Anda di halaman 1dari 104

BUKU AJAR, MODUL SOAL DAN PEMECAHAN DIBIDANG ILMU

EKONOMI & MANAJEMEN STMT-TRISAKTI JAKARTA


JL.IPN No.2 Cipinang Besar Selatan, Jakarta 13410
Telp: (021) 856 9372, Fax: (021) 856 9340
LPMTL CENTER OF EXCELLENCE Email: lpmtl@stmt-trisakti.ac.id, Website: www.stmt-trisakti.ac.id

BUKU AJAR

PENGANTAR EKONOMI PEMBANGUNAN

Untuk Kalangan Terbatas

Oleh

Amrizal

Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi Trisakti


Jakarta 2006
Kata Pengantar
Belajar menulis suatu buku “Bahan pelajaran perkuliahaan” merupakan suatu
proses yang tidak mudah karena memerlukan konsentrasi yang penuh, kecukupan waktu
serta penguasaan masalah dan istilah dalam bidang yang bersangkutan. Meskipun
beranjak dari berbagai kendala seperti demikian, penulis mencoba menyajikan naskah ini
semaksimal mungkin dengan memaparkan sepenuhnya penguasaan yang penulis miliki.
Suatu hal yang sangat berkesan dihati penulis bilamana penyusunan perdana buku ini
sempat terwujud dan terpakai pula diberbagai kalangan ilmiah yang seyokyanya
membutuhkan.
Naskah ini berjudul: “PENGANTAR EKONOMI PEMBANGUNAN. Sasaran
buku ini adalah mahasiswa yang tengah mengikuti perkuliahan tingkat sarjana Strata Satu
(S.1) yang akan memasuki tahap penyelesaian atau bagi mereka yang akan menggarap
suatu karya ilmiah berupa Skripsi atau bentuk tugas akhir lainnya pada Fakultas Ekonomi
serta Fakultas/Institut/SekolahTinggi yang mempunyai jurusan terkait dengan Ilmu
Ekonomi seperti: Sosial Ekonomi Pertanian, Jurusan Teknik Industri serta Sekolah
Tinggi: Ekonomi, Manajemen Transpor dan lain sebagainya. Atau paling tidak bagi
mereka yang menempuh perkuliahan, mempelajari Ekonomi Pembangunan plus Ekonomi
Makro dan Statistik Induktif. Selain itu, juga tidak tertutup kemungkinan untuk
digunakan pada berbagai kalangan yang bernuansakan Ilmiah. Buku ini akan sangat
mudah dipahami serta dianalisis bilamana mata kuliah Teori Ekonomi Makro dan
Statistik Induktif berupa Regressi sudah dikuasai terlebih dahulu.
Buku ini adalah salah satu dari “7 buah Buku Ajar serta 3 buah Modul Soal
Dan Pemecahan” yang penulis susun. Secara keseluruhannya disajikan beberapa judul
sebagai berikut:

1. Pengantar Teori Ekonomi


2. Modul Soal Dan Pemecahan Pengantar Teori Ekonomi
3. Teori Ekonomi
4. Pengantar Ekonomi Pembangunan
5. Pengantar Ekonomi Mikro
6. Pengantar Ekonomi Makro: Perhitungan Pendapatan Nasional
7. Teori Ekonomi Mikro
8. Modul Soal Dan Pemecahan Teori Ekonomi Mikro
9. Ekonomi Manajerial
10. Modul Soal Dan Pemecahan Ekonomi Manajerial

Penulis berharap agar kehadiran buku-buku yang sederhana tersebut dapat


berguna terutama sekali oleh Mahasiswa untuk mengatasi atau menutupi kelangkaan
buku paket yang sangat dirasakan oleh mahasiswa sekalian. Secara khusus, Buku Ajar ini
berjudul “Pengantar Ekonomi Pembangunan”. Pada penampilan perdana ini, harapan
penulis agar kehadiran Buku Ajar ini mendapat sambutan yang cukup hangat oleh Civitas
Akademika STMT-TRISAKTI dan dapat pula kiranya dibahas secara bersama-sama

ii
dalam lingkungan kampus ini, dengan mengikut-sertakan penulis sekaligus. Selain
daripada itu, mungkin dalam penyajian Buku ini masih dirasakan kekurangan-
kekurangan. Sehubungan dengan itu, saran berupa masukan sangat penulis harapkan.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua fihak
yang telah ikut disibukkan terwujudnya buku ajar ini, terutama kepada:

1. Bapak Husni Hasan, A.MTrU, S.Sos, MM, selaku Ketua STMT Trisakti
2. Bapak Drs .M. Fathur Rahman Rosyadhi, MM, Ph.D, selaku Puket I
STMT Trisakti
3. Ibuk Yuliantini R, A.MTrU, MM, selaku Kajur S1 Manajemen STMT
Trisakti
4. Bapak H. Andri Warman, BSc, S.Sos.,MM, selaku Kajur PSP. D.III STMT
Trisakti
5. Bapak Cecep Pahrudin, S.Sos, MM, selaku Sekjur S1 STMT Trisakti
6. Bapak Juliater Simarmata, SE.,MM, selaku Kajur PSP. D.III STMT
Trisakti
7. Ibuk Lira Agusinta, SE.,MM, selaku Kepala PSP. D.III MTU STMT Trisakti
8. Bapak Yosi Pahala, Amd.MTrL,SE, selaku Kepala PSP. D.III MTL, MLM
STMT Trisakti
9. Bapak DR. Adenan Suhelis, SE,MSi, selaku Ketua LPMT STMT Trisakti
10. Bapak Prof. Eryus Ak, MSc, Ph.D, selaku Ketua P3M STMT Trisakti
11. Semua Dosen-dosen, para Mahasiswa dan Civitas Akademika lainnya
STMT Trisakti yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam
kesempatan ini.

Penulis berharap, bahwa naskah ini mempunyai manfaat bagi para pembacanya,
disamping itu penulis juga menyadari bahwa naskah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu pula segala kritik dan saran atas kekurangan-kekurangan yang masih terdapat
dalam naskah ini sangat penulis harapkan dan penulis terima dengan tangan terbuka
untuk perbaikan selanjutnya.
Demikianlah dengan harapan agar buku ajar ini berguna bagi kita semua dalam
usaha meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan pada STMT-TRISAKTI.

Jakarta, April 2006


Penulis,

( Amrizal )

iii
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN
TRANSPOR TRISAKTI

PENGESAHAN

BUKU AJAR

PENGANTAR EKONOMI PEMBANGUNAN

Oleh

Amrizal

Jakarta, April 2006

Mengatahui,
Ketua STMT-TRISAKTI

(Husni Hasan, AMTrU, S.Sos.,MM)

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

SEPENGETAHUAN iv

DAFTAR ISI v

BAB:
I. Pengertian dan Ukuran-ukaran Underdeveloped Countries 1
1. Pengertian Underdepeloped Countries 1
2. Indikasi dan Ukuran dari Tingkat Ekonomi Negara 3
II. Pengertian Tentang Pembangunan Ekonomi 10
III. Faktor Tanah dan Pembangunan Ekonomi 16
IV. Faktor Kapital dan Pembangunan Ekonomi 20
1. Pengertian dan Peranan Kapital 20
2. Masalah Pembentukan Modal: Penawaran dan Permintaan
akan Modal 21
3. Akumulasi Modal dan Tabungan 23
4. Faktor-faktor yang Menyebabkan Rendahnya Tabungan 26
5. Jumlah Kebutuhan Modal dalam Pembangunan 29
V. Faktor Tenaga Kerja Skill dan Pembangunan 33
1. Peranan dan Perkembangan Penduduk, Khususnya
Tenaga Kerja Dalam Pembangunan 33
2. Kepadatan Serta Penyebaran Penduduk dan Tenaga Kerja 35
3. Produktivitas Tenaga Kerja dan Aspek-aspek Masyarakat 38
4. Pengangguran dan Pengerahan Tenaga Disqueses Unemployment 40
VI. Faktor Entrepreneour dan Pembangunan 44
VII. Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi 46
VIII. Cara-cara Membangun pada Sistem-sistem Perekonomian 50
IX. Arah Investasi dan Konsep-konsep Pembangunan 55
X. Perencanaan Pembangunan dan Prinsip-prisipnya 61
XI. Sumber-sumber Pembiayaan Pembangunan 66
XII. Inflasi dan Pembangunan 70
XIII. Pembangunan Ekonomi dengan Industrialisasi 80
XIV. Keuangan Negara dan Pembangunan 83
Literatur 90
Lampiran-Lampiran

v
LITERATUR

1. Sumitro Djojohadikusumo., “Ekonomi Pembangunan”, PT. Pembangunan Jakarta.

2. Winardi., “Pengantar Ekonomi Pembangunan”., CV. Transito Bandung.

3. Charles P. Kindleberger., “Economic Development”, McGraw Hill-Book Company,


Inc New York.

4. Albert O. Hirschman., “The Strategy of Economic Development”, Yale University


Press Inc, New York.

5. N.S. Buchanan and H.S. Ellis., “Approaches to Economic Development”, The


Twentieth Century Funed Inc, New York.

6. Richard T. Gill., “Economic Development: Past and Present, Prentice-Hill Inc, New
Jersey.

7. G.M. Meier and R.E. Baldwin.,” Economic Development”, John Wiley & Sons Inc,
New York.

8. Ragnar Nurse., “Problem of Capital Formation in Underdeveloped Countries”,


Oxford University Press, New York.

9. W.W. Rostow., “The Stage of Economic Growth”, Cambridge ( Terjemahan Azwar,


Tahap-Tahap Pembangunan Ekonomi ).

10. W. Arthur Lewis., “The Theory of Economic Growth”, George Allen & Unwin Ltd.,
London.

11. W. Arthur Lewis., “The Principles of Economic Planning”, George Allen & Unwin
Ltd, London.

12. W.J. Baumol and L.V. Chandler., “Economic Process and Policies”, Harper & Unwin
Ltd, London.

13. Henry H. Villard., “Economic Development”, Holt Pinehart and wiston Inc, New
York.

14. Gerald M. Meier (editor)., “Loading Issues in Economic Development”, Oxford


University Press Inc, Stanford.

vi
15. Departement Penerangan RI., REPELITA dan REALISASI PELITA: Pertama s/d
Keempat, Jakarta.

16. Sumitro Djojohadikusumo., “Indonesia Dalam Perkembangan Dunia”: Kini dan Masa
Mendatang, LP3ES, Jakarta.

17. Ace Partadiredja.,”Pengantar Ekonomika (Edisi ke-3)”, Bagian Penerbitan Fakultas


Ekonomi Universitas Gadjah Mada.

18. Boediono.,”Synopsis Pengantar Ilmu Ekonomi: Bagian Dua (Teori Makro)”, Bagian
Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada.

19. Boediono.,”Teori Pertumbuhan Ekonomi: Seri Synopsis Pengantar Ilmu Ekonomi


No.4”, BPFE-UGM.

20. Sadono Sukirno.,”Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar


Kebijaksanaan”, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

21. Gregory Grossman ( alih bahasa: Anas Sidik ).,”Sistem-Sistem Ekonomi”, Penerbit
Bumi Aksara, Jakarta.

22. Michael P. Todaro ( alih bahasa: Burhanuddin Abdullah ).,”Pembangunan Ekonomi


Di Dunia Ketiga, Jilid I, edisi ketiga, Penerbit PT.Gramedia, Jakarta.

23. Thee Kian Wie.,”Pembangunan Ekonomi Dan Pemerataan: Beberapa Pendekatan


Alternatif, LP3ES Jakarta.

24. W. Arthur Lewis (Terjemahan: G. Kartasaputra & E. Komaruddin).,”Perencanaan


Pembangunan: Dasar-Dasar Kebijakan Ekonomi”, Penerbit Aksara baru, Jakarta.

vii
Bab I

PENGERTIAN DAN UKURAN-UKURAN


UNDERDEVELOPED COUNTRIES

1. Pengertian Underdeveloped Countries

Jika ditinjau dari sudut ekonominya atau tingkat kehidupan ekonominya, maka
secara garis besarnya ( secara umum ) negara-negara di dunia ini dapat dibagi dalam dua
golongan besar, yaitu:

(a) Negara-negara yang telah maju perekonomiannya, disebut: Nagara-negara


yang maju (developed countries).

(b) Negara-negara yang belum maju atau terbelakang perekonomiannya


(underdeveloped countries) atau negara-negara yang sedang berkembang
(developing countries).

Sebenarnya perbedaan atau pembagian developed atau underdeveloped ini adalah


dalam hubungan dengan pengertian secara relatif atau komperatif, yang berarti
terkandung pengertian perbandingan antara tingkat dan keadaan perekonomian negara-
negara. Suatu atau beberapa negara terbelakang perekonomiannya jika dibandingkan
dengan negara-negara lainnya yang telah maju, seperti misalnya: Amerika Serikat,
Negara-negara di Eropah Barat.
Perbedaan kedua jenis ini sangat umum sekali, dimana diantara kedua jenis
penggolongan negara-negara ini terdapat jurang perbedaan yang besar sekali.
Sehubungan dengan ini ada juga penulis-penulis, seperti Ragnar Nurse, membedakan
tiga golongan atau tingkat ekonomi negara yaitu:

(a) Negara yang berpendapatan tinggi, High Income Countries, seperti: Amerika
Serikat, Kanada, Australia dan lain-lain, adalah negara-negara yang sangat
maju.

(b) Negara-negara yang berpendapatan menengah, Midle Income Countries,


seperti: Israel, Argentina, Cekoslowakia, Rusia, dan sebagainya, adalah
negara-negara yang relatif maju.

(c) Negara-negara yang berpendapatan rendah, Low-Income Countries seperti:


Algeria, Bolivia, Sudan, Birma, Indonesia, dan sebagainya, adalah negara
negara yang terbelakang.

Sungguhpun demikian perbedaan dua golongan besar, yaitu dalam negara-negara


yang developed dan negara-negara yang underdeveloped tersebut, merupakan
pernggolongan yang paling umum dipakai dalam pembicaraan dan pembahasan
mengenai pembangunan ekonomi negara-negara.
Jika diperhatikan negara-negara didunia ini dari segi ekonomi dan pendapatan
perkapita ( pendapatan rata-rata per jiwa, yaitu Pendapatan Nasional dibagi dengan
jumlah penduduk suatu negara ) dalam setahun, ternyata bahwa: kira-kira dua pertiga dari
penduduk dunia berpendapatan rendah, sedangkan sebagian lagi dalam jumlah yang lebih
kecil menikmati pendapatan yang jauh lebih tinggi. Dalam hubungan ini Ragnar Nurse
dalam bukunya “Problems of Capital Formation in Underdeveloped Countries”,
mengemukakan angka-angka sebagai berikut:

Distribusi Pendapatan di Dunia Tahun 1949 ( dalam US$)

Golongan Negara-negara % dari % dari Pendapatan


Pendapatan Penduduk Per kapita
Dunia ( US $ )

1. High-Income Countries 67 18 915


2. Midle-Income Countries 18 15 310
3. Low-Income Countries 15 67 54

Keterangan:

1. High_income Countries, antara lain: Amerika Serikat, Canada, negara-negara


di eropah barat, Australia dan New Zealand.

2. Midle-Income Countries, diantaranya: Argentina, Uruguay, Israel, Rusia,


Jepang, Spanyol, dan sebagainya.

3. Low-Income Countries, antara lain: Algeria, Mesir, Ethiopia, Maroko, Sudan,


Brazilia, Peru, Burma, India, Philippina, Indonesia, dan lain-lain.

Terlihat bahwa pada tahun 1949 itu kira-kira dua pertiga penduduk dunia
mempunyai pendapatan per kapita yang rendah sekali dan perkembangannya pada tahun-
tahun kemudian menunjukan bahwa negara-negara yang berpendapatan tinggi tersebut
kemudian semakin meningkat pendapatannya, sedangkan negara-negara yang
berpendapatan rendah sulit untuk menaikan pendapatan nasional maupun pendapatan
perkapitanya. Jadi sebagian besar penduduk dunia masih dalam tahap berjuang terhadap
kemelaratan.
Dari keterangan dan data-data yang ada, pada abad terakhir ini terutama sejak
selesainya Perang Dunia II, dapat disimpulkan bahwa terdapat disparitas yang besar
dalam tingkat pendapatan antara negara-negara kayadengan negara-negara miskin,
perbedaan/disparitas itu bukanya semakin mengecil, akan tetapi malahan semakin besar.
Dalam hubungan ini seringkali disebutkan bahwa terdapatnya “Ever Widening Gap”
(Jurang yang semakin melebar) antara negara-negara developed dengan negara-negara

2
underdeveloped. Artinya jika kita bandingkan pendapatan per kapita dari negara-negara
yang maju itu dengan negara-negara underdeveloped, maka terdapatnya perbedaan yang
semakin lama semakin besar. Jadi sungguhpun negara-negara yang underdeveloped
mengusahakan terus menerus sekedar peningkatan pendapatan per kapitanya, akan tetapi
tingkat kenaikan pendapatan perkapita dari negara-negara yang sudah maju relatif jauh
lebih tinggi.

Pendapatan
Per kapita

depeloped
countries

ever
widening
gap

under
developed
countries

0 t1 t2 t3 t4 t5 t6 t7 t8 t9 t10

Untuk mengejar ketinggalan dan keterbelakangan tersebut, mak negara-negara


underdeveloped perlu mengusahakan pembangunan ekonominya (economic
development). Usaha-usaha pembangunan ekonomi ini diprlajari dan dibahas dalam ilmu
yang disebut ekoomi pembangunan (economics of development), yaitu ilmu pengetahuan
yang mempelajari/membahas sesuatu obyek atau permasalahan tertentu yang
bersangkutan dengan perkembangan perekonomian dari negara-negara underdeveloped
serta membahas bagaimana usaha-usaha atau cara-cara yang dilakukan untuk memcapai
Kemajuan dalam perekonomian dan tingkat kemakmurannya.

2. Indikasi dan Ukuran dari Tingkat Ekonomi Negara

Pada dasarnya terdapat tiga cara atau pendekatan (approach) untuk menentukan
apakah suatu negara itu underdeveloped ataukah developed, yaitu:

(A). Dengan ukuran diskriptif & kwantitatif


(B). Dengan ukuran struktur perekonomian
(C). Dengan Ukuran distribusi pendapatan pemilik faktor produks

3
(A). Dengan ukuran Deskriptif & Kwantitatif

Yang jadi ukuran disini ialah tingkat hidup yang tercermin dalam konsumsi
barang-barang dan jasa-jasa dalam masyarakat yang bersangkutan. Di negara
underdeveloped tingkat hidup masyarakatnyan rendah, lebih-lebih jika dibandingkan
dengan tingkat hidup yang tinggi di negara-negara yang telah maju (developed).
Dinegara-negara underdeveloped karena pendapatan masyarakatnya adalah
rendah, maka sebahagian besarnya haruslah sekedar untuk dapat mencukupi kebutuhan
pokoknya yang minimal saja. Hal ini sering disebut: masyarakat demikian hidup pada
tingkat “Subsistace level” dimana pendapatan mereka hanya sekedar dapat memenuhi
atau menjamin syarat minimum untuk hidup saja. Dan bahkan banyak pula diantaranya,
pendapatan mereka sedemikian rendahnya sehingga tidak dapat menutupi biaya hidup
mereka yang minimal, akibat mereka jatuh dalam kehidupan Hutang.
Pada dasarnya tingkat hidup yang rendah ini adalah cerminan dari rendahnya
kemampuan berproduksi masyarakat dalam menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa.
Hal ini menyebabkan jumlah barang-barang yang tersedia dan dapat dikonsumir untuk
tiap jiwa adalah sedikit sekali. Dengan perkataan lain produksi untuk tiap jiwa (dan juga
pendapatan untuk tiap jiwa) adalah rendah. Dan hal ini dalam istilah ilmu ekonomi
disebut bahwa produksi perkapita dan pendapatan per kapita adalah rendah.

Catatan: Produksi per kapita = Jumlah Produksi Nasional/Jumlah Penduduk


= O/P

Pendapatan per kapita = Jumlah Pendapatan Nasional/Jumlah Penduduk


= Y/P

Jadi karena produksi perkapita dan pendapatan perkapita dalam masyarakat dinegara
underdeveloped itu rendah, maka tingkat hidupnya adalah rendah.

Pendapatan per kapita di beberapa negara (dalam US $ per tahun), Pada tahun 1967

Negara-negara Pendapatan Negara-negara Pendapatan


Maju Perkapita Terbelakang Perkapita

1. Amerika Serikat 3.847 1. Maroko 191


2. Kanada 2.686 2. Philipina 175
3. Denmark 2.340 3. Ceylon 148
4. Selandia Baru 2.054 4. Thailand 144
5. Inggeris 1.938 5. Indonesia 100
6. Israel 1.450 6. India 78
7. Jepang 1.109 7. Birma 67

Selain dengan mempergunakan angka-angka produksi per kapita dan pendapatan


per kapita, sebagai ukuran atau indikasi untuk menggambarkan/menerangkan tingkat
kehidupan masyarakat dalam hubungan ini seringkali dipakai ukuran tingkat
produktivitas per kapita atau productivity per man-hour.

4
Produktivitas per kapita = O/[h x N]

O = Jumlah seluruh produksi nasional (dalam setahun)


h = Jumlah jam kerja (hours)
N = Jumlah Tenaga Kerja (employment)

Jumlah produksi nasional per tahun mungkin bisa dinaikan/ditingkatkan dengan cara
misalnya:

(a) Menambah jumlah Tenaga Kerja, misal dengan tenaga kerja yang berasal dari
pertambahan penduduk

(b) Menaikan jumlah Jam kerja

Akan tetapi dengan cara demikian tingkat produktivitas per kapita bvelum tentu
naik. Hal ini dapat diterangkan sebagai berikut:

Ad.(a) Dengan menambah N (jumlah tenaga kerja), maka O dapat bertambah, tetapi N
dan O mungkin saling meniadakan satu sama lainnya dalam menghasilkan
produktivitas tersebut.

O/[hxN] produktivitas per kapita tidak naik.

Ad.(b) Dengan menambah h (jumlah jam kerja), maka O dapat bertambah , tetapi  h
dan O tersebut mungkin saling meniadakan pula (bertambah secara
proporsionil).

O/[hxN] produktivitas per kapita disini juga tidak naik.

Yang penting bagi suatu negara dalam menaikan produksi nasional itu bukanlah
dengan penambahn jam kerja atau penambahan tenag kerja semat-mata, akan tetapi
dengan menambah atau meningkatkan faktor-faktor ekonomis lainnya, seperti: peralatan
modal, tingkat tehnik berproduksi, keahlian dan ketrampilan, dan sebagainya sehingga
dapat menaikkan produksi dan produktivitas per kapita.

Kesimpulan:

Sebagai ukuran untuk menetukan tingkat kemakmuran suatu negara dan untuk
menetukan apakah suatu negara itu adalah developed ataukah underdeloped ialah dengan
meninjau/menghitung: tingkat produksi dan pendapatan perkapita atau tingkat
produktivitas per kapita.

5
Negara-negara yang rendah atau sangat rendah tingkat produksi dan pendapatan
per kapitanya atau tingkat produktivitas per kapitanya, dibandingkan dengan negara-
negara yang sudah maju perekonomiannya, disebut: negara-negara underdeveloped atau
negara-negara yang sedang berkembvang ( developing countries ).

(B) Dengan ukuran struktur Perekonomian

Akhir- akhir ini banyak pula ahli-ahli ekonomi yang menitik beratkan perhatian
pada sifat dari kegiatan-kegiatan produktif didalam sesuatu masyarakat bekerja (berusaha
,terikat),. Antar lain sebagaimana yang dikemukakan oleh ahli ekonomi Inggris Colin
Clark sebagai berikut:

1. Dinegara underdeveloped, sektor pertanian adalah sebagai tempat mata


pencaharian dan sumber pendapatan yang utama (dominan)

2. Jika negara/masyarakat semakin berkembang maka indrustri-indrustri


manufaktur (indrustri-indrustri sekunder) semakin meningkat relatif terhadap
pertanian.

3. Jika ekonomi negara menjadi semakin berkembang lagi, maka indrustri jasa
(indrustri-indrustri tertier) menunujukkan tingkat perkembangan yang terbesar.

Jadi teori ini memandang/berpendapat bahwa perkembangan struktur ekonomi


suatu negara dapat dipakai sebagai indikasi untuk menentukan apakah negara itu
developed ataukah underdeveloped. Struktur perekonomian suatu negara tercermin pada
lapangan atau sektor produksi apa yang memegang peranan utama dalam
perekonomianya atau dimana paling banyak berpusat kegiatan ekonominya atau dari
sektor ekonomi mana bagian paling besar produksi dan berpendapatan nasionalnya
berasal.

Struktur Perekonomian suatu negara dapat berupa:

1. Agraria atau pertanian, atau disebut juga indrusatri primer.


2. Indrustri manufaktur atau indrustri sekunder.
3. Indrsutri jasa atau indrustri tertier, seperti dalam perdagang, pengangkutan,
perbankan, pariwisata dan sebagainya.

Dan biasanya dalam hubungan dengan ekonomi pembangunan ini orang


memperbedakan dan memperbandingkan dua klarifikasi secara kasar dengan sektor
indrustri untuk indrustri manufaktur dan indrustri jasa sekaligus.
Jadi menurut teori ini, jika diselidiki dan diperhatikan struktur ekonomi dari
negara-negara, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Negara-negara yang struktur ekonominya berdasarkan agraria atau pertanian


pada umumnya adalah negara yang terbelakang (underdeveloped).

6
2. Negara-negara yang struktur ekonominya berlandaskan indrustri adalah
negara- negara maju (developed).

Sebagai contoh dapat disebut sebagai berikut:

1. Negara-negara indrustri, yaitu yang merupakan negara developed: Amerika Serikat,


Inggris, Perancis, Belgia, Israel, Jepang dan sebagainya.

2. Negara-negara agraris, yaitu yang merupakan negara underdeveloped : Fhilippina,


Ceylon, India, Indonesia, Birma, Thailand, dan lain-lainnya.

Sungguhpun demikian, teori yang berdasarkan developed atau underdevelopednya


suatu negara dengan meneliti struktur ekonominya yang disebutkan tadi, dapat diterima
sebagai suatu gejala atau indikasi yang umum, Negara-negara yang struktur ekonominya
indrsutri memang selalu merupakan negara developed. Akan tetapi dalam negara agraris,
ada beberapa kekecualian yaitu ada diantara beberapa negara yang struktur ekonominya
agararis tetapi dalam sudah developed, seperti: Denmark dan selandia Baru. Jadi
meskipun negara ini agraris, tetapi sudah merupakan negara-negara yang developed
dengan tingkat kemakmurannya yang diukur dari tingkat produksi dan pendapatan per
kapita adalah tinggi. Dilihat dari tingkat pendapatan per kapitanya, pada tahun 1967
negara Selandia baru menduduki ranking yang ketujuh ( $ 2.054 ), sedangkan Denmark
menduduki tempat ke 5 ( $ 2.350 ). Hal ini anatara lain disebabkan oleh faktor-faktor
yang berikut:

1. Produktivitas per kapitanya di sektor pertanian adalah tinggi, oleh karena ini
mereka telah menggunakan peralatan modal besarserta pemakaian teknik
produksi yang modern.

Investasi teknik
Produksi tinggi Y tinggi, sehingga Y/P tinggi

2. Jumlah penduduk dinegara yang bersangkutan relatif sedikit, sehingga


kepadatan pendudukan yang menekan tingkat penghidupan tidaklah mereka
alami. Jadi karena itu tingkat produksi dan pendapatan per kapitanya adalah
tinggi.

Prendah , sehingga Y/P adalah tinggi.

(C). Dengan Ukuran Distribusi Pendapatan Pemilik Faktor-Faktor Produksi

Untuk mengetahui/menentukan apakah suatu negara itu developed, sebagai


ukuran atau indikasi dapat juga diperoleh dengan meneliti proporsi (bagian) dari
pendapatan atau balas jasa faktor-faktor produksi yang membentuk pendapatan nasional.

7
Dalam hubungan ini proporsi pendapatan atau balas jasa faktor-faktor produksi disuatu
negara yang diperkirakan underdeveloped dibandingkan dengan negara yang developed.
Secara garis besarnya produksi dan pendapatan nasional dibentuk oleh faktor-
faktor produksi:

(a) Land ( tanah ) atau natural resources ( sumber-sumber alam ),


(b) Capital ( modal )
(c) Labour ( buruh )
(d) Enterpreneur ( tenaga skill )

Sebagai balas jasa dari faktor-faktor produksi tersebut adalah sebagai berikut :

No. Faktor Produksi Balas Jasa


1. Land atau natural ressources Rent (sewa)
2. Capital Interest (bunga modal)
3. Labour Wage (upah) salary (gaji )
4. Enterpreneur atau tenaga skill Profit (keuntungan)

Jika diselidiki proporsi pendapatan nasional yang terbagi pada berbagai faktor
produksi dari negara-negara akan dapat ditarik kesimpulan bahwa pada umumnya di
negara-negara underdeveloped:

(a) Faktor-faktor produksi yang jumlahnya banyak dan merupakan bagian yang besar
dalam mernbentuk produksi dan pendapatan nasional adalah faktor alam dan labour,
terutama yang unskilled (buruh kasar dan yang tidak ahli). Karena itu bagian balas
jasa dari faktorfaktor ini (secara total) memegang peranan yang besar dalam bagian
pendapatan nasional.

(b) Faktor-faktor modal dan tenaga skill masih sedikit dan serba terbatas, dengan
demikian bagian balas jasa dari pada faktor-faktor ini hanyalah merupakan bagian
kecil pula dalam pendapatan nasional negara yang bersangkutan.

Sehubungan dengan kenyataan dan hal-hal tersebut tadi, dapat pula dikemukan
rumus atau formula untuk menetukan/membedakan apakah suatu negara itu developed
ataukah underdeveloped, yaitu:

Ru + Weu Rd + Wed
(I)
Yu Yd

8
R = Rent, balas jasa atas faktor tanah atau sumber-sumber alam

We = Wages of unskilled labour, balas jasa atas faktor produksi tenaga kerja
yang tidak ahli atau buruh kasar dan petani.

u = underdeveloped

d = developed

Artinya:

Bagian pendapatan nasional yang terdiri dari atau berasal dari balas jasa tanah,
dan upah pekerja-pekerja yang tidak ahli, petani dan buruh kasar secara persentase dari
pendapatan nasional adalah lebih besar di negara underdeveloped dibandingkan dengan
di negara developed.

Wsu + Pu + iu Wsd + Pd + id
( II )
Yu Yd

P = Profit, balas jasa atas tenaga skill atau enterpreneur.

Ws = Wages of skilled labour, balas jasa dari tenaga kerja yang ahli.

i = Interest, balas jasa atas kapital atau modal.

Artinya:

Bagian atau persentase pendapatan nasional yang berasal dari upah buruh yang
terdidik atau ahli serta profit yang diterima enterpreneur ditambah dengan interest (bunga
modal) dari inventasi yang ditanam, adalah lebih kecil dinegara underdeveloped
dibandingkan dengan di negara developed.

9
Bab II

PENGERTIAN TENTANG PEMBANGUNAN EKONOMI

Telah dikemukakan sebelumnya bahwa Ekonomi Pembangunan (Economics of


Development) merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari dan membahas obyek
atau permasalahan yang bersangkutan dengan perkembangan perekonomian negara-
negara yang underdeveloped serta usaha-usaha atau cara-cara yang dilakukan untuk
merobah perekonomiannya dari keadaan underdeveloped tersebut kepada keadaan
developed. Jadi dalam hubungan ini terkandung pengertian pembangunan ekonomi
(economic development).
Sebenarnya mengenai pengertian dari “pembangunan ekonomi” itu telah banyak
dikemukakan definisi-definisi oleh penulis atau ahli ekonomi, yang diantaranya dapat
kita kemukakan sebagai berikut:

a. Buchanan dan Ellis: Pembangunan ekonomi terjadi bilamana terdapat


kenaikan produksi dan pendapatan per kapita atau kenaikan produksi dan
pendapatan nasional per jiwa rata-rata.

b. Meier dan Baldwin: Pembangunan ekonomi diartikan sebagai proses dalam


mana pendapatan nasional dalam arti riel (baik total maupun per kapita) dalam
perekonomian negara yang bersangkutan meningkat dalam jangka waktu yang
panjang (lama).

c. Harrold F. Williamson: Pembangunan ekonomi adalah suatu proses dimana


suatu negara dapat mempergunakan sumber-sumber produksinya sedemikian
rupa sehingga dapat meningkatkan terus menerus produksi per kapita dari
masyarakat yang bersangkutan.

d. W. Brand: Pembangunan ekonomi adalah suatu proses daripada kenaikan


produksi dan pendapatan, baik secara total maupun per kapita, tanpa melihat
pada distribusi dan pada peningkatan produksi atau pendapatan yang
dihasilkan.

e. P. Deane: Pembangunan ekoomi suatu negara berlangsung bilamana terjadi


kenaikan yang terus menerus dalam pendapatan nasional secara total maupun
pendapatan per kapita dari negara yang bersangkutan.

Sungguhpun telah disebutkan pengertian atau definisi pembangunan ekonomi itu


agak berbeda oleh ahli-ahli ekonomi, tetapi pada prinsipnya tersimpul dasar pengertian
yang sama. Untuk lebih mendetail (terperincinya) pengertian tersebut, berikut akan
dibahas pengertian pembangunan ekonomi (economic development) itu sebagaimana
dikemukakan oleh:

10
1. Buchanan dan Ellis, An Approach to Economic Development.
2. Meier dan Baldwin, Economic Development.

Ad.(1). Pengertian Menurut Buchanan dan Ellis

Menurut mereka (ahli-ahli ekonomi ini) economic development itu adalah


increasing of per capita income, kenaikan dalam pendapatan nasional per kapita,
pendapatan rata-rata per jiwa. Dalam hubungan ini dinyatakannya bahwa kenaikan
pendapatan per kapita adalah dalam arti riil (in real term), dalam bentuk barang-barang
dan jasa-jasa yang dapat dinikmati masyarakat yang dinilai dengan uang. Pendapatan per
kapita ini harus menunjukan angka yang terus menerus menaik/meningkat, dan jika hal
ini terjadi berarti berlangsungnya pembangunan ekonomi tersebut.
Selanjutnya dinyatakan pula bahwa sebetulnya kenaikan pendapatan per kapita
dalam arti riel ini adalah merupakan indikasi atau petunjuk dari adanya faktor-faktor atau
aspek-aspek lain yang berdiri dibelakangnya. Faktor-faktor lain itu ialah berupa
kemajuan yang terjadi terus menerus dari bermacam-macam bidang dan kemakmuran
serta kwalitas penghidupan (quality of life) dari masyarakat pada umumnya.
Kemakmuran dan perbaikan kwalitas penghidupan disini dapat dilihat antara lain
dari faktor-faktor yang berikut:

(a) Adanya life expectancy (pengharapan akan hidup) yang lebih besar: Pengharapan
akan hidup perseorangan (individu) yang rata-rata lebih panjang adalah sebagai
tujuan yang diinginkan, dengan perkataan lain: usia yang lebih panjang dianggap
lebih baik daripada usia yang lebih pendek. Contoh: di Amerika Serikat

“Tahun 1900-1902 dari bayi yang dilahirkan rata-rata hidup hingga 48,2 tahun.
Tahun 1945 angka ii naik menjadi 64,4 tahu. Tahun 1949 angka ini lebih meningkat
lagi menjadi 65,9 tahun”.

Usia rata-rata yang panjang itu adalah sebagai hasil atau akibat daripada bermacam-
macam hal, antara lain seperti: makanan yang baik, perbaikan kesehatan, kekurangan
penyakit, kebersihan, tersedianya perawatan dokter, dan sebagainya. Jadi dapat
dikatakan bahwa pengharapan akan hidup yang lebih baik (lama) adalah sebagai
petunjuk daripada kemakmuran serta tingkat penghidupan yang lebih tinggi/lebih
baik.

(b) Mortality (tingkat kematian) yang menurun serta kesehatan yang lebih baik: Data-
data menunjukan kepada kita bahwa kalau tingkat kematian masih tinggi, maka
kemakmuran masyarakat pada umumnya adalah rendah. Dan kalau tingkat kematian
itu menurun, maka biasanya/seringkali terdapat pada negara atau masyarakat yang
telah maju atau makmur. Jadi di daerah-daerah terbelakang, kesehatan umum
penduduknya jika diukur dengan angka kematian yang diakibatkan oleh penyakit-
penyakit adalah buruk bila dibandingkan dengan daerah-daerah yang maju.

11
Laporan PBB: Tentang kematian oleh penyakit, Costa Rika, Puerto Rico, Columbia,
angka kematian karena difteri adalah 6-9 kali lebih besar daripada di Inggeris, untuk
malaria 10-20 kali lebih besar.

Pada umumnya penurunan tingkat kematian ini seringkali adalah sebagai akibat
daripada perbaikan-perbaikan dalam bidang kesehatan umum, pembasmian penyakit
menular, dan sebagainya.

(c) Makanan, Pakaian dan Pemondokan yang lebih baik: Kita mengetahui bahwa
kebutuhan pokok manusia adalah berupa bahan makanan, pakaian dan pemondokan.
Kesanggupan masyarakat untuk memberikan/memenuhi keperluan-keperluan ini
kepada penduduknya adalah ukuran dari atau sebagai dari kerjanya/prestasi kerjanya
di berbagai-bagai lapangan. Jadi perbaikan dalam pemenuhan kebutuhan pokok ini
mencerminkan perbaikan dalam produktivitas masyarakat, sehingga berarti pula
tercapainya tingkat kemakmuran masyarakat (pada umumnya) yang lebih tinggi.

Ad.(2). Pengertian Menurut Meier dan Baldwin

Menurut Meier dan Baldwin: Pembangunan ekonomi itu adalah suatu proses
dimana pendapatan nasional dalam arti riil dalam perekonomian negara bersangkutan
meningkat dalam jangka waktu yang panjang (lama). “Economic development is a
process where by an economy’s real national income increases over a long period of
time”.
Dan jika tingkat pembangunan lebih besar daripada tingkat perkembangan
penduduk, maka pendapatan riil per kapita akan meningkat. Dalam pengertian
pembangunan ekonomi disini terdapat tiga unsur (aspek) yang penting, yaitu:

(a). Proses (process)


(b). Pendapatan nasional dalam arti riil (real national income).
(c). jangka lama (long period of time)

ad.(a). Proses (process)

Berarti disini dalam jangka waktu yang lama itu terjadi perubahan kekuatan-
kekuatan atau variabel-variabel tertentu. Dan jika kita teliti proses ini lebih mendalam
(detail), maka akan kita jumpai bahwa banyak faktor-faktor lainnya yang turut berubah,
mengikuti kenaikan dalam pendapatan nasional itu. Kita dapat mengklasifikasikan
perubahan-perubahan ini kedalam:

(a.1) Perubahan-perubahan tertentu dalam persediaan-persediaan faktor produksi


(factor supplies). Ini meliputi: penemuan sumber-sumber bahan mentah
yang baru, pembentukan modal, pertumbuhan penduduk, penemuan teknik
produksi yang baru, perbaikan dalam skill dan keterampilan, dan
sebagainya.

12
(a.2) Perubahan tertentu dalam struktur permintaan terhadap barang-barang yang
dihasilkan. Ini meliputi: besar dan komposisi umur penduduk, tingkat dan
pembagaian pendapatan dalam masyarakat, selera(tastes) masyarakat,
pengaturan organisasi dan lembaga-lembaga masyarakat lainnya dan
sebagainya.

Perubahan-perubahan atau perkembangan-perkembangan ini semuanya perlu


diselidiki lebih lanjut serta diteliti pula bagaimana hubungannya timbal alik satu sama
lainnya. Dengan mengetahui perubahan-perubahan tersebut serta hubungannya timbal
balik, akan dapat diketahui/dimengerti kenapa terjadinya perubahan dalam produksi dan
pendapatan nasional, serta usaha-usaha apa yang diperlukan untuk lebih memperbaiki
atau meningkatkannya.

Ad.(b). Pendapatan Nasional dalam arti Riil (Real National Income)

Produksi atau pendapatan nasional dalamarti riil adalah jumlah produksi atau
jumlah barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan masyarakat yang dihitung dalam satu
tahun. Jumlah produksi dalam arti riil disini bararti bahwa produksi atau pendapatan
nasional itu bukanlah dalam arti moneter atau atas dasar harga berlaku, tetapi telah
diperhitungkan atau dikoreksi (dengan menilai kembali) dengan perubahan harga atau
indeks harga (price index) yang didasari pada suatu tahun dasar (base year) tertentu,
yaitu pada harga normal atau sebelum terjadinya inflasi dan ini dipakai sebagai patokan.
Selanjutnya dinyatakan bahwa dalam menentukan pembangunan ekonomi suatu
negara tidak hanya ditentukan oleh kenaikan pendapatan nasional dalam arti riil saja,
tetapi juga dengan memperhitungkannya dengan faktor pertumbuhan penduduk. Jika
kenaikan riil national income itu diimbangi atau relatif sama dengan pertambahan
penduduk, maka itu belumlah barati terjadi pembangunan ekonomi atau kenaikan tingkat
hidup masyarakat. Juga seandainya real national income yang relatif kecil daripada
pertambahan penduduk, bukan pula berarti terjadinya pembangunan ekonomi, malahan
disini berarti terjadi kemunduran ekonomi.
Jadi pembangunan ekonomi itu baru dapat terjadi bilamana kenaikan real national
income itu relatif lebih besar daripada pertambahan penduduk. Hubungan antara
pendapatan nasional (dalam arti riil) dengan jumlah penduduk ini, adalah bersangkutan
dengan pengertian real per capita income, yaitu pendapatan rata-rata per jiwa dalam arti
riil. Jadi pembangunan ekonomi itu hanya mungkin terjadi bilaman dalam perekonomian
negara terjadi peningkatan dalam real per capita income tersebut.

Ad.(c). Jangka Waktu Yang lama (long period of time)

Faktor lainnya lagi yang harus diketahui untuk menentukan apakah ada atau
tidaknya pembangunan ekonomi suatu negara ialah faktor jangka panjang (long period of
time), yaitu bahwa kenaikan real national income atau real per capita income tersebut
harus berlangsung lama, tidak hanya terjadi dalam jangka pendek saja.
Suatu kenaikan yang terjadi dalam jangka pendek kemudian terjadi lagi
penurunan atau kemunduran dalam real national income serta kegiatan ekonomi pada
umumnya, ini bukanlah menunjukan suatu pembangunan ekonomi. Keadaan ini misalnya

13
dapat terjadi pada suatu gelombang konjungtur (business cycle) daripada tingkat real
national income dan kegiatan ekonomi pada umumnya. Dan karena jangka pendek itu
menurut Meier dan Baldwin, dalam suatu gelombang konjungtur yang besar dapat
berlangsung selama 6-13 tahun, maka menurut mereka yang perlu diteliti/dilihat ialah
tendensi atau trend keseluruhan daripada beberapa gelombang konjungtur tersebut. Dan
untuk ini kita perlu mengambil jangka waktu puluhan tahun, sekurang-kurangnya 25
tahun. Jadi jika tendensi atau trendnya memperlihatkan kecenderungan yang menaik
dalam masa minimal 25 tahun itu, barulah berarti tercapainya/terjadinya pembangunan
ekonomi.

Gambar I
Real
Income business cycless
Per
capita
Trend

10 20 5
0 Time

Gambar II
Real
Income business cycless
Per
capita

Trend

10 20 5

0 Time

14
Gambar III
Real Trend
Income business cycless
Per
Capital

10 20 5
0 Time

Dari gambar-gambar diatas terlihat adanya gelombang-gelombang konjungtur


(business cycles) dalam real per capita income dan kegiatan ekonomi pada umumnya,
yang terjadi selama bertahun-tahun.

Pada gambar I: Jika kita ambil trendnya, maka teryata mendatar saja, ini bukanlah
menunjukan suatu pembangunan ekonomi.

Pada gambar II: Trendnya mula-mula memang naik, tetapi kemudian turun kembali,
yang kesemuanya ini kita lihat misalnya dalam tempo 25-30 tahun. Keadaan ini juga
bukanlah menunjukan pembangunan ekonomi.

Pada gambar III: Jika gelombang naik turunnya real per capita income dan kegiatan
ekoomi pada umumnya menunjukan trend yang menaik terus dalam jangka waktu
minimal 25 tahun, seperti pada gambar II ini barulah perekonomian negara bersangkutan
telah mengalami (mencapai) pembangunan ekonomi.

Kesimpulan:

Perekonomian suatu negara akan mengalami/mencapai economic development,


bilamana terjadi suatu kenaikan real per capita income yang terus menerus atau bilamana
terdapat trend yang menaik dari pada gelombang-gelombang konjungtur dari real per
capita income atau kegiatan ekonomi pada umumnya selama jangka waktu yang cukup
lama.

15
Bab III

FAKTOR TANAH DAN PEMBANGUNAN EKONOMI

Tanah (land) atau sumber-sumber alam (natural resaourpes) melalui sumber-


sumber yang tersedia pada alam, yang merupakan “pemberian alam”, Sumber-sumber ini
masih bersifat potensiil menunggu tangan manusia, peralatan dan teknologi untuk dapat
menggunakannya, menggarapnya ataupun mengolahnya, sehingga sumber-sumber dapat
menjadi efektif untuk dapat dipergunakan dan dikumsumir manusia.
Sumber-sumber alam yang tersedia (potensial) cukup penting artinya dan
peranannya bagi pembangunan, lebih-lebih bagi negara-negara yang masih terbelakang
ekonominya. Selamanya adalah lebih baik bagi sesuatu negara memiliki lebih banyak
sumber-sumber alam dari pada kurang memilikinya. Negara-negara yang memiliki
sumber-sumber alam, seperti: minyak bumi, biji besi, timah, batu bara, dan sebagainya
adalah mempunyai harapan yang lebih baik untuk pembangunan ekonominya
dibandingkan jika negara yang bersangkutan tidak memiliki/menghasilkannya. Dan
proses pembangunan itu akan dipercepat dengan adanya kombinasi antara sumber alam
tersebut dengan faktor-faktor lainnya, seperti: modal, tenaga manusia beserta ketrampilan
dan kemampuan teknologinya.
Sumber-sumber alam ini pada dasarnya dapat diklarifisikasikan kedalam 4 macam,
golongan:

1. Ruangan atu lapangan tanah (land space)


2. Bahan-bahan mentah (raw materials)
3. Sumber-sumber tenaga (saources of power)
4. Keadaan cuaca dan iklim (atmospheric conditions).

Ad.(1). Ruang atau lapangan tanah (land space)

Dalam hal ruang atau lapangan tanah ini menyangkut masalah luas dan kwalitas
atau mutunya. Yang dimaksud dengan tanah disini meliputi baik tanah daratan maupun
sungai-sungai, danau-danau, laut dan gunung-gunung yang terletak diatas tanag tersebut.
Ruang tanah ini dipergunakan untuk berbagai-bagai keperluan, dianataranya:

- Untuk ditanami berbagai macam tanaman, seperti tanaman bahan makanan,


bahan-bahan mentah untuk indrustri /ekspor dan sebagainya.

- Untuk lokasi bagi bangunan indrustri, puat-pusat perdagangan, kantor-kantor


pemerintah, perumahan, dan sebagainya.

- Untuk digunakan sebagai jalan bagi transpor darat, sungai, laut dan sebagainya.

Topografi tanah mempunyai pengaruh tertentu dalam pemakaiannya tanah yang


bergunung-gunung adalah kurang tepat untuk tempat bangunan indrustri dan terdapat

16
kesulitan-kesulitan dalam membuat jaringan jalannya didaerah yang bersangkutan.
Begitu pula tanah yang berpaya-paya adalah tidak baik untuk dijadikan daerah pertanian
maupun untuk tempat tinggal manusia.
Disampimping hal-hal yang tersebut diatas, tanah yang luas tidaklah selalu besar
artinya bagi potensi ekonomi dan kemakmuran masyarakat. Tanah yang luas yang terdiri
dari gurun pasir semata-mata atau yang kesuburannya tidak baik, maka kegunaannya
sangat terbatas sekali.
Dalam hubungan ini, tanah akan besar faedahnya atau dapat tinggi kegunaannya
bilamana tanah yang tersedia tersebut cukup luas dengan topografi yang baik serta
mempunyai kesuburan yang cukup baik sehingga dapat dimanfaatkan atau ditanami
dengan tanaman-tanaman yang diperlukan bagi kehidupan manusia.

ad.(2). Bahan-bahan Mentah (raw materials)

Yang dimaksud dengan bahan-bahan mentah disini ialah sumber-sumber alam


yang tersedia dan terpendam pada tanah/alam, yang meliputi: hasil-hasil hutan, bahan–
bahan mineral, binatang-binatang konsunptif seperti ikan, ternak unggas dan sebagainya,
atau secara ringkas disebut: bahan-bahan yang merupakan “pemberian alam".
Daerah tanah yang kecil yang mengandung banyak sumber-sumber alam yang
berupa bahan-bahan mentah tersebut adalah lebih baik dari pada daerah yang lebih luas
tetapi kering (miskin) akan sumber-sumber semacam itu. Suatu negara dengan hutan
yang akan sumber-sumber mineralnya seperti: batu bara, minyak bumi, biji besi,
tembaga dan sebagainya adalah mempunyai posisi ekonomis yang lebih baik dari pada
negara yang kekurangan akan bahan-bahan ini. Begitu pula negara yang mempunyai
sungai-sungai, danau-danau, dan pantai laut adalah lebih baik dan ini penting artinya
bukan hanya sebagai sarana dan alat untuk tranportasi dan pembangunan sumber tenaga,
tetapi juga sebagai sumber-sumber bagi bahan makanan dan barang mineral tertentu.

ad.(3). Sumber-sumber tenaga ( sources of power )

Tanah dalam arti luas juga dimanfaatkan untuk dapat memberikan kepada kita
sumber-sumber tenaga, yaitu dengan bantuan ilmu pengetahuan dan perkembangan
teknologi. Dianatara perkembangan teknologi yang terdahulu ialah perkembangan tenaga
panas dan tenaga air untuk berbagai kerpeluan, yang mana ini semuanya didasarkan pada
pemakaian sumber-sumber alam.
Dengan “Revolusi Indrustri“ ditemukan tenaga uap, dan ini selanjutnya diikuti
oleh penemuan tenaga listrik, yang sudah barang tentu diperkembangkan dari tenaga
panas dan tenaga air yang telah dikemukan sebelumnya. Bahkan tenaga atom yang
modern memerlukan bahan mentah uranium yang berasal dari tanah sebagai bahan utama
yang diperlukan untuk menghasilkan dan memperkembangkannya.

ad.(4). Keadaan cuaca ( atmospheric condition )

Keadaan cuaca, seperti curah hujan, temperatur, dan dan iklim pada umumnya
dapat mempunyai pengaruh tertentu pada produkdivitas dan proses pembangunan
ekonomi.

17
Misalnya:

- Daerah-daerah yang berlebihan ataupun yang sangat kurang sekali curah


hujannya adalah tidak cocok untuk beberapa tujuan produktif umpamanya
dalam mengusahakan hasil-hasil pertanian tertentu.

- Temperatur udara yang berlebihan tingginya dapat melelahkan/melemahkan


tenaga manusia dan menimbulkan kecendrungan kurangnya kemauan untuk
bekerja (tangan) keras.

Sungguhpun keadaan cuaca ini berpengaruh terhadap produktivitas dan proses


pembangunan, tetapi keadaan cuaca yang kurang baik tidak selalu mempunyai efek yang
merugikan. Sebab ada pula negara-negara yang kurang menguntungkan dari segi keadaan
cuaca ini (seperti Canada, Australia, Selandia Baru dan sebainya), tetapi manusianya
dapat menyesuaikan diri atau mengatasi kekurangan tersebut dengan ilmu pengetahuan
dan teknologinya.
Arti dan peranan alam dalam proses produksi dan pembangunan sangat tergantung
kepada usaha manusia, peralatan modal dan kemampuan teknologi yang dapat dipakai.
Kekaayaan yang sesungguhnya, jika tidak doketahui cara-cara, mempergunakannya dan
tidak diusahakan pemanfaatannya bagi keperluan manusia.
Kedudukan faktor alam ini sangat tergantung sekali kepada perkembangan
teknologi serta usaha-usaha dan tindakan-tindakan negara yang bersangkutan. Kemajuan
teknologi sendiri dapat pula menyebabkan susuatu bahan yang semula berfaedah sekali
dan tinggi nilainya, kemudian akan berkurang ataupun hilang faedahnya dengan adanya
perkembangan teknologi baru. Sebagai contoh adalah penemuan bahan-bahan sintetis
sebagai hasil dari kemajuan teknologi, seperti: karet sintetis (dari batu bara serta bahan-
bahan lainnya), serta penemuan tenaga atom (dari bahan uranium serta lain-lainnya), dan
sebagainya. Semuanya ini menyebabkan adanya persaingan bahan-bahan tersebut
terhadap pemakaian karet alam, minyak bumi, dan sebagainya. Dengan demikian, maka
kekayaan alam itu harus dipergunakan dan dimanfaatkan dalam waktu yang setepat-
tepatnya, yaitu selagi faktor alam tersebut masih mengandung arti dan mempunyai
kedudukan yang baik bagi kehidupan masyarakat.
Dinegara-negara yang sedang berkembang, faktor tanah ini memegang peranan
yang besar bagi kehidupan masyarakatnya. Sebagian besar penduduknya hidup dari
sektor pertanian serta sektor-sektor lainnya yang langsung bertalian dengan pertanian.
Dan pada umumnya dinegara-negara ini produktivitas disektor agraria tersebut adalah
rendah, demikian pula akibatnya tingkat penghidupan masyarakatnya adalah rendah. Hal
ini disebabkan oleh karena: teknik produksi yang masih terbelakang, peralatan modal
yang terlalu sederhana, tekanan hidup oleh pertambahan penduduk disektor agraria,
kehidupan dalam ikatan hutang serta sistem ijon, dan sebagainya. Sehubungan dengan
hal-hal yang tersebut ini, maka sektor agraria itu perlu mendapat perhatian khusus dari
pemerintah dengan berbagai usaha perbaikan dan peningkatannya. Hal ini selain tertuju
untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat dimana sebagian besar penduduknya hidup
disana, juga karena dengan demikian kelebihan penduduk disektor agraria itu akan dapat
dimanfaatkan kearah industrialisasi dan supaya tenaga beli dalam masyarakat dapat lebih
ditingkatkan untuk perkembangan perekonomian selanjutnya.

18
Untuk memperbaiki dan meningkatkan produksi serta produktivitas disektor
pertanian, dapat dilakukan dengan dua usaha, yaitu: (1). ekstensifikasi dan (2).
Intensifikasi. Usaha ekstensifikasi ialah dengan memperluas areal tanah pertanian
sedemikian rupa sehingga jumlah produksinya lebih meningkat dari pada semula.
sedangkan usaha intensifikasi ialah dimana peningkatan produksi diusahakan dengan
jalan menambah permodalan dengan pemupukan, pemakaian bibit unggul, perbaikan
pengairan, pemberantasan hama, dan menempuh cara-cara kerja yang lebih maju.
Disamping itu ada pula penulis-penulis yang mengemukan bahwa cara untuk
memperbesar produksi pertanian khususnya produksi pangan pada bidang yang sama
ialah dengan metode biologis, dan metode mekanis. Yang sama ialah dengan metode
biologis disini ialah meningkatkan produksi pertanian tersebut dengan pemupukan,
pemakaian varietas unggul (bibit yang lebih baik), pembasmian hama, dan sebagainya.
Sedangkan yang dimaksud dengan metode mekanis ialah usaha meningkatkan produksi
pertanian dengan menggunakan traktor, dan mesin-mesin pertanian lainnya, dengan
perkataan lain melalui mekanisasi dilapangan pertanian.
Dinegara kita peningkatan produksi pertanian lebih banyak dengan cara
intensifikasi lelalui program “panen usaha“ dengan Bimas (Bimbingan Massal) dan
Inmas (Intisifikasi Massal), dan lain-lainnya. Sedangkan usaha-usaha ekstensifikasi
masih terbatas, terutama dalam bentuk pertanian tanah kering, pertanian pasang surut,
pertanian daerah transmigrasi, dan perluasan-perluasan lainnya, yang pada umumnya
masih serba terbatas. Sungguhpun demikian usaha-usaha pemerintah dalam
pembangunan pertanian ini relatif sangat besar sekali. Hingga sekarang usaha-usaha
pembangunan dinegara kita masih dititik beratkan (diprioritaskan) pada sektor pertanian,
sedangkan pembangunan atau peningkatan pada sektor-sektor lainnya adalah dalam
rangka penunjangan/pemanfaatan terhadap sektor pertanian tersebut.

19
Bab IV

FAKTOR KAPITAL DAN PEMBANGUNAN EKONOMI

1. Pengertian dan Peranan Kapital

Yang dimaksud dengan Kapital atau Modal sebagai faktor produksi dalam
pembangunan, bukanlah kapital dalam bentuk yang (money capital) tetapi real capital
atau capital goods (barang-barang modal). Yaitu barang-barang yang dihasilkan bukan
untuk memenuhi konsumsi atau kebutuhan langsung, melainkan untuk membantu
manusia didalam proses produksi. Sungguhpun demikian barang modal ini juga dinilai
atau diukur dengan uang (in terms of money) sehingga pada umumnya modal tersebut
dinyatakan pula dalam jumlah nilai uang.
Dalam teori ekonomi, jika ditinjau dari sudut bentuknya dan sifatnya dalam
proses produksi, maka capital goods ini dapat dibagi dalam:

(a) Circulating Capital (modal kerja atau modal berputar), yaitu barang modal
dalam bentuk persediaan bahan mentah, bahan baku dan setengah jadi, bahan
bakar, dan lain-lain yang dipergunakan atau dapat dipakai hanya satu kali atau
dalam jangka waktu yang pendek saja dalam proses produksi.

(b) Fixed Capital atau Capital Equipment (modal tetap), adalah barang modal
yang berupa pabrik, instalasi, mesin, traktor, dan sebagainya yang dapat
dipakai berulang kali atau dalam jangka waktu yang lama didalam proses
produksi.

Dalam ekonomi pembangunan lebih banyak penggolongan modal ini ditinjau dari
segi produktivitas pendapatan sebagai hasil dari jenis-jenis kapital tersebut ataupun dari
segi pengaruhnya langsung dan tidak dalam meningkatkan produksi. Dalam hubungan ini
barang-barang modal dapat diklasifikasikan dalam:

a. Economic Directly Productive Capital, yaitu barang modal yang secara


langsung dapat menghasilkan produksi, seperti: bangunan pabrik, lapangan
pertanian, mesin-mesin, peralatan dan bahan-bahan perindustrian dan lain-
lain.

b. Economic Overhead Capital, adalah barang-barang modal yang jadi dasar


atau landasan bagi perekonomian atau kegiatan ekonomi, yang hanya secara
tidak langsung dapat menghasilkan atau meningkatkan produksi. Misalnya:
faktor transpor (seperti jalan, alat perhubungan lainnya), stasion tenaga listrik,
saluran irigasi, dan sebagainya.

c. Social Overhead Capital, adalah barang-barang modal yang jadi dasar atau
sarana penting bagi keperluan-keperluan masyarakat yang secara tidak

20
langsung kemudian bermanfaat dalam usaha menghasilkan/meningkatkan
produksi. Misalnya: perumahan, sekolah, rumah ibadah dan lain-lain.

Jadi barang modal ini adalah semua barang-barang yang secara langsung atau
tidak langsung akan memberikan kemungkinan untuk memperbesar produksi dan
produktivitas didalam masyarakat. Overhead Capital ini, baik economic maupun social,
sekarang lazim pula disebut prasarana atau infrastruktur, sungguhpun pengertiannya
sehari-hari lebih banyak tertuju pada segi ekonominya.
Selanjutnya perlu ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan capital disini
hanyalah modal dalam bentuk barang atau materi yang diproduksi dan tidak termasuk
investasi (penanaman modal) yang berupa pemberian pendidikan, training, jasa-jasa
kesehatan dan yang sejenis dengan itu. Bagian ini sering kali disebut dengan istilah yang
lengkap “hubungan capital” atau “human investment”.
Keadaan dan jumlah faktor modal sangat besar pengaruhnya terhadap produksi
dan pendapatan nasional, karena dengan pertambahan barang modal ini akan dapat
ditingkatkan/diperbesar jumlah produksi dan pendapatan nasional, yang mana ini
selanjutnya akan memungkinkan pula terciptanya pertambahan modal yang diperlukan
untuk peningkatan produksi selanjutnya. Penambahan modal atau penambahan terhadap
stock (persediaan) barang modal biasanya disebut investasi (investment). Untuk
menjalankan investasi ini diperlukan adanya pembentukan atau akumulasi modal (capital
accumulation) sebelumnya, yang mana ini diciptakan dengan menyisihkan atau
menyimpan sebagian daripada income dalam masyarakat yang kemudian ditujukan
kepada investasi. Jadi dengan penghematan atau menekan pengeluaran atas barang-
barang konsumsi dalam masyarakat nantinya akan dapat diciptakan akumulasi modal
yang akan disalurkan pada investasi atau penambahan capital stock didalam masyarakat.

2. Masalah Pembentukan Modal: Penawaran Modal dan Permintaan akan Modal

Untuk memperbesar kemampuan berproduksi dan produktivitas dalam


masyarakat perlu diciptakan modal atau peralatan modal dalam bentuk pabrik-pabrik,
mesin-mesin, alat pertanian, alat pengangkutan, dan sebagainya. Agar supaya usaha ini
dapat dicapai, maka dalam masyarakat perlu dilakukan pengurangan/penekanan terhadap
konsumsi. Ini berarti bahwa untuk menghasilkan barang-barang modal tersebut haruslah
sebagian sumber-sumber produksi dikerahkan kearah memproduksi barang-barang modal
sebagai ganti dari memproduksi barang-barang konsumsi, dengan perkataan lain:
konsumsi waktu kini perlu dikorbankan untuk menciptakan atau menghasilkan barang-
barang modal serta kapasitas produksi yang lebih besar dengan tujuan agar dapat
dihasilkan barang-barang konsumsi yang besar dimasa depan (dikemudian hari).
Dalam hal pembentukan modal yang akan digunakan dalam proses peningkatan
produksi dan pembangunan, pada umumnya di negara-negara underdeveloped sangat
terasa kekurangan akan modal serta peralatan modal ini. Masalah pembentukan modal
dinegara-negara terkebelakang ini adalah kompleks sifatnya dan memerlukan perhatian
serta pemikiran yang lebih serius untuk dapat dicari jalan keluarnya. Adapun masalah
pembentukan modal ini pada dasarnya dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu:

21
(a). Penawaran modal
(b). permintaan akan modal.

ad.(a). Penawaran modal (supply of capital)

Hal ini bersangkutan dengan kekuatan atau kemampuan masyarakat untuk


memabung (saving), yang kemudian digunakan untuk investasi dan pembentukan modal.
Dari sudut penawaran modal ini terdapat masalah sebagai berikut:

Kemampuan menabung adalah kecil oleh karena rendahnya pendapatan riil dalam
masyarakat. Pendapatan yang rendah ini adalah akibat dari rendahnya tingkat
produktivitas dalam masyarakat. Produktivitas yang rendah ini terutama adalah
kekurangan modal atau peralatan modal. Dan kekurangan modal ini disebabkan oleh
karena kemampuan menabung adalah kecil. Jadi ini kesemuanya seolah-olah merupakan
lingkaran sebab akibat yang tak berujung pangkal (disebut vicicious sycle).

Supply of capital

Saving <
disebabkan oleh
Capital < Pendapatan riil <

Produktivitas <

ad.(b). Permintaan akan Modal demard for capital

Disini bertalian dengan daya tarik bagi pengusaha untuk melakukan


investasi atau menambah/menggunakan peralatan modal dalam proses produksi.
Dari sudut permintaan akan modal dapat pula masalah lingkaran yang tak berujung
pangkal tersebut yang dapat dilukiskan sebagai berikut:

Hasrat para pengusaha dalam hal permintaan akan modal untuk diinventasikan
dalam sektor-sektor produksi adalah rendah atau kecil, oleh karena tenaga beli
(effective demand) dalam masyarakat adalah rendah. Ini berarti pula pasaran bagi
hasil-hasil produksi adalah kecil atau sangat terbatas. Tenaga beli yang rendah ini
adalah oleh karena pendapatan riil masyarakat masih rendah. Hal ini disebabkan
oleh karena rendahnya produktivitas dalam masyarakat. Produktivitas yang rendah
ini adalah sebagai akibat dari kekurangan pemakaian peralatan modal atau
kurangnya daya tarik untuk melakukan investasi dalam masyarakat.

22
Demand for Capital

Hasrat untuk inventasi <

oleh karena

Produktivitas effective demand <

Size of the market <

Y real <

Dalam masalah pembentukan modal dan kekurangan modal dan kekurangan


modal ini, untuk pembanguan ekonomi perlu menerobos lingkaran yang tak berujung
pangkal itu. Dalam hubungan ini perlu diselidiki faktor–faktor yang memegang peranan
penting yang bersangkutan dangan penawaran modal dan permintaan akan modal dalam
kehidupan ekonomi dan kemaysarakatan.

3. Akumulasi Modal dan Tabungan

Untuk membiayai serta meningkatan kegiatan-kegiatan ekonomi dan


pembangunan pada umumnya, perlu dilakukan akumulasi modal dengan melalui
tabungan (saving) dalam masyarakat. Sebagai sumber untuk terjadinya saving tersebut
dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan jenisnya.

(A). Dilihat dari segi cara menjalankanya, saving dapat dibagi dalam:

A.1. Voluntary saving (tabungan sukarela)


A.2. Forced saving atau compulsory saving (tabung wajib atau paksaan)

ad. A.1. Voluntary saving

merupakan tabungan atas simpanan yang dilakukan secara sukarela tanpa


adanya tekanan atau paksaan dari pihak lainnya, jadi atas kerelaan hati
dari para penabung sendiri.

Misalnya

a. Uang dapat disimpan sendiri oleh perseorangan yang nantinya


dapat digunakan dikemudian hari sebagai cadangan bagi jaminan
hidup atau untuk berjaga bagi keperluan mendadak ataupun untuk
dan dimanfaatkan guna memperoleh penghasilan.

23
b. Uang disimpan di bank, baik oleh perseoramgan maupun oleh
perusahaan, yang nantinya dapat dipergunakan sewaktu lebih
dibutuhkan atau untuk mendapatkan bunganya dari simpanan bank
tersebut (seperti: Deposito berjangka, Tabanas, Taska dan
sebagainya).

Pada umumnya dinegara underdeveloped, akumulasi modal melalui voluntary


saving adalah sukar untuk diharapkan dalam jumlah yang memuaskan atau cukup
besarnya, karena tingkat pendpatan masyarakat pada umumnya adalah rendah sehingga
tidak berlebih untuk ditabung. Dan tambahan lagi karena nilai uang cenderung menurun
akibat seringkali terjadinya inflasi lebih-lebih dalam proses pembangunannya, sehingga
nilai simpanan (uang) yang dilakukan turun pula.

ad.A.2. Forced saving atau Compulsory saving

Yaitu saving yang dilakukan dengan cara paksa atau suatu kewajiban, dengan
jalan pemaksaan atau “tekanan” oleh pihak lainnya, baik yang dilakukan secara langsung
atau secara tidak langsung

Misalnya:

- Pemerintah menetapkan peraturan simpanan wajib atas pendapatan atau


gaji yang diterima tiap-tiap bulan (seperti: Taspen = tabungan asuransi
pegawai negeri).

- Pemerintah menegaskan psjsk pendapatan, pajak perseroan, pajak


penjualan dan sebagainya merupakan penerimaan pemerintah yang
kemudian dapat meningkatkan tabungan pemerintah.

- Pemerintrah membangun dengan cara inflasi yaitu misalnya dengan


mencetak uang baru, sehingga tingkat konsumsi dalam masyarakat
menjadi tertekan.
(Rumus: S = Y – O, maka dengan tertekannya konsumsi, akibatnya
saving menjadi lebih tinggi, karena Y – O = S ).

(B). Dari segi pihak yang menjalankan, maka saving dapat bagi dalam tiga macam, yaitu:

B.1. Personal saving atau individual saving.


B.2. Business saving atau corporate saving.
B.3. Public saving atau government saving.

ad.B.1. Personal saving (tabungan perseorangan)

Yang dijalankan oleh orang persorangan dalam masyarakat, seperti tabungan yang
disimpan sendiri dirumah yang dimasukan oleh perseorangan, kedalam bank,

24
yang disimpan dalam bentuk pembelian atas barang-barang tak bergerak dan
sebagainya.

Oleh karena sebagian besar penduduk dinegara-negara underdeveloped adalah


berpendapatan rendah, maka personal saving yang terjadi tidak seberapa atau hanya kecil
saja. Sungguhpun ada golongan penduduk yang berpendapatan tinggi, tetapi jumlahnya
relatif tidak begitu banyak, sehingga personal savingnya juga tidak begitu besar
jumlahnya. Dan memang personal saving ini secara keseluruhannya tidak begitu dapat
diharapkan atau tidak begitu besar peranannya sebagai sumber pembentukan modal bagi
pembangunan dinegara-negara underveloped.

ad.B.2. Business saving (tabungan perusahaan)

Ialah berupa “undistributed profit” yaitu bagian dari keuntungan perusahaan yang
tidak dibagikan kepada pemegang-pemegang saham, pegawai-pegawai ataupun
peserta-peserta lainnya dalam perusahaan, tetapi ditanamkan kembali dalam
perusahaan, ataupun cadangan-cadangan lainnya.

Dinegara-negara underveloped business saving ini dapat dikatakan secara relatif


cukup besarnya, tetapi “keburukannya” ialah dalam hal cara penggunaannya. Tabungan
perusahaan ini kebanyakannya ditujukan pada sektor perdagangan yang dapat
mendatangkan keuntungan dan sidikit sekali pada sektor indrustri manufaktur serta
usaha-usaha yang langsung produktif. Dan tambahan pula karena perusahaan-perusahaan
ini kebanyakan adalah dalam ukuran kecil (small scale), maka distribusinya pun terbesar
dalam jumlah kesatuan-kesatuan yang kecil, sehingga tidak begitu banyak artinya. Jika
struktur dalam cara-cara kebiasan dalam pemanfaatan saving perusahaan ini tidak
dirubah, maka business saving inipun tidak begitu dapat diharapkan sebagai sumber
capital formation yang tertuju untuk pembangunan.

ad.B.3. Public saving (saving dari sektor pemerintahan)

Public saving ialah tabungan yang dijalankan oleh pemerintah atau yang terjadi
pada sektor pemerintah, yaitu kelebihan pendapatan negara (dalam bentuk
berbagai pajak) setelah dikurangi pengeluaran-pengeluaran rutin pemerintah.

Kelebihan atau surplus inilah yang dapat dipergunakan sebagai pengeluaran untuk
investasi atau peningkatan jumlah pemakaian modal yang diperlukan bagi usaha-usaha
pembangunan negara. Maka untuk peningkatan usaha-usaha pembangunan negara
tabungan inilah yang perlu ditingkatkan tiap-tiap tahun sesuai dengan program
pembangunan. Akumulasi modal dengan melalui saving sektor pemerintah ini relatif
lebih mudah cara menciptakan atau memobilisasikannya, dan lebih besar
kemungkinannya serta lebih dapat diharapkan sebagai sumber untuk pembiayaan
pembangunan dinegara-negara undedeveloped.
Didalam Repelita maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
kita disebutkan bahwa tabungan pemerintah adalah kelebihan penerimaan pemerintah di
dalam negeri (rutin) atau kelebihan penerimaan dalam negeri diatas pengeluaran rutin

25
pemerintah. Penerimaan rutin pemerintah atau penerimaan dalam negeri ini meliputi
pajak langsung (seperti: pajak pendapatan, pajak perseroan, pajak kekayaan dan
sebagainya), pajak tidak langsung ( seperti: pajak penjualan, bea masuk, cukai, pajak
devisa ekspor dan lain-lain) dan penerimaan non tax yang berupa bagian dari laba
perusahan-perusahan pemerintah dan sebagainya sedangkan pengeluaran rutin
pemerintah, bank-bank pemerintah dan sebagainya. Sedangkan pengeluaran rutin
pemerintah meliputi pengeluaran untuk gaji pegawai-pegawai, belanja rutin untuk barang
dan administratif, dan lain-lainnya.

Contoh: Tabungan Pemerintah Indonesia


1969/1970 – 1973/1974
( dalam milyar rupiah )

Tahun Penerimaan dalam negeri Pengeluaran rutin Tabunga Pemerintah


1969 / 1970 243,8 216,5 27,3
1970 / 1971 344,6 288,2 56,4
1971 / 1972 428,5 349,0 79,5
1972 / 1973 590,6 438,1 152,5
1973 / 1974 a/ 671,0 518,3 152,7

a/ Angka-angka APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)

Sungguh pemerintah kita dapat meningkatkan public saving tiap-tiap tahun, tetapi
karena untuk pembangunan dalam rangka Repelita dibutuhkan pembiayaan yang jauh
lebih besar, sehingga diperlukan pula dana bantuan luar negeri tersebut berturut-turut
(dalam milyaran rupiah) sebesar 91,0 (1969/1970);120,5 (1970/1971) 135,5 (1971/1972);
157,8 (1972/1973); 191,4 (1973/1974).

4. Faktor-faktor yang menyebabkan Rendahnya Tabungan.

Sebetulnya sangat banyak sekali faktor-faktor yang menyebabkan kenapa tingkat


saving dinegara-negara underdeveloped adalah rendah dan sukar untuk ditingkatkan.
Sungguhpun demikian pada garis besarnya dapat disebutkan empat faktor yang penting
dalam hubungan ini yaitu sebagaimana yang dikemukan berikut ini:

(a). Visious circle dalam hal penawaran modal dan permintaan akan modal.

Yaitu terdapatnya lingkaran yang tak berujung pangkal: (1) dari segi penawaran
modal, yang bersangkutan dengan saving, real income, produktivitas serta peralatan
modal, dan (2 ) dari segi permintaan akan modal, yang bertalian dengan hasrat investasi,
effective demand, real income dan produktivitas.
Dalam hubungan ini terdapat kesulitan didalam pembentukan dan akumulasi
modal, baik sebagai akibat maupun sebagai penyebab dari adanya tingkat saving yang
tersebut. Oleh karena itu perlu diselidiki faktor-faktor yang memegang peranan penting
dalam masalah pembentukan modal yang bersangkutan dengan lingkaran sebab akibat

26
tersebut diatas serta dicarikan jalan keluarnya. Dalam hubungan ini berbagai teori atau
konsep telah dikemukan untuk mengatasi menembus lingkaran yang tak berujung
pangkal itu, yaitu dengan menjalankan pembangunan berdasarkan konsep balanced
development (pembangunan yang seimbang) atau dengan konsep prioritas dalam
pembangunan ataupun dengan bantuan modal asing berupa pinjaman luar negeri,
penaman modal asing, dan sebagainya.

(b). Faktor “Demonstration Effect” dalam berkonsimsi dilingkungan Masyarakat.

Dikebanyakan negara-negara underdeveloped ditemui adanya “demonstration


effect”, yaitu hasrat serta tingkah laku dalam masyarakat untuk meniru-niru cara atau
sikap hidup dari pada orang-orang atau golongan yang berpendapatan tinggi ( orang-
orang kaya). Dan tingkah laku ini banyak terdapat dikalangan “orang-orang berada”
dinegara-negara terbelakang dengan meniru-niru pula cara hidup dan tingkat konsumtif
dari pada orang-orang atau golongan kaya diluar negeri (negara-negara maju), yang
sebetulnya masih terlalu lux menurut ukuran pendapatan mereka yang relatif masih
belum begitu tinggi. Ini berarti bahwa pengeluaran-pengeluaran yang demikian itu
hanyalah tertuju pada barang-barang atau hal-hal yang bersifat konsumtif dan mewah-
mewah semata-mata, dan sangat kurang sekali yang tertuju kepada barang-barang atau
objek-objek yang bersifat produktif.

Sebetulnya timbulnya demontration effect ini dapat diterangkan atau terjadi dalam
dua bentuknya, yaitu: (b.1) Veblen effect, dan (b.2) Bandwagon effect.

Ad.(b.1) Veblen effect, adalah terdapatnya cara berkonsumsi yang berlebih-lebihan


untuk menunjukan kedudukan sosial yang tinggi dari seseorang, yang disebut
pula “conspicuous consumption” (konsumsi yang menyolok mata, yang menarik
perhatian orang). Orang yang kejangkitan atau bermental conspicuous
consumption ini dalam membeli dan memakai barang-barang bukanlah terutama
karena nilai atau kegunaan barang tersebut baginya, tetapi karena harga barang
itu tinggi serta mewah sifatnya. Misalnya membeli mobil mewah, membeli
kapal pesiar yang mewah, membangun villa, dan sebagainya.

Ad.(b.2) Bandwagon effect ialah terdapatnya cara konsumsi yang bersifat tiruan, agar
supaya seseorang yang melakukannya itu kelihatan bagi orang-orang lainnya,
seolah-olah dapat mengikuti kehidupan orang yang “berada” atau supaya jangan
dipandang ketinggalan dari orang-orang lain dilingkungannya. Hal ini terutama
berhubungan dengan masalah mode, yaitu keinginan orang untuk selalu
mengikuti mode terbaru (mutakhir), sungguhpun hal tersebut sering kali pula
tidak sesuai atau kurang cocok baginya. Misalnya: meniru serta memakai sepatu
“beatle”, pemakaian rider, long dress, model model rambut, dan sebagainya.

Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, alat komunikasi serta


hubungan antar negara, maka proses demonstration effect ini semakin nyata dan semakin
terasa sekali. Dan peniruan serta pengaruh cara kumsumsi yang demontratif ini dapat

27
berlangsung melalui macam-macam media, seperti melalui film, majalah, radio/TV, dan
lain-lainnya

(c). Cara Menabung dan Kebiasaan Menabung yang Tidak Produktif.

Dinegara-negara underdeveloped pada umumnya, kebiasaan dan tingkah laku


menabung (saving habit dan saving behaviour) adalah tidak/kurang sesuai dengan tujuan
dan maksud pembangunan, yaitu cara-caranya kebanyakan masih bersifat sederhana dan
tidak produktif.

Misalnya :

- Uang sering kali disimpan saja dirumah, sebagai tabungan biasa yang
“ditimbun” saja atau yang “tidak bergerak”, yang idle (nganggur, tak
terpakai). Hal ini ditinjau dari sudut perseorangan mungkin ada baiknya
atau lebih safe (aman) sungguhpun tidak menghasilkan apa-apa. Dan
tambahan lagi ditinjau dari sudut masyarakat secara keseluruhan hal itu
sudah “merugikan”, karena tabungan ini tidak doigunakan secara
produktif dalam arti tidak disalurkan pada usaha-usaha yang bersifat
meningkatkan produksi dan pendapatan dalam masyarakat.

- Uang simpanan tersebut mungkin pula ditanam dalam bentuk barang-


barang tak bergerak, seperti: membeli tanah, rumah dan lain-lain, maupun
dibelikan pada barang-barang perhiasan seperti: emas, perak dan
sebagainya.

Hal inipun ditinjau dari sudut masyarakat adalah tidak produktif atau kurang
berfaedah, karena uang disimpan tersebut tidak digunakan untuk usaha-usaha yang dapat
meningkatkan produksi dan pendapatan dalam masyarakat. Ini hanya berupa pergeseran
hak atas barang atau pemindahan hak miliknya saja dari satu tangan ke tangan lainnya
dan sama sekali tidak untuk maksud menaikkan produksi dan pendapatan secara
keseluruhan.
Jika saving tersebut disalurkan atau digunakan pada usaha-usaha yang produktif,
untuk menambah peralatan modal, ikut serta dalam perusahaan, ataupun disimpan pada
bank atau lembaga-lembaga keuangan lainnya yang kemudian menyalurkannya lagi pada
usaha-usaha yang produktif, maka tentulah tabungan ini akan bermanfaat sekali serta
sesuai dengan tujuan dan usaha pembangunan. Kearah kebiasaan dan sikap menabung
yang demikianlah masyarakat perlu dibina dan ditanamkan kesadarannya.

(d) Kurangnya Lembaga Keuangan

Lembaga keuangan (financial institutional) seperti: bank, perusahaan asuransi,


koperasi kredit, pasar modal, dan sebagainya dinegara-negara underdeveloped adalah
relatif kurang, baik dari segi kwalitas maupun segi kwantitasnya.

28
Jadi masalah disini ialah dalam hubungan dengan relatif masih kurangnya
lembaga-lembaga yang dapat menerima dan mengatur tabungan yang produktif.
Sungguhpun dibeberapa tempat mungkin cukup terdapat lembaga-lembaga keuangan ini,
tetapi yang jadi masalahnya lagi ialah kurang berhasilnya lembaga-lembaga keuangan
yang bersangkutan dalam menjalankan fungsinya karena kurangnya pengalaman atau
kurang dalam menjalankan fungsinya karena kurangnya pengalaman atau keahlian,
kekurangan permodalan sendiri, dan sebagainya. Dan tambahan lagi ialah dengan adanya
kebiasaan-kebiasaan ini tidak produktif sifatnya sebagaimana yang dikemukan diatas
adalah sulit untuk dirobah dan diperbaiki. Lebih-lebih lagi karena seringnya terjadi inflasi
dinegara-negara underdeveloped yang sedang berkembang itu, akan menambah
keengganan masyarakat dalam menabung, sehingga mempersulit pula usaha lembaga-
lembaga keuangan dalam menghimpun dan memobilisir tabungan.

5. Jumlah Kebutuhan Modal dalam Pembangunan

Untuk dapat meningkatkan produksi nasional dan kapasitas produksi dalam


perekonomian perlu dijalankan investasi berupa barang-barang modal yang dilakukan
lewat pembentukan modal dalam masyarakat. Dalam hubungan ini timbul pertanyaan,
berapa besarnya penambahan modal atau investasi yang diperlukan sehingga dapat
meningkatkan produksi dan pendapatan nasional yang menyebabkan adanya
peningkatkan pembangunan (disebut = rate of growth, laju pembangunan ). Untuk ini
sering kali dipakai konsep COR (capital output ratio) atau disebut juga investment
income ratio, yaitu suatu perbandingan yang menunjukkan berapa jumlah pertambahan
satuan modal yang diperlukan supaya output atau produksi dan pendapatan nasional
bertambah dengan kesatuan:

 Cap I
( COR =  =  )
O Y

Jadi jika untuk menaikkan produksi dan pendapatan nasional sebesar 1 % diperlukan
tambahan modal sebesar 3 %, maka COR nya adalah sebesar 3/1 = 3.

Menurut perkiraan ahli-ahli ekonomi PBB, COR dinegara-negara agraria dan


terbelakang pada umumnya adalah kira-kira sebesar 4, sedangkan dinegara-negara yang
telah maju adalah sekitar 3. Selanjutnya dapat dikemukan bahwa tingkat saving (yang
diperkirakan sama dengan tingkat investasi ) dinegara-negara underdeveloped ditaksir
hanya kira-kira 5 – 6 % sedang dinegara-negara developed sebesar 15 %.
Dinegara underdeveloped dengan COR nya sebesar 4 berarti bahwa untuk
mencapai kenaikkan pendapatan sebesar 1 % dari pendapatan nasional semula diperlukan
pertambahan modal sebesar 4 x 1 %. Disamping itu perlu diperhatikan bahwa pada
umumnya jumlah penduduk dinegara terbelakang ini bertambah kira-kira 2 % setiap
tahunnya, ini berarti bahwa untuk mempertahankan tingkat hidup saja dalam masyarakat,
maka pendapatan nasional harus ditingkatkan sebesar 2 % pula. Oleh karena COR = 4,

29
maka pertambahan modal (investasi) yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat
hidup saja adalah sebesar 4 x 2 % = 8 %. Jadi dengan pertambahan modal yang kira-kira
sebesar 5 – 6 % itu dinegara terbelakang adalah tidak cukup untuk sekedar mengatasi
masalah pertambahan penduduk yang memerlukan penambahan modal 8 % agar dapat
mempertahankan tingkat hidup saja, apalagi untuk menaikkan taraf hidup masyarakat.
Dengan demikian untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat tentulah perlu dilakukan
segala daya usaha agar pertambahan modal dapat lebih ditingkatkan.
Selanjutnya dapat diterangkan dan diuraikan lebih lanjut mengenai hubungan
antara investasi atau saving, COR income dan faktor penduduk. Pertama-tama jika
diperhitungkan faktor pertambahan penduduk maka:

 Cap
( COR = 
O

I
k = 
Y

catatan:

Karena: Y = C + S dari segi penggunaan Income


C + I dari segi pembentukan Income

maka: S = I

S
dengan demikian: k = 
Y

S
Jadi:  Y = 
k

dengan k (atau COR) sebesar 4, maka untuk menaikkan Y sebesar 1 % diperlukan


saving (untuk penambahan modal) sebesar :

4 x 1% = 4%

30
S
Sebab: k =  S = k x Y ,Y = 4 x 1 % = 4 %
Y

Kemudian jika dihubungkan dengan pertambahan penduduk, maka dengan


pertambahan penduduk sebesar 2 %, untuk mempertahankan tingkat hidup saja perlu
hasilkan income dalam masyarakat sebesar 2 % pula, Jadi untuk ini diperlukan saving
untuk penambahan modal sebesar 4 x 2 % = 8 %.

Maka dalam hubungan ini untuk dapat menaikkan tingkat hidup dalam
masyarakat sebesar 1 %, perlu dicapai kenaikkan pendapatan nasional sebesar 3 %, yaitu
1 % lebih besar dari pada (diatas) pertambahan penduduk yang besarnya 2 % itu. Dengan
demikian untuk ini haruslah dilakukan akumulasi modal (saving) dalam masyarakat
sebesar:

4 x 3 % = 12 %

S S
atau 1 =  2  = 3 S = 12 %
4 4

artinya  Y sebesar 1 % diatas  penduduk, Rumus umum, yang dikenal sebagai


rumus Harrod-Domar adalah sebagai berikut:

S
Y =   L
k

dimana:

Y = Tingkat perubahan national income (dibandingkan dengan pendapatan


nasional sebelumnya) setelah diperhitungkan faktor pertambahan
penduduk. Atau sering kali pula dipersamakan saja dengan pengertian
pertambahan income per kapita (dalam % ).

S = Tingkat saving atau tingkat pertambahan modal (dalam persentase).

k = COR

 L = Tingkat perubahan labour force (tenaga kerja), yang sering kali


dipersamakan saja dengan tingkat perubahan atau pertambahan
penduduk (dinyatakan dalam % dari jumlah penduduk tahun
sebelumnya).

31
Dengan memakaikan rumus tersebut diatas, kita dapat melihat secara garis
besarnya (secara kasar) bagaimana perkembangan tingkat hidup di negara developed
dibandingkan dengan negara underdeveloped.

Negara developed:

S = 15 % k =3  L = 1,5 %

S 15
 Y =    L =   1,5 = 3,5 %
k 3

Negara underdeveloped:

S = 6 % k = 4 L = 2 %

S 6
 Y =    L =   2 =  1,5 %
k 4

Kesimpulan:

Dinegara developed timgkat saving (yang tersalur ke-investasi) adalah cukup


besarnya, yaitu sebesar kira-kira 15 % dan ini selalu dapat menaikkan pendapatan
nasional dan tingkat hidup masyarakat secara terus menerus.
Sebaliknya di negara underdeveloped dengan tingkat saving sekitar 6 % itu
adalah masih jauh dari mencukupi untuk dapat menaikkan tingkat income dan tingkat
hidup dalam masyarakat. Bahkan dengan angka-angka dan perhitungan tersebut diatas
ternyata bahwa tingkat hidup masyarakat menurun, jika tingkat saving masih tetap
sebesar 6 % tersebut.
Maka dinegara underdeveloped, sebagai jalan keluar dari permasalahan ini
pertama-tama tentulah dengan mengusahakan sedapat-dapatnya kenaikkan tingkat saving
sebagai pembentukan modal untuk tujuan investasi. Dan juga perlu diusahakan
penurunan COR dengan berbagai usaha, seperti: dengan peningkatan efiseinsi dalam
produksi, perbaikan keahlian dan keterampilan, pemakaian teknologi yang lebih baik,
perbaikan prasarana, dan sebagainya. Sehingga dengan demikian jumlah pendapatan
nasional dan tingkat hidup masyarakat dapat ditingkatkan terus menerus.

32
Bab V

FAKTOR TENAGA KERJA DAN PEMBANGUNAN

1. Peranan dan Perkembangan Penduduk, Khususnya Tenaga Kerja Dalam


Pembangunan

Peranan Tenaga manusia dalam proses produksi dan pembangunan ditentukan


oleh jumlah dan mutu tenaga kerja yang tersedia untuk pelaksanaan berbagai usaha
dilapangan-lapangan yang bersangkutan. Dinegara-negara underdeveloped pada
umumnya, termasuk dinegara kita, jumlah tenaga kerja dapat dikatakan cukup banyak,
sedangkan dari segi mutu berupa kecakapan dan ketrampilannya pada umunya masih
rendah serta terbatas.
Oleh karena tenaga ini merupakan bagian atau berasal dari penduduk yaitu
menyediakan tenaganya untuk proses produksi dan pembangunan, maka perkembangan
tenaga kerja adalah bertalian dengan perkembangan penduduk yang bersangkutan.
Aspek-aspek jumlah penduduk dan tenaga kerja yang mempengaruhi proses
produksi dan usaha untuk memperbesar pendapatan nasional, yang terutama diantaranya
ialah: (a) Jumlah penduduk dan kecepatan pertumbuhan penduduk, dan (b) komposisi
umur penduduk. Jumlah dan kecepatan perkembangan penduduk bersangkutan dengan
kelahiran, kematian dan migrasi (permindahan penduduk). Oleh karena unsur migrasi
antara negara, baik berupa immigrasi maupun berupa emigrasi, adalah relatif sangat
kecil, maka sebagai unsur demografis yang utama yang mengakibatkan perkembangan
penduduk ialah tingkat kelahiran dan tingkat kematian. Selisih antara kedua unsur inilah
yang menunjukan bagaimana perkembangan penduduk suatu negara, apakah terjadi
pertambahan atau pengurangan penduduk.
Yang dimaksud dengan tingkat kelahiran ialah jumlah kelahiran tiap 1.000 orang
penduduk terdapat, jadi bila suatu negara yang berpenduduk 75 juta orang terdapat 3 juta
kelahiran dalam setahun, maka dari tiap 1.000 orang penduduk terdapat
(3.000.000/75.000.000) x 1.000 = 40 kelahiran, maka yang dikatakan tingkat kelahiran
dinegara yang bersangkutan adalah 40. Begitu pula dengan cara yang sama, jika dinegara
yang bersangkutan terdapat angka kematian sebesar 1.350.000 orang pada tahun tersebut
maka berarti terdapat: (1.350.000/75.000.000) x 1.000 = 18 kematian, sehingga tingkat
kematian adalah 18. Dengan demikian tingkat pertambahan jumlah penduduk (dengan
mengabaikan jumlah migrasi antar negara) adalah sebesar: 40 – 118 = 22, yaitu 22
orang per 1.000 penduduk, atau sebesar 2,2 % pertahun.
Jika perhatikan jumlah penduduk Indonesia menurut hasil menurut hasil sensus
1971 adalah kira-kira 119,2 juta jiwa dengan kecepatan pertambahan penduduk sekitar
2,3 % pertahun. Dengan angka pertumbuhan/perkembangan penduduk yang cukup tinggi
itu, maka jumlah penduduk negara kita meningkat terus setiap tahun dalam jumlah yang
besar. Dengan demikian sebagian dari hasil-hasil pembangunan yang dicapai, antara lain,
berupa kenaikan jumlah produksi bruto nasional setiap tahun sekitar 6 % (pada Pelita I)
akan di ditelan oleh kenaikkan jumlah penduduk tersebut. Oleh karena itu jika
peningkatan jumlah penduduk ini tidak dikendalikan, maka tidak akan dapat tercapai
sasaran tingkat kemakmuran yang direncanakan. Dalam hubungan ini, Dalam rangka
pelaksanaan Pelita, antara lain dilakukan program dan usaha pembatasan kenaikkan

33
jumlah dan tingkat perkembangan penduduk, seperti dengan program keluarga berencana
beserta segala usaha-usaha yang bersangkutan dengan itu.
Selanjutnya dengan tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat dari
tingginya tingkat kelahiran, maka komposisi umur dari penduduk negara-negara sedang
berkembang khususnya dinegara kita, menunjukan terlalu besarnya jumlah penduduk
yang berusia muda, baik didaerah kota maupun dipedesaan. Dengan demikian “tingkat
krtergantungan” (burden of dependency ratio) yanitu perbandingan orang-orang yang
belum sanggup bekerja dengan orang-orang yang dalam batas umur turut serta dalam
proses produksi adalah tinggi. Dalam hubungan ini seringkali yang jadi patokan ialah
orang-orang yang berumur 0 – 4 tahun ditambah dengan yang berumur 65 tahun keatas,
adalah merupakan golongan umur yang tidak produktif, sedangkan yang berumur 15 – 64
tahun adalah golongan umur yang produktif dan mampu bekerja.
Jika di negara-negara yang telah maju, golongan umur yang tidak produktif itu
umumnya tidak sampai sebanyak 30 %, sebagai contoh (kira-kira): Swedia 22 %,
Inggeris 23 %, Nedherland 30 % dan Jepang 28 %. Maka berbeda halnya dengan
dinegara-negara yang sedang berkembang, angka tersebut berada disekitar 40 %,
misalnya (angka kira-kira): Thailand 42 %, Kamboja 45 %, Indonesia 46,6 % dan
Philipina 46 %.

Persentase Penduduk Indonesia Menurut


Golongan Umur, Kota-Pedesaan Tahun 1971

Umur Daerah kota Daerah Pedesaan Indonesia

0 - 14 42,0 44,6 44,1


15 – 64 55,8 52,9 53,4
65 keatas 2,2 2,5 2,5

Jumalah 100,0 100,0 100,0

Disamping keadaan tersebut diatas, dalam hubungan ini dapat dikemukakan


bahwa diantara golongan umur yang produktif itu sendiripun banyak pula yang tidak
bekerja, baik karena masih dalam pendidikan/sekolah, mapun karena menganggur masih
belum mendapat kerja. Oleh karena itu tingkat ketergantungan itu menjadi jauh lebih
besar lagi daripada hanya angka golongan umur yang tidak produktif saja, bahkan di
Indonesia mencapai angka + 84 %. Dengan demikian struktur/komposisi umur dan
keadaan kependudukan di Indonesia khususnya, dan di negara-negara terbelakang pada
umumnya, oleh karena angka tingkat ketergantungan yang tinggi itu mengakibatkan
bahwa setiap orang yang bekerja dalam jumlah yang relatif jauh lebih besar. Hal ini tentu
tidaklah menguntungkan kalau ditinjau dari segi kemampuan menabung dan kebutuhan
akan akumulasi modal yang diperlukan untuk investasi dalam era pembangunan.
Khususnya ditinjau mengenai perkembangan dinegara Indonesia, dengan
memperhatikan perkembangan penduduk dan tenaga kerja pada tahun-tahun lalu,
diperkirakan pada peningkatan angkatan kerja sekitar 2,5 % atau rata-rata sebesar hampir

34
1,2 juta orang tiap-tiap tahun. Ini berarti bahwa untuk mengatasi masalah sosial ekonomi
dikalangan penduduk perlu diciptakan pula penambahan kesempatan kerja 2,5 % atau +
1,2 juta setiap tahun, sekedar untuk dapat mengimbangi pertumbuhan penduduk dan
angkatan kerja sehingga tidak menimbulkan peningkatan pengangguran didalam
masyarakat. Dalam buku Repelita II disebutkan bahwa pada akhir Pelita II diperkirakan
angkatan kerja akan mencapai jumlah 48,4 juta. Dengan usaha-usaha ekonomi dan
pembangunan yang dilakukan pemerintah dan masyarakat, maka diperkirakan jumlah
kesempatan kerja yang dapat diciptakan/terdapat pada saat yang sama akan mencapai
sekitar 47,5 juta; jadi masih ada angkatan kerja yang belum dapat disalurkan atau belum
mendapat lapangan kerja. Program pemerintah kita dalam meningkatkan kesempatan
kerja, guna menampung peningkatan penduduk dan angkatan kerja selalu diusahakan dan
bahkan lebih ditingkatkan lagi dalam Repelita II dengan memasukan perluasan
kesempatan kerja sebagai salah satu dari lima sasaran utamanya.

2. Kepadatan serta Penyebaran Penduduk dan Tenaga Kerja

Seperti kita ketahui masalah penduduk adalah merupakan masalah ekonomi dan
pembangunan yang cukup penting, antara lain karena hal tersebut erat hubungannya
dengan masalah tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi dalam proses produksi
dan pembangunan. Di dalam masalah penduduk ini diantaranya ialah bersangkutan
dengan masalah tekanan kepadatan atau kelebihan penduduk dan masalah kejarangan
atau kekurangan penduduk. Dan sebetulnya ini adalah masalah dan pengertian yang
relatif, yaitu bila dibandingkan dengan faktor-faktor produksi lainnya khususnya tanah.
Jadi ada man-land ratio suatu negara/daerah yang tinggi sehingga terdapat masalah
tekanan kepadatan atau kelebihan penduduk dan sebaliknya ada pula man-land ratio suatu
negara/daerah yang rendah sehingga terdapat masalah kejarangan atau kekurangan
penduduk. Negara-negara terbelakang yang mengalami tekanan kepadatan penduduk,
antara lain RRC, India dan Indonesia (khususnya di pulau Jawa). Dan yang mengalami
kejarangan atau kekurangan penduduk ialah negara-negara tertentu di Afrika, dan di
Amerika Latin. Sungguhpun demikian pada masing-masing negara itu terdapat
persoalannya yang tersendiri dan agak berbeda-beda pula satu sama lainnya.
Pada negara-negara underdeveloped yang sedang berkembang itu umumnya
tengah dilakukan usaha-usaha pembangunan, diantaranya dengan menjalankan
Industrialisasi, sebagai jalan keluarnya dari masalah dan kesulitan ekonominya yang
dihadapi dalam struktur ekonomi mereka yang bersifat berat sebelah agraris serta
penghasil bahan-bahan pertanian tradisionil yang sebagiannya diekspor. Dalam usaha
industrialisasi atau menuju kepada struktur ekonomi yang lebih seimbang sehingga tidak
lagi agraris semata-mata, maka diperlukan adanya tenaga kerja yang mempunyai
kecakapan dan keterampilan dalam bidang industri tersebut. Oleh karena kenyataan
bahwa perekonomian negara terbelakang itu pada umumnya bersifat agraris, maka
dengan demikian penduduk atau tenaga kerjanya sebagian besar terpusat dilapangan
agraria. Sehubungan dengan itu dalam rangka usaha pembangunan khususnya bagi
keperluan industrialisasi, tenaga kerja yang diperlukan harus didatangkan atau berasal
dari lapangan agraria.
Mengenai masalah pemindahan tenaga kerja dari lapangan agraria ke lapangan
non-agraria khususnya industri, pendekatan dan kebijaksanaan yang perlu diambil adalah

35
berbeda untuk negara/daerah yang berpenduduk padat atau kelebihan penduduk
dibandingkan dengan negara/daerah yang kekurangan penduduk.

(a). Negara atau Daerah yang Padat atau Kelebihan Penduduk

Disini untuk memindahkan penduduk khususnya tenaga kerja dari lapangan


pertanian ke lapangan non-pertanian khususnya Industri dapat dilakukan dengan
pemindahan begitu tanpa peningkatan produktivitas dan mekanisasi terlebih dahulu di
sektor pertanian ini.
Hal ini disebabkan karena lapangan pertanian ini pada umumnya terdapat
kelebihan tenaga kerja, dengan perkataan lain jumlah tenaga manusia yang berkerja
relatif jauh berlebih kapasitas tenaganya dibandingkan dengan areal tanah pertanian yang
tersedia. Dalam istilah ekonomi disebut bahwa di lapangan pertanian itu terdapat tenaga-
tenaga yang sebetulnya menganggur, baik berupa pengangguran yang nyata dan
pengangguran musiman maupun berupa pengangguran tak kentara. Karena itu,
dengan dipindahkannya sebagian tenaga manusia ini keluar lapangan pertanian, tanpa
didahului dengan perbaikan dalam teknik berproduksi, jumlah produksi dan produktivitas
di lapangan pertanian tidak akan berkurang. Dan justeru dengan pemindahan tenaga
manusia itu kemudian akan dapat dimanfaatkan tenaganya untuk dapat meningkatkan
produksi di sektor-sektor non-pertanian khususnya industri, sehingga akan dapat
meningkatkan produksi dan pendapatan nasional secara keseluruhannya.

(b). Negara atau Daerah yang Jarang atau Kekurangan Penduduk

Dengan kondisi kependudukan yang demikian ini, memindahkan man-power


tidaklah mungkin dilakukan dengan penggeseran atau pemindahan begitu saja, oleh
karena tindakan ini akan mengakibatkan penurunan atau kemunduran dalam produksi
pertanian akibat dipindahkannya sebagian tenaga kerja tersebut. Padahal produksi
pertanian seperti bahan makanan, bahan mentah, dan sebagainya adalah penting sekali
untuk kelancaran pembangunan sektor non-pertanian khususnya industri itu sendiri.
Dalam hubungan ini sebagai jalan keluarnya ialah bahwa produktivitas tenaga
kerja khususnya para petani perlu ditingkatkan terlebih dahulu. Dengan perkataan lain,
sungguhpun tenaga kerja akan dikurangi tetapi perlu diusahakan supaya produksi
pertanian dapat dipertahankan jumlahnya atau jangan sampai kurang jumlahnya. Hal ini
hanya akan mungkin terjadi jika terlebih dahulu dijalankan mekanisasi dengan
peningkatan efisiensi kerja dilapangan pertanian. Jadi bila produktivitas dibidang
pertanian sudah dapat ditingkatkan barulah sebagian tenaga kerja dipindahkan
kelapangan non-pertanian, khususnya industri.
Jika kita perhatikan keadaan kepadatan dan penyebaran penduduk di Indonesia
terdapat permasalahannya yang agak berlainan. Sungguhpun sebetulnya dinegara ini
jumlah penduduknya besar sekali (termasuk salah satu dari empat terbesar di dunia) dan
terdapat tekanan kepadatan atau kelebihan penduduk, akan tetapi persoalannya lagi ialah
dalam hal penyebarannya yang tidak merata diantara kepulauan yang ada di Indonesia.
Disatu pihak, yaitu di pulau Jawa dan Madura, yang luasnya hanya + 7 % dari luas
Indonesia terdapat jumlah penduduk sebanyak kira-kira 64 % dengan kepadatan 565
orang per km2 . Sedangkan di lain pihak kepulauan-kepulauan lainnya yang luas sekali

36
meliputi + 93 % dari luas Indonesiatersebar penduduk sebanyak kira-kira hanya 36 %
dengan kepadatan rata-rata 23 orang per km 2 . Untuk lebih jelasnya dan lebih lengkapnya
gambaran tentang penyebaran penduduk ini, dapat dilihat pada tabel yang berikut ini:

Penduduk Indonesia Menurut Daerah Kepulauan


dan Kepadatannya Tahun 1971

Luas Jumlah Penduduk Kepadatan


Pulau per km2
Km2 % (‘000) %

Jawa & Madura 134.703 6,65 76.102 63.83 565


Luar Jawa & Madura: 1.892.384 93.35 43.130 36.17 23
1). Sumatera 541.174 26.70 20.813 17.45 38
2). Kalimantan 550.848 27.17 5.152 4.32 9
3). Sulawesi 227.654 11.23 8.535 7.16 37
4). Pulau-pulau lain 572.708 28.25 8.630 7.24 15

Indonesia 2.027.087 100,00 119.232 100,00 57

Penyebaran penduduk yang tidak seimbang dan relatif tidak merata itu
mempersulit usaha-usaha pemanfaatan sumber-sumber alam serta kurang optimalnya
pemanfaatan sumber-sumber alam serta kurang optimalnya pemanfaatan tenaga manusia
dinegara kita. Sehubungan dengan itu maka penyebaran penduduk yang lebih merata
tenlulah akan lebih menguntungkan bagi proses pembangunan. Sebab hal ini akan dapat
menyelesaikan dua masalah sekaligus, yaitu masalah kekurangan tenaga diluar pulau
Jawa dan masalah tekanan kepadatan penduduk di pulau Jawa pada umumnya. Dalam
hubungan ini pemerintah kita, antara lain telah melakukan berbagai usaha transmigrasi
dan penyebaran penduduk ke daerah-daerah yang tipis penduduknya, dalam hal ini
mentransmigrasikan penduduk dari pulau Jawa ke pulau-pulau lain diluar Jawa.
Sungguhpun telah banyak dilakukan usaha transmigrasi ini, tetapi jumlah
penduduk yang dapat dipindahkan/ditransmigrasikan itu dari tahun ke tahun relatif tidak
begitu banyak. Dan bahkan dalam Pelita I hanya dapat ditransmigrasikan sebanyak kira-
kira 26 ribu kepala keluarga atau kira-kira 128 ribu jiwa. Dalam Repelita II usaha
transmigrasi ini lebih ditingkatkan lagi, dan ditargetkan minimum dipindahkan waktu itu
250 ribu kepala keluarga. Disamping itu dalam usaha untuk tercapainya penyebaran
penduduk yang lebih merata, dilakukan pula sebagai usaha lainnya, diantaranya:
penyebaran/pembinaan masyarakat desa (community development) serta pengembangan
kota-kota menengah dan kecil.

37
3. Produktivitas Tenaga Kerja dan Aspek-aspek Masyarakat

Sebagaimana telah kita ketahui pada umumnya dinegara terbelakang relatif cukup
banyak terdapat tenaga kerja, akan tetapi dari segi mutu tenaga kerja itu yang berupa
kecakapan, keahlian dan keterampilannya, masih kurang dan serba terbatas. Hal inilah
antara lain yang menyebabkan pula kenapa rendahnya produktivitas tenaga kerja.
Memang tidak dapat dipungkiri pula bahwa rendahnya produktivitas tenaga kerja
itu tidak lain disebabkan oleh kurangnya peralatan modal dan pemakaian teknologi yang
lebih maju. Akan tetapi dengan adanya mutu berupa kecakapan serta keterampilan tenaga
kerja yang masih rendah itu dan ditambah lagi dengan masih meluasnya kebiasaan untuk
masih tetap mempertahankan cara-cara kerja yang lama (tradisionil), kesemuanya ini
merupakan hal-hal yang sangat menekan bagi perkembangan dan peningkatan
produktivitas dalam berbagai lapangan ekonomi, khususnya pada lapangan kerja yang
baru seperti dibidang industri.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka untuk memecahkan masalah ini
perlu sekali dilakukan berbagai usaha untuk meningkatkan kecakapan, keahlian dan
keterampilan tenaga kerja dengan melalui pendidikan dan latihan kerja Usaha-usaha
peningkatan kecakapan dan keterampilan ini sudah banyak dilakukan oleh pemerintah,
baik yang sifatnya insidentil seperti melalui penataran, latihan dan penyuluhan maupun
yang lebih bersifat kontinyu seperti dengan melalui sekolah-sekolah kejuruan, program
PLKI (Pusat Latihan Kejuruan Industri) dan sebagainya.
Segi lain dari tenaga kerja ini yang juga besar pengaruhnya terhadap produksi dan
produktivitas dinegara-negara terbelakang. Faktor-faktor atau aspek-aspek ini ada yang
terletak dalam bidang ekonomi (disebut: economic factors atau economic aspects), seperti
kurangnya peralatan modal, tingkat teknologi yang masih rendah, mutu beberapa
keahlian dan keterampilan tenaga kerja yang rendah, dan sebagainya. Disamping itu
terdapat pula faktor-faktor atau aspek-aspek lainnya yang terletak diluar bidang ekonomi
(disebut: non-economic factors atau non-economic aspects), seperti: aspek-aspek
kebiasaan masyarakat, tingkah laku pergaulan hidup masyarakat, faktor psikologi
masyarakat dan lain-lainnya.
Aspek-aspek atau kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang turut mempengaruhi
produktivitas tenaga kerja diperusahaan-perusahaan atau industri-industri khususnya dan
obyek-obyek perekonomian yang masih bersifat baru pada umumnya, antara lain dalam
bentuk apa yang disebut: “absenteeism” dan “labour-turnover”. Absenteeism adalah
kebiasaan mengenai ketidakhadiran para pekerja di tempat pekerjaannya, yaitu berupa
hari kerja atau jam kerja atau jam kerja menurut perjanjian kerja yang tidak dipenuhi atau
yang ditinggalkan oleh seseorang pekerja. Dan ini biasanya dinyatakan dalam suatu
absentee rate, yaitu jumlah ketidakhadiran yang dihitung dalam hari atau jam kerja
dibagi dengan jumlah seluruh hari atau jam kerja yang berlaku/ditentukan pada lapangan
kerja yang bersangkutan, khususnya industri, selama periode tertentu.
Labour turnover adalah mutasi atau penggantian tenaga kerja, yaitu banyak
kalinya atau frekwensi kelompok tenaga kerja yang masuk keluar perusahaan atau
industri yang bersangkutan. Biasanya hal ini bersangkutan dengan jumlah para pekerja,
baik yang meninggalkan pekerjaannya maupun yang dipekerjakan untuk menggantikan
mereka dalam suatu jangka waktu tertentu. Dan umumnya dinyatakan dalam suatu
prosentase dari jumlah para pekerja yang dipekerjakan oleh suatu atau industri selama

38
jangka waktu yang bersangkutan. Jadi jika suatu penggantian atau mutasi tahunan sebesar
200 % berarti bahwa selama tahun tersebut rata-rata dipekerjakan dua orang untuk tiap
kedudukan.
Aspek-aspek masyarakat pada berbagai lapangan kerja, khususnya pada
perusahaan, yang tercermin dalam absenteeism dan lalour turnover ini pada dasarnya
disebabkan oleh karena para pekerja itu sudah terbiasa dan masih terikat pada kebiasaan
serta cara hidup mereka yang lama didesa-desa atau di daerah lingkungan asalnya.
Dengan perkataan lain: karena kebiasaan dan rasa keterikatan mereka pada lingkungan
masyarakatnya yang semula itulah terutama telah menyebabkan timbulnya absenteeism
dan labour turnover tersebut. Kebiasaan dan pergaulan hidup masyarakat yang
mempengaruhi aspek-aspek tersebut, misalnya terlihat pada acara-acara adat atau
kebiasaan setempat seperti dalam hal: kelahiran, perhelatan, kematian, pengukuhan gelar
adat, berlebaran yang panjang waktunya, berburu bersama dan sebagainya, ataupun
berupa turut membantu usaha-usaha kampung halaman, seperti dalam waktu panen,
pembangunan tempat ibadah seperti Mesjid, Gereja, Kuil dan sebagainya. Sungguhpun
aspek-aspek masyarakat ini ada baiknya dan banyak pula manfaatnya, akan tetapi ditinjau
dari segi ekonomis dan bisnis semata-mata, terdapat pula keburukannya, yaitu rendahnya
produktivitas tenaga kerja akibat dari ketiadaan disiplin dan kurangnya efisiensi kerja.
Aspek masyarakat lainnya yang juga berpengaruh terhadap produktivitas
diberbagai lapangan ekonomi dan pembangunan ialah dalam hal mobilitas atau
perpindahan tenaga kerja, yaitu terdapatnya hambatan terhadap mobilitas ini sehingga
menyulitkan dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi serta menempatkan tenaga-
tenaga kerja pada tempat atau lapangan kerja yang setepat-tepatnya. Mobilitas tenaga
kerja ini ada dua macam bentuknya, yaitu:

1. Mobilitas horizontal, adalah berupa perpindahan tenaga kerja pada tingkat


yang setaraf, yaitu dapat berupa:

(a). Mobilitas geografis (geographical mobility), yaitu perpindahan tenaga


kerja dari satu daerah ke daerah lainnya, terutama pada lapangan kerja
yang sama.

(b). Mobilitas dalam hal mata pencaharian (occupational mobility), yaitu


berpindahnya tenaga kerja dari suatu jenis mata pencaharian ke mata
pencaharian lainnya, misalnya dari lapangan keja pertanian ke lapangan
kerja industri.

2. Mobilitas Vertikal, adalah berpindahnya tenaga kerja dari tingkat bawah ke


tingkat yang lebih atas atau ke tingkat yang lebih tinggi.

Hambatan terhadap mobiolitas horizontal itu terjadi karena manusia yang hidup di
daerah pertanian itu seolah-olah terikat pada tradisi atau adat kebiasaan, dan seolah-olah
terikat pada tanah asal mereka sehingga mereka merasa enggan dan “sayang”
meninggalkan tanah asal dan tempat kehidupan mereka yang lama. Sedangkan hambatan
terhadap mobilitas vertikal ialah karena dalam masyarakat, baik berupa perbedaan antara
kelas feodal dengan kelas petani penggarap atau buruh maupun perbedaan yang terjadi

39
karena terciptanya golongan-golongan atau kelompok-kelompok karena unsur
keturunan/kekeluargaan, pandangan hidup, pandangan ideologi dan sebagainya.
Kebiasaan-kebiasaan dan tingkah laku masyarakat yang menghambat mobilitas
horizontal dan mobilitas vertikal itu sulit untuk dihilangkan sama sekali. Sungguhpun
demikian untuk tujuan pembangunan dan modernisasi kehidupan masyarakat, maka
kebiasaan dan tingkah laku masyarakat demikian perlu dikurangi atau diperbaiki setahap
demi setahap, antara lain dengan melalui penerangan-penerangan, penyuluhan-
penyuluhan, tauladan dari pemuka masyarakat dan sebagainya.

4. Pengangguran dan Pengerahan Tenaga Disguises Unemployment

Tenaga kerja yang terdapat dalam masyarakat ada yang dalam keadaan bekerja
dan ada pula yang dalam keadaan menganggur. Jika tenaga kerja yang tersedia tidak
bekerja atau menganggur, maka terdapat keadaan yang disebut pengangguran atau
unemployment. Pengangguran ini ada berbagai-bagai jenisya, yang terpenting
diantaranya adalah:

(a). Cyclical unemployment


(b). Technological unemployment
(c). Frictional unemployment
(d). Seasonal unemployment
(e). Disguised unemployment

Ad.(a) Cyclical unemployment.


Yaitu pengangguran yang berhubungan dengan fluktuasi-fluktuasi (gelombang-
gelombang) pada aktivitas usaha yang dicerminkan oleh konyungtur, yaitu yang
terjadi pada fase perekonomian yang sedang menurun, baik fase resesi maupun
fase depresi.

Ad.(b) Technological unemployment.


Ialah pengangguran yang terjadi akibat pemakaian teknologi yang lebih maju
dimana mesin-mesin menggantikan tenaga manusia. Dengan dipakainya mesin-
mesin baru yang dapat menekan biaya produksi, terpaksa sebagian tenaga kerja
manusia dikurangi. Ini berarti sebagian tenaga kerja terpaksa dilepas sehingga
menimbulkan pengangguran.

Ad.(c) Frictional unemployment.


Yaitu pengangguran yang disebabkan karena secara temporer tidak terdapat
keseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja, atau tidak
sempurnanya pasar tenaga kerja. Jadi karena tidak adanya keterangan tentang ada
kesempatan kerja, ketidakmampuan untuk pindah ke tempat kerja baru, atau
diperlukannya waktu menyesuaikan pekerjaan yang baru tersebut dan sebagainya,
maka timbullah jenis pengangguran ini.

40
Ad.(d) Seasonal unemployment.
Ialah pengangguran karena variasi musim yang terjadi berulang dalam setiap
tahun. Misalnya para pekerja dalam bidang bangun-bangunan, pembuatan
pakaian, lapangan pertanian dan sebagainya biasanya menjalankan produksi
penuh hanya selama musim tertentu saja, diluar musim tertentu sebagiannya
dalam keadaan menganggur.

Ad.(e) Disguised unemployment (pengangguran tak kentara).


Yaitu pembangunan yang umum terdapat dinegara/daerah yang padat
penduduknya, terutama terjadi dilapangan pertanian. Disini tanpa adanya
perubahan dalam teknik produksi sebetulnya tenaga kerja yang bekerja dalam
lapangan yang bersangkutan adalah berlebih. Jadi meskipun semua pekerja
kelihatannya turut bekerja tetapi sebagiannya sesungguhnya tidak menghasilkan
apa-apa, karena jika dilakukan pengurangannya maka tanpa perubahan teknik
produksi jumlah produksi tidaklah akan berkurang. Dengan demikian sebetulnya
(secara tak kentara) sebagian tenaga kerjanya adalah menganggur.

Khusus mengenai disguised unemployment ini dalam hubungannya dengan


pemanfaatan pembangunan perlu mendapat perhatian khusus untuk dianalisa lebih lanjut,
terutama dalam hubungannya dengan konsep pengerahan tenaga disguised
unemployment ini bagi keperluan pembangunan. Sebagaimana dikemukakan diatas ahwa
pengangguran tak kentara ini pada umumnya terdapat dilapangan kerja agraris, dan
bahkan di negara-negara underdeveloped seringkali pula dijumpai di lapangan-lapangan
non-agraria, misalnya pada jawatan pemerintah.
Penjelasan mengenai pengertian disquised unemployment ini adalah sebagai
berikut: Misalnya disuatu lapangan pertanian terdapat sebanyak 100 orang petani
(pekerja) yang menghasilkan sejumlah produksi tertentu. Akan tetapi sebenarnya dengan
tidak mengurangi hasil produksi secara total, jumlah mereka yang bekerja dapat
dikurangi, misalnya sebanyak 25 orang. Pada kenyataannya mereka semuanya tetap
bekerja, seperti mencangkul, menuai dan sebagainya, tetapi dipandang dari dari sudut
ngaekonomis semata-mata sebenarnya sebagian mereka adalah menganggur, karetynb na
tidak menghasilkan apa-apa. Sebabnya ialah karena ditambah dengan sejumlah orang-
orang ini sebagai pekerja, produksi tidaklah meningkat dan sebaliknya jika sejumlah
orang-orang ini dikurangi atau tidak ikut bekerja sungguhpun tanpa adanya perubahan
teknik produksi maka jumlah produksi yang dihasilkan juga tidak akan berkurang. Secara
ekonomis dikatakan bahwa Marginal Productivity mereka (sebagian pekerja tersebut)
adalah nol atau hampir tidak ada.
Tingkat dari disguised unemployment itu biasanya diukur dengan suatu ratio
(dalam persentasi) antara jumlah tenaga kerja yang berlebihan tersebut dibandingkan
dengan jumlah seluruh tenaga kerja yang berkerja dilapangan yang bersangkutan,
khususnya dilapang pertanian. Menurut taksiran, sebelum Perang Dunia II di Eropa
Timur (masih agraris) terdapat sebesar kira-kira 25-30 % tenaga disguised
unemployment, sedangkan di Mesir lebih tinggi lagi yaitu kira-kira 40 % dari jumlah
tenaga kerja di lapangan agraria. Dan menurut taksiran pada tahun 1955 dilapangan
pertanian di Indonesia angka ini kira- kira sekitar 25%.

41
Pengangguran tak kentara itu ditinjau dari satu pihak merupakan beban hidup bagi
masyarakat, karena produksi dan pendapatan dibidang pertanian seluruhnya harus dibagi-
bagi atau jumlah pendapatan (dalam hal ini petani) yang lebih banyak dari pada yang
sesungguhnya diperlukan untuk berusaha atau bekerja disana. Sebaliknya ditinjau dari
segi lain sebenarnya keadaan itu merupakan sumber tugas yang potensial untuk dapat
dimanfaatkan bagi tujuan-tujuan pembangunan.
Dalam hubungan ini ada teori yang mengemukakan, bahwa jumlah tenaga yang
disguised unemployment itu dapat merupakan sumber “tabungan” yang potensial untuk
dapat digunakan sebagai sumber tanaga guna dapat dipindahkan menjadi produktif.
Misalnya digunakan untuk membangun overhead capital berupa pembangunan
/rehabilitasi jalan dan jembatan ,saluran irigasi, sekolah dan sebagainya. Jadi sebetulnya
tenaga disguised unemloyment itu dapat merupakan saving dalam arti potensi tenaga
yang dapat dimanfaatkan dan digunakan secara produktif.
Konsep pengerahan tenaga disguised unemployment sebagai sumber tabungan
yang potensial untuk pembangunan dapat diterangkan sebagai berikut: Misalnya;
sejumlah 100 orang petani yang bekerja dalam suatu daerah persawahan yang
menghasilkan produksi 3.000 kwintal padi (1 kwintal = 100 kg). Jika misalnya dari 100
orang ini ada sebanyak 25 orang yang merupakan tenaga disguised unemployment, maka
berarti sebetulnya jumlah 3.000 kwintal padi tersebut dapat dihasilkan oleh 75 orang saja.
Dengan demikian jika dengan 100 orang tenaga, produksi perkapita adalah 3.000/100 =
30 kwintal, sedangkan dengan 75 orang maka produksi per kapita 3.000/75 = 40
kwintal. Jadi kalau hanya 75 orang yang bekerja, maka total produksi juga 3.000 kwintal,
sedangkan yang diterima/dikonsumer mereka dalam keadaan disguised unemployment itu
hanyalah sejumlah nilai 75 x 30 kwintal = 2.250 kwintal. Ini berarti surplus (sisa)
sebesar 750 kwintal, surplus 750 kwintal inilah yang seolah-olah disumbangkan kepada
25 orang tenaga yang disgiused unemployment tadi. Dan menurut teori, secara kasarnya
ini berarti dapat diciptakan “disguised potential saving”, yaitu sebesar bagian hasil-hasil
produksi yang 75 orang tadi yang betul-betul bekerja dan dibutuhkan dalam lapangan
pertanian tersebut yang kemudian disumbangkan atau “tersalur” pada 25 orang yang
merupakan tenaga disguised unemployment tersebut.
Lapangan usah yang perlu disediakan untuk menampung tenaga disguised
unemployment ini dapat ditujukan pada sektor non-pertanian ataupun disektor pertanian
sendiri pada proyek-proyek baru serta yang berada diluar lingkungan semula. Dilapangan
non-pertanian yang dapat dijadikan obyek untuk sasaran penempatannya adalah pada
industri-industri pembangunan prasarana, dansebagainya. Sedangkan pemanfaatan-
nya dilapangan pertanian baru, hendaklah ditujukan pada usaha-usaha proyek prasarana
pertanian dan obyek pertanian lain didaerah-daerah baru yang tipis penduduknya. Hal ini
dapat dilakukan dalam rangka usaha transmigrasi maupun pembangunan masyarakat
desa. Jadi usaha-usaha pembangunan masyarakat desa (community development) ini
dapat dilakukan dalam rangka pengerahan tenaga disguised unemployment maupun
dalam usaha peningkatan kesejateraan masyarakat desa pada umumnya.
Sebagai catatan mengenai community development ini dapat dikemukakan
sebagai berikut:
Community development ini bentuk dan prinsipnya hampir sama saja dengan
usaha gotong royong, hanya terdapat suatu perbedaan pokok yaitu gotong royong itu
sifatnya insidentil sedangkkan community davalopment dilakukan secara kontinu dan

42
berencana. Dan dalam community development ini pemerintah turut secara langsung
memberikan bimbingan pengarahan dan sumbangan-sumbangan sepurlunya. Dapat
ditambahkan bahwa community development itu pada prinsipnya didasarkan atas
modernisasi dari pada kebiasaan sosial dalam masyarakat yang berbentuk usaha gotong
royong dan selfhelp dilingkungan desa. Hal ini seringkali terdapat pada usaha-usaha:
perbaikan pengairan, rehabilitasi jalan, pembagunan sekolah, dan sebagainya. Usaha-
usaha semacam inilah yang dipujuk dan dibina perkembangannya, yang dengan melalui
bantuan dan bimbingan pemerintah diusahakan agar berlangsung secara kontinu dan
teratur. Bantuan pemerintah terbatas pada hal yang bersifat teknis keuangan atau
pembiayaan sekedarnya, perlengkapan dan bahan-bahan lainnya seperlunya, sedang
prinsip otonomi dan desentralisasi diberikan seluas-luasnya kepada desa atau kekuatan
desa yang bersangkutan.
Kembali kepada persoalan pengerahan tenaga disguised unemployment sebagai
sumber potential saving dalam masyarakat, sebenarnya tidaklah merupakan konsep yang
persis atau tepat betul, hal ini disebabkan karena dalam menjalankannya mungkin saja
terjadi pemborosan atau kebocoran (leakage), seperti misalnya:

(a) Kemungkinan orang-orang yang tinggal pada lapangan perkejaan lama akan
menaikkan konsumsinya (contoh: 75 orang yang tinggal dilapangan lama akan
mengkonsumir lebih besar yaitu sebagai atau seluruhnya dari bagian 25 orang
yang dipindahkan).

(b) Kemungkinan orang-orang yang dipindahkan, kelapangan kerja baru tersebut


(dari contoh 25 orang ) hanya bersedia dan mau pindah jika pendapatan serta
konsumsinya lebih besar dari semula /sebelumnya).

(c) Adanya pengeluaran-pengeluaran tambahan untuk pemindahan tenaga-tenaga


disguised unemployment itu dalam kemungkinan hilangnya persediaan bahan
serta perlengkapan dalam perjalanan.

Dengan demikian sebagai akibat dari kemungkinan adanya “leakage” atau


pemborosan ini, maka tentulah perlu biaya tambahan (disebut: complementary saving
atau additional saving) didalam penyelenggarannya , sehingga segala sesuatunya dapat
berjalan dengan baik supaya tercapai apa yang menjadi sasaran sesungguhnya dari
konsepnya semula.

43
Bab VI

FAKTOR TENAGA KERJA SKILL DAN PEMBANGUNAN

Didalam pembangunan ekonomi negara-negara barat yang sekarang sudah maju


dan “Industrialized”, dimana produksi dan perekonomian pada umumnya terletak pada
tangan swasta yang bersifat private enterprice atau perkembangan perekonomiannya
terletak ditangan private entrepreneour yang mengintrodusir inovasi dalam berbagai
bidang ekonomi. Dengan pemakaian teknologi baru yang paling ekonomis menyebabkan
prekonomiannya berkembang terus menuju pada tingkat pendapatan dan kemakmuran
yang lebih tinggi. Dengan memakai istilah J.A. Schumpeter, pembangunan negara-
negara barat itu terletak pada tangan entrepreneour, yang diartikan sebagai orang yang
berambisi, mempunyai pandangan jauh kedepan, yang selalu berusaha merubah kondisi
yang ada dengan menciptakan dengan apa yang disebutnya “Innovations” atau “New
Combinations” dari faktor-faktor produksi. Inovasi yang diciptakannya itu adalah berupa
mengintrodusir produk yang baru, teknik produksi yang baru, sumber produksi yang
baru, pasaran yang baru dan organisasi produksi yang baru. Sebagai hasil dari usaha-
usaha entrepreneour swasta tersebut yang selalu menunjukan prestasi dan dinamisasi bagi
perkembangan perekonomian, ialah bahwa perekonomiannya cepat berkembang menuju
kepada kemakmuran masyarakat dan negaranya.
Dinegara-negara underdeveloped dialami kenyataan bahwa entrepreneour swasta
sebagaimana yang dijumpai dinegara-negara barat tersebut tidaklah banyak dijumpai atau
hampir kurang muncul. Bukan hanya enterpreneour yang dimaksud Schumpeter itu saja
yang terasa kekurangannya, dan juga meliputi kekurangan berbagai jenis tenaga ahli atau
tenaga skill.
Untuk perkembangan ekonomi dan pembangunan disadari bahwa sesungguhnya
cukup tersedia Tanah (land) dalam arti luas, Tenaga Kerja (labour) dan bahkan
Permodalan (Capital), akan tetapi faktor-faktor produksi ini sebagaian besar masih
bersifat potensiil saja. Unsur-unsur produksi dan potensiil itu baru akan dapat menjadi
efektif dan besar manfaatnya bagi kehidupan masyarakat jika tersedia pula berbagai rupa
tenaga-tenaga skills untuk mengatur dan merubah faktor-faktor produksi tersebut
sehingga menjadi eferktif dan produktif.
Sehubungan dengan itu dinegara kita dan juga dinegara-negara terbelakang pada
umumnya disadari bahwa kekurangan tenaga skills itu perlu diisi atau diatasi segera
dengan mengadakan berbagai usaha yang disebut “Investment of human skills” atau
disebut pula sebagai investasi dalam hal “technological and managerial know-how”, yaitu
penanaman modal untuk membentuk dan menghasilkan tenaga-tenaga ahli dengan
melalui pendidikan-pendidikan keahlian dan kejuruan dengan peralatan dan sistem yang
ruwet (sophisticated).
Kekurangan tenaga skill yang perlu diisi dengan pendidikan, upgrading dan
latihan itu meliputi berbagai macam jenisnya, yang terpenting diantaranya ialah jenis-
jenis keahlian yang berikut ini:

(a) Keahlian atau kecakapan dalam bidang teknik, keahlian yang khusus
bersangkutan dengan ekonomis-teknis, yang diperlukan untuk mengatur dan

44
melaksanakan pekerjaan dibidang ekonomi dalam melayani peralatan dengan
teknik yang modern. Keahlian ini disebut dengan technological skills.

(b) Keahlian atau kecakapan untuk mengatur/memimpin badan-badan usaha


ataupun kelembagaan lainnya (seperti: bank, badan asuransi, koperasi dan
sebagainya), sehingga dapat berjalan dengan efisien dan ekonomis. Keahlian
ini disebut dengan organisational skills.

(c) Keahlian dan kemampuan yang diperlukan untuk mempergunakan


kesempatan-kesempatan yang potensiil sehingga menjadi efektif, dengan
mengintrodusir kombinasi-kombinasi atau dalam proses produksi dan
pembangunan. Keahlian ini disebut dengan managerial skills atau
entrepreneourial skills.

Kekurangan tenaga skills tersebut dapat disebabkan oleh faktor non-ekonomis


maupun faktor ekonomis sendiri. Faktor non-ekonomis disini menyangkut faktor-faktor
sosial-budaya dan pembawaan atau bakat dari individu-individu dalam masyarakat, yang
dinegara underdeveloped terdapat kelemahan-kelemahan dalam faktor non-ekonomis ini,
sehingga memungkinan timbulnya tenaga-tenaga skills didalam masyarakat. Sedangkan
faktor-faktor ekonomis yaitu yang terletak dalam bidang ekonomi dan yang menghambat
pula munculnya tenaga skills tersebut ialah sebagai akibat dari kurangnya tenaga beli
efektif dalam arti riil, kurangnya “external economies” (penghematan atau keuntungan-
keuntungan yang berasal dari luar bidang usaha yang bersangkutan) berhubung karena
masih kurang tersediaannya economic dan social overhead capital dalam perekonomian
negara.
Oleh karena kenyataan bahwa justeru dinegara-negara underdeveloped hampir
tidak terdapat tenaga-tenaga entrepreneour partikulir yang dalam sejarah negara-negara
barat merupakan pelopor pembangunan, disamping kekurangan tenaga-tenaga skills
lainnya. Ditambah lagi dengan adanya kekurangan dari segi faktor-faktor ekonomi
sebagaimana yang disebutkan diatas, sehingga tidaklah memungkinkan terangsang atau
berkembang dengan sendirinya peningkatan ekonomi dan pembangunan yang berasal
dari masyarakat semata-mata. Sehubungan dengan itu tidak ada jalan lain selain dari pada
negara atau pemerintah sendiri yang harus tampil kedepan sebagai perintis dan pelaksana
pembangunan. Dalam hubungan ini dinyatakan bahwa negara harus berfungsi dan
bertindak sebagai “agent of development”, yaitu sebagai suatu badan yang secara
langsung mengatur, mengarahkan dan bahkan turut melaksanakan pembangunan dan
perkembangan ekonomi secara keseluruhannya.
Pemerintah atau negaralah yang merencanakan, mengarahkan dan mengatur
seluruh kegiatan ekonomi dan pembangunan, sungguhpun demikian pemerintah mungkin
dapat melaksanakan seluruhnya segala kegiatan ekonomi dan pembangunan ataupun
mungkin hanya terbatas pada bagian tertentu saja dari bidang pembangunan itu,
sedangkan bagian-bagian/pembangunan lainnya dilaksanakan oleh pihak swasta atau
masyarakat sendiri meskipun tetap dibawah pengaturan pemerintah.

45
Bab VII

TAHAP-TAHAP PERTUMBUHAN EKONOMI

Seorang guru besar pada MIT (Massachusetts Institute of Technology ) di


Amerika Serikat bernama W.W. Rostow dalam bukunya “The Stage of Economic
Growth” membagi atau menggolongkan fase atau tingkat perkembangan perekonomian
dari keadaan underdeveloped ke keadaan developed/sangat developed dalam 5
fase/periode, yaitu:

1. Fase masyarakat tradisional (Traditional period)


2. Fase transisi atau pre-conditions (Tradition period)
3. Fase take-off (Take-off period)
4. Fase mature economy (Mature economy period)
5. Fase high mass-consumption (High mass-consumption period)

Ad.(1). Traditional Period

Fase masyarakat tradisional ini adalah suatu fase atau masa dimana perekonomian
dan kehidupan masyarakatnya berjalan atau berkembang secara tradisional. Segala
sesuatunya berjalan menurut cara-cara tradisionil, menurut garis-garis atau kebiasaan-
kebiasaan yang telah berjalan turun menurun dari generasi-generasi sebelumnya. Jadi
tingkat ilmu pengetahuan, teknologi dan cara-cara berproduksi berjalan menurut garis
yang telah berlaku pada masa-masa sebelumnya.
Sungguhpun konsepsi masyarakat tradisionil ini tidak statis semata-semata, dalam
artiannya juga terdapat sekedar perubahan serta kenaikan dalam produksi. Akan tetapi
kenyataannya pada masa itu hampir tidak dijumpai adanya dinamisasi dan kemajuan-
kemajuan pada umumnya.
Tradisional period ini umumnya terdapat pada negara-negara/daerah yang
perekonomiannya bersifat pertanian atau agraris yang keadaannya masih terbelakang dan
dimana tingkat produktivitasnya sangat rendah karena belum dipakainya ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas tersebut.

Ad.(2). Pre-Conditions Period

Fase pre-conditions atau disebut fase peralihan adalah merupakan fase untuk
meletakan dasar dan syarat-syarat untuk periode berikutnya dimana perekonomian akan
dapat berkembang dengan pesat.
Pada masa peralihan atau pada masa meletakkan dasar ini, didalam perekonomian
dan kehidupan masyarakatnya telah mulai banyak terdapat perubahan-perubahan yang
menyimpang daripada kebiasaan masyarakat yang tradisionil, sudah mulai terdapat
pembaharuan-pembaharuan dalam ilmu pengetahuan telah bertambah luas dan telah
mulai berkembang untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan ekonomi yang lebih
maju.

46
Sungguhpun demikian pada periode peralihan ini masih terdapat hambatan-
hambatan dari penghalang-penghalangnya yaitu golongan-golongan lama yang “Vested
Interest”. Nilai-nilai sosial dan politis yang lama masih melekat dan masih besar
pengaruhnya dalam menghambat perubahan-perubahan yang radikal sifatnya. Akan tetapi
penghalang-penghalang ini selalu mendapat tekanan-tekanan untuk perubahan kearah
penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih maju.
Pada pokoknya, dasar-dasar untuk perkembangan yang pesat telah diletakan pada
masa transisi ini, yaitu berupa tingkat pengetahuan dan teknologi yang lebih maju,
perkembangan lembaga perbankan, perkembangan dibidang perhubungan, perniagaan
dan sebagainya.

Ad.(2). Take-off Period

Fase take-off ini merupakan fase dimana penghalang-penghalang dan rintangan-


rintangan lama kearah kemajuan dan pertumbuhan perekonomian telah dapat diatasi.
Kekuatan-kekuatan dan faktor-faktor yang menuju kearah kemajuan ekonomi, seperti:
Tingkat ilmu penghetahuan, perkembangan teknologi, perkembangan perbankan,
perniagaan dan sebagainya telah meluas dan mulai menguasai kehidupan masyarakat.
Dalam fase take-off ini terdapat keadaan-keadaan (yang merupakan syarat-syarat
pada fase ini) antara lain sebagai berikut:

a. Terdapatnya kenaikan tingkat investasi dari 5 % menjadi sekitar 10 % dari


pendapatan nasional suatu negara

b. Terdapatnya satu atau beberapa sektor perekonomiannya yang berkembang


dengan pesat yang dapat menggiring perkembangan perekonomian pada
umumnya (disebut: Leading sector)

c. Terdapatnya perubahan dalam lembaga-lembaga dan kebiasaan-kebiasaan


masyarakat untuk menuju kearah kemajuan sesuai dengan keperluan
pembangunan.

Selama fase take-off ini, terdapat industri-industri baru yang berkembang dengan
cepat serta menghasilkan keuntungan-keuntungan besar, yang pada umumnya
keuntungan-keuntungan ini diinvestir kembali kedalam industri-industri atau pabrik-
pabrik baru, dan demikian seterusnya perkembangan bidang-bidang industri ini dapat
mendorong perkembangan perekonomian selanjutnya.
Didalam sektor-sektor industri dan perekonomian pada umumnya (termasuk
lapangan pertanian) telah mulai meluas pemakaian teknologi yang baru. Jadi pada fase ini
telah terdapat modernisasi dan perubahan-perubahan secara revolusioner dalam
pemakaian teknologi pada lapangan perekonomian pada umumnya. Dengan demikian
tingkat produktivitas diberbagai lapangan perekonomian mulai mencapai tingkat yang
tinggi.

47
Ad.(4). Mature Economy Period

Dalam periode mature economy ini perekonomian negara yang bersangkutan


“telah matang”, dimana pemakaian ilmu pengetahuan dan teknologi yang modern telah
berkembang dan meluas keseluruh lapangan perekonomian. Pada fase ini, perekonomian
telah mencapai apa yang disebut dengan keadaan “momentum” yaitu dimana
perekonomian dalam masyarakat yang bersangkutan telah dapat berkembang atas
kekuatan sendiri.
Jadi perekonomian masyarakat dalam fase ini sudah menimbulkan kekuatan-
kekuatan pada dirinya sendiri yang disebut dengan “Self generating forces”, yaitu
kekuatan-kekuatan yang ada pada diri perekonomiannya sendiri yang mampu untuk
bergerak maju dan berkembang dengan sendirinya. Kebanyakan negara-negara barat pada
akhir abad ke 19 atau permulaan abad ke 20 telah mencapai fase mature ini, dimana self
generating forcesnya yang berupa kemajuan teknologi dan tingkat saving (yang sekaligus
tersalur pada investasi) sebesar kira-kira 10 –20 % dari pendapatan nasional yang secara
kontinu ditanam dalam berbagai proyek dan sektor perekonomian. Dengan demikian
produksi dan produktivitas didalam berbagai proyek dan sektor tersebut meningkat terus
dan tingkat konsumsi telah mencapai pada tingkat yang tinggi pula sehingga secara
keseluruhan perekonomiannya mampu bergerak sendiri kearah tingkat kemajuan
ekonomi dan kemakmuran yang lebih tinggi lagi.

Ad.(5). High Mass-Consumption Period

Pada fase ini telah tercapai suatu tingkat perekonomian dan kemakmuran yang
paling tinggi, dan perekonomian telah maju ke tingkat yang sedemikian rupa sehingga
tingkat pendapatan dan konsumsinya telah tinggi sekali. Pendapatan rata-rata tiap jiwa
meningkat terus dan sangat tinggi sekali. Umumnya setiap penduduk dalam
masyarakatnya telah memiliki tingkat konsumsi yang melampaui pemenuhan kebutuhan
pokoknya dalam hal makanan, pakaian dan perumahan.
Sektor produksi untuk barang-barang konsumsi kebutuha pokok pada umumnya
telah dapat dipenuhi sepenuh-penuhnya dan sektor produksi akhirnya telah banyak
bergeser ke arah produksi barang-barang konsumsi yang tahan lama (seperti: Mobil
mewah, Televisi, perabot yang serba lux dan sebagainya) serta produksi sektor jasa-jasa
(seperti disektor: pengangkutan, perdagangan, perbankan dan sebagainya) telah
berkembang secara meluas. Negara Amerika Serikat dan beberapa negara Eropah Barat
telah memasuki fase ini beberapa tahun kemudian setelah Perang Dunia II, sedangkan
Jepang juga telah memasuki fase perekonomian ini pada beberapa tahun terakhir ini.
Masyarakat yang berada dalam periode ini seringkali pula disebut sebagai “Affluent
Society”.
Demikianlah antara lain telah dikemukakan dengan ringkas tahap-tahap
perkembangan perekonomian menurut W.W. Rostow. Sesungguhnya tingkat
perkembangan keseluruhannya daripada suatu perekonomian pada tahap pertama adalah
sebagai akibat dari tingkat perkembangan yang berbeda dalam berbagai sektor-sektor
tertentu dalam perekonomian. Dan khusus dalam hubungan ini dapat dikemukakan
sebagai tambahan bentuk-bentuk “leading sector” yang memegang peranan penting
dalam perekonomian, yang oleh Rostow diklasifikasikannya dalam 3 katagori, Yaitu:

48
a. Sektor-sektor pertumbuhan primer (primary growth sectors), yaitu sektor-
sektor dimana kemungkinan untuk innovasi atau untuk eksploitasi sumber-
sumber baru yang belum dimanfaatkan sebelumnya serta yang
menguntungkan, menghasilkan tingkat pertumbuhan yang tinggi dan dapat
menggerakkan kekuatan-kekuatan untuk ekspansi secara meluas didalam
perekonomian.

b. Sektor-sektor pertumbuhan supplementer (Supplementary growth sectors),


yaitu sektor-sektor dimana kemajuan yang pesat terjadi sebagai respon
langsung (atau sebagai suatu keperluan) dari kemajuan dalam sektor-sektor
pertumbuhan primer, misalnya perkembangan sektor produksi batu bara, besi
dan permesinan (engineering) dalam hubungannya dengan perkereta apian.
Sektor-sektor ini mungkin pula harus diikuti oleh banyak rangkaian sektor-
sektor produksi lainnya.

c. Sektor-sektor pertumbuhan yang tercipta (derived growth sectors), yaitu


sektor-sektor dimana kemajuan terjadi dalam hubungannya dengan
pertumbuhan jumlah pendapatan riil, penduduk, produksi serta pendapatan di
bidang industri atau variabel-variabel lainnya yang sejenis yang telah
meningkat. Misalnya sektor produksi bahan makanan dalam hubungannya
dengan pertumbuhan penduduk, sektor perumahan dalam hubungannya
dengan struktur keluarga dan kependudukan, dan lain-lainnya.

Secara kasarnya dapat disebutkan bahwa primary dan supplementary growth sectors
menerima dan mencapai momentumnya yang tinggi terutama dari dikemukakannya serta
dikembangkannya perubahan-perubahan dalam lingkungan Cost-supply, sedangkan
derived growth sector adalah dalam hubungannya dengan perubahan-perubahan dari segi
demand.

49
Bab VIII

CARA-CARA MEMBANGUN PADA SISTEM-SISTEM PEREKONOMIAN

Negara-negara yang sekarang sudah maju perekonomiannya yang umumnya


sudah “industrialized”, dalam proses pembangunannya terdapat cara-caranya yang
berlainan satu sama lainnya. Sungguhpun demikian secara garis besarnya kita dapat
mengelompokkannya kedalam dua golongan besar sistam ekonomi dengan cara
pembangunannya sendiri, yaitu:

1. Negara-negara dengan sistem Free Enterprise Economy atau capitalist


economy.

2. Negara-negara dengan sistem Central Planning Economy atau Sosialized


Economy.

Ad (1). Negara-negara dengan sistem Free Enterprise Economy atau Caspitalist


Economy:

Pembangunan economi negara-negara yang sistem Econominya frase enterprise


ini di dasarkan atas garis-garis atau prinsip-prinsip ”Free Enterprise”, yaitu bahwa
perekonomian diatur secara bebas tanpa campur tangan langsung dari pemerintah.
Produksi dilakukan oleh oleh pihak swasta atau individu-individu dalam masyarakat
sendiri dengan dengan tujuan memperoleh profit (keuntungan) bagi dirinya sendiri.
.Demikian juga konsumsi dan diserahkan sepenuhnya pada individu-individu dan
kekuatan-kekuatan yang berlaku dalam masyarakat sendiri.
Perekonomian dan pembangunannya berjalan menurut kekuatan-kekuatan yang
berlaku dalam pasar (market mechanism) yaitu faktor demad dan supply yang terdapat
dalam pasar. Dalam hubungan ini yang lebih menentukan atau lebih dominan dalam arah
produksi ialah faktor demad. Kegiatan produksi serta distribusinya tergantung kepada
keadaan arah dari demand tersebut. Bilaman demand terhadap barang-barang tertentu
relatif lebih meningkat serta keuntungan pada usaha yang bersangkutan menjadi lebih
baik, maka pemakaian sumber-sumber produksi akan lebih banyak tertuju kearah
memperbesar supply barang-barang yang demand serta keuntungannya meningkat
tersebut.
Demikian pula sebaliknya bila demand barang-barang tertentu relatif berkurang
maka harga serta keuntungan di bidang usaha yang bersangkutan cenderung menurun
pula. Sungguhpun demikian dalam perekonomian, dari segi supply (dalam hal ini para
pengusaha) tentu selalu pula berusaha mempengaruhi demand dalam masyarakat dengan
bermacam-macam usahanya, seperti melalui: reklame, promosi penjualan, pembungkusan
yang menaik, pelayanan yang baik, dan sebagainya.
Akan tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa jalannya perekonomian terletak
dan diserahkan sepenuhnya pada swasta dan kekuatan-kekuatan yang berlaku dalam
pasar. Proses penyesuaian demand dan supply diserahkan pada mekanisme pasar, proses
mana akan berlangsung secara otomatis dalam perekonomian. Jadi mengenai arah dan

50
besarnya produksi, konsumsi dan distribusi dalam perekonomian negara yang
bersangkutan berjalan secara bebas menurut kekuatan-kekuatan yang berlaku dalam
proses tanpa adanya pengaturan dan campur tangan langsung dari pemerintah.
Didalam sistem perekonomian ini pembangunannya terutama didasarkan atas
tabungan paksaan (forced saving) yang dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan
cara inflator yang terjadi akibat dari kebijaksanaan pemerintah melalui lembaga
perbankan dengan mempermudah pemberian kredit kepada badan-badan usaha yang
membutuhkannya. Kebijaksanaan moneter pemerintah yang mempermudah pemberian
kredit, seperti dengan memperluas jumlah kredit yang disalurkan, merendahkan tingkat
bunga, dan sebagainya yang ditunjukan untuk maksud-maksud pembangunan itu disebut:
easy money policy atau cheap money policy.

Catatan: Sebagai lawannya disebut tight money policy yaitu kebijaksanaan pemerintah
melalui lembaga perbankan yang mempersulit atau memperketat pemberian
kredit dengan mengurangi jamlah kredit yang disalurkan meninggikan tingkat
bunga dan sebagainya.

Didalam sistem free enterprice economy ini sebagaimana misalnya yang


dijalankan di Inggeris dan negara-negara eropah barat pada waktu pembangunan
ekonominya yang memegang peranan penting dalam pembangunan serta yang
meminta/memakai kredit dari Bank-bank untuk membangun dan memperluas usaha-
usaha dibidang industri dan perekonomian pada umumnya ialah para pengusaha. Hasrat
mereka untuk membangun serta memperluas perusahaan dan industri pada umumnya
memerlukam banyak modal uang, dan untuk ini mereka dengan mudah dapat
memperoleh kredit dari pemerintah melalui lembaga perbankannya. Maka dari itu kredit
perbankan itu tersalur dan dipergunakan untuk usaha-usasha yang produktif, yang
melalui suatu jangka sampai proyek yang bersangkutan menghasilkan, dialami adanya
tekanan-tekanan inflasi. Namun demikian akibat pemakaian uang kredit itu pada usaha-
usaha yang produktif, maka pembiayaan secara inflasi yang dijalankan disana itu dapat
mendorong dan menyebabkan berhasilkan pembangunan dengan meingkatnya produksi
ddan pendapatan secara keseluruhannya.
Proses pembangunan yang terjadi dan dibiayai secara inflasi itu adalah
berjalan kira-kira sebagai berikut: Dengan meningkatnya pemberian kredit dari Bank-
bank kepada berbagai bidang usaha/bidang produksi, maka uang yang beredar dalam
masyarakat semakin bertambah.
Oleh karena investasi besar-besaran yang diulakukan memerlukan proses
yang cukup lama baru dapat menghasilkan, maka supply barang-barang (produksi)
tentulah dapat mengimbangi peredaran uang yang besar tersebut melalui proses pula.
Dengan demikian selama proses tersebut harga barang-barang (produksi) akan
menigkat lebih tinggi. Kenaikan harga barang-barang ini sebagaian akan
menciptakan keuntungan yang lebih besar bagi perusahaan atau industri-industri yang
bersangkutan. Selanjutnya dalam proses pembangunannya itu, oleh para pengusaha
ditanamkan atau diinvestasikan kembali pada usaha-usaha yang produktif. Demikianlah
proses pembangunan dan proses inflasi ini terjadi terus menerus dan berulang kali, akan
tetapi ternyata pembangunannya yang terjadi membawa hasil yang memuaskan bagi
perekonomian negara-negara secara keseluruhannya.

51
Disamping adanya unsur para usahawan yang bersikap serta berjiwa
produktif dan dinamis, ada faktor yang mengguntungkan lainnya yang terdapat dalam
proses pembangunan negara-negara idustri tersebut, yaitu telah mulai berkembangnya
ajaran reformasi pada agama Kristen Protestan , yang berpandangan hidup
secara”Puritanis” atau “Puritan Qualities” (nilai-nilai puritan = cara-cara hidup yang
suci murni yang dianut serta dimuliakan masyarakat pada waktu pembangunan
ekonominya. Pandangan atau ajaran tersebut ialah memuliakan serta menganjurkan agar
orang-orang (manusia) supaya bekerja keras dan hidup hemat. Orang-orang yang
terpandang dalam masyarakat menurut nilai-naiali kemasyarakatannya ialah orang-orang
yang hidup hemat dan yang dapat menyimpan atau memperbesar kekayaan sebanyak-
banyaknya. Oleh karena pandangan hidup yang demikianlah maka keuntungan serta
pendapatan yang diperoleh oleh para pengusahanya kemudian ditanam atau
diinvestasikan kembali didalam perusahaanperusahaan atau diinvestasikan kembali
didalam perusahaan-perusahaan atau diinvestasikan ke bidang usaha-usaha yang
produktif lainnya sehingga akan meningkatkan produksi, pendapatan dan kekayaan
selanjutnya. Jadi dengan adanya penumpukan pendapatan dan kekayaan tersebut berarti
terdapatnya Capital Formation untuk pembangunan yang kemudian dapat meningkatkan
produksi serat kegiatan ekonomi dan pembangunan pada umumnya.
Keadaan lainnya lagi yang memegang peranan pula dalam pembangunan
negara-negara industri yang telah maju itu ialah dalam hal pengorbanan rakyat banyak.
Yang dimaksud dengan rakyat banyak disini ialah terutama kaum buruh. Rakyat banyak
ini dikorbankan dalam usaha pembentukan modal guna keperluan pembangunan. Hal ini
terjadi sebagai akibat dari adanya proses inflasi yang terjadi berulang-ulang. Dalam
keadaan inflasi dengan naiknya harga barang-barang, maka golongan masyarakat yang
incomenya rendah dan bersifat tetap (low and fixed income group) terutama kegiatan
kaum buruh yang merupakan golongan terbesar pada waktu itu, adalah golongan yang
sangat menderita atau dirugikan.
Sebaliknya pada waktu itu organisasi serta pergerakan buruh masih lemah
sekali, sehingga buruh-buruh mudah sekali diexploitir oleh para majikannya (dalam hal
ini para pengusaha). Tingkat upah yang dapat saja ditentukan oleh sepihak oleh para
majikan dengan kurang begitu perlu mempertimbangkan tingkat hidup yang layak bagi
para buruh serta sesuai pula dengan jasa kerja yang diberikannya. Jadi tindakan kaum
majikan (dalam hal ini para pengusaha) pada waktu itu antara lain ialah berupa
penekanan terhadap tingkat income dan konsumsi rakyat banyak serendah mungkin
terutama buruh bersamaan dengan itu mengusahakan terciptanya keuntungan yang
sebesar-besarnya untuk kemudian ditujukan bagi capital formation guna ekspansi
industri-industri mereka dan pembangunan ekonomi pada umumnya.

Ad.(2). Negara-negara dengan Sistem Central Planning Economy atau Socialized


Economy

Didalam sistem ekonomi ini sumber-sumber produksi adalah merupakan milik


bersama masyarakat, maka dari itu produksi yang dijalankan dengan menggunakan
sumber-sumber tersebut oleh pemerintah atau badan-badan pemerintah (yang merupakan
wakil masyarakat ) adalah dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan serta kemakmuran
masyarakat keseluruhannya. Kegiatan-kegiatan produksi dan pembangunan

52
direncanakan, diatur dan dilaksanakan menurut perencanaan secara sentral oleh
pemerintah pusat.

Pada sistem ekonomi sosialis yang extrim ( seperti Rusia, RRC ) perseorangan
atau individu dalam masyarakat tidak dibenarkan samasekali memiliki dan menguasai
sumber-sumber produksi serta menggunakannya untuk menghasilkan produksi dengan
tujuan memperoleh keuntungaan (profit). Disini segela persoalan ekonomi seperti:
produksi, konsumsi, distribusi dan sebagainya, direncanakan, ditetapkan dan diatur
langsung oleh pemerintah atau bahan-bahan pemerintah yang bersangkutan dengan
urusan tersebut.
Sebaliknya dalam perekonomian socialized yang tidak begitu extrim, disamping
usaha-usaha langsung oleh pemerintah, pihak swasta masih dibenarkan memegang
peranan dari turut serta dalam beberapa lapangan produksi tertentu dalam batas-batas
yang diatur oleh pemerintah. Yaitu terutama dalam bentuk usaha kecil-kecilan dan yang
tidak begitu besar pengaruhnya terhadap kehidupan ekonomi masyarakat dan negara.
Akan tetapi bagaimanapun juga dalam sistem ekonomi sosialis itu, kegiatan produksi
adalah untuk kemakmuran bersama atau kesejahteraan bersama bagi masyarakatnya,
bukan terbatas untuk orang-orang dalam sektor produksi yang bersangkutan semata-mata.
Hasil-hasil produksinya didistribusikan kepada masyarakat oleh pemerintah atau dibawah
pengaturan pemerintah. Pemerintah secara langsung, mengatur dan bahkan melaksanakan
produksi atau sekurang-kurangnya mengawasi langsung seluruh produksi dan
penggunaannya dalam masyarakat, yang diaturnya melalui perencanaan perekonomian
secara keseluruhannya (overall planning ), hal mana tidak terdapat dalam sistem free
enterprise economy. Diantara negara-negara yang memakai sistem socialized economy
ini dalam melaksanakan pembanggunannya ialah negara-negara Rusia dan RRC ( yang
extrim ) serta negara-negara di Eropa Timur ( yang tidak begitu extrim).
Dinegara-negara yang memakai sistem ekonomi sosialis ini dalam menjalankan
pembangunan ekonominya, terutama sistem sosialis yang extrim, cara-cara dan sumber-
sumber pembiayaan untuk membangun juga didasarkan atas penderitaan dan pengorbitan
rakyat banyak dengan melalui penekanan tingkat konsumsi (forced consumption).
Dengan adanyan penekanan terhadap tingkat konsumsi serendah mungkin, maka akan
dapat tercipta pembentukan modal (saving) yang sebesar-besarnya untuk tujuan
pembangunan.
Didalam sistem ekonomi yang sosialis ini cara-cara untuk menekan tingkat
konsumsi dapat dilakukan dengan lebih mudah karena dapat dilakukan aecara langsung
dan terkendali. Terutama dinegara-negara yang melakukan prinsip-prinsip sosialis ini
yang extrim sifatnya, cara-cara penekanan terhadap konsumsi itu dapat dilakukan dengan
paksanaan secara langsung yaitu dengan prinsip-prinsip totaliter, oleh karena semua
perusahaan atau badan usaha dibidang perekonomian adalah merupakan milik negara
atau sekurang-kurangnya dikuasai oleh negara.
Jadi secara langsung dapat ditetapkan jumlah barang-barang yang dapat
dikonsumir, sesuai dengan perencanaan dan pengaturan secara langsung mengenai arah,
jumlah dan alokasi produksi didalam lingkungan masyarakat. Pada taraf permulaan
proses pembangunan biasanya produksi barang-barang konsumsi ditekan atau dibatasi,
sehingga harga barang-barang tersebut menjadi meningkat, yang berakibat tertekannya
tingkat konsumsi dalam masyarakat. Dengan demikian pemakaian sumber-sumber

53
produksi dalam jumlah besar dapat digeser kearah memperbesar produksi barang-barang
modal, yang pada periode berikutnya dapat ditunjukan untuk peningkatan produksi
barang-barang konsumsi serta proses pembangunan lebih lanjut. Jadi dalam hubungan ini
pemerintahnya dapat merencanakan dan mengatur secara langsung perimbangan
pemakaian resources dalam memproduksi barang-barang konsumsi dan memproduksi
barang-barang modal dalam setiap tahap atau periode pembangunannya dalam jangka
pendek yang merupakan bagian dari perencanaan dan pelaksanaan pembangunan jangka
panjang secara menyeluruh.
Selanjutnya dapat dikemukakan disini bahwa dalam sistem sosialis ini hal yang
paling dominant dan paling menentukan dalam hubungan dengan arah kegiatan produksi
ialah segi supply. Disini demand dalam masyarakat harus disesuaikan dengan keadaan
supply yang telah tersedia dan diatur oleh pemerintah. Jika demand terhadap sesuatu
barang tertentu tidak dapat dipenuhi oleh supply yang ada, maka permintaan yang
bersangkutan tetap tidak dipenuhi atau tidak dilayani, dan berarti harus bergeser kearah
barang-barang produksi lainnya. Jika terdapat kekurangan supply atau excess demand
terhadap barang-barang tertentu itu, maka sering kali dipakai sistem kupon (kartu) untuk
membagi-bagikan barang yang tersedia secara merata kepada masyarakat pada umumnya.
Demikianlah telah dikemukakan pula dengan ringkas cara-cara membangun
perekonomian dinegara-negara yang memakai sistem ekonomi sosialis dalam proses
pembangunanya. Pada umumnya negara-negara yang berhasil membangun perekonomian
atas dasar prinsip-prinsip sosialis ini (seperti: Rusia, RRC, dan negara-negara eropah
timur) dapat mencapai kemajuan atau dapat berhasil membangun ekonominya dalam
jangka waktu yang relatif lebih pendek atau lebih cepat. Dalam hubungan ini ada
beberapa faktor atau alasan yang menyebabkan kenapa kemajuan ekonomi atau
pembangunan ekonomi dinegara-negara sosialis tertentu itu dapat berjalan/berhasil lebih
cepat, antara lain ialah:

(a) Pembangunan yang dijalankan dinegara sosialis tertentu itu dilaksanakan pada waktu
kemudian (belakangan). Jadi negara-negara tersebut dapat banyak belajar dari
pengalaman-pengalaman yang telah dialami pada negara-negara yang membangun
perekonomiannya atas dasar prinsip free enterprise. Dengan demikian negara-negara
sosialis tertentu itu telah banyak mendapat keringanan-keringanan dan manfaat-
manfaat dalam arti tidak perlu melalui terlalu banyak kesalahan-kesalahan (dari
pengalaman-pengalaman), dengan tidak usah terlalu banyak penyelidikan-
penyelidikan atau experimen-experimen tertentu yang telah ada sebelumnya, jadi
banyak dapat mengoper dengan begitu saja cara-cara atau teknologi-teknologi yang
telah berjalan dengan baik serta menunjukkan keampuhannya.

(b) Karena cara-cara atau prinsip-prinsip pembangunannya yang dijalankan, yaitu dengan
cara sosialis yang memakai prinsip-prinsip totaliter. Selain hal demikian ini berarti
dijalankannya cara-cara paksa, juga berarti bahwa pembangunannya di “planning”
dan diatur secara langsung oleh pemerintah atau negara. Jadi dalam soal-soal
expectation atau ramalan diberbagai bidang ekonomi yang bersangkutan dengan
produksi, konsumsi dan sebagainya dapat lebih bersifat “certaintly”, sehingga dalam
pelaksanaannya proses pembangunan tersebutlebih dapat berjalan menurut rencana
dan garis-garis yang telah ditentukan sebelumnya.

54
Bab IX

ARAH INVESTASI DAN KONSEP-KONSEP PEMBANGUNAN

Kita sudah mengetahui bahwa dinegara-negara underdeveloped dari segi demand


for capital terdapat vicious cycle (lingkaran yang tak berujung pangkal), yaitu:

Demand of capital
(untuk investasi)

oleh karena

produktivitas effective demand

luas pasar

real income

Dengan demikian dinegara underdeveloped tingkat penanaman modal atau invenstasi


pada berbagai sektor industri adalah sedikit. Hal ini terutama disebabkan oleh kurangnya
tenaga beli efektif (lack of effective demand) dalam masyarakat yang berarti pula
terbatasnya pasar (atau sempitnya size of the market ) untuk dapat menyerap barang-
barang yang dihasilkan.
Jika yang dialami atau yang terdapat dinegara underdeveloped adalah kekurangan
permintaan efektif dalam arti uang atau “kurangnya uang“ (disebut :lack of effective
demand in money term), maka kesukaran ini jauh lebih mudah mengatasinya, yaitu
semata-mata hanya dengan memperbesar atau menambah jumlah uang yang beredar
dalam masyarakat seperti misalnya dengan mencetak uang baru. Akan tetapi dinegara
terbelakang itu yang umum ditemui adalah kekurangan permintaan efektif dalam arti
nyata (disebut: lack of effective demand in real term). Ini berarti bahwa karena
pendapatan real yang tercermin dalam kemampuan berproduksi masyarakat adalah
rendah, maka akibatnya tenaga beli efektifnya juga rendah, sebagian besar dari produksi
dan pendapatan penduduk hanyalah tertuju untuk memenuhi keperluan akan barang-
barang konsumsi kebutuhan pokok saja. Sehingga dengan demikian bagian pendapatan
masyarakat yang dapat dipergunakan untuk keperluan-keperluan lainnya adalah perbatas
sekali. Disamping itu banyak pula hal-hal lainnya yang menyebabkan kenapa rendahnya
tenaga beli efektif dalam arti riil ini, diantaranya ialah terdapatnya berbagai rupa
pengangguran dan masih terbatasnya berbagai kegiatan investasi terutama pada sektor-
sektor industri. Dan terbatasnya kegiatan investasi ini antara lain disebabka oleh
rendahnya marginal efficiency of capital (tingkat keuntungan modal yang diharapkan
dari penanaman modal pada berbagai rupa investasi) dan relatif lebih tingginya tingkat
bunga modal, dan sebagainya.
Oleh beberapa ahli ekonomi, antara lain: W.A. Lewis, Regnar Nurkse dan
Sumitro Djojohadikusumo dikemukakan bahwa sebagai jalan keluar untuk memecahkan

55
persoalan terbatasnya luas pasar dan hambatan terhadap perkembangan berbagai kegiatan
investasi ialah dengan melaksanakan konsep pembangunan yang disebut “balanced
development“ atau “balanced growth“ (pembangunan ekonomi yang seimbang).
Menurut konsep ini pembangunan yang dijalankan hanyalah dengan mengadakan
keseimbangan diantara pembangunan dan perkembangan berbagai sektor atau proyek
perekonomian, dengan perkataan lain: investasi atau penanaman modal untuk
pembangunan harus dijalankan bersamaan dengan serentak disegala lapangan dan sektor
perekonomian. Dalam hubungan ini setiap sektor atau proyek yang dibangun, setiap
cabang-cabang produksi yang dibangun haruslah bersifat saling komplementer dan saling
melengkapi satu sama lainnya.
Sebagai pokok pikiran atau dasar pertimbangan dari pada konsep belanced
development ini ialah berpangkal pada terdapatnya kebutuhan manusia yang kompeks
dan beraneka ragam. Atas dasar pertimbangan ini maka menurut konsep pembangunan
ini perkembangan atau pembangunan berbagai rupa industri atau proyek perekonomian
haruslah disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan permintaan dan proferensi dari
pada konsumer atau masyarakat pada umumnya. Dengan adanya kenaikan produksi dan
pendapatan disuatu sektor atau proyek perekonomian maka ini akan dapat menampung
kebutuhan serta permintaan (yang meningkat) dari orang-orang yang berkerja pada sektor
atau cabamg produksi lainnya dan sebaliknya hasil-hasil dari sektor/cabang produksi ini
selanjutnya akan ditambung pula oleh sektor atau cabang produksi yang pertama yang
telah meningkat pendapatannya akibat dari kenaikan produksinya. Dan demikian
seterusnya hubungan antara lain sektor atau cabang-cabang produksi satu sama lain. Jadi
dengan demikian setiap produksi yang dihasilkan akan terjual atau akan dipasarkan dan
setiap permintaan akan pula tertampung dengan adanya pembangunan sektor-sektor atau
proyek-proyek industri yang bersifat komplementer tersebut.
Menurut beberapa ahli ekonomi seperti W.A. Lewis, dalam konsep balanced
development itu haruslah berarti adanya pembangunan yang seimbang diantara berbagai
sektor perekonomi dalam masyarakat, terutama adanya keseimbangan dalam
pembangunan sektor industri dengan pertunbuhan sektor agraria. Jadi berarti bahwa
peningkatan produksi dan pasar bagi hasil-hasil industri dan untuk hasil-hasil pertanian
haruslah berjalan dan berkembang secara seimbang. Maka dalam hubungan ini haruslah
ada sejumlah tenaga kerja yang dapat dipindahkan/disalurkan dari sektor pertanian
kesektor industri untuk diperolehnya sejumlah tenaga kerja bagi perkembangan lebih
lanjut dari pada sektor lanjut industri tersebut. Dan sebaliknya disektor agraria sendiri
perlu diciptakan perbaikan efisiensi kerja dan pemakaian teknologi yang lebih baik
sehingga dapat meningkatkan produksi dan produktivitas serta dapat dimanfaatkannya
sebagai tenaga kerja dari sektor agraria tersebut. Dapat dikemukakan disini bahwa
sebagai sarat untuk berhasilnya konsep belanced davelopment itu diantara lain ialah:

a. Harus betul-betul ada sifat komplementaritas dari tiap-tiap sektor dan proyek
perekonomian yang sedang dibangun.

b. Harus cukup tersedia modal dan sumber-sumber produksi lainnya untuk


membangun sektor/proyek-proyek perekonomian yang banyak dan beraneka
ragam dalam waktu yang bersamaan.

56
c. Harus ada juga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dengan
pembangunan sosial (social development ), yaitu perkembangan dilapangan
pendidikan, kesehatan, perumahan, sosial budaya, dan sebagainya

Sesungguhnya konsep belanced development ini mempunyai beberapa dasar atau


alasan yang cukup kuat untuk dapat dipergunakan sebagai konsep pembangunan, akan
tetapi adapula beberapa kelemahannya sebagaimana yang dikemukakan oleh beberapa
ahli ekonomi tertentu (seperti: Rossentein Rodan: “Notes on the theory of the big push”,
dan Albert O Hirschman: “The Strategi of Economic Development”). Diantara
kelemahan atau kekurangan dari konsep balanced development itu adalah sebagai
berikut:

(a) Dinegara-negara underdeveloped sumber-sumber produksi yang berupa modal dan


tenaga skills adalah sangat terbatas jumlahnya. Oleh karena itu pada suatu negara
tidaklah mungkin untuk dibangun segala sektor atau proyek perekonomian
keseluruhannya secara serentak dan dalam waktu yang bersamaan. Hal ini disebabkan
karena jika sumber-sumber produksi tersedia yang terbatas jumlahnya itu dibagi-
bagikan keseluruhan sektor atau proyek akan mendapat bagian yang kecil-kecil.
Dalam hubungan ini dapat dikemukakan bahwa pada kenyataannya kebanyakan
sektor atau proyek perekonomian tidak dapat terlaksana pembangunanya dengan
persedian sumber-sumber produksi khususnya modal yang sedikit (kecil-kecil),
akibatnya ialah pembangunan sektor atau proyek yang bersangkutan tidak terlaksana
atau banyak terbengkalai atau tertunda pelaksanaannya.

(b) Bahwa konsep balanced develpopment itu mungkin hanya tepat untuk perekonomian
yang tertutup (close economy), dimana kegiatan ekonomi negara bersangkutan
semata-mata bersumber atau berlandaskan kekuatan dalam negeri saja tanpa adanya
hubungan ekonomi dengan luar negeri. Pada perekonomian yang bersifat terbuka
(open economy) dimana terdapat hubungan ekonomi dan keuangan dengan luar
negeri dan sebagaimana yang terdapat pada negara-negara didunia pada masa ini,
maka konsep pembangunan tersebut tidak lagi berlaku seperlunya. Sebab dalam
perekonomian yang terbuka ini ada kemungkinan untuk menjual barang-barang
keluar negeri (mengekspor) sehingga kekurangan tenaga beli efektif didalam negeri
dapat dipecahkan dengan adanya pasar di luar negeri (dengan perdagangan luar
negeri). Dan sebaliknya ada kemungkinan untuk mengimpor barang-barang
(termasuk barang-barang modal) yang dibutuhkan dalam pemakaian didalam negeri
dimana barang tersebut kurang cukup dihasilkan atau tidak dapat dihasilkan sama
sekali. Sungguhpun demikian terhadap keberatan atau kelemahan yang kedua ini,
para penyokong konsep balanced development tersebut memperluas pengertian
konsepnya dengan “balanced development through foreign trade” yaitu dengan
pembangunan ekonomi yang seimbang yang memperhatikan atau memperhitungkan
pula adanya unsur perdagangan luar negeri atau hubungan ekonomi dan keuangan
dengan luar negeri tersebut.

Sebagai lawan atau bentuk yang bertentangan terhadap konsep “unbalanced


development” atau lazim disebut konsep “priority” dalam pembangunan. Menurut

57
konsep ini pembangunan ekonomi itu harus dijalankan dengan memilih beberapa sektor
atau proyek tertentu yang mempunyai perioritas yang tinggi (atau skala perioritas yang
tinggi) untuk dibangun. Jadi disini sumber-sumber produksi yang tersedia yang terbatas
jumlahnya itu harus ditujukan dan dialokasikan untuk beberapa sektor atau proyek
tertentu saja yang diutamakan atau diprioritaskan untuk dibangun terlebih dahulu.
Kebijaksanaan pembangunan ini seringkali pula disebut sebagai “Strategy of economic
development” yaitu suatu strategi dalam pembangunan ekonomi dengan memilih satu
atau beberapa proyek utama serta yang paling penting artinya bagi perekonomian
keseluruhannya untuk diberi prioritas (atau diprioritaskan) dalam pembangunan,
sedangkan pembangunan sektor atau proyek lainnya baru menyusul kemudian setelah
sektor atau proyek utama dan proyek penting itu selesai dibangun.
Sektor atau proyek yang dipilih dan mendapat prioritas untuk dibangun itu akan
bersifat sangat penting bagi perekonomian negara juga sektor atau proyek tersebut
menurut perhitungan dan penilaian akan dapat memberikan efek kumulatif (efek berantai)
yang besar bagi pertumbuhan/perkembangan sektor atau proyek-proyek lainnya dan
perekonomian negara keseluruhannya.
Catatan: Dalam teori Hirschman dikemukakan bahwa dalam memilih sektor atau
proyek khususnya dibidang industri yang diprioritaskan untuk dibangun ialah yang
mempunyai efek yang kumulatif dan yang “induced” lainnya. Dalam hubungan ini dia
mengemukakan konsep-konsep “backward linkage” dan “forward linkage”. Backward
linkage sesuatu proyek industri adalah kemampuan dari industri tersebut untuk
menimbulkan/menumbuhkan industri-industri lain yang melayaninya yang menghasilkan
input (bahan-bahan yang akan diproses) yang diperlukannya. Sedangkan forward linkage
dari sesuatu industri adalah timbulnya industri-industri lain yang menggunakan output
(hasil produksi) dari industri yang bersangkutan sebagai input atau badan-badan yang
akan diprosesnya. Dengan demikian industri yang mempunyai kekuatan backward
linkage dapat kita anggap sebagai consuming industry sedangkan industri yang
mempunyai kemajaun forward linkage sebagai supplying industry. Dalam hal ini ada
empat katagori industri, yaitu:

A. Katagori pertama (backward dan forward linkage kedua-duanya kuat): Besi


dan baja, kertas dan hasil-hasilnya, bahan-bahan kimia, tekstil, hasil-hasil
karet, dan sebagainya.

B. Katagori kedua (backward linkage kuat dan forward linkage lemah): Produksi
gilingan padi, produksi kulit, produksi perkayuan, alat-alat transpor, bahan-
bahan makanan yang diproses dan sebagainya.

C. Katagori ketiga (backward linkage lemah dan forward linkage kuat):


Pertambangan logam, minyak dan gas bumi, pertambangan batubara, barang-
barang pertanian& kehutanan, dan lain-lain.

D. Katagori keempat (backward dan forward linkage kedua-duanya lemah):


Perikanan, transportasi, jasa dan perdagangan.

58
Sebagai alasan dan pertimbangan kenapa konsep priority ini adalah tepat dan baik
sebagai konsep pembangunan, dikemukakan bermacam-macam hal, antara lain sebagai
berikut:

(1) Konsep ini adalah lebih tepat oleh karena pada negara-negara yang membangun pada
umumnya sumber-sumber produksi yang berupa padat modal, tenaga skill dan
sumber-sumber tertentu lainnya yang tersedia adalah terbatas. Dengan demikian
sumber-sumber produksi yang itu hanya dapat disalurkan dan digunakan untuk
membangun sektor/proyek tertentu dalam jumlah dan macamnya yang terbatas pula.

(2) Bahwa dengan memusatkan segala sumber pada beberapa sektor atau proyek tertentu
tersebut, maka satu persatu proyek atau sasaran pembangunan dapat diselesaikan.
Dan penyelesaian proyek tersebut adalah jauh lebih cepat, sehingga dengan demikian
kita akan dapat berpindah sasaran dan target suatu rencana pembangunan sektor atau
proyek ke rencana pembangunan lainnya.

(3) Dengan selesainya beberapa sektor atau proyek pembangunan dalam waktu yang
relatif lebih cepat itu, maka akan dapat diciptakan atau diperoleh kenaikan-kenaikan
produksi serta surplus produksi maupun dana pembangunan yang dihasilkannya.
Kenaikan surplus ini akan dapat digunakan lagi sebagai dana baru bagi penanaman
modal pada pembangunan sektor atau proyek lainnya yang akan dibangun menurut
perioritas berikutnya. Dan disamping itu juga tenaga-tenaga ahli yang berpengalaman
telah dapat diciptakan dan sudah semakin berkembang, baik tenaga
ahli/berpengalaman dibidang perencanaan maupun dalam bidang pelaksanaan dan
pengawasan atas jalannya pembangunan diberbagai proyek serta lapangan
perekonomian dalam rangka pembangunan.

Disamping kebaikan dan alasan-alasan yang membenarkan atas memperkuat


dipakainya konsep priority tersebut, tentu terdapat pula kelemahan-kelemahan atau
kekurangan-kekurangannya, yang antara lain diantaranya adalah:

(1) Seringkali pula penentuan proyek-proyek yang diberi prioritas untuk dibangun itu
tidak atau kurang didasarkan atas perhitungan-perhitungan ekonomis, tetapi lebih
banyak ditentukan atas dasar kepentingan atau pertimbangan sosial politis,
penyebaran pembangunan dan sebagainya.

(2) Dengan adanya penentuan prioritas tersebut, tentu ada departemen atau daerah-daerah
yang usul-usul proyek pembangunannya terpaksa ditunda atau bahkan dibatalkan. Ini
berarti kemungkinan terdapatnya kekecewaan bagi departemen atau daerah yang
bersangkutan yang merasa seolah-olah dirugikan atau dianak tirikan.

(3) Seringkali dengan konsep periority ini perhatian pemerintah lebih banyak tertuju
kepada proyek-proyek atau bidang-bidang pembangunan yang besar-besar saja dan
sebaliknya mengabaikan proyek yang kecil-kecil atau kurang menonjol, sungguhpun
ini tidak kurang pentingnya dan bahkan seringkali pula sangat mempengaruhi
jalannya perekonomian secara keseluruhannya.

59
(4) Dengan konsep periority tersebut, hampir seluruh perhatian pemerintah dan
masyarakat tertuju kepada proyek-proyek atau usaha-usaha yang baru saja sehingga
sumber-sumber keuangan tertuju untuk keperluan ini saja. Sebaliknya perhatian
terhadap perbaikan serta pemeliharaan (maintenance) bagi sektor atau proyek
perekonomian yang ada sangat kurang sekali.

Ingat: Kurangnya atau hampir tidak adanya biaya pemerintah atas jalan-jalan,
gedung-gedung dan sebagainya (baik yang lama maupun yang baru) sehingga lebih
mempercepat proses kerusakan proyek-proyek pembangunan yang bersangkutan.

60
Bab X

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN PRINSIP-PRINSIPNYA

Dalam perencanaan pembangunan, persoalannya yang utama diantaranya yang


mengenai berapa besarnya modal yang dibutuhkan, darimana diperoleh uang/modal
untuk membiayai pembangunan dan bagaimana cara-caranya dalam hal pembiayaan
tersebut. Jadi yang merupakan masalah pokok disini yang pertama ialah menentukan
berapa besarnya modal dan sumber produksi lainnya yang dibutuhkan, hal mana pertama-
tama tergantung kepada target (sasaran, tujuan)nya daripada pembangunan yang hendak
dicapai. Misalnya: dengan target sektor-sektor ekonomi dan proyek-proyek apa yang
akan dibangun, dengan target akan menaikan pendapatan nasional sebesar berapa pada
masing-masing sektor dan proyek secara keseluruhan obyek pembangunan, akan
mengadakan ekspor dan impor sebesar berapa dan sebagainya.
Kemudian setelah menetukan target tersebut, aspek yang harus
diperhatikan/diperhitungkan ialah tentang berapa besarnya faktor produksi yang
dibutuhkan. Masalah ini adalah bertalian dengan/disebut “financing in real term”
(pembiayaan dalam arti riil). Pembiayaan dalam arti riil ini adalah berupa segala
pemakaian/pengeluaran dalam menyalurkan human resources (seperti: tenaga kerja,
keahlian, pengalaman, kepemimpinan, ilmu pengetahuan dan sebagainya) dan non-
human resources (seperti: bahan-bahan mentah, tenaga mesin, alat-alat lainnya dan
sebagainya) untuk mencapai atau melaksanakan target tersebut. Tetapi didalam
money/market economy, soal pembiayaan tersebut menjelma menjadi persoalan
moneter, yaitu pembiayaan in money terms (baik dalam mata uang dalam negeri/rupiah
maupun devisa), karena umumnya cara menyalurkan resources yang dibutuhkan untuk
berproduksi dan pembangunan tersebut adalah dengan cara membeli/membayar sumber-
sumber produksi tersebut dari pemilik-pemiliknya seperti: dari buruh/pegawai, manager,
teknisi dan sebagainya, yang menerima upah, gaji, honorium dan sebagainya. Maupun
dari pemilik tanah, gedung dan sebagainya yang disewa/dibeli ataupun untuk bahan-
bahan mentah, mesin dan sebagainya yang dibeli dipasar.
Agar supaya target itu berhasil, maka planningnya haruslah disesuaikan dengan
realitas dan tidak didasarkan pada impian dan harapan-harapan belaka. Dalam hal ini
haruslah diadakan hubungan yang erat sekali antara target dan sumber-sumber/faktor-
faktor produksi yang tersedia. Jika hal tersebut tidak dilakukan atau jika rencananya
dilakukan secara terpisah-pisah/tersendiri-sendiri, maka seringkali hasilnya tidak akan
sesuai dengan apa yang direncanakan dan dicita-citakan ataupun akan gagal sama sekali.
Dalam hubungan masalah pembiayaan dan target pembangunan ini adalah penting
sekali diketahui cara-cara dan pengaturan pembiayaan tersebut dengan melalui suatu
Rencana Pembangunan Ekonomi secara menyeluruh (over all) maupun perinciannya
per sektor dan per proyek. Definisi dari Economic Planning (Perencanaan Pembangunan
Ekonomi);

“adalah suatu perencanaan dan pengaturan kegiatan-kegiatan ekonomi yang terpimpin


oleh aparatur masyarakat melalui suatu skema (bagan) yang menerangkan secara
kwantitatif proses produksi yang seharusnya dijalankan selama jangka waktu tertentu”

61
Proses ini harus dipilih dan disusun sedemikian rupa sehingga terjamin
penggunaan yang sebaik-baiknya dalam keseluruhannya atas sumber-sumber yang
tersedia serta dihindarkan keperluan-keperluan yang arah dan sasarannya bertentangan
satu sama lainnya.
Mengenai perencanaan pembangunan ekonomi ini, W.A Lewis dalam bukunya:
“The Principles of Economic Planning” membagi atau mengklasifikasikan dua macam
bentuk planning, yaitu:

1. Planning through the market (perencanaan melalui pasar atau disebut pula
Planning by inducement).

2. Planning by direction (perencanaan dengan pimpinan sentral).

Ad.1. Planning through the market (planning by inducement)

Dalam perencanaan melalui pasar ini, pemerintah membuat rencana produksi dan
pembangunan perekonomian keseluruhannya dengan memelihara berjalannya pasar
bebas dan mekanisme pasar sejauh mungkin. Jadi disini pemerintah membuat
perencanaan ekonomi dan pembangunan, sasaran pembangunan, merencanakan target-
target produksi dan sebagainya. Sedangkan pelaksanaan keseluruhannya atau sebagian
besar diserahkan kepada pihak swasta dan masyarakat pada umumnya. Dalam
melaksanakan kegiatan ekonomi dan pembangunan, pemerintah disini hanyalah
mengarahkan dan mengawasi saja ataupun ilkut campur tangan secara tidak langsung,
yaitu dengan mempengaruhi dan mengawasi berjalannya mekanisme pasar, sehingga
arah dan target produksi akan berjalan sesuai dengan apa yang menjadi sasaran dan target
dalam perencanaan pembangunan ekonomi yang telah disusun.
Jadi didalam sistem planning through the market ini, pada prinsipnya
dilaksanakan kegiatan ekonomi terutama diserahkan kepada private enterprise
(perusahaan-perusahaan atau usaha-usaha perorangan/swasta) serta kekuatan
pasar/mekanisme pasar, kekuatan demand dan supply dalam pasar. Untuk mengatur serta
mengarahkan sektor produksi, pemerintah seringkali menjalankan cara-cara incentive
(yang bersifat mendorong/merangsang) dan disincentive (yang bersifat tekanan/yang
mematahkan semangat), yaitu:

1. Tindakan atau cara-cara incentive itu misalnya ialah dengan melalui/melakukan


tindakan-tindakan:

a. Pemberian subsidi seperti dengan memberikan bantuan peralatan modal,


penyaluran bahan-bahan mentah dengan harga yang murah, seperti penyaluran
pupuk, benang dan sebagainya.

b. Dengan memberikan keringanan-keringanan pajak, fasilitas kredit dengan


tingkat bunga yang rendah dan sebagainya. Pemberian-pemberian
incentive ini dimaksudkan untuk dapat mendorong/merangsang kenaikan

62
produksi tertentu yang diharapkan pemerintah, sesuai dengan apa yang
direncanakan (ditargetkan).

2. Tindakan atau cara-cara disincentive, misalnya dengan:

a. Mengenakan pajak yang lebih tinggi terhadap produksi dalam negeri


tertentu.

b. Mengenakan bea masuk yang tinggi misalnya terhadap barang-barang lux,


minuman keras dan sebagainya. Segala tindakan ini dimaksudkan untuk
mengurangi atau mengekang kenaikan atau bertambahnya produksi tertentu,
yang karena hal-hal tertentu, misalnya karena tak baik bagi kesehatan,
kurangnya devisa, dan sebagainya menyebabkan lebih cepat
perkembangan/kenaikan produksinya daripada apa yang telah menjadi target
dalam rencana. Sungguhpun tindakan-tindakan ini bersifat disincentive, tetapi
disini tidak ada unsur paksaan secara langsung didalam membatasi kenaikan
atau pertambahan produksi yang bersangkutan.

Sebagai contoh tindakan pemerintah dalam planning through ini adalah sebagai
berikut: Jika pemerintah menginginkan dan merencanakan produksi menjadi lebih besar
daripada apa yang telah dihasilkan atau diperkirakan dapat dihasilkan masyarakat maka
pemerintah memberikan incentive. Misalnya: Produksi tekstil yang dapat disediakan
sebesar 400 juta meter tekstil, sedangkan yang dibutuhkan dan jadi target produksi tahun
yang bersangkutan 600 juta meter; maka untuk menaikan atau mendorong produksi
tekstil tersebut dalam masyarakat, pemerintah memberikan subsidi kepada perusahaan-
perusahaan pertekstilan, seperti berupa:

a. Penyaluran benang tenun dengan harga murah, menekan ongkos sehingga


akan dapat mendorong perusahaan yang bersangkutan untuk meningkatkan
produksinya.

b. Memberikan kredit Bank dengan bunga rendah pada usaha perstektilan dan
sebagainya.

Begitu juga misalnya jika pemerintah ingin merangsang ekspor supaya dapat
mencapai target ekspor tertentu (yang dimaksudkan untuk mencapai target penerimaan
devisa tertentu). Dalam hal ini pemerintah dapat melakukan tindakan-tindakan untuk
mendorong ekspor (disebut: expor drive) misalnya:

a. Dengan memberikan keringanan pajak ekspor

b. Memberi subsidi kepada perdagangan ekspor, atau dapat juga dengan

c. Merubah kurs mata uang asing (dengan kebijaksanaan devaluasi), sehingga ini
akan dapat mendorong ekspor.

63
Catatan: Devaluasi adalah kebijaksanaan pemerintah suatu negara untuk menurunkan
nilai mata uang sesuatu negara (mata uang dalam negeri) dibandingkan dengan mata uang
luar negeri, dengan perkataan lain kurs mata uang asing dinaikan. Misalnya, semula $1,-
= Rp 2.450,- dengan devaluasi, kurs dirubah menjadi $ 1,- = Rp 2.800,- mak dengan
demikian para eksportir yang menghasilkan devisa akan mendapat rupiah (mata uang
dalam negeri) yang lebih banyak untuk setiap unit devisa hasil ekspornya, dibandingkan
dengan sebelum diadakan devaluasi.

Sehubungan dengan tindakan-tindakan dis-insentive, maka jika pemerintah ingin


mengurangi atau membatasi produksi tertentu dalam masyarakat, karena menganggap
produksi tertentu secara relatif sudah terlalu banyak atau karena supaya jangan terjadi
pemborosan biaya atau pemakaian sumber-sumber produksi kearah produksi barang-
barang yang kurang essensial dan lain sebagainya, maka dalam rencana target produksi
(persediaan produksi) tersebut dalam masyarakat diadakan rencana-rencana pembatasan
atau pengurangannya. Dalam hal ini pemerintah dapat bertindak dengan mengenakan:

(a) Pajak yang tinggi atas hasil-hasil produksi yang bersangkutan,

(b) Dalam pemberian kredit bank dibatasi jumlahnya serta dengan tingkat bunga
yang sangat tinggi.

Contoh lain adalah dalam bentuk pembatasan impor barang-barang lux atau yang sangat
lux seperti: mobil-mobil mewah, Televisi, Piano, Kulkas dan sebagainya yang umumnya
oleh pemerintah dikenakan bea impor yang sangat tinggi. Dengan demikian akan dapat
dikekang konsumsi barang-barang mewah serta dapat dihemat pemakaian devisa.

Jadi pada dasarnya dengan sistem planning ini pemerintah bertindak secara politik
moneter serta politik perpajakannya. Dalam pelaksanaan sistem planning through the
market ini, memang seringkali terjadi kesukaran-kesukaran dalam bidang produksi,
terutama karena adanya immobilitas daripada sumber-sumber produksi pada saat tertentu
dan pada lingkungan/sektor tertentu. Maka dalam hal ini, untuk sementara dapat dan
perlu dijalankan sistem penggendalian harga serta sistem kupon (penjatahan), yang
berarti tidak berjalannya mekanisme harga pada sektor-sektor atau produksi tertentu itu.
Akan tetapi tindakan ini hanyalah bersifat sementara, dan sejalan dengan itu
secepatnya harus dijalankan usaha-usaha untuk melenyapkan kekurangan-kekurangan
atau hambatan-hambatan tersebut (disebut bottlenecks) dan berusaha menaikan
supply/produksi secara effesiensi produksi. Setelah kesukaran-kesukaran serta hambatan-
hambatan tersebut dapat diatasi, maka menurut sistem planning ini jalannya
perekonomian segera harus diserahkan kembali kepada mekanisme pasar.

Ad.(2). Palanning by Direction

Dalam sistem ini terdapat pengaturan serta pimpinan secara sentral (oleh
pemerintah pusat) yang mengatur serta menguasai seluruh bidang perekonomian dalam
pelaksanaan produksi dan pembangunan ekonomi. Pemerintah pusat membuat
perencanaan-perencanaan secara menyeluruh yang mengatur proses produksi (secara

64
kwantitatif) dengan target-target tertentu yang direncanakan selam jangka waktu tertentu.
Pelaksanaan pembangunannya dengan pimpinan pemerintah secara langsung.
Tetapi dalam pelaksanaannya, perencanaan yang dilakukan dengan pimpinan
secara sempurna (sepenuh-penuhnya) sukar untuk dilaksanakan. Maka dari itu dalam
pelaksanaannya umumnya diserahkan atau didelegir kepada pemerintah daerah,
perusahaan negara serta lembaga-lembaga pemerintah lainnya yang bersangkutan dengan
itu. Dalam hal ini badan-badan/lembaga-lembaga pemerintah tersebutlah yang
merencanakan, menyelenggarakan dan mengatur serta mengontrol jalannya
perekonomian secara terperinci dan ke segala bahagian-bahagiannya.
Dalam sistem planning ini pemerintah secara direct (langsung) dapat dengan lebih
nudah menyesuaikan target dengan pelaksanaan produksinya. Jika misalnya target
produksi tekstil 600 juta meter pertahun, sedangkan produksi yang dihasilkan
perusahaan-prusahaan hanya sebesar 400 juta meter, maka perusahaan-perusahaan
tersebut “dipaksakan” untuk menaikan produksinya dengan bekerja keras, dengan
menggerakan segala dana dan daya dan sebagainya menjadi 600 juta meter, bukan lagi
dengan cara memberikan insentif seperti yang terdapat dalam sistem planning through the
market. Hal ini lebih mudah dilaksanakan karena sektor produksi dimiliki dan dikuasai
oleh negara.
Sistem planning ini umumnya terdapat dinegara totaliter atau dinegara sosialis
dengan sistem central planning. Contoh utama ialah: negara Sovjet Rusia dan RRC.
Sektor industri: Misalnya dalam produksi barang-barang modal seperti mesin-mesin,
traktor, instalasi listrik, pabrik besi dan baja dan sebagainya. Pada periode
pembangunannya negara tersebut memaksakan agar produksi barang modal tersebut
sesuai dengan/dapat mencapai target yang direncanakan sungguhpun hal itu
menimbulkan penderitaan atau pengorbanan yang besar dikalangan masyarakat.
Sektor pertanian, untuk mencapai target produksi pertanian, seperti gandum, padi,
bahan-bahan mentah dan sebagainya secara direct pemerintah memaksa petani-
petani/buruh-buruh untuk bekerja keras dalam proyek-proyek pertanian pemerintah guna
dapat meningkatkan produksi (RRC: kommune) sehingga dapat mencapai target yang
dikehendaki dan direncanakan. Lain halnya dibeberapa negara sosialis laiinya seperti
Yugoslavia. Didalam karangan Prof. Sadli dan Prof. Subroto dalam judul “Tata
Ekonomi Yugoslavia” disebutkan bahwa: Ternyata disana mereka telah kembali kepada
penggunaan mekanisme pasar dalam hal mengatur jalannya perekonomian serta
pembangunan ekonomi negara tersebut. Tetapi sejalan dengan itu ada pula lapangan-
lapangan perekonomian yang semata-mata diatur dan diselenggarakan oleh negara.
Disana perusahaan-perusahaan dalam batas-batas tertentu bebas untuk menjalankan
usahanya dan bersaing dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Dan ternyata penggunaan
mekanisme pasar pada (sebagian besar) lapangan perekonomian di Yugoslavia itu
didalam membangun perekonomiannya telah membawa hasil yang gemilang. Jadi
sungguhpun negara Yugoslavia itu merupakan negara sosialis, tetapi dialam pengaturan
perekonomiannya serta membangun ekonominya, mereka menggunakan sistem planning
tersebut secara simultan, yaitu pada lapangan-lapangan ekonomi dapat dipakai prinsip
planning through the market sedangkan pada lapangan ekonomi lainnya dipakai sistem
planning by direction.

65
Bab XI

SUMBER-SUMBER PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Sumber-sumber pembiayaan pembangunan suatu negara yang mempunyai


struktur ekonomi yang bersifat terbuka, dan dilihat dari segi asalnya pembiayaan tersebut
dapat dibagi atau dikelompokkan dalam dua bagian besar, yaitu:

1. Sumber-sumber pembiayaan yang berasal dari dalam negeri (Domestic


Financial/Financing Resources).

2. Sumber-sumber pembiayaan yang berasal dari luar negeri (Foreign Financial


Resources )

Ad.1. Domestic Financial Resources

Yang termasuk didalam golongan Domestic Financial Resources ini adalah


sebagai berikut:

(1) Tabungan yang bersifat sukarela (voluntary saving), yaitu berupa:

a. Personal Saving (tabungan perseorangan) yaitu bagian daripada


pendapatan perseorangan yang dilakukan secara sukarela, disimpan
sendiri dirumah atau disimpan di Bank dan sebagainya. Y = C + S,
berarti S = Y – C

b. Business Saving (oleh pemerintah), terutama berupa bagian dari


keuntungan perusahaan yang tidak dibagikan kepada peserta
perusahaan, tapi disimpan dalam perusahaan sebagai cadangan atau
untuk memperluas usaha perusahaan.

c. Public Saving (oleh pemerintah), yaitu berupa penerimaan dalam


negeri dikurangi pengeluaran rutin pada APBN atau dapat
dilambangkan sebagai (T – G). Dimana T = Penerimaan pemerintah
dari Pajak (langsung & Tak langsung) plus penerimaan bukan pajak.
Sedangkan G = Pengeluaran rutin pemerintah seperti Gaji Pegawai,
Pensiunan dan sebagainya, ataupun berupa bagaian dari pengeluaran
pemerintah yang tidak ditujukan terhadap pengeluaran barang-barang
konsumsi, akan tetapi tertuju sebagai investasi dalam pembangunan
oleh karena ia merupakan bagaian dari Anggaran Negara.

(2) Tabungan Secara Paksa/terpimpin (forced saving). Dapat berupa tindakan-


tindakan pemerintah yang dilakukan dengan jalan:

66
a. Inflasi
b. Perpajakan
c. Kerja Paksa (dengan pengerahan forced labour) atau pengerahan
tenaga disguised unemployment.

(3) Pinjaman Negara (public borrowing) yaitu berupa pinjaman yang dilakukan
oleh pemerintah kepada masyarakat, dengan pengeluaran surat-surat obligasi
pemerintah (sukarela) dan bisa juga secara paksa seperti dengan sanering
uang, pembekuan sebagian uang simpanan di Bank.

(4) Foreign Trade Earning, yaitu berupa penerimaan atau pendapatan yang
berupa devisa, sebagai hasil dari perdagangan luar negeri atau hasil ekspor
produksi dalam negeri keluar negeri.

Ad.2. Foreign Financial Resources

Yang termasuk didalam golongan sumber-sumber pembiayaan luar negeri


(Foreign Financial Resources) ini adalah sebagai berikut:

(1) Pinjaman/kredit luar negeri (foreign loans atau foreign credits) adalah
berupapinjaman-pinjaman/kredityang berasal dari luar negeri baik dari badan-
badan partikulir, dari pemerintah negara lain/asing ataupun dari badan-badan
internasional seperti:

IMF (International Monetary Fund = Dana Moneter Internasional).


IBRD (International Bank for Reconstruction and Development = Bank Dunia)
ADB (Asian Development Bank = Bank Pembangunan Asia)

a. Pinjaman Biasa, yaitu pinjaman yang harus dibayar oleh negara yang
bersangkutan/peminjam dalam jangka waktu tertentu ataupun setelah
habisnya suatu jangka waktu tertentu sesuai dengan kontrak, dengan
membayar bunga tahunannya dan seluruh jumlah pinjamannya.

b. Production Sharing, yaitu berupa pinjaman dan kerjasama


pembangunan proyek-proyek/industri/industri tertentu, yang pembayaran
kembali atau pengembalian pinjaman tersebut beserta bunganya adalah
dari/dibayar dengan hasil langsung proyek-proyek atau industri-industri
yang bersangkutan.

(2) Penanaman Modal asing (Foreign Investment), yaitu penanaman


modal/investasi modal langsung dari luar negeri kedalam proyek-proyek
pembangunan tertentu, seperti pada lapangan usaha ekonomi, contoh dalam
bidang Pertambangan, Perkebunan, Industri besar seperti Ban Mobil serta
perlengkapannya, bahan-bahan kimia dan lain sebagainya.

(3) Pemberian Luar Negeri (Grants atau Donations). Pemberian luar negeri
yang dapat berupa pemberian dana/uang maupun dalam bentuk barang-barang

67
modal dan barang-barang konsumsi. Donasi ini dapat diberikan oleh pihak
pemerintah atau badan-badan swasta luar negeri (rockefeller Fondation, Ford
Fondation dan sebagainya) ataupun badan-badan internasional seperti dalam
bentuk “Colombo Plan”.

Yang ditinjau/diuraikan lebih lanjut hanyalah beberapa sumber pembiayaan dan


hal-hal yang sehubungan dengan itu, yang memegang peranan penting dalam
pembangunan ekonomi negara-negara terbelakang. Pertama-tama sumber-sumber
pembiayaan berupa forced saving dengan jalan “inflasi”.
Pembiayaan dengan cara “inflasi” ini merupakan forced saving oleh karena
pembiayaan cara ini seperti dengan pencetakan uang (money creation) serta peredarannya
yang lebih banyak dalam masyarakat, akan menyebabkan terjadinya “inflasi” yaitu
berupa kenaikan-kenaikan tingkat harga yang terjadi terus menerus. Hal ini menyebabkan
terjadinya “saving” secara paksa dalam masyarakat dalam arti bahwa adanya
pengurangan/penurunan tingkat konsumsi (riil) dari masyarakat, yang timbul karena
terpaksa akibat dari kenaikan-kenaikan harga tersebut.
Misalnya, dengan pengambilan uang maka oleh pemerintah pada bank atau
dengan mencetak uang baru guna membiayaai pembangunan (pada kebijaksanaan deficit
financing oleh pemerintah), maka uang yang beredar dalam masyarakat bertambah. Oleh
karena itu tambahan peredaran uang itu belum dapat ditampung atau diimbangi
dengan/oleh persediaan barang-barang dalam jangka pendek, maka harga-harga akan
naik. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kemampuan masyarakat untuk mengkosumer
barang-barang yang berarti tingkat konsumsi menjadi tertekan. Tertekannya atau
berkurangnya konsumsi (riil) ini berarti seolah-olah adanya kenaikan tingkat saving
dalam masyarakat, sungguhpun hal ini sudah diciptakan/diambil sebelumnya oleh
pemerintah, berupa cetakan uang baru atau pinjam uang dari Bank-bank: Y = C + S
(seolah-olah).
Mengenai sebab-sebab (sumber-sumber) yang menimbulkan terjadinya inflasi ada
bermacam-macam:

a. Ada yang Dari segi demand, seperti: karena semakin banyaknya peredaran
uang atau supply uang yang beredar dalam masyarakat akibat pengeluaran
pemerintah dengan menciptakan uang baru serta perluasan kredit oleh Bank-
bank, karena kenaikan money income dalam masyarakat, pertambahan
pengeluaran (uang) perusahaan-perusahaan, karena kenaikan penerimaan hasil
ekspor dan sebagainya.

b. Ada yang Dari segi supply, yaitu karena sulitnya menaikkan produksi. Hal ini
disebabkan antara lain, karena faktor-faktor produksi yang tersedia terbatas
atau kuarang sekali; kurangnya mesin-mesin/peralatan modal yang ada,
kurangnya tenaga-tenaga buruh yang terlatih dan terdidik, kurangnya tenaga-
tenaga skill, masalah kesulitan transport dan sebagainya.

Sungguhpun ada banyak sumber-sumbernya, tetapi yang memegang peranan


penting sebagai sumber pembiayaan pembangunan yang menyebabkan tekanan-tekanan

68
inflasi dari segi demand khusus dari segi kebijaksanaan pemerintah adalah 3
sumber/sebab, yaitu:

(1) Sumber dari sektor Perbankan


Kebijaksanaan pemerintah dalam hal mempermudah dan memperbesar pemberian
kredit oleh Bank-bank. Kebijaksanaan ini disebut: Easy Money Policy (sebagai
lawannya adalah tight money policy). Hal ini pada umumnya sehubungan dengan
atau berdasarkan pada permintaan-permintaan/kebutuhan-kebutuhan akan kredit yang
besar pada perusahaan-perusahaan/pihak-pihak swasta maupun perusahaan negara
guna melaksanakan kegiatan-kegiatan atau usaha-usahanya dalam bidang industri,
perdagangan dan sebagainya.

(2) Sumber dari sektor Pemerintah


Kebijaksanaan pembangunan pemerintah dengan menjalankan pembiayaan melalui
Anggaran Belanja Negara yang defisit. Dalam hal ini sungguhpun penerimaan
pemerintah tidak begitu besar, akan tetapi pengeluarannya untuk keperluan
pembangunan dan sebagainya adalah jauh lebih besar ( G < T ). Dan pada umumnya
ini terjadi dengan mencetak uang baru pada Bank Sentral. Kebijaksanaan ini disebut:
“Deficit Financing Policy”. Kebijaksanaan ini banyak sekali dijalankan oleh negara-
negara yang sedangmembangun perekonomiannya.

(3) Sumber dari sektor Perdagangan Luar Negeri


Kebijaksanaan perdagangan luar negeri dapat menghasilkan lebih banyak ekspor dari
impor dalam jumlah yang besar. Demikian pula kenaikan harga bahan-bahan mentah
secara drastis akan dapat berakibat surplus ekspor. Kesemuanya akan berakibat
meningkatnya penerimaan devisa, dan semakin besar/banyaknya uang yang beredar
didalam negeri.

69
Bab XII

INFLASI DAN PEMBANGUNAN

Pada negara-negara yang sedang membangun banyak dijumpai cara-cara


pembiayaan pembangunan perekonomiannya dengan cara inflasi tersebut. Akan tetapi
dalam hal ini kita harus membedakan dua keadaan, yaitu:

1. Adanya tekanan-tekanan inflasi (Inflation pressures atau repressed


inflation).

2. Adanya inflasi yang tak terkendalikan (Open inflation atau run away
inflation atau hyper inflation).

Pada umumnya pada negara-negara yang sedang menjalankan pembangunannya


selalu dialami tekanan-tekanan inflasi, dengan perkataan lain inflasi itu merupakan suatu
hal yang wajar dan tidak dapat dihindarkan. Hal ini disebabkan oleh karena didalam
proses pembangunan itu selalu dikeluarkan pembiayaan-pembiayaan yang besar (yang
pada kebanyakan hal dari pencetakan uang baru) untuk membangun industri-industri atau
proyek-proyek pembangunan lainnya. Sebaliknya kenaikan produksi tidak dapat dicapai
dalam jangka waktu yang pendek. Akibatnya ialah tidak lagi terdapat perimbangan antara
supply uang yang beredar dengan persedian barang-barang, sehingga terjadi kenaikan-
kenaikan harga. Akan tetapi kenaikan-kenaikan harga ini akan dapat ditanam atau ditekan
kembali bilamana produksi dari proyek-proyek pembangunan itu telah dapat
mengimbangi jumlah uang yang beredar lagi (kembali).
Oleh karena itulah maka banyak orang-orang berpendapat bahwa pembiayaan
dengan inflasi serta tekanan-tekanan inflasi itu sendiri didalam batas-batas tertentu dan
selama masih dapat dikendalikan, masih dapat dipertanggung jawabkan dan dapat
membawa kehidupan ekonomi kearah yang lebih majau dan tingkat hidup yang lebih
tinggi.
Akan tetapi bilamana pembiayaan dengan inflasi itu sangat besar sekali serta
bilamana inflasi itu sudah menjelma menjadi inflasi terbuka (open inflation) atau run-
away inflation yang tidak terkendalikan, yaitu bilaman terjadi kenaikan harga barang-
barang/produksi dan ongkos-ongkos produksi terus menerus, dengan perkataan lain:
Terjadi kejar mengejar antara kenaikan upah dan ongkos-ongkos produksi lainnya dengan
harga barang-barang, maka dalam keadaan ini seluruh perekonomian dan kehidupan
masyarakat akan terancam.
Kalau terjadi hal yang demikian ini, maka akan banyak menimbulkan efek-efek
yang buruk akibat inflasi tersebut, seperti antara lain:

(a) Tekanan beban hidup masyarakat serta penderitaan rakyat banyak pada
umumnya, yaitu rakyat yang berpendapatan rendah dan berpendapatan tetap.

70
(b) Kurangnya hasrat pengusaha untuk bergiat dibidang produksi/industri dan
umumnya lebih menyukai usaha-usaha dagang serta usaha-usaha lainnya
dimana keuntungan yang besar dapat diperoleh dengan cepat.

(c) Banyak/sering terjadinya usaha-usaha manipulasi dan spekulasi dalam barang-


barang kebutuhan masyarakat.

(d) Suasana inflasi itu akan menghambat/memacetkan banyak usaha-usaha


dibidang pembangunan, karena melesetnya kalkulasi biaya pembangunan
tersebut.

(e) Inflasi tersebut akan mengurangi/menyebabkan tidak adanya keinginan untuk


menabung, dan lain sebagainya.

Oleh karena terjadinya akibat-akibat/efek-efek yang buruk sebagai akibat dari


adanya inflasi (open inflation) yang tak terkendalikan itu, maka dalam hal ini pemerintah
perlu segera/cepat bertindak. Tindakan-tindakan atau kebijaksanaan pemerintah didalam
membendung/mengatasi inflasi tersebut ada bermacam-macam, yang pada garis besarnya
dapat digolongkan kedalam 3 macam tindakan:

(1) Kebijaksanaan atau tindakan-tindakan moneter


(2) Kebijaksanaan atau tindakan-tindakan fiskal
(3) Kebijaksanaan atau tindakan-tindakan non-moneter

Ad.(1). Tindakan-tindakan Moneter (Monetary Measures)

Tindakan-tindakan moneter untuk mengekang atau mengatasi inflasi ini


merupakan tindakan yang sudah biasa/lazim dijalankan, maka dari itu seringkali disebut:
Tindakan yang konvensionil. Kebijaksanaan ini sebagain besar merupakan kebijaksanaan
yang dijalankan dan diatur oleh Bank sentral dalam hal membatasi/mengurangi kredit dan
uang yang beredar dalam masyarakat. Kebijaksanaan moneter ini, anatara lain dapat
berupa:
a. Menaikan tingkat bunga (politik diskonto)
b. Politik pasar terbuka (open market operations)
c. Menaikan/menurunkan ratio (reserve requirement).

Ad.(a). Politik Diskonto

Dengan menaikan/menurunkan tingkat bunga berarti akan menaikan ongkos


peminjam atau kewajiban membayar bunga yang lebih tinggi bagi para
peminjam/pengusaha-pengusaha. Hal ini akan mengakibatkan naiknya ongkos produksi,
sehingga keuntungan yang diharapkan dari penjualan produksi akan menjadi semakin
berkurang/kecil. Dengan demikian jika tingkat bunga semakin tinggi, maka akan
mengakibatkan tertahannya atau berkurangnya kegiatan-kegiatan ekonomi yang
pembiayaannya didasarkan atas pinjaman dari badan pengkreditan (bank) tersebut.

71
Dengan berkurangnya peminjaman uang atau kredit tersebut, berarti
berkurangnya jumlah uang beredar dan effective demand dalam masyarakat, sehingga
akan dapat mengurangi inflasi.

Ad.(b). Politik Pasar Terbuka

Politik pasar terbuka ini merupakan kebijaksanaan bank sentral dengan


membeli/menjual surat-surat berharga pemerintah seperti obligasi negara kepada
masyarakat. Dengan penjualan surat-surat berharga ini akan mengakibatkan
berkurangnya jumlah yang beredar tersebut (money supply) ditangan masyarakat, akan
menyebabkan berkurangnya effective demand atau permintaan efektif masyarakat
terhadap barang-barang. Sehingga ini akan bertendensi/berakibat turunnya harga barang-
barang atau bertahannya kenaikan harga barang-barang yang berarti inflasi akan dapat
ditekan atau dikurangi.

Ad.(c). Menaikkan Cash Rartio

Cash Ratio (reserve requirement) ini adalah perbandingan antara jumlah uang
cash/tunai serta tagihan di Bank sentral yang harus tersedia pada Bank dagang
dengan jumlah demand deposits (uang giro atau kredit) yang dapat diberikan oleh Bank
yang bersangkutan.
Jadi dengan politik menaikan Cash Ratio ini akan mengurangi kemampuan bank-
bank tersebut didalam memberikan kredit potensiil, sehingga jumlah kredit yang dapat
dikeluarkan dan diberikan oleh Bank-bank dalam bentuk giro tersebut menjadi berkurang
(turun). Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya money supply dalam masyarakat
sehingga dapat menekan atau mengurangi inflasi.

Ad.(2). Tindakan-tindakan Fiskal (Fiscal Measures)

Tindakan fiskal ini dalam arti sempit adalah khusus yang bertalian dengan
perpajakan. Tetapi dalam arti luas termasuk atau meliputi semua tindakan-tindakan
pemerintah yang berhubungan dengan:

a. Pengeluaran Pemerintah (Government Spending)


b. Perpajakan (Taxes)
c. Pinjaman Negara (Public Borrowing)

Dalam masa inflasi pemerintah haruslah mengurangi/menekan pengeluarannya


atau melakukan penghematan dalam pembelanjaannya. Pengeluaran-pengeluaran yang
tak begitu urgent atau bersifat konsumtif harud ditekan menjadi seminimum mungkin,
sehingga akan dapat menghambat atau memperkecil jumlah uang yang beredar dalam
masyarakat. Bagi negara-negara yang sedang membangun dan negara-negara yang
menghadapi bahaya perang adalah sukar sekali untuk menekan/mengurangi pengeluaran
pemerintah itu. Tetapi bilaman inflasi yang terjadi sangat mengancam perekonomian dan
penghidupan masyarakat, maka boleh dikatakan tidak dapat tidak atau harus pengeluaran
pemerintah (lebih-lebih yang bersifat konsumtif) tersebut ditekan atau dibatasi dan

72
bilamana pemerintah masih menambah anggaran pengeluarannya dalam masa itu adalah
sangat tidak tepat dan kurang bijaksana sekali.
Usaha-usaha lain untuk mengurangi uang yang beredar serta
menekan/membendung inflasi ialah dengan menaikan pajak dari pada masyarakat yang
berarti menambah penerimaan negara. Jadi dengan peningkatan pajak ini, maka
pendapatan masyarakat berkurang, sehingga kemampuannya dalam membeli barang-
barang atau tenaga beli efektifnya akan semakin berkurang, sehingga akan dapat
menekan atau mengurangi inflasi.
Bentuk lain pada kebijaksanaan fiskal dalam arti luas ini ialah dengan
mengadakan pinjaman negara. Hal ini biasanya/seringkali dilakukan dalam bentuk
pinjaman paksaan dengan jalan senering uang, pengguntingan uang, membekukan
sebagaian simpanan masyarakat pada Bank-bank, dan lain sebagainya. Jadi ini juga akan
berekibat berkurangnya money supply yang beredar dalam masyarakat sehingga akan
dapat menekan kenaikan harga atau membendung inflasi.
Selama masa inflasi itu, untuk mengatasi agar supaya situasi ekonomi/keuangan
jangan menjadi lebih memburuk lagi , maka tindakan yang bijaksana yang perlu
dijalankan pemerintah ialah dengan mengusahakan penyerapan uang dari masyarakat
dalam bentuk penerimaan pemerintah, terutama dengan dengan melalui Pajak-pajak.
Untuk ini biasanya macam dan struktur pajak yang lama tetap dipertahankan serta
mengusahakan peningkatan pungutan pajak dari masyarakat dan berusaha menggali
sumber-sumber pajak baru pada golongan-golongan/lapangan-lapangan yang masih
memungkinkan untuk itu.
Sebagai pengecualian daripada prinsip yang umum dalam politik perpajakan
dalam masa inflasi, yaitu berapa kebijaksanaan struktur pajak serta menaikan tingkat-
tingkat pajak, ialah dalam hal: Pajak import (tariff). Pajak import sedapat mungkin perlu
diturunkan, agar dengan demikian dapat diperbesar supply barang-barang didalam negeri.
Disamping itu dengan adanya kenaikan impor itu akibat penurunan pajak impor tersebut
maka bagian dari money income didalam negeri akan mengalir keluar negeri untuk
pembeli barang-barang impor tersebut menjadi semakin besar, sehingga dengan demikian
akan mengurangi aliran money income, money supply dan effective demand didalam
negeri.
Jadi kenaikan impor (tambahan barang-barang impor) dalam masa inflasi antara
lain dengan jumlah penurunan pajak impor tersebut perlu dijalankan, terutama dalam hal
impor barang-barang konsumsi yang mengalami tekanan inflasi yang hebat/terbesar. Dan
kenikan impor ini tentu terutama harus dibayar dengan atau perlu diimbangi dengan
kenaikan ekspor. Oleh karena usaha-usaha memperbesar impor ini dibatasi oleh
persedian devisa yang ada serta hasil-hasil ekspor yang berupa devisa, maka tindakan-
tindakan dorongan terhadap ekspor (export drive) untuk memperbesar penerimaan devisa,
perlu diusahakan pula antara lain dengan memberikan subsidi atau pinjaman bagi usaha
ekspor, keringanan-keringanan pajak ekspor, alokasi devisa untuk exportir produsen, dan
lain sebagainya.

Ad.(3). Tindakan-tindakan Non Moneter (Non-Monetary Measures)

Tindakan-tindakan non-moneter yang bertujuan untuk memerangi inflasi yang


terpenting diantaranya ialah berupa:

73
(a) Penyesuaian output (output Adjustment), yaitu dengan meningkatkan
produksi.

(b) Pengendalian harga serta sistem distribusi (price control and rationing).

Ad.(a). Output Adjustment

Kita mengetahui bahwa inflasi itu timbul karena kurangnya produksi atau supply
barang-barang yang tersedia dibandingkan dengan money supply yang merupakan
permintaan efektif pada tingkat harga umum yang berlaku, sehingga mengakibatkan
terjadi kenaikan-kenaikan harga. Oleh karena itu tindakan-tindakan dengan menaikan
produksi merupakan pemecahan utama untuk mengatasi persoalan inflasi. Yang jadi
persoalan pertama-tama adalah sampai berapa banyak dan berapa cepatnya produksi total
dapat dinaikan dalam jangka waktu pendek. Ada beberapa faktor atau hal yang
membatasi kenaikan output ini, yaitu misalnya ialah: full utilization of resources yaitu
telah digunakan/dipakai sepenuhnya sumber-sumber serta alat-alat produksi yang
tersedia.
Meskipun demikian masih ada kemungkinan untuk menaikan produksi barang-
barang tertentu dan mencegah penurunan produksi total dalam keadaan full utization
(employment) of resources tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan
menggeser/mengalihkan sumber-sumber produksi yang telah digunakan/dipekerjakan
dari produksi yang kurang sensitif, kurang mudah terpengaruh oleh inflasi kepada
produksi yang lebih sensitif terhadap inflasi. Output (produksi) barang-barang tertentu,
seperti: bahan makanan, pakaian dan lain-lainnya yang ada dalam keadaan dan jumlah
persediaan yang kurang sekali, dapat ditingkatkan dengan menjalankan atas dasar sistem
perioritas, dengan pengaturan allokasi bahan-bahan mentah serta produksi dan dengan
pemberian subsidi, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu usaha-usaha yang praktis untuk menaikkan produksi dalam jangka
waktu pendek dalam masa inflasi pada keadaan full utilization tersebut, haruslah
ditunjukkan terutama kepada usaha-usaha peningkatan barang-barang tertentu yang
kurang sekali persediaanya (short supply) dan yang gerakan harganya sangat besar
pengaruhnya terhadap perekonomian keseluruhannya. Dan dalam jangka panjang
tentulah dengan mengusahakan penambahan atau perluasan peralatan produksi, areal
pertanian, infrastruktur, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan peningkatan
produksi serta arus barang-barang.
Disamping usaha tersebut diatas kadang-kadang dianjurkan untuk menaikan
output dengan jalan: bekerja lebih lama (longer hours of work). Tetapi tindakan ini
bukanlah cara pemecahan yang realistis didalam masa normal (tidak masa perang), dan
terutama dinegara-negara dimana organisasi serikat-serikat buruhnya kuat atau turut
memegang peranan penting atas jalannya roda produksi. Disamping itu uang lembur yang
dikeluarkan/digunakan untuk jam-jam kerja lembar tersebut akan menaikan pula
penerimaan masyarakat, yang berarti kenaikan effective demand, sehingga seringkali
akan meniadakan arti daripada tindakan anti inflasi (mengatasi inflasi) tersebut tadi.

74
Ad.(b). Price Control and Rotioning

Tindakan mengekang inflasi dengan pengendalian harga ini ialah dengan


menetapkan suatu batas harga maximal bagi barang-barang yang diperdagangkan. Disini
pemerintah langsung menetapkan harga tertinggi, diatas batas mana barang-barang tidak
boleh dinaikan harganya. Biasanya pengendalikan harga ini ditujukan untuk menghambat
effek komulatif dari suatu inflasi yang berupa run-away inflation, yaitu keadaan infalsi
yang tidak terkendalikan dimana terjadi kenaikan harga yang terus menerus, baik harga
barang-barang jadi maupun harga sumber-sumber produksi dan faktor-faktor produksi
lainnya.
Sebagai akibat dari pengendalian harga ini, maka biasanya pada tingkat harga
yang ditetapkan itu terjadi excess demand, yaitu jumlah permintaan lebih besar daripada
supply barang yang tersedia. Oleh karena itu tindakan pengendalian harga itu biasanya
selalu diberengi dengan sistem pembagian jatah (rationing). Barang-barang yang
dihasilkan dalam masyarakat dibagi-bagikan dalam melalui kupon-kupon jatah yang
didistribusikan menurut pertimbangan-pertimbangan atas dasar kebutuhan, besarnya
keluarga, prestasi kerja dan sebagainya.
Seperti kita ketahui pengaruh moneter yang berupa pertambahan peredaran uang
dalam perekonomian dapat berakibat tekanan inflasi dan pertambahan pendapatan uang
dalam masyarakat. Meskipun demikian tekanan inflator dan pertambahan money income
tersebut bisa tidak menjelma menjadi inflasi, bilaman hasil produksi barang-barang serta
arus barang-barang dalam masyarakat segera dapat diperbanyak dan mengimbangi pula.
Sehubungan dengan ini seringkali dikemukakan pendapat bahwa defisit dalam
Anggaran Belanja Negara (defisit spending) merupakan sebab dari pada terjadinya
inflasi. Sebenarnya pendapatan dan kesimpulan demikian tidaklah benar sepenuhnya dan
malahan kadang-kadang tidak tepat. Memang dibeberapa negara underdeveloped defisit
dalam Anggaran Belanja Negara inilah yang seringkali merupakan faktor inflator yang
terbesar, sehingga ada gagasan bahwa untuk memberantas inflasi harus dilakukan dengan
menjalankan politik AB “Anggaran Berimbang” yang seimbang (balanced budget)
ataupun dengan Anggaran Belanja yang surplus ( T > G ). Akan tetapi harus diingat
bahwa kegiatan perekonomian, pembangunan ekonomi dan perekembangan moneter
harus dilihat dalam hubungan timbal balik dan secara menyeluruh.
Maka dari itu dalam melihat efek-efek inflasi serta pengaruh moneter terhadap
perekonomian dan produksi, harus ditinjau sektor-sektor yang memegang peranan
penting dan sangat berpengaruh didalam perekonomian/moneter negara, yaitu:

1. Sektor perdagangan luar negeri (export dan import)


2. Sektor pemerintah (pendapatan dan pengeluaran negara)
3. Sektor partikulir (investasi dan saving masyarakat sendir/swasta).

Ad.(1). Sektor Perdagangan Luar Negeri

Dinegara underdeveloped, perdagangan luar negeri (export dan import)


mempunyai pengaruh moneter yang besar terhadap perekonomian dalam negeri. Dalam
sektor ini, faktor ekspor barang-barang dan jasa-jasa merupakan faktor yang
menyebabkan kita menerima pendapatan uang (berupa devisa) dari luar negeri ini

75
disebut: Income Generating Factor (faktor yang membentuk income dalam
masyarakat). Sebaliknya import barang-barang dan jasa-jasa menyebabkan adanya
pengaliran uang keluar negeri atau akan terhisapnya uang didalam negeri untuk
pembayaran impor tersebut, ini disebut: Income destroying factor (faktor yang
menghabiskan atau menyerap income uang dalam masyarakat). Maka bilaman ekspor
melebihi Impor ( X > M ) akan menimbulkan efek inflator, sedangkan bilaman impor
lebih besar daripada ekspor ( M > X ) akan bertendensi timbulnya efek deflator.

Ad.(2). Sektor Pemerintah (Pendapatan dan Pengeluaran Negara)

Perkembangan sektor pemerintah ini memegang peranan penting dan berpengaruh


besar pula atas situasi ekonomi dan moneter didalam negeri. Dalam sektor ini
pengeluaran pemerintah merupakan income generating factor, yaitu membentuk
pendapatan didalam masyarakat. Sedangkan penerimaan pemerintah merupakan income
destroying factor karena dengan penerimaan pemerintah tersebut yang melalui
bermacam-macam pajak dan sebagainya akan menyerap uang dan money income dari
masyarakat.
Oleh karena itu bilamana pengeluaran pemerintah lebih besar daripada
penerimaannya ( G > T ), maka akan menimbulkan efek-efek inflator, sedangkan
bilamana penerimaan pemerintah lebih besar dari pada pengeluarannya ( T > G ) akan
bertendensi timbulnya efek-efek deflator dalam perekonomian negara.

Ad.(3). Sektor Partikulir (Swasta)

Yang dimaksud dengan sektor partikulir disini ialah sektor yang faktor-faktornya
membentuk dan menyerap income dalam masyarakat sendiri, yang dalam hal ini berupa
faktor-faktor Investasi dan Saving (I dan S) dari masyarakat. Faktor investasi merupakan
income generating factor, karena dengan investasi tersebut akan timbul atau tercipta
pertambahan pendapatan uang dalam masyarakat. Sebaliknya faktor saving merupakan
income destroying factor karena dengan S tersebut akan timbul kebocoran daripada
aliran income atau akan terhisapnya money income dari masyarakat.
Jadi bilamana investasi dalam masyarakat dapat dibiayai dengan saving
masyarakat sendiri ( I = S ), maka tindakan akan menimbulkan efek-efek inflasi maupun
deflasi. Dan bilamana investasi masyarakat lebih besar daripada saving yang dapat
dijalankan/dihimpun tidak cukup untuk dapat membiayai investasi ( I > S ) akan
menimbulkan efek-efek inflasi. Sedangkan bilamana saving melebihi investasi yang
dijalankan ( S > I ) ini akan mempunyai efek-efek deflator dalam perekonomian negara.

Kesimpulan:

Didalam perekonomian negara sehubungan dengan kestabilan dan moneternya,


terdapat 3 sektor utama yang masing-masing sektor tersebut dapat menimbulkan
kekuatan atau efek inflator maupun deflator. Akan tetapi masing-masing sektor tersebut
belum tentu merupakan faktor yang positif didalam menentukan apakah timbulnya efek
inflator, efek deflator maupun keseimbangan moneter didalam perekonomian
keseluruhannya. Maka dari itu efek total dari ketiga sektor dengan perumusan berikut ini:

76
( I – S ) + ( G – T ) + ( X – M ) adalah yang menentukan apakah terjadi efek inflasi,
efek deflasi ataukah equilibrium moneter dalam perekonomian yang bersangkutan.

(a) Bilaman efek total tersebut = 0 atau bilamana:


( I – S ) + ( G – T ) + ( X – M ) = 0, akan terdapat equilibrium moneter
(monetary equilibrium).

(b) Bila total effect tersebut > 0 terjadi efek inflasi


(c) Bila total effect tersebut < 0 terjadi efek deflasi

contoh: X – M = -3
G – T = +10 + 1 + 10 - 3 = +8 efek inflasi
I – S = +1

Disini defisit spending memang menimbulkan efek inflasi

X –M = -4
G – T = +3 0 + 3 - 4 = -1 efek deflasi
I – S = 0

Defisit spending disini tidaklah menimbulkan efek inflasi, malahan justeru


efek deflasi.

Timbul Pertanyaan:

Manakah diantara ketiga keadaan tersebut, yaitu adanya efek inflator, efek
deflator dan equilibrium moneter yang paling baik atau ideal bagi perekonomian ?.
Sepintas lalu akan timbul dugaan bahwa equilibrium moneter merupakan keadaan yang
ideal. Tetapi hal ini belum tentu benar, sebab mungkin saja dapat diciptakan (dengan
berbagai tindakan) keadaan equilibrium tersebut, tetapi hanya terjadi pada tingkat
keadaan ekonomi yang rendah, pada tingkat dimana pembangunan tidak
jalan/dilaksanakan karena diadakannya penghematan-penghematan disegala bidang
termasuk bidang pembangunan. Dengan demikian perekonomian akan menjadi statis,
lesu dan kurang kegiatan.
Seperti kita ketahui pada negara-negara underdeveloped yang sedang membangun
perekonomiannya, tekanan inflasi atau efek-efek inflasi tersebut tidak dapat dihindarkan
sepenuhnya karena diperlukannya pengeluaran-pengeluaran biaya yang besar untuk
pembangunan dan investasi, yang mengakibatkan terjadinya kenaikan-kenaikan harga.
Hanya saja yang terutama harus dihindarkan ialah supaya tekanan dan efek inflasi itu
jangan sampai menimbulkan terjadinya inflasi terbuka (open inflation) yang tidak dapat
dikendalikan lagi. Jadi tekanan atau efek inflasi itu didalam batas-batas tertentu dimana
belum terjadi spiral inflasi, yaitu kenaikan harga barang-barang dan upah serta ongkos-
ongkos produksi lainnya yang saling kejar mengejar, ini dapat dibenarkan dan
dipertanggung jawabkan. Jadi tekanan-tekanan atau efek-efek itu dalam batas-batas
tertentu seringkali perlu pula untuk menggerakkan segala kegiatan ekonomi dan
pembangunan.

77
Bentuk (type) Inflasi:

Ditinjau dari sebab-sebab dan proses terjadinya, maka inflasi dapat terjadi dalam
dua bentuk, yaitu:

(1) Excess Demand (Demand Pull Inflation)


(2) Cost (Cost Push Inflation)

Ad.(1). Excess-Demand Inflation

Inflasi ini terjadi bilaman permintaan total atas barang-barang dan jasa-jasa
melebihi supply barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam jangka pendek (short
run). Hal ini kebanyakannya/seringkali terjadi dalam perekonomian yang sudah full
employed (dimana barang-barang modalnya sudah digunakan atau dipakai sepenuhnya),
sehingga sukar untuk memproduksi tambahan barang-barang dan jasa-jasa untuk dapat
memenuhi permintaan tersebut. Persaingan untuk memperoleh barang-barang dan jasa-
jasa yang relatif sedikit (scarce) diantara para konsumer yang menyebabkan terjadinya
kenaikan-kenaikan harga. Excess demand (excess spending) ini dapat terjadi akibat dari
berbagai sebab antara lain seperti pengeluaran tambahan konsumer dari simpanan dimasa
lalu, kredit Bank, pertambahan peredaran uang yang dikeluarkan (yang baru dicetak), dan
sebagainya. Pada umumnya bilaman money supply atau bentuk-bentuk tenaga beli
lainnya bertambah lebih cepat daripada pertambahan produksi dan produktivitas pada
suatu negara, akan menyebabkan terjadinya excess-demand inflation.

Ad.(2). Cost-Push Infaltion

Inflasi ini terjadi baik dalam perekonomian yang full employed maupun yang
under employed. Apakah inflasi ini dimulai dengan kenaikan upah dan ongkos-ongkos
material (bahan-bahan) yang tinggi ataukah karena kenaikan harga barang-barang
konsumsi, adalah sukar untuk ditentukan. Jika upah dan harga bahan-bahan mentah
meningkat oleh karena beberapa sebab, produser seringkali menaikan pula harga barang-
barang dan jasa-jasa yang dihasilkannya dengan maksud untuk dapat mempertahankan
keuntungannya. Kenaikan harga tersebut akan menyebabkan penurunan tenaga beli
(purchasing power) daripada upah-upah. Akibatnya penerima upah (buruh-buruh dan
tenaga kerja lainnya), terutama yang tergabung dalam serikat-serikat buruh, akan
mengusahakan desakan-desakan atau permintaan untuk memperoleh kenaikan upah
buruh lebih lanjut. Sebaliknya hal ini selanjutnya dapat menyebabkan kenaikan harga
bahan-bahan dan hasil produksi, yang mana menyebabkan kenaikan harga bahan-bahan
dan hasil produksi, yang mana menyebabkan pula timbulnya kecenderungan kenaikan-
kenaikan upah. Hal ini disebabkan terjadinya Wage-Price Spiral.
Sebagai jalan keluar dari kedua bentuk inflasi tersebut, secara umum dapat
dinyatakan bahwa harus dilakukan dengan menaikkan produktivitas.

(a) Dalam excess-demand inflation, jika produktivitas dapat dinaikkan, yang berarti pula
produksi dapat diperbesar sedemikian rupa sehingga tambahan permintaan akan
barang-barang dan jasa-jasa dapat dipenuhi dengan supply yang meningkat tersebut,

78
maka tekanan inflasi dapat diatasi. Sebaliknya demand akan barang-barang dan jasa-
jasa dikurangi atau ditekan dengan menurunkan/mengurangkan money supply
(peredaran uang) dalam masyarakat atau menurunkan income yang tersedia untuk
dibelanjakan pada masyarakat.

(b) Pada Cost-Push Inflation, inflasi dapat dibatasi atau diatasi jika kenaikan-kenaikan
upah dapat dipergunakan atau dijaga sejajar/seimbang/sebanding dengan kenaikan
produktivitas. Jadi karena kenaikan upah akan bertambah secara proporsionil dengan
kenaikan produktivitas (yang berarti juga dengan kenaikan produksi), maka
pendapatan/income masyarakat berada dalam keadaan keseimbangan dengan jumlah
barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan. Sehingga barang-barang dan jasa-jasa
yang bertambah tersebut dapat menampung pengeluaran-pengeluaran buruk akibat
pertambahan upah/income mereka tersebut.

79
Bab XIII

PEMBANGUNAN EKONOMI DENGAN INDUSTRIALISASI

Banyak teori-teori pembangunan yang berpendapat bahwa untuk pembangunan


ekonomi perlu dijalankan industrialisasi. Oleh berbagai ahli ekonomi, definisi pada
industrialisasi tersebut pada prinsipnya pengertian dasarnya adalah sama, sungguhpun
demikian dapat juga disebutkan dua pengertian (pada garis besarnya) yang agak
berlainan, yaitu:

Pei-Kang Chang: Industrialisasi adalah suatu proses dimana terjadi perubahan


dari pada strategical production function dalam arti bahwa cara-cara produksi
yang sederhana dirobah menjadi cara-cara produksi baru dengan
mempergunakan mesin.

Proses perubahan ini dapat terjadi dalam 3 taraf, yaitu:

1. Produksi yang bersifat statis dengan alat-alat sederhana serta titik berat
berproduksi diletakkan pada kepandaian tangan (handicraft).

2. Proses produksi dengan mesin-mesin yang sederhana tetapi dimana telah


diadakan spesialisasi atau pembagian kerja sungguhpun kepandaian tangan
masih penting.

3. Proses produksi dengan mesin-mesin yang dapat menghemat tenaga kerja dan
waktu, serta pembagian kerjanya (spesialisasinya) sudah sangat intensif.
Disini sudah mulai atau telah dilakukan pemindahan keahlian serta pemikiran
dari manusia mesin.

Sehubungan dengan definisi tersebut diatas, maka menurut Paul M. Sweezy,


Industrialisasi adalah sebagai: “The establishment of new industries or building new
means of production” (didirikan industri baru atau pembangunan alat-alat produksi yang
baru).
Sebetulnya pengertian industrialisasi tersebut, ada yang dalam arti luas dan ada
pula yang dalam arti sempit. Industrialisasi dalam arti luas merupakan proses berproduksi
tersebut dalam mana terdapat perubahan/pemakaian cara-cara produksi dengan
mempergunakan mesin (mekanisasi) baik dilapangan industri/manufacturing maupun
dilapangan pertanian dan lapangan-lapangan kegiatan ekonomi lainnya.
Sedangkan industrialisasi dalam arti sempit khusus terrutama menekankan kepada
bidang industri/manufacturing serta sektor produksi sekunder lainnya dan tidak termasuk
pada produksi pertanian dan produksi primer. Jadi disini dapat terjadi dalam bentuk
pembangunan industri-industri baru serta peralatan-peralatan produksi yang baru.
Adapun maksud/tujuan daripada industrialisasi (terutama yang dalam arti sempit)
antara lain adalah sebagai berikut:

80
(a) Industrialisasi dapat menambah stabilisasi dilapangan perekonomian, terutama
dalam hal mengurangi pengaruh-pengaruh ketidakstabilan yang berasal dari
luar negeri, dengan perkataan lain berupa faktor-faktor extern yang berasal
darei fluktuasi ekonomi dunia serta naik turunnya kegiatan perdagangan antar
negara.

(b) Industrialisasi akan dapat menciptakan kesempatan kerja dan meringankan


tekanan pertambahan penduduk. Dari pengalaman menunjukan bahwa sektor
pertanian semata-mata tidak dapat menampung tekanan pertambahan
kepadatan penduduk tersebut, maka industrialisasi selain pengangguran dapat
ditampung atau dikurangi, juga aktivitas dalam produksi bahan-bahan mentah
untuk industri dapat digiatkan (ditingkatkan). Selanjutnya kenaikan volume
barang-barang (hasil industri tersebut) akan dapat menambah pula kegiatan
dalam lapangan perdagangan, pengangkutan, asuransi, perbankan dan
sebagainya. Jadi efek komulatif daripada kesempatan kerja semula menjadi
lebih besar.

(c) Industrialisasi memungkinkan pula kemajuan/perkembangan dalam lapangan


pertanian sendiri. Sebab dengan adanya industrialisasi, yang berarti dengan
berkembangnya industri-industri tersebut, maka antara lain industri-industri
ini ada yang akan dapat memberi atau melengkapi alat-alat pertanian dan
barang-barang keperluan bidang pertanian lainnya, sehingga produksi
pertanian dapat meningkat.

Begitu pula bahan-bahan mentah hasil pertanian untuk keperluan industri (dengan
berkembangnya industri akibat industrialisasi tersebut) akan ditampung oleh sektor
industri, sehingga perkembangan lapangan pertanian akan menjadi semakin meningkat.
Sebaliknya kenaikan hasil pertanian ini berarti pula dapat menyebabkan kenaikan income
hingga akan terjadi pula kenaikan permintaan efektif akan barang-barang industri, jadi
akan dapat mendorong perkembangan industri selanjutnya.

Permualaan Proses Industrialisasi

Sebagai masalah dan analisa umum yang bersifat ilmiah, banyak pendapat-
pendapat yang menganjurkan bahwa biasanya sebagai langkah pertama didalam proses
industrialisasi sebaiknya diutamakan untuk mendorong/pertumbuhan industri-industri
kecil dan menengah dikota-kota pedalaman dan daerah pertanian. Hal ini antara lain
disebabkan karena:

(a) Kekurangan modal dan keahlian kita terpaksa memusatkan perhatian pada
usaha-usaha/industri-industri yang bersangkutan denagn hasil-hasil
tradisionil/pertanian.

(b) Dengan adanya industri-industri tersebut urbanisasi yang berat dapat dicegah
dan pengangguran dipedalaman dan daerah pertanian yang disebabkan oleh
iklim atau musim (seasonal) akan dapat ditampung.

81
(c) Industri-industri kecil dan menengah tersebut dapat menarik modal yang
berbentuk emas, barang-barang perhiasan lainnya serta simpanan-simpanan
yang tidak produktif, yang banyak terdapat didaerah pedalaman/pertanian
tersebut.

Seperti kita ketahui modal serta beberapa sumber-sumber produksi lainnya yang
tersedia adalah sangat terbatas, karena itu dalam membangun industri-industri/proyek-
proyek perlu dijalankan atas dasar perioritas-perioritas, dipilih mana yang sebaiknya
dibangun terlebih dahulu dan mana yang dibangun kemudian. Dalam memecahkan
persoalan investasi apa atau proyek-proyek apa yang seharusnya didahulukan, maka
seringkali ukuran produktivitas pertama-tama diambil sebagai dasar. Jadi investasi
terlebih dahulu ditujukan kepada cabang-cabang industri yang akan dapat memberikan
hasil/produksi serta produktivitas yang tinggi yang lebih besar.
Disamping ukuran produktivitas seperti yang disebutkan diatas, dalam
pembangunan industri serta pemilihan industri mana yang diutamakan/didahulukan,
terdapat banyak pertimbangan-pertimbangan lainnya, yang antara lain (disini terutama
dilihat dari sudut makro/perekonomian nasional keseluruhannya, bahkan dari sudut satu
industri:

(a) Mengingat tekanan-tekanan inflasi dalam permulaan pembangunan, maka


sebaiknya penanaman modal lebih diutamakan terlebih dahulu kepada proyek-
proyek/industri-industri barang-barang konsumsi atau industri-industri yang
segera dapat memberikan hasil langsung untuk kebutuhan masyarakat. Dan
umumnya kurang bijaksana untuk menanam modal didalam proyek-
proyek/industri-industri yang memakan waktu yang lama sekali untuk
menghasilkan sesuatu.

(b) Untuk mengatasi tekanan-tekanan pertambahan penduduk serta pengangguran


dan memberikan lapangan kerja kepada mereka, maka diutamakan pula untuk
menujukan investasi kepada industri-industri yang memerlukan banyak tenaga
kerja.

(c) Guna perbaikan didalam pasaran buat hasil-hasil agraria, maka diutamakan
untuk membangun industri-industri yang banyak menggunakan bahan-bahan
mentah atau barang-barang pertanian yang dihasilkan didalam negeri.

(d) Untuk menaikan penerimaan devisa hasil ekspor yang sangat berguna bagi
impor barang-barang keperluan pembangunan, maka industri-industri yang
menghasilkan barang-barang yang dapat/laku diekspor harus mendapat
perhatian yang besar pula.

(e) Mengingat besarnya impor barang-barang, perlindungan terhadap industri-


industri didalam negeri yang masih muda/baru dibangun serta untuk
penghematan devisa (tidak banyak membutuhkan barang/peralatan impor)
serta industri-industri yang dapat menghasilkan barang-barang pengganti
impor.

82
Bab XIV

KEUANGAN NEGARA DAN PEMBANGUNAN

Keuangan negara dalam hal persoalan-persoalan fiskal pemerintah adalah


sehubungan dengan:

(a) Pengeluaran pemerintah


(b) Penerimaan pemerintah
(c) Utang piutang negara

Seperti telah diuraikan sebelumnya, kebijaksanaan fiskal ini sangat besar


pengaruhnya kepada tingkah laku dan keadaan seluruh perekonomian negara, mempunyai
efek-efek yang besar terhadap tingkah laku serta tingkat pendapatan nasional,
employment, tingkat harga dan lain-lain sebagainya.
Seringkali pembahasan mengenai keuangan negara ini dipisahkan antara
pengeluaran pemerintah dan penerimaan pemerintah. Sungguhpun demikian, dalam
masalah kebijaksanaan dan analisa terakhir tentang anggraran belanja ini umumnya
digabung kedua-duanya. Dalam hubungan ini mungkin pemerintah mengambil
kebijaksanaan ataupun tindakan-tindakan yang berakibat salah satu dari tiga keadaan
Anggaran Belanja Negara, yaitu:

(a) Balanced budget, dalam pada mana pengeluaran pemerintah sama dengan
pengeluaran.

(b) Defisit dalam Anggaran Belanja (budget), dalam pada mana pengeluaran >
penerimaannya.

(c) Surplus dalam Anggaran belanja (budget), dalam pada mana pengeluaran <
penerimaannya.

I. Segi Pengeluaran Pemerintah

Secara teoritis/analisa, biasanya pengeluaran pemerintah dibagi dalam dua


golongan besar, yaitu:

(1) Pengeluaran rutin (current expenditure atau operating expenditure), yang


terdiri dari:

A. Pembelian barang-barang dan jasa-jasa


B. Transfer payment

(2) Pengeluaran pembangunan (development expenditure), yang terdiri dari

83
A. Pengeluaran konsumtif dan administratif untuk pembangunan
B. Capital expenditure

Ad.(1). Pengeluaran Rutin (current expenditure)

Meliputi bermacam-macam pengeluaran pemerintah yang sifatnya rutin, dan


terjadi secara periodik dalam bentuk pengeluaran sehari-hari, perbulan, dan pertahun.
Kebanyakan current expenditure ini bersifat konsumtif, artinya uang yang dikeluarkan
tidak akan kembali lagi. Hal semacam ini dapat dilihat dari dua cara/segi yang berlainan,
yaitu:
(a) Pembelian pemerintah adalah sebesar nilai produksi yang ditujukan untuk
keperluan pemerintah, pembelian mana dinilai dan dibebankan kepada
ongkos/anggaran pengeluaran pemerintah, misalnya:

- pembayaran atas pemakaian jasa-jasa tenaga kerja yang dipekerjakan


langsung oleh pemerintah (seperti: Pegawai-pegawai pemerintah, berupa
gaji pegawai negeri dan lain-lainnya.

- Pembayaran atau pembelian barang-barang dari industri/perusahaan


swasta (baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri), seperti:
peralatan-peralatan baru, kendaraan bermotor, bahan-bahan keperluan
kantor, bahan makanan untuk keperluan pemerintah dan lain sebagainya.

(b) Pembelian pemerintah dalam menciptakan pembentukan money income


dalam masyarakat.

- Pembelian barang-barang dan jasa-jasa oleh pemerintah menciptakan


income pada masyarakat atau orang-orang yang bersangkutan.

- Pembayaran atas jasa-jasa buruh/pegawai pemerintah merupakan income


bagi pegawai tersebut.

- Pembayaran untuk pembelian oleh pemerintah atas barang-barang yang


dihasilkan industri/swasta, adalah merupakan income bagi pemilik-
pemilik perusahaan tersebut, buruh-buruhnya, dan lain sebagainya yang
turut serta dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang dijual
kepada pemerintah tersebut.

Jadi kenaikan dalam tingkat pembelian/pengeluaran pemerintah, secara langsung


cenderung untuk menaikkan money income dari masyarakat atau individu yang
bersangkutan dan penurunan dalam pengeluaran/pembelian pemerintah tersebut
cenderung secara langsung untuk menurunkan money income dari pada masyarakat atau
individu yang bersangkutan.
Government transfer payment adalah berupa pengeluaran-pengeluaran untuk
mana pemerintah pada masa yang bersangkutan/masa yang berjalan atau berlalu, tidak

84
menerima barang-barang dan jasa-jasa sebagai tegen prestasi/balas jasanya. Misalnya:
Program bantuan asuransi bagi orang-orang tua, bantuan pensiunan untuk orang-orang
tua, bantuan yang berupa asuransi nasional bagi Veteran-veteran, bantuan kepada
cacat/yatim piatu, bantuan kepada para penganggur, dan sebagainya.
Transfer payment ini bukanlah merupakan nilai output atau jasa-jasa yang
digunakan untuk keperluan pemerintah (pada masa itu) dan juga bukan merupakan
permintaan/pembelian langsung oleh pemerintah atas output dalam masyarakat. Tetapi
transfer payment ini menciptakan/membantu pembentukan money income dalam
masyarakat/individu-individu yang bersangkutan. Oleh karena itu kenaikan dalam jumlah
transfer payment ini, cenderung untuk menaikan money income dan tenaga beli dalam
masyarakat atau individu yang bersangkutan, sedangkan penurunannya mempunyai efek
yang sebaliknya.

Ad.(2). Pengeluaran Pembangunan (Development expenditure)

Pengeluaran-pengeluaran ini adalah pengeluaran yang bersifat produktif dalam


arti pengeluaran-pengeluaran itu akan menghasilkan dan akan kembali dalam bentuk
hasil-hasilnya dikemudian hari.
Didalam negara-negara yang sedang berkembang dimana pemerintah/negara
adalah sebagai “agent of development”, yang bertindak mengatur perencanaan, dan arah
pembangunan serta memegang peranan yang berarti/penting dalam pelaksanaan
pembagunan, maka pengeluaran pemerintah untuk keperluan pembangunan itu
memegang peranan penting.
Pengeluaran-pengeluaran ini sifatnya ada yang berupa pengeluaran konsumtif dan
administratif, tetapi disini adalah yang tertuju pada usha-usaha pembangunan. Jadi
sifatnya bukan rutin, bukan hanya sekedar untuk kelancaran roda
pemerintahan/perekonomian yang sedang berjalan, yang sifatnya rutin, tetapi untuk
persiapan dan kelancaran jalannya pembangunan.
Selanjutnya yang terpenting disini adalahn peranan pemerintah serta pengeluaran
pemerintah dibidang capital experience, terutama economic dan social overhead capital,
seperti pada bidang-bidang jalan raya/pengangkutan, kesehatan, pendidikan, tenaga listrik
dan sebagainya. Bidang-bidang ini kurang menarik bagi inisiatif serta usaha-usaha
individu/swasta dalam masyarakat. Hal ini disebabkan oleh karena overhead capital
tersebut mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: “Rentabilitasnya adalah rendah”,
sedangkan ongkos-ongkos pembiayaan untuk pembangunan dibutuhkan biaya yang
besar. Artinya pembangunan proyek-proyek/bidang ini membutuhkan waktu yang lama
untuk penyelesaiannya dan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menghasilkan.
Contoh: Proyek listrik, ada yang baru selesai 5 – 10 tahun, proyek air bersih juga
demikian halnya.

85
Secara ringkas dapat disebutkan bahwa overhead capital itu mempunyai sifat-sifat
utama sebagai berikut:

(a) Rentabilitet rendah - Low yielding


(b) Lama baru kembali (modalnya) - Slow yielding
(c) Produktivitasnya bersifat tidak langsung - Sifatoverhead
capital dalam
menaikan
produktivitas.
II. Segi Pendapatan Pemerintah

(1). Pengaruh Taxes (pajak) Pada Pendapatan Nasional

Pajak yang dikenakan/dijalankan oleh pemerintah atas dasar bermacam-macam,


seperti: Atas dasar pendapatan (income), hal milik, produksi atau penjualan barang-
barang dan jasa-jasa, pemindahan hak milik atas warisan dan sebagainya. Sungguhpun
demikian tanpa memandang dasar-dasarnya, semua pajak adalah ditarik/dipungut dari
pendapatan masyarakat. Kerena itu pemungutan pajak (kenaikan pajak) akan cenderung
untuk menurunkan disposible money income dari individu-individu dalam masyarakat,
yaitu pendapatan uang perseorangan setelah dikurangi pajak.
Jadi dengan/pada suatu tingkat pendapatan nasional tertentu, kenaikan dari
pungutan/pengumpulan pajak menyebabkan penurunan private disposible income,
dengan demikian (karena itu) akan menurunkan kesanggupan dari sektor swasta/individu-
individu dalam masyarakat untuk mengkosumir dan menabung. Sebaliknya penurunan
dari pemungutan pajak mempunyai efek yang sebaliknya, yaitu cenderung untuk
menaikan private disposible income dan kemampuan dari pada private sectors untuk
mengkonsumir dan melakukan saving.

(2). Proportional, Progressive dan Regressive Taxes

Pajak dapat diklasifikasikan dalam 3 bentuk yang pada umumnya, yaitu:

(a) Proportional
(b) Progressive
(c) Regressive

Ad.(a) Proportional Tax: adalah pajak yang dipungut dari setiap pembayaran pajak pada
suatu jumlah yang besarnya berubah-ubah persis dalam proporsi (persentase)
yang sama terhadap pendapatannya. Misalnya: Jika seorang A mendapat income
dua kali sebanyak income B, maka A harus membayar pajak sebanyak dua kali
pula (dari B). Proportional texation ini tidak meredistribusikan pendapatan,
karena setelah membayar pajak tersebut pendapatan A masih tetap 2 x jumlah
pendapatan B.

86
Ad.(b) Progressive tax: adalah pajakyang dipungut dari pembayar pajak pada tinggkat
yang bertambah secara progressive jika jumlah income naik atau lebih tinggi.
Misalnya: Jadi makin tinggi pendapatan seseorang, maka makin tinggi pula
persentase pajak yang dikenakan kepadanya. Sering kali pajak ini ditujukan untuk
meredistribusikan pendapatan kearah yang menguntungkan bagi lower income
groups, karena orang-orang yang kaya dikenakan tingkat pajak yang lebih tinggi
dari pada lower income groups.

Ad.(c) Regressive tax: dalam hal ini pajak tersebut dikenakan kepada orang-orang yang
melarat (low income groups) dengan tingkat/persentase yang lebih tinggi dari
pada orang kaya. Jadi makin rendah pendapatan seseorang, maka pajak yang
dikenakan semakin tinggi. Ini bertujuan untuk menaikan inequality dalam
pendapatan dikalangan masyarakat, misalnya dengan tujuan untuk dapat
menaikan total saving dalam masyarakat (yaitu secara totalnya).

(3). Pajak Atas Produksi dan Penjualan barang-barang dan Jasa-jasa

Pajak penjualan dikenakan/diukur dengan jumlah barang-barang dan jasa-jasa


yang dihasilkan. Sehubungan dengan dengan cara mengenakannya, pajak ini dapat
dibagi dua macam, yaitu:

(a) Specific taxes: Pajak yang dikenakan besarnya tergantung kepada berapa besarnya
jumlah physical unit dari pada barang tersebut. Misalnya: Pajak yang dikenakan per
kg, per ton, per kubik, per bungkus dan sebagainya.

(b) Ad Valoren taxes: Berapa besarnya pajak yang dikenakan adalah atas dasar
persentase dari pada nilai barang yang bersangkutan. Sehubungan dengan sifatnya
(sifat barang), maka terdapat pula dua bentuk pajak, yaitu:

- General taxes, seperti pajak atas penjualan eceran adalah pajak yang
dikenakan atas semua barang-barang dan jasa-jasa tanpa adanya pembebanan
tertentu maupun pembebanan khusus.

- Selective taxes, yaitu pajak (khusus) yang dikenakan atas hanya barang-
barang (dagangan) dan jasa-jasa tertentu saja. Misalnya: pajak atas barang-
barang lux, minuman keras, dan sebagainya.

Pajak penjualan ini sangat penting artinya dari sudut income redistribution, karena
pajak tersebut dapat pula bersifat redistributive yang regressive dan progressive, yaitu:

(1) Pajak atas rokok/tembakau, sesungguhnya dikenakan/dibebankan dengan pajak yang


sama baik orang merokok yang miskin maupun orang perokok yang kaya, tetapi
sifatnya regressive. Ini disebabkan karena pajak tersebut akan berakibat lebih banyak
secara persentase terhadap pendapatannya yang terpungut kepada orang miskin
daripada orang kaya, sehingga pajak tersebut akan menambah inequality dalam
income.

87
(2) Pajak atas barang-barang lux, seperti mobil mewah, barang-barang perhiasan seperti
intan berlian, dan sebagainya dapat bersifat progressive hingga suatu tingkat tertentu,
yaitu pada tingkat mana orang-orang yang miskin tidak membeli barang tersebut
sama sekali. Dengan menaikan pajak atau barang-barang tertentu, maka hal tersebut
akan menjerakan konsumen/memaksa konsumen untuk menghentikan pembelian
barang-barang tersebut. Karena itu pajak yang demikian tersebut akan merupakan
pola pengeluaran konsumer.

Pajak penjualan ini dikenakan atas barang-barang dan jasa-jasa antara lain adalah
atas alasan-alasan/dasar-dasar sebagai berikut:

(a) Kebutuhan untuk mendapatkan/meningkatkan penerimaan negara. Seperti telah kita


ketahui, untuk pembangunan dan pembiayaan rutin negara/pemerintah diperlukan
dana/uang yang banyak. Maka cara pemungutan pajak penjualan sebagai salah satu
sumber penerimaan negara adalah cara yang penting dan yang lebih mudah
pelaksanaannya.

(b) Kecerdikan dan pertimbangan politis. Pajak penjualan ini dapat dikenakan kepada
produsen atau pedagang perantara, yang sebetulnya mereka ini (secara tersemnyi atau
tak kentara) membebankannya lagi kepada konsumer dalam bentuk mereka
menaikkan lagi harga penjualannya kepada konsumer. Karena itu kritik serta keluh-
kesah masyarakat mungkin tidak begitu besar dibandingkan dengan bentuk pajak atas
pendapatan.

(c) Pengaruh atas incentive (incentive effectts). Pajak penjualan ini mungkin menurunkan
efek-efek atau pengaruh-penmgaruh pada incentive. Misalnya: Progressive tax (atas
pendapatan akibat pajak penjualan itu) cenderung untuk mengurangi hasrat untuk
kerja lembur, karena dengan semakin besarnya upah/pendapatan, maka akan semakin
besar pula persentase pajak yang dikenakan kepada upah/pendapatan tersebut.
Sebaliknya regressive tax (atas pendapatan) akan cenderung untuk menaikan balas
jasa atau ganjaran atas usaha-usaha/kerja tambahan tersebut, oleh karena hal itu
berarti bahwa dengan semakin tingginya golongan/tingkat pendapatan, maka pajak
yang dikenakan (dalam % nya semakin rendah).

(d) Pengaruh yang dapat menghalangi atau memberantas inflasi dengan mempergunakan
pajak tersebut terutama kepada golongan yang berpendapatan rendah (orang miskin),
yaitu mereka yang menabung hanya sedikit atau tidak ada sama sekali dan yang
membelanjakan sebagian besar dari pada pendapatannya untuk keperluan konsumsi,
maka pajak penjualan (terutama yang bersifat regressive) dapat lebih efektif daripada
progressive tax didalam memerangi atau mengatasi tekanan inflasi. Pajak (kenaikan
pajak) atas orang kaya dapat dibayarkan dengan uang yang semula dari ditabunginya
atau uang (bagian dari pendapatannya) yang semula tidak dibelanjakannya. Sehingga
dengan demikian aliran uang dalam masyarakat tidak berkurang. Pajak (kenaikan
pajak) atau orang yang melarat (golongan yang berpendapatan rendah), yang mana
mereka tidak dapat menabung adalah lebih mungkin untuk dapat mengurangi

88
pengeluaran atas barang-barang konsumsi (yang berarti mengurangi jumlah uang
bersedar), sehingga dengan demikian dapat mengurangi atau memerangi inflasi.
Sungguhpun demikian, dalam masa depresi dan unemployment, aspek penjualan ini
adalah kurang menarik bagi perpajakan dibandingkan dengan income tax.

(4). The Shifting and Incidence of Taxes

Uang pungutan pajak yang dikenakan atas/kepada perusahaan-perusahaan,


perseorangan atas barang-barang, dan lain-lainnya seringkali dapat menimbulkan suatu
rangkaian reaksi yang akan menggeser (shift) beban pajak tersebut kepada orang atau
pihak lainnya.
Dalam hal ini dibedakan antara pajak langsung (direct taxes) dengan pajak tak
langsung (indirect taxes). Pajak langsung adalah pajak yang dikenakan kepada wajib
pajak yang dapat lagi dibebankan kepada pihak lainnya (contoh: Pajak pendapatan, pajak
perusahaan atas keuntungan perusahaan dan sebagainya). Sedangkan pajak tak langsung,
para wajib pajak (seperti perusahaan-perusahaan, pedagang-pedagang dan sebagainya)
sungguhpun dikenakan pajak, mereka kemudian akan membebankan sebahagian atau
seluruhnya pajak tersebut kepada orang-orang atau pihak lainnya (contoh: pajak
penjualan seperti pajak rokok/cukai tembakau, impor dan sebagainya). Contoh yang lebih
jelasnya dari sifting and incidence of taxes adalah sebagai berikut: Misalnya pemerintah
mengenakan pajak (cukai) atas rokok-rokok yang dikenakan atau harus dibayar oleh
perusahaan yang menghasilkan rokok. Karena pajak ini merupakan ongkos produksi dan
penjualannya, maka perusahaan tersebut akan menggeser sebagian/seluruhnya beban
tersebut kepada para pembeli, yaitu dengan menaikkan harga penjualannya. Atau
perusahaan tersebut dapat pula men-shift sebagaian dari beban pajak tersebut kepada
pihak yang menjual bahan-bahan mentahnya (seperti: yang menjual tembakau) dengan
memaksa mereka untuk menjual tembakau serta bahan-bahan lainnya dengan harga yang
lebih rendah. Jadi tergantung pada kondisi/keadaan supply and demand, maka beban
pajak yang semula dibayar oleh perusahaan tersebut dapat dibebankan kembali/di-shift
kepada para pembeli-pembelinya dan supplier bahan-bahan mentah atau beban tersebut
dibagi-bagikan dengan beberapa cara diantara mereka tersebut.

------+++++------

Cara paling Mudah Meng-unduh (Downloads) secara GRATIS sejumlah TULISAN


ILMIAH Dalam bentuk Files PDF sebagai berikut:

89
Daftar TULISAN ILMIAH Untuk PERGURUAN TINGGI, Terdiri:
Bidang UMUM: ILMU EKONOMI & STUDI PEMBANGUNAN
JURNAL PENELITIAN Kuantitatif, BUKU AJAR MODUL SOAL DAN
PEMECAHAN SOAL, BUKU TEKS, Laporan Hasil & Jurnal Hasil
Penelitian Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI, LAPORAN HASIL
& Jurnal Hasil Penelitian SURVEY Dibidang Manajemen Transportasi
10 Macam Hasil Pegembangan KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS
Penelitian Survey dari 5 Hasil Penelitian SURVEY.
Dan Didapatkan 10 Contoh/Bentuk PROPOSAL PENELITIAN KUANTITATIF
Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI, termasuk 5 Proposal (Draft Hibah
DIKTI) Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI 2009 s/d 2016

12 Contoh/Bentuk PROPOSAL PENELITIAN SURVEY Dibidang MANAJEMEN


TRANSPORTASI 2014 s/d 2017

I. Bidang UMUM: ILMU EKONOMI & STUDI PEMBANGUNAN, Serta


Jurusan Terkait Bidang EKONOMI:
02 27 Jurnal Penelitian Kuantitatif TAHAP I to KOPTIS Wilayah III Jakarta
Files: 003 01 Perspektif Ekonomi Indonesia Dalam satu tahap pembangunan Jangka Panjang
004 02 Analisis Fungsi Tabungan Indonesia: Pengujian Model Hipotesa Pendapatan Permanen
005 03 Expor Kommoditi Primer Pulau Sumatera Lamam Perdagangan Luar Negeri Indonesia
006 04 Ekspor Dan Pertumbuhan Ekonomi: Studi Kasus Indonesia 1969-1994
007 05 Pekiraan Pembentukan Modal Di Indonesia
008 06 Kebijaksanaan Deregulasi Perbankan Dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Di Indonesia
009 07 Instabilitas Perdagangan Luar Negeri Indonesia
010 08 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Dan Ketergantungan Terhadap Dana Luar Negeri
011 09 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Diantara Modal Dan Tabungan
012 10 Pengukuran Kondisi Ekonomi Indonesia Dan Pencapaian Stedy-State Growth
013 11 Modal Asing Swasta Dan Pembentukan Investasi Produktif Dalam Pembiayaan Pembangunan
014 12 Trade-Off Antara Penerimaan Pajak Dan Kemampuan Menabung Masyarakat
015 13 Mobilisasi Tabungan Dan Investasi suatu Ekonomi Terbuka: Studi Kasus Indonesia 1969-1995
016 14 Pengaruh Pendapatan Permanen Dalam Pembentukan Tabungan
017 15 Peranan Ekspor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
018 16 Analisis Fungsi Konsumsi Indonesia Dengan Pendapatan Permanen
019 17 Pembiayaan Ekonomi Dalam Negeri Diantara Keinginan Dan Kenyataan
020 18 Sektor Perdagangan Luar Negeri Indonesia Dan Pengaruhnya Terhadap Kegiatan Ekonomi
021 19 Reformasi Kebijaksanaan Makro Dan Pengaruh Ekonomi Sektor Terbuka
022 20 Keseimbangan Pendapatan Nasional: Investasi Dan Sumber Pembiayaan Ekonomi
023 21 Analisis Pengaruh Pembentukan Tabungan Suatu Ekonomi Terbuka
024 22 Pengaruh Aliran Modal Asing Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Pembentukan Tabungan
025 23 Perkiraan Kebutuhan Investasi Dan Pengukuran Tinggal Landas
026 24 Kemampuan Pembentukan Modal Domestik: Sektor Pemerintah Dan Masyarakat
027 25 Prestasi Ekonomi Indonesia Dan Akumulasi Sumber Pembiayaan Pembangunan
028 26 Kualitas Pembangunan Ekonomi Indonesia Dan Dilema Ketergantungan Sumber Dana
029 27 Investasi Dan Pembiayaan Ekonomi Jangka Panjang Indonesia

90
004 34 Jurnal Penelitian Kuantitatif TAHAP II to STMT Trisakti
Files: 030 01 Standar Ukuran Tinggal Landas Perekonomian Suatu Negara
031 02 Pembentukan Modal Domestik Bruto Sektor Pemerintah Dan Masyarakat
032 03 Pembentukan Tabungan Dan Pembiayaa Ekonomi Jangka Panjang Indonesia
033 04 Prestasi Ekonomi Indonesia Dan Pencapaian Steady-State Growth
034 05 Aliran Modal Asing Swasta Dalam Pembentukan Investasi Produktif
035 06 Fungsi Konsumsi Dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Permanen
036 07 Pendapatan Permanen Dan Pengaruhnya Terhadap Pembentukan Tabungan
037 08 Pengujian Model Tabungan Indonesia Dengan Hipotesa Pendapatan Permanen
038 09 Kebutuhan Tabungan Dan Sumber Pembiayaan Ekonomi Indonesia
039 10 Sumber-Sumber Pembentukan Investasi: Trade-Off Antara Pajak Dan Tabungan
040 11 Aggregate Expenditre Ekonomi Sektoral (Kajian Perhitungan Ekonomi 3 Sektor)
041 12 Sumber-Sumber Pembentukan Investasi Dalam Struktur Ekonomi Terbuka
042 13 Aggregate Expendiure Ekonomi Sektoral (Kajian Perhitungan Ekonomi 4 Sektor)
043 14 Pengaruh Sektor Perdagangan Luar Negeri Terhadap Aktivitas Ekonomi Indonesia
044 15 Aliran Modal Asing Dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Pembentukan Tabungan
045 16 Penafsiran Tingkat effisiensi Marginal Ekonomi Indonesia Dan Prakiraan Pembentukan Modal
046 17 Sumber-Sumber Pembentukan Investasi Dalam Struktur Ekonomi Sederhana
047 18 Aggregate Expenditure Ekonomi Sektoral (Kajian Perhitungan Ekonomi 2 Sektor)
048 19 Pembentukan Modal Domestik Bruto Dan Ketergantungan Terhadap Sumber Dana
049 20 Prestasi Ekonomi Dan Indeks Instabilitas Sektor Perdangan Luar Negeri Indonesia
050 21 Model Makro Keseimbangan Agregatif Pembentukan Tabungan Dan Investasi
051 22 Expor Kommoditi Primer Dan Pertumbuhan Ekonomi Regional Pulau Sumatera
052 23 Konstribusi Ekspor Dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
053 24 Pengaruh Variabel-variabel Agregatif Terhadap Pembentukan Tabungan Dan Pendapatan
054 25 Pengembangan Sumber Pembiayaan Pembangunan Yang Semakin Bertumpu Pada
Kemampuan Sendiri
055 26 Pengembangan Instrumen Kebijaksanaan makro Terhadap Pembentukan Investasi Dan Pendapatan
056 27 Kebutuhan Tabungan Dan Pembentukan Investasi Produktif Bagi Pembiayaan Pembangunan
057 28 Pengaruh Ekspor Terhadap Pendapatan Nasional Dan Pertumbuhan Ekonomi
058 29 Pengaruh Deregulasi Perbankan Bidang Ekspor Terhadap Devisa Pendapatan Nasional
059 30 Aliran Dana Luar Negeri Di Indonesia Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
060 31 Strategi Indonesia Dan Manajemen Pembentukan Modal Bagi Peningkatan Pendapatan Masyarakat
061 32 Manajemen Perdagangan Internasional Pengurangan Distorsi Ekonomi Pasca Seleksi
Aliran Dana Luar Negeri
062 33 Manajemen Perbankan Pasca Deregulasi Dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Di Indonesia
063 34 Refleksi Ekonomi Indonesia Setelah 34 Tahun Membangun: Diantara Kekuatan Dan Kelemahan

005 10 BUKU AJAR, MODUL SOAL DAN PEMECAHAN


Files: 064 01 BUKU AJAR Pengantar Teori Ekonomi
065 02 MODUL SOAL DAN PEMECAHAN Pengantar Teori Ekonomi
066 03 BUKU AJAR Teori Ekonomi
067 04 BUKU AJAR Ekonomi Pembangunan
068 05 BUKU AJAR Pengantar Ekonomi Mikro
069 06 BUKU AJAR Ekonomi Makro Perthitungan Pend Nasional
070 07 BUKU AJAR Teori Ekonomi Mikro
071 08 MODUL SOAL DAN PEMECAHAN Teori Ekonomi Mikro
073 09 BUKU AJAR Ekonomi Manajerial
074 10 MODUL SOAL DAN PEMECAHAN Ekonomi Manajerial

91
II. PENELITIAN KUANTITATIF Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI
006 3 VERSI Teks Book EKO MANAJERIALPernah Disumbang ke DIKTI Dan Dikirim Ke USA
File 075 01 Buku Teks 681h EKONOMI MANAJERIAL Dengan Fungsi Hasil Estimasi
Atau 075 01 EKONOMI MANAJERIAL Penerapan Konsep-Konsep Mikro Ekonomi Dengan Fungsi
Hasil Estimasi

File 076 02 Buku Teks 301h EKONOMI MANAJERIAL Dengan Fungsi Non-Estimasi
Atau 076 02 EKONOMI MANAJERIAL Penerapan Konsep-Konsep Mikro Ekonomi Dengan Fungsi
Non-Estimasi

File 077 03 Buku Teks 509h EKO MANAJERIAL TRANSPORTASI Dengan Fungsi Non-Estimasi
Atau 077 03 EKONOMI MANAJERIALTRANSPORTASI Penerapan Konsep Mikro Ekonomi
Dalam Bisnis Transportasi Dengan Fungsi Non-Estimasi

File 078 Ringkasan Isi Dan Surat Menyurat Pengiriman 3 Teks Book EKO MANAJERIAL Ke USA
Atau 078 Request for Coop in Publishing 3 Text Books in MANAGERIAL ECONOMICS to The USA

Subject: Request for Cooperation in Publishing Text Books in MANAGERIAL


ECONOMICS: Application of Microeconomic Concepts Using Estimation
Result Function (242 halaman)

008 3 Jurnal Penelitian Kuantitatif PROFESIONAL Ilmu Ekonomi 2010


Files: 079 01 Evaluasi Ekonomi Indonesia di Era Pembangunan Berkelanjutan
080 02 Evaluasi Ekonomi 50 Tahun Indonesia Membangaun
081 03 Kebutuhan Tabungan Sebagai Sumber Pembiayaan Pembangunan Indonesia

009 4 Jurnal Penelitian Kuantitatif PROFESIONAL Ilmu Ekonomi 2012


Files: 082 01 Pengembangan Ekonomi Dan Pengaruh POLIIK Di Era Kepemimpinan INDONESIA
083 02 Prestasi Ekonomi INDONESIA Jangka Panjang Dan Pencapaian Kondisi STEADY-
STATE GROWTH
084 03 Perkiraan Kebutuhan Tabungan Bagi Target Pertumbuhan Ekonomi Yang Hendak Dicapai
085 04 Pengendalian Ekonomi Ditengah Ancaman Krisis Dan Dilema Keterbatasan Sumber
Pembiayaan Yang Salaing Trade-Off

010 4 Laporan Penelitian Kuantitatif MANAJEMEN TRANSPORTASI 2010


File 086 01 Laporan HASIL PENELITIAN Kuantitatif 72h Dibidang TRANSPORTASI DARAT 2010
Atau 086 01 Kebutuhan Investasi Produktif Dan Pengembangan Produksi Jasa Angkutan Jalan Raya Di
Indonesia

File 087 02 Jurnal HASIL PENELITIAN Kuantitatif 18h Dibidang TRANSPORTASI DARAT 2010
Atau 087 02 Kebutuhan Investasi Produktif Dan Pengembangan Produksi Jasa Angkutan Jalan Raya Di
Indonesia

File 088 03 Laporan HASIL PENELITIAN Kuantitatif 77h Dibidang TRANSPORTASI LAUT 2010
Atau 088 03 Produksi Jasa Angkutan Laut Indonesia Dan Akseleritas Pendapatan Nasional

File 089 04 Jurnal HASIL PENELITIAN Kuantitatif 18h Dibidang TRANSPORTASI LAUT 2010
Atau 089 04 Produksi Jasa Angkutan Laut Indonesia Dan Akseleritas Pendapatan Nasional

92
011 3 Proposal P3M PENELITIAN Kuantitatif MANJEMEN TRANSPORTASI,Tahun 2010
File 090 01 Draft Proposal 21h Penelitian P3M MTD STMT Angkutan Jalan Raya DKI 2010
Atau 090 01 Kepadatan Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya Di DKI Jakarta: Trade off Antara Penguna
Kendaraan Pribadi Dan Umum
(Studi Kasus: Penerapan Konsep Slutsky’s Theorem, TE = SE + IE)

File 091 02 Draft Proposal 26h Penelitian P3M MTL STMT Faktor Produksi PT PELNI 2010
atau 091 02 Pengaruh Beberapa Faktor Produksi Terhadap Produksi PT PELNI
(Studi Kasus: Penerapan Konsep Production Isoquant, TO = SE + OE)

File 092 03 Draft Proposal 25h Penelitian P3M MTU STMT Jumlah Alat Angkut Yang Sepadan 2010
atau 092 03 Penentuan Jumlah Alat Angkut Yang Sepadan Dengan Arus Penumpang Jakarta-Ujung
Pandang

012 14 Proposal PENELITIAN Kuantitatif MANAJEMEN TRANSPORTASI, Tahun 2011


File 093 01 Proposal 11h Produksi Jasa Angkutan Udara Indonesia 2011
Atau 093 01 Produksi Jasa Angkutan Udara Indonesia Dan Investasi Produktif Yang Diperlukan

File 094 02 Proposal 10h Jasa Angkutan Rel 2011


Atau 094 02 Menasionalisasikan Jasa Angkutan Rel Dan Investasi Yang Dibutuhkan

File 095 03 Proposal 11h Produktivitas Dan Produksi Jasa Angkutan KAI 2011
Atau 095 03 Produktivitas Dan Produksi Jasa Angkutan Kereta Api Indonesia

File 096 04 Proposal 11h Angkutan Pelayaran Antar Pulau Indonesia 2011
Atau 096 04 Angkutan Pelayaran Antar Pulau Dalam Wililayah Teritorial Indonesia

File 097 05 Proposal 12h Produksi Jasa Angkutan Udara Penerbangan Domestik 2011
Atau 097 05 Produksi Jasa Angk Udara Komersial Penerbangan Domestik

File 098 06 Proposal 12h Pengembangan Jasa Angkutan Pelayaran Antar Pulau 2011
Atau 098 06 Pengembangan Jasa Angkutan Pelayaran Antar Pulau Indonesia

File 099 07 Proposal 14h Usaha Jasa Angkutan Udara Pada Penerbangan Domestik 2011
Atau 099 07 Usaha Jasa Angkutan Udara Pada Penerbangan Domestik

File 100 08 Proposal 11h Utilitas Penumpang Pengguna Jasa Pelayaran Antar Pulau 2011
Atau 100 08 Utilitas Penumpang Pengguna Jasa Pelayaran Antar Pulau

File 101 09 Proposal 13h Angkutan Penumpang Udara Pada Penerbangan Domestik 2011
Atau 101 09 Angkutan Penumpang Udara Pada Penerbangan Domestik

File 102 10 Proposal 15h Angkutan Penumpang Dom Dan Trade off Antara Laut dan Udara 2011
Atau 102 10 Angkutan Penumpang Dom Dan Trade off Antara Laut dan Udara

File 103 11 Proposal 14h Kebutuhan Modal Pert Produksi Angkutan Udara Luar Negeri 2011
Atau 103 11 Kebutuhan Modal Pertumbuhan Produksi Angkutan Udara Luar Negeri

File 104 12 Proposal 12h Pengembangan Produksi Jasa Angkutan KAI 2011
Atau 104 12 Pengembangan Produksi Jasa Angkutan Kereta Api Indonesia

File 105 13 Proposal 15h Angkutan Kargo Pelayaran Antar Pulau Dan Penerbangan Dom 2011
Atau 105 13 Angkutan Kargo Pelayaran Antar Pulau Dan Penerbangan Domestik

File 106 14 Proposal 12h Produksi Angkutan Kargo Udara penerbangan Internasional 2011
Atau 106 14 Produksi Angkutan Kargo Udara penerbangan Internasional

93
10 Contoh PROPOSAL PENELITIAN KUANTITATIF Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI
013 5 CONTOH Hibah (Proposal DIKTI) Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI 2009 -2016
File 107 01 Draf Hibah Kompetensi TAHAP 1 44h dgn Ir PRASAD TITA MM to DIKTI 2009
Atau 107 01 Analisis Pertambahan Pengguna Kendaraan Bermotor Roda Dua Dan Kepemilikan Mobil
Pribadi Di Jakarta

File 108 02 Draft Hibah Kompetensi 47h dgn PROF ERYUS To DIKTI 2010
Atau 108 02 Kepadatan Lalin Angkutan Jalan Raya Di DKI Jakarta Trade off Antara Peng Kend Pribadi
Dan Umum

File 109 03 Draft Hibah Kompetensi 51h dgn PROF HANANTO to DIKTI 2010
Atau 109 03 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PT PELNI

File 110 04 Draft Hibah Kompetensi 51h dgn PROF DIRK KOLEANGAN to DIKTI 2010
Atau 110 04 Penentuan Jumlah Alat Angkut Yang Sepadan Dengan Arus Penumpang JAKARTA-
UJUNG PANDANG

File 111 05 Draft Hibah PRODUK TERAPAN 67h dgn Dr HUSNI HASAN to DIKTI 2016
Atau 111 05 Analisis Penentuan Tarif Angkut Dua Jasa Angk Penumpang Udara Dan Laut Rute
JAKARTA-UJUNG PANDANG

014 3 CONTOH Proposal PENELITIAN Kuantitatif MANJEMEN TRANSPORTASI,Tahun 2014


File 112 01 Proposal Penelitian P3M MTL 13h Angk Pelayaran Antar Pulau PT PELNI 2014
Atau 112 01 PENGEMBANGAN PRODUKSI ANGKUTAN PELAYARAN DI INDONESIA

File 113 02 Proposal Penelitian P3M MTD 15h Effisiensi Produktivitas Jasa Angk PT KAI 2014
Atau 113 02 TINGKAT EFISIENSI DAN PRODUKTIVITAS JASA ANGKUTAN KERETA API
INDONESIA

File 114 03 Proposal Penelitian P3M MTU 21h Kebutuhan Modal Angk Penerb Domestik 2014
Atau 114 03 KEBUTUHAN MODAL DAN PERTUMBUHAN PRODUKSI ANGKUTAN
PENERBANGAN DOMESTIK

015 2 CONTOH Proposal PENELITIAN Kuantitatif MANJEMEN TRANSPORTASI,


Tahun 2017, Sedang Digarap
File 115 01 Proposal Terpadu P3M 28h atau Analisis Trade-Off Antara MTL Dengan MTU 2017
Atau 115 01 Pengembangan Produksi Jasa Angkutan Pelayaran Antar Pulau Dan Penerbangan
Domestik Indonesia: Trade-off Antara Angkutan Laut Dan Udara

File 116 02 Proposal Penelitian P3M 22h Dibidang TRANPORTASI UDARA Luar Negeri 2017
Atau 116 02 KEBUTUHAN MODAL DAN PERTUMBUHAN PRODUKSI ANGKUTAN UDARA
LUAR NEGERI

94
III. PENELITIAN SURVEY Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI
016 5 LAPORAN HASIL PENELITIAN SURVEY Dibidang MANJEMEN TRANSPORTASI 2014-2017
File 117 01 Laporan HASIL PENELITIAN 375h Kereta Api Ekonomi Lokal Purwakarta 2014
Atau 117 01 LOYALITAS PELANGGAN JASA ANGKUTAN KERETA API EKONOMI LOKAL
PURWAKARTA

File 118 02 Laporan HASIL PENELITIAN 147h PERUM DAMRI 2015


Atau 118 02 Analisis Kepuasan Konsumen Jasa Transportasi Perum Damri Dalam Meningkatkan
Loyalitas Pelanggan

File 120 03 Laporan HASIL PENELITIAN 172h PT MAYASARI BAKTI 2016


Atau 120 03 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen Dan Dampaknya Thd
Keunggulan Bersaing Jasa Angk Mayasari Bakti

File 122 04 Laporan HASIL PENELITIAN 165h GARUDA INDONESIA 2016


Atau 122 04 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan
Domestik GIA Di Bandara Soeta

File 124 05 Laporan HASIL PENELITIAN 353h Kereta Api PATAS Purwakarta 2017
Atau 124 05 ANALISIS KUALITAS PELAYANAN TRANSPORTASI KERETA API PATAS
PURWAKARTA

017 5 Jurnal HASIL PENELITIAN SURVEY Dibidang MANJEMEN TRANSPORTASI 2014-2017


File 125 01 Jurnal HASIL PENELITIAN 41h Kereta Api Ekonomi Lokal Purwakarta 2014
Atau 125 01 LOYALITAS PELANGGAN JASA ANGKUTAN KERETA API EKONOMI LOKAL
PURWAKARTA

File 126 02 Jurnal HASIL PENELITIAN 35h PERUM DAMRI 2015


Atau 126 02 Analisis Kepuasan Konsumen Jasa Transportasi Perum Damri Dalam Meningkatkan
Loyalitas Pelanggan

File 128 03 Jurnal HASIL PENELITIAN 38h PT MAYASARI BAKTI 2016


Atau 128 03 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen Dan Dampaknya Thd
Keunggulan Bersaing Jasa Angk Mayasari Bakti

File 130 04 Jurnal HASIL PENELITIAN 36h GARUDA INDONESIA 2016


Atau 130 04 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan
Domestik GIA Di Bandara Soeta

File 132 05 Jurnal HASIL PENELITIAN 40h Kereta Api PATAS Purwakarta 2017
Atau 132 05 ANALISIS KUALITAS PELAYANAN TRANSPORTASI KERETA API PATAS
PURWAKARTA

018 10 Macam Prediksi Pengembangan MODEL & KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Penelitian Survey
Files: 133 01 KA Eko Lokal Purwakarta 2014 20h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
134 02 KA Eko Lokal Purwakarta 2014 23h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Panjang Alt
135 03 PERUM DAMRI 2015 15h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
136 04 Jurnal HASIL PENELITIAN PERUM DAMRI 2015 24h
137 05 Jurnal HASIL PENELITIAN Kereta Api Ekonomi Lokal Purwakarta 2014 30h
138 06 Jurnal HASIL PENELITIAN PT MAYASARI BAKTI 2016 31h
139 07 PT MAYASARI BAKTI 2016 19h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
140 08 Jurnal HASIL PENELITIAN GARUDA INDONESIA 2016 31h
141 09 PT GARUDA INDONESIA 2016 19h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
142 10 Jurnal HASIL PENELITIAN KA PATAS Purwakarta 2017 30h

95
12 BUAH BENTUK PROPOSAL PENELITIAN SURVEY Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI
019 6 Contoh Proposal PENELITIAN SURVEY Dibidang Manajemen Transportasi 2014-2017
File 143 01 Proposal 21h KERETA API EKONOMI LOKAL PURWAKARTA 2014
Atau 143 01 LOYALITAS PELANGGAN JASA ANGKUTAN KERETA API EKONOMI LOKAL
PURWAKARTA

File 144 02 Proposal 18h PERUM DAMRI 2015


Atau 144 02 Analisis Kepuasan Konsumen Jasa Transportasi Perum Damri Dalam Meningkatkan
Loyalitas Pelanggan

File 145 03 Proposal 17h PERUM DAMRI Dgn KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
Atau 145 03 Analisis Kepuasan Konsumen Jasa Transportasi Perum Damri Dalam Meningkatkan
Loyalitas Pelanggan

File 146 04 Proposal 28h Keunggulan Bersaing PT MAYASARI BAKTI 2016


Atau 146 04 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen Dan Dampaknya Terhadap
Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Mayasari Bakti

File 148 05 Proposal 28h Keunggulan Bersaing GARUDA INDONESIA 2016


Atau 148 05 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan
Domestik GIA Di Bandara Soeta

File 150 06 Proposal 27h KERETA API PATAS PURWAKARTA 2017


Atau 150 06 ANALISIS KUALITAS PELAYANAN TRANSPORTASI KERETA API PATAS
PURWAKARTA

020 2 Contoh Proposal PENELITIAN SURVEY Hasil Pengembangan Model 2016


File 151 01 Proposal 33h Keunggulan Bersaing GARUDA INDONESIA 2016 dengan MODEL &
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
Atau 151 01 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan
Domestik GIA Di Bandara Soeta

File 152 02 Proposal 26h Keunggulan Bersaing PT MAYASARI BAKTI 2016 dengan MODEL &
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
Atau 152 02 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen Dan Dampaknya Terhadap
Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Mayasari Bakti

021 2 Contoh Proposal Baru PENELITIAN SURVEY Dibidang Manajemen Transportasi 2017
File 153 01 Proposal 30h Keunggulan Bersaing LION AIR GROUP 2017
Atau 153 01 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan
Domestik LION AIR GROUP Di Bandara Soeta

File 154 02 Proposal 30h Keunggulan Bersainng TRANSJAKARTA 2017


Atau 154 02 Faktor Yang Mempengaruhi Keunggulan Bersaing Dan Implikasinya Terhadap Loyalitas
Konssumen Jasa Angkutan Transjakarta

File 155 01 Proposal 30h Keunggulan Bersaing LION AIR GROUP 2017 dengan MODEL &
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
Atau 155 01 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan
Domestik LION AIR GROUP Di Bandara Soeta

File 156 02 Proposal 30h Keunggulan Bersainng TRANSJAKARTA 2017 dengan MODEL &
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
Atau 156 02 Faktor Yang Mempengaruhi Keunggulan Bersaing Dan Implikasinya Terhadap Loyalitas
Konssumen Jasa Angkutan Transjakarta

96
 Biasanya untuk mendapatkan sebuah TULISAN ILMIAH adalah secara kebetulan
didalam DOMAIN Google atau Bilamana sudah mengetahui judul TULISAN
ILMIAH tersebut cukup dengan menulis judul tersebut ke dalam Google dan akan
keluar TULISAN ILMIAH yang dimaksud.

 KIAT CERDIK MEMBUAT TULISAN ILMIAH, dan sebagai langkah utama adalah
dengan cara Mengkoleksi sejumlah TULISAN ILMIAH yang akan berperan sebagai
MATERI PEMBANDING dengan MATERI YANG DIBUAT. Paling tidak agar
mengatahui bagaimana penyusunan MODEL & KERANGKA PEMIKIRAN
TEORITIS yang dibuat penulis lain. Selain bisa memperkuat “pondasi ilmiah” bahkan
juga memperkokoh “Kemampuan ilmiah” agar lebih mudah menyelesaikan berbagai
bentuk/beranekaragam Persoalan Ilmiah pada PENELITIAN KUANTITATIF Dibidang
MANAJEMEN TRANSPORTASI maupun PENELITIAN SURVEY Dibidang
MANAJEMEN TRANSPORTASI. Tentunya sebagai langkah berikutnya adalah
Meng-unduh (Downloads) sebanyak mungkin TULISAN ILMIAH dari penulis lain
atau Meng-unduh secara keseluruhan TULISAN ILMIAH yang dibuat dalam File PDF
(pada posisi jumlah sekarang) sebagaimana tercantum dalam Lembaran Informasi,
terkecuali TULISAN ILMIAH yang terdapat dalam kurung sebanyak 22 Files (hanya
bisa didapatkan melalui Email langsung dengan sejumlah harga tertentu yang disajikan
dalam sebuah Daftar Harga).

Ketentuan:
Gantilah Lembaran Informasi (Daftar TULISAN ILMIAH yang disisipkan dalam
wujud File PDF) menjadi (Daftar TULISAN ILMIAH yang dibuat dalam File DOCUMENTS),
sehingga didapatkan sebuah File DOCUMENTS yang berisikan Daftar dari semua tulisan
ilmiah yang disusun oleh Amrizal.

Selanjutnya, dengan cara memasukan/menuliskan 000 Daftar Tulisan Ilmiah Amrizal


ke dalam Google, maka akan didapatkan sebuah File DOCUMENTS yang berisi Daftar
TULISAN ILMIAH tersebut, dengan contoh berikut:

Google 000 Daftar Tulisan Ilmiah Amrizal Cari

Adapun tujuan selanjutnya agar lebih leluasa/Mudah meng-unduh (Downloads)


keseluruhan TULISAN ILMIAH yang dibuat dalam PDF (pada posisi jumlah sekarang),
cukup dengan cara meng-Copy masing-masing Nomor urut beserta nama file tersebut
ke dalam Google.

Diistilahkan dalam tanda petik “pada posisi jumlah sekarang” oleh karena posisi/jumlah
files PDF yang disajikan dalam Daftar TULISAN ILMIAH dapat berubah pada saat-saat
tertentu seiring dengan perjalanan waktu.......

-------- Jakarta, 14 September 2017--------

97

Anda mungkin juga menyukai