulau Berayan sudah sejak beberapa tahun bermukim disana untuk
menarik pajak dari sampan-sampan pengangkut lada yang menuruni sungai. Pada tahun 1886,
Medan secara resmi memperoleh status sebagai kota, dan tahun berikutnya menjadi ibu
kota Karesidenan Sumatra Timur sekaligus ibu kota Kesultanan Deli. Tahun 1909, Medan menjadi
kota yang penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan
perkebunan secara besar-besaran. Dewan kota yang pertama terdiri dari 12 anggota orang Eropa,
dua orang bumiputra Melayu, dan seorang Tionghoa.
Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang migrasi besar ke Medan.
Gelombang pertama berupa kedatangan orang Tionghoa dan Jawa sebagai kuli kontrak perkebunan.
Tetapi setelah tahun 1880 perusahaan perkebunan berhenti mendatangkan orang Tionghoa, karena
sebagian besar dari mereka lari meninggalkan kebun dan sering melakukan kerusuhan. Perusahaan
kemudian sepenuhnya mendatangkan orang Jawa sebagai kuli perkebunan. Orang-orang Tionghoa
bekas buruh perkebunan kemudian didorong untuk mengembangkan sektor perdagangan.
Gelombang kedua ialah kedatangan orang Minangkabau, Mandailing, dan Aceh. Mereka datang ke
Medan bukan untuk bekerja sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk berdagang, menjadi guru,
dan ulama.
Sejak tahun 1950, Medan telah beberapa kali melakukan perluasan areal, dari 1.853 ha menjadi
26.510 ha pada tahun 1974. Dengan demikian dalam tempo 25 tahun setelah penyerahan
kedaulatan, kota Medan telah bertambah luas hampir delapan belas kali lipat.

B. Letak Geografi

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektare (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah
Sumatra Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas
wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan
terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota
Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan
laut.

C. Batas Wilayah
Secara administratif, batas wilayah Medan adalah sebagai berikut:

Utara Selat Malaka

Timur Kabupaten Deli Serdang

Selata
Kabupaten Deli Serdang
n

Barat Kabupaten Deli Serdang

Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan sumber daya alam
(SDA), khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karena secara geografis Medan didukung
oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya alam, seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun,
Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai, dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan
kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang
sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.
Di samping itu sebagai daerah pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Medan memiliki posisi
strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan
domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Medan ini telah mendorong
perkembangan kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah Belawan dan pusat
Kota Medan saat ini.
D. Agama
Selain multi etnis, kota Medan juga dikenal dengan kota yang beragam agama. Meskipun
demikian, warga kota Medan tetap menjaga perdamaian dan kerukunan meskipun berbeda
keyakinan. Berdasarkan data sensus Kota Medan tahun 2018 menunjukan bahwa mayoritas
penduduk menganut agama Islam 64,35%, kemudian Kristen
Protestan 20,99%, Buddha 8,27%, Katolik 5,11%, Hindu 1,04% dan Konghucu 0,06%.
Agama utama di Kota Medan berdasarkan etnis adalah:

 Islam. terutama dipeluk oleh


orang Melayu, Pesisir, Minangkabau, Jawa, Aceh, Arab, Mandailing, Angkola, sebagian lagi
orang Karo, Simalungun, Pakpak, dan Tionghoa. Beberapa masjid yang ada di Kota Medan
adalah Masjid Al Osmani di Medan Labuhan, Masjid Raya Al Mashun Medan, Masjid Agung
Sumatera Utara Medan, Masjid Lama Gang Bengkok Medan dan lainnya.

 Kristen (Protestan dan Katolik), terutama dipeluk oleh suku Batak


Toba, Karo, Simalungun, Pakpak, Nias, dan sebagian suku Angkola dan Tionghoa. Beberapa
gereja yang ada diantaranya, gereja HKBP, Methodist, Graha Bunda Maria Annai
Velangkanni, GBKP, GKPS, GKPA, GKPPD, GKPI, GBI, GPIB, GKII, GPdI, Gereja Kristen Perjanjian
Baru (GKPB), Katedral Roma, Gereja Mawar Sharon, Gereja Tuhan dan Balai Kerajaan Saksi-saksi
Yehuwa.

 Buddha dan Konghucu terutama dipeluk oleh orang Tionghoa. Beberapa vihara yang ada di Kota


Medan ialah: Vihara Gunung Timur, Maha Vihara Maitreya, Vihara Sakyamuni, Indonesia
Theravada Buddhist Centre (ITBC), Vihara Mahasampatti, Vihara Borobudur, Pubbārāma
Buddhist Centre Kota Bangun, Vihara Dharma Wijaya, Cetiya Atmavichara, Vihara Candi Buddha,
Buddhist Meditation Centre, Yayasan Buddha Tzu Chi Medan dan lainnya.

 Hindu, terutama dipeluk oleh orang Tamil atau suku India, dan Bali. Beberapa kuil atau pura
yang ada di Kota Medan ialah Pura Agung Raksa Buana di Polonia, Kuil Shri Mariamman, Kuil shri
muniswaren, dan Kuil Shri Mahasinggama Kaliamman Polonia.

E. Iklim
Berdasarkan klasifikasi iklim Köppen, Medan memiliki iklim hutan hujan tropis dengan musim
kemarau yang tidak jelas. Medan memiliki bulan-bulan yang lebih basah dan kering, dengan bulan
terkering (Februari) rata-rata mengalami presipitasi sekitar sepertiga dari bulan terbasah (Oktober).
Suhu di kota ini rata-rata sekitar 27 derajat Celsius sepanjang tahun. Presipitasi tahunan di Medan
sekitar 2200 mm.

Sumatera Utara
A. Sejarah
Pada zaman pemerintahan Belanda, Sumatera Utara merupakan suatu pemerintahan yang
bernama Gouvernement van Sumatra dengan wilayah meliputi seluruh pulau Sumatera, dipimpin
oleh seorang Gubernur yang berkedudukan di kota Medan.

Setelah kemerdekaan, dalam sidang pertama Komite Nasional Daerah (KND), Provinsi Sumatera
kemudian dibagi menjadi tiga sub provinsi yaitu: Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera
Selatan. Provinsi Sumatera Utara sendiri merupakan penggabungan dari tiga daerah administratif
yang disebut keresidenan yaitu: Keresidenan Aceh, Keresidenan Sumatera Timur, dan Keresidenan
Tapanuli.

Dengan diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia (R.I.) No. 10 Tahun 1948 pada
tanggal 15 April 1948, ditetapkan bahwa Sumatera dibagi menjadi tiga provinsi yang masing-masing
berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri yaitu: Provinsi Sumatera Utara, Provinsi
Sumatera Tengah, dan Provinsi Sumatera Selatan. Tanggal 15 April 1948 selanjutnya ditetapkan
sebagai hari jadi Provinsi Sumatera Utara.

Pada awal tahun 1949, dilakukan kembali reorganisasi pemerintahan di Sumatera. Dengan
Keputusan Pemerintah Darurat R.I. Nomor 22/Pem/PDRI pada tanggal 17 Mei 1949, jabatan
Gubernur Sumatera Utara ditiadakan. Selanjutnya dengan Ketetapan Pemerintah Darurat R.I. pada
tanggal 17 Desember 1949, dibentuk Provinsi Aceh dan Provinsi Tapanuli/Sumatera Timur.
Kemudian, dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 5 Tahun 1950 pada tanggal
14 Agustus 1950, ketetapan tersebut dicabut dan dibentuk kembali Provinsi Sumatera Utara.

Dengan Undang-Undang R.I. No. 24 Tahun 1956 yang diundangkan pada tanggal 7 Desember
1956, dibentuk Daerah Otonom Provinsi Aceh, sehingga wilayah Provinsi Sumatera Utara sebahagian
menjadi wilayah Provinsi Aceh

B. Posisi Geografis

Secara Geografis Provinsi Sumatera Utara terleetak pada 1 0- 40 Lintang Utara dan 980- 1000 Bujur
Timur, dengan Luas Daratan 71.680 km2.

Sumatera Utara pada dasarnya di bagi atas :

- Pesisir Timur
- Pegunungan Bukit Barisan
- Pesisir Barat
- Kepulauan Nias
Pesisir timur merupakan wilayah di dalam provinsi yang paling pesat perkembangannya karena
persyaratan infrastruktur yang relatif lebih lengkap daripada wilayah lainnya. Wilayah pesisir timur
juga merupakan wilayah yang relatif padat konsentrasi penduduknya dibandingkan wilayah lainnya.
Di daerah tengah provinsi berjajar Pegunungan Bukit Barisan. Di pegunungan ini ada beberapa
dataran tinggi yang merupakan kantong-kantong konsentrasi penduduk. Tetapi jumlah hunian
penduduk paling padat berada di daerah Timur provinsi ini. Daerah di sekitar Danau Toba dan
Pulau Samosir juga menjadi tempat tinggal penduduk yang menggantungkan hidupnya pada danau
ini.
Pesisir barat biasa dikenal sebagai daerah Tapanuli.
Sumatera Utara dibagi atas 25 kabupaten, 8 kota (dahulu kotamadya), 325 kecamatan, dan
5.456 kelurahan/desa.

C. PETA SUMATERA UTARA


Kota Medan adalah Ibukota dari Provinsi Sumatra Utara yang berada pada Koordinat: 3°30'-
3°43'LU 98°35'-98°44'BT dengan luas wilayah sekitar 265,10 km², penduduknya mencapai 2.036.018
jiwa    .         

Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat dan juga sebagai pintu
gerbang menuju objek wisata Brastagi yang berada di daerah dataran tinggi Karo, objek wisata
Orangutan di Bukit Lawang, Danau Toba, serta Pantai Cermin, yang dilengkapi dengan Waterboom
Theme Park. Kota Medan juga terkenal dengan kerukunan penduduknya yang multi etnik .

Dikota Medan inilah berada Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara
yang bergabung pada Gedung Keuangan Negara terletak di Jalan P. Diponegoro No. 30 A yang
bersebelahan dengan Kantor Gubernur Provinsi Sumatera Utara.

D. Prioritas Beragama
Islam merupakan agama terbesar di Sumatera Utara. Berdasarkan data Direktorat Jenderal
Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, teradapat 10,12 juta jiwa
penduduk di provinsi dengan Ibu Kota Medan yang beragama Islam.

Jumlah tersebut porsinya mencapai 66,43% dari total penduduk di provinsi tersebut yang
mencapai 15,24 juta jiwa. Jadi dengan demikian mayoritas penduduk Sumatera Utara adalah
Muslim.

Terdapat pula 4,09 juta jiwa (26,8%) penduduk Sumatera Utara yang beragama Kristen.
Sebanyak 654,76 ribu jiwa (4,3%) memeluk agama Katolik, dan 355,45 ribu jiwa (2,33%)
beragama Buddha.

Kemudian, sebanyak 16,09 ribu jiwa (0,11%) penduduk Sumatera Utara memeluk agama Hindu,
terdapat 770 jiwa (0,01%) beragama Konghucu, serta sebanyak 5,08 ribu jiwa (0,03%) menganut
aliran kepercayaan.

Kota Medan dan Deli Serdang merupakan wilayah di Sumatera Utara dengan jumlah umat
muslim terbesar. Di kedua kota/kabupaten tersebut jumlah penduduk yang beragama Islam masing-
masing sebesar 1,75 juta jiwa dan 1,55 juta jiwa pada akhir tahun lalu.

Anda mungkin juga menyukai