Anggota Kelompok:
i
Lembar Pengesahan
Makalah Peran Apoteker dalam Medication Safety ini disusun sebagai tugas
menyelesaikan topik pada Praktek Kerja Pendidikan Apoteker (PKPA) online yaitu Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Mengetahui,
Apt. dra. Arofa Idha, M.Farm-Klin
(Perceptor RSSA)
………………..
ii
Daftar Isi
COVER.....................................................................................................................................................i
Lembar Pengesahan...............................................................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................................................................iii
Kata Pengantar.....................................................................................................................................iv
BAB I......................................................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Tujuan........................................................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................................3
BAB III....................................................................................................................................................6
A. Pembahasan..............................................................................................................................6
B. Alur Tatalaksana........................................................................................................................9
BAB IV..................................................................................................................................................21
Daftar Pustaka.....................................................................................................................................22
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Peran Apoteker dalam Medication Safety tepat waktu.
Makalah Peran Apoteker dalam Medication Safety disusun guna memenuhi tugas dari
preceptor pada Rumah Sakit di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA). Selain itu, penulis juga
berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang Peran Apoteker
dalam Medication Safety.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Apt. Dra. Arofa Idha,
M.Farm-Klin selaku preceptor bidang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Tugas
yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang
ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
Tim USD
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Obat adalah salah satu jenis terapi yang
diberikan kepada pasien untuk meningkatkan
kualitas hidup dan meminimalkan risiko yang
tidak diinginkan. Dalam konsep penggunaan obat,
ada beberapa kesalahan yang bisa saja terjadi
diantaranya kesalahan pemberian resep, kesalahan
dalam pemberian dosis obat, kesalahan dalam
rekomendasi waktu minum obat, kesalahan
pemberian obat dan kepatuhan pasien. Kesalahan-
kesalahan yang ada memberikan motivasi kepada
beberapa pihak di bidang kesehatan untuk
merancang panduan pengobatan yang bermanfaat
dalam meminimalisir kemungkinan kesalahan
pengobatan tersebut.
Medication error adalah ketidaktepatan
penggunaan obat-obatan yang dapat dicegah.
Pada dasarnya, medication errors menyebabkan
cukup banyak kerugian pada pasien sehingga hal
yang bisa dilakukan oleh tenaga profesional
kesehatan adalah dengan mencegah atau
menghindarinya. Medication errors dapat terjadi
dalam beberapa tahapan yaitu prescribing
(peresepan), trancribing, dispensing (penyiapan)
dan administering (pemberian obat). Kesalahan
pada salah satu tahap dapat terjadi secara berantai
dan menimbulkan kesalahan pada tahap
selanjutnya. Kejadian kesalahan dalam
pengobatan terkait dengan praktisi, produk obat,
prosedur, lingkungan atau sistem yang melibatkan
peresepan, dispensing dan administrasi. Faktor
penyebab terjadinya medication error adalah
kurangnya diseminasi pengetahuan, kesalahan
1
dosis karena profesional kesehatan, pasien dan keluarga
tidak pasien. Profesional kesehatan yang berkontribusi
mengikuti dalam mengelola obat adalah dokter, perawat,
SOP, lupa, farmasi, paramedis, bidan, fisioterapis, dokter gigi
kurang dan ahli anestesi. Sedangkan pasien dan
informasi keluarganya termasuk dalam pihak pendukung
tenaga tercapainya pengobatan (WHO, 2019).
kesehatan Medication safety adalah sebuah prosedur
dan pasien, aman pemberian obat kepada pasien atau untuk
pelabelan dan mengurangi kesalahan pengobatan yang
kemasan, mempunyai tujuan agar tercapainya keselamatan
salah dalam pasien (patient safety). Untuk mencapai
membaca keamanan dalam
resep dan
kurang
mengerti
dalam
membaca
perintah
lisan,
pelabelan dan
kemasan,
stok dan
penyimpanan
obat yang
tidak baik
(Muladi,
2020).
Kesal
ahan dalam
pengobatan
dapat dicegah
dan dibawah
kendali
2
pengobatan (medication safety) dibutuhkan departemen khusus yang bertugas
memberikan rekomendasi pengobatan kepada staff manajemen rumah sakit, dokter,
apoteker, perawat dan tenaga medis lainnya. Rekomendasi tersebut berisi penggunaan
prinsip yang tertera dalam formularium, menetapkan tugas yang tepat di bidang obat,
adanya wewenang dan tanggung jawab yang jelas dalam administrasi, pemesanan dan
pengeluaran obat, adanya evaluasi yang berkelanjutan dalam proses pengobatan.
Manfaat yang akan diperoleh dari implementasi medication safety adalah keselamatan
pasien (patient safety) yaitu upaya untuk menjamin keselamatan pasien di fasilitas
kesehatan yang cukup kompleks dan banyak hambatan (Anonim, 2017).
B. Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui definisi dan ruang lingkup medication safety
2. Mengetahui dasar peraturan dalam medication safety
3. Mengetahui peran apoteker dalam medication safety
4. Mengetahui alur tatalaksana medication safety
BAB II
Dasar Peraturan
A. Pembahasan
Medication safety ialah bebas dari cedera yang tidak disengaja selama
penggunaan obat, atau aktivitas untuk menghindari, mencegah, atau memperbaiki bahaya
yang terkait dengan pengobatan (WHO, 2019).
Apoteker tidak hanya bertanggung jawab atas obat sebagai produk, dengan segala
implikasinya, melainkan bertanggung jawab terhadap efek terapetik dan keamanan suatu
obat agar mencapai efek yang optimal. Memberikan pelayanan kefarmasian secara
paripurna dengan memperhatikan faktor keamanan pasien, antara lain dalam proses
pengelolaan sediaan farmasi, melakukan monitoring dan mengevaluasi keberhasilan
terapi, memberikan pendidikan dan konseling serta bekerja sama erat dengan pasien dan
tenaga kesehatan lain merupakan suatu upaya yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien.
Ruang lingkup medication safety yang paling penting ialah keselamatan pasien
(patient safety). Keselamatan pasien (Patient safety) secara sederhana di definisikan
sebagai suatu upaya untuk mencegah bahaya yang terjadi pada pasien. Walaupun
mempunyai definisi yang sangat sederhana, tetapi upaya untuk menjamin keselamatan
pasien di fasilitas kesehatan sangatlah kompleks dan banyak hambatan. Konsep
keselamatan pasien harus dijalankan secara menyeluruh dan terpadu.
Strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien:
a. Menggunakan obat dan peralatan yang aman
b. Melakukan praktek klinik yang aman dan dalam lingkungan yang aman
c. Melaksanakan manajemen risiko, contoh: pengendalian infeksi
d. Membuat dan meningkatkan sistem yang dapat menurunkan risiko yang berorientasi
kepada pasien.
e. Meningkatkan keselamatan pasien dengan:
Mencegah terjadinya kejadian tidak diharapkan (adverse event)
Membuat sistem identifikasi dan pelaporan adverse event
Mengurangi efek akibat adverse event
Dalam penerapannya, keselamatan pasien harus dikelola dengan pendekatan
sistemik. Sistem ini dapat dilihat sebagai suatu sistem terbuka, dimana sistem terkecil
akan dipengaruhi, bahkan tergantung pada sistem yang lebih besar. Sistem terkecil
disebut Mikrosistem, terdiri dari petugas kesehatan dan pasien itu sendiri, serta proses-
proses pemberian pelayanan di ujung tombak, termasuk elemen-elemen pelayanan di
dalamnya. Mikrosistem dipengaruhi oleh Makrosistem, yang merupakan unit yang lebih
besar, misalnya rumah sakit dan apotek. Mikrosistem dan Makrosistem dipengaruhi oleh
sistem yang lebih besar lagi yang disebut Megasistem. Seorang Apoteker yang berperan
di dalam mikrosistem (apotek, puskesmas, instalasi farmasi rumah sakit, dan sarana
pelayanan farmasi lain) dalam membangun keselamatan pasien harus mampu mengelola
dengan baik elemen-elemen dalam mikrosistem tersebut, yaitu sistem pelayanan, sumber
daya, sistem inventori, keuangan dan teknologi informasi (Depkes RI, 2008).
Makrosistem menyediakan sumber daya, proses pendukung, struktur dan
kebijakan-kebijakan yang berlaku di rumah sakit atau sarana kesehatan lain yang secara
tidak langsung akan mempengaruhi pelaksanaan program-program yang menyangkut
keselamatan pasien. Kebijakan-kebijakan itu antara lain sistem penulisan resep,
standarisasi bahan medis habis pakai (BMHP), rekam medis dan lain sebagainya. Selain
itu, kultur atau budaya yang dibangun dan diterapkan di lingkungan rumah sakit juga
akan sangat mempengaruhi kinerja unit-unit yang bertanggung jawab terhadap
keselamatan pasien. Budaya tidak saling menyalahkan (no blame culture), sistem
informasi manajemen atau information technology (SIM/IT) rumah sakit, kerjasama tim,
kepemimpinan, alur koordinasi, Komite/Panitia Farmasi dan Terapi (KFT/PFT) Rumah
Sakit, Formularium Rumah Sakit, dan Komite-komite serta Program Rumah Sakit
lainnya, merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan keselamatan pasien
yang berasal dari makrosistem (Depkes RI, 2008).
Megasistem adalah kebijakan kesehatan nasional yang berlaku, misalnya
kebijakan-kebijakan menyangkut obat dan kesehatan yang dikeluarkan oleh Departemen
Kesehatan (Kebijakan tentang akreditasi, Obat Rasional, Infeksi Nosokomial, dan lain
sebagainya), termasuk juga sistem pendidikan dan pendidikan berkelanjutan yang
berlaku (Depkes RI, 2008).
Dalam membangun keselamatan pasien banyak istilah yang perlu dipahami dan
disepakati bersama yaitu:
1. Kejadian tidak diharapkan (adverse event) ialah cedera pada pasien selama proses
penatalaksaan medis yang mencangkup seluruh aspek pelayanan, termasuk diagnosa,
terapi, kegagalan diagnosa/terapi, peralatan yang digunakan untuk pelayanan.
Adverse
event ini dapat dicegah atau tidak dapat dicegah. Contoh kasusnya seperti iritasi pada
kulit karena penggunaan perban, jatuh dari tempat tidur, dan lainnya.
2. Adverse drug event ialah respon yang tidak diharapkan terhadap terapi obat dan
mengganggu atau menimbulkan cedera pada penggunaan obat dosis normal. Reaksi
obat yang tidak diharapkan (ROTD) ada yang berkaitan dengan efek farmakologi atau
mekanisme kerja (efek samping) ada yang tidak berkaitan dengan efek farmakologi
(reaksi hipersensitivitas). Contoh kasusnya yaitu syok anafilaksis pada penggunaan
antibiotik golongan penisilin, mengantuk pada penggunaan obat yang mengandung
CTM.
3. Adverse drug reaction ialah kejadian pada pasien selama proses terapi akibat
penggunaan obat. Contoh kasusnya Steven-Johnson Syndrom, obat epilepsi, dan
lainnya.
4. Medication error ialah kejadian yang dapat dicegah akibat penggunaan obat yang
menyebabkan cedera. Contoh kasusnya peresepan obat yang tidak rasional, kesalahan
perhitungan dosis pada peracikan, ketidakpatuhan pasien sehingga terjadi dosis
berlebih atau kurang dosis.
Adapun hubungan antara kesalahan pengobatan dan efek samping obat seperti
yang paling umum dipahami menurut WHO (2019), dapat dilihat pada bagan dibawah.
Medication error penyebabnya dapat dicegah (preventable) dengan outcome terapi yang
telah diketahui bahwa terapi yang diberikan tidak menyebabkan cidera pada pasien
dengan potensi kejadian efek samping obat dapat dihindari dan kejadian kesalahan
pengobatan yang sepele. Namun jika penyebab efek samping obat yang belum diketahui
sehingga menyebabkan pasien cidera maka akan masuk ke ranah Adverse drug event
yang tidak dapat dicegah (not preventable) dan risiko pengobatan yang permanen
(inherent risk of drug).
Hubungan medication error dan adverse drug event (WHO, 2019)
Keamanan terhadap titik kritis dalam proses manajemen obat meliputi system
seleksi (selection), sistem penyimpanan sampai ke pendistribusian (storage,
distribution), system permintaan obat, interpretasi dan verifikasi (ordering and
transcribing), sistem penyiapan, labelisasi atau etiket, peracikan, dokumentasi,
penyerahan ke pasien disertai kecukupan informasi (preparing and dispensing), teknik
penggunaan obat pasien (administration), pemantauan efektivitas penggunaan
(monitoring). Selain itu, terdapat pula sistem kerjasama dengan tenaga kesehatan terkait
kompetensi maupun kewenangan, sistem pelaporan masalah obat dengan upaya
perbaikan, informasi obat yang selalu tersedia, keberadaan apoteker dalam pelayanan,
adanya prosedur khusus obat dan alat yang memerlukan perhatian khusus karena dampak
yang membahayakan.
B. Alur Tatalaksana
1. Metode Pendekatan dalam Upaya Menurunkan Medication Error
a. Mendorong fungsi dan pembatasan (forcing function and constrainsts) yaitu
suatu upaya mendesain sistem yang mendorong seseorang melakukan hal yang
baik. Contohnya: sediaan potassium klorida siap pakai dalam konsentrasi 10%,
NaCl 0.9% karena sediaan di pasar dalam konsentrasi 20% (>10%) yang
mengakibatkan fatal (henti jantung dan nekrosis pada tempat injeksi), sehingga
perlu untuk diturunkan konsentrasinya dan tidak langsung digunakan.
b. Otomatis dan computer (computerized prescribing order entry) yaitu membuat
statis atau robotisasi pekerjaan berulang yang sudah pasti dengan dukungan
teknologi, contohnya: komputerisasi proses penulisan resep oleh dokter diikuti
dengan “tanda peringatan” jika diluar standar (ada penanda otomatis ketika
digoxin ditulis 0.5g atau obat perlu peringatan lainnya).
c. Standard dan protokol, standarisasi prosedur yaitu menetapkan standar
berdasarkan bukti ilmiah dan standarisasi prosedur (menetapkan standar
pelaporan insiden dengan prosedur baku). Kontribusi apoteker dalam panitia
farmasi dan terapi (KFT) serta pemenuhan sertifikasi atau akreditasi pelayanan
memegang peranan penting.
d. Sistem daftar tilik dan cek ulang yaitu alat kontrol berupa daftar tilik dan
penetapan cek ulang setiap langkah kritis dalam pelayanan. Untuk mendukung
efektivitas ssstem ini diperlukan pemetaan anlisis titik kritis dalam sistem.
e. Peraturan dan kebijakan yaitu untuk mendukung keamanan proses manajemen
obat pasien. Contohnya: semua resep rawat inap harus melalui supervise
apoteker.
f. Pendidikan dan informasi yaitu penyediaan informasi setiap saat tentang obat,
pengobatan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan tentang prosedur untuk
meningkatkan kompetensi dan mendukung kesulitan pengambilan keputusan saat
memerlukan informasi.
g. Lebih hati-hati dan waspada untuk membangun lingkungan kondusif untuk
mencegah kesalahan. Contohnya: baca sekali lagi nama pasien sebelum
menyerahkan obatnya.
1. Pemilihan
Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/ error dapat diturunkan
dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan obat-obat sesuai
formularium.
2. Pengadaan
Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman efektif dan sesuai yang
berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor resmi.
3. Penyimpanan
a. Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike
medication names) secara terpisah.
b. Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat
menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan di tempat
khusus. Misalnya: menyimpan cairan elektrolit pekat seperti KCL injeksi,
heparin, warfarin, insulin, kemoterapi, narkotik opiat, neuromuscular blocking
agents, thrombolitik dan agonis adrenergik.
c. Kelompok obat antidiabet jangan disimpan tercampur dengan obat lain secara
alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah
d. Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.
4. Skrining Resep
a. Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama dan nomor
rekam medik/ nomor resep.
b. Petugas farmasi tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi
resep dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan resep,
singkatan, hubungi dokter penulis resep.
c. Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam
pengambilan keputusan pemberian obat seperti:
- Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data klinis (alergi,
diagnosis, dan hamil/menyusui). Contohnya, apoteker perlu mengetahui tinggi
badan dan berat badan pasien yang meminta obat-obatan dengan indeks terapi
sempit untuk keperluan perhitungan dosis.
- Hasil pemeriksaan pasien (organ, hasil laboratorium, tanda–tanda vital dan
parameter lainnya). Contohnya, apoteker harus mengetahui data laboratorium
yang penting, terutama untuk obat-obat yang memerlukan penyesuaian dosis
(seperti penurunan fungsi ginjal).
a. Membuat riwayat / catatan pengobatan pasien.
b. Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan
penggunaan otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi (e-
prescribing) dan pencatatan pengobatan pasien seperti sudah disebutkan di
atas.
c. Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan emergensi
dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan obat yang
diminta benar, dengan mengeja nama obat serta memastikan dosisnya.
Informasi obat yang penting harus diberikan kepada petugas yang
meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang menerima permintaan harus
menulis dengan jelas instruki lisan setelah mendapat konfirmasi.
5. Dispensing
a. Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai SPO.
b. Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimal tiga kali: pada saat
pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat dari wadah, pada saat
mengembalikan obat ke rak.
c. Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang yang berbeda (double check).
d. Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket, aturan pakai,
pemeriksaan kesesuaian resep terhadap isi etiket.
6. Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE)
Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-hal yang
penting terhadap obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus diinformasikan dan
didiskusikan pada pasien adalah:
Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien rawat inap di
rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, bekerjasama dengan petugas
kesehatan lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah:
a. Tepat pasien
b. Tepat waktu pemberian
c. Tepat obat
d. Tepat dosis
e. Tepat rute pemberian
8. Monitoring dan Evaluasi
1. Medication safety ialah bebas dari cedera yang tidak disengaja selama penggunaan
obat, atau aktivitas untuk menghindari, mencegah, atau memperbaiki bahaya yang
terkait dengan pengobatan. Ruang lingkup utama dari medication safety adalah
patient safety.
2. Dasar peraturan dalam medication safety adalah:
UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Nasional pasal 5 ayat (2); pasal
19; pasal 24 ayat (1); pasal 53 ayat (3); pasal 54 ayat (1); pasal 58 ayat (1).
UU Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit pasal 29b; pasal 32d; pasal 32e;
pasal 32q; pasal 43; pasal 46.
Permenkes Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit pasal 3 ayat (1b).
Kode Etik dan Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia Tahun 2015 pasal 9.
3. Peran apoteker dalam medication safety adalah:
Mengelola medication error
Mengidentifikasi pelaksanaan praktek profesi terbaik untuk menjamin medication
safety
Mendidik staf dan klinisi untuk menggalakkan praktek pengobatan yang aman.
Berpartisipasi dalam Komite yang berhubungan dengan medication safety
Terlibat didalam pengembangan dan pengkajian kebijakan penggunaan obat
Memonitor kepatuhan terhadap standar pelaksanaan Keselamatan Pengobatan
yang terdapat Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pengobatan pasien
meliputi aspek manajemen dan aspek klinik.
4. Alur tatalaksana medication safety meliputi:
Metode pendekatan terhadap pemicu terjadinya eror dan upaya menurunkan
Medication Error
Memahami peran petugas farmasi dalam mewujudkan keselamatan pasien
Pencatatan dan pelaporan insiden yang terjadi
Peran apoteker dalam penyusunan laporan
Monitoring dan evaluasi
Daftar Pustaka
Anonim, Kode Etik dan Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia, Jakarta: Majelis Etik dan
Disiplin Apoteker Indonesia Pusat Ikatan Apoteker Indonesia, 2015
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Tanggungjawab Apoteker terhadap
Keselamatan Pasien. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI: 2009.
Departemen Kesehatan RI. Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
Jakarta:Kementrian Kesehatan RI: 2009.
Hapsari,W., 2017, Panduan Medication Safety, Rumah Sakit Kurnia Serang Banten, diakses
tanggal 08 September 2020, Pk. 19.30, WIB.
Muhadi,A., 2020, Faktor-Faktor Penyebab Medication Errors, diakses Pukul 19.30 WIB.
Republik Indonesia, 2016, Peraturan Meteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Jakarta.
World Health Organization, 2019. Medication Safety Curriculum Guide.
file:///C:/Users/HP/Downloads/Documents/WHO%20Medication%20Safety%20Curri
culum%20Guide%202019.pdf. diakses pada 8 September 2020. Pk. 15.00 WIB.