Disusun oleh:
dr. Bimo Suryo Pribadi
Pembimbing:
dr. Sandhi Fitriardi, Sp.S
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 71 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Magelang, Jawa Tengah
Agama : Islam
Bangsa / Suku : Indonesia / Jawa
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
No Rekam Medik : 209462
MRS : Jumat, 18 April 2021
Tanggal Pemeriksaan : Jumat, 20 April 2021 pk 13.00 WIB
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tang
gal 20 April 2021 di Ruang Bougenville
• Telinga
Bentuk : Normal, tidak ada tophus
Lubang telinga : Normal, lapang, sekret minimal
Can. audit externa : Normal, tidak ada furunkel
Pendengaran : Normal
Processus mastoideus : Tidak nyeri
• Hidung
Penyumbatan : (-)
Bau : (-)
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
Daya penciuman : Normal
4
• Mulut
Bibir : sianosis (-), edema (-). Bentuk simetris (+).
Gigi : Gigi palsu (-), karies (+), karang gigi (-)
Gusi : Hiperemi (-), edema (-), ulkus (-), dan perdarahan (-),
Mukosa : Mukosa bibir tidak kering, hiperemi (-), pucat (-), pigmen
tasi (-), bintil (-), bentukan putih (-)
Lidah : Besar normal, tidak ada hipertrofi dan atrofi papil, letak li
dah di tengah
Faring : Tidak ada hiperemi, tidak ada membran putih
Palatum durum : Tidak ada palatoschizis
• Leher
Simetris, trakea di tengah, teraba pulsasi arteri karotis, tidak ada pembesaran KG
B,
3.3.3 Thorax
Bentuk : Normal, simetris
Kulit : Spider nevi (-), vena kolateral (-)
Payudara : Tidak dilakukan pemeriksaan
Aksila : Infeksi (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)
• Paru
Depan Belakang
PEMERIKSAAN
Kanan Kiri Kanan Kiri
Bentuk Simetris Tidak dilakukan
INSPEKSI Pergerakan Simetris Tidak dilakukan
Retraksi - - - -
Pergerakan Simetris Tidak dilakukan
Sama Tidak Tidak
Sama keras
keras dilakukan dilakukan
Sama Tidak Tidak
Fremitus vokal Sama keras
keras dilakukan dilakukan
PALPASI
Sama Tidak Tidak
Sama keras
keras dilakukan dilakukan
Tidak Tidak
Fremitus suara Normal
dilakukan dilakukan
Nyeri - - - -
PERKUSI Suara ketok Sonor Sonor Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Tidak Tidak
Sonor Sonor
dilakukan dilakukan
Tidak Tidak
Sonor Sonor
dilakukan dilakukan
Nyeri ketok - - - -
Kronig’s
Normal Normal - -
isthmus
Batas atas
ICS VI midclavicular line dextra
hepar
Tidak Tidak
Vesikuler Vesikuler
dilakukan dilakukan
Tidak Tidak
Suara napas Vesikuler Vesikuler
dilakukan dilakukan
Tidak Tidak
Vesikuler Vesikuler
dilakukan dilakukan
- - - -
Ronki - - - -
AUSKULTASI - - - -
- - - -
Wheezing - - - -
- - - -
Bronkofoni - - - -
Egofoni - - - -
Suara amforik - - - -
Suara gesek pl
- - - -
eura
• Jantung
PEMERIKSAAN HASIL
Iktus Tidak tampak
Pulsasi Tidak tampak
INSPEKSI jantung
Voussure Tidak ada
cardiaque
Iktus Tidak teraba thrill, ictus cordis teraba di ICS VI lin
ea midclavicularis sinistra
PALPASI
3.3.4 Abdomen
PEMERIKSAAN HASIL
INSPEKSI Bentuk Membuncit (-), penonjolan setempat (-), tidak
tampak peristaltik dan pulsasi, dinding perut s
ejajar dinding dada
Umbilikus Masuk merata, tidak ada kaput medusa
Kulit Kulit kering, Tidak tampak vena kolateral,
sikatriks (-), tidak ada hernia umbilikalis,
AUSKULTASI Peristaltik usus (+), bising usus normal
PERKUSI Bunyi timpanik, ascites (-) (puddle sign (-), shi
fting dullness (-), tidak nyeri
Umum Soepel
Turgor & tonus Normal
Nyeri Tidak ada
PALPASI Hepar Tidak teraba
Lien Tidak teraba
Kandung empedu Murphy sign (-), Courvoisier sign (-)
Ginjal Tidak teraba, nyeri ketok ginjal (-)
3.3.6 Ekstremitas
Atas Akral hangat kering merah. Edema(-)
Tidak didapatkan petechiae, purpura, dan echimosis,
Simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, deformitas -/-, C
RT < 2 detik, akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/-
Bawah Simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, deformitas -/-, C
RT < 2 detik, akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/-
3.3.7 Pulsasi Arteri
A. Temporalis superficial 3/3 A. Carotis 3/3
A. Brakialis 3/3 A. Radialis 3/3
A. Femoralis TL A. Poplitea 3/3
A. Tibialis posterior 3/3 A. Dorsalis Pedis 3/3
- Rangsangan Meningeal
• Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)
• Brudzinsky 1 : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
• Brudzinsky 2 : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
• Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135º/tida
k terdapat tahanan sblm mencapai 135º)
• Laseque : -/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70o/tid
ak timbul tahanan sebelum mencapai 70o)
- Nervus Cranialis
1. N-I (Olfaktorius) : Tidak ada gangguan penciuman
2. N-II (Optikus)
a. Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Warna : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Lapang pandang : Tidak dilakukan pemeriksaan
3. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)
a. Gerakan bola mata : atas (+/+), bawah (+/+), lateral (+/+), me
dial (+/+), atas lateral (+/+), atas medial (+/+), bawah lateral (+/+), b
awah medial (+/+)
b. Nistagmus : -/-
c. Strabismus : -/-
d. Exophtalmus/endophtalmus : -/-
e. Ptosis :- /-
f. Pupil : Isokor, bulat, 3mm / 3mm
e. Refleks Pupil
langsung :+/+
tidak langsung :+/+
4. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik
N-V1 (ophtalmicus) : +
N-V2 (maksilaris) : +
N-V3 (mandibularis) : +
(pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba)
b. Motorik : +
Pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut
c. Refleks kornea : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
5. N-VII (Fasialis)
a. Sensorik (indra pengecap) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan (pasien
masih dapat meraskan rasa manis , asam asin pahit)
b. Motorik
Angkat alis : + / +, terlihat simetris kanan dan kiri
Menutup mata : +/+
Menggembungkan pipi : kanan (baik), kiri (baik)
Menyeringai` : kanan (baik), kiri (baik)
Gerakan involunter : -/-
6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
Nistagmus : Tidak ditemukan
Tes Romberg : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b. Pendengaran
Tes Rinne : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
Tes Schwabach : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
Tes Weber : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
Gesekan jari : +/+
Arlogi : Tidak dilakukan pemeriksaan
7. N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
a. Refleks menelan : +
b. Refleks batuk : +
c. Perasat lidah (1/3 anterior) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
d. Refleks muntah : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
e. Posisi uvula : Normal; Deviasi ( - )
f. Posisi arkus faring : Simetris
8. N-XI (Akesorius)
a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : + /+
b. Kekuatan M. Trapezius : + /+
9. N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah :-
b. Atrofi lidah :-
c. Ujung lidah saat istirahat : -
d. Ujung lidah saat dijulurkan: Deviasi tidak didapatkan
e. Fasikulasi :-
c. Pemeriksaan Motorik
1. Refleks
a. Refleks Fisiologis
Biceps : ++ / ++
Triceps : ++ / ++
Achiles : ++ / ++
Patella : ++ / ++
b. Refleks Patologis
Babinski : +/-
Oppenheim : -/-
Chaddock : +/-
Gordon : -/-
Scaeffer : -/-
Hoffman-Trommer : -/-
2. Kekuatan Otot
1111 5555
Ekstremitas Superior Dextra Ekstremitas Superior Sinistra
1111 5555
Ekstremitas Inferior Dextra Ekstremitas Inferior Sinistra
d. Sistem Ekstrapiramidal
1. Tremor : -
2. Chorea : -
3. Balismus : -
Tidak ditemukan saat dilakukan pemeriksaan
e. Sistem Koordinasi
1. Romberg Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
2. Tandem Walking : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
3. Finger to Finger Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
4. Finger to Nose Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
f. Fungsi Kortikal
1. Atensi : Dalam Batas Normal
2. Konsentrasi : Dalam Batas Normal
3. Disorientasi : Dalam Batas Normal
4. Kecerdasan : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
5. Bahasa : Dalam Batas Normal
6. Memori : Tidak ditemukan gangguan memori
7. Agnosia : Pasien dapat mengenal objek dengan
baik
Kesan:
Multiple lacunar infrak corona radiate bilateral
Tak tampak perdarahan maupun tanda-tanda massa intracranial
Tak tampak lateralisasi
Tak tampak Oedema cerebri
Penebalan mucosa sinus ethmoidalis dextra, Minimal
Lain lain tak tampak kelainan
4.3 Pemeriksaan EKG( pemeriksaan 18 April 2021)
Pemeriksaan Hasil
IRAMA Sinus
Frekuensi 99
Gelombang P 0,08 detik mitral(-) Pulmonal(-)
PR interval 0,16 detik
QRS komplek 0,08 detik
Q Patologis Lead I, Avl , V 5
Segmen ST isoelektrik
Gelombang T Normal
Zona Transisi V5
V. DIAGNOSIS KERJA dan DIAGNOSA BANDING
Diagnosis Klinis: Hemiparesis dextra, Hipertensi grade II
Diagnosis Topis: Hemisfer cerebri Sinistra
Diagnosis etiologi: Trombus vaskular otak
Diagnosis Patologis : Infrak Cerebri
VI. PLAN
Non Medikamentosa
• Bed rest
• O2 nasal kanul 3 liter/menit
• Diet rendah lemak dan rendah garam
• Tindak lanjut Fisioterapi
Medikamentosa
• Infus RL 14 tpm
• Mecobalamin 2x1 Ampul i.v
• Norages 3x1 Ampul i.v
• Santa E 100 mg TAB 3x1 P.O
• Amlodipine 5 mg TAB 1x1 P.O
• Clopidogrel 75 mg TAB 1x1 P.O
• Miniaspi 80 mg TAB 1x1 P.O
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Stroke
Definisi
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat,
berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau
langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan peredaran
darah otak non traumatik.
Stroke adalah penurunan fungsi otak yang terjadi dengan cepat akibat gangguan
peredaran darah otak (GPDO) yang dapat berupa penyumbatan atau kebocoran
pembuluh darah. GPDO dapat terjadi akibat iskemia oleh trombosis atau emboli atau
akibat pendarahan.
Epidemiologi
Di dunia barat, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah
penyakit jantung dan kanker, serta merupakan 10% kematian di dunia. Sama halnya
dengan di Indonesia, stroke terdapat di urutan ke tiga setelah penyakit jantung dan
kanker. Pada tahun 2004, stroke merupakan penyebab kematian terbanyak di rumah
sakit pemerintah di seluruh penjuru Indonesia.
Di Indonesia diperkirakan 500.000 penduduk terkena stroke. Dari jumlah
tersebut sepertiga dapat pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan
fungsional ringan sampai sedang, dan sepertiga sisanya mengalami gangguan berat
hingga mengharuskan penderita terus menerus di tempat tidur.
Insidensi stroke cenderung meningkat ketika melewati umur 30 tahun. 95%
penderita stroke di atas umur 45 tahun, dan dua per tiga penderita stroke berumur di atas
65 tahun. Stroke terjadi lebih banyak pada pria daripada wanita, namun 60% kematian
terjadi pada wanita. Hal ini terjadi karena wanita hidup lebih lama dari pada pria,
sehingga kejadian stroke terjadi pada usia yang sudah tua dan banyak menyebabkan
kematian pada wanita.
Klasifikasi
Stroke dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Stroke Hemoragik
2. Stroke Non Hemoragik
Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral disebut juga perdarahan intraparenkim atau
hematoma intrakranial yang bukan disebabkan oleh trauma. Stroke jenis ini
terjadi karena pecahnya arteri otak. Hal ini menyebabkan darah bocor ke otak
dan menekan bangunan-bangunan di otak. Peningkatan tekanan secara tiba-tiba
menyebabkan kerusakan sel-sel otak di sekitar genangan darah. Jika jumlah
darah yang bocor meningkat dengan cepat, maka tekanan otak meningkat
drastis. Hal ini menyebabkan hilangnya kesadaran bahkan dapat menyebabkan
kematian. Penyebab perdarahan intraserebral yang paling sering adalah
hipertensi dan aterosklerosis serebral karena perubahan degeneratif yang
disebabkan oleh penyakit ini biasanya dapat menyebabkan ruptur pembuluh
darah.
b. Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid terjadi ketika pembuluh darah di luar otak
mengalami ruptur dan masuk ke dalam ruangan subarachoid. Hal ini
menyebabkan daerah di antara tulang tengkorak dan otak dengan cepat terisi
darah. Seorang dengan perdarahan dapat mengalami nyeri kepala yang muncul
secara tiba-tiba dan berat, sakit pada leher, serta mual dan muntah. Peningkatan
tekanan yang mendadak di luar otak dapat menyebabkan hilangnya kesadaran
dengan cepat bahkan kematian.
Stroke Non Hemoragik
a. Trombosis serebri
Biasanya ada kerusakan lokal pembuluh darah akibat aterosklerosis.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada tunika intima arteri besar.
Plak cenderung terbentuk pada percabangan dan tempat yang melengkung.
Pembuluh darah yang mempunyai resiko adalah arteri karotis interna dan
arteri vertebralis bagian atas. Hilangnya tunika intima membuat jaringan ikat
terpapar. Trombosit akan menempel pada permukaan yang terbuka sehingga
permukaan dinding menjadi kasar. Trombosit akan melepaskan enzim adenosin
difosfat yang mengawali proses koagulasi.
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem vertebrab
asilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior he
misfer. Aliran darah di otak( ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua faktor yang
paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke si
stem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor d
arah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membe
ku).1 Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor jant
ung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor kemampuan khusus pembuluh darah ot
ak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila t
ekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut day
a otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik anta
ra 50-150 mmHg).1
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di antaran
ya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol.
Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang a
sam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan darah parsial C
O2 turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas/
kekentalan darah yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang bes
ar juga memudahkan terjadinya trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO menuru
n.1
Definisi
Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu gangg
uan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik bai
k fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat langsung men
imbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan peredaran darah otak no
n traumatik.
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang b
erkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umu
mnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat ata
u kematian.1
Etiologi
1. Emboli
Faktor resiko stroke dapat dibagi menjadi faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi
Klasifikasi
c. Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang te
rjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak de
ngan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat p
asien beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar
menderita stroke hemoragik di kemudian hari.
d. Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penye
bab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan evaluas
i klinis yang ekstensif.
Patofisiologis
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya a
dalah aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat arteri besar da
n arteri kecil, dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke iskemik, penyumbat
an bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Aterosklerosis dapat m
enimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau
perdarahan aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek.
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan menyeba
bkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila anoksia ini
berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya yaitu sel glia a
kan mengalami kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam kemudian yang
diikuti perubahan permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta se
l-sel radang.
Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari asid
osis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air yang
timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan daerah sek
itar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan o
tak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila terjadi stroke, maka di s
uatu daerah tertentu dari otak akan terjadi kerusakan (baik karena infark maupun per
darahan). Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak
ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel disekitar
nya. Glutamat ini akan menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah primer
yang terserang. Glutamat akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal ka
lsium (calcium channels). Kemudian terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan
kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan mengeluarkan glutamat, yang sela
njutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran seta
n. Neuron-neuron yang rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged ox
ygen molecules (seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak
didalam membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsi
um. Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyeba
bkan kematian sel.
Pembuluh darah
Oklusi
Iskemia
Hipoksia
Na & K influk
Retensi cairan
Oedem serebral
Diagnosis
1. Gambaran Klinis
a) Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami
defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat
kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke
hemoragik dan non hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit
kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke
hemoragik. Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi
hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler
atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan
kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri
namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya
gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya
pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu dalam
mencari gejala atau onset stroke seperti:
Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).
Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti
kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis,
dan hiponatremia.2
b) Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai
stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami.
Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk
mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan juga
dilakukan untuk mencari faktor resiko stroke seperti obesitas, hipertensi,
kelainan jantung, dan lain-lain.2
c) Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala
stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti
stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan
terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup
pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus
kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon
profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-
tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada
stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s palsy
biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau
mengerutkan dahinya.2,5
Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang
tersumbat:6
A.Serebri media (total) Hemiplegia kontralateral (len Afasia global (hemisfer dominan),
gan lebih berat dari tungkai) Hemi-neglect (hemisfer non-domin
hemihipestesia kontralateral. an), agnosia, defisit visuospasial, a
praksia, disfagia
A.Serebri media (bagian at Hemiplegia kontralateral (len Afasia motorik (hemisfer domina
as) gan lebih berat dari tungkai) n), Hemi-negelect (hemisfer non-d
hemihipestesia kontralateral. ominan), hemianopsia, disfagia
A.Serebri media (bagian b Tidak ada gangguan Afasia sensorik (hemisfer domina
awah) n), afasia afektif (hemisfer non-do
minan), kontruksional apraksia
A.Serebri media dalam Hemiparese kontralateral, tid Afasia sensoris transkortikal (hemi
ak ada gangguan sensoris ata sfer dominan), visual dan sensoris
u ringan sekali neglect sementara (hemisfer non-d
ominan)
2. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan
mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia,
trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat
menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti
anemia.3
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang
memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula
menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).
Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada
pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi
trombolitik dan antikoagulan. Biomarker jantung juga penting karena eratnya
hubungan antara stroke dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga
mengindikasikan adanya hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan
hasil yang buruk dari stroke.3
3. Gambaran Radiologi
a) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik
dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik
memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu,
pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari
stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang
gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).3
Penatalaksanaan
Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:1
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke
yang mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak
banyak artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu
berupa infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan
yang memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri
basilaris, trombosis arteri karotis dan infark serebral akibat
kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai
terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin
tersebut.7
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara
menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang
mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat
pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-
macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari.
Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Aspirin harus
diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan.
Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat
diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat
terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu
paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi
(dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat urine,
tergantung pH.Sekitar 85% dari obat yang diberikan dibuang lewat
urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik,
muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom
Reye.8
Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin,
dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi
dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan
granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan
penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh
ADP dan antraksi platelet-platelet. Berdasarkan sejumlah 7 studi
terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik
dari pada plasebo, aspirin maupun indofen dalam mencegah
serangan ulang stroke iskemik. Efek samping tiklopidin adalah
diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat
dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15
hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang,
adalah purpura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.8
b) Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per infuse
1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.
c) Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan
neuron yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan
memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.7
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada
tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.1
Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun,
maka yang paling penting pada masa ini adalah upaya membatasi sejauh
mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi
wicara, dan psikoterapi.1
Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru
sroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor
resiko stroke seperti:
Pengobatan hipertensi
Mengobati diabetes mellitus
Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
Berolahraga teratur 1
KESIMPULAN
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berke
mbang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya ter
jadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.
Stroke iskemik sering diklasifikasin berdasarkan etiologinya yaitu trombotik dan emboli
k. Untuk mendiagnosa suatu stroke iskemik diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisi
k yang menyeluruh dan teliti. Pemeriksaan yang menjadi gold standar untuk mendiagno
sa stroke iskemik adalah CT-scan. Penting untuk membedakan gejala klinis stroke hemo
ragik dan iskemik. Bila tidak dapat dilakukan CT-scan maka dapat dilakukan sistem sko
ring untuk mengerucutkan diagnosa.
Setelah dapat ditegakkan diagnosis, perlu dilakukan terapi segera agar tidak terja
di iskemik lebih lanjut. Prinsip terapi dari stroke iskemik adalah perbaikan perfusi ke ot
ak, mengurangi oedem otak, dan pemberian neuroprotektif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang
gangguan peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi.
Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005. h.81-82.
2. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
3. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan
Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
4. Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds. Mardjono
M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat; 2004. h.
274-8.
5. D. Adams. Victor’s. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8 th
Edition. McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67
6. Bronstein SC, Popovich JM, Stewart-Amidei C. Promoting Stroke Recovery. A
Research-Based Approach for Nurses. St.Louis, Mosby-Year Book, Inc.,
1991:13-24.
7. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.
8. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan
prevensi sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba
Medika. Hal: 53-73.