Anda di halaman 1dari 12

TEORI SOSIAL BUDAYA

"TEORI SIKLUS PERUBAHAN BUDAYA, PITIRIM SOROKIN"

Oleh Kelompok 5

Okha Oktaviani. ZA. (1911270070)

Ciri Hermalinda (1911270076)

DOSEN PENGAMPU

Salamah, SE, M.Pd

PRODI ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SUKARNO BENGKULU
TAHUN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur tercurah kepada Allah SWT yang telah memberi kesehatan kepada kami
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat berserta salam kita curahkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada pihak yang
telah terlibat membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Harapan kami semoga dengan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, khususnya kami yang membuat dan Dan untuk kedepannya
dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yang masih banyak
kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini, kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca untuk makalah ini.

Bengkulu, 19 September 2021.

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ....................................................................................... 2
DAFTAR ISI ....................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 5
C. Tujuan ....................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Proses Perubahan Budaya Menurut Pitirim Sorokin...................................6
a. Kebudayaan Ideasional......................................................................6
b. Kebudayaan Inderawi........................................................................6
c. Kebudayaan Campuran.....................................................................8
B. Akibat Perubahan Budaya Menurut Pitirim Sorokin...................................9
C. Konsep Perubahan Budaya Menurut Pitirim Sorokin..................................9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................12
B. Saran........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sosok dan karya Sorokin digambarkan secara cerdas oleh Johnson sebagai
Berikut, “Karya-karya Sorokin memperlihatkan pikiran yang luas dan kreatif. Gaya
tulisannya menarik, mudah diterima, dan meyakinakan. Karya-karyanya
mencangkup jangka waktu dan persoalan kemanusiaan yang sangat luas dan
uraiannyapun sangat mengesankan. Seperti dikatakan diatas, Sorokin memusatkan
analisisnya pada level budaya, dengan menekankan arti, nilai, norma dan simbol
sebagai semacam kunci untuk memahami realitas sosio-budaya. Selian itu, ia juga
menekankan interpendesi antara pola-pola budaya, masyarakat sebagai suatu sistem
interaksi dan kepribadian individual.

Untuk membedah dan menelaah bagaimana siklus perubahan sosio-budaya


itu berlangsung, Sosokin mencari prinsip sentralnya. Sebab menurut Sorokin,
prinsip sentral itu merupakan tepat tersusunnya sebuah sistem dan sekaligus yang
memberi arti terhadp setiap unsusnya. Prinsip sentral itu perlu diketahui sebab ia
mengintegrasikan berbagai subsistem ke dalam sistem yang utuh. Dan di dalam
sistem yang utuh itu terdapat kesesuaian logika dan ketergantungan khas atau saling
ketergantungan antar-subsistem yang berarti itu dan hubungan antara subsistem
dengan sistem sebagai keseluruhan.

Bagi Sorokin, sejarahsosio-kultural merupakan lingkaran yang bervariasi


antara ketiga supersistem yang mencerminkan kultur yang agak homogeny. Sebuah
kultur besar bukan sekedar “tempat meloncat sejumlah besar fenomena kultural
yang berbeda”. Melainkan juga “sebuah kesatuan atau individualitas yang unsur-
unsurnya dirembesi oleh prinsip sentral yang sama dan membentnuk nilai-nilai
dasar yang sama. Ketiga supersistem itu adalah sistem ideasional, sistem inderawi,
dan sistem campuran
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses perubahan budaya menurut Pitirim Sorokin ?

2. Apa sebab dan akibat perubahan budaya menurut Pitirim Sorokin ?

4
3. Bagaiamana konsep perubahan budaya menurut Pitirim Sorokin?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana proses budaya menurut Pitirim Sorokin

2. Untuk mengetahui sebab dan akibat perubahan budaya menurut Pitirim Sorokin

3. Untuk mengetahui bagaimana konsep perubahan budaya menurut Pitirim Sorokin

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Proses perubahan budaya menurut Pitirim Sorokin


Menurut Sorokin, peradaban besar berada dalam siklus tiga sistem kebudayaan
yang berputar tanpa akhir. Siklus tiga sistem kebudayaan ini membentuk satu-
kesatuan yang unsurnya dirembesi oleh prinsip sentral yang sama dan membentuk
nilai dasar yang sama, ketiga supersistem ini yaitu kebudayan ideasioanl, kebudayaan
inderawi dan kebudayan
2.11 kebudayaan ideasional
Kebudayaan ideasional diliputi oleh prinsip atau dasar berfikir yang
menyatakan Tuhan sebagai realitas tertinggi dan yang paling benar. Dunia
dipandang sebagai suatu ilusi, sementara, tak sempurna, dan tergantung pada
alam transenden. Sorokin membagi lagi kultur ideasional itu menjadi dua bagian,
yakni ideasional asketik dan ideasional aktif. Mentalitas budaya ideasional
asketik menunjukan keterikatan pada tanggungjawab untuk mengurangi sebanyak
mngkin kebutuhan duniawi atau material agar mudah terserap kedalam alam
transenden. Dengan kata lain, manusia berusaha mengambil jarak terhadap dunia.
Sedangkan mentalitas budaya aktif, selain mengurangi kebutuhan duniawi juga
berupaya mengubah dunia material agar selaras dengan alam transenden. Manusia
berusaha menyeimbangkan kebutuhan material dengan kebutuhan spiritual.
Ringkasnya dalam kultur ideasional, individu membayangkan kebutuhan
spirituaal sebagai kebutuhan dasar, dan meyakini bahwa kebenaran diungkapkan
oleh tuhan melalui individu tertentu penganyaman mistis, intuisi, atau wahyu
langsung. Sedangkan mengenai kebebasan, kultur ideasional mengartikanyaa
sebagai kemerdekaan batin, yang berakar didalam penghargaan dan
pengendaliaan hawa nafsu dan hasrat yang membara.1
2.12 Kebudayaan Inderawi
Kebudayaan ini diliputi dasar berpikir bahwa dunia nyata adalah realitas
dan nilai tertinggi dan satu-satunya kenyataan yang ada. Eksistensi kenyataan
transenden, disangkal. Sorokin membagi mentalitas budaya ini menjadi 3
bagian:
1
Johnson, Doyle Paul. 1990. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jilid 1. (Penerjemah Robert M.Z.
Lawang). (Jakarta : Gramedia.1990)

6
1. Indrawi aktif

ia mendorong usaha aktif dan giat manusia guna meningkatkan sebanyak


mungkin kebutuhan-kebutuhan material dengan mengubah dunia fisik
sedemikian rupa sehingga menghasilkan sumber-sumber kepuasan dan
kesenanganya. Disini manusia berusaha mengndalikan, menguasai, dan
bahkan memanifulasi alam. Uaya manusia untuk mengeksploitasi alam
itulah yang kemudia menjadi dasar pertumbuhan dan perkembnagan IPTEK.

2. Inderawi Pasif

Mencakup hasrat untuk menikmati kesenagan duniwi setinggi-tingginya.


Mentalitas ini digambarkan oleh Sorokin sebagai suatu “ eksploitasi parasit”.
Dengan motto: “ makan, minum, dan kawinlah, karena besok kita mati”,
Charp Diem. Disini manusia berusaha sedemikian rupa segingga
memperoleh kepuasan dan kesenagan yang sebesar-besarnya dan
menghindari ketidaksenagan. Apa yang dikatakan tokoh hidonis yunani
antik, seperti epikuros berlaku disini: mausia menurut kodratnya mencari
kesenagan dan berupaya menghindaari ketidaksenangan. Dalam kaum
hedonis, apa yang terbaik bagi manusia adalah kesenangan: dalam
pandangan kaum hedonis apa yang terbaik bagi manusia adalah kesenangan:
“ adalah baik apa yang memuaskan keinginan kita, apa yang meningkatkan
kuantitas kesenangan atau kenikmtan dalam diri kita.” Kesenagan yang
dikejar adalah kesenangan jangka pendek.

3. Inderawi sinis

Inderawi sinis hampir samadengan inderawi pasif, kecuali dalam hal


pengejaran tujuan duniawi itu dibenarkan ileh rasionalissasi ideasional.
Dengan kata lain, mentalitas ini menunjukkan usaha yang bersifat munafik
yang membenarkan pencapaian tujuan material dengan menunjukkan sistem
nilai transenden yang pada dasrnya ditolaknya, dalam konteks agama, gejala
semacam itu disebut “ ekonomisasi agama, dalam arti yang transenden
(Tuhan) dijadikan komoditas untuk memperoleh keuntungan secara
ekonomis. Berbeda dari kultur ideasional, dalam kultur inderawi, yang
memusatkan perhatianya pada kebutuhana fisik dan mencoba memuaskan
perasaan dengan memenuhi kebutuhan-jasmani itu. Mngenai kebenaran,

7
kultur inderawi mengatakan bahwa kebenaran hanya dapat diperoleh melalui
perasaan. Sedangkan mengenai kebebasan, kultur inderwi mengaitkanya
dengan kemaampuan individu untuk melakukan apa saja yang diinginkanya
(“bebas dari” segala hambatan lahiriah).
2.13 Kebudayaan campuran (idealistis)
Kebudayaan campuran merupakan gabungan antara ideasionan dengan
kebudayaan inderawi aktif. Kultur gabungan mengakui bahwa ada sebagian
kebenaran yang dapat diperoleh melalui intuisi atau wahyu, dan sebagian lagi
diperoleh lewat perasaan. Begitupua dengan realitas dan nilai. Ada ealitas yang
dapat ditangkap oleh panca indera dan ada pula yang tidak dapat ditangkanya.
Yang tidak bisa ditangkap oleh panca indera itu dapat dijelaskan olleh kultur
ideasional. Pendek kata, Sorokin mengakui sifat multidimensionalitas dari
realitas itu sendiri.
Sebagaimana dua kultur sebelumnya, Sorolin membagi kultur gabungan
ini menjadi dua bagian besar. Pertama, mentalitas idealistis. Mentalitas
inimerupakan campuran organis dari mentalitas ideasional dengan inderawi
sedemikian rupa sehingga keduanya terlihta sebagai pengertian-pengertian yang
abash mengenai aspek-aspek tertentu dari realitas tertinggi. Dengan kata lain,
dasar berpikir keuda mentalitas itu secara sistematis dan logis saling berkatian.
Kedua. Mentalitas ideasioanl tiruan. Mentalitas ini didominasi oleh pendekatan
inderawi. Kendati sedemikian, unsur-unsur inderawi, sebagai dua prinsip yang
berlawanan. Di sini unsur-unsur ideasional dan inderawi tidak terintegrasi
secara sistematis, tapi sekedar berdampingan saja.
Bertautan dengan tipe-tipe budaya diatas, Sorokin mengatakan bahwa
tidak ada keanekaragaman total dalam setiap sistem kebudayan empiris. Tidak
ada supersistem yang benar-benar memonopoli, dalam arti tanpa berdampingan
secara damai dengan sistem-sistem lain. Selain itu, Sorokin menegaskan bahwa
ketiga pola diatas tidak bisa diartikan bahwa sistem kebudayan tertentu
hanyalahh semacam rekapitulasi sistem kebudayan terdahulu sehingga
lingkaran perubahan akan berarti seolah-olah kutur inderawi, misalnya akan
berputar kemabli ke tipe kultur yanga ada di zaman ideasional. Tak ada pola
menurut garis lurus dalam sejarah. Proses sosial ditandai oleh pola
perkembangan kebudayaan yang melingkar.
2.2 Akibat perubahan budaya menurut Pitirim Sorokin

8
Sorokin mengemukakan 3 kemungkinan penjelasan mengenai perubahan
sosiokultural yaitu:
1. Pertama, perubahan mungkin diakibatkan faktor eksternal terhadap sistem
sosiokultural. Contohnya, jika kita mencari penjelasan mengenai perubahan
dalam keluarga, kita mencari faktor ekonomi ( industrialisasi )
atauperubahan demografi, atau bahkan faktor beologis sebagai mekanisme
penyebab. Ini berdasarkan asumsi bahwa keluarga kurang lebih adalah
kelompok pasip yang akan tetap seperti itu kecuali diganggu oleh kekuatan
dari luar.
2. Kedua, teori keabdian. Perubahan terjadi karena faktor internal yang ada
didalam sistem itu sendiri. Sistem itu sendirilah yang bersifat berubah:
“sistem tak dapat membantu perubahan, meskipun semua kondisi eksternal
tetap”.
3. Ketiga, mencari penyebab perubahan baik pada faktor internal maupun
eksternal.

2.3 Konsep Perubahan budaya Menurut Pitirim Sorokin


Sorokin berpendapat, bahwa pertama didalam sistem yang terintegrasi
dengan erat, perubahan akan terjadi secara keseluruhan, seluruh bagian akan
berubah bersama. Kedua, terjadi di beberapa bagian tertentu tanpa terjadi dibagian
lain. Ketiga, jika suatu kultur hanya merupakan pengelompokan semata maka setiap
bagian mungkin berubah tanpa mempengaruhi bagian lainnya. Keempat, jika kultur
itu tersusun dari sejumlah sistem dan kumpulan yang hidup berdampingan secara
damai, maka kultur itu akan berubah secara berbeda disetiap bagian yang berbeda.
Berbagai unsur akan berubah, baik serentak / terpisah, tergantung pada tingkat
integrasi berbagai unsur itu.
Sorokin menawarkan sebuah teori siklus perubahan sosial yang imaginative
dan mengesankan, yang di dukung oleh sejumlah data kurun waktu yang cukup
panjang. Nilai penting dari akryanya terletak pada usaha beliau untuk melakukan
pendekatan historis terhadap studi perubahan sosial. Ia membicarakan perubahan
sebagai sesuatu yang normal daripada sebagai sejenis penyimpangan. Selain itu,
Sorokin tetap optimis terhadap masa depan sosil-kultur manusia. Bagi Sorokin,
kehancuran sistem sosio-kultural tidak berarti kemabli ke tingkat barbarism, tetapi
merupakan awal kehidupan baru. Kematian kultur inderawi kita, misalnya, berarti

9
bahwa kita akan menuju kearah “puncak kecemerlangan kultur ideasioanl atau
kultur gabungan baru” dan keran itu misi kultur dan budaya masyarakat Barat yang
kreatif itu akan terus berlanjut.
Kendatipun demikian, ada beberapa hal yang patut dikritisi secara cermat yaitu :
Pertama, Sorokin kurang memperlihatkan faktor sosio-psokilogis. Sorokin
mengabaikan apa yang disebut McClelland “kebutuhan manusia untuk berperstasi.”
Kebutuhan manusia untuk berpreatas itulah yang menodorngnya atau maju dan
berkembang, ide, cara berpikir dan cara memandang dunia. Dengan kemampuan
yang dimilinya manusia dapat mengembangkan iptek, dan melakukan inovasi
terhadanya sesuai dengan dan tuntutan zaman. Dengan demikian manusia bukanlah
alat, maliankan “dalang” dari nasibnya sendiri.
Kedua, berkaitan dengna gambaran profetisnya tentang berakhirnya kultur
barat dimasa depan, ramalan Sorokin tentang berakhirnya peradaban Barat di masa
depan terkesan simplistic dan terlalu berlebihan. Gagasan-gagasan Sorokin, kalau
ditelaah lebih dalam, hanyalah interpretasi atas peristiwa-peristiwa empiris menurut
model perubahan sosio-budaya yang bersifat umum daripada menganalisis
peristiwa-peristiwa itu sendiri. Kalau demikian halnya ahli-ahli lain pun bisa
melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Sorokin. Tetap hasil interpertasi
atas peristiwa-peristiwa itu tidak mesti persisi sama,
Ketiga, berkaitan dengan pendekatan historis yang digunakanya. Dalam
menganlisis sosio-budaya, Sorokin menggunakan model teoritis untuk melihat data,
dan menafsirkan data itu berdasarkan model yang telah dibuatnya. Akibatnya sulit
sekali untuk membayangkan bagaimana data yang sama dapat dipakai untuk
mendukung penafsiran alternative. Kelamahan dari penggunaan data untuk
mendukung suatu model tertentu adalah bahwa data itu bisa jadi menyimpang dari
model yang digunakan untuk mennafsirkannya. Jadi ada semacam kecendeurngan
umu dalam analisis Sorokin, terutama mengenai derajat integrasi budaya dalam
kurun waktu yang relative stabil, untuk terlampau ditekankan dan terlampau
menarik garis putus antara tahap-tahap yang berbeda.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menurut Sorokin, peradaban besar berada dalam siklus tiga sistem kebudayaan
yang berputar tanpa akhir. Siklus tiga sistem kebudayaan ini membentuk satu-
kesatuan yang unsurnya dirembesi oleh prinsip sentral yang sama dan membentuk
nilai dasar yang sama, ketiga supersistem ini yaitu kebudayan ideasioanl, kebudayaan
inderawi dan kebudayan . Sorokin mengemukakan 3 kemungkinan penjelasan
mengenai perubahan sosiokultural yaitu: Pertama, perubahan mungkin diakibatkan
faktor eksternal terhadap sistem sosiokultural. Kedua, teori keabdian. Perubahan
terjadi karena faktor internal yang ada didalam sistem itu sendiri. Sistem itu sendirilah
yang bersifat berubah: “sistem tak dapat membantu perubahan, meskipun semua
kondisi eksternal tetap”. Ketiga, mencari penyebab perubahan baik pada faktor
internal maupun eksternal.
Sorokin berpendapat, bahwa pertama didalam sistem yang terintegrasi dengan
erat, perubahan akan terjadi secara keseluruhan, seluruh bagian akan berubah
bersama. Kedua, terjadi di beberapa bagian tertentu tanpa terjadi dibagian lain.
Ketiga, jika suatu kultur hanya merupakan pengelompokan semata maka setiap bagian
mungkin berubah tanpa mempengaruhi bagian lainnya. Keempat, jika kultur itu
tersusun dari sejumlah sistem dan kumpulan yang hidup berdampingan secara damai
3.2 Saran
Kami mahasiswa selaku penyusun makalah masih dalam proses pembelajaran.
Jadi kami maish membutuhkan bimbingan dari pihak yang terkait. Supaya
kedepannya kami bisa terus berupaya untuk belajar lagi dan melakukan perubahan-
perubahan menuju sesuatu yang lebih baik lagi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Johnson, Doyle Paul. 1990. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jilid 1. (Penerjemah
Robert M.Z. Lawang). Jakarta : Gramedia

12

Anda mungkin juga menyukai