Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH DAN LITERTUL REVIEW

KESELAMATAN PASIEN DAN KESEHATAN KERJA


PERAN PERAWAT DALAM KEWASPADAAN PEMBERIAN
OBAT

DISUSUN OLEH : KELOMPOK III


1. BAHRUDIN MALIK 111 STYC 20
2. M. FIKRI YADIANSYAH 119 STYC 20
3. MARIANA 121 STYC 20
4. MUH. NUR HUSNULLAH 122 STYC 20
5. ROSITA YUNI ADRIANINGSIH 130 STYC 20
6. WIRANA ECY S 141 STYC 20

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN ALIH JENJANG
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kepada Allah SWT, penulis telah dapat menyusun
makalah Keselamatan Pasien dan Kesehatan Kerja yang berjudul “Peran Perawat Dalam
Kewaspadaan Pemberian Obat”.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keselamatan
Pasien dan Kesehatan Kerja. Selain itu tim penyusun makalah ini dimaksudkan agar
pembaca dapat mengetahui bagaimana Peran Perawatn Dalam Kewaspadaan Pemberian
Obat.
Tim penyusun menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran dari pembaca sangat saya harapkan agar dapat menyempurnakan makalah
ini dan dalam pembuatan makalah selanjutnya agar lebih baik lagi. Untuk itu tim penyusun
menyampaikan ucapan terimakasih kepada Bapak Ns. Irwan Hadi, M.Kep. selaku dosen
Keselamatan Pasien dan Kesehatan Kerja yang telah membimbing.
Semoga penulisan makalah ini menjadi hal yang sangat bermanfaat bagi tim
penyusun, khususnya pembaca pada umumnya untuk kemajuan dunia pendidikan di bidang
kesehatan terlebih khusus keperawatan di Keselamatan Pasien dan Kesehatan Kerja.

Mataram, 8 Oktober 2020


Tim Penyusun

Kelompok III
Mahasiswa Alih jenjang

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................4
C. Tujuan........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................5
A. Peran Perawat Dalam Pemberian Obat......................................................5
B. Cara Penyimpanan Obat......................................................................6
C. Hak Klien Yang Berhubungan Dengan Pemberian Obat....................7
D. Kesalahan Dalam Pemberian Obat......................................................9
E. Pendidikan Kesehatan..........................................................................9
F. Peran dalam Mendukung Keefektifitasan Obat...................................16
G. Peran dalam Mengobservasi Efek Samping dan Alergi Obat..............16
H. Tren Dan Issue Pengobatan..................................................................20
BAB III PENUTUP......................................................................................24
A. Kesimpulan................................................................................................24
B. Saran..........................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................

ii
BAB I
PENDAULUAN
A. Latar Belakang
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan baik didalam maupun diluar
negeri sesuai dengan peraturan perundang- undangan (Permenkes, 2010) .
Perawat adalah seorang yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan
tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui
pendidikan keperawatan (UU kesehatan No 23 tahun 1992).
Keselamatan pasien merupakan salah satu komponen standar penilaian dalam
akreditasi rumah sakit dan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 1691 tahun
2011. Keselamatan pasien mulai diperhatikan setelah Institute of Medicine
(IOM) pada tahun 2000 memberikan laporannya tentang kesalahan medis (medical
error). International Patients Safety Goal (IPSG) atau dikenal di Indonesia dengan
Sasaran keselamatan pasien terdiri dari 6 sasaran. Sasaran ketiga merupakan sasaran
yang berfokus pada pemberian obat-obatan
Pemberian obat menjadi salah satu tugas seorang perawat yang paling penting.
Perawat adalah mata rantai terakhir dalam proses pemberian obat kepada pasien.
Perawat bertanggung jawab pada obat itu diberikan dan memastikan bahwa obat
tersebut benar. Obat yang diberikan kepada pasien, menjadi bagian integral dari
rencana keperawatan. Perawat yang paling tahu tentang kebutuhan dan respon pasien
terhadap pengobatan. Misalnya, pasien yang sukar menelan, muntah atau tidak dapat
minum obat karena alasan tertentu. Faktor gangguan visual, pendengaran, intelektual
atau motorik, yang mungkin menyebabkan pasien tidak bisa mengkonsumsi obat juga
harus diperhatikan. Rencana tindakan keperawatanan harus mencangkup rencana
pemberian obat, pengetahuan tentang kerja dan interaksi obat, efek samping, lama
kerja obat dan program dari dokter.
Perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat - obatan yang aman. Perawat
harus mengetahui semua komponen dari perintah pemberian obat dan mempertanyakan
perintah tersebut jika tidak lengkap atau tidak jelas atau dosis yang diberikan di luar
batas yang direkomendasikan. Secara hukum perawat bertanggung jawab jika mereka

1
memberikan obat yang diresepkan dan dosisnya tidak benar atau obat tersebut
merupakan kontraindikasi bagi status kesehatan klien. Sekali obat telah diberikan,
perawat bertanggung jawab pada efek obat yang diduga bakal terjadi. Buku-buku
referensi obat seperti, Perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat – obatan yang
aman . Perawat harus mengetahui semua komponen dari perintah pemberian obat dan
mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap atau tidak jelas atau dosis yang
diberikan di luar batas yang direkomendasikan . Secara hukum perawat bertanggung
jawab jika mereka memberikan obat yang diresepkan dan dosisnya tidak benar atau
obat tersebut merupakan kontraindikasi bagi status kesehatan klien . Sekali obat telah
diberikan , perawat bertanggung jawab pada efek obat yang diduga bakal terjadi. Buku-
buku referensi obat seperti , Daftar Obat Indonesia ( DOI ) ,  Physicians‘ Desk
Reference (PDR), dan sumber daya manusia , seperti ahli farmasi , harus dimanfaatkan
perawat  jika merasa tidak jelas mengenai reaksi terapeutik yang diharapkan ,
kontraindikasi , dosis , efek samping yang mungkin terjadi , atau reaksi yang
merugikan dari pengobatan  ( Kee and Hayes, 1996 ).
Daftar Obat Indonesia (DOI), Physicians’ Desk Reference (PDR), dan sumber
daya manusia, seperti ahli farmasi, harus dimanfaatkan perawat  jika merasa tidak jelas
mengenai reaksi terapeutik yang diharapkan, kontraindikasi, dosis, efek samping yang
mungkin terjadi, atau reaksi yang merugikan dari pengobatan. Sebelum sesuatu obat
diberikan atau dikonsumsi seseorang, obat telah melalui berbagai proses antara lain
proses penyediaan, pengolahan, pengijinan, perdagangan, pengorderan, pemblian dan
pemakaian. Pada aspek pemberian obat, perawat harus yakin tentang order pengobatan
yang dibuat oleh dokter sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dan
pelaksanannya.
perawat memiliki peran sebagai advokat (Pembela) klien, koordinator,
kolaborator, konsultan, pembaharu dan perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan.
Dalam manajemen terapi, perawat memiliki peran yang penting. Peran sebagai
kolaborator dan pemberi asuhan keperawatan, mewajibkan seorang perawat
memastikan bahwa kebutuhan pasien akan terapi dapat terpenuhi dengan tepat. Salah

2
satu pendekatan yang digunakan adalah dengan proses keperawatan, meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implemetasi dan evaluasi.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana peran perawat dalam kewaspadaan pemberian obat pada pasien ?
C. Tujuan
1. Agar seorang perawat mengetahui peran apa saja yang harus dimiliki dalam
pemberian.
2. Supaya perawat dapat menghargai hak-hak pasien dalam pemberian obat.
3. Agar seorang perawat tidak salah lagi dalam pemberian obat.
4. Agar perawat memahami apa saja yang perlu di perhatikan dalam pemberian obat.
5. Menganalisis literatur rivew jurnal terkait peran perawat dalam kewaspadaan
pemberian obat.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peran Perawat dalam Pengobatan.
1. Peran perawat dalam pemberian obat
Dalam menjalankan perannya, perawat menggunakan pendekatan proses
keperawatan dengan memperhatikan 7 hal benar dalam pemberian obat, yaitu benar
pasien, obat, dosis, rute pemberian, waktu, dokumentasi dan benar dalam informasi.
Nah, mari kita lanjutkan pembahasan kita tentang hal tersebut.
Perawat harus terampil dan tepat saat memberikan obat, tidak sekedar
memberikan pil untuk diminum (oral) atau injeksi obat melalui pembuluh darah
(parenteral), namun juga mengobservasi respon klien terhadap pemberian obat
tersebut. Pengetahuan tentang manfaat dan efek samping obat sangat penting
dimiliki oleh perawat. Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan
mempertahankan kesehatan klien dengan mendorong klien untuk lebih proaktif jika
membutuhkan pengobatan.
Perawat berusaha membantu klien dalam membangun pengertian yang benar
dan jelas tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan dan
turut serta bertanggungjawab dalam pengambilan keputusa tentang pengobatan
bersama dengan tenaga kesehatan lain. Perawat dalam memberikan obat juga harus
memperhatikan resep obat yang diberikan harus tepat.
2. Prinsip Pemberian Obat
a. Pasien yang Benar
Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di
tempat tidur, gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau
keluarganya. Jika pasien tidak sanggup berespon secara verbal, respon non
verbal dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak sanggup
mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari cara
identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi
harus selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya.

4
b. Obat yang Benar
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama
dagang yang kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama
generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generiknya
atau kandungan obat. Sebelum memberi obat kepada pasien, label pada botol
atau kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan
obat dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan
obat yang diminta, ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak
terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi.
Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat
memberi obat perawat harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu
mengingat nama obat dan kerjanya.
c. Dosis yang Benar
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu,
perawat harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker
sebelum dilanjutkan ke pasien. Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus
memeriksanya lagi. Ada beberapa obat baik ampul maupun tablet memiliki
dosis yang berbeda tiap ampul atau tabletnya.
d. Cara/Rute Pemberian yang Benar
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang
menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien,
kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat
kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual, parenteral,
topikal, rektal, inhalasi.
1) Oral, adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak
dipakai, karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga
diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti tablet
ISDN.

5
2) Parenteral, kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping,
enteron berarti usus, jadi parenteral berarti diluar usus, atau tidak melalui
saluran cerna, yaitu melalui vena (perset / perinfus).
3) Topikal, yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa.
Misalnya salep, losion, krim, spray, tetes mata.
4) Rektal, obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau
supositoria yang akan mencair pada suhu badan. Pemberian rektal
dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti konstipasi (dulkolax
supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar / kejang (stesolid
supp). Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat
dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya tidak
semua obat disediakan dalam bentuk supositoria.
5) Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas
memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian
berguna untuk pemberian obat secara lokal pada salurannya, misalnya
salbotamol (ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau dalam
keadaan darurat misalnya terapi oksigen.
e. Waktu yang Benar
Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung
untuk mencapai atau mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat
harus diminum sebelum makan, untuk memperoleh kadar yang diperlukan,
harus diberi satu jam sebelum makan. Ingat dalam pemberian antibiotik yang
tidak boleh diberikan bersama susu karena susu dapat mengikat sebagian besar
obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan,
untuk menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam
mefenamat.
f. Dokumentasi yang Benar
Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan
oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat
itu tidak dapat diminum, harus dicatat
6
B. Cara Penyimpanan Obat
1. Suhu, adalah faktor terpenting, karena pada umumnya obat itu bersifat termolabil
(rusak atau berubah karena panas), untuk itu perhatikan cara penyimpanan masing-
masing obat yang berbeda-beda. Misalnya insulin, supositoria disimpan di tempat
sejuk < 15°C (tapi tidak boleh beku), vaksin tifoid antara 2 – 10°C, vaksin cacar air
harus < 5°C.
2. Posisi, pada tempat yang terang, letak setinggi mata, bukan tempat umum dan
terkunci.
3. Kedaluwarsa, dapat dihindari dengan cara rotasi stok, dimana obat baru diletakkan
dibelakang, yang lama diambil duluan. Perhatikan perubahan warna (dari bening
menjadi keruh) pada tablet menjadi basah / bentuknya rusak.
C. Hak Klien yang Berhubungan dengan Pemberian Obat
Hak merupakan kekuasaan/kewenangan yang dimiliki oleh seseorang atau suatu
badan hukum untuk mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat sesuatu. Terkait
dengan pemberian obat-obatan, pasien memiliki hak sebagai berikut:
1. Hak klien mengetahui alasan pemberian obat Hak ini adalah prinsip dari
memberikan persetujuan setelah mendapatkan informasi (informed concent), yang
berdasarkan pengetahuan individu yang diperlukan untuk membuat suatu keputusan.
2. Hak klien untuk menolak pengobatan Klien dapat menolak pemberian pengobatan.
Adalah tanggung jawab perawat untuk menentukan, jika memungkinkan, alasan
penolakan dan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mengusahakan agar
klien mau menerima pengobatan. Jika suatu pengobatan ditolak, penolakan ini harus
segera didokumentasikan. Perawat yang bertanggung jawab, perawat primer, atau
dokter harus diberitahu jika pembatalan pemberian obat ini dapat membahayakan
klien, seperti dalam pemberian insulin. Tindak lanjut juga diperlukan jika terjadi
perubahan pada hasil pemeriksaan laboratorium, misalnya pada pemberian insulin
atau warfarin (Taylor, Lillis and LeMone, 1993; Kee and Hayes, 1996).
D. Kesalahan dalam Pemberian Obat
Kesalahan pemberian obat, selain memberi obat yang salah, mencakup faktor lain
yang mengubah terapi obat yang direncanakan, misalnya lupa memberi obat, memberi
7
obat dua sekaligus sebagai kompensasi, memberi obat yang benar pada waktu yang
salah, atau memberi obat yang benar pada rute yang salah.
Jika terjadi kesalahan pemberian obat, perawat yang bersangkutan harus segera
menghubungi dokternya atau kepala perawat atau perawat yang senior segera setelah
kesalahan itu diketahuinya.
E. Pendidikan Kesehatan
Secara moral perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan kesehatan pada
pasien dan keluarga. Pendidikan kesehatan yang perlu diberikan mencakup informasi
tentang penyakit kemajuan pasien, obat, cara merawat pasien. Pendidikan kesehatan
yang berkaitan dengan peberian obat yaitu informasi tentang obat efek samping cara
minum obat waktu dan dosis.
F. Peran dalam Mendukung Keefektifitasan Obat
Dengan memiliki pengetahuan yang memadai tentang daya kerja dan efek
terapeutik obat, perawat harus mampu melakukan observasi untuk mengevaluasi efek
obat dan harus melakukan upaya untuk meningkatkan keefektifitasan obat. Pemberian
obat tidak boleh dipandang sebagai pengganti perawatan, karena upaya kesehatan tidak
dapat terlaksana dengan pemberian obat saja. Pemberian obat harus dikaitkan dengan
tindakan perawatan.
Ada berbagai pendekatan yang dapat dipakai dalam mengevaluasi keefektifitasan
obat yang diberikan kepada pasien. Namun, laporan langsung yang disampaikan oleh
pasien dapat digunakan pada berbagai keadaan. Sehingga, perawat penting untuk
bertanya langsung kepada pasien tentang keefektifitasan obat yang diberikan.
G. Peran dalam Mengobservasi Efek Samping dan Alergi Obat
Perawat mempunyai peran yang penting dalam mengobservasi pasien terhadap
kemungkinan terjadinya efek samping obat.untuk melakukan hal ini, perawat harus
mengetahui obat yang diberikan pada pasien serta kemungkinan efek samping yang
dapat terjadi. Beberapa efek samping obat khususnya yang menimbulkan keracunan
memerlukan tindakan segera misalnya dengan memberikan obat-obatan emergensi,
menghentikan obat yang diberikan dan secepatnya memberitahu dokter.

8
Perawat harus memberitahu pasien yang memakai/ minum obat di rumah
mengenai tanda-tanda atau gejala efek samping obat yang harus dilaporkan pada dokter
atau perawat. Setiap pasien mempunyai ketahanan yang berbeda terhadap obat.
Beberapa pasien dapat mengalami alergi terhadap obat-obat tertentu. Perawat
mempunyai peran penting untuk mencegah terjadinya alergi pada pasien akibat
pemberian obat. Data tentang alergi harus diperoleh sewaktu perawat melakukan
pengumpulan data riwayat kesehatan.
H. Trend Issue Pengobatan
Pemanfaatan potensi keanekaragaman hayati tanaman untuk pengobatan herbal
secara alami berdasarkan praktik empiris di Indonesia semakin meningkat. Pengobatan
dengan bahan alami digunakan berdasarkan praktis empiris seperti  pencegahan
penyakit, meningkatkan kesehatan, penyembuhan penyakit dan sebagai kosmetik.
Brotowali, Kumis Kucing, Buah Merah, dan Temulawak merupakan sedikit dari
beragam jenis tumbuhan asli Indonesia yang diketahui dapat menyembuhkan berbagai
macam penyakit seperti diare, darah tinggi, diabetes, hiperkolesterorl, hepatitis, asam
urat, asma, batu ginjal, reumatik, batu empedu, keputihan, hingga obesitas.
Pemanfaatan tanaman asli Indonesia sebagai bahan pengobatan modern
merupakan usaha yang terus harus dilanjutkan untuk menjadikan Indonesia tuan rumah
dari pengobatan herbal, Pemanfaatan bahan alami yang dapat digunakan sebagai bahan
untuk obat pun sudah diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) tentang pengawasan pemasukan bahan baku obat tradisional.
I. Literatul Review Jurnal
1. Knowledge of Nurses about Third Goal International Patients Safety Goal.
Judul Knowledge of Nurses about Third Goal International Patients
Safety Goal
Jurnal Jurnal Proteksi Kesehatan
Volume & Vol.9, No.1, Mei 2020, pp. 9-13
Halaman
Tahun Mei 2020
Penulsi Fathul Jannah1, Poltekkes Kemenkes Riau, fathul@pkr.ac.id
Reviewer 1.Bahrudin Malik 111 STYC 20
2.M. Fikri Yadiansyah 119 STYC 20
9
3.Mariana 121 STYC 20
4.Muh. Nur Husnullah 122 STYC 20
5.Rosita Yuni Adrianingsih 130 STYC 20
6.Wirana Ecy S 141 STYC 20
Tanggal 13 Oktober 2020
Latar Belakang Salah satu maslah yaitu penerapana 3 sasaran yang berfokus
pada keamanan pengobatan khususnya obat-obat yang
diwaspadai. Kesalahan pengobatan (medication error)
merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit
jantung dan kanker. Kejadian ini dapat merugikan pasien dan
dapat membahayakan keselamatan pasien yang bias
dilakukan oleh petugas kesehatan khususnya dalam hal
pemberian obat pada
pasien.
Masalah yang Apakah dengan melakukan penilaian pengetahuna perawatan
akan di terkait dengan mengetahui tingkat pengetahuan perawat
selesaikan tentang sasaran 3 IPSG dapat meningkatkan kewaspadaan
pemberian obat.
Tujuan Untuk mengetahui pengetahuan perawat mengenai upaya
Penelitian untuk meningkatkan keselamatan pasien khususnya pada
sasaran
3 IPSG.
Subjek penelitian di dua rumah sakit di Kota Pekanbaru. Rumah sakit tempat
dilakukannya penelitian adalah rumah sakit pemerintah dan
swasta (RSUD Petala Bumi dan RS Sansani), Populasi dalam
penelitian ini adalah perawat ruang rawat inap pada kedua RS
di ruang penyakit dalam dan anak serta bedah dari RSUD
Petala Bumi yang berjumlah 20 orang dan 1 lantai ruang
rawat inap dari RS Sansani yang berjumlah 25 orang.
Metode Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
Penelitian pengambilan sampel diambil pada periode waktu tertentu
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling (pertimbangan tertentu), Instrumen
pengumpulan data yang digunakan adalah kuisioner yang
berisi beberapa pernyataan mengenai sasaran 3
IPSG
Definisi
Oprasional
Hasil 1. Hasil dari penelitian berdasrkan karakteristik responden.
10
bahwa
keseluruhan responden masih berada dalam rentang usia
kerja produktif metode dalam penilaian karakteristik
responden ini peneliti mengunakan sempeling dari
karakteritik umur, jenis kelamin, pendidikan dan lama
pekerjan. Metode perhitungan nya menggunakan nilai
mean presentase sehingga didaptkan hasil sampel.
1. Hasil dari Tingkat Pengetahuan Responden terhadap
Sasaran 3 IPSG.
Dari hasil tersebut jika dihubungkan dengan data
karakteristik bahwa responden di RSUD Petala Bumi
memiliki masa kerja yang lebih lama yaitu 6 – 10 tahun
bahwa persentase terbesar pengetahuan responden di RS
Sansani adalah kurang baik, yaitu 52%. Dari data
tersebut menunjukkan bahwa responden dari RS Sansani
kurang mengetahui tentang sasaran 3 IPSG
2. Hasil Pengetahuan Sasaran 3 IPSG Responden RSUD
Petala Bumi dan RS Sansani.
Dalam hal ini ada beberapa penilain untuk menilai
tingktat pengetahuan perawata di mana ada definisi
sasaran IPSG III, hasil yang di dapat dari RSUD Petala
Bumi (n=20) 52,5 % sedangkan RS Sansani (n=25) 62
%, penilain kedua yaitu Penggunaan Obat LASA (Look
Alike Sound Alike) hasil yang di dapat di RSUD Petala
Bumi (n=20) 85% sedangkan RS Sansani (n=25) 85 %,
penilaian ketiga Penggunaan elektrolit konsentrat hasil
yang di dapat di RSUD Petala Bumi (n=20) 73,3%
sedangkan RS Sansani (n=25) 76 %, penilain ke empat
Penyimpanan obat high alert hasil yang di dapat di
RSUD Petala Bumi (n=20) 75 % sedangkan RS Sansani
(n=25) 75 %, penilai kelima yaitu Pemberian obat high
alert (double checking) hasil yang di dapat di RSUD
Petala Bumi (n=20) 73,3 % sedangkan RS Sansani
(n=25) 57,3 %. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
(Fathul Jannah) dengan menilai tingakat pengetahuan
perawat dalam hal ini peneliti menggunakan metode
sampling dimana thenik pruposive sampling ini
bertujuan untuk mempertimbangkan atau mengetahui
11
seberapa jauh tingkatan pengetahuan perawat di dua RS
dalam kewaspadaan pemberian obat kepada pasien
dengan 3 sasara IPSG.

Kesimpulan dan Pendidikan tinggi, pengetahuan baik, sikap positif


Saran merupakan factor-faktor yang yang mempengaruhi peran
perawat dalam pemberian obat pada pasien dengan
menggunakan 3 sasaran IPSG saran diharapkan diperjalas
dalam penggunaan variabel dan penjelasan terkait
penggunaan metode sampel atauh thenik pruposive
sampling.

Catatan Diharpkan untuk memperjelas atau meningkatkan metode


untuk cara penilaian tingkat pengetahuan perawat terkait 3
sasaran IPSG dan di jelaskana

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Perawat Dalam Pemberian Obat Pada


Pasien Halusinasi
3.
Judul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Perawat
Dalam Pemberian Obat Pada Pasien Halusinasi

Jurnal Jurnal ‘Aisyiyah Medika

Volume & Halaman 4, Halaman 53 – 62

Tahun 2019

Penulis Latifah (latifah@stik-sitikhadijah.ac.id)

Reviewer 1.Bahrudin Malik 111 STYC 20


2.M. Fikri Yadiansyah 119 STYC 20
3.Mariana 121 STYC 20
4.Muh. Nur Husnullah 122 STYC 20
5.Rosita Yuni Adrianingsih 130 STYC 20
6.Wirana Ecy S 141 STYC 20

Tanggal 13 Oktober 2020

Latar Belakang Terapi yang komprehensif pada penderita halusinasi


meliputi terapi dengan obat- obatan, peran perawat
12
sebagai pelaksana yakni memberikan obat kepada
pasien harus dilaksanakan dengan optimal karena
pasien dengan gangguan jiwa sering kali menolak
apabila disuruh minum obat, tidak mau menelan,
mencurigai obat sebagai racun atau bahkan
menyimpan obat untuk bunuh diri

Masalah yang akan Apakah faktor pendidikan, pengetahuan, dan sikap


diselesaikan mempengaruhi perilaku perawat dalam pemberian
obat pada pasien halusinasi

Tujuan Penelitian untuk mengetahui hubungan pendidikan,


pengetahuan, sikap dengan perilaku perawat dalam
pemberian obat pada pasien halusinasi di Unit Rawat
Inap RS Dr. Ernaldi Bahar Palembang tahun 2019

Subjek Penelitian Perawat di ruang Merpati, Nusa Indah dan Merak RS


Dr. Ernaldi Bahar Palembang yang berjumlah 32
perawat

Metode Penelitian Penelitian kuantitatif, dengan pendekatan cross


sectional

Definisi Operasional -

Analisa Sistem Analisa Univariat dan Analisa Bivariat

Perancangan Sistem Pada Analisa Univariat dilakukan dengan melihat


distribusi frekuensi (jumlah dan presentasi) dari
masing-masing kategori variabel dependen
(pemberian obat pada pasien halusinasi) dan
variabel independen (pendidikan, pengetahuan dan
sikap perawat). Selanjutnya pada Analisa Bivariat
dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel
independen dan variabel dependen. Untuk
membuktikan adanya hubungan antara dua
variabel tersebut digunakan uji Chi Square tidak
memberikan informasi tentang kekuatan suatu
hubungan hanya menyampaikan ada atau tidaknya
hubungan antara variabel independen dan

13
dependen, antara lain :

- hubungan antara pendidikan perawat dengan


pemberian obat pada pasien halusinasi

- hubungan antara pengetahuan dengan pemberian


obat pada pasien halusinasi

- hubungan antara sikap dengan pemberian obat


pada pasien halusiansi

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan: Pendidikan tinggi, pengetahuan baik,


sikap positif merupakan factor-faktor yang yang
mempengaruhi perilaku perawat dalam pemberian
obat pada pasien halusinasi

Saran: diharapkan pihak RS juga dapat


memberikan pelatihan tentang SOP pemberian obat
pada pasien halusinasi kepada perawat pelaksana.

Catatan Tindak Lanjut Diharapkan pada peneliti selanjutnya untuk


menggunakan analisa yang lebih banyak.

3. Public awareness of adverse drug reaction medical safety

Judul Public awareness of adverse drug reaction medical safety

Jurnal International Journal of Health Care Quality Assurance

Volume & Vol. 31 Issue: 6, pp.520-530


Halaman
Tahun May 2018
Penulsi Fatema Al Zahra Al Husaini and Muneer Mohammed
Saeed Al Mubarak
Reviewer 1.Bahrudin Malik 111 STYC 20
2.M. Fikri Yadiansyah 119 STYC 20
3.Mariana 121 STYC 20
4.Muh. Nur Husnullah 122 STYC 20
5.Rosita Yuni Adrianingsih 130 STYC 20
6.Wirana Ecy S 141 STYC 20

14
Tanggal 13 Oktober 2020
Latar Belakang ADRs can be defined as “an appreciably harmful or
unpleasant reaction, resulting from an intervention related to
the use of a medicinal product, which predicts hazard from
future administration and warrants prevention or specific
treatment, or alteration of the dosage regimen, or withdrawal
of the product” (Edwards and Aronson, 2000, p. 1255). ADRs
are a significant cause of morbidity and mortality in all areas
and aspects of healthcare. The majority of ADRs are
classified as preventable and avoidable. The magnitude of
medication exposure increases with the potential harm
associated with the pharmacological treatment. ADRs create a
challenge to patients’ safety and public health in any
healthcare setting, be it inpatient or outpatient.
Masalah yang Clarity of consultancy services in public healthcare
akan di significantly impact ADR medical safety.
selesaikan
Tujuan The purpose of this paper is to contribute to the literature by
Penelitian assessing factors that typically engender adverse drug
reactions (ADRs) jeopardizing medical safety.
Subjek penelitian The study scope is limited to public healthcare patients in
Bahrain. The relevant population are adults aged 18 and
above residing in Bahrain.
Metode Method This study employs a questionnaire-based approach.
Penelitian The study scope is limited to public healthcare patients in
Bahrain. The relevant population are adults aged 18 and
above residing in Bahrain.
Content validity was used by asking four academicians and
three medical professionals for their views on survey content.
For reliability, a score of value of α 0.70 and above was
adopted (Santos, 1999). To measure the constructs, a Likert
scale was used ranging from 1 strongly disagree to 5 strongly
agree. Table I below illustrates the results of the statistical test
with all values greater than 0.70.
In order to assess ADR medical safety in Bahrain, a self-
administered questionnaire was developed and distributed to
560 people of different genders and age groups including
citizens and residents that were treated at least once in public

15
health centers/hospitals.
Definisi
Oprasional
Hasil For the first hypothesis, the findings showed that there was no
significant relationship between population knowledge and
ADR medical safety given output with respect to the
regression test as follows: t-test 0.010 W−0.832, and p 0.406
W 0.05. As for the second hypothesis, the findings showed
that there was a significant relationship between clarity in
disclosure of the risks inhering in ADRs in public healthcare
and ADR medical safety given output with respect to the
regression test as follows: t-test 0.010 o28.670, and p
0.000 W 0.05. For the third hypothesis, the results showed
that there was no significant relationship between ADR
incidence and ADR medical safety given output with respect
to the regression test as follows: (t-test ¼ 0.010 o0.507, and p
¼ 0.613 W 0.05).

Kesimpulan dan Conclusion This study aims to identify population awareness


Saran about ADRs among the general population in Bahrain. Three
hypotheses were developed as a precursor to test the
significance of relationship between each of three
independent variables (population knowledge, clarity in
disclosure of risks inhering in ADRs in public healthcare
services, and ADR incidence), and a single dependent
variable (ADR medical safety). The study findings revealed
no significant relationship between population knowledge and
ADR incidence. In Bahrain, population knowledge with
respect to ADRs registered as low to moderate. On the other
hand, a significant relationship was found between clarity in
disclosure of ADR risks and ADR medical safety. Clarity of
consultation is facilitated when service providers give timely
and adequate information to patients with respect to ADRs.
Perhaps counterintuitively, the study registered no significant
relationship between ADR incidence and ADR medical
safety.

Determining which factors influence ADR medical safety has

16
become a growing issue of interest worldwide. Healthcare
research should focus more on the aggregate impact of the
total collectivity of all factors influencing ADR medical
safety rather than just focusing on the treatment itself.
Moreover, embedding in medical practice a culture of
comprehensive ADR disclosure consultancy, in tandem with
a public campaign to enhance the general population’s
knowledge with respect to ADRs, can lead to a safer medical
treatment buoying population health through reduction in
ADR incidence with its consequential costs.

Catatan It would be suggested for future research to use a mixed


method approach (quantitative and qualitative) using an
alternate sampling method in order to get more reliable and
representative information, allowing enough time to gather
required data not restricted to an online questionnaire while
attaining an even lower non-response bias. Applying the same
study on a larger sample, over a greater geographical scope,
would also be utile in rendering cross-country comparisons in
the Gulf region.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, jelaslah bahwa pemberian obat pada klien
merupakan fungsi dasar keperawatan yang membutuhkan keterampilan teknik dan
pertimbangan terhadap perkembangan klien. Perawat yang memberikan obat-obatan
pada klien diharapkan mempunyai pengetahuan dasar mengenai obat dan prinsip-
prinsip dalam pemberian obat.
B. Saran
Perawat harus mengetahui enam hal yang benar dalam pemberian obat kepada
pasien. Karena hal itu berperan penting dalam kesuksesan perawat dalam pemberian
obat.

18
DAFTAR PUSTAKA
http://www.fkep.unpad.ac.id/2008/11/peran-perawat-dalam-pemberian-obat/
http://akper1a2010.blogspot.com/2011/08/peran-perawat-dalam-pemberian-obat.html
http://haris715.blogspot.com/2013/04/prinsip-enam-benar-dalam-pemberian-obat.html
http://health.liputan6.com/read/627062/meningkat-tren-pengobatan-herbal-di-indonesia

Anda mungkin juga menyukai