Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Kelompok 4
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN 2022
Kata Pengantar
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita
curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan jalan kebaikan
dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah perubahan sosial dan
juga untuk khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta
informasi yang semoga bermanfaat. Dalam pembuatan makalah ini tentunya tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada
Ibu Dra. Mira Elfina, M.Si. dan Bapak Drs. Alfitri, M.Si. selaku dosen
pengampu. Serta pihak pihak lain yang turut membantu.
Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal
mungkin. Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu
tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu
kami sebagai penyusun makalah ini mohon kritik dan saran dari semua yang
membaca makalah ini terutama dosen mata kuliah perubahan sosial yang kami
harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Tim Penyusun
I
Daftar isi
Kata Pengantar......................................................................................................I
Daftar isi................................................................................................................II
A. Latar belakang..................................................................................................III
B. Rumusan masalah.............................................................................................IV
C. Tujuan..............................................................................................................IV
BAB II Pembahasan.................................................................................................1
A. Kesimpulan......................................................................................................10
B. Saran.................................................................................................................10
Daftar Pustaka........................................................................................................10
BAB I
II
Pendahuluan
III
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Untuk memahami apa saja pemikiran Ibnu Khaldun mengenai
Masyarakat dan Perubahannya dalam prinsip sosiologis
2. Untuk memahami tentang solidaritas dan siklus perubahan menurut
Ibnu Khaldun
IV
BAB II
Pembahasan
1
Sehingga dari sifat alamiah tersebut serta dibarengi adanya tujuan
yang sama dari masingmasing manusia, kemudian terbentuklah ashabiyah
(Solidaritas) di antara mereka. Kesatuan sosial ini terbentuk sejak mulai
dari kelompok terkecil sampai kepada kesatuan kelompok manusia yang
paling besar.
Argumentasi mendasar diperlukannya ashabiyah tersebut, karena;
Pertama, teori tentang berdirinya negara berkenaan dengan realitas
kesukuan (klan). Keadaan sebuah suku dilihat dari faktor psikologis bahwa
masyarakat tidak mungkin mendirikan negara tanpa didukung perasaan
persatuan dan solidaritas yang kuat. Kedua, bahwa proses pembentukan
negara itu harus melalui perjuangan yang keras dan berat. Apabila
pemimpin tidak mampu menundukkan lawan maka dirinya sendiri yang
akan kalah dan negara tersebut akan hancur.
Oleh sebab itu, dibutuhkan kekuatan yang besar untuk
mewujudkannya. Oleh karenanya, kekuatan solidaritas memberikan efek
yang dapat mempengaruhi keeksistensian negara. Selanjutnya Ibn Khaldun
berpendapat bahwa agama memiliki peran penting dalam membentuk
persatuan ashabiyah tersebut. Semangat persatuan rakyat yang dibentuk
melalui peran agama itu tidak bisa ditandingi oleh semangat persatuan
yang dibentuk oleh faktor lainnya. Hal tersebut didukung oleh visi agama
dalam meredakan pertentangan dan perbedaan visi rakyat, sehingga
mereka mempunyai tujuan sama, untuk berjuang bersama menegakkan
agamanya.
2
Ibnu Khaldun menuangkan pokok-pokok pemikirannya melalui
tulisan dan karyanya yang fenomenal yaitu Mukaddimah dusebut sebagai
permulaan dari pembukaan karya selanjutnya yaitu kitab Al-Ibar fi Diwan
al-Mubtada wa alkhabar fi ayyam al-Arab wa al-ajam wa al-Barbar wa
Man Asarum min Dhiwal al-Sultan al-Akbar yang biasa dikenal dengan
kitab Al-Ibar.
Ibnu Khaldun (1332-1406) adalah seorang cendekiawan muslim,
reputasi keilmuannya diakui di berbagai belahan dunia, bahkan teori dan
pemikiran yang ia gagas masih teruji dan banyak dikaji oleh para imuan
baik Timur ataupun Barat. Ia sangat terkenal sebagai pemikir, hakim,
administratur negara,sosiolog, dan sejarawan serta berbagai bidang
keilmuan lainnya.
Mengenai asal-usul keluarga Ibnu Khaldun telah terjadi silang
pendapat diantara para ahli. Perbedaan pendapat tersebut diakibatkan
karena Ibnu Khaldun diduga telah dipengaruhi faktor-faktor personal
dalam mengungkapkan terori-teorinya. Ibnu Khaldun dianggap telah
memojokkan bangsa Arab, khususnya ketika ia menyebut orang-orang
nomad Arab (Badui) sebagai biadab, perusak, buta huruf, serta memusuhi
ilmu pengetahuan dan keterampilan. Muhammad Abd Allah Enan,
misalnya menyatakan bahwa Ibnu Khaldun adalah seorang Barbar, yang
membenci orang Arab karena sentimen kebangsaannya melawan para
penakluk tanah airnya. Senada dengan Enan, Thaha Husain setelah
meneliti silsilah Ibnu Khaldun juga menyangsikan pendapat bahwa Ibnu
Khaldun adalah keturunan Arab. Sementara, Toynbee mencoba
menjelaskan kritik Ibnu Khaldun terhadap bangsa Arab berdasarkan
kenyataan bahwa Ibnu Khaldun bersal dari Arab bagian selatan.
Menurut pandangan Khaldun. Masyarakat tidak bersifat statis dan
tidak bersifat monolitik, masyarakat selalu berubah, dinamis dan
heterogen, antara satu masyarakat dan masyarakat lain memiliki akar
sejarah yang berbeda, memiliki kerangka norma, nilai dan aturan yang
khas, memiliki identitas dan ideologi yang dianut secara kolektif,
3
umumnya masyarakat-masyarakat yang telah mengenal peradaban
berorientasi pada kemajuan.
Menjelang kematiannya tahun 1400 M., Ibnu Khaldun telah
menghasilkan sekumpulan karya yang mengandung berbagai pemikiran
yang mirip dengan sosiologi jaman sekarang. Dia melakukan studi Ilmiah
tentang masyarakat, riset empiris, dan meneliti sebab-sebab fenomena
sosial. Ia memusatkan perhatian pada berbagai lembaga sosial (misalnya
lembaga politik dan ekonomi) dan hubungan antara lembaga sosial itu. Ia
juga melakukan studi perbandingan antara masyarakat primitif dan
masyarakat modern atau tentang masyarakat nomaden dengan masyarakat
menetap.
Ibnu Khaldun tak berpengaruh secara dramatis terhadap sosiologi
klasik, tetapi setelah sarjana pada umumnya dan sarjana muslim
khususnya meneliti ulang karyanya, ia mulai diakui sebagai sejarahwan
yang mempunyai signifikansi historis.
Ibnu Khaldun bukan hanya seorang intelektual, tetapi juga praktisi
politik. Pergulatannya dengan politik mengantarkannya terlibat di berbagai
kancah politik di wilayah barat Afrika Utara seperti Tunisia, Aljazair, dan
Maroko, hingga ke Andalusia dan kemudian Timur Tengah. Namun,
semangat intelektualitasnya tidak pernah padam. Di saat jeda, dia masih
sempat menjalankan kerja intelektualnya dengan meneliti dan berkarya,
termasuk menulis buku sosiologi politik kenegaraan Muqadimah-nya
banyak diperbincangkan para ahli selama berabad-abad.
Intelektualitasnya tidak hanya berputar di sekitar idea dan wacana,
melainkan membumi ke dunia nyata, bahkan ke realitas politik, sosial dan
ekonomi. Tidak banyak sosok yang dapat meraih posisi yang menonjol
dalam intelektualitas dan politik sekaligus seperti beliau, bahkan di dunia
modern sekarang. Ibnu Khaldun yang sempat mengambil jarak dari
kekuasaan pun tak mampu menahan diri untuk tidak terjun kembali ke
politik di usia tuanya. Ibnu Khaldun sempat melahirkan karya besar. Jika
tidak, tak akan ada nama Ibnu Khaldun yang dikenang dunia seperti
sekarang.
4
B. Solidaritas dan siklus perubahan
Ibnu Khaldun mendeskripsikan perubahan sosial dimualai sebuah
Peradaban besar dimulai dari masyarakat yang telah ditempa dengan
kehidupan keras, kemiskinan dan penuh perjuangan. Keinginan hidup
dengan makmur dan terbebas dari kesusahan hidup ditambah dengan
‘Ashabiyyah di antara mereka membuat mereka berusaha keras untuk
mewujudkan cita-cita mereka dengan perjuangan yang keras. Impian
yang tercapai kemudian memunculkan sebuah peradaban baru.
Dan kemunculan peradaban baru ini pula biasanya diikuti dengan
kemunduran suatu peradaban lain. Tahapan-tahapan di atas kemudian
terulang lagi, dan begitulah seterusnya hingga teori ini dikenal dengan
Teori Siklus.
Dalam konsepnya, Ibnu Khaldun mengklasifikasi dua jenis
kelompok sosial yang keduanya memiliki karakter yang cukup
berbeda. Pertama adalah “badawah” yakni masyarakat yang tinggal di
pedalaman, masyarakat primitif, atau tinggal di daerah gurun; kedua
“hadharah” yakni masyarakat yang identik dengan kehidupan kota. Ia
menyebut sebagai masyarakat beradab atau memiliki peradaban atau
sering juga disebut masyarakat kota.
Kondisi fisik tempat tinggal mereka turut mempengaruhi
kehidupan beragama mereka. Masyarakat Badui hidup lebih sederhana
dibanding masyarakat kota dan hidup dengan meninggalkan makanan
mewah, memiliki tingkat ketaqwaan yang lebih dibandingkan dengan
masyarakat kota. Orang Badui lebih berani, mereka memiliki ikatan
solidaritas (ashabiyah) yang kuat, dan menurut Khaldun inilah yang
menjadi syarat kekuasaan.
Di tempat lain, masyarakat kota lebih hidup dengan berbagai
kemewahan, serba enak, menyebabkan mereka menjadi lebih
individualis yang berdampak pada lemahnya ikatan solidaritas mereka.
Dengan lemahnya solidaritas ini, maka masyarakat kota lebih mudah
dikalahkan oleh masyarakat badui, dan masyarakat kota mengalami
kehancuran dan masyarakat badui berhasil menduduki kota. Menurut
5
Ibnu Khaldun, kemunculan sebuah bangunan kekuasaan akan
menimbulkan anarki, dan anarki pada gilirannya akan menghancurkan
peradaban. Proses kehancuran ini berjalan melalui masa transisi dari
kehidupan primitif (nomadisme), ruralisme menuju kehidupan
hadharah (urbanisme).
‘Ashabiyah adalah perasaan satu kelompok atau solidaritas sosial,
yang timbul secara alamiah dalam kehidupan manusia karena adanya
pertalian darah atau pertalian perkauman. Perasaan cinta kasih tersebut
menimbulkan perasaan senasib, sepenanggungan, rasa saling setia, rasa
saling membutuhkan, terlebih pada saat menghadapi musibah atau
ancaman musuh, atau untuk mencapai tujuan tertentu.
‘Ashabiyah disini diartikan oleh Ibnu Khaldun sebagai solidaritas
sosial. Menurut Ibnu Khaldun solidaritas sosial atau rasa golongan
yang dihubungkan oleh pertalian darah atau pertalian lain yang
mempunyai arti dan tujuan yang sama.
Kemudian Ibnu Khaldun berpendapat, orang tidak mungkin
menciptakan negara tanpa dukungan rasa persatuan dan solidaritas
yang kuat. Proses pendiriannya memerlukan perjuangan sungguh-
sungguh, suatu pertarungan hidup dan mati.
Solidaritas (‘ashabiyah) pada pokoknya adalah kerjasama dan
tolong menolong yang erat dalamsuatu kelompok yang berbentuk
sedemikian rupa sehingga anggota kelompok itu masing-masing bukan
saja bantu membantu, tetapi bersedia mengorbankan jiwa untuk
kepentingan bersama. Dan ini menurutnya adalah suatu gejala alami
bagi manusia dalam proses berdirinya negara.
Adapun tujuan yang hendak dicapai ‘ashabiyah adalah kekuasaan.
Menurut Ibn Khaldun mengenai hal ini: “Bahwa kemenangan terdapat
di pihak yang mempunyai solidaritas yang lebih kuat, dan anggota-
anggotanya lebih sanggup berjuang dan bersedia mati guna
kepentingan bersama.” Kedudukan sebagai raja adalah suatu
kedudukan yang terhormat dan diperebutkan, karena kedudukan
memberikan kepada pemeganya segala kekayaan duniawi dan juga
6
kepuasan lahir batin. Karena itulah kekuasaan menjadi sasaran
perebutan dan jarang sekali dilepaskan dengan suka rela kecuali
dibawah paksaan. Perebutan menimbulkan perjuangan dan peperangan
dan runtuhnya singgasana-singgasana. Semuanya itu tidaklah dapat
terjadi kecuali dengan ‘ashabiyah atau solidaritas sosial.
Ibnu Khaldun memperkenalkan bahwa terjadinya keberlangsungan
masyarakat nomaden dan masyarkat kota harus mengenal faktor-faktor
penyebabnnya demikian pula terhadap kekacauan politik di dunia
Islam masa itu. Dalam Muqaddimah-nya Ibnu Khaldun menguraikan
metodologi penelitian sejarah dan penjelasan sejarah umat manusia.
Ibnu Khaldun tidak hanya sebagai pelaku sejarah tetapi juga ilmuwan
sejarah yang dapat melahirkan teori-teori baru berdasarkan hasil
penelitian empiris dan sangat metodologis.
Menurut Ibnu Khaldun , hakekat sejarah adalah catatan tentang
masyarakat ummat manusia. Sejarah itu sendiri identik dengan
peradaban dunia, tentang revolusi, dan pemberontakan oleh
segolongan yang lain dengan akibat timbulnya kerajaan-kerajaan dan
negara-negara dengan berbagai macam tingkatannya; tentang kegiatan
dan kedudukan orang, baik untuk mencapai penghidupannya maupun
dalam ilmu pengetahuan dan pertukangan; dan pada umumnya tentang
segala perubahan yang terjadi dalam peradaban karena watak
peradaban itu sendiri adalah sunnatullah.
la menyadari bahwa penulisan sejarah sudah wataknya cenderung
mengalami kebohongan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain:
1. semangat terlibatnya sejarahwan atau penulis sejarah kepada
pendapat-pendapat atau mazhab-mazhab.
2. akibat terlalu percaya pada orang yang menukilkan sehingga
memerlukan personality criticism. ketidaksanggupan memahami
maksud yang sebenarnya dari hasil observasinya.
3. asumsi tak beralasan terhadap kebenaran sesuatu hal termasuk
yang akibat terlalu percaya pada para penukil.
7
4. ketidaktahuan tentang bagaimana kondisi-kondisi sesuai dengan
realitas, disebabkan kondisi-kondisi itu dimasuki oleh ambisi-
ambisi dan distorsi-distorsi artifisial serta tidak mempunyai
gambaran yang benar tentang kondisi-kondisi tersebut.
5. adanya fakta bahwa kebanyakan manusia cenderung ingin dipuji
atau kepentingan politik sehingga informasi yang disampaikannya
cenderung tidak jujur.
6. kebohongan sejarah yang tidak dapat dihindarkan adalah
ketidaktahuan tentang berbagai watak berbagai kondisi yang
muncul dalam peradaban .
8
pemikiran sarjana-sarjana muslim dan patut dikaji sebagai khasanah
keilmuwan khususnya di bidang sejarah dan ilmu- ilmu sosial. Bahkan
para pemikir moderen pun belum ada yang mampu menyamai
pemikirannya. Termasuk tokoh-tokoh sosiologi seperti August Comte dari
Prancis, Max Weber dari Jerman atau lainnya.
9
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Kami sebagai penulis tentunya sadar akan berbagai kekurangan di
makalah yang saya buat ini, maka dari itu saya mengharapkan kritik
serta saran mengenai pembahasan di atas.
10
DAFTAR PUSTAKA
Ba’al, Fuad dan Ali Wardi, Ibnu Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, terj.
Ahmadie Thaha dan Mansuruddin, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989.
Ibnu Khaldun dalam Kitab al-Ibar (Tarikh Ibnu Khaldun) Darul Qudus al-
Ilmiyah, Beirut Lebanon.
https://core.ac.uk/download/pdf/229577379.pdf
11