Anda di halaman 1dari 28

i

ETOS KERJA BUDAYA CHINA, ETOS KERJA BUDAYA JEPANG


DAN ETOS KERJA ISLAM

Disusun untuk Memenuhi Tugas Makalah


“Manajemen Sumber Daya Insani”

Oleh:
Moh Nasrul
NIM. 02040321021

Dosen Pengampu:
Dr. Iskandar Ritonga, M.Ag.

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2022

i
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan
Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
makalah dengan judul “ Etos Kerja Budaya China, Etos Kerja Budaya Jepang dan
Etos Kerja Islam”. Semoga Shalawat beserta Salam tetap tercurah limpahkan
kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam
kegelapan menuju alam yang terang benderang seperti saat ini.
Dalam hal ini, sangat besar hutang penulis kepada banyak pihak yang telah
membantu, menasihati serta mendoakan kami agar makalah ini selesai. Penulis
tidak lupa menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu,
antara lain:
1. Dosen mata kuliah Manajemen Sumber Daya Insani sekaligus pembimbing
pembuatan makalah ini.
2. Orang tua tercinta yang senantiasa memberikan dorongan dan mendoakan
untuk keberhasilan penulis.
3. Teman-teman dan semua pihak yang memberikan bantuan dan semangat
dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini penuh dengan kekurangan, oleh
karenya saran dan kritik konstruktif dari semua pihak sangat saya harapkan
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis pada
khususnya.

Surabaya, 28 Mei 2022

Penulis

ii
iii

DAFTAR ISI

Halaman Sampul............................................................................................i
Kata Pengantar...............................................................................................ii
Daftar Isi..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................4
C. Tujuan Makalah....................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................5
A. Etos Kerja.............................................................................................5
B. Etos Kerja Budaya Cina........................................................................8
C. Etos Kerja Budaya Jepang....................................................................13
D. Etos Kerja Islam...................................................................................21
BAB III PENUTUP.........................................................................................24
A. Kesimpulan...........................................................................................24
B. Saran.....................................................................................................24
Daftar Pustaka................................................................................................25

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etos kerja mendeskripsikan segi-segi kualitas akhlak yang baik pada
manusia, bersumber dari kualitas diri, diwujudkan berdasarkan tata nilai
sebagai implementasi dalam aktivitas kerja. Ajaran Islam sangat mendorong
umatnya untuk bekerja keras, serta memuat spirit dan dorongan pada
tumbuhnya budaya etos kerja yang tinggi. Kalau pada tataran praktis, umat
Islam seolah-olah beretos kerja rendah, maka bukan sistem teologi yang harus
dibenahi, melainkan harus diupayakan bagaimana cara dan metode untuk
memberikan pengertian dan pemahaman yang benar mengenai watak dan
karakter esensial dari ajaran Islam yang sesungguhnya.
Masalah etos kerja memang cukup rumit. Nampaknya tidak ada teori
tunggal yang dapat menerangkan segala segi gejalanya, juga bagaimana
menumbuhkan dari yang lemah ke arah yang lebih kuat atau lebih baik.
Terkadang terlihat bahwa etos kerja dipengaruhi oleh sistem kepercayaan,
seperti agama, namun terkadang juga terlihat seperti tidak lebih dari hasil
tingkat perkembangan ekonomi tertentu masyarakat saja.
Salah satu teori yang relevan untuk dicermati mengenai etos kerja
yang terkait dengan sistem kepercayaan (bahwa masyarakat tertentu dengan
sistem kepercayaan tertentu memiliki etos kerja lebih baik atau lebih buruk
dari masyarakat lain dengan sistem kepercayaan lain) adalah pengamatan
seorang sosiolog, Max Weber, terhadap masyarakat Protestan aliran
Calvinisme, yang kemudian dia angkat menjadi dasar apa yang terkenal
dengan “Etika Protestan”. Didalam tesisnya ini, Max Weber menimbulkan
sikap pro dan kontra dikalangan sosiolog. Sebagian sosiolog mengakui
kebenaran tesisnya itu, tetapi tidak sedikit yang meragukan, bahkan yang
menolaknya. Kurt Samuelson, ahli sejarah ekonomi Swedia adalah salah
seorang yang menolak keseluruhan tesis Weber tersebut, dengan mengatakan

1
bahwa tidak pernah dapat ditemukan dukungan tentang kesejajaran antara
protestanisme dengan tingkah laku ekonomis.1
Dalam hal ini tidak lepas dari dari etos kerja China / Tionghoa yang
merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia, sejak mereka masuk dan
menjadi masyarakat di Indonesia mereka disebut sebagai China Indonesia /
Tionghoa Indonesia. Pertama kali mereka datang ke Indonesia adalah dengan
tujuan untuk berdagang dan bertransaksi dengan warga Indonesia. Hubungan
antara warga asli Indonesia dengan orang Tionghoa banyak dipengaruhi oleh
Belanda (pada abad ke 19) dan kebijakan pemerintah Indonesia.
Ada pendapat (negatif) dari mereka yang tercengang oleh
kesuksesan bisnis orang Cina, bahwa dalam upaya meraih kesuksesan bisnis
itu, orang Cina acap kali „menghalalkan segala cara‟ tanpa mengindahkan
etika bisnis, mengabaikan halal-haram (dalam perspektif agama), dan nilai-
nilai moral. Di Indonesia, orang Cina tidak semuanya sukses (dalam bisnis)
dan hidup kaya raya, tetapi sebagian besar dari mereka memiliki prinsip
hidup yang mereka jalankan secara disiplin sehingga di kemudian hari
membuahkan hasil yang besar.
Jepang adalah bangsa yang mendapatkan nilai plus di mata dunia,
sebagai bangsa yang pernah jatuh pada titik nol akibat perang kemudian
bangkit dan berjalan dengan sangat tertatih. Setelah bom atom Amerika
menghujani jantung kota Jepang pada tahun 1945, semua pakar ekonomi saat
itu memastikan Jepang akan segera mengalami kebangkrutan. Namun bagi
Jepang, tidak butuh waktu lama untuk kembali menyusul ketertinggalannya.
Dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun, Jepang ternyata mampu bangkit
dan bahkan menyaingi perekonomian negara yang menyerangnya. Terbukti,
pendapatan per kapita dan taraf hidup rakyatnya yang menempati posisi
kedua tertinggi di dunia (Fadhli, 2007, hal.99). Dan pada tahun 1968, Produk
Nasional Bruto Jepang telah berhasil melampaui Jerman Barat yaitu

1
Mohammad Irham, “Etos Kerja Dalam Perspektif Islam”, Jurnal Substantia Fakultas Ushuluddin,
Vol.14, No. 1, (April 2012), 13-14.

2
menduduki peringkat ketiga sebagai Negara .dengan ekonomi terkuat di
dunia, di bawah Uni Soviet dan Amerika Serikat.
Dengan semangat perubahan yang telah tertanam, Jepang kembali
belajar untuk bangkit. Bangsa Jepang tidak pernah menyerah dengan segala
kekurangan dan kelemahan pada diri mereka. Menurut mereka, kekalahan
dapat ditebus dengan kemenangan dan keberhasilan dalam bidang lain.
Meskipun sumber alamnya minimal, terancam gempa bumi dan angin topan,
namun mereka menggunakan segala potensi yang ada untuk membangun
negara agar sebanding dengan negara yang kaya dengan sumber alam. Orang
Jepang cepat dan tanggap bertindak. Selain itu mereka tidak menunggu
peluang datang, tetapi mencari dan menciptakan sendiri peluang tersebut.
Orang Jepang mau belajar keras dan sungguh-sungguh seumur hidup. Belajar
dari siapa pun, apa pun dan dimana pun. Ini merupakan bentuk semangat
mencari sesuatu yang baru. Mereka juga senang mengikuti pendidikan-
pendidikan di luar pendidikan formal. Sehingga perkembangan dan kemajuan
perekonomian Jepang, semua diperoleh dari hasil kesungguhan, disiplin ketat,
usaha dan semangat kerja keras (spirit bushido) rakyatnya. Dalam urusan
pekerjaan, kita tahu bahwa orang Jepang memegang teguh prinsip tepat waktu
dengan tertib dan disiplin, khususnya dalam sektor perindustrian dan
perdagangan. Kedua bagian ini menjadi dasar kemakmuran ekonomi yang
dicapai Jepang sampai saat ini. Ekonomi berkembang baik sehingga tingkat
kesejahteraan hidup meningkat, rakyat pun menikmati hasil pembangunan
negaranya.
Pada dasarnya, etos dan budaya kerja orang jepang tidak jauh beda
dengan bangsa Asia lainnya. Jika mereka disebut pekerja keras, maka bangsa
Cina, Korea dan bangsa Asia lainnya juga pekerja keras. Namun salah satu
yang membedakan bangsa Jepang dengan bangsa Asia lainnya adalah orang
Jepang sanggup berkorban dengan bekerja lembur tanpa mengharap bayaran.
Mereka merasa lebih dihargai jika diberikan tugas pekerjaan yang berat dan
menantang. Di Jepang, orang yang pulang kerja lebih cepat akan dinilai
negatif, yaitu dianggap sebagai pekerja yang tidak penting, malas dan tidak

3
produktif. Bahkan istri orang Jepang lebih bangga bila suami mereka gila
kerja. Sebab hal itu juga merupakan tanda suatu status sosial yang tinggi.
Jadi, ukuran nilai dan status orang Jepang didasarkan pada disiplin kerja dan
jumlah waktu yang dihabiskannya ditempat kerja. Bagi mereka, jika hasil
produksi meningkat dan perusahaan mendapat keuntungan besar, secara
otomatis mereka akan mendapatkan balasan yang sesuai.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada makalah ini,
sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian Etos Kerja ?
2. Bagaimana Etos Kerja Budaya China?
3. Bagaimana Etos Kerja Budaya Jepang?
4. Bagaimana Etos Kerja Islam?

C. Tujuan Makalah
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan makalah ini, sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui Etos Kerja
2. Untuk mengetahui Etos Kerja Budaya China
3. Untuk mengetahui Etos Kerja Budaya Jepang
4. Untuk mengetahui Etos Kerja Islam

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Etos Kerja
1. Pengertian Etos Kerja
Etos berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang artinya sikap,
kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. 2 Sikap ini
tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan
masyarakat. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya,
serta sistem nilai yang diyakininya. Menurut kamus besar bahasa
Indonesia, etos adalah pandangan hidup yang khas dari suatu golongan
social.3 Sehingga dimana seseorang tinggal sangat mempengaruhi dalam
membentuk pandangan hidup yang menjadi bekal dalam menjalani
kehidupannya. Dari kata etos ini dikenal pula kata etika, etiket yang
hampir mendekati pada pengertian akhlak atau berkaitan dengan nilai
baik buruk (moral) sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau
semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal,
lebih baik, bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang
sesempurna mungkin.
Etika atau etos adalah bagian dari ilmu filsafat yang membahas
secara rasional dan mendetail tentang nilai-nilai, norma dan moralitas
sesorang. Sebagai cabang filsafat, etos sangat menekankan pendekatan
yang kritis dalam melihat dan mengamati nilai dan norma moral tersebut
serta permasalahan-permasalahan yang akan timbul dalam kaitan dengan
nilai dan norma moral itu sendiri.
Dalam hal ini bisa disimpulkan bahwa etos kerja adalah sikap,
keyakinan dan pandangan hidup akan nilai kerjayang sudah mendarah
daging yang di hasilka oleh karya seseorang terhadap apa yang di
yakininya, yang dibentuk oleh dimensi internal dan eksternal. Yang
dimaksud dengan dimensi internal adalah sesuatu yang berasal dari
2
Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islam, ( Jakarta: Gema Insani Press. 2002), 1
3
Sudirman Tebba, Membangun Etos Kerja Dalam Prespektif Tasawuf, (Bandung:Pustaka Usantara
Publishing, 2003), 1

5
dalam diri, sedang dimensi eksternal adalah bentukan dari luar, baik itu
keluarga, masyarakat, budaya bangsa dan sejenisnya.4
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja
Ada beberapa hal yang dapaat mempengaruhi etos kerja,
diantaranya :
a. Agama
Dapat diketahui bahwa Agama merupakan suatu system nilai.
System ini dapat ditentukan dan mempengaruhi atau menentukan pola
hidup seseorang. pola berpikir, bersikap serta tindakan seseorang
pastilah akan lebih di warnai dengan ajaran agama yang dianutnya jika
ia sungguh-sungguh dalam kehidupan beragama. Oleh karena itu, jika
ajaran agama itu mengandung nilainilai yang dapat memacu
pembangunan, jelaslah bahwa agama akan turut menentukan jalannya
pembangunan atau modernisasi. berbagai studi tentang etos kerja
berbasis agama sudah banyak dilakukan dengan hasil yang secara
umum mengkonfirmasikan adanya korelasi positif antara sebuah
sistem kepercayaan tertentu dengan kemajuan ekonomi, kemakmuran,
dan modernitas.5
b. Budaya
Luthans mengatakan bahwa sikap mental, tekad, disiplin dan
semangat kerja masyarakat juga disebut sebagai etos budaya.
Kemudian etos budaya ini secara operasional juga disebut sebagai etos
kerja. Kualitas etos kerja ditentukan oleh sistem orientasi nilai budaya
masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat yang memiliki sistem
nilai budaya maju akan memiliki etos kerja yang tinggi. Sebaliknya,
masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya yang konservatif akan
memiliki etos kerja yang rendah, bahkan bisa sama sekali tidak
memiliki etos kerja.6
4
Narulita Sari, “Etos Kerja Dalam Islam” Jurnal Studi Al Quran. Http://Journal.Unj.Ac.Id Unj
Index.Php Jsq/Article/View/2411/1848.
5
Lubis Hadi Satriattp://Pknstan.Ac.Id/Home/Aspek Aspek Etos Kerja Dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhinya.Html (28 Mei 2022).
6
Ibid.

6
c. Sosial Politik
Tinggi atau rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi
juga oleh ada atau tidaknya struktur politik yang mendorong
masyarakat untuk bekerja keras dan dapat menikmati hasil kerja keras
mereka dengan penuh.7 Kondisi lingkungan geografis. dengan adanya
indikasi bahwa etos kerja dapat muncul dikarenakan faktor kondisi
geografis. Lingkungan alam yang mendukung mempengaruhi manusia
yang berada di dalamnya melakukan usaha untuk dapat mengelola dan
mengambil manfaat, dan bahkan dapat mengundang pendatang untuk
turut mencari penghidupan di lingkungan tersebut.8
d. Pendidikan
Etos kerja tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan meskipun
sebagian seseorang tidak memnempu jalur pendidikan akan tetapi
sumber daya manusia juga menjadi bahan pertimbangan, karena hal
tersebut dapat meningkatkan etos keeja seseorang kakn lebih kuat.
Pendidikan sangat di butuhkan untuk menjaga kualitas seseorang
kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu semakin berkualitas
pendidikan seseorang maka keterampilan dan keahlian akan
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi masyarakat. Manusia sebagai
khalifah di muka buni ini di tuntut untuk bekerja keras membangun
dunia ini dan menggali seluruh sumber alamnya dengan cara yang
baik, oleh karena itu al Quran menentang orang-orang malas dan
membuang-buang waktunya dengan kemalasan tanpa di gunakan
sebaik mungkin. Al Quran sendiri mendorong manusia untuk belajar
untuk memperoleh keahlian dan teknolongi.9

B. Etos Kerja Budaya China

7
Http://Www. Pknstan. Ac. Id/ Home/ Aspek-Aspek-Etos-Kerja-Dan-Faktor-Faktor Yang
mempengaruhinya. Html ( 28 Mei 2022)
8
Ibid
9
Misbahuddin,”Sistem Bunga Dalam Bisnis Modern Dalam Perfektif Hukum Islam”, Asy
Asyira’ah, Vol. 44 No. 1(2010), 715.

7
Cina terdiri dari berbagai suku bangsa dengan memiliki kebudayaan
sendiri seperti dialek bahasa, pekerjaan dan tempat tinggal yang tidak sama.
Ada Cina Hailam, Hokkein, Khek atau Hakka, Kantonese, Teochew,
Foochow, Hockchew dan sebagainya. Setiap suku tersebut memiliki
kepandaian dagang tersendiri yang menjadi identitas mereka secara turun-
temurun. Perdagangan itu menjadi warisan kebanggan dan simbol kekuasaan
mereka dalam bidang ekonomi. Suku Hailam misalnya yang sering
dihubungkan dengan warung kopi dan makanan nasi ayam. Orang Teochew
dihubungkan dengan perdagangan menjual logam dan menangkap ikan.
Orang Kantonese yang didapati banyak terlibat dalam pembangunan,
sementara orang Hokkien dalam perdagangan ritel atau pakaian.10
Keberhasilan orang Tionghoa dalam berdagang terdapat hubungannya
dengan warisan leluhur yang diturunkan melalui dari satu generasi ke
generasi. Etnis Tionghoa memiliki suku bangsa yang memiliki dialek bahasa
yang berbeda dan memiliki budaya yang berbeda pula. Hal tersebut terjadi
dalam bidang berdagangan atau mata pencaharian orang Tionghoa pada setiap
sukunya.11

Ada beberapa etos kerja Budaya China yang diterapkan mulai sejak
dulu, diantaranya :12
1. Kerja Keras
Semangat kerja keras, ulet, pantang menyerah serta pintar melihat
peluang inilah yang menjadikan pedagang etnis Tionghoa untuk
memberanikan diri membuka usaha. Bekerja keras atau berusaha

10
Arifin, Ferian, Rahasia Sukses Bisnis Orang Cina Dan Korea (Membongkar Falsafah, Etika,
Strategi, Konsep Dan Resep Menguasai Perdagangan Dunia) (Yogyakarta: ARASKA, 2014), 15.
11
Chan, Javihn Dan Jean Lee. Chinese Entrepreneurship: A Study In Singapore. Journal Of
Management Development. Vol.17 ISS 2 Pp 131- 141http://Dx.Doi.Org/10.1108/0953481
9810242761(Diakses Pada 28 Mei 2022)
12
Li, Peter S. Chinese Investment And Business In Canada: Ethnic Entrepeneurship Reconsidered.
Jounal Of Pacific Affairs. Vol. 66 No.2 Pp. 299-243.Http:// Www. Jstor. Org/ Stable/
2759368 (Diakses Pada 28 Mei 2022)

8
merupakan ibarat kata keramat yang mendorong pedagang China berhasil
dalam bisnisnya.13 Sikap tampak lainnya adalah fokus dan bersungguh-
sungguh dalam melakukan sesuatu, selain menanamkan sikap kerja keras
bagi para pedagang Tionghoa hal yang selalu ada dalam jiwa para pekerja
keras. Semangat kerja keras pedagang Tionghoa adalah salah satu
dorongan yang menjadikan pedagang Tionghoa mencintai pekerjaannya.
Bahwa bekerja harus bersungguh-sungguh yakni dengan kerja keras tanpa
mengenal kata lelah dan berusaha tidak mnegenal kata jemu.
2. Hemat
Dalam kehidupan ekonomi pedagang etnis Tionghoa
menunujukkan bahwa keluarga pedagang etnis Tionghoa menerapkan
hidup hemat dan memperhitungkan segala pengeluaran yang diperolehnya
untuk memenuhi kebutuhan hidup.14 Sikap hemat juga dapat dilihat dari
bagaimana kehidupan pedagang etnis Tionghoa sehari-harinya. Hidup
sederhana juga merupakan bagian dari sikap hemat. Pedagang Tionghoa
yang tidak mudah membelanjakan uangnya dan lebih memilih untuk
menabung menjadikan hidup mereka sederhana. Hal ini dapat dinilai dari
rumah, kendaraan, busana yang mereka kenakan serta melihat bagaimana
mereka mengisi waktu luang untuk mencari hiburan.

Pemilihan tempat hiburan ataupun tempat untuk makan merupakan


salah satu penerapan hidup hemat bagi pedagang etnis Tionghoa. Keluarga
pedagang Tionghoa akan memilih tempat makan dengan harga yang
terjangkau dengan tujuan agar uang yang diperolehnya tetap bisa untuk
ditabung atau diinvestasikan ke dalam kebutuhan berdagang. Pedagang
etnis Tionghoa tidak suka melihat orang lain bersikap pemborosan dengan
uang. Secara langsung mereka akan menuturkan rasa ketidaksukaannya
tersebut. Mengeluarkan uang tidak teratur dan secara berlebihan bagi para
pedagang etnis Tionghoa sama saja seperti menghambur-hamburkan uang
13
Ann Wan Seng, Rahasia Bisnis Orang China (Kunci Sukses Menguasai Perdagangan) (Jakarta:
Noura Books, 2006), 30.
14
Leo Suryadinata, Negara Dan Etnis Tionghoa (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2002), 561.

9
dan sangat dibenci bagi pedagang etnis Tionghoa.15 Pedagang etnis
Tionghoa dalam membelanjakan uangnya akan teliti dan teratur dan sebisa
mungkin uang yang dikeluarkannya tersebut akan mendapatkan
keuntungan pedagang etnis Tionghoa ketika berbelanja hanya sekedar
kebutuhan hidup sehari-hari seperti kebutuhan pokok sehari-hari dan
kebutuhan untuk berjualan.
3. Disiplin
Tionghoa sangat menghargai waktu dalam setiap kegiatannya. Bagi
pedagang etnis Tionghoa waktu harus dihabiskan dengan hal-hal yang
bermanfaat. Orang yang membuang-buang waktu adalah orang yang
menyia-nyiakan kesempatan. Semua rutinitas yang mereka lakukan harus
terjadwalkan dengan benar. Sikap disiplin yang memang sudah dibawanya
sejak kecil, selalu diterapkan agar waktu yang digunakan dapat
menghasilkan sesuatu yang berguna.16
Rutinitas yang dilakukan pedagang etnis Tionghoa setiap hari
dilakukan dengan baik dan benar adalah kegiatan yang positif. Bagi
pedagang etnis Tionghoa waktu sangat berharga yang harus dilakukan
dengan kegiatan yang bermanfaat. Keluarga pedagang Tionghoa selalu
mengajarkan kepada anak-anakya untuk disiplin di mana waktu yang
mereka miliki menjadi berguna. Penerapan disiplin kepada anak-anak
keluarga pedagang Tionghoa sudah dilakukan sejak mulai ia kecil. Disiplin
yang mengandung arti bahwa kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan
yang positif dan bermanfaat. Disiplin menjadikan seseorang menjadi
pribadi yang baik di mana ia akan menjadi orang yang dapat menghargai
setiap waktu yang dimilikinya.17
4. Jujur

15
Yusuf, Muhammad Sulthoni. Etika Bisnis Komunitas Tionghoa Muslim Yogyakarta (Kajian
Atas Etos Kerja Kungfusionis Dalam Perspektif Islam). RELIGIA VOL.14. No.1http:// Download.
Portalgaruda. Org/ (Diakses Pada 28 Mei 2022)
16
Ferian Arifin, Rahasia Sukses Bisnis Orang Cina Dan Korea (Membongkar Falsafah, Etika,
Strategi, Konsep Dan Resep Menguasai Perdagangan Dunia) (Yogyakarta: ARASKA, 2014), 60.
17
Ibid

10
Sifat jujur dalam berdagang adalah hal yang dipegang jika ingin
usahanya berhasil dan sukses. Kejujuran merupakan hal yang sangat
penting dalam berdagang. Pedagang Tionghoa mempunyai kode etik yang
melarang menggunakan cara-cara yang kotor. Menjatuhkan perdagangan
orang lain adalah perbuatan terkutuk.18
Jujur bagi pedagang Tionghoa adalah mengenai mutu dan kualitas
barang dagangannya. Pedagang etnis Tionghoa percaya bahwa menjaga
mutu, rasa akan menjadikan memiliki banyak pelanggan. Bahan-bahan
yang digunakan pun tidak sembarangan. Biasanya pedagang etnis
Tionghoa memiliki resep rahasia yang sudah dimiliki secara turun
temurun.
Profesionalisme berdagang bagi pedagang Tionghoa ditunjukkan
melalui kejujurannya tersebut. Bagi pedagang etnis Tionghoa tidak ingin
mengecewakan pelanggan karena baginya pelanggan adalah nomor satu.
Pedagang Tionghoa dalam berdagang itu tidak membenarkan untuk
berbuat curang, seperti membeli bahan-bahan makanan sembarangan demi
meraih keuntungan karena kejujuran dalam berdagang serta kepercayaan
pelanggan adalah dua hal yang sangat dijaga untuk menjadi pedagang yang
berhasil.

5. Kemandirian
Tionghoa lebih menyukai bekerja sendiri daripada ikut dengan
orang lain apalagi di bawah kuasa orang pribumi. Dilatar belakangi dengan
rasa tidak puas dengan bekerja digaji, hal tersebut mendorong pedagang
etnis Tionghoa untuk membuka dan memberanikan diri untuk membuka
usaha.19 Pedagang etnis Tionghoa juga menjelaskan bahwa pada dasarnya
memang orang Tionghoa lebih suka bekerja sendiri tanpa ikatan.
Ketertarikan mereka pada berdagang tidak dipungkiri. Pedagang etnis
18
Leo Suryadinata, Negara Dan Etnis Tionghoa, 565.
19
Agus Salim, Stratifikasi Etnik (Kajian Mikro Sosiologi Interaksi Etnis Jawa Dan Cina,
(Semarang: Tiara Wacana, 2006), 23.

11
Tionghoa percaya bahwa dengan berdagang dapat menjadikan seseorang
dewasa dan berani. Inilah yang menjadikan salah satu orang Tionghoa
lebih suka menjadi pedagang atau memiliki usaha sendiri daripada bekerja
dengan orang lain.
Orang Tionghoa menerapkan konsep tersebut setidaknya menjadi
seorang bos atau tuan walaupun bukan di perusahaan yang besar dapat
memeberikan peluang untuk mengembangkan usahanya tersebut yang
mana menjajikan kebebasan pula dalam bergerak daripada menjadi
karyawan.20 Pedagang etnis Tionghoa, sebagai orang tua mereka juga
menerapkan sikap kemandirian tersebut untuk anak-anaknya. Sikap
kemandirian adalah hal yang ditekankan bagi orang tua Tionghoa yang
mengajarkan agar anak-anak mereka mandiri. Mandiri dalam hal ini adalah
agar mereka bisa hidup sukses tanpa ketergantungan dengan orang lain.
6. Profit oriented
Yang dimaksud orang Tionghoa Profit Oriented adalah untuk
mendapatkan untung guna investasi dalam keluarganya. Salah satu alasan
pedagang etnis Tionghoa adalah karena memandang berdasarkan lebih
banyak memberikan keuntungan daripada bekerja dengan orang lain yang
mendapatkan gaji kecil. Tionghoa, mereka akan rela untuk resign dari
pekerjaannya apabila terdapat pekerjaan lain yang pendapatannya lebih
banyak daripada yang sekarang.
Menurut orang Tionghoa bahwa orang Tionghoa akan rela
meninggalkan pekerjaannya yang sekarang demi mendapatkan keuntungan
yang lebih besar. Namun mereka juga menegaskan dengan catatan apabila
memang sudah memiliki tabungan yang banyak, maka tidak apa-apa ketika
ingin mengundurkan diri dari pekerjaannya sekarang. Etnis Tionghoa
mengkhawatirkan hal-hal negatif terjadi seperti gagal dalam usahanya
apabila mengambil keputusan yang salah. Apabila seseorang yang telah
memiliki tabungan yang lebih maka tidak akan khawatir jika ia akan gagal
karena ia sudah memiliki investasi yang tinggi.

20
Ann Wan Seng, Rahasia Bisnis Orang China (Kunci Sukses Menguasai Perdagangan), 35.

12
Orang Tionghoa yang ketertarikannya terhadap uang dan
memandang melalui pendapatan keuntungan. Strategi yang diterapkan
etnis Tionghoa untuk mendapatkan keuntungan besar yakni dengan
menjalankan prinsipnya.

C. Etos Kerja Budaya Jepang


Jepang selama ini kita kenal sebagai salah satu negara didunia yang
memiliki etos kerja yang hebat. Etos kerja yang baik ini menimbulkan suatu
dampat kemajuan teknologi dan penguasaan teknologi,serta mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi negara jepang itu sendiri. Etos kerja orang jepang
terkenal dari dulu selama Perang Dunia ke-II, Jepang yang merupakan
negara kecil dapat menguasai sebagian besar wilayah Asia dan Amerika
Serikat sempat diluluhlantahkan (peard hamboard) hingga akhirnya bertekuk
lutut setelah Hiroshima dan Nagasaki di bom atom oleh sekutu.21
Semangat dan pantang menyerah merupakan ciri orang Jepang, dari
semboyan Samurai yang menyatakan “Lebih baik mati dari pada berkalang
malu”, ada juga istilah MAKOTO yang artinya bekerja dengan giat
semangat,jujur serta ketulusan.belum lagi semangat dan semboyan serta
falsafah yang lain yang dapat memacu kerja dan membentuk etos kerja para
pekerja diluar negara Jepang. Sedangkan bila dilihat dari segi kebudayaannya,
kepemimpinan Jepang dikenal memiliki etos kerja yang sangat baik dalam
memajukan negara atau organisasi yang berada di dalamnya. 22 Dahulu Jepang
bukanlah negara maju yang patut diperhitungkan dan ditakuti di dunia. Tapi
siapa yang menyangka bahwa setelah mengalami kehancuran yang dahsyat
pada Perang Dunia II dengan dijatuhkannya bom atom di kota Hiroshima dan
Nagasaki, Jepang mampu bertahan dan bahkan bangkit dengan kekuatan yang
sangat luar biasa menjadi suatu negara maju di kawasan Asia Timur, dan
mampu menempatkan negara dalam posisinya dalam jajaran negara-negara
dengan perekonomian terkuat di dunia. Hal ini dibuktikan pada pertengahan
era 1990-an, Product National Bruto (PNB) Jepang mencapai US$ 37,5 miliar
21
Budimansyah, Karakter Bangsa Jepang, Unsur-Unsur Pembentuknya (Jakarta: t.p, 2010), 12.
22
Ann Wan Seng, Rahasia Bisnis Orang China (Kunci Sukses Menguasai Perdagangan), 37.

13
atau 337,5 triliun rupiah, yang sekaligus menempatkan Jepang pada posisi ke-
2 setelah Swiss yang memiliki PNB tertinggi di dunia. Selain itu Jepang
merupakan negara yang tidak memiliki utang luar negeri.
Jepang dikenal sebagai negara yang mempunyai banyak kekurangan
antara lain dari segi fisik orang Jepang rata-rata berpostur kecil, wilayah
teritorial yang sempit, dari segi tata letak geografis negara Jepang terletak di
jalur lempeng pergeseran kerak bumi yang berpotensi rawan gempa bumi,
sumber daya alam yang terbatas, dan masih banyak kekurangan yang lain.23
Jepang adalah Negara yang tidak memiliki hasil dan sumber daya
alamnya sendiri. Oleh karena itu, Jepang bergantung pada sumber-sumber
dari negara lain. Negara tersebut tidak hanya mengimpor minyak bumi, biji
besi, batu arang, kayu, dan sebagainya. Bahkan, hampir delapan puluh lima
persen sumber tenaganya berasal dari negara lain. Hasil pertanian Jepang
adalah yang tertinggi di dunia. Selain itu, Jepang juga mengimpor tiga puluh
persen bahan makanan dari negara lain untuk memenuhi konsumsi makanan
penduduknya. Namun, di Jepang pertanian masih menjadi sektor utama
meskipun telah dikenal sebagai negara industri yang maju.
Pada dasarnya, etos dan budaya kerja orang Jepang tidak jauh beda
dengan bangsa Asia lainnya. Jika mereka disebut pekerja keras, maka bangsa
Cina, Korea dan bangsa Asia lainnya juga pekerja keras. Namun, mengapa
bangsa Jepang yang lebih berhasil dan maju dibandingkan dengan bangsa
Asia lainnya. Dalam sistem pengelolaan organisasi bisa dibilang organisasi
Jepang berbeda dengan sistem pengelolaan organisasi yang dianut oleh
bangsa maju lainnya seperti Amerika. Perbedaan inilah yang membuat
organisasi Jepang menjadi unik tapi banyak dicontoh oleh negara-negara
berkembang di dunia. Dalam organisasi Jepang pengelola berawal dari posisi
bawahan, oleh karena itu pengelola organisasi Jepang lebih akrab dan
memahami bawahannya. Sikap terus terang mengurangi konflik antara pihak
pengelola dan bawahan. Tim kerja merupakan pondasi dasar dalam organisasi
Jepang untuk membentuk interaksi antara anggota tim dan bawahan. Fakta-

23
Hamdani, 2016. Unsur-unsur dan Proses Pembentukan Karakter Bangsa Jepang

14
fakta menarik yang yang dapat kita amati dari sistem pengelolaan organisasi
Jepang antara lain : bangsa Jepang lebih suka mengaitkan diri mereka sebagai
anggota organisasi dan perkumpulan tertentu jika memperkenalkan diri
daripada memperkenalkan diri berdasarkan asal negara dan keturunannya.
Mereka bangga jika dikaitkan dengan organisasi besar dan berprestasi, tempat
mereka bekerja. Kemauan bangsa Jepang menjadi hamba organisasinya
merupakan faktor kesuksesan negara itu menjadi penguasa besar dalam
bidang ekonomi dan industri.
Sikap ini ditunjukkan dengan cara mengorbankan pendapat pribadi,
masa istirahat, gaji dan sebagainya untuk menjaga dan mempertahankan
kelangsungan organisasinya. Sikap ini berbeda dengan bangsa barat yang
memberikan ruang sebesar-besarnya kepada anggota organisasi untuk
berpendapat dn mengemukakan pandangan. Dalam sistem pengelolaan
Jepang ini individu tidak penting jika dibandingkan dengan perkumpulan dan
organisasi.
Orang Jepang sanggup berkorban dengan bekerja lembur tanpa
mengharap bayaran.24 Mereka merasa lebih dihargai jika diberikan tugas
pekerjaan yang berat dan menantang. Bagi mereka, jika hasil produksi
meningkat dan perusahaan mendapat keuntungan besar, secara otomatis
mereka akan mendapatkan balasan yang setimpal. Dalam pikiran dan jiwa
mereka, hanya ada keinginan untuk melakukan pekerjaan sebaik mungkin dan
mencurahkan seluruh komitmen pada pekerjaan. Pada tahun 1960, rata-rata
jam kerja pekerja Jepang adalah 2.450 jam/tahun. Pada tahun 1992 jumlah itu
menurun menjadi 2.017 jam/tahun. Namun, jam kerja itu masih lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata jam kerja di negara lain, misalnya Amerika
(1.957 jam/tahun), Inggris (1.911 jam/tahun), Jerman (1.870 jam/tahun), dan
Prancis (1.680 jam/tahun). Ukuran nilai dan status orang Jepang didasarkan
pada disiplin kerja dan jumlah waktu yang dihabiskannya di tempat kerja.

24
Frans Sartono,Mencermati Budaya dan Etos Kerja Orang Jepang Lewat Koleksi di Toyota
Automobile Museum, http://www.tribunnews.com/travel/2015/04/ 01/mencermati-budaya-
dan-etos-kerja- orang-jepang-lewat-koleksi-di-toyota- automobile-museum ( Diakses 28 Mei
2022)

15
Keadaan ini tentu sangat berbeda dengan budaya kerja orang
Indonesia yang biasanya selalu ingin pulang lebih cepat. Di Jepang, orang
yang pulang kerja lebih cepat selalu diberi berbagai stigma negatif, dianggap
sebagai pekerja yang tidak penting, malas dan tidak produktif. Bahkan istri-
istri orang Jepang lebih bangga bila suami mereka ”gila kerja” bukan ”kerja
gila”. Sebab hal itu juga menjadi pertanda suatu status sosial yang tinggi.
Keberhasilan Jepang mempertahankan statusnya sebagai “Bapak Naga
Asia” banyak dibantu oleh budaya kerja dan perdagangan rakyatnya. Agar
produk mereka mampu bersaing di dunia Internasional, Jepang tidak hanya
memperbaiki dan meningkatkan kualitas produknya, melainkan juga
menciptakan berbagai barang lain yang diperlukan konsumen baik ditingkat
mikro maupun makro. Sehingga perusahaan Jepang bersedia menghabiskan
jutaan rupiah (sekitar 45 persen dari anggaran belanjanya) untuk membiayai
penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan inovasi dan mutu
produk. Selain itu mereka juga meletakkan kepercayaan dan jaminan kualitas
sebagai aset terpenting pemasaran dan perdagangan. Tidak salah beberapa
produknya menduduki posisi pertama dan menjadi pilihan konsumen karena
lebih ekonomis, bermutu, mudah digunakan dan memiliki berbagai fungsi.
Seperti Matsushita yang merupakan contoh terbaik perusahaan yang berhasil
memecahkan dominasi dan monopoli perusahaan Barat.
Sikap patriotisme bangsa Jepang juga menjadi salah satu faktor yang
membantu keberhasilan ekonomi negaranya. Bangsa Jepang bangga dengan
produk buatan negeri sendiri. Mereka juga menjadi pengguna utama produk
lokal dan pada saat yang sama juga mencoba mempromosikan produk made
in Japan ke seluruh dunia dari makanan, teknologi sampai tradisi dan budaya.
Dimana saja mereka berada bangsa Jepang selalu mempertahankan identitas
dan jatidiri mereka.
Minat dan kecintaan bangsa Jepang terhadap ilmu membuat mereka
merendahkan diri untuk belajar dan memanfaatkan apa yang telah mereka
pelajari. Mereka menggunakan ilmu yang diperoleh untuk memperbaiki
kelemahan-kelemahan produk Barat demi memenuhi kepentingan pasar dan

16
konsumen. Bangsa Jepang memang pintar meniru tetapi mereka memiliki
daya inovasi yang tinggi. Pihak Barat memakai proses logika, rasional dan
kajian empiris untuk menghasilkan sebuah inovasi. Namun bangsa Jepang
melibatkan aspek emosi dan intuisi untuk menghasilkan inovasi yang sesuai
dengan selera pasar. Untuk melancarkan urusan pekerjaanya, orang Jepang
memegang teguh prinsip tepat waktu dengan tertib dan disiplin, khususnya
dalam sektor perindustrian dan perdagangan. Kedua elemen itu menjadi dasar
kemakmuran ekonomi yang dicapai Jepang sampai saat ini. Seperti pahlawan
dalam cerita rakyat Jepang, si samurai buta Zatoichi, Jepang harus
memastikan segala-galanya, termasuk rakyatnya, senantiasa bergerak cepat
menghadapi perubahan disekelilingnya.
Jika semuanya berhenti bergerak, maka ekonomi Jepang akan runtuh
seperti Zatoichi yang luka dan mati karena gagal mempertahankan diri dari
serangan musuh. Karena ia tidak bergerak dan hanya dalam keadaan statis.
Budaya kerja bangsa Jepang yang diperkenalkan melalui azas ini antara lain
pencatatan waktu, senam pagi sebelum bekerja, bekerja dalam tim, dan
penjelasan singkat rnempelajari cara kerja sebelum memulai kerja. Kaidah
dan etika kerja tersebut merupakan ciri-ciri dan budaya kerja di Jepang.
Namun sebelumnya, ada beberapa etos kerja dan budaya kerja bangsa Jepang
yang bisa kita ketahui ;
1. Masyarakat Jepang: masyarakat yang tidak peduli pada agama
Jika dibandingkan dengan masyarakat Indonesia, perbedaan yang
paling besar antara masyarakat Jepang dengan Indonesia adalah
masyarakat Jepang tidak peduli pada agama. Dalam Undang-Undang
Dasar Jepang, pemerintah tidak boleh ikut campur dalam urusan agama.
Dilarang keras memakai anggaran negara untuk hal-hal agama. Dalam
pasal 20 tertulis bahwa semua lembaga agama tidak boleh diberi hak
istimewa dari negara dan tidak boleh melaksanakan kekuatan politik,
negara dan instansinya tidak boleh melakukan kegiatan agama dan
pendidikan agama tertentu. Dan dalam pasal 89 tertulis bahwa uang negara
tidak boleh dipakai untuk lembaga agama. Maka di Jepang tidak ada

17
ruangan untuk sembahyang seperti mushala di instansi negara (termasuk
sekolah), tidak ada Departmen Agama, tidak ada sekolah agama.
2. Etika orang Jepang tidak berdasar atas agama
Robert N Bellah, menerbitkan buku berjudul Tokugawa Religion:
The Cultural Roots of Modern Japan (1957) menganalisis kemajuan
Jepang berdasar teori Max Weber yaitu Die Protestantische Ethik und der
“Geist” des Kapitalismus (1905), menjelaskan peranan nilai agama
pramodern itu dalam proses modernisasi. Bellah mengatakan ajaran
“Sekimon shingaku” (Ilmu moral oleh ISHIDA Baigan) itu memerankan
sebagai etos untuk modernisasi ekonomi. Selain itu, ada yang menilai
ajaran salah satu sekte Buddha Jepang Jodo Shinshu sebagai etos seperti
Protestan. Tentu saja ajaran-ajaran itu mementingkan kerja keras, mirip
dengan ajaran Puritanisme (memang Islam juga). Di Jepang modernisasi di
dalam bidang ekonomi dilakukan oleh pemerintah Meiji. Ideologi
pemerintah Jepang adalah Shinto versi negara. Jadi, teori Max Weber tidak
bisa diterapkan kepada Jepang. Di Jepang tidak ada agama yang
mendorong proses kapitalisme.
Kalau begitu, etika orang Jepang berdasar atas segala sesuatu yang
dianggap menguntungkan. Semua hal pasti di kerjakan, biarpun itu berbau
porno asalkan senang dan mendatangkan keuntungan
3. Etika orang Jepang : Etika demi komunitas
Etika orang Jepang itu, tujuan utamanya membentuk hubungan
baik di dalam komunitas. Kebesaran komunitas bergantung pada situasi
dan zaman. Negara, desa, keluarga, perusahaan, pabrik, kantor, sekolah,
partai, kelompok agama, tim sepak bola dll, bentuknya apapun, orang
Jepang mementingkan komunitas termasuk diri sendiri. Sesudah Restorasi
Meiji, pemerintah Meiji sangat menekankan kesetiaan pada negara.
Sesudah Perang Dunia ke-II, objek kesetiaan orang Jepang beralih pada
perusahaan.
Tindakan pribadi dinilai oleh mendorong atau merusak rukun
komunitas. Maka misalnya minum minuman keras juga tidak

18
dimasalahkan, bahkan minum bersama diwajibkan untuk mendorong
rukun komunitas. Ajaran agama juga digunakan untuk memperkuat etika
komunitas ini. Sedangkan Semitic monoteisme (agama Yahudi, Kristen
dan Islam) mengutamakan Allah daripada komunitas, dan memisahkan
seorang sebagai diri sendiri dari komunitas. Jadi Pemerintahan Tokugawa
melarang Kristen. Tentu saja agama Budha juga mengutamakan
Kebenaran Dharma daripada komunitas, tetapi ajaran sisi seperti itu
ditindas. Sementara Konfusianisme sangat cocok dengan etika demi
komunitas ini. Tetapi, orang Jepang tidak mengorbankan sendiri tanpa
syarat demi komunitas. Hal ini jelas terutama di dalam etos kerja orang
Jepang.
Etos kerja seperti itulah yang membuat kepemimpinan perusahaan
Jepang yang besar membentuk 3 sistem :
1. Sistem ketenagakerjaan sepanjang hidup, yakni perusahaan biasanya tidak
putus hubungan kerja.
2. Sistem kenaikan gaji sejajar umur, yakni perusahaan menaikan gaji
pekerjanya tergantung umur mereka.
3. Serikat pekerja yang diorganisasi menurut perusahaan, yakni, berbeda
dengan pekerja yang diorganisasi menurut jenis kerja, semua pekerja
sebuah perusahaan, jenis kerja apapun, diorganisasi satu serikat pekerja.
Ciri-ciri etos kerja dan budaya kerja orang Jepang adalah,
1. Bekerja untuk kesenangan, bukan untuk gaji saja.
Tentu saja orang Jepang juga tidak bekerja tanpa gaji atau dengan
gaji yang rendah. Tetapi kalau gajinya lumayan, orang Jepang bekerja
untuk kesenangan. Jika ditanya “Seandainya anda menjadi milyuner dan
tidak usah bekerja, anda berhenti bekerja ?”, kebanyakan orang Jepang
menjawab, “Saya tidak berhenti, terus bekerja.” Bagi orang Jepang kerja
itu seperti permainan yang bermain bersama dengan kawan yang akrab.
2. Mendewakan langganan.
Memang melanggar ajaran Islam, etos kerja orang Jepang
mendewakan client/ langganan sebagai Tuhan. “Okyaku sama ha

19
kamisama desu.” (Langganan adalah Tuhan.) Kata itu dikenal semua
orang Jepang. Kata ini sudah motto bisnis Jepang. Perusahaan Jepang
berusaha mewujudkan permintaan dari langganan sedapat mungkin, dan
berusaha berkembangkan hubungan erat dan panjang dengan langganan.
3. Bisnis adalah perang.
Orang Jepang yang di dunia bisnis menganggap bisnis sebagai
perang yang melawan dengan perusahaan lain. Orang Jepang suka
membaca buku ajaran Sun Tzu, The Art of War untuk belajar strategis
bisnis. Sun Tzu adalah sebuah buku ilmu militer Tiongkok kuno, pada
abad 4 sebelum masehi. Sun Tzu itu suka dibaca oleh baik samurai dulu
maupun orang bisnis sekarang. Supaya menang perang seharusnya
diadakan persiapan lengkap untuk bertempur setenaga kuat. Semua orang
Jepang tahu pribahasa “Hara ga hette ha ikusa ha dekinu.” (Kalau lapar
tidak bisa bertempur.) Oleh karena itu orang Jepang tidak akan pernah
menerima kebiasaan puasa. Bagi orang Jepang, untuk bekerja harus
makan dan mempersiapkan kondisi lengkap. Tentu saja di medang
perang.
Kedisiplinan paling penting. Dalam buku Sun Tzu untuk mengajar
kedisiplinan dilakukan cara yang sangat kejam. Tetapi sekarang disiplin
diajarkan di sekolah dasar. Pendidikan di sekolah sangat penting. Masuk
sekolah setiap hari tidak terlambat, ikut pelajaran secara rajin, hal-hal itu
dasar disiplin untuk kerja di dunia bisinis. Pada setelah Restorasi Meiji,
pendidikan disiplin di sekolah dasar lebih berguna untuk berkembang
kapitalisme daripada ajaran agama apapun.
D. Etos Kerja Islam
1. Etos Kerja dalam Islam
Setiap pekerja terutama yang beragama islam harus dapat
menumbuhkan etos kerja secara islami karena pekerjaan yang ditekuninya
bernilai ibadah, termasuk didalamnya menghidupi ekonomi keluarga. Oleh
karena itu seleksi terhadap pekerjaan adalah suatu keharusan. Jangan
sampai kita terlena dengan hasil yang banyak padahal pekerjaan tersebut

20
salah satu yang dilarang oleh agama. Karena terdapat nilai spiritual yang
penting dalam islam yang tidak ternilai harganya yaitu keberkahan.
Banyak orang yang memiliki harta berlimpah namun keluarganya
berantakan sehingga hidupnya bahagia karena harta. Ada juga orang yang
hidup pas-pasan namun bahagia. Begitulah hidup janganlah kita mengejar
keuntungan semata demi kebahagiaan dunia yang fana. Terdapat beberapa
konsep etos kerja islam yang dapat kita jadikan pedoman menjalani suatu
pekerjaan dalam Al Quran dan Hadis :
a. Kerja Keras
Rosululloh mengajarkan kepada umatnya untuk tidak tergesa-
gesa dalam mencapai apa yang diinginkan. Nilai sebuah pekerjaan
bukan dilihat dari hasilnya semata, namun kemudian tidak ada
berkelanjutannya, akan tetapi yang bisa berjalan secara kontinu meski
hasilnya tidak terlalu besar. Disinilah perlunya sebuah perencanaan
yang matang, di samping bekerja keras.

‫نس ِن ِإاَّل َما َس َع ٰى‬ ‫وَأن لَّ ۡي ِ ۡ ِإ‬


َٰ ‫س لل‬ َ َ
Artinya:“Dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain
apa yang telah diusahakannya.”(An Najm:39)25
Ayat ini menjelaskan bahwa satu-satunya cara untuk
mendapatkan sesuatu dalam hidup ini adalah dengan kerja keras.
Semakin sungguh-sungguh manusia berusaha dalam usahanya maka
semakin mudah jalannya untuk meraih keberhasilan.
Dalam ayat lain juga dijelaskan, sebagai berikut:

‫ص يب مِّمَّا ٱ ۡكتَ َس بُو ۖ ْا‬


ِ َ‫ض لِّ ِّلرج ِال ن‬ ِ
َ ‫ض َل ٱللَّهُ بِهۦ بَ ۡع‬
َ ۚ َ‫ض ُكمۡ َعلَ ٰى ۡبع‬ َّ َ‫َواَل َتتَ َ ۡمنوَّاْ َم ا ف‬

‫ضلِ ِۚهۦٓ ِإ َّن ٱللَّهَ َكا َن بِ ُك ِّل َش ۡي ٍء َعلِيما‬


ۡ َ‫سَٔلُواْ ٱللَّهَ ِمن ف‬
‍ۡ ‫صيب مِّمَّا ٱ ۡكتَ َس ۡب ۚنَ َو‬ ِ ‫ولِلنِّس‬
ِ َ‫ٓاء ن‬
َ َ

25
Sudirman Tebba, Membangun Etos Kerja Dalam Prespektif Tasawu, 4.

21
Artinya:“Karena bagi orang laki-laki ada bagian dari apa yang mereka
usahakan dan bagi para wanitapun ada bagian dari apa yang
mereka usahakan.”(An Nissa’:32).26
Ayat tersebut menjelaskan bahwa duna ini tidak mengenal
perbedaan antara pria dan wanita, warna kulit, antara orang beriman
dan tidak beriman. Setiap orang akan memperoleh sesuai dengan
ikhtiaryang dilakukan. Siapa yang bekerja keras akan memperoleh
banyak rezeki dari pada yang malas.
Maka dari itu hendaknya kita senantiasa bekerja agar mencapai
kehidupan yang sejahtera. Sekecil apapun hasil dari usaha kitaitu lebih
mulia dari pada menjadi peminta-minta.
b. Menghargai Waktu
Salah satu esensi dan hakikat etos kerja adalah cara seseorang
menghayati, memahami dan merasakan betapa berharganya waktu.27
Setiap manusia memiliki waktu yag sama dalam menjalankan aktifitas
kehidupannya yaitu selama 24 jam sehari. Namun bagaimana
memanfaatkan waktu tersebutlah yang berbeda beda. ada orang
yang memanfatkannya secara produktif tapi ada juga yang
sebaliknya.

c. Motivasi
Motivasi yaitu adanya dorongan dari dalam diri untuk mandiri
dan mengembangkan usaha yang dijalani, menjadikan diri sebagai
sosok yang menginginkan perubahan serta memiliki kepribadian yang
kuat, sehingga tidak goyah dengan pengaruh negatif.28
d. Orientasi Kedepan
Seorang pribadi muslim tidak akan berspekulasi dengan masa
depannya dan akan menetapkan sesuatu yang jelas pada seluruh
26
Sudirman Tebba, Membangun Etos Kerja Dalam Prespektif Tasawu, 5.
27
Toto Tasmoro, Membudidayakan Etos Kerja Islami, 74
28
Luluk Sharifatul Khasanah, “Analisis Etos Kerja Islam Petani Karet Terhadappemenuhan
Kebutuhan Keluarga, (Skripsi, 2007), 45

22
tindakannya diarahkan pada tujuan yangtelah ditentukan. Dalam sabda
Rasulullah SAW. Disebutkan : “Bekerjalah untuk duniamu seakan
akan engkau akan hidup selama-lamanya dan beribadahlah untuk
akhiratmu seakan- akan engkau mati besok.”
e. Ukhuwah ( Persaudaraan )
Dimata Allah manusia itu sama, yang membedakannya adalah
tingkat keimanan kita kepada Allah. Namun manusia seringkali
membeda-bedakan manusia satu dengan yang lain sehingga
menyebabkan perpecahan. Islam mengajarkan umatnya untuk
mencintai satu sama lain.
f. Pandai Bersyukur
Manusia hidup didunia dengan berbagai cobaan untuk menguji
keimanan kita kepada Allah. Cobaan tersebut bermacam-macam
diantaranya cobaan sakit, sehat, kaya, miskin dll. Cobaan yang positif
dapat membawa kita lupa pada Allah. Cobaan yang negative kadang
kali membuat kita mengeluh kepada Allah. Padahal Allah
mengetahui apa yang etrbaik untuk umatnya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etos kerja adalah sikap, keyakinan dan pandangan hidup akan nilai
kerjayang sudah mendarah daging yang di hasilka oleh karya seseorang
terhadap apa yang di yakininya, yang dibentuk oleh dimensi internal dan
eksternal. Cina terdiri dari berbagai suku bangsa dengan memiliki
kebudayaan sendiri seperti dialek bahasa, pekerjaan dan tempat tinggal yang
tidak sama. Etos kerja budaya cina, diantaranya kerja keras, hemat, disiplin,
jujur, kemandirian, dan profit oriented.

23
Pada dasarnya, etos dan budaya kerja orang Jepang tidak jauh beda
dengan bangsa Asia lainnya. Jika mereka disebut pekerja keras, maka bangsa
Cina, Korea dan bangsa Asia lainnya juga pekerja keras. Namun, mengapa
bangsa Jepang yang lebih berhasil dan maju dibandingkan dengan bangsa
Asia lainnya. Dalam organisasi Jepang pengelola berawal dari posisi
bawahan, oleh karena itu pengelola organisasi Jepang lebih akrab dan
memahami bawahannya.
Terdapat beberapa konsep etos kerja islam yang dapat kita jadikan
pedoman menjalani suatu pekerjaan dalam Al Quran dan Hadis, yaitu: kerja
keras, menghargai waktu, motivasi, orientasi kedepan, persaudaraan, dan
pandai bersyukur.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini tentu banyak yang harus disempurnakan,
sebab etos kerja merupakan salah satu hal yang sangat dianjurkan, oleh
karena itu saran dan kritik sangat diharapkan oleh penulis.

DAFTAR PUSTAKA

Ann Wan Seng, Rahasia Bisnis Orang China (Kunci Sukses Menguasai
Perdagangan). Jakarta: Noura Books, 2006.

Arifin, Ferian. Rahasia Sukses Bisnis Orang Cina Dan Korea (Membongkar
Falsafah, Etika, Strategi, Konsep Dan Resep Menguasai Perdagangan
Dunia). Yogyakarta: ARASKA, 2014.

Budimansyah, Karakter Bangsa Jepang, Unsur-Unsur Pembentuknya. Jakarta:


t.p, 2010.

Irham, Mohammad. “Etos Kerja Dalam Perspektif Islam”, Jurnal Substantia


Fakultas Ushuluddin, Vol.14, No. 1, (April 2012), 13-14.

24
Misbahuddin.”Sistem Bunga Dalam Bisnis Modern Dalam Perfektif Hukum
Islam”, Asy Asyira’ah, Vol. 44 No. 1(2010), 715.

Salim, Agus. Stratifikasi Etnik (Kajian Mikro Sosiologi Interaksi Etnis Jawa Dan
Cina. Semarang: Tiara Wacana, 2006.

Sharifatul, Luluk Khasanah. “Analisis Etos Kerja Islam Petani Karet


Terhadappemenuhan Kebutuhan Keluarga, (Skripsi, 2007).

Suryadinata, Leo. Negara Dan Etnis Tionghoa. Jakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

Tasmara, Toto. Membudayakan Etos Kerja Islam. Jakarta: Gema Insani Press.
2002.

Tebba, Sudirman. Membangun Etos Kerja Dalam Prespektif Tasawuf.


Bandung:Pustaka Usantara Publishing, 2003.

Yusuf, Muhammad Sulthoni. Etika Bisnis Komunitas Tionghoa Muslim


Yogyakarta (Kajian Atas Etos Kerja Kungfusionis Dalam Perspektif
Islam). RELIGIA VOL.14. No.1http:// Download. Portalgaruda.
Org/ (Diakses Pada 28 Mei 2022).

Chan, Javihn Dan Jean Lee. Chinese Entrepreneurship: A Study In Singapore.


Journal Of Management Development. Vol.17 ISS 2 Pp 131-
141http://Dx.Doi.Org/10.1108/0953481 9810242761(Diakses Pada 28 Mei
2022).

Http://Www. Pknstan. Ac. Id/ Home/ Aspek-Aspek-Etos-Kerja-Dan-Faktor-


Faktor Yang mempengaruhinya. Html ( 28 Mei 2022)
Li, Peter S. Chinese Investment And Business In Canada: Ethnic Entrepeneurship
Reconsidered. Jounal Of Pacific Affairs. Vol. 66 No.2 Pp. 299-243.Http://
Www. Jstor. Org/ Stable/ 2759368 (Diakses Pada 28 Mei 2022).

Lubis Hadi Satriattp://Pknstan.Ac.Id/Home/Aspek Aspek Etos Kerja Dan Faktor-


Faktor Yang Mempengaruhinya.Html (28 Mei 2022).

Narulita Sari, “Etos Kerja Dalam Islam” Jurnal Studi Al Quran.


Http://Journal.Unj.Ac.Id Unj Index.Php Jsq/Article/View/2411/1848.

25

Anda mungkin juga menyukai