Anda di halaman 1dari 2

Manusia adalah khalifah yang

NEWS
mengatur sistem pemerintahan
atas dirinya sendiri.
Dialah yang menentukan
“kabinet pemerintahan”-nya.
Dialah yang memilih perdana

LETTER menteri kepribadiannya:


malaikatkah, ibliskah,
atau setan.

- Emha Ainun Nadjib -


PERPUSTAKAAN KPK

Edisi 03 Vol.III | Maret 2017

GELANDANGAN
DI KAMPUNG SENDIRI
A da benarnya apa yang disampaikan oleh Cak Nun, sapaan Emha Ainun
Nadjib, bahwa hidup ini ibarat sawang-sinawang - sebuah pepatah Jawa
yang artinya, hidup itu hanya tentang melihat dan dilihat. Di tangan seorang
Cak Nun, hidup bisa lebih dari sekedar sawang-sinawang.
Entah ia (Cak Nun) terlahir untuk membaca dan kemudian menuliskan arti
kehidupan, atau menulis hanyalah bagian ke “lingsem”annya dalam menyoroti
sebagian perjalanan hidupnya dengan tutur dan laku urakannya, esai-esai yang
ditulis pada paruh tahun 90-an ini terasa masih relevan. Sebagai seniman,
cendekiawan muslim, santri jebolan Gontor yang banyak bergaul dengan berbagai
kalangan ini, hidup dan kemudian tinggal di Jogja.
Cak Nun mungkin satu dari sekian banyak orang Jawa Timur yang sangat fasih
dengan kultur Jogja (baca:Jawa). Ia seolah seorang “dukun” atau orang pintar yang
mampu menafsirkan berbagai persoalan dan realita, menjadi fragmen-fragmen
yang terserak menjadi cerita dibuang sayang. Baginya
persoalan politik, sosial, budaya (termasuk
kebudayaan) itu sendiri, secara psikologis,
politis, teologis, dan kultural dalam kacamata
orang lain mungkin sepertinya remeh
temeh, oleh seorang Cak Nun bisa menjadi
rumit (complicated) dan terbolak-balik.
KOLEKSI PILIHAN Kumpulan esai Gelandangan di
Kampung Sendiri, Pengaduan Orang-
¢ Demokrasi Aja Kok Repot orang Pinggiran ini menggambarkan
¢ Humor Politik: Pak Presiden Buatlah dengan jelas dan lugas bagaimana
Rakyat Stres keberpihakan dan kegelisahan Cak Nun yang
Penulis: Emha Ainun Nadjib
¢ Jadi Kuli di Negara Sendiri Jika Tidak kadang membuatnya seperti bermata seribu, Kolasi : viii, 288 hlm. ; 21 cm
Memiliki Daya Saing dan berhati seribu. Ia mampu melihat sengkarut
¢ Kumpulan Kritik: Negeri Api Berlangit politik, persoalan keadilan, demokrasi, dan hukum
Puisi yang tak kunjung beres, dalam satu spektrum bahwa negara dan sindrom
¢ Lupa Endonesa Deui egosentrismenya, baik secara kultural maupun secara ke-Tuhan-an mengalami
kemunduran.
¢ Manusia Istana: Sekumpulan Puisi
Sebagaimana Cak Nun tulis dalam salah satu esainya, ia sudah terbiasa
Politik
menindas hatinya sendiri. Dalam banyak kesempatan, ia menuliskan betapa
¢ Presidensialisme Setengah Hati: Dari
persoalan kebangsaan, perburuhan, mahasiswa, dan pergaulannya dengan
Dilema ke Kompromi
bermacam-macam manusia, terutama orang-orang kecil tentu tak sanggup ia
¢ Zaman Edan: Indonesia Di Ambang tanggung sendiri. Semangat berbagi keresahan dan kepedulian dalam berbagai
Kekacauan tulisannya mengindikasikan bahwa Cak Nun sedang berusaha untuk berbagi
masalah dengan berbagai pertanyaan-pertanyaan dan pernyataan-pernyataan
kritisnya, barangkali para pembaca esainya bisa berbagi problem solving. Selain
sekedar sambatan (keluhan).
Halaman Belakang
Dapatkan Newsletter Perpustakaan
KPK edisi lainnya di Portal ACCH Rasa-rasanya, para pejabat sering salah
https://acch.kpk.go.id/id/perpustakaan/newsletter
sangka terhadap rakyat dan dirinya sendiri.
Mereka menyangka bahwa mereka adalah
atasan rakyat, sementara rakyat mereka kira
“Tuhan menitipkan cairan di sekitar biji nangka untuk mengatasi getah bawahan. Mereka merasa tinggi dan rakyat itu
buah itu”, kata Pak Guru Mataki. rendah. Maka, mereka merasa sah dan tidak
berdosa kalau memaksakan kehendak mereka
Persis seperti ungkapan Guru Mataki, seorang tokoh dalam esai-
atas rakyat. Mereka membuat peraturan untuk
esainya, Cak Nun piawai menempatkan fragmen-fragmen sosial yang
dialami lingkungan sosial yang terus berubah, dengan persoalan yang terus
mengatur rakyat karena merasa merekalah
bertambah dan menjadi-jadi. Dunia menjadi terbolak-balik. Yang benar yang berhak membuat peraturan. Rakyat hanya
menjadi salah dan yang salah dibenarkan. Dengan satu keyakinan suatu punya kewajiban untuk menaatinya.
saat nanti pasti ada obatnya.
Buku Gelandangan di Kampung Sendiri yang diterbitkan oleh Penerbit Inilah tatanan dunia yang dibolak-balik.
Bentang ini, pernah diterbitkan dengan judul yang sama pada tahun 1995. Bukankah hak atas segala aturan berada di
Esai-esai Emha Ainun Nadjib ini pernah diterbitkan dalam berbagai rubrik tangan rakyat? Kalau rakyat tidak setuju, itu
di berbagai media masa dalam kurun waktu 1991-1993. Buku yang akan berarti bos tidak setuju. Hamba sahaya harus
Anda baca ini terbit untuk pertama kali pada tahun 1995 lalu terbit untuk punya telinga selebar mungkin untuk
kedua kalinya pada Februari 2015, dan sampai September 2016 telah mendengarkan apa kata juragannya. Maka
mengalami naik cetak sebanyak 4 kali. menjadi aneh jika rakyat terus-menerus
Akhirnya, sebagai sebuah tradisi dalam kepenulisan dan dunia literasi diwajibkan berpartisipasi dalam pembangunan.
saat ini, tentu esai-esai Cak Nun pantas dibaca. Paling tidak kita bisa
mendapat sebuah gambaran yang terjadi di masa lalu dan kemudian Karena rakyatlah pemilik pembangunan.
membandingkannya dengan peristiwa hari ini, atau kekinian. Tulisan-
tulisan Cak Nun tidak mengajak kita untuk mengelus dada, membela,
mengecam, atau sekedar bersikap semata. Sebab, segala sesuatunya harus
kita nilai secara objektif dan seksama. Kata orang Jawa, hidup ini sawang-
sinawang. Kata Islam, tawashau bil-haq wa tawashau bi-shabr.

Peresensi:
Nanang Farid Syam
Direktorat PJKAKI

Anda mungkin juga menyukai