BUKU AJAR
Oleh
Amrizal
ii
dalam lingkungan kampus ini, dengan mengikut-sertakan penulis sekaligus. Selain
daripada itu, mungkin dalam penyajian Buku ini masih dirasakan kekurangan-
kekurangan. Sehubungan dengan itu, saran berupa masukan sangat penulis harapkan.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua fihak
yang telah ikut disibukkan terwujudnya buku ajar ini, terutama kepada:
1. Bapak Husni Hasan, A.MTrU, S.Sos, MM, selaku Ketua STMT Trisakti
2. Bapak Drs .M. Fathur Rahman Rosyadhi, MM, Ph.D, selaku Puket I
STMT Trisakti
3. Ibuk Yuliantini R, A.MTrU, MM, selaku Kajur S1 Manajemen STMT
Trisakti
4. Bapak H. Andri Warman, BSc, S.Sos.,MM, selaku Kajur PSP. D.III STMT
Trisakti
5. Bapak Cecep Pahrudin, S.Sos, MM, selaku Sekjur S1 STMT Trisakti
6. Bapak Juliater Simarmata, SE.,MM, selaku Kajur PSP. D.III STMT
Trisakti
7. Ibuk Lira Agusinta, SE.,MM, selaku Kepala PSP. D.III MTU STMT Trisakti
8. Bapak Yosi Pahala, Amd.MTrL,SE, selaku Kepala PSP. D.III MTL, MLM
STMT Trisakti
9. Bapak DR. Adenan Suhelis, SE,MSi, selaku Ketua LPMT STMT Trisakti
10. Bapak Prof. Eryus Ak, MSc, Ph.D, selaku Ketua P3M STMT Trisakti
11. Semua Dosen-dosen, para Mahasiswa dan Civitas Akademika lainnya
STMT Trisakti yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam
kesempatan ini.
Penulis berharap, bahwa naskah ini mempunyai manfaat bagi para pembacanya,
disamping itu penulis juga menyadari bahwa naskah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu pula segala kritik dan saran atas kekurangan-kekurangan yang masih terdapat
dalam naskah ini sangat penulis harapkan dan penulis terima dengan tangan terbuka
untuk perbaikan selanjutnya.
Demikianlah dengan harapan agar buku ajar ini berguna bagi kita semua dalam
usaha meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan pada STMT-TRISAKTI.
( Amrizal )
iii
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN
TRANSPOR TRISAKTI
PENGESAHAN
BUKU AJAR
Oleh
Amrizal
Mengatahui,
Ketua STMT-TRISAKTI
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
SEPENGETAHUAN iv
DAFTAR ISI v
BAB:
I. Pengertian dan Ukuran-ukaran Underdeveloped Countries 1
1. Pengertian Underdepeloped Countries 1
2. Indikasi dan Ukuran dari Tingkat Ekonomi Negara 3
II. Pengertian Tentang Pembangunan Ekonomi 10
III. Faktor Tanah dan Pembangunan Ekonomi 16
IV. Faktor Kapital dan Pembangunan Ekonomi 20
1. Pengertian dan Peranan Kapital 20
2. Masalah Pembentukan Modal: Penawaran dan Permintaan
akan Modal 21
3. Akumulasi Modal dan Tabungan 23
4. Faktor-faktor yang Menyebabkan Rendahnya Tabungan 26
5. Jumlah Kebutuhan Modal dalam Pembangunan 29
V. Faktor Tenaga Kerja Skill dan Pembangunan 33
1. Peranan dan Perkembangan Penduduk, Khususnya
Tenaga Kerja Dalam Pembangunan 33
2. Kepadatan Serta Penyebaran Penduduk dan Tenaga Kerja 35
3. Produktivitas Tenaga Kerja dan Aspek-aspek Masyarakat 38
4. Pengangguran dan Pengerahan Tenaga Disqueses Unemployment 40
VI. Faktor Entrepreneour dan Pembangunan 44
VII. Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi 46
VIII. Cara-cara Membangun pada Sistem-sistem Perekonomian 50
IX. Arah Investasi dan Konsep-konsep Pembangunan 55
X. Perencanaan Pembangunan dan Prinsip-prisipnya 61
XI. Sumber-sumber Pembiayaan Pembangunan 66
XII. Inflasi dan Pembangunan 70
XIII. Pembangunan Ekonomi dengan Industrialisasi 80
XIV. Keuangan Negara dan Pembangunan 83
Literatur 90
Lampiran-Lampiran
v
LITERATUR
6. Richard T. Gill., “Economic Development: Past and Present, Prentice-Hill Inc, New
Jersey.
7. G.M. Meier and R.E. Baldwin.,” Economic Development”, John Wiley & Sons Inc,
New York.
10. W. Arthur Lewis., “The Theory of Economic Growth”, George Allen & Unwin Ltd.,
London.
11. W. Arthur Lewis., “The Principles of Economic Planning”, George Allen & Unwin
Ltd, London.
12. W.J. Baumol and L.V. Chandler., “Economic Process and Policies”, Harper & Unwin
Ltd, London.
13. Henry H. Villard., “Economic Development”, Holt Pinehart and wiston Inc, New
York.
vi
15. Departement Penerangan RI., REPELITA dan REALISASI PELITA: Pertama s/d
Keempat, Jakarta.
16. Sumitro Djojohadikusumo., “Indonesia Dalam Perkembangan Dunia”: Kini dan Masa
Mendatang, LP3ES, Jakarta.
18. Boediono.,”Synopsis Pengantar Ilmu Ekonomi: Bagian Dua (Teori Makro)”, Bagian
Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada.
21. Gregory Grossman ( alih bahasa: Anas Sidik ).,”Sistem-Sistem Ekonomi”, Penerbit
Bumi Aksara, Jakarta.
vii
Bab I
Jika ditinjau dari sudut ekonominya atau tingkat kehidupan ekonominya, maka
secara garis besarnya ( secara umum ) negara-negara di dunia ini dapat dibagi dalam dua
golongan besar, yaitu:
(a) Negara yang berpendapatan tinggi, High Income Countries, seperti: Amerika
Serikat, Kanada, Australia dan lain-lain, adalah negara-negara yang sangat
maju.
Keterangan:
Terlihat bahwa pada tahun 1949 itu kira-kira dua pertiga penduduk dunia
mempunyai pendapatan per kapita yang rendah sekali dan perkembangannya pada tahun-
tahun kemudian menunjukan bahwa negara-negara yang berpendapatan tinggi tersebut
kemudian semakin meningkat pendapatannya, sedangkan negara-negara yang
berpendapatan rendah sulit untuk menaikan pendapatan nasional maupun pendapatan
perkapitanya. Jadi sebagian besar penduduk dunia masih dalam tahap berjuang terhadap
kemelaratan.
Dari keterangan dan data-data yang ada, pada abad terakhir ini terutama sejak
selesainya Perang Dunia II, dapat disimpulkan bahwa terdapat disparitas yang besar
dalam tingkat pendapatan antara negara-negara kayadengan negara-negara miskin,
perbedaan/disparitas itu bukanya semakin mengecil, akan tetapi malahan semakin besar.
Dalam hubungan ini seringkali disebutkan bahwa terdapatnya “Ever Widening Gap”
(Jurang yang semakin melebar) antara negara-negara developed dengan negara-negara
2
underdeveloped. Artinya jika kita bandingkan pendapatan per kapita dari negara-negara
yang maju itu dengan negara-negara underdeveloped, maka terdapatnya perbedaan yang
semakin lama semakin besar. Jadi sungguhpun negara-negara yang underdeveloped
mengusahakan terus menerus sekedar peningkatan pendapatan per kapitanya, akan tetapi
tingkat kenaikan pendapatan perkapita dari negara-negara yang sudah maju relatif jauh
lebih tinggi.
Pendapatan
Per kapita
depeloped
countries
ever
widening
gap
under
developed
countries
0 t1 t2 t3 t4 t5 t6 t7 t8 t9 t10
Pada dasarnya terdapat tiga cara atau pendekatan (approach) untuk menentukan
apakah suatu negara itu underdeveloped ataukah developed, yaitu:
3
(A). Dengan ukuran Deskriptif & Kwantitatif
Yang jadi ukuran disini ialah tingkat hidup yang tercermin dalam konsumsi
barang-barang dan jasa-jasa dalam masyarakat yang bersangkutan. Di negara
underdeveloped tingkat hidup masyarakatnyan rendah, lebih-lebih jika dibandingkan
dengan tingkat hidup yang tinggi di negara-negara yang telah maju (developed).
Dinegara-negara underdeveloped karena pendapatan masyarakatnya adalah
rendah, maka sebahagian besarnya haruslah sekedar untuk dapat mencukupi kebutuhan
pokoknya yang minimal saja. Hal ini sering disebut: masyarakat demikian hidup pada
tingkat “Subsistace level” dimana pendapatan mereka hanya sekedar dapat memenuhi
atau menjamin syarat minimum untuk hidup saja. Dan bahkan banyak pula diantaranya,
pendapatan mereka sedemikian rendahnya sehingga tidak dapat menutupi biaya hidup
mereka yang minimal, akibat mereka jatuh dalam kehidupan Hutang.
Pada dasarnya tingkat hidup yang rendah ini adalah cerminan dari rendahnya
kemampuan berproduksi masyarakat dalam menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa.
Hal ini menyebabkan jumlah barang-barang yang tersedia dan dapat dikonsumir untuk
tiap jiwa adalah sedikit sekali. Dengan perkataan lain produksi untuk tiap jiwa (dan juga
pendapatan untuk tiap jiwa) adalah rendah. Dan hal ini dalam istilah ilmu ekonomi
disebut bahwa produksi perkapita dan pendapatan per kapita adalah rendah.
Jadi karena produksi perkapita dan pendapatan perkapita dalam masyarakat dinegara
underdeveloped itu rendah, maka tingkat hidupnya adalah rendah.
Pendapatan per kapita di beberapa negara (dalam US $ per tahun), Pada tahun 1967
4
Produktivitas per kapita = O/[h x N]
Jumlah produksi nasional per tahun mungkin bisa dinaikan/ditingkatkan dengan cara
misalnya:
(a) Menambah jumlah Tenaga Kerja, misal dengan tenaga kerja yang berasal dari
pertambahan penduduk
Akan tetapi dengan cara demikian tingkat produktivitas per kapita bvelum tentu
naik. Hal ini dapat diterangkan sebagai berikut:
Ad.(a) Dengan menambah N (jumlah tenaga kerja), maka O dapat bertambah, tetapi N
dan O mungkin saling meniadakan satu sama lainnya dalam menghasilkan
produktivitas tersebut.
Ad.(b) Dengan menambah h (jumlah jam kerja), maka O dapat bertambah , tetapi h
dan O tersebut mungkin saling meniadakan pula (bertambah secara
proporsionil).
Yang penting bagi suatu negara dalam menaikan produksi nasional itu bukanlah
dengan penambahn jam kerja atau penambahan tenag kerja semat-mata, akan tetapi
dengan menambah atau meningkatkan faktor-faktor ekonomis lainnya, seperti: peralatan
modal, tingkat tehnik berproduksi, keahlian dan ketrampilan, dan sebagainya sehingga
dapat menaikkan produksi dan produktivitas per kapita.
Kesimpulan:
Sebagai ukuran untuk menetukan tingkat kemakmuran suatu negara dan untuk
menetukan apakah suatu negara itu adalah developed ataukah underdeloped ialah dengan
meninjau/menghitung: tingkat produksi dan pendapatan perkapita atau tingkat
produktivitas per kapita.
5
Negara-negara yang rendah atau sangat rendah tingkat produksi dan pendapatan
per kapitanya atau tingkat produktivitas per kapitanya, dibandingkan dengan negara-
negara yang sudah maju perekonomiannya, disebut: negara-negara underdeveloped atau
negara-negara yang sedang berkembvang ( developing countries ).
Akhir- akhir ini banyak pula ahli-ahli ekonomi yang menitik beratkan perhatian
pada sifat dari kegiatan-kegiatan produktif didalam sesuatu masyarakat bekerja (berusaha
,terikat),. Antar lain sebagaimana yang dikemukakan oleh ahli ekonomi Inggris Colin
Clark sebagai berikut:
3. Jika ekonomi negara menjadi semakin berkembang lagi, maka indrustri jasa
(indrustri-indrustri tertier) menunujukkan tingkat perkembangan yang terbesar.
6
2. Negara-negara yang struktur ekonominya berlandaskan indrustri adalah
negara- negara maju (developed).
1. Produktivitas per kapitanya di sektor pertanian adalah tinggi, oleh karena ini
mereka telah menggunakan peralatan modal besarserta pemakaian teknik
produksi yang modern.
Investasi teknik
Produksi tinggi Y tinggi, sehingga Y/P tinggi
7
Dalam hubungan ini proporsi pendapatan atau balas jasa faktor-faktor produksi disuatu
negara yang diperkirakan underdeveloped dibandingkan dengan negara yang developed.
Secara garis besarnya produksi dan pendapatan nasional dibentuk oleh faktor-
faktor produksi:
Sebagai balas jasa dari faktor-faktor produksi tersebut adalah sebagai berikut :
Jika diselidiki proporsi pendapatan nasional yang terbagi pada berbagai faktor
produksi dari negara-negara akan dapat ditarik kesimpulan bahwa pada umumnya di
negara-negara underdeveloped:
(a) Faktor-faktor produksi yang jumlahnya banyak dan merupakan bagian yang besar
dalam mernbentuk produksi dan pendapatan nasional adalah faktor alam dan labour,
terutama yang unskilled (buruh kasar dan yang tidak ahli). Karena itu bagian balas
jasa dari faktorfaktor ini (secara total) memegang peranan yang besar dalam bagian
pendapatan nasional.
(b) Faktor-faktor modal dan tenaga skill masih sedikit dan serba terbatas, dengan
demikian bagian balas jasa dari pada faktor-faktor ini hanyalah merupakan bagian
kecil pula dalam pendapatan nasional negara yang bersangkutan.
Sehubungan dengan kenyataan dan hal-hal tersebut tadi, dapat pula dikemukan
rumus atau formula untuk menetukan/membedakan apakah suatu negara itu developed
ataukah underdeveloped, yaitu:
Ru + Weu Rd + Wed
(I)
Yu Yd
8
R = Rent, balas jasa atas faktor tanah atau sumber-sumber alam
We = Wages of unskilled labour, balas jasa atas faktor produksi tenaga kerja
yang tidak ahli atau buruh kasar dan petani.
u = underdeveloped
d = developed
Artinya:
Bagian pendapatan nasional yang terdiri dari atau berasal dari balas jasa tanah,
dan upah pekerja-pekerja yang tidak ahli, petani dan buruh kasar secara persentase dari
pendapatan nasional adalah lebih besar di negara underdeveloped dibandingkan dengan
di negara developed.
Wsu + Pu + iu Wsd + Pd + id
( II )
Yu Yd
Ws = Wages of skilled labour, balas jasa dari tenaga kerja yang ahli.
Artinya:
Bagian atau persentase pendapatan nasional yang berasal dari upah buruh yang
terdidik atau ahli serta profit yang diterima enterpreneur ditambah dengan interest (bunga
modal) dari inventasi yang ditanam, adalah lebih kecil dinegara underdeveloped
dibandingkan dengan di negara developed.
9
Bab II
10
1. Buchanan dan Ellis, An Approach to Economic Development.
2. Meier dan Baldwin, Economic Development.
(a) Adanya life expectancy (pengharapan akan hidup) yang lebih besar: Pengharapan
akan hidup perseorangan (individu) yang rata-rata lebih panjang adalah sebagai
tujuan yang diinginkan, dengan perkataan lain: usia yang lebih panjang dianggap
lebih baik daripada usia yang lebih pendek. Contoh: di Amerika Serikat
“Tahun 1900-1902 dari bayi yang dilahirkan rata-rata hidup hingga 48,2 tahun.
Tahun 1945 angka ii naik menjadi 64,4 tahu. Tahun 1949 angka ini lebih meningkat
lagi menjadi 65,9 tahun”.
Usia rata-rata yang panjang itu adalah sebagai hasil atau akibat daripada bermacam-
macam hal, antara lain seperti: makanan yang baik, perbaikan kesehatan, kekurangan
penyakit, kebersihan, tersedianya perawatan dokter, dan sebagainya. Jadi dapat
dikatakan bahwa pengharapan akan hidup yang lebih baik (lama) adalah sebagai
petunjuk daripada kemakmuran serta tingkat penghidupan yang lebih tinggi/lebih
baik.
(b) Mortality (tingkat kematian) yang menurun serta kesehatan yang lebih baik: Data-
data menunjukan kepada kita bahwa kalau tingkat kematian masih tinggi, maka
kemakmuran masyarakat pada umumnya adalah rendah. Dan kalau tingkat kematian
itu menurun, maka biasanya/seringkali terdapat pada negara atau masyarakat yang
telah maju atau makmur. Jadi di daerah-daerah terbelakang, kesehatan umum
penduduknya jika diukur dengan angka kematian yang diakibatkan oleh penyakit-
penyakit adalah buruk bila dibandingkan dengan daerah-daerah yang maju.
11
Laporan PBB: Tentang kematian oleh penyakit, Costa Rika, Puerto Rico, Columbia,
angka kematian karena difteri adalah 6-9 kali lebih besar daripada di Inggeris, untuk
malaria 10-20 kali lebih besar.
Pada umumnya penurunan tingkat kematian ini seringkali adalah sebagai akibat
daripada perbaikan-perbaikan dalam bidang kesehatan umum, pembasmian penyakit
menular, dan sebagainya.
(c) Makanan, Pakaian dan Pemondokan yang lebih baik: Kita mengetahui bahwa
kebutuhan pokok manusia adalah berupa bahan makanan, pakaian dan pemondokan.
Kesanggupan masyarakat untuk memberikan/memenuhi keperluan-keperluan ini
kepada penduduknya adalah ukuran dari atau sebagai dari kerjanya/prestasi kerjanya
di berbagai-bagai lapangan. Jadi perbaikan dalam pemenuhan kebutuhan pokok ini
mencerminkan perbaikan dalam produktivitas masyarakat, sehingga berarti pula
tercapainya tingkat kemakmuran masyarakat (pada umumnya) yang lebih tinggi.
Menurut Meier dan Baldwin: Pembangunan ekonomi itu adalah suatu proses
dimana pendapatan nasional dalam arti riil dalam perekonomian negara bersangkutan
meningkat dalam jangka waktu yang panjang (lama). “Economic development is a
process where by an economy’s real national income increases over a long period of
time”.
Dan jika tingkat pembangunan lebih besar daripada tingkat perkembangan
penduduk, maka pendapatan riil per kapita akan meningkat. Dalam pengertian
pembangunan ekonomi disini terdapat tiga unsur (aspek) yang penting, yaitu:
Berarti disini dalam jangka waktu yang lama itu terjadi perubahan kekuatan-
kekuatan atau variabel-variabel tertentu. Dan jika kita teliti proses ini lebih mendalam
(detail), maka akan kita jumpai bahwa banyak faktor-faktor lainnya yang turut berubah,
mengikuti kenaikan dalam pendapatan nasional itu. Kita dapat mengklasifikasikan
perubahan-perubahan ini kedalam:
12
(a.2) Perubahan tertentu dalam struktur permintaan terhadap barang-barang yang
dihasilkan. Ini meliputi: besar dan komposisi umur penduduk, tingkat dan
pembagaian pendapatan dalam masyarakat, selera(tastes) masyarakat,
pengaturan organisasi dan lembaga-lembaga masyarakat lainnya dan
sebagainya.
Produksi atau pendapatan nasional dalamarti riil adalah jumlah produksi atau
jumlah barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan masyarakat yang dihitung dalam satu
tahun. Jumlah produksi dalam arti riil disini bararti bahwa produksi atau pendapatan
nasional itu bukanlah dalam arti moneter atau atas dasar harga berlaku, tetapi telah
diperhitungkan atau dikoreksi (dengan menilai kembali) dengan perubahan harga atau
indeks harga (price index) yang didasari pada suatu tahun dasar (base year) tertentu,
yaitu pada harga normal atau sebelum terjadinya inflasi dan ini dipakai sebagai patokan.
Selanjutnya dinyatakan bahwa dalam menentukan pembangunan ekonomi suatu
negara tidak hanya ditentukan oleh kenaikan pendapatan nasional dalam arti riil saja,
tetapi juga dengan memperhitungkannya dengan faktor pertumbuhan penduduk. Jika
kenaikan riil national income itu diimbangi atau relatif sama dengan pertambahan
penduduk, maka itu belumlah barati terjadi pembangunan ekonomi atau kenaikan tingkat
hidup masyarakat. Juga seandainya real national income yang relatif kecil daripada
pertambahan penduduk, bukan pula berarti terjadinya pembangunan ekonomi, malahan
disini berarti terjadi kemunduran ekonomi.
Jadi pembangunan ekonomi itu baru dapat terjadi bilamana kenaikan real national
income itu relatif lebih besar daripada pertambahan penduduk. Hubungan antara
pendapatan nasional (dalam arti riil) dengan jumlah penduduk ini, adalah bersangkutan
dengan pengertian real per capita income, yaitu pendapatan rata-rata per jiwa dalam arti
riil. Jadi pembangunan ekonomi itu hanya mungkin terjadi bilaman dalam perekonomian
negara terjadi peningkatan dalam real per capita income tersebut.
Faktor lainnya lagi yang harus diketahui untuk menentukan apakah ada atau
tidaknya pembangunan ekonomi suatu negara ialah faktor jangka panjang (long period of
time), yaitu bahwa kenaikan real national income atau real per capita income tersebut
harus berlangsung lama, tidak hanya terjadi dalam jangka pendek saja.
Suatu kenaikan yang terjadi dalam jangka pendek kemudian terjadi lagi
penurunan atau kemunduran dalam real national income serta kegiatan ekonomi pada
umumnya, ini bukanlah menunjukan suatu pembangunan ekonomi. Keadaan ini misalnya
13
dapat terjadi pada suatu gelombang konjungtur (business cycle) daripada tingkat real
national income dan kegiatan ekonomi pada umumnya. Dan karena jangka pendek itu
menurut Meier dan Baldwin, dalam suatu gelombang konjungtur yang besar dapat
berlangsung selama 6-13 tahun, maka menurut mereka yang perlu diteliti/dilihat ialah
tendensi atau trend keseluruhan daripada beberapa gelombang konjungtur tersebut. Dan
untuk ini kita perlu mengambil jangka waktu puluhan tahun, sekurang-kurangnya 25
tahun. Jadi jika tendensi atau trendnya memperlihatkan kecenderungan yang menaik
dalam masa minimal 25 tahun itu, barulah berarti tercapainya/terjadinya pembangunan
ekonomi.
Gambar I
Real
Income business cycless
Per
capita
Trend
10 20 5
0 Time
Gambar II
Real
Income business cycless
Per
capita
Trend
10 20 5
0 Time
14
Gambar III
Real Trend
Income business cycless
Per
Capital
10 20 5
0 Time
Pada gambar I: Jika kita ambil trendnya, maka teryata mendatar saja, ini bukanlah
menunjukan suatu pembangunan ekonomi.
Pada gambar II: Trendnya mula-mula memang naik, tetapi kemudian turun kembali,
yang kesemuanya ini kita lihat misalnya dalam tempo 25-30 tahun. Keadaan ini juga
bukanlah menunjukan pembangunan ekonomi.
Pada gambar III: Jika gelombang naik turunnya real per capita income dan kegiatan
ekoomi pada umumnya menunjukan trend yang menaik terus dalam jangka waktu
minimal 25 tahun, seperti pada gambar II ini barulah perekonomian negara bersangkutan
telah mengalami (mencapai) pembangunan ekonomi.
Kesimpulan:
15
Bab III
Dalam hal ruang atau lapangan tanah ini menyangkut masalah luas dan kwalitas
atau mutunya. Yang dimaksud dengan tanah disini meliputi baik tanah daratan maupun
sungai-sungai, danau-danau, laut dan gunung-gunung yang terletak diatas tanag tersebut.
Ruang tanah ini dipergunakan untuk berbagai-bagai keperluan, dianataranya:
- Untuk digunakan sebagai jalan bagi transpor darat, sungai, laut dan sebagainya.
16
kesulitan-kesulitan dalam membuat jaringan jalannya didaerah yang bersangkutan.
Begitu pula tanah yang berpaya-paya adalah tidak baik untuk dijadikan daerah pertanian
maupun untuk tempat tinggal manusia.
Disampimping hal-hal yang tersebut diatas, tanah yang luas tidaklah selalu besar
artinya bagi potensi ekonomi dan kemakmuran masyarakat. Tanah yang luas yang terdiri
dari gurun pasir semata-mata atau yang kesuburannya tidak baik, maka kegunaannya
sangat terbatas sekali.
Dalam hubungan ini, tanah akan besar faedahnya atau dapat tinggi kegunaannya
bilamana tanah yang tersedia tersebut cukup luas dengan topografi yang baik serta
mempunyai kesuburan yang cukup baik sehingga dapat dimanfaatkan atau ditanami
dengan tanaman-tanaman yang diperlukan bagi kehidupan manusia.
Tanah dalam arti luas juga dimanfaatkan untuk dapat memberikan kepada kita
sumber-sumber tenaga, yaitu dengan bantuan ilmu pengetahuan dan perkembangan
teknologi. Dianatara perkembangan teknologi yang terdahulu ialah perkembangan tenaga
panas dan tenaga air untuk berbagai kerpeluan, yang mana ini semuanya didasarkan pada
pemakaian sumber-sumber alam.
Dengan “Revolusi Indrustri“ ditemukan tenaga uap, dan ini selanjutnya diikuti
oleh penemuan tenaga listrik, yang sudah barang tentu diperkembangkan dari tenaga
panas dan tenaga air yang telah dikemukan sebelumnya. Bahkan tenaga atom yang
modern memerlukan bahan mentah uranium yang berasal dari tanah sebagai bahan utama
yang diperlukan untuk menghasilkan dan memperkembangkannya.
Keadaan cuaca, seperti curah hujan, temperatur, dan dan iklim pada umumnya
dapat mempunyai pengaruh tertentu pada produkdivitas dan proses pembangunan
ekonomi.
17
Misalnya:
18
Untuk memperbaiki dan meningkatkan produksi serta produktivitas disektor
pertanian, dapat dilakukan dengan dua usaha, yaitu: (1). ekstensifikasi dan (2).
Intensifikasi. Usaha ekstensifikasi ialah dengan memperluas areal tanah pertanian
sedemikian rupa sehingga jumlah produksinya lebih meningkat dari pada semula.
sedangkan usaha intensifikasi ialah dimana peningkatan produksi diusahakan dengan
jalan menambah permodalan dengan pemupukan, pemakaian bibit unggul, perbaikan
pengairan, pemberantasan hama, dan menempuh cara-cara kerja yang lebih maju.
Disamping itu ada pula penulis-penulis yang mengemukan bahwa cara untuk
memperbesar produksi pertanian khususnya produksi pangan pada bidang yang sama
ialah dengan metode biologis, dan metode mekanis. Yang sama ialah dengan metode
biologis disini ialah meningkatkan produksi pertanian tersebut dengan pemupukan,
pemakaian varietas unggul (bibit yang lebih baik), pembasmian hama, dan sebagainya.
Sedangkan yang dimaksud dengan metode mekanis ialah usaha meningkatkan produksi
pertanian dengan menggunakan traktor, dan mesin-mesin pertanian lainnya, dengan
perkataan lain melalui mekanisasi dilapangan pertanian.
Dinegara kita peningkatan produksi pertanian lebih banyak dengan cara
intensifikasi lelalui program “panen usaha“ dengan Bimas (Bimbingan Massal) dan
Inmas (Intisifikasi Massal), dan lain-lainnya. Sedangkan usaha-usaha ekstensifikasi
masih terbatas, terutama dalam bentuk pertanian tanah kering, pertanian pasang surut,
pertanian daerah transmigrasi, dan perluasan-perluasan lainnya, yang pada umumnya
masih serba terbatas. Sungguhpun demikian usaha-usaha pemerintah dalam
pembangunan pertanian ini relatif sangat besar sekali. Hingga sekarang usaha-usaha
pembangunan dinegara kita masih dititik beratkan (diprioritaskan) pada sektor pertanian,
sedangkan pembangunan atau peningkatan pada sektor-sektor lainnya adalah dalam
rangka penunjangan/pemanfaatan terhadap sektor pertanian tersebut.
19
Bab IV
Yang dimaksud dengan Kapital atau Modal sebagai faktor produksi dalam
pembangunan, bukanlah kapital dalam bentuk yang (money capital) tetapi real capital
atau capital goods (barang-barang modal). Yaitu barang-barang yang dihasilkan bukan
untuk memenuhi konsumsi atau kebutuhan langsung, melainkan untuk membantu
manusia didalam proses produksi. Sungguhpun demikian barang modal ini juga dinilai
atau diukur dengan uang (in terms of money) sehingga pada umumnya modal tersebut
dinyatakan pula dalam jumlah nilai uang.
Dalam teori ekonomi, jika ditinjau dari sudut bentuknya dan sifatnya dalam
proses produksi, maka capital goods ini dapat dibagi dalam:
(a) Circulating Capital (modal kerja atau modal berputar), yaitu barang modal
dalam bentuk persediaan bahan mentah, bahan baku dan setengah jadi, bahan
bakar, dan lain-lain yang dipergunakan atau dapat dipakai hanya satu kali atau
dalam jangka waktu yang pendek saja dalam proses produksi.
(b) Fixed Capital atau Capital Equipment (modal tetap), adalah barang modal
yang berupa pabrik, instalasi, mesin, traktor, dan sebagainya yang dapat
dipakai berulang kali atau dalam jangka waktu yang lama didalam proses
produksi.
Dalam ekonomi pembangunan lebih banyak penggolongan modal ini ditinjau dari
segi produktivitas pendapatan sebagai hasil dari jenis-jenis kapital tersebut ataupun dari
segi pengaruhnya langsung dan tidak dalam meningkatkan produksi. Dalam hubungan ini
barang-barang modal dapat diklasifikasikan dalam:
c. Social Overhead Capital, adalah barang-barang modal yang jadi dasar atau
sarana penting bagi keperluan-keperluan masyarakat yang secara tidak
20
langsung kemudian bermanfaat dalam usaha menghasilkan/meningkatkan
produksi. Misalnya: perumahan, sekolah, rumah ibadah dan lain-lain.
Jadi barang modal ini adalah semua barang-barang yang secara langsung atau
tidak langsung akan memberikan kemungkinan untuk memperbesar produksi dan
produktivitas didalam masyarakat. Overhead Capital ini, baik economic maupun social,
sekarang lazim pula disebut prasarana atau infrastruktur, sungguhpun pengertiannya
sehari-hari lebih banyak tertuju pada segi ekonominya.
Selanjutnya perlu ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan capital disini
hanyalah modal dalam bentuk barang atau materi yang diproduksi dan tidak termasuk
investasi (penanaman modal) yang berupa pemberian pendidikan, training, jasa-jasa
kesehatan dan yang sejenis dengan itu. Bagian ini sering kali disebut dengan istilah yang
lengkap “hubungan capital” atau “human investment”.
Keadaan dan jumlah faktor modal sangat besar pengaruhnya terhadap produksi
dan pendapatan nasional, karena dengan pertambahan barang modal ini akan dapat
ditingkatkan/diperbesar jumlah produksi dan pendapatan nasional, yang mana ini
selanjutnya akan memungkinkan pula terciptanya pertambahan modal yang diperlukan
untuk peningkatan produksi selanjutnya. Penambahan modal atau penambahan terhadap
stock (persediaan) barang modal biasanya disebut investasi (investment). Untuk
menjalankan investasi ini diperlukan adanya pembentukan atau akumulasi modal (capital
accumulation) sebelumnya, yang mana ini diciptakan dengan menyisihkan atau
menyimpan sebagian daripada income dalam masyarakat yang kemudian ditujukan
kepada investasi. Jadi dengan penghematan atau menekan pengeluaran atas barang-
barang konsumsi dalam masyarakat nantinya akan dapat diciptakan akumulasi modal
yang akan disalurkan pada investasi atau penambahan capital stock didalam masyarakat.
21
(a). Penawaran modal
(b). permintaan akan modal.
Kemampuan menabung adalah kecil oleh karena rendahnya pendapatan riil dalam
masyarakat. Pendapatan yang rendah ini adalah akibat dari rendahnya tingkat
produktivitas dalam masyarakat. Produktivitas yang rendah ini terutama adalah
kekurangan modal atau peralatan modal. Dan kekurangan modal ini disebabkan oleh
karena kemampuan menabung adalah kecil. Jadi ini kesemuanya seolah-olah merupakan
lingkaran sebab akibat yang tak berujung pangkal (disebut vicicious sycle).
Supply of capital
Saving <
disebabkan oleh
Capital < Pendapatan riil <
Produktivitas <
Hasrat para pengusaha dalam hal permintaan akan modal untuk diinventasikan
dalam sektor-sektor produksi adalah rendah atau kecil, oleh karena tenaga beli
(effective demand) dalam masyarakat adalah rendah. Ini berarti pula pasaran bagi
hasil-hasil produksi adalah kecil atau sangat terbatas. Tenaga beli yang rendah ini
adalah oleh karena pendapatan riil masyarakat masih rendah. Hal ini disebabkan
oleh karena rendahnya produktivitas dalam masyarakat. Produktivitas yang rendah
ini adalah sebagai akibat dari kekurangan pemakaian peralatan modal atau
kurangnya daya tarik untuk melakukan investasi dalam masyarakat.
22
Demand for Capital
oleh karena
Y real <
(A). Dilihat dari segi cara menjalankanya, saving dapat dibagi dalam:
Misalnya
23
b. Uang disimpan di bank, baik oleh perseoramgan maupun oleh
perusahaan, yang nantinya dapat dipergunakan sewaktu lebih
dibutuhkan atau untuk mendapatkan bunganya dari simpanan bank
tersebut (seperti: Deposito berjangka, Tabanas, Taska dan
sebagainya).
Yaitu saving yang dilakukan dengan cara paksa atau suatu kewajiban, dengan
jalan pemaksaan atau “tekanan” oleh pihak lainnya, baik yang dilakukan secara langsung
atau secara tidak langsung
Misalnya:
(B). Dari segi pihak yang menjalankan, maka saving dapat bagi dalam tiga macam, yaitu:
Yang dijalankan oleh orang persorangan dalam masyarakat, seperti tabungan yang
disimpan sendiri dirumah yang dimasukan oleh perseorangan, kedalam bank,
24
yang disimpan dalam bentuk pembelian atas barang-barang tak bergerak dan
sebagainya.
Ialah berupa “undistributed profit” yaitu bagian dari keuntungan perusahaan yang
tidak dibagikan kepada pemegang-pemegang saham, pegawai-pegawai ataupun
peserta-peserta lainnya dalam perusahaan, tetapi ditanamkan kembali dalam
perusahaan, ataupun cadangan-cadangan lainnya.
Public saving ialah tabungan yang dijalankan oleh pemerintah atau yang terjadi
pada sektor pemerintah, yaitu kelebihan pendapatan negara (dalam bentuk
berbagai pajak) setelah dikurangi pengeluaran-pengeluaran rutin pemerintah.
Kelebihan atau surplus inilah yang dapat dipergunakan sebagai pengeluaran untuk
investasi atau peningkatan jumlah pemakaian modal yang diperlukan bagi usaha-usaha
pembangunan negara. Maka untuk peningkatan usaha-usaha pembangunan negara
tabungan inilah yang perlu ditingkatkan tiap-tiap tahun sesuai dengan program
pembangunan. Akumulasi modal dengan melalui saving sektor pemerintah ini relatif
lebih mudah cara menciptakan atau memobilisasikannya, dan lebih besar
kemungkinannya serta lebih dapat diharapkan sebagai sumber untuk pembiayaan
pembangunan dinegara-negara undedeveloped.
Didalam Repelita maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
kita disebutkan bahwa tabungan pemerintah adalah kelebihan penerimaan pemerintah di
dalam negeri (rutin) atau kelebihan penerimaan dalam negeri diatas pengeluaran rutin
25
pemerintah. Penerimaan rutin pemerintah atau penerimaan dalam negeri ini meliputi
pajak langsung (seperti: pajak pendapatan, pajak perseroan, pajak kekayaan dan
sebagainya), pajak tidak langsung ( seperti: pajak penjualan, bea masuk, cukai, pajak
devisa ekspor dan lain-lain) dan penerimaan non tax yang berupa bagian dari laba
perusahan-perusahan pemerintah dan sebagainya sedangkan pengeluaran rutin
pemerintah, bank-bank pemerintah dan sebagainya. Sedangkan pengeluaran rutin
pemerintah meliputi pengeluaran untuk gaji pegawai-pegawai, belanja rutin untuk barang
dan administratif, dan lain-lainnya.
Sungguh pemerintah kita dapat meningkatkan public saving tiap-tiap tahun, tetapi
karena untuk pembangunan dalam rangka Repelita dibutuhkan pembiayaan yang jauh
lebih besar, sehingga diperlukan pula dana bantuan luar negeri tersebut berturut-turut
(dalam milyaran rupiah) sebesar 91,0 (1969/1970);120,5 (1970/1971) 135,5 (1971/1972);
157,8 (1972/1973); 191,4 (1973/1974).
(a). Visious circle dalam hal penawaran modal dan permintaan akan modal.
Yaitu terdapatnya lingkaran yang tak berujung pangkal: (1) dari segi penawaran
modal, yang bersangkutan dengan saving, real income, produktivitas serta peralatan
modal, dan (2 ) dari segi permintaan akan modal, yang bertalian dengan hasrat investasi,
effective demand, real income dan produktivitas.
Dalam hubungan ini terdapat kesulitan didalam pembentukan dan akumulasi
modal, baik sebagai akibat maupun sebagai penyebab dari adanya tingkat saving yang
tersebut. Oleh karena itu perlu diselidiki faktor-faktor yang memegang peranan penting
dalam masalah pembentukan modal yang bersangkutan dengan lingkaran sebab akibat
26
tersebut diatas serta dicarikan jalan keluarnya. Dalam hubungan ini berbagai teori atau
konsep telah dikemukan untuk mengatasi menembus lingkaran yang tak berujung
pangkal itu, yaitu dengan menjalankan pembangunan berdasarkan konsep balanced
development (pembangunan yang seimbang) atau dengan konsep prioritas dalam
pembangunan ataupun dengan bantuan modal asing berupa pinjaman luar negeri,
penaman modal asing, dan sebagainya.
Sebetulnya timbulnya demontration effect ini dapat diterangkan atau terjadi dalam
dua bentuknya, yaitu: (b.1) Veblen effect, dan (b.2) Bandwagon effect.
Ad.(b.2) Bandwagon effect ialah terdapatnya cara konsumsi yang bersifat tiruan, agar
supaya seseorang yang melakukannya itu kelihatan bagi orang-orang lainnya,
seolah-olah dapat mengikuti kehidupan orang yang “berada” atau supaya jangan
dipandang ketinggalan dari orang-orang lain dilingkungannya. Hal ini terutama
berhubungan dengan masalah mode, yaitu keinginan orang untuk selalu
mengikuti mode terbaru (mutakhir), sungguhpun hal tersebut sering kali pula
tidak sesuai atau kurang cocok baginya. Misalnya: meniru serta memakai sepatu
“beatle”, pemakaian rider, long dress, model model rambut, dan sebagainya.
27
berlangsung melalui macam-macam media, seperti melalui film, majalah, radio/TV, dan
lain-lainnya
Misalnya :
- Uang sering kali disimpan saja dirumah, sebagai tabungan biasa yang
“ditimbun” saja atau yang “tidak bergerak”, yang idle (nganggur, tak
terpakai). Hal ini ditinjau dari sudut perseorangan mungkin ada baiknya
atau lebih safe (aman) sungguhpun tidak menghasilkan apa-apa. Dan
tambahan lagi ditinjau dari sudut masyarakat secara keseluruhan hal itu
sudah “merugikan”, karena tabungan ini tidak doigunakan secara
produktif dalam arti tidak disalurkan pada usaha-usaha yang bersifat
meningkatkan produksi dan pendapatan dalam masyarakat.
Hal inipun ditinjau dari sudut masyarakat adalah tidak produktif atau kurang
berfaedah, karena uang disimpan tersebut tidak digunakan untuk usaha-usaha yang dapat
meningkatkan produksi dan pendapatan dalam masyarakat. Ini hanya berupa pergeseran
hak atas barang atau pemindahan hak miliknya saja dari satu tangan ke tangan lainnya
dan sama sekali tidak untuk maksud menaikkan produksi dan pendapatan secara
keseluruhan.
Jika saving tersebut disalurkan atau digunakan pada usaha-usaha yang produktif,
untuk menambah peralatan modal, ikut serta dalam perusahaan, ataupun disimpan pada
bank atau lembaga-lembaga keuangan lainnya yang kemudian menyalurkannya lagi pada
usaha-usaha yang produktif, maka tentulah tabungan ini akan bermanfaat sekali serta
sesuai dengan tujuan dan usaha pembangunan. Kearah kebiasaan dan sikap menabung
yang demikianlah masyarakat perlu dibina dan ditanamkan kesadarannya.
28
Jadi masalah disini ialah dalam hubungan dengan relatif masih kurangnya
lembaga-lembaga yang dapat menerima dan mengatur tabungan yang produktif.
Sungguhpun dibeberapa tempat mungkin cukup terdapat lembaga-lembaga keuangan ini,
tetapi yang jadi masalahnya lagi ialah kurang berhasilnya lembaga-lembaga keuangan
yang bersangkutan dalam menjalankan fungsinya karena kurangnya pengalaman atau
kurang dalam menjalankan fungsinya karena kurangnya pengalaman atau keahlian,
kekurangan permodalan sendiri, dan sebagainya. Dan tambahan lagi ialah dengan adanya
kebiasaan-kebiasaan ini tidak produktif sifatnya sebagaimana yang dikemukan diatas
adalah sulit untuk dirobah dan diperbaiki. Lebih-lebih lagi karena seringnya terjadi inflasi
dinegara-negara underdeveloped yang sedang berkembang itu, akan menambah
keengganan masyarakat dalam menabung, sehingga mempersulit pula usaha lembaga-
lembaga keuangan dalam menghimpun dan memobilisir tabungan.
Cap I
( COR = = )
O Y
Jadi jika untuk menaikkan produksi dan pendapatan nasional sebesar 1 % diperlukan
tambahan modal sebesar 3 %, maka COR nya adalah sebesar 3/1 = 3.
29
maka pertambahan modal (investasi) yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat
hidup saja adalah sebesar 4 x 2 % = 8 %. Jadi dengan pertambahan modal yang kira-kira
sebesar 5 – 6 % itu dinegara terbelakang adalah tidak cukup untuk sekedar mengatasi
masalah pertambahan penduduk yang memerlukan penambahan modal 8 % agar dapat
mempertahankan tingkat hidup saja, apalagi untuk menaikkan taraf hidup masyarakat.
Dengan demikian untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat tentulah perlu dilakukan
segala daya usaha agar pertambahan modal dapat lebih ditingkatkan.
Selanjutnya dapat diterangkan dan diuraikan lebih lanjut mengenai hubungan
antara investasi atau saving, COR income dan faktor penduduk. Pertama-tama jika
diperhitungkan faktor pertambahan penduduk maka:
Cap
( COR =
O
I
k =
Y
catatan:
maka: S = I
S
dengan demikian: k =
Y
S
Jadi: Y =
k
4 x 1% = 4%
30
S
Sebab: k = S = k x Y ,Y = 4 x 1 % = 4 %
Y
Maka dalam hubungan ini untuk dapat menaikkan tingkat hidup dalam
masyarakat sebesar 1 %, perlu dicapai kenaikkan pendapatan nasional sebesar 3 %, yaitu
1 % lebih besar dari pada (diatas) pertambahan penduduk yang besarnya 2 % itu. Dengan
demikian untuk ini haruslah dilakukan akumulasi modal (saving) dalam masyarakat
sebesar:
4 x 3 % = 12 %
S S
atau 1 = 2 = 3 S = 12 %
4 4
S
Y = L
k
dimana:
k = COR
31
Dengan memakaikan rumus tersebut diatas, kita dapat melihat secara garis
besarnya (secara kasar) bagaimana perkembangan tingkat hidup di negara developed
dibandingkan dengan negara underdeveloped.
Negara developed:
S = 15 % k =3 L = 1,5 %
S 15
Y = L = 1,5 = 3,5 %
k 3
Negara underdeveloped:
S = 6 % k = 4 L = 2 %
S 6
Y = L = 2 = 1,5 %
k 4
Kesimpulan:
32
Bab V
33
jumlah dan tingkat perkembangan penduduk, seperti dengan program keluarga berencana
beserta segala usaha-usaha yang bersangkutan dengan itu.
Selanjutnya dengan tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat dari
tingginya tingkat kelahiran, maka komposisi umur dari penduduk negara-negara sedang
berkembang khususnya dinegara kita, menunjukan terlalu besarnya jumlah penduduk
yang berusia muda, baik didaerah kota maupun dipedesaan. Dengan demikian “tingkat
krtergantungan” (burden of dependency ratio) yanitu perbandingan orang-orang yang
belum sanggup bekerja dengan orang-orang yang dalam batas umur turut serta dalam
proses produksi adalah tinggi. Dalam hubungan ini seringkali yang jadi patokan ialah
orang-orang yang berumur 0 – 4 tahun ditambah dengan yang berumur 65 tahun keatas,
adalah merupakan golongan umur yang tidak produktif, sedangkan yang berumur 15 – 64
tahun adalah golongan umur yang produktif dan mampu bekerja.
Jika di negara-negara yang telah maju, golongan umur yang tidak produktif itu
umumnya tidak sampai sebanyak 30 %, sebagai contoh (kira-kira): Swedia 22 %,
Inggeris 23 %, Nedherland 30 % dan Jepang 28 %. Maka berbeda halnya dengan
dinegara-negara yang sedang berkembang, angka tersebut berada disekitar 40 %,
misalnya (angka kira-kira): Thailand 42 %, Kamboja 45 %, Indonesia 46,6 % dan
Philipina 46 %.
34
1,2 juta orang tiap-tiap tahun. Ini berarti bahwa untuk mengatasi masalah sosial ekonomi
dikalangan penduduk perlu diciptakan pula penambahan kesempatan kerja 2,5 % atau +
1,2 juta setiap tahun, sekedar untuk dapat mengimbangi pertumbuhan penduduk dan
angkatan kerja sehingga tidak menimbulkan peningkatan pengangguran didalam
masyarakat. Dalam buku Repelita II disebutkan bahwa pada akhir Pelita II diperkirakan
angkatan kerja akan mencapai jumlah 48,4 juta. Dengan usaha-usaha ekonomi dan
pembangunan yang dilakukan pemerintah dan masyarakat, maka diperkirakan jumlah
kesempatan kerja yang dapat diciptakan/terdapat pada saat yang sama akan mencapai
sekitar 47,5 juta; jadi masih ada angkatan kerja yang belum dapat disalurkan atau belum
mendapat lapangan kerja. Program pemerintah kita dalam meningkatkan kesempatan
kerja, guna menampung peningkatan penduduk dan angkatan kerja selalu diusahakan dan
bahkan lebih ditingkatkan lagi dalam Repelita II dengan memasukan perluasan
kesempatan kerja sebagai salah satu dari lima sasaran utamanya.
Seperti kita ketahui masalah penduduk adalah merupakan masalah ekonomi dan
pembangunan yang cukup penting, antara lain karena hal tersebut erat hubungannya
dengan masalah tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi dalam proses produksi
dan pembangunan. Di dalam masalah penduduk ini diantaranya ialah bersangkutan
dengan masalah tekanan kepadatan atau kelebihan penduduk dan masalah kejarangan
atau kekurangan penduduk. Dan sebetulnya ini adalah masalah dan pengertian yang
relatif, yaitu bila dibandingkan dengan faktor-faktor produksi lainnya khususnya tanah.
Jadi ada man-land ratio suatu negara/daerah yang tinggi sehingga terdapat masalah
tekanan kepadatan atau kelebihan penduduk dan sebaliknya ada pula man-land ratio suatu
negara/daerah yang rendah sehingga terdapat masalah kejarangan atau kekurangan
penduduk. Negara-negara terbelakang yang mengalami tekanan kepadatan penduduk,
antara lain RRC, India dan Indonesia (khususnya di pulau Jawa). Dan yang mengalami
kejarangan atau kekurangan penduduk ialah negara-negara tertentu di Afrika, dan di
Amerika Latin. Sungguhpun demikian pada masing-masing negara itu terdapat
persoalannya yang tersendiri dan agak berbeda-beda pula satu sama lainnya.
Pada negara-negara underdeveloped yang sedang berkembang itu umumnya
tengah dilakukan usaha-usaha pembangunan, diantaranya dengan menjalankan
Industrialisasi, sebagai jalan keluarnya dari masalah dan kesulitan ekonominya yang
dihadapi dalam struktur ekonomi mereka yang bersifat berat sebelah agraris serta
penghasil bahan-bahan pertanian tradisionil yang sebagiannya diekspor. Dalam usaha
industrialisasi atau menuju kepada struktur ekonomi yang lebih seimbang sehingga tidak
lagi agraris semata-mata, maka diperlukan adanya tenaga kerja yang mempunyai
kecakapan dan keterampilan dalam bidang industri tersebut. Oleh karena kenyataan
bahwa perekonomian negara terbelakang itu pada umumnya bersifat agraris, maka
dengan demikian penduduk atau tenaga kerjanya sebagian besar terpusat dilapangan
agraria. Sehubungan dengan itu dalam rangka usaha pembangunan khususnya bagi
keperluan industrialisasi, tenaga kerja yang diperlukan harus didatangkan atau berasal
dari lapangan agraria.
Mengenai masalah pemindahan tenaga kerja dari lapangan agraria ke lapangan
non-agraria khususnya industri, pendekatan dan kebijaksanaan yang perlu diambil adalah
35
berbeda untuk negara/daerah yang berpenduduk padat atau kelebihan penduduk
dibandingkan dengan negara/daerah yang kekurangan penduduk.
36
meliputi + 93 % dari luas Indonesiatersebar penduduk sebanyak kira-kira hanya 36 %
dengan kepadatan rata-rata 23 orang per km 2 . Untuk lebih jelasnya dan lebih lengkapnya
gambaran tentang penyebaran penduduk ini, dapat dilihat pada tabel yang berikut ini:
Penyebaran penduduk yang tidak seimbang dan relatif tidak merata itu
mempersulit usaha-usaha pemanfaatan sumber-sumber alam serta kurang optimalnya
pemanfaatan sumber-sumber alam serta kurang optimalnya pemanfaatan tenaga manusia
dinegara kita. Sehubungan dengan itu maka penyebaran penduduk yang lebih merata
tenlulah akan lebih menguntungkan bagi proses pembangunan. Sebab hal ini akan dapat
menyelesaikan dua masalah sekaligus, yaitu masalah kekurangan tenaga diluar pulau
Jawa dan masalah tekanan kepadatan penduduk di pulau Jawa pada umumnya. Dalam
hubungan ini pemerintah kita, antara lain telah melakukan berbagai usaha transmigrasi
dan penyebaran penduduk ke daerah-daerah yang tipis penduduknya, dalam hal ini
mentransmigrasikan penduduk dari pulau Jawa ke pulau-pulau lain diluar Jawa.
Sungguhpun telah banyak dilakukan usaha transmigrasi ini, tetapi jumlah
penduduk yang dapat dipindahkan/ditransmigrasikan itu dari tahun ke tahun relatif tidak
begitu banyak. Dan bahkan dalam Pelita I hanya dapat ditransmigrasikan sebanyak kira-
kira 26 ribu kepala keluarga atau kira-kira 128 ribu jiwa. Dalam Repelita II usaha
transmigrasi ini lebih ditingkatkan lagi, dan ditargetkan minimum dipindahkan waktu itu
250 ribu kepala keluarga. Disamping itu dalam usaha untuk tercapainya penyebaran
penduduk yang lebih merata, dilakukan pula sebagai usaha lainnya, diantaranya:
penyebaran/pembinaan masyarakat desa (community development) serta pengembangan
kota-kota menengah dan kecil.
37
3. Produktivitas Tenaga Kerja dan Aspek-aspek Masyarakat
Sebagaimana telah kita ketahui pada umumnya dinegara terbelakang relatif cukup
banyak terdapat tenaga kerja, akan tetapi dari segi mutu tenaga kerja itu yang berupa
kecakapan, keahlian dan keterampilannya, masih kurang dan serba terbatas. Hal inilah
antara lain yang menyebabkan pula kenapa rendahnya produktivitas tenaga kerja.
Memang tidak dapat dipungkiri pula bahwa rendahnya produktivitas tenaga kerja
itu tidak lain disebabkan oleh kurangnya peralatan modal dan pemakaian teknologi yang
lebih maju. Akan tetapi dengan adanya mutu berupa kecakapan serta keterampilan tenaga
kerja yang masih rendah itu dan ditambah lagi dengan masih meluasnya kebiasaan untuk
masih tetap mempertahankan cara-cara kerja yang lama (tradisionil), kesemuanya ini
merupakan hal-hal yang sangat menekan bagi perkembangan dan peningkatan
produktivitas dalam berbagai lapangan ekonomi, khususnya pada lapangan kerja yang
baru seperti dibidang industri.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka untuk memecahkan masalah ini
perlu sekali dilakukan berbagai usaha untuk meningkatkan kecakapan, keahlian dan
keterampilan tenaga kerja dengan melalui pendidikan dan latihan kerja Usaha-usaha
peningkatan kecakapan dan keterampilan ini sudah banyak dilakukan oleh pemerintah,
baik yang sifatnya insidentil seperti melalui penataran, latihan dan penyuluhan maupun
yang lebih bersifat kontinyu seperti dengan melalui sekolah-sekolah kejuruan, program
PLKI (Pusat Latihan Kejuruan Industri) dan sebagainya.
Segi lain dari tenaga kerja ini yang juga besar pengaruhnya terhadap produksi dan
produktivitas dinegara-negara terbelakang. Faktor-faktor atau aspek-aspek ini ada yang
terletak dalam bidang ekonomi (disebut: economic factors atau economic aspects), seperti
kurangnya peralatan modal, tingkat teknologi yang masih rendah, mutu beberapa
keahlian dan keterampilan tenaga kerja yang rendah, dan sebagainya. Disamping itu
terdapat pula faktor-faktor atau aspek-aspek lainnya yang terletak diluar bidang ekonomi
(disebut: non-economic factors atau non-economic aspects), seperti: aspek-aspek
kebiasaan masyarakat, tingkah laku pergaulan hidup masyarakat, faktor psikologi
masyarakat dan lain-lainnya.
Aspek-aspek atau kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang turut mempengaruhi
produktivitas tenaga kerja diperusahaan-perusahaan atau industri-industri khususnya dan
obyek-obyek perekonomian yang masih bersifat baru pada umumnya, antara lain dalam
bentuk apa yang disebut: “absenteeism” dan “labour-turnover”. Absenteeism adalah
kebiasaan mengenai ketidakhadiran para pekerja di tempat pekerjaannya, yaitu berupa
hari kerja atau jam kerja atau jam kerja menurut perjanjian kerja yang tidak dipenuhi atau
yang ditinggalkan oleh seseorang pekerja. Dan ini biasanya dinyatakan dalam suatu
absentee rate, yaitu jumlah ketidakhadiran yang dihitung dalam hari atau jam kerja
dibagi dengan jumlah seluruh hari atau jam kerja yang berlaku/ditentukan pada lapangan
kerja yang bersangkutan, khususnya industri, selama periode tertentu.
Labour turnover adalah mutasi atau penggantian tenaga kerja, yaitu banyak
kalinya atau frekwensi kelompok tenaga kerja yang masuk keluar perusahaan atau
industri yang bersangkutan. Biasanya hal ini bersangkutan dengan jumlah para pekerja,
baik yang meninggalkan pekerjaannya maupun yang dipekerjakan untuk menggantikan
mereka dalam suatu jangka waktu tertentu. Dan umumnya dinyatakan dalam suatu
prosentase dari jumlah para pekerja yang dipekerjakan oleh suatu atau industri selama
38
jangka waktu yang bersangkutan. Jadi jika suatu penggantian atau mutasi tahunan sebesar
200 % berarti bahwa selama tahun tersebut rata-rata dipekerjakan dua orang untuk tiap
kedudukan.
Aspek-aspek masyarakat pada berbagai lapangan kerja, khususnya pada
perusahaan, yang tercermin dalam absenteeism dan lalour turnover ini pada dasarnya
disebabkan oleh karena para pekerja itu sudah terbiasa dan masih terikat pada kebiasaan
serta cara hidup mereka yang lama didesa-desa atau di daerah lingkungan asalnya.
Dengan perkataan lain: karena kebiasaan dan rasa keterikatan mereka pada lingkungan
masyarakatnya yang semula itulah terutama telah menyebabkan timbulnya absenteeism
dan labour turnover tersebut. Kebiasaan dan pergaulan hidup masyarakat yang
mempengaruhi aspek-aspek tersebut, misalnya terlihat pada acara-acara adat atau
kebiasaan setempat seperti dalam hal: kelahiran, perhelatan, kematian, pengukuhan gelar
adat, berlebaran yang panjang waktunya, berburu bersama dan sebagainya, ataupun
berupa turut membantu usaha-usaha kampung halaman, seperti dalam waktu panen,
pembangunan tempat ibadah seperti Mesjid, Gereja, Kuil dan sebagainya. Sungguhpun
aspek-aspek masyarakat ini ada baiknya dan banyak pula manfaatnya, akan tetapi ditinjau
dari segi ekonomis dan bisnis semata-mata, terdapat pula keburukannya, yaitu rendahnya
produktivitas tenaga kerja akibat dari ketiadaan disiplin dan kurangnya efisiensi kerja.
Aspek masyarakat lainnya yang juga berpengaruh terhadap produktivitas
diberbagai lapangan ekonomi dan pembangunan ialah dalam hal mobilitas atau
perpindahan tenaga kerja, yaitu terdapatnya hambatan terhadap mobilitas ini sehingga
menyulitkan dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi serta menempatkan tenaga-
tenaga kerja pada tempat atau lapangan kerja yang setepat-tepatnya. Mobilitas tenaga
kerja ini ada dua macam bentuknya, yaitu:
Hambatan terhadap mobiolitas horizontal itu terjadi karena manusia yang hidup di
daerah pertanian itu seolah-olah terikat pada tradisi atau adat kebiasaan, dan seolah-olah
terikat pada tanah asal mereka sehingga mereka merasa enggan dan “sayang”
meninggalkan tanah asal dan tempat kehidupan mereka yang lama. Sedangkan hambatan
terhadap mobilitas vertikal ialah karena dalam masyarakat, baik berupa perbedaan antara
kelas feodal dengan kelas petani penggarap atau buruh maupun perbedaan yang terjadi
39
karena terciptanya golongan-golongan atau kelompok-kelompok karena unsur
keturunan/kekeluargaan, pandangan hidup, pandangan ideologi dan sebagainya.
Kebiasaan-kebiasaan dan tingkah laku masyarakat yang menghambat mobilitas
horizontal dan mobilitas vertikal itu sulit untuk dihilangkan sama sekali. Sungguhpun
demikian untuk tujuan pembangunan dan modernisasi kehidupan masyarakat, maka
kebiasaan dan tingkah laku masyarakat demikian perlu dikurangi atau diperbaiki setahap
demi setahap, antara lain dengan melalui penerangan-penerangan, penyuluhan-
penyuluhan, tauladan dari pemuka masyarakat dan sebagainya.
Tenaga kerja yang terdapat dalam masyarakat ada yang dalam keadaan bekerja
dan ada pula yang dalam keadaan menganggur. Jika tenaga kerja yang tersedia tidak
bekerja atau menganggur, maka terdapat keadaan yang disebut pengangguran atau
unemployment. Pengangguran ini ada berbagai-bagai jenisya, yang terpenting
diantaranya adalah:
40
Ad.(d) Seasonal unemployment.
Ialah pengangguran karena variasi musim yang terjadi berulang dalam setiap
tahun. Misalnya para pekerja dalam bidang bangun-bangunan, pembuatan
pakaian, lapangan pertanian dan sebagainya biasanya menjalankan produksi
penuh hanya selama musim tertentu saja, diluar musim tertentu sebagiannya
dalam keadaan menganggur.
41
Pengangguran tak kentara itu ditinjau dari satu pihak merupakan beban hidup bagi
masyarakat, karena produksi dan pendapatan dibidang pertanian seluruhnya harus dibagi-
bagi atau jumlah pendapatan (dalam hal ini petani) yang lebih banyak dari pada yang
sesungguhnya diperlukan untuk berusaha atau bekerja disana. Sebaliknya ditinjau dari
segi lain sebenarnya keadaan itu merupakan sumber tugas yang potensial untuk dapat
dimanfaatkan bagi tujuan-tujuan pembangunan.
Dalam hubungan ini ada teori yang mengemukakan, bahwa jumlah tenaga yang
disguised unemployment itu dapat merupakan sumber “tabungan” yang potensial untuk
dapat digunakan sebagai sumber tanaga guna dapat dipindahkan menjadi produktif.
Misalnya digunakan untuk membangun overhead capital berupa pembangunan
/rehabilitasi jalan dan jembatan ,saluran irigasi, sekolah dan sebagainya. Jadi sebetulnya
tenaga disguised unemloyment itu dapat merupakan saving dalam arti potensi tenaga
yang dapat dimanfaatkan dan digunakan secara produktif.
Konsep pengerahan tenaga disguised unemployment sebagai sumber tabungan
yang potensial untuk pembangunan dapat diterangkan sebagai berikut: Misalnya;
sejumlah 100 orang petani yang bekerja dalam suatu daerah persawahan yang
menghasilkan produksi 3.000 kwintal padi (1 kwintal = 100 kg). Jika misalnya dari 100
orang ini ada sebanyak 25 orang yang merupakan tenaga disguised unemployment, maka
berarti sebetulnya jumlah 3.000 kwintal padi tersebut dapat dihasilkan oleh 75 orang saja.
Dengan demikian jika dengan 100 orang tenaga, produksi perkapita adalah 3.000/100 =
30 kwintal, sedangkan dengan 75 orang maka produksi per kapita 3.000/75 = 40
kwintal. Jadi kalau hanya 75 orang yang bekerja, maka total produksi juga 3.000 kwintal,
sedangkan yang diterima/dikonsumer mereka dalam keadaan disguised unemployment itu
hanyalah sejumlah nilai 75 x 30 kwintal = 2.250 kwintal. Ini berarti surplus (sisa)
sebesar 750 kwintal, surplus 750 kwintal inilah yang seolah-olah disumbangkan kepada
25 orang tenaga yang disgiused unemployment tadi. Dan menurut teori, secara kasarnya
ini berarti dapat diciptakan “disguised potential saving”, yaitu sebesar bagian hasil-hasil
produksi yang 75 orang tadi yang betul-betul bekerja dan dibutuhkan dalam lapangan
pertanian tersebut yang kemudian disumbangkan atau “tersalur” pada 25 orang yang
merupakan tenaga disguised unemployment tersebut.
Lapangan usah yang perlu disediakan untuk menampung tenaga disguised
unemployment ini dapat ditujukan pada sektor non-pertanian ataupun disektor pertanian
sendiri pada proyek-proyek baru serta yang berada diluar lingkungan semula. Dilapangan
non-pertanian yang dapat dijadikan obyek untuk sasaran penempatannya adalah pada
industri-industri pembangunan prasarana, dansebagainya. Sedangkan pemanfaatan-
nya dilapangan pertanian baru, hendaklah ditujukan pada usaha-usaha proyek prasarana
pertanian dan obyek pertanian lain didaerah-daerah baru yang tipis penduduknya. Hal ini
dapat dilakukan dalam rangka usaha transmigrasi maupun pembangunan masyarakat
desa. Jadi usaha-usaha pembangunan masyarakat desa (community development) ini
dapat dilakukan dalam rangka pengerahan tenaga disguised unemployment maupun
dalam usaha peningkatan kesejateraan masyarakat desa pada umumnya.
Sebagai catatan mengenai community development ini dapat dikemukakan
sebagai berikut:
Community development ini bentuk dan prinsipnya hampir sama saja dengan
usaha gotong royong, hanya terdapat suatu perbedaan pokok yaitu gotong royong itu
sifatnya insidentil sedangkkan community davalopment dilakukan secara kontinu dan
42
berencana. Dan dalam community development ini pemerintah turut secara langsung
memberikan bimbingan pengarahan dan sumbangan-sumbangan sepurlunya. Dapat
ditambahkan bahwa community development itu pada prinsipnya didasarkan atas
modernisasi dari pada kebiasaan sosial dalam masyarakat yang berbentuk usaha gotong
royong dan selfhelp dilingkungan desa. Hal ini seringkali terdapat pada usaha-usaha:
perbaikan pengairan, rehabilitasi jalan, pembagunan sekolah, dan sebagainya. Usaha-
usaha semacam inilah yang dipujuk dan dibina perkembangannya, yang dengan melalui
bantuan dan bimbingan pemerintah diusahakan agar berlangsung secara kontinu dan
teratur. Bantuan pemerintah terbatas pada hal yang bersifat teknis keuangan atau
pembiayaan sekedarnya, perlengkapan dan bahan-bahan lainnya seperlunya, sedang
prinsip otonomi dan desentralisasi diberikan seluas-luasnya kepada desa atau kekuatan
desa yang bersangkutan.
Kembali kepada persoalan pengerahan tenaga disguised unemployment sebagai
sumber potential saving dalam masyarakat, sebenarnya tidaklah merupakan konsep yang
persis atau tepat betul, hal ini disebabkan karena dalam menjalankannya mungkin saja
terjadi pemborosan atau kebocoran (leakage), seperti misalnya:
(a) Kemungkinan orang-orang yang tinggal pada lapangan perkejaan lama akan
menaikkan konsumsinya (contoh: 75 orang yang tinggal dilapangan lama akan
mengkonsumir lebih besar yaitu sebagai atau seluruhnya dari bagian 25 orang
yang dipindahkan).
43
Bab VI
(a) Keahlian atau kecakapan dalam bidang teknik, keahlian yang khusus
bersangkutan dengan ekonomis-teknis, yang diperlukan untuk mengatur dan
44
melaksanakan pekerjaan dibidang ekonomi dalam melayani peralatan dengan
teknik yang modern. Keahlian ini disebut dengan technological skills.
45
Bab VII
Fase masyarakat tradisional ini adalah suatu fase atau masa dimana perekonomian
dan kehidupan masyarakatnya berjalan atau berkembang secara tradisional. Segala
sesuatunya berjalan menurut cara-cara tradisionil, menurut garis-garis atau kebiasaan-
kebiasaan yang telah berjalan turun menurun dari generasi-generasi sebelumnya. Jadi
tingkat ilmu pengetahuan, teknologi dan cara-cara berproduksi berjalan menurut garis
yang telah berlaku pada masa-masa sebelumnya.
Sungguhpun konsepsi masyarakat tradisionil ini tidak statis semata-semata, dalam
artiannya juga terdapat sekedar perubahan serta kenaikan dalam produksi. Akan tetapi
kenyataannya pada masa itu hampir tidak dijumpai adanya dinamisasi dan kemajuan-
kemajuan pada umumnya.
Tradisional period ini umumnya terdapat pada negara-negara/daerah yang
perekonomiannya bersifat pertanian atau agraris yang keadaannya masih terbelakang dan
dimana tingkat produktivitasnya sangat rendah karena belum dipakainya ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas tersebut.
Fase pre-conditions atau disebut fase peralihan adalah merupakan fase untuk
meletakan dasar dan syarat-syarat untuk periode berikutnya dimana perekonomian akan
dapat berkembang dengan pesat.
Pada masa peralihan atau pada masa meletakkan dasar ini, didalam perekonomian
dan kehidupan masyarakatnya telah mulai banyak terdapat perubahan-perubahan yang
menyimpang daripada kebiasaan masyarakat yang tradisionil, sudah mulai terdapat
pembaharuan-pembaharuan dalam ilmu pengetahuan telah bertambah luas dan telah
mulai berkembang untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan ekonomi yang lebih
maju.
46
Sungguhpun demikian pada periode peralihan ini masih terdapat hambatan-
hambatan dari penghalang-penghalangnya yaitu golongan-golongan lama yang “Vested
Interest”. Nilai-nilai sosial dan politis yang lama masih melekat dan masih besar
pengaruhnya dalam menghambat perubahan-perubahan yang radikal sifatnya. Akan tetapi
penghalang-penghalang ini selalu mendapat tekanan-tekanan untuk perubahan kearah
penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih maju.
Pada pokoknya, dasar-dasar untuk perkembangan yang pesat telah diletakan pada
masa transisi ini, yaitu berupa tingkat pengetahuan dan teknologi yang lebih maju,
perkembangan lembaga perbankan, perkembangan dibidang perhubungan, perniagaan
dan sebagainya.
Selama fase take-off ini, terdapat industri-industri baru yang berkembang dengan
cepat serta menghasilkan keuntungan-keuntungan besar, yang pada umumnya
keuntungan-keuntungan ini diinvestir kembali kedalam industri-industri atau pabrik-
pabrik baru, dan demikian seterusnya perkembangan bidang-bidang industri ini dapat
mendorong perkembangan perekonomian selanjutnya.
Didalam sektor-sektor industri dan perekonomian pada umumnya (termasuk
lapangan pertanian) telah mulai meluas pemakaian teknologi yang baru. Jadi pada fase ini
telah terdapat modernisasi dan perubahan-perubahan secara revolusioner dalam
pemakaian teknologi pada lapangan perekonomian pada umumnya. Dengan demikian
tingkat produktivitas diberbagai lapangan perekonomian mulai mencapai tingkat yang
tinggi.
47
Ad.(4). Mature Economy Period
Pada fase ini telah tercapai suatu tingkat perekonomian dan kemakmuran yang
paling tinggi, dan perekonomian telah maju ke tingkat yang sedemikian rupa sehingga
tingkat pendapatan dan konsumsinya telah tinggi sekali. Pendapatan rata-rata tiap jiwa
meningkat terus dan sangat tinggi sekali. Umumnya setiap penduduk dalam
masyarakatnya telah memiliki tingkat konsumsi yang melampaui pemenuhan kebutuhan
pokoknya dalam hal makanan, pakaian dan perumahan.
Sektor produksi untuk barang-barang konsumsi kebutuha pokok pada umumnya
telah dapat dipenuhi sepenuh-penuhnya dan sektor produksi akhirnya telah banyak
bergeser ke arah produksi barang-barang konsumsi yang tahan lama (seperti: Mobil
mewah, Televisi, perabot yang serba lux dan sebagainya) serta produksi sektor jasa-jasa
(seperti disektor: pengangkutan, perdagangan, perbankan dan sebagainya) telah
berkembang secara meluas. Negara Amerika Serikat dan beberapa negara Eropah Barat
telah memasuki fase ini beberapa tahun kemudian setelah Perang Dunia II, sedangkan
Jepang juga telah memasuki fase perekonomian ini pada beberapa tahun terakhir ini.
Masyarakat yang berada dalam periode ini seringkali pula disebut sebagai “Affluent
Society”.
Demikianlah antara lain telah dikemukakan dengan ringkas tahap-tahap
perkembangan perekonomian menurut W.W. Rostow. Sesungguhnya tingkat
perkembangan keseluruhannya daripada suatu perekonomian pada tahap pertama adalah
sebagai akibat dari tingkat perkembangan yang berbeda dalam berbagai sektor-sektor
tertentu dalam perekonomian. Dan khusus dalam hubungan ini dapat dikemukakan
sebagai tambahan bentuk-bentuk “leading sector” yang memegang peranan penting
dalam perekonomian, yang oleh Rostow diklasifikasikannya dalam 3 katagori, Yaitu:
48
a. Sektor-sektor pertumbuhan primer (primary growth sectors), yaitu sektor-
sektor dimana kemungkinan untuk innovasi atau untuk eksploitasi sumber-
sumber baru yang belum dimanfaatkan sebelumnya serta yang
menguntungkan, menghasilkan tingkat pertumbuhan yang tinggi dan dapat
menggerakkan kekuatan-kekuatan untuk ekspansi secara meluas didalam
perekonomian.
Secara kasarnya dapat disebutkan bahwa primary dan supplementary growth sectors
menerima dan mencapai momentumnya yang tinggi terutama dari dikemukakannya serta
dikembangkannya perubahan-perubahan dalam lingkungan Cost-supply, sedangkan
derived growth sector adalah dalam hubungannya dengan perubahan-perubahan dari segi
demand.
49
Bab VIII
50
besarnya produksi, konsumsi dan distribusi dalam perekonomian negara yang
bersangkutan berjalan secara bebas menurut kekuatan-kekuatan yang berlaku dalam
proses tanpa adanya pengaturan dan campur tangan langsung dari pemerintah.
Didalam sistem perekonomian ini pembangunannya terutama didasarkan atas
tabungan paksaan (forced saving) yang dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan
cara inflator yang terjadi akibat dari kebijaksanaan pemerintah melalui lembaga
perbankan dengan mempermudah pemberian kredit kepada badan-badan usaha yang
membutuhkannya. Kebijaksanaan moneter pemerintah yang mempermudah pemberian
kredit, seperti dengan memperluas jumlah kredit yang disalurkan, merendahkan tingkat
bunga, dan sebagainya yang ditunjukan untuk maksud-maksud pembangunan itu disebut:
easy money policy atau cheap money policy.
Catatan: Sebagai lawannya disebut tight money policy yaitu kebijaksanaan pemerintah
melalui lembaga perbankan yang mempersulit atau memperketat pemberian
kredit dengan mengurangi jamlah kredit yang disalurkan meninggikan tingkat
bunga dan sebagainya.
51
Disamping adanya unsur para usahawan yang bersikap serta berjiwa
produktif dan dinamis, ada faktor yang mengguntungkan lainnya yang terdapat dalam
proses pembangunan negara-negara idustri tersebut, yaitu telah mulai berkembangnya
ajaran reformasi pada agama Kristen Protestan , yang berpandangan hidup
secara”Puritanis” atau “Puritan Qualities” (nilai-nilai puritan = cara-cara hidup yang
suci murni yang dianut serta dimuliakan masyarakat pada waktu pembangunan
ekonominya. Pandangan atau ajaran tersebut ialah memuliakan serta menganjurkan agar
orang-orang (manusia) supaya bekerja keras dan hidup hemat. Orang-orang yang
terpandang dalam masyarakat menurut nilai-naiali kemasyarakatannya ialah orang-orang
yang hidup hemat dan yang dapat menyimpan atau memperbesar kekayaan sebanyak-
banyaknya. Oleh karena pandangan hidup yang demikianlah maka keuntungan serta
pendapatan yang diperoleh oleh para pengusahanya kemudian ditanam atau
diinvestasikan kembali didalam perusahaanperusahaan atau diinvestasikan kembali
didalam perusahaan-perusahaan atau diinvestasikan ke bidang usaha-usaha yang
produktif lainnya sehingga akan meningkatkan produksi, pendapatan dan kekayaan
selanjutnya. Jadi dengan adanya penumpukan pendapatan dan kekayaan tersebut berarti
terdapatnya Capital Formation untuk pembangunan yang kemudian dapat meningkatkan
produksi serat kegiatan ekonomi dan pembangunan pada umumnya.
Keadaan lainnya lagi yang memegang peranan pula dalam pembangunan
negara-negara industri yang telah maju itu ialah dalam hal pengorbanan rakyat banyak.
Yang dimaksud dengan rakyat banyak disini ialah terutama kaum buruh. Rakyat banyak
ini dikorbankan dalam usaha pembentukan modal guna keperluan pembangunan. Hal ini
terjadi sebagai akibat dari adanya proses inflasi yang terjadi berulang-ulang. Dalam
keadaan inflasi dengan naiknya harga barang-barang, maka golongan masyarakat yang
incomenya rendah dan bersifat tetap (low and fixed income group) terutama kegiatan
kaum buruh yang merupakan golongan terbesar pada waktu itu, adalah golongan yang
sangat menderita atau dirugikan.
Sebaliknya pada waktu itu organisasi serta pergerakan buruh masih lemah
sekali, sehingga buruh-buruh mudah sekali diexploitir oleh para majikannya (dalam hal
ini para pengusaha). Tingkat upah yang dapat saja ditentukan oleh sepihak oleh para
majikan dengan kurang begitu perlu mempertimbangkan tingkat hidup yang layak bagi
para buruh serta sesuai pula dengan jasa kerja yang diberikannya. Jadi tindakan kaum
majikan (dalam hal ini para pengusaha) pada waktu itu antara lain ialah berupa
penekanan terhadap tingkat income dan konsumsi rakyat banyak serendah mungkin
terutama buruh bersamaan dengan itu mengusahakan terciptanya keuntungan yang
sebesar-besarnya untuk kemudian ditujukan bagi capital formation guna ekspansi
industri-industri mereka dan pembangunan ekonomi pada umumnya.
52
direncanakan, diatur dan dilaksanakan menurut perencanaan secara sentral oleh
pemerintah pusat.
Pada sistem ekonomi sosialis yang extrim ( seperti Rusia, RRC ) perseorangan
atau individu dalam masyarakat tidak dibenarkan samasekali memiliki dan menguasai
sumber-sumber produksi serta menggunakannya untuk menghasilkan produksi dengan
tujuan memperoleh keuntungaan (profit). Disini segela persoalan ekonomi seperti:
produksi, konsumsi, distribusi dan sebagainya, direncanakan, ditetapkan dan diatur
langsung oleh pemerintah atau bahan-bahan pemerintah yang bersangkutan dengan
urusan tersebut.
Sebaliknya dalam perekonomian socialized yang tidak begitu extrim, disamping
usaha-usaha langsung oleh pemerintah, pihak swasta masih dibenarkan memegang
peranan dari turut serta dalam beberapa lapangan produksi tertentu dalam batas-batas
yang diatur oleh pemerintah. Yaitu terutama dalam bentuk usaha kecil-kecilan dan yang
tidak begitu besar pengaruhnya terhadap kehidupan ekonomi masyarakat dan negara.
Akan tetapi bagaimanapun juga dalam sistem ekonomi sosialis itu, kegiatan produksi
adalah untuk kemakmuran bersama atau kesejahteraan bersama bagi masyarakatnya,
bukan terbatas untuk orang-orang dalam sektor produksi yang bersangkutan semata-mata.
Hasil-hasil produksinya didistribusikan kepada masyarakat oleh pemerintah atau dibawah
pengaturan pemerintah. Pemerintah secara langsung, mengatur dan bahkan melaksanakan
produksi atau sekurang-kurangnya mengawasi langsung seluruh produksi dan
penggunaannya dalam masyarakat, yang diaturnya melalui perencanaan perekonomian
secara keseluruhannya (overall planning ), hal mana tidak terdapat dalam sistem free
enterprise economy. Diantara negara-negara yang memakai sistem socialized economy
ini dalam melaksanakan pembanggunannya ialah negara-negara Rusia dan RRC ( yang
extrim ) serta negara-negara di Eropa Timur ( yang tidak begitu extrim).
Dinegara-negara yang memakai sistem ekonomi sosialis ini dalam menjalankan
pembangunan ekonominya, terutama sistem sosialis yang extrim, cara-cara dan sumber-
sumber pembiayaan untuk membangun juga didasarkan atas penderitaan dan pengorbitan
rakyat banyak dengan melalui penekanan tingkat konsumsi (forced consumption).
Dengan adanyan penekanan terhadap tingkat konsumsi serendah mungkin, maka akan
dapat tercipta pembentukan modal (saving) yang sebesar-besarnya untuk tujuan
pembangunan.
Didalam sistem ekonomi yang sosialis ini cara-cara untuk menekan tingkat
konsumsi dapat dilakukan dengan lebih mudah karena dapat dilakukan aecara langsung
dan terkendali. Terutama dinegara-negara yang melakukan prinsip-prinsip sosialis ini
yang extrim sifatnya, cara-cara penekanan terhadap konsumsi itu dapat dilakukan dengan
paksanaan secara langsung yaitu dengan prinsip-prinsip totaliter, oleh karena semua
perusahaan atau badan usaha dibidang perekonomian adalah merupakan milik negara
atau sekurang-kurangnya dikuasai oleh negara.
Jadi secara langsung dapat ditetapkan jumlah barang-barang yang dapat
dikonsumir, sesuai dengan perencanaan dan pengaturan secara langsung mengenai arah,
jumlah dan alokasi produksi didalam lingkungan masyarakat. Pada taraf permulaan
proses pembangunan biasanya produksi barang-barang konsumsi ditekan atau dibatasi,
sehingga harga barang-barang tersebut menjadi meningkat, yang berakibat tertekannya
tingkat konsumsi dalam masyarakat. Dengan demikian pemakaian sumber-sumber
53
produksi dalam jumlah besar dapat digeser kearah memperbesar produksi barang-barang
modal, yang pada periode berikutnya dapat ditunjukan untuk peningkatan produksi
barang-barang konsumsi serta proses pembangunan lebih lanjut. Jadi dalam hubungan ini
pemerintahnya dapat merencanakan dan mengatur secara langsung perimbangan
pemakaian resources dalam memproduksi barang-barang konsumsi dan memproduksi
barang-barang modal dalam setiap tahap atau periode pembangunannya dalam jangka
pendek yang merupakan bagian dari perencanaan dan pelaksanaan pembangunan jangka
panjang secara menyeluruh.
Selanjutnya dapat dikemukakan disini bahwa dalam sistem sosialis ini hal yang
paling dominant dan paling menentukan dalam hubungan dengan arah kegiatan produksi
ialah segi supply. Disini demand dalam masyarakat harus disesuaikan dengan keadaan
supply yang telah tersedia dan diatur oleh pemerintah. Jika demand terhadap sesuatu
barang tertentu tidak dapat dipenuhi oleh supply yang ada, maka permintaan yang
bersangkutan tetap tidak dipenuhi atau tidak dilayani, dan berarti harus bergeser kearah
barang-barang produksi lainnya. Jika terdapat kekurangan supply atau excess demand
terhadap barang-barang tertentu itu, maka sering kali dipakai sistem kupon (kartu) untuk
membagi-bagikan barang yang tersedia secara merata kepada masyarakat pada umumnya.
Demikianlah telah dikemukakan pula dengan ringkas cara-cara membangun
perekonomian dinegara-negara yang memakai sistem ekonomi sosialis dalam proses
pembangunanya. Pada umumnya negara-negara yang berhasil membangun perekonomian
atas dasar prinsip-prinsip sosialis ini (seperti: Rusia, RRC, dan negara-negara eropah
timur) dapat mencapai kemajuan atau dapat berhasil membangun ekonominya dalam
jangka waktu yang relatif lebih pendek atau lebih cepat. Dalam hubungan ini ada
beberapa faktor atau alasan yang menyebabkan kenapa kemajuan ekonomi atau
pembangunan ekonomi dinegara-negara sosialis tertentu itu dapat berjalan/berhasil lebih
cepat, antara lain ialah:
(a) Pembangunan yang dijalankan dinegara sosialis tertentu itu dilaksanakan pada waktu
kemudian (belakangan). Jadi negara-negara tersebut dapat banyak belajar dari
pengalaman-pengalaman yang telah dialami pada negara-negara yang membangun
perekonomiannya atas dasar prinsip free enterprise. Dengan demikian negara-negara
sosialis tertentu itu telah banyak mendapat keringanan-keringanan dan manfaat-
manfaat dalam arti tidak perlu melalui terlalu banyak kesalahan-kesalahan (dari
pengalaman-pengalaman), dengan tidak usah terlalu banyak penyelidikan-
penyelidikan atau experimen-experimen tertentu yang telah ada sebelumnya, jadi
banyak dapat mengoper dengan begitu saja cara-cara atau teknologi-teknologi yang
telah berjalan dengan baik serta menunjukkan keampuhannya.
(b) Karena cara-cara atau prinsip-prinsip pembangunannya yang dijalankan, yaitu dengan
cara sosialis yang memakai prinsip-prinsip totaliter. Selain hal demikian ini berarti
dijalankannya cara-cara paksa, juga berarti bahwa pembangunannya di “planning”
dan diatur secara langsung oleh pemerintah atau negara. Jadi dalam soal-soal
expectation atau ramalan diberbagai bidang ekonomi yang bersangkutan dengan
produksi, konsumsi dan sebagainya dapat lebih bersifat “certaintly”, sehingga dalam
pelaksanaannya proses pembangunan tersebutlebih dapat berjalan menurut rencana
dan garis-garis yang telah ditentukan sebelumnya.
54
Bab IX
Demand of capital
(untuk investasi)
oleh karena
luas pasar
real income
55
persoalan terbatasnya luas pasar dan hambatan terhadap perkembangan berbagai kegiatan
investasi ialah dengan melaksanakan konsep pembangunan yang disebut “balanced
development“ atau “balanced growth“ (pembangunan ekonomi yang seimbang).
Menurut konsep ini pembangunan yang dijalankan hanyalah dengan mengadakan
keseimbangan diantara pembangunan dan perkembangan berbagai sektor atau proyek
perekonomian, dengan perkataan lain: investasi atau penanaman modal untuk
pembangunan harus dijalankan bersamaan dengan serentak disegala lapangan dan sektor
perekonomian. Dalam hubungan ini setiap sektor atau proyek yang dibangun, setiap
cabang-cabang produksi yang dibangun haruslah bersifat saling komplementer dan saling
melengkapi satu sama lainnya.
Sebagai pokok pikiran atau dasar pertimbangan dari pada konsep belanced
development ini ialah berpangkal pada terdapatnya kebutuhan manusia yang kompeks
dan beraneka ragam. Atas dasar pertimbangan ini maka menurut konsep pembangunan
ini perkembangan atau pembangunan berbagai rupa industri atau proyek perekonomian
haruslah disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan permintaan dan proferensi dari
pada konsumer atau masyarakat pada umumnya. Dengan adanya kenaikan produksi dan
pendapatan disuatu sektor atau proyek perekonomian maka ini akan dapat menampung
kebutuhan serta permintaan (yang meningkat) dari orang-orang yang berkerja pada sektor
atau cabamg produksi lainnya dan sebaliknya hasil-hasil dari sektor/cabang produksi ini
selanjutnya akan ditambung pula oleh sektor atau cabang produksi yang pertama yang
telah meningkat pendapatannya akibat dari kenaikan produksinya. Dan demikian
seterusnya hubungan antara lain sektor atau cabang-cabang produksi satu sama lain. Jadi
dengan demikian setiap produksi yang dihasilkan akan terjual atau akan dipasarkan dan
setiap permintaan akan pula tertampung dengan adanya pembangunan sektor-sektor atau
proyek-proyek industri yang bersifat komplementer tersebut.
Menurut beberapa ahli ekonomi seperti W.A. Lewis, dalam konsep balanced
development itu haruslah berarti adanya pembangunan yang seimbang diantara berbagai
sektor perekonomi dalam masyarakat, terutama adanya keseimbangan dalam
pembangunan sektor industri dengan pertunbuhan sektor agraria. Jadi berarti bahwa
peningkatan produksi dan pasar bagi hasil-hasil industri dan untuk hasil-hasil pertanian
haruslah berjalan dan berkembang secara seimbang. Maka dalam hubungan ini haruslah
ada sejumlah tenaga kerja yang dapat dipindahkan/disalurkan dari sektor pertanian
kesektor industri untuk diperolehnya sejumlah tenaga kerja bagi perkembangan lebih
lanjut dari pada sektor lanjut industri tersebut. Dan sebaliknya disektor agraria sendiri
perlu diciptakan perbaikan efisiensi kerja dan pemakaian teknologi yang lebih baik
sehingga dapat meningkatkan produksi dan produktivitas serta dapat dimanfaatkannya
sebagai tenaga kerja dari sektor agraria tersebut. Dapat dikemukakan disini bahwa
sebagai sarat untuk berhasilnya konsep belanced davelopment itu diantara lain ialah:
a. Harus betul-betul ada sifat komplementaritas dari tiap-tiap sektor dan proyek
perekonomian yang sedang dibangun.
56
c. Harus ada juga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dengan
pembangunan sosial (social development ), yaitu perkembangan dilapangan
pendidikan, kesehatan, perumahan, sosial budaya, dan sebagainya
(b) Bahwa konsep balanced develpopment itu mungkin hanya tepat untuk perekonomian
yang tertutup (close economy), dimana kegiatan ekonomi negara bersangkutan
semata-mata bersumber atau berlandaskan kekuatan dalam negeri saja tanpa adanya
hubungan ekonomi dengan luar negeri. Pada perekonomian yang bersifat terbuka
(open economy) dimana terdapat hubungan ekonomi dan keuangan dengan luar
negeri dan sebagaimana yang terdapat pada negara-negara didunia pada masa ini,
maka konsep pembangunan tersebut tidak lagi berlaku seperlunya. Sebab dalam
perekonomian yang terbuka ini ada kemungkinan untuk menjual barang-barang
keluar negeri (mengekspor) sehingga kekurangan tenaga beli efektif didalam negeri
dapat dipecahkan dengan adanya pasar di luar negeri (dengan perdagangan luar
negeri). Dan sebaliknya ada kemungkinan untuk mengimpor barang-barang
(termasuk barang-barang modal) yang dibutuhkan dalam pemakaian didalam negeri
dimana barang tersebut kurang cukup dihasilkan atau tidak dapat dihasilkan sama
sekali. Sungguhpun demikian terhadap keberatan atau kelemahan yang kedua ini,
para penyokong konsep balanced development tersebut memperluas pengertian
konsepnya dengan “balanced development through foreign trade” yaitu dengan
pembangunan ekonomi yang seimbang yang memperhatikan atau memperhitungkan
pula adanya unsur perdagangan luar negeri atau hubungan ekonomi dan keuangan
dengan luar negeri tersebut.
57
konsep ini pembangunan ekonomi itu harus dijalankan dengan memilih beberapa sektor
atau proyek tertentu yang mempunyai perioritas yang tinggi (atau skala perioritas yang
tinggi) untuk dibangun. Jadi disini sumber-sumber produksi yang tersedia yang terbatas
jumlahnya itu harus ditujukan dan dialokasikan untuk beberapa sektor atau proyek
tertentu saja yang diutamakan atau diprioritaskan untuk dibangun terlebih dahulu.
Kebijaksanaan pembangunan ini seringkali pula disebut sebagai “Strategy of economic
development” yaitu suatu strategi dalam pembangunan ekonomi dengan memilih satu
atau beberapa proyek utama serta yang paling penting artinya bagi perekonomian
keseluruhannya untuk diberi prioritas (atau diprioritaskan) dalam pembangunan,
sedangkan pembangunan sektor atau proyek lainnya baru menyusul kemudian setelah
sektor atau proyek utama dan proyek penting itu selesai dibangun.
Sektor atau proyek yang dipilih dan mendapat prioritas untuk dibangun itu akan
bersifat sangat penting bagi perekonomian negara juga sektor atau proyek tersebut
menurut perhitungan dan penilaian akan dapat memberikan efek kumulatif (efek berantai)
yang besar bagi pertumbuhan/perkembangan sektor atau proyek-proyek lainnya dan
perekonomian negara keseluruhannya.
Catatan: Dalam teori Hirschman dikemukakan bahwa dalam memilih sektor atau
proyek khususnya dibidang industri yang diprioritaskan untuk dibangun ialah yang
mempunyai efek yang kumulatif dan yang “induced” lainnya. Dalam hubungan ini dia
mengemukakan konsep-konsep “backward linkage” dan “forward linkage”. Backward
linkage sesuatu proyek industri adalah kemampuan dari industri tersebut untuk
menimbulkan/menumbuhkan industri-industri lain yang melayaninya yang menghasilkan
input (bahan-bahan yang akan diproses) yang diperlukannya. Sedangkan forward linkage
dari sesuatu industri adalah timbulnya industri-industri lain yang menggunakan output
(hasil produksi) dari industri yang bersangkutan sebagai input atau badan-badan yang
akan diprosesnya. Dengan demikian industri yang mempunyai kekuatan backward
linkage dapat kita anggap sebagai consuming industry sedangkan industri yang
mempunyai kemajaun forward linkage sebagai supplying industry. Dalam hal ini ada
empat katagori industri, yaitu:
B. Katagori kedua (backward linkage kuat dan forward linkage lemah): Produksi
gilingan padi, produksi kulit, produksi perkayuan, alat-alat transpor, bahan-
bahan makanan yang diproses dan sebagainya.
58
Sebagai alasan dan pertimbangan kenapa konsep priority ini adalah tepat dan baik
sebagai konsep pembangunan, dikemukakan bermacam-macam hal, antara lain sebagai
berikut:
(1) Konsep ini adalah lebih tepat oleh karena pada negara-negara yang membangun pada
umumnya sumber-sumber produksi yang berupa padat modal, tenaga skill dan
sumber-sumber tertentu lainnya yang tersedia adalah terbatas. Dengan demikian
sumber-sumber produksi yang itu hanya dapat disalurkan dan digunakan untuk
membangun sektor/proyek tertentu dalam jumlah dan macamnya yang terbatas pula.
(2) Bahwa dengan memusatkan segala sumber pada beberapa sektor atau proyek tertentu
tersebut, maka satu persatu proyek atau sasaran pembangunan dapat diselesaikan.
Dan penyelesaian proyek tersebut adalah jauh lebih cepat, sehingga dengan demikian
kita akan dapat berpindah sasaran dan target suatu rencana pembangunan sektor atau
proyek ke rencana pembangunan lainnya.
(3) Dengan selesainya beberapa sektor atau proyek pembangunan dalam waktu yang
relatif lebih cepat itu, maka akan dapat diciptakan atau diperoleh kenaikan-kenaikan
produksi serta surplus produksi maupun dana pembangunan yang dihasilkannya.
Kenaikan surplus ini akan dapat digunakan lagi sebagai dana baru bagi penanaman
modal pada pembangunan sektor atau proyek lainnya yang akan dibangun menurut
perioritas berikutnya. Dan disamping itu juga tenaga-tenaga ahli yang berpengalaman
telah dapat diciptakan dan sudah semakin berkembang, baik tenaga
ahli/berpengalaman dibidang perencanaan maupun dalam bidang pelaksanaan dan
pengawasan atas jalannya pembangunan diberbagai proyek serta lapangan
perekonomian dalam rangka pembangunan.
(1) Seringkali pula penentuan proyek-proyek yang diberi prioritas untuk dibangun itu
tidak atau kurang didasarkan atas perhitungan-perhitungan ekonomis, tetapi lebih
banyak ditentukan atas dasar kepentingan atau pertimbangan sosial politis,
penyebaran pembangunan dan sebagainya.
(2) Dengan adanya penentuan prioritas tersebut, tentu ada departemen atau daerah-daerah
yang usul-usul proyek pembangunannya terpaksa ditunda atau bahkan dibatalkan. Ini
berarti kemungkinan terdapatnya kekecewaan bagi departemen atau daerah yang
bersangkutan yang merasa seolah-olah dirugikan atau dianak tirikan.
(3) Seringkali dengan konsep periority ini perhatian pemerintah lebih banyak tertuju
kepada proyek-proyek atau bidang-bidang pembangunan yang besar-besar saja dan
sebaliknya mengabaikan proyek yang kecil-kecil atau kurang menonjol, sungguhpun
ini tidak kurang pentingnya dan bahkan seringkali pula sangat mempengaruhi
jalannya perekonomian secara keseluruhannya.
59
(4) Dengan konsep periority tersebut, hampir seluruh perhatian pemerintah dan
masyarakat tertuju kepada proyek-proyek atau usaha-usaha yang baru saja sehingga
sumber-sumber keuangan tertuju untuk keperluan ini saja. Sebaliknya perhatian
terhadap perbaikan serta pemeliharaan (maintenance) bagi sektor atau proyek
perekonomian yang ada sangat kurang sekali.
Ingat: Kurangnya atau hampir tidak adanya biaya pemerintah atas jalan-jalan,
gedung-gedung dan sebagainya (baik yang lama maupun yang baru) sehingga lebih
mempercepat proses kerusakan proyek-proyek pembangunan yang bersangkutan.
60
Bab X
61
Proses ini harus dipilih dan disusun sedemikian rupa sehingga terjamin
penggunaan yang sebaik-baiknya dalam keseluruhannya atas sumber-sumber yang
tersedia serta dihindarkan keperluan-keperluan yang arah dan sasarannya bertentangan
satu sama lainnya.
Mengenai perencanaan pembangunan ekonomi ini, W.A Lewis dalam bukunya:
“The Principles of Economic Planning” membagi atau mengklasifikasikan dua macam
bentuk planning, yaitu:
1. Planning through the market (perencanaan melalui pasar atau disebut pula
Planning by inducement).
Dalam perencanaan melalui pasar ini, pemerintah membuat rencana produksi dan
pembangunan perekonomian keseluruhannya dengan memelihara berjalannya pasar
bebas dan mekanisme pasar sejauh mungkin. Jadi disini pemerintah membuat
perencanaan ekonomi dan pembangunan, sasaran pembangunan, merencanakan target-
target produksi dan sebagainya. Sedangkan pelaksanaan keseluruhannya atau sebagian
besar diserahkan kepada pihak swasta dan masyarakat pada umumnya. Dalam
melaksanakan kegiatan ekonomi dan pembangunan, pemerintah disini hanyalah
mengarahkan dan mengawasi saja ataupun ilkut campur tangan secara tidak langsung,
yaitu dengan mempengaruhi dan mengawasi berjalannya mekanisme pasar, sehingga
arah dan target produksi akan berjalan sesuai dengan apa yang menjadi sasaran dan target
dalam perencanaan pembangunan ekonomi yang telah disusun.
Jadi didalam sistem planning through the market ini, pada prinsipnya
dilaksanakan kegiatan ekonomi terutama diserahkan kepada private enterprise
(perusahaan-perusahaan atau usaha-usaha perorangan/swasta) serta kekuatan
pasar/mekanisme pasar, kekuatan demand dan supply dalam pasar. Untuk mengatur serta
mengarahkan sektor produksi, pemerintah seringkali menjalankan cara-cara incentive
(yang bersifat mendorong/merangsang) dan disincentive (yang bersifat tekanan/yang
mematahkan semangat), yaitu:
62
produksi tertentu yang diharapkan pemerintah, sesuai dengan apa yang
direncanakan (ditargetkan).
Sebagai contoh tindakan pemerintah dalam planning through ini adalah sebagai
berikut: Jika pemerintah menginginkan dan merencanakan produksi menjadi lebih besar
daripada apa yang telah dihasilkan atau diperkirakan dapat dihasilkan masyarakat maka
pemerintah memberikan incentive. Misalnya: Produksi tekstil yang dapat disediakan
sebesar 400 juta meter tekstil, sedangkan yang dibutuhkan dan jadi target produksi tahun
yang bersangkutan 600 juta meter; maka untuk menaikan atau mendorong produksi
tekstil tersebut dalam masyarakat, pemerintah memberikan subsidi kepada perusahaan-
perusahaan pertekstilan, seperti berupa:
b. Memberikan kredit Bank dengan bunga rendah pada usaha perstektilan dan
sebagainya.
Begitu juga misalnya jika pemerintah ingin merangsang ekspor supaya dapat
mencapai target ekspor tertentu (yang dimaksudkan untuk mencapai target penerimaan
devisa tertentu). Dalam hal ini pemerintah dapat melakukan tindakan-tindakan untuk
mendorong ekspor (disebut: expor drive) misalnya:
c. Merubah kurs mata uang asing (dengan kebijaksanaan devaluasi), sehingga ini
akan dapat mendorong ekspor.
63
Catatan: Devaluasi adalah kebijaksanaan pemerintah suatu negara untuk menurunkan
nilai mata uang sesuatu negara (mata uang dalam negeri) dibandingkan dengan mata uang
luar negeri, dengan perkataan lain kurs mata uang asing dinaikan. Misalnya, semula $1,-
= Rp 2.450,- dengan devaluasi, kurs dirubah menjadi $ 1,- = Rp 2.800,- mak dengan
demikian para eksportir yang menghasilkan devisa akan mendapat rupiah (mata uang
dalam negeri) yang lebih banyak untuk setiap unit devisa hasil ekspornya, dibandingkan
dengan sebelum diadakan devaluasi.
(b) Dalam pemberian kredit bank dibatasi jumlahnya serta dengan tingkat bunga
yang sangat tinggi.
Contoh lain adalah dalam bentuk pembatasan impor barang-barang lux atau yang sangat
lux seperti: mobil-mobil mewah, Televisi, Piano, Kulkas dan sebagainya yang umumnya
oleh pemerintah dikenakan bea impor yang sangat tinggi. Dengan demikian akan dapat
dikekang konsumsi barang-barang mewah serta dapat dihemat pemakaian devisa.
Jadi pada dasarnya dengan sistem planning ini pemerintah bertindak secara politik
moneter serta politik perpajakannya. Dalam pelaksanaan sistem planning through the
market ini, memang seringkali terjadi kesukaran-kesukaran dalam bidang produksi,
terutama karena adanya immobilitas daripada sumber-sumber produksi pada saat tertentu
dan pada lingkungan/sektor tertentu. Maka dalam hal ini, untuk sementara dapat dan
perlu dijalankan sistem penggendalian harga serta sistem kupon (penjatahan), yang
berarti tidak berjalannya mekanisme harga pada sektor-sektor atau produksi tertentu itu.
Akan tetapi tindakan ini hanyalah bersifat sementara, dan sejalan dengan itu
secepatnya harus dijalankan usaha-usaha untuk melenyapkan kekurangan-kekurangan
atau hambatan-hambatan tersebut (disebut bottlenecks) dan berusaha menaikan
supply/produksi secara effesiensi produksi. Setelah kesukaran-kesukaran serta hambatan-
hambatan tersebut dapat diatasi, maka menurut sistem planning ini jalannya
perekonomian segera harus diserahkan kembali kepada mekanisme pasar.
Dalam sistem ini terdapat pengaturan serta pimpinan secara sentral (oleh
pemerintah pusat) yang mengatur serta menguasai seluruh bidang perekonomian dalam
pelaksanaan produksi dan pembangunan ekonomi. Pemerintah pusat membuat
perencanaan-perencanaan secara menyeluruh yang mengatur proses produksi (secara
64
kwantitatif) dengan target-target tertentu yang direncanakan selam jangka waktu tertentu.
Pelaksanaan pembangunannya dengan pimpinan pemerintah secara langsung.
Tetapi dalam pelaksanaannya, perencanaan yang dilakukan dengan pimpinan
secara sempurna (sepenuh-penuhnya) sukar untuk dilaksanakan. Maka dari itu dalam
pelaksanaannya umumnya diserahkan atau didelegir kepada pemerintah daerah,
perusahaan negara serta lembaga-lembaga pemerintah lainnya yang bersangkutan dengan
itu. Dalam hal ini badan-badan/lembaga-lembaga pemerintah tersebutlah yang
merencanakan, menyelenggarakan dan mengatur serta mengontrol jalannya
perekonomian secara terperinci dan ke segala bahagian-bahagiannya.
Dalam sistem planning ini pemerintah secara direct (langsung) dapat dengan lebih
nudah menyesuaikan target dengan pelaksanaan produksinya. Jika misalnya target
produksi tekstil 600 juta meter pertahun, sedangkan produksi yang dihasilkan
perusahaan-prusahaan hanya sebesar 400 juta meter, maka perusahaan-perusahaan
tersebut “dipaksakan” untuk menaikan produksinya dengan bekerja keras, dengan
menggerakan segala dana dan daya dan sebagainya menjadi 600 juta meter, bukan lagi
dengan cara memberikan insentif seperti yang terdapat dalam sistem planning through the
market. Hal ini lebih mudah dilaksanakan karena sektor produksi dimiliki dan dikuasai
oleh negara.
Sistem planning ini umumnya terdapat dinegara totaliter atau dinegara sosialis
dengan sistem central planning. Contoh utama ialah: negara Sovjet Rusia dan RRC.
Sektor industri: Misalnya dalam produksi barang-barang modal seperti mesin-mesin,
traktor, instalasi listrik, pabrik besi dan baja dan sebagainya. Pada periode
pembangunannya negara tersebut memaksakan agar produksi barang modal tersebut
sesuai dengan/dapat mencapai target yang direncanakan sungguhpun hal itu
menimbulkan penderitaan atau pengorbanan yang besar dikalangan masyarakat.
Sektor pertanian, untuk mencapai target produksi pertanian, seperti gandum, padi,
bahan-bahan mentah dan sebagainya secara direct pemerintah memaksa petani-
petani/buruh-buruh untuk bekerja keras dalam proyek-proyek pertanian pemerintah guna
dapat meningkatkan produksi (RRC: kommune) sehingga dapat mencapai target yang
dikehendaki dan direncanakan. Lain halnya dibeberapa negara sosialis laiinya seperti
Yugoslavia. Didalam karangan Prof. Sadli dan Prof. Subroto dalam judul “Tata
Ekonomi Yugoslavia” disebutkan bahwa: Ternyata disana mereka telah kembali kepada
penggunaan mekanisme pasar dalam hal mengatur jalannya perekonomian serta
pembangunan ekonomi negara tersebut. Tetapi sejalan dengan itu ada pula lapangan-
lapangan perekonomian yang semata-mata diatur dan diselenggarakan oleh negara.
Disana perusahaan-perusahaan dalam batas-batas tertentu bebas untuk menjalankan
usahanya dan bersaing dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Dan ternyata penggunaan
mekanisme pasar pada (sebagian besar) lapangan perekonomian di Yugoslavia itu
didalam membangun perekonomiannya telah membawa hasil yang gemilang. Jadi
sungguhpun negara Yugoslavia itu merupakan negara sosialis, tetapi dialam pengaturan
perekonomiannya serta membangun ekonominya, mereka menggunakan sistem planning
tersebut secara simultan, yaitu pada lapangan-lapangan ekonomi dapat dipakai prinsip
planning through the market sedangkan pada lapangan ekonomi lainnya dipakai sistem
planning by direction.
65
Bab XI
66
a. Inflasi
b. Perpajakan
c. Kerja Paksa (dengan pengerahan forced labour) atau pengerahan
tenaga disguised unemployment.
(3) Pinjaman Negara (public borrowing) yaitu berupa pinjaman yang dilakukan
oleh pemerintah kepada masyarakat, dengan pengeluaran surat-surat obligasi
pemerintah (sukarela) dan bisa juga secara paksa seperti dengan sanering
uang, pembekuan sebagian uang simpanan di Bank.
(4) Foreign Trade Earning, yaitu berupa penerimaan atau pendapatan yang
berupa devisa, sebagai hasil dari perdagangan luar negeri atau hasil ekspor
produksi dalam negeri keluar negeri.
(1) Pinjaman/kredit luar negeri (foreign loans atau foreign credits) adalah
berupapinjaman-pinjaman/kredityang berasal dari luar negeri baik dari badan-
badan partikulir, dari pemerintah negara lain/asing ataupun dari badan-badan
internasional seperti:
a. Pinjaman Biasa, yaitu pinjaman yang harus dibayar oleh negara yang
bersangkutan/peminjam dalam jangka waktu tertentu ataupun setelah
habisnya suatu jangka waktu tertentu sesuai dengan kontrak, dengan
membayar bunga tahunannya dan seluruh jumlah pinjamannya.
(3) Pemberian Luar Negeri (Grants atau Donations). Pemberian luar negeri
yang dapat berupa pemberian dana/uang maupun dalam bentuk barang-barang
67
modal dan barang-barang konsumsi. Donasi ini dapat diberikan oleh pihak
pemerintah atau badan-badan swasta luar negeri (rockefeller Fondation, Ford
Fondation dan sebagainya) ataupun badan-badan internasional seperti dalam
bentuk “Colombo Plan”.
a. Ada yang Dari segi demand, seperti: karena semakin banyaknya peredaran
uang atau supply uang yang beredar dalam masyarakat akibat pengeluaran
pemerintah dengan menciptakan uang baru serta perluasan kredit oleh Bank-
bank, karena kenaikan money income dalam masyarakat, pertambahan
pengeluaran (uang) perusahaan-perusahaan, karena kenaikan penerimaan hasil
ekspor dan sebagainya.
b. Ada yang Dari segi supply, yaitu karena sulitnya menaikkan produksi. Hal ini
disebabkan antara lain, karena faktor-faktor produksi yang tersedia terbatas
atau kuarang sekali; kurangnya mesin-mesin/peralatan modal yang ada,
kurangnya tenaga-tenaga buruh yang terlatih dan terdidik, kurangnya tenaga-
tenaga skill, masalah kesulitan transport dan sebagainya.
68
inflasi dari segi demand khusus dari segi kebijaksanaan pemerintah adalah 3
sumber/sebab, yaitu:
69
Bab XII
2. Adanya inflasi yang tak terkendalikan (Open inflation atau run away
inflation atau hyper inflation).
(a) Tekanan beban hidup masyarakat serta penderitaan rakyat banyak pada
umumnya, yaitu rakyat yang berpendapatan rendah dan berpendapatan tetap.
70
(b) Kurangnya hasrat pengusaha untuk bergiat dibidang produksi/industri dan
umumnya lebih menyukai usaha-usaha dagang serta usaha-usaha lainnya
dimana keuntungan yang besar dapat diperoleh dengan cepat.
71
Dengan berkurangnya peminjaman uang atau kredit tersebut, berarti
berkurangnya jumlah uang beredar dan effective demand dalam masyarakat, sehingga
akan dapat mengurangi inflasi.
Cash Ratio (reserve requirement) ini adalah perbandingan antara jumlah uang
cash/tunai serta tagihan di Bank sentral yang harus tersedia pada Bank dagang
dengan jumlah demand deposits (uang giro atau kredit) yang dapat diberikan oleh Bank
yang bersangkutan.
Jadi dengan politik menaikan Cash Ratio ini akan mengurangi kemampuan bank-
bank tersebut didalam memberikan kredit potensiil, sehingga jumlah kredit yang dapat
dikeluarkan dan diberikan oleh Bank-bank dalam bentuk giro tersebut menjadi berkurang
(turun). Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya money supply dalam masyarakat
sehingga dapat menekan atau mengurangi inflasi.
Tindakan fiskal ini dalam arti sempit adalah khusus yang bertalian dengan
perpajakan. Tetapi dalam arti luas termasuk atau meliputi semua tindakan-tindakan
pemerintah yang berhubungan dengan:
72
bilamana pemerintah masih menambah anggaran pengeluarannya dalam masa itu adalah
sangat tidak tepat dan kurang bijaksana sekali.
Usaha-usaha lain untuk mengurangi uang yang beredar serta
menekan/membendung inflasi ialah dengan menaikan pajak dari pada masyarakat yang
berarti menambah penerimaan negara. Jadi dengan peningkatan pajak ini, maka
pendapatan masyarakat berkurang, sehingga kemampuannya dalam membeli barang-
barang atau tenaga beli efektifnya akan semakin berkurang, sehingga akan dapat
menekan atau mengurangi inflasi.
Bentuk lain pada kebijaksanaan fiskal dalam arti luas ini ialah dengan
mengadakan pinjaman negara. Hal ini biasanya/seringkali dilakukan dalam bentuk
pinjaman paksaan dengan jalan senering uang, pengguntingan uang, membekukan
sebagaian simpanan masyarakat pada Bank-bank, dan lain sebagainya. Jadi ini juga akan
berekibat berkurangnya money supply yang beredar dalam masyarakat sehingga akan
dapat menekan kenaikan harga atau membendung inflasi.
Selama masa inflasi itu, untuk mengatasi agar supaya situasi ekonomi/keuangan
jangan menjadi lebih memburuk lagi , maka tindakan yang bijaksana yang perlu
dijalankan pemerintah ialah dengan mengusahakan penyerapan uang dari masyarakat
dalam bentuk penerimaan pemerintah, terutama dengan dengan melalui Pajak-pajak.
Untuk ini biasanya macam dan struktur pajak yang lama tetap dipertahankan serta
mengusahakan peningkatan pungutan pajak dari masyarakat dan berusaha menggali
sumber-sumber pajak baru pada golongan-golongan/lapangan-lapangan yang masih
memungkinkan untuk itu.
Sebagai pengecualian daripada prinsip yang umum dalam politik perpajakan
dalam masa inflasi, yaitu berapa kebijaksanaan struktur pajak serta menaikan tingkat-
tingkat pajak, ialah dalam hal: Pajak import (tariff). Pajak import sedapat mungkin perlu
diturunkan, agar dengan demikian dapat diperbesar supply barang-barang didalam negeri.
Disamping itu dengan adanya kenaikan impor itu akibat penurunan pajak impor tersebut
maka bagian dari money income didalam negeri akan mengalir keluar negeri untuk
pembeli barang-barang impor tersebut menjadi semakin besar, sehingga dengan demikian
akan mengurangi aliran money income, money supply dan effective demand didalam
negeri.
Jadi kenaikan impor (tambahan barang-barang impor) dalam masa inflasi antara
lain dengan jumlah penurunan pajak impor tersebut perlu dijalankan, terutama dalam hal
impor barang-barang konsumsi yang mengalami tekanan inflasi yang hebat/terbesar. Dan
kenikan impor ini tentu terutama harus dibayar dengan atau perlu diimbangi dengan
kenaikan ekspor. Oleh karena usaha-usaha memperbesar impor ini dibatasi oleh
persedian devisa yang ada serta hasil-hasil ekspor yang berupa devisa, maka tindakan-
tindakan dorongan terhadap ekspor (export drive) untuk memperbesar penerimaan devisa,
perlu diusahakan pula antara lain dengan memberikan subsidi atau pinjaman bagi usaha
ekspor, keringanan-keringanan pajak ekspor, alokasi devisa untuk exportir produsen, dan
lain sebagainya.
73
(a) Penyesuaian output (output Adjustment), yaitu dengan meningkatkan
produksi.
(b) Pengendalian harga serta sistem distribusi (price control and rationing).
Kita mengetahui bahwa inflasi itu timbul karena kurangnya produksi atau supply
barang-barang yang tersedia dibandingkan dengan money supply yang merupakan
permintaan efektif pada tingkat harga umum yang berlaku, sehingga mengakibatkan
terjadi kenaikan-kenaikan harga. Oleh karena itu tindakan-tindakan dengan menaikan
produksi merupakan pemecahan utama untuk mengatasi persoalan inflasi. Yang jadi
persoalan pertama-tama adalah sampai berapa banyak dan berapa cepatnya produksi total
dapat dinaikan dalam jangka waktu pendek. Ada beberapa faktor atau hal yang
membatasi kenaikan output ini, yaitu misalnya ialah: full utilization of resources yaitu
telah digunakan/dipakai sepenuhnya sumber-sumber serta alat-alat produksi yang
tersedia.
Meskipun demikian masih ada kemungkinan untuk menaikan produksi barang-
barang tertentu dan mencegah penurunan produksi total dalam keadaan full utization
(employment) of resources tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan
menggeser/mengalihkan sumber-sumber produksi yang telah digunakan/dipekerjakan
dari produksi yang kurang sensitif, kurang mudah terpengaruh oleh inflasi kepada
produksi yang lebih sensitif terhadap inflasi. Output (produksi) barang-barang tertentu,
seperti: bahan makanan, pakaian dan lain-lainnya yang ada dalam keadaan dan jumlah
persediaan yang kurang sekali, dapat ditingkatkan dengan menjalankan atas dasar sistem
perioritas, dengan pengaturan allokasi bahan-bahan mentah serta produksi dan dengan
pemberian subsidi, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu usaha-usaha yang praktis untuk menaikkan produksi dalam jangka
waktu pendek dalam masa inflasi pada keadaan full utilization tersebut, haruslah
ditunjukkan terutama kepada usaha-usaha peningkatan barang-barang tertentu yang
kurang sekali persediaanya (short supply) dan yang gerakan harganya sangat besar
pengaruhnya terhadap perekonomian keseluruhannya. Dan dalam jangka panjang
tentulah dengan mengusahakan penambahan atau perluasan peralatan produksi, areal
pertanian, infrastruktur, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan peningkatan
produksi serta arus barang-barang.
Disamping usaha tersebut diatas kadang-kadang dianjurkan untuk menaikan
output dengan jalan: bekerja lebih lama (longer hours of work). Tetapi tindakan ini
bukanlah cara pemecahan yang realistis didalam masa normal (tidak masa perang), dan
terutama dinegara-negara dimana organisasi serikat-serikat buruhnya kuat atau turut
memegang peranan penting atas jalannya roda produksi. Disamping itu uang lembur yang
dikeluarkan/digunakan untuk jam-jam kerja lembar tersebut akan menaikan pula
penerimaan masyarakat, yang berarti kenaikan effective demand, sehingga seringkali
akan meniadakan arti daripada tindakan anti inflasi (mengatasi inflasi) tersebut tadi.
74
Ad.(b). Price Control and Rotioning
75
disebut: Income Generating Factor (faktor yang membentuk income dalam
masyarakat). Sebaliknya import barang-barang dan jasa-jasa menyebabkan adanya
pengaliran uang keluar negeri atau akan terhisapnya uang didalam negeri untuk
pembayaran impor tersebut, ini disebut: Income destroying factor (faktor yang
menghabiskan atau menyerap income uang dalam masyarakat). Maka bilaman ekspor
melebihi Impor ( X > M ) akan menimbulkan efek inflator, sedangkan bilaman impor
lebih besar daripada ekspor ( M > X ) akan bertendensi timbulnya efek deflator.
Yang dimaksud dengan sektor partikulir disini ialah sektor yang faktor-faktornya
membentuk dan menyerap income dalam masyarakat sendiri, yang dalam hal ini berupa
faktor-faktor Investasi dan Saving (I dan S) dari masyarakat. Faktor investasi merupakan
income generating factor, karena dengan investasi tersebut akan timbul atau tercipta
pertambahan pendapatan uang dalam masyarakat. Sebaliknya faktor saving merupakan
income destroying factor karena dengan S tersebut akan timbul kebocoran daripada
aliran income atau akan terhisapnya money income dari masyarakat.
Jadi bilamana investasi dalam masyarakat dapat dibiayai dengan saving
masyarakat sendiri ( I = S ), maka tindakan akan menimbulkan efek-efek inflasi maupun
deflasi. Dan bilamana investasi masyarakat lebih besar daripada saving yang dapat
dijalankan/dihimpun tidak cukup untuk dapat membiayai investasi ( I > S ) akan
menimbulkan efek-efek inflasi. Sedangkan bilamana saving melebihi investasi yang
dijalankan ( S > I ) ini akan mempunyai efek-efek deflator dalam perekonomian negara.
Kesimpulan:
76
( I – S ) + ( G – T ) + ( X – M ) adalah yang menentukan apakah terjadi efek inflasi,
efek deflasi ataukah equilibrium moneter dalam perekonomian yang bersangkutan.
contoh: X – M = -3
G – T = +10 + 1 + 10 - 3 = +8 efek inflasi
I – S = +1
X –M = -4
G – T = +3 0 + 3 - 4 = -1 efek deflasi
I – S = 0
Timbul Pertanyaan:
Manakah diantara ketiga keadaan tersebut, yaitu adanya efek inflator, efek
deflator dan equilibrium moneter yang paling baik atau ideal bagi perekonomian ?.
Sepintas lalu akan timbul dugaan bahwa equilibrium moneter merupakan keadaan yang
ideal. Tetapi hal ini belum tentu benar, sebab mungkin saja dapat diciptakan (dengan
berbagai tindakan) keadaan equilibrium tersebut, tetapi hanya terjadi pada tingkat
keadaan ekonomi yang rendah, pada tingkat dimana pembangunan tidak
jalan/dilaksanakan karena diadakannya penghematan-penghematan disegala bidang
termasuk bidang pembangunan. Dengan demikian perekonomian akan menjadi statis,
lesu dan kurang kegiatan.
Seperti kita ketahui pada negara-negara underdeveloped yang sedang membangun
perekonomiannya, tekanan inflasi atau efek-efek inflasi tersebut tidak dapat dihindarkan
sepenuhnya karena diperlukannya pengeluaran-pengeluaran biaya yang besar untuk
pembangunan dan investasi, yang mengakibatkan terjadinya kenaikan-kenaikan harga.
Hanya saja yang terutama harus dihindarkan ialah supaya tekanan dan efek inflasi itu
jangan sampai menimbulkan terjadinya inflasi terbuka (open inflation) yang tidak dapat
dikendalikan lagi. Jadi tekanan atau efek inflasi itu didalam batas-batas tertentu dimana
belum terjadi spiral inflasi, yaitu kenaikan harga barang-barang dan upah serta ongkos-
ongkos produksi lainnya yang saling kejar mengejar, ini dapat dibenarkan dan
dipertanggung jawabkan. Jadi tekanan-tekanan atau efek-efek itu dalam batas-batas
tertentu seringkali perlu pula untuk menggerakkan segala kegiatan ekonomi dan
pembangunan.
77
Bentuk (type) Inflasi:
Ditinjau dari sebab-sebab dan proses terjadinya, maka inflasi dapat terjadi dalam
dua bentuk, yaitu:
Inflasi ini terjadi bilaman permintaan total atas barang-barang dan jasa-jasa
melebihi supply barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam jangka pendek (short
run). Hal ini kebanyakannya/seringkali terjadi dalam perekonomian yang sudah full
employed (dimana barang-barang modalnya sudah digunakan atau dipakai sepenuhnya),
sehingga sukar untuk memproduksi tambahan barang-barang dan jasa-jasa untuk dapat
memenuhi permintaan tersebut. Persaingan untuk memperoleh barang-barang dan jasa-
jasa yang relatif sedikit (scarce) diantara para konsumer yang menyebabkan terjadinya
kenaikan-kenaikan harga. Excess demand (excess spending) ini dapat terjadi akibat dari
berbagai sebab antara lain seperti pengeluaran tambahan konsumer dari simpanan dimasa
lalu, kredit Bank, pertambahan peredaran uang yang dikeluarkan (yang baru dicetak), dan
sebagainya. Pada umumnya bilaman money supply atau bentuk-bentuk tenaga beli
lainnya bertambah lebih cepat daripada pertambahan produksi dan produktivitas pada
suatu negara, akan menyebabkan terjadinya excess-demand inflation.
Inflasi ini terjadi baik dalam perekonomian yang full employed maupun yang
under employed. Apakah inflasi ini dimulai dengan kenaikan upah dan ongkos-ongkos
material (bahan-bahan) yang tinggi ataukah karena kenaikan harga barang-barang
konsumsi, adalah sukar untuk ditentukan. Jika upah dan harga bahan-bahan mentah
meningkat oleh karena beberapa sebab, produser seringkali menaikan pula harga barang-
barang dan jasa-jasa yang dihasilkannya dengan maksud untuk dapat mempertahankan
keuntungannya. Kenaikan harga tersebut akan menyebabkan penurunan tenaga beli
(purchasing power) daripada upah-upah. Akibatnya penerima upah (buruh-buruh dan
tenaga kerja lainnya), terutama yang tergabung dalam serikat-serikat buruh, akan
mengusahakan desakan-desakan atau permintaan untuk memperoleh kenaikan upah
buruh lebih lanjut. Sebaliknya hal ini selanjutnya dapat menyebabkan kenaikan harga
bahan-bahan dan hasil produksi, yang mana menyebabkan kenaikan harga bahan-bahan
dan hasil produksi, yang mana menyebabkan pula timbulnya kecenderungan kenaikan-
kenaikan upah. Hal ini disebabkan terjadinya Wage-Price Spiral.
Sebagai jalan keluar dari kedua bentuk inflasi tersebut, secara umum dapat
dinyatakan bahwa harus dilakukan dengan menaikkan produktivitas.
(a) Dalam excess-demand inflation, jika produktivitas dapat dinaikkan, yang berarti pula
produksi dapat diperbesar sedemikian rupa sehingga tambahan permintaan akan
barang-barang dan jasa-jasa dapat dipenuhi dengan supply yang meningkat tersebut,
78
maka tekanan inflasi dapat diatasi. Sebaliknya demand akan barang-barang dan jasa-
jasa dikurangi atau ditekan dengan menurunkan/mengurangkan money supply
(peredaran uang) dalam masyarakat atau menurunkan income yang tersedia untuk
dibelanjakan pada masyarakat.
(b) Pada Cost-Push Inflation, inflasi dapat dibatasi atau diatasi jika kenaikan-kenaikan
upah dapat dipergunakan atau dijaga sejajar/seimbang/sebanding dengan kenaikan
produktivitas. Jadi karena kenaikan upah akan bertambah secara proporsionil dengan
kenaikan produktivitas (yang berarti juga dengan kenaikan produksi), maka
pendapatan/income masyarakat berada dalam keadaan keseimbangan dengan jumlah
barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan. Sehingga barang-barang dan jasa-jasa
yang bertambah tersebut dapat menampung pengeluaran-pengeluaran buruk akibat
pertambahan upah/income mereka tersebut.
79
Bab XIII
1. Produksi yang bersifat statis dengan alat-alat sederhana serta titik berat
berproduksi diletakkan pada kepandaian tangan (handicraft).
3. Proses produksi dengan mesin-mesin yang dapat menghemat tenaga kerja dan
waktu, serta pembagian kerjanya (spesialisasinya) sudah sangat intensif.
Disini sudah mulai atau telah dilakukan pemindahan keahlian serta pemikiran
dari manusia mesin.
80
(a) Industrialisasi dapat menambah stabilisasi dilapangan perekonomian, terutama
dalam hal mengurangi pengaruh-pengaruh ketidakstabilan yang berasal dari
luar negeri, dengan perkataan lain berupa faktor-faktor extern yang berasal
darei fluktuasi ekonomi dunia serta naik turunnya kegiatan perdagangan antar
negara.
Begitu pula bahan-bahan mentah hasil pertanian untuk keperluan industri (dengan
berkembangnya industri akibat industrialisasi tersebut) akan ditampung oleh sektor
industri, sehingga perkembangan lapangan pertanian akan menjadi semakin meningkat.
Sebaliknya kenaikan hasil pertanian ini berarti pula dapat menyebabkan kenaikan income
hingga akan terjadi pula kenaikan permintaan efektif akan barang-barang industri, jadi
akan dapat mendorong perkembangan industri selanjutnya.
Sebagai masalah dan analisa umum yang bersifat ilmiah, banyak pendapat-
pendapat yang menganjurkan bahwa biasanya sebagai langkah pertama didalam proses
industrialisasi sebaiknya diutamakan untuk mendorong/pertumbuhan industri-industri
kecil dan menengah dikota-kota pedalaman dan daerah pertanian. Hal ini antara lain
disebabkan karena:
(a) Kekurangan modal dan keahlian kita terpaksa memusatkan perhatian pada
usaha-usaha/industri-industri yang bersangkutan denagn hasil-hasil
tradisionil/pertanian.
(b) Dengan adanya industri-industri tersebut urbanisasi yang berat dapat dicegah
dan pengangguran dipedalaman dan daerah pertanian yang disebabkan oleh
iklim atau musim (seasonal) akan dapat ditampung.
81
(c) Industri-industri kecil dan menengah tersebut dapat menarik modal yang
berbentuk emas, barang-barang perhiasan lainnya serta simpanan-simpanan
yang tidak produktif, yang banyak terdapat didaerah pedalaman/pertanian
tersebut.
Seperti kita ketahui modal serta beberapa sumber-sumber produksi lainnya yang
tersedia adalah sangat terbatas, karena itu dalam membangun industri-industri/proyek-
proyek perlu dijalankan atas dasar perioritas-perioritas, dipilih mana yang sebaiknya
dibangun terlebih dahulu dan mana yang dibangun kemudian. Dalam memecahkan
persoalan investasi apa atau proyek-proyek apa yang seharusnya didahulukan, maka
seringkali ukuran produktivitas pertama-tama diambil sebagai dasar. Jadi investasi
terlebih dahulu ditujukan kepada cabang-cabang industri yang akan dapat memberikan
hasil/produksi serta produktivitas yang tinggi yang lebih besar.
Disamping ukuran produktivitas seperti yang disebutkan diatas, dalam
pembangunan industri serta pemilihan industri mana yang diutamakan/didahulukan,
terdapat banyak pertimbangan-pertimbangan lainnya, yang antara lain (disini terutama
dilihat dari sudut makro/perekonomian nasional keseluruhannya, bahkan dari sudut satu
industri:
(c) Guna perbaikan didalam pasaran buat hasil-hasil agraria, maka diutamakan
untuk membangun industri-industri yang banyak menggunakan bahan-bahan
mentah atau barang-barang pertanian yang dihasilkan didalam negeri.
(d) Untuk menaikan penerimaan devisa hasil ekspor yang sangat berguna bagi
impor barang-barang keperluan pembangunan, maka industri-industri yang
menghasilkan barang-barang yang dapat/laku diekspor harus mendapat
perhatian yang besar pula.
82
Bab XIV
(a) Balanced budget, dalam pada mana pengeluaran pemerintah sama dengan
pengeluaran.
(b) Defisit dalam Anggaran Belanja (budget), dalam pada mana pengeluaran >
penerimaannya.
(c) Surplus dalam Anggaran belanja (budget), dalam pada mana pengeluaran <
penerimaannya.
83
A. Pengeluaran konsumtif dan administratif untuk pembangunan
B. Capital expenditure
84
menerima barang-barang dan jasa-jasa sebagai tegen prestasi/balas jasanya. Misalnya:
Program bantuan asuransi bagi orang-orang tua, bantuan pensiunan untuk orang-orang
tua, bantuan yang berupa asuransi nasional bagi Veteran-veteran, bantuan kepada
cacat/yatim piatu, bantuan kepada para penganggur, dan sebagainya.
Transfer payment ini bukanlah merupakan nilai output atau jasa-jasa yang
digunakan untuk keperluan pemerintah (pada masa itu) dan juga bukan merupakan
permintaan/pembelian langsung oleh pemerintah atas output dalam masyarakat. Tetapi
transfer payment ini menciptakan/membantu pembentukan money income dalam
masyarakat/individu-individu yang bersangkutan. Oleh karena itu kenaikan dalam jumlah
transfer payment ini, cenderung untuk menaikan money income dan tenaga beli dalam
masyarakat atau individu yang bersangkutan, sedangkan penurunannya mempunyai efek
yang sebaliknya.
85
Secara ringkas dapat disebutkan bahwa overhead capital itu mempunyai sifat-sifat
utama sebagai berikut:
(a) Proportional
(b) Progressive
(c) Regressive
Ad.(a) Proportional Tax: adalah pajak yang dipungut dari setiap pembayaran pajak pada
suatu jumlah yang besarnya berubah-ubah persis dalam proporsi (persentase)
yang sama terhadap pendapatannya. Misalnya: Jika seorang A mendapat income
dua kali sebanyak income B, maka A harus membayar pajak sebanyak dua kali
pula (dari B). Proportional texation ini tidak meredistribusikan pendapatan,
karena setelah membayar pajak tersebut pendapatan A masih tetap 2 x jumlah
pendapatan B.
86
Ad.(b) Progressive tax: adalah pajakyang dipungut dari pembayar pajak pada tinggkat
yang bertambah secara progressive jika jumlah income naik atau lebih tinggi.
Misalnya: Jadi makin tinggi pendapatan seseorang, maka makin tinggi pula
persentase pajak yang dikenakan kepadanya. Sering kali pajak ini ditujukan untuk
meredistribusikan pendapatan kearah yang menguntungkan bagi lower income
groups, karena orang-orang yang kaya dikenakan tingkat pajak yang lebih tinggi
dari pada lower income groups.
Ad.(c) Regressive tax: dalam hal ini pajak tersebut dikenakan kepada orang-orang yang
melarat (low income groups) dengan tingkat/persentase yang lebih tinggi dari
pada orang kaya. Jadi makin rendah pendapatan seseorang, maka pajak yang
dikenakan semakin tinggi. Ini bertujuan untuk menaikan inequality dalam
pendapatan dikalangan masyarakat, misalnya dengan tujuan untuk dapat
menaikan total saving dalam masyarakat (yaitu secara totalnya).
(a) Specific taxes: Pajak yang dikenakan besarnya tergantung kepada berapa besarnya
jumlah physical unit dari pada barang tersebut. Misalnya: Pajak yang dikenakan per
kg, per ton, per kubik, per bungkus dan sebagainya.
(b) Ad Valoren taxes: Berapa besarnya pajak yang dikenakan adalah atas dasar
persentase dari pada nilai barang yang bersangkutan. Sehubungan dengan sifatnya
(sifat barang), maka terdapat pula dua bentuk pajak, yaitu:
- General taxes, seperti pajak atas penjualan eceran adalah pajak yang
dikenakan atas semua barang-barang dan jasa-jasa tanpa adanya pembebanan
tertentu maupun pembebanan khusus.
- Selective taxes, yaitu pajak (khusus) yang dikenakan atas hanya barang-
barang (dagangan) dan jasa-jasa tertentu saja. Misalnya: pajak atas barang-
barang lux, minuman keras, dan sebagainya.
Pajak penjualan ini sangat penting artinya dari sudut income redistribution, karena
pajak tersebut dapat pula bersifat redistributive yang regressive dan progressive, yaitu:
87
(2) Pajak atas barang-barang lux, seperti mobil mewah, barang-barang perhiasan seperti
intan berlian, dan sebagainya dapat bersifat progressive hingga suatu tingkat tertentu,
yaitu pada tingkat mana orang-orang yang miskin tidak membeli barang tersebut
sama sekali. Dengan menaikan pajak atau barang-barang tertentu, maka hal tersebut
akan menjerakan konsumen/memaksa konsumen untuk menghentikan pembelian
barang-barang tersebut. Karena itu pajak yang demikian tersebut akan merupakan
pola pengeluaran konsumer.
Pajak penjualan ini dikenakan atas barang-barang dan jasa-jasa antara lain adalah
atas alasan-alasan/dasar-dasar sebagai berikut:
(b) Kecerdikan dan pertimbangan politis. Pajak penjualan ini dapat dikenakan kepada
produsen atau pedagang perantara, yang sebetulnya mereka ini (secara tersemnyi atau
tak kentara) membebankannya lagi kepada konsumer dalam bentuk mereka
menaikkan lagi harga penjualannya kepada konsumer. Karena itu kritik serta keluh-
kesah masyarakat mungkin tidak begitu besar dibandingkan dengan bentuk pajak atas
pendapatan.
(c) Pengaruh atas incentive (incentive effectts). Pajak penjualan ini mungkin menurunkan
efek-efek atau pengaruh-penmgaruh pada incentive. Misalnya: Progressive tax (atas
pendapatan akibat pajak penjualan itu) cenderung untuk mengurangi hasrat untuk
kerja lembur, karena dengan semakin besarnya upah/pendapatan, maka akan semakin
besar pula persentase pajak yang dikenakan kepada upah/pendapatan tersebut.
Sebaliknya regressive tax (atas pendapatan) akan cenderung untuk menaikan balas
jasa atau ganjaran atas usaha-usaha/kerja tambahan tersebut, oleh karena hal itu
berarti bahwa dengan semakin tingginya golongan/tingkat pendapatan, maka pajak
yang dikenakan (dalam % nya semakin rendah).
(d) Pengaruh yang dapat menghalangi atau memberantas inflasi dengan mempergunakan
pajak tersebut terutama kepada golongan yang berpendapatan rendah (orang miskin),
yaitu mereka yang menabung hanya sedikit atau tidak ada sama sekali dan yang
membelanjakan sebagian besar dari pada pendapatannya untuk keperluan konsumsi,
maka pajak penjualan (terutama yang bersifat regressive) dapat lebih efektif daripada
progressive tax didalam memerangi atau mengatasi tekanan inflasi. Pajak (kenaikan
pajak) atas orang kaya dapat dibayarkan dengan uang yang semula dari ditabunginya
atau uang (bagian dari pendapatannya) yang semula tidak dibelanjakannya. Sehingga
dengan demikian aliran uang dalam masyarakat tidak berkurang. Pajak (kenaikan
pajak) atau orang yang melarat (golongan yang berpendapatan rendah), yang mana
mereka tidak dapat menabung adalah lebih mungkin untuk dapat mengurangi
88
pengeluaran atas barang-barang konsumsi (yang berarti mengurangi jumlah uang
bersedar), sehingga dengan demikian dapat mengurangi atau memerangi inflasi.
Sungguhpun demikian, dalam masa depresi dan unemployment, aspek penjualan ini
adalah kurang menarik bagi perpajakan dibandingkan dengan income tax.
------+++++------
89
Daftar TULISAN ILMIAH Untuk PERGURUAN TINGGI, Terdiri:
Bidang UMUM: ILMU EKONOMI & STUDI PEMBANGUNAN
JURNAL PENELITIAN Kuantitatif, BUKU AJAR MODUL SOAL DAN
PEMECAHAN SOAL, BUKU TEKS, Laporan Hasil & Jurnal Hasil
Penelitian Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI, LAPORAN HASIL
& Jurnal Hasil Penelitian SURVEY Dibidang Manajemen Transportasi
10 Macam Hasil Pegembangan KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS
Penelitian Survey dari 5 Hasil Penelitian SURVEY.
Dan Didapatkan 10 Contoh/Bentuk PROPOSAL PENELITIAN KUANTITATIF
Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI, termasuk 5 Proposal (Draft Hibah
DIKTI) Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI 2009 s/d 2016
90
004 34 Jurnal Penelitian Kuantitatif TAHAP II to STMT Trisakti
Files: 030 01 Standar Ukuran Tinggal Landas Perekonomian Suatu Negara
031 02 Pembentukan Modal Domestik Bruto Sektor Pemerintah Dan Masyarakat
032 03 Pembentukan Tabungan Dan Pembiayaa Ekonomi Jangka Panjang Indonesia
033 04 Prestasi Ekonomi Indonesia Dan Pencapaian Steady-State Growth
034 05 Aliran Modal Asing Swasta Dalam Pembentukan Investasi Produktif
035 06 Fungsi Konsumsi Dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Permanen
036 07 Pendapatan Permanen Dan Pengaruhnya Terhadap Pembentukan Tabungan
037 08 Pengujian Model Tabungan Indonesia Dengan Hipotesa Pendapatan Permanen
038 09 Kebutuhan Tabungan Dan Sumber Pembiayaan Ekonomi Indonesia
039 10 Sumber-Sumber Pembentukan Investasi: Trade-Off Antara Pajak Dan Tabungan
040 11 Aggregate Expenditre Ekonomi Sektoral (Kajian Perhitungan Ekonomi 3 Sektor)
041 12 Sumber-Sumber Pembentukan Investasi Dalam Struktur Ekonomi Terbuka
042 13 Aggregate Expendiure Ekonomi Sektoral (Kajian Perhitungan Ekonomi 4 Sektor)
043 14 Pengaruh Sektor Perdagangan Luar Negeri Terhadap Aktivitas Ekonomi Indonesia
044 15 Aliran Modal Asing Dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Pembentukan Tabungan
045 16 Penafsiran Tingkat effisiensi Marginal Ekonomi Indonesia Dan Prakiraan Pembentukan Modal
046 17 Sumber-Sumber Pembentukan Investasi Dalam Struktur Ekonomi Sederhana
047 18 Aggregate Expenditure Ekonomi Sektoral (Kajian Perhitungan Ekonomi 2 Sektor)
048 19 Pembentukan Modal Domestik Bruto Dan Ketergantungan Terhadap Sumber Dana
049 20 Prestasi Ekonomi Dan Indeks Instabilitas Sektor Perdangan Luar Negeri Indonesia
050 21 Model Makro Keseimbangan Agregatif Pembentukan Tabungan Dan Investasi
051 22 Expor Kommoditi Primer Dan Pertumbuhan Ekonomi Regional Pulau Sumatera
052 23 Konstribusi Ekspor Dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
053 24 Pengaruh Variabel-variabel Agregatif Terhadap Pembentukan Tabungan Dan Pendapatan
054 25 Pengembangan Sumber Pembiayaan Pembangunan Yang Semakin Bertumpu Pada
Kemampuan Sendiri
055 26 Pengembangan Instrumen Kebijaksanaan makro Terhadap Pembentukan Investasi Dan Pendapatan
056 27 Kebutuhan Tabungan Dan Pembentukan Investasi Produktif Bagi Pembiayaan Pembangunan
057 28 Pengaruh Ekspor Terhadap Pendapatan Nasional Dan Pertumbuhan Ekonomi
058 29 Pengaruh Deregulasi Perbankan Bidang Ekspor Terhadap Devisa Pendapatan Nasional
059 30 Aliran Dana Luar Negeri Di Indonesia Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
060 31 Strategi Indonesia Dan Manajemen Pembentukan Modal Bagi Peningkatan Pendapatan Masyarakat
061 32 Manajemen Perdagangan Internasional Pengurangan Distorsi Ekonomi Pasca Seleksi
Aliran Dana Luar Negeri
062 33 Manajemen Perbankan Pasca Deregulasi Dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Di Indonesia
063 34 Refleksi Ekonomi Indonesia Setelah 34 Tahun Membangun: Diantara Kekuatan Dan Kelemahan
91
II. PENELITIAN KUANTITATIF Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI
006 3 VERSI Teks Book EKO MANAJERIALPernah Disumbang ke DIKTI Dan Dikirim Ke USA
File 075 01 Buku Teks 681h EKONOMI MANAJERIAL Dengan Fungsi Hasil Estimasi
Atau 075 01 EKONOMI MANAJERIAL Penerapan Konsep-Konsep Mikro Ekonomi Dengan Fungsi
Hasil Estimasi
File 076 02 Buku Teks 301h EKONOMI MANAJERIAL Dengan Fungsi Non-Estimasi
Atau 076 02 EKONOMI MANAJERIAL Penerapan Konsep-Konsep Mikro Ekonomi Dengan Fungsi
Non-Estimasi
File 077 03 Buku Teks 509h EKO MANAJERIAL TRANSPORTASI Dengan Fungsi Non-Estimasi
Atau 077 03 EKONOMI MANAJERIALTRANSPORTASI Penerapan Konsep Mikro Ekonomi
Dalam Bisnis Transportasi Dengan Fungsi Non-Estimasi
File 078 Ringkasan Isi Dan Surat Menyurat Pengiriman 3 Teks Book EKO MANAJERIAL Ke USA
Atau 078 Request for Coop in Publishing 3 Text Books in MANAGERIAL ECONOMICS to The USA
File 087 02 Jurnal HASIL PENELITIAN Kuantitatif 18h Dibidang TRANSPORTASI DARAT 2010
Atau 087 02 Kebutuhan Investasi Produktif Dan Pengembangan Produksi Jasa Angkutan Jalan Raya Di
Indonesia
File 088 03 Laporan HASIL PENELITIAN Kuantitatif 77h Dibidang TRANSPORTASI LAUT 2010
Atau 088 03 Produksi Jasa Angkutan Laut Indonesia Dan Akseleritas Pendapatan Nasional
File 089 04 Jurnal HASIL PENELITIAN Kuantitatif 18h Dibidang TRANSPORTASI LAUT 2010
Atau 089 04 Produksi Jasa Angkutan Laut Indonesia Dan Akseleritas Pendapatan Nasional
92
011 3 Proposal P3M PENELITIAN Kuantitatif MANJEMEN TRANSPORTASI,Tahun 2010
File 090 01 Draft Proposal 21h Penelitian P3M MTD STMT Angkutan Jalan Raya DKI 2010
Atau 090 01 Kepadatan Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya Di DKI Jakarta: Trade off Antara Penguna
Kendaraan Pribadi Dan Umum
(Studi Kasus: Penerapan Konsep Slutsky’s Theorem, TE = SE + IE)
File 091 02 Draft Proposal 26h Penelitian P3M MTL STMT Faktor Produksi PT PELNI 2010
atau 091 02 Pengaruh Beberapa Faktor Produksi Terhadap Produksi PT PELNI
(Studi Kasus: Penerapan Konsep Production Isoquant, TO = SE + OE)
File 092 03 Draft Proposal 25h Penelitian P3M MTU STMT Jumlah Alat Angkut Yang Sepadan 2010
atau 092 03 Penentuan Jumlah Alat Angkut Yang Sepadan Dengan Arus Penumpang Jakarta-Ujung
Pandang
File 095 03 Proposal 11h Produktivitas Dan Produksi Jasa Angkutan KAI 2011
Atau 095 03 Produktivitas Dan Produksi Jasa Angkutan Kereta Api Indonesia
File 096 04 Proposal 11h Angkutan Pelayaran Antar Pulau Indonesia 2011
Atau 096 04 Angkutan Pelayaran Antar Pulau Dalam Wililayah Teritorial Indonesia
File 097 05 Proposal 12h Produksi Jasa Angkutan Udara Penerbangan Domestik 2011
Atau 097 05 Produksi Jasa Angk Udara Komersial Penerbangan Domestik
File 098 06 Proposal 12h Pengembangan Jasa Angkutan Pelayaran Antar Pulau 2011
Atau 098 06 Pengembangan Jasa Angkutan Pelayaran Antar Pulau Indonesia
File 099 07 Proposal 14h Usaha Jasa Angkutan Udara Pada Penerbangan Domestik 2011
Atau 099 07 Usaha Jasa Angkutan Udara Pada Penerbangan Domestik
File 100 08 Proposal 11h Utilitas Penumpang Pengguna Jasa Pelayaran Antar Pulau 2011
Atau 100 08 Utilitas Penumpang Pengguna Jasa Pelayaran Antar Pulau
File 101 09 Proposal 13h Angkutan Penumpang Udara Pada Penerbangan Domestik 2011
Atau 101 09 Angkutan Penumpang Udara Pada Penerbangan Domestik
File 102 10 Proposal 15h Angkutan Penumpang Dom Dan Trade off Antara Laut dan Udara 2011
Atau 102 10 Angkutan Penumpang Dom Dan Trade off Antara Laut dan Udara
File 103 11 Proposal 14h Kebutuhan Modal Pert Produksi Angkutan Udara Luar Negeri 2011
Atau 103 11 Kebutuhan Modal Pertumbuhan Produksi Angkutan Udara Luar Negeri
File 104 12 Proposal 12h Pengembangan Produksi Jasa Angkutan KAI 2011
Atau 104 12 Pengembangan Produksi Jasa Angkutan Kereta Api Indonesia
File 105 13 Proposal 15h Angkutan Kargo Pelayaran Antar Pulau Dan Penerbangan Dom 2011
Atau 105 13 Angkutan Kargo Pelayaran Antar Pulau Dan Penerbangan Domestik
File 106 14 Proposal 12h Produksi Angkutan Kargo Udara penerbangan Internasional 2011
Atau 106 14 Produksi Angkutan Kargo Udara penerbangan Internasional
93
10 Contoh PROPOSAL PENELITIAN KUANTITATIF Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI
013 5 CONTOH Hibah (Proposal DIKTI) Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI 2009 -2016
File 107 01 Draf Hibah Kompetensi TAHAP 1 44h dgn Ir PRASAD TITA MM to DIKTI 2009
Atau 107 01 Analisis Pertambahan Pengguna Kendaraan Bermotor Roda Dua Dan Kepemilikan Mobil
Pribadi Di Jakarta
File 108 02 Draft Hibah Kompetensi 47h dgn PROF ERYUS To DIKTI 2010
Atau 108 02 Kepadatan Lalin Angkutan Jalan Raya Di DKI Jakarta Trade off Antara Peng Kend Pribadi
Dan Umum
File 109 03 Draft Hibah Kompetensi 51h dgn PROF HANANTO to DIKTI 2010
Atau 109 03 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PT PELNI
File 110 04 Draft Hibah Kompetensi 51h dgn PROF DIRK KOLEANGAN to DIKTI 2010
Atau 110 04 Penentuan Jumlah Alat Angkut Yang Sepadan Dengan Arus Penumpang JAKARTA-
UJUNG PANDANG
File 111 05 Draft Hibah PRODUK TERAPAN 67h dgn Dr HUSNI HASAN to DIKTI 2016
Atau 111 05 Analisis Penentuan Tarif Angkut Dua Jasa Angk Penumpang Udara Dan Laut Rute
JAKARTA-UJUNG PANDANG
File 113 02 Proposal Penelitian P3M MTD 15h Effisiensi Produktivitas Jasa Angk PT KAI 2014
Atau 113 02 TINGKAT EFISIENSI DAN PRODUKTIVITAS JASA ANGKUTAN KERETA API
INDONESIA
File 114 03 Proposal Penelitian P3M MTU 21h Kebutuhan Modal Angk Penerb Domestik 2014
Atau 114 03 KEBUTUHAN MODAL DAN PERTUMBUHAN PRODUKSI ANGKUTAN
PENERBANGAN DOMESTIK
File 116 02 Proposal Penelitian P3M 22h Dibidang TRANPORTASI UDARA Luar Negeri 2017
Atau 116 02 KEBUTUHAN MODAL DAN PERTUMBUHAN PRODUKSI ANGKUTAN UDARA
LUAR NEGERI
94
III. PENELITIAN SURVEY Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI
016 5 LAPORAN HASIL PENELITIAN SURVEY Dibidang MANJEMEN TRANSPORTASI 2014-2017
File 117 01 Laporan HASIL PENELITIAN 375h Kereta Api Ekonomi Lokal Purwakarta 2014
Atau 117 01 LOYALITAS PELANGGAN JASA ANGKUTAN KERETA API EKONOMI LOKAL
PURWAKARTA
File 124 05 Laporan HASIL PENELITIAN 353h Kereta Api PATAS Purwakarta 2017
Atau 124 05 ANALISIS KUALITAS PELAYANAN TRANSPORTASI KERETA API PATAS
PURWAKARTA
File 132 05 Jurnal HASIL PENELITIAN 40h Kereta Api PATAS Purwakarta 2017
Atau 132 05 ANALISIS KUALITAS PELAYANAN TRANSPORTASI KERETA API PATAS
PURWAKARTA
018 10 Macam Prediksi Pengembangan MODEL & KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Penelitian Survey
Files: 133 01 KA Eko Lokal Purwakarta 2014 20h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
134 02 KA Eko Lokal Purwakarta 2014 23h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Panjang Alt
135 03 PERUM DAMRI 2015 15h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
136 04 Jurnal HASIL PENELITIAN PERUM DAMRI 2015 24h
137 05 Jurnal HASIL PENELITIAN Kereta Api Ekonomi Lokal Purwakarta 2014 30h
138 06 Jurnal HASIL PENELITIAN PT MAYASARI BAKTI 2016 31h
139 07 PT MAYASARI BAKTI 2016 19h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
140 08 Jurnal HASIL PENELITIAN GARUDA INDONESIA 2016 31h
141 09 PT GARUDA INDONESIA 2016 19h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
142 10 Jurnal HASIL PENELITIAN KA PATAS Purwakarta 2017 30h
95
12 BUAH BENTUK PROPOSAL PENELITIAN SURVEY Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI
019 6 Contoh Proposal PENELITIAN SURVEY Dibidang Manajemen Transportasi 2014-2017
File 143 01 Proposal 21h KERETA API EKONOMI LOKAL PURWAKARTA 2014
Atau 143 01 LOYALITAS PELANGGAN JASA ANGKUTAN KERETA API EKONOMI LOKAL
PURWAKARTA
File 145 03 Proposal 17h PERUM DAMRI Dgn KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
Atau 145 03 Analisis Kepuasan Konsumen Jasa Transportasi Perum Damri Dalam Meningkatkan
Loyalitas Pelanggan
File 152 02 Proposal 26h Keunggulan Bersaing PT MAYASARI BAKTI 2016 dengan MODEL &
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
Atau 152 02 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen Dan Dampaknya Terhadap
Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Mayasari Bakti
021 2 Contoh Proposal Baru PENELITIAN SURVEY Dibidang Manajemen Transportasi 2017
File 153 01 Proposal 30h Keunggulan Bersaing LION AIR GROUP 2017
Atau 153 01 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan
Domestik LION AIR GROUP Di Bandara Soeta
File 155 01 Proposal 30h Keunggulan Bersaing LION AIR GROUP 2017 dengan MODEL &
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
Atau 155 01 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan
Domestik LION AIR GROUP Di Bandara Soeta
File 156 02 Proposal 30h Keunggulan Bersainng TRANSJAKARTA 2017 dengan MODEL &
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
Atau 156 02 Faktor Yang Mempengaruhi Keunggulan Bersaing Dan Implikasinya Terhadap Loyalitas
Konssumen Jasa Angkutan Transjakarta
96
Biasanya untuk mendapatkan sebuah TULISAN ILMIAH adalah secara kebetulan
didalam DOMAIN Google atau Bilamana sudah mengetahui judul TULISAN
ILMIAH tersebut cukup dengan menulis judul tersebut ke dalam Google dan akan
keluar TULISAN ILMIAH yang dimaksud.
KIAT CERDIK MEMBUAT TULISAN ILMIAH, dan sebagai langkah utama adalah
dengan cara Mengkoleksi sejumlah TULISAN ILMIAH yang akan berperan sebagai
MATERI PEMBANDING dengan MATERI YANG DIBUAT. Paling tidak agar
mengatahui bagaimana penyusunan MODEL & KERANGKA PEMIKIRAN
TEORITIS yang dibuat penulis lain. Selain bisa memperkuat “pondasi ilmiah” bahkan
juga memperkokoh “Kemampuan ilmiah” agar lebih mudah menyelesaikan berbagai
bentuk/beranekaragam Persoalan Ilmiah pada PENELITIAN KUANTITATIF Dibidang
MANAJEMEN TRANSPORTASI maupun PENELITIAN SURVEY Dibidang
MANAJEMEN TRANSPORTASI. Tentunya sebagai langkah berikutnya adalah
Meng-unduh (Downloads) sebanyak mungkin TULISAN ILMIAH dari penulis lain
atau Meng-unduh secara keseluruhan TULISAN ILMIAH yang dibuat dalam File PDF
(pada posisi jumlah sekarang) sebagaimana tercantum dalam Lembaran Informasi,
terkecuali TULISAN ILMIAH yang terdapat dalam kurung sebanyak 22 Files (hanya
bisa didapatkan melalui Email langsung dengan sejumlah harga tertentu yang disajikan
dalam sebuah Daftar Harga).
Ketentuan:
Gantilah Lembaran Informasi (Daftar TULISAN ILMIAH yang disisipkan dalam
wujud File PDF) menjadi (Daftar TULISAN ILMIAH yang dibuat dalam File DOCUMENTS),
sehingga didapatkan sebuah File DOCUMENTS yang berisikan Daftar dari semua tulisan
ilmiah yang disusun oleh Amrizal.
Diistilahkan dalam tanda petik “pada posisi jumlah sekarang” oleh karena posisi/jumlah
files PDF yang disajikan dalam Daftar TULISAN ILMIAH dapat berubah pada saat-saat
tertentu seiring dengan perjalanan waktu.......
97