Anda di halaman 1dari 42

Kasus Asuhan Keperawatan Psikososial Pada Tn.

R Dengan Masalah Ketidak berdayaan


dan Analisis jurnal ketidak berdayaan

DOSEN PEMBIMBING
Ns. Muhammad Pauzi, M.Kep

DISUSUN OLEH :
YUVA AUDINI

1
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI
2022

2
Keluhan Utama saat MRS :

Inisial Klien : Tn. R


Usia : 60 Tahun
No Reg :
Tgl MRS :
Tgl Masuk 28 September 2021
Ruangan I : Kondisi saat ini : Kondisi pasien saat ini secara fisik mengalami gangguan
Ruangan II : Ruangan mobilitas tubuh bagian bawah (kaki) karena penyakit stroke, pasien mengatakan
III : frustasi karena tida mampu mengatasi situasi
Tgl Pengkajian : 28 September 2021

3
Alamat : Jln. Amal Luhur

1. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI


FAKTOR PREDISPOSISI FAKTOR PRESIPITASI STRESSOR

Nature Origin Number – Timing


Biologi 1. TD : Internal : Dapat menerima 1. Waktu Stroke
1. Tidak ada riwayat kembar dengan orang tua 160/100mmHg perubahan fisik dan terjadinya
gangguan jiwa 2. Tidak ada psikologis yang terjadi stressor : usia 58
2. Tidak ada riwayat terjadi kelainan kromosom 6, 4, riwayat 1. Enggan mengungkapkan – 60 tahun
8, 5, dan 22 kembar dengan perasaan sebenarnya 2. Jumlah &
3. Riwayat status nutrisi baik orang tua 2. Ketergantungn terhadap kualitas
4. Tidur berlebihan gangguan jiwa orang lain yang dapat stressor : semua
5. Klien salah satu perokok 3. tidak ada mengakibatkan stressor yang
6. Melakukan chack up selama 6 bulan sekali riwayat terjadi ketidaksukaan, marah dan ada selama usia
7. Klien mengalami hipertensi dan stroke sejak 2 kelainan rasa bersalah tumbuh
kembang

tahun terakhir kromosom 3. Gagal mempertahankan ide


4. Tidak ada yang berkaitan dengan
riwayat orang lain ketika

4
keturunan mendapatkan perlawanan
(kedua orang 4. Adaptif dan pasif
tua, saudara dan 5. Ekspresi muka murung
keluarga lapis 6. Bicara dan gerakan lambar
dua) 7. Tidur berlebihan
8. Menghindari orang lain
FAKTOR PREDISPOSISI FAKTOR PRESIPITASI STRESSOR
Nature Origin Number – Timing
Psikologi 1. Pasien merasa Internal Waktu terjadinya Stroke
1. Inteligensi : IQ normal (90-100) tidak mampu stressor : sejak usia
2. Mampu berkomunikasi verbal dan non verbal melakukan 58 – 60 tahun
3. Bicara lambat ekspresi muka murung tanggung jawab
4. Bicara dan gerakan lambat sebagai kepala
5. rasa bersalah, marah, ketidaksukaan keluarga
6. Frustasi 2. Pasien merasa
7. Keragu-raguan, tidak puas malu dan
8. Mengungkapkan tidak mempunyai kemampuan rendah diri
mengendalikan situasi karena
9. Menggungkapkan tidak dapat menghasilkan sesuatu ketidakmampua
10. Ketidakmampuan melakukan tugas n melakukan
11. Mengungkapkan keragu-raguan terhadap aktivitas

5
penampilan peran seharihari
12. Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri
Sosiocultural 1. Pasien tinggal 1. Pasien mengatakan tidak Waktu Stroke
1. Usia 60 tahun dirumah sendiri mampu kegeraja untuk terjadinya
2. Laki-laki bersama istri dan beribadah stressor sejak : usia
3. Pendidikan SMA dan mempunyao status ekonomi 2 orang anaknya 2. Tidak mampu 58-60 tahun
yang stabil 2. Pasien tida berpartisipasi dalam
4. 5. Menghindari orang lain, enggan bergaul mampu bekerja dan kegiatan bakti sosial
6. Berpartisipan dalam kegiatan kemasyarakatan tida memiliki masyarakat
penghasilan

Genogram Keterangan Genogram :

Klien memiliki 1 istri dan 2 orang anak tinggal bersama klien

6
Keterangan :
: Klien

: Perempuan

: Laki -laki

Keterangan: :meninggal

: perempuan

: laki-laki

: klien

: cerai

: garis keturunan

: garis perkawinan

: tinggal serumah dengan klien

7
2. PENILAIAN TERHADAP STRESSOR
DIAGNOSA
STRESSOR KOGNITIF AFEKTIF FISIOLOGIS PERILAKU SOSIAL KEPERAWAT
AN
1. Klien  Depresi terhadap • TD : 1. Klien murah 1. Klien enggan Ketidakberdayaa
Biologis mengatakan penurunan fisik 160/100mmHg marah, sedih, dan bercerita kepada n
(Stroke) keraguan tentang yang terjadi karena • Rr : 22x/menit cepat anaknya tentang
kondisi sekarang tidak rutin • Mengalami tersinggung perasaannya
yang semakin  pengobatan dan gangguan tidur 2. Klien setiap sebenarnya
memburuk terapi bercerita tidak 2. Klien tida
2. Klien ragu Merasa bersalah tenang dan mampu
terhadap terhadap anak dan tampak gelisah bersosialisasi
penampilan serta istri karena 3. Klien sering dengan orang
perannya sebagai  ketidakmampuan menyendiri dan lain karena
kepala keluarga memenuhi melamun afasia motorik
kebutuhan atau gangguan
keluarga dalam
Cemas akan masa berkomunikasi
depan keluarganya
karena usia
semakin menua

8
dan keadaan fisik
menurun

Psikologis • Klien tahu bahwa  Takut dan khawatir  Tampak lemas  Tampak cemas,  Hubungan  Ansietas
• Cemas badannya menjadi  Kurang percaya  Kaki klien gelisah dan tida klien dengan  Gangguan
dengan lemas dan tidak diri tampak  tenag istri baik Citra tubuh
keadaanya bisa bergerak membengkak Klien sedih
dan masa merupakan  saat bercerita
depannya dampak dari Klien kurang

karena usia penyakit yang percaya diri
yang makin dideritanya Kontak mata
menua • Klien tahu bahwa kurang
• Klien kurang perubahan fungsi
percaya diri fisiknya membuat
dengan klien tidak
perubahan percaya diri dan
fungsi fisik malu
yang dialami
seperti kaki
membengkak
dan tidak bisa

9
berjalan
Sosial Budaya  Klien merasa  Merasa sedih dan  Tampak lemah  Tampak sedih  Hubungan Tn  Penampilan
bersalah dan merepotkan  Pucat  Ekspresi wajah R dengan istri peran tidak
Merasa bersalah kasihan dengan keluarga  Klien tampak klien khawatir baik efektif
dan kasihan istrinya karena kurang tidur

dengan istrinya sejak ia Kantong mata
mengalami tampak hitam
stroke
klien tidak bisa
memenuhi
perannya sebagai
kepala keluarga
3. SUMBER KOPING
DIAGNOSA MATERIAL
PERSONAL ABILITY SOSIAL SUPPORT BELIEF TERAPI
KEPERAWATAN ASSET
Ketidakberdayaan 1. Mampu mengendalikan 1. Mendapatkan 1. Mempunyai 1. Memiliki 1. Terapi
keterbatasan fisik dukungan dari kartu BPJS motivasi tinggi kognitif
2. Mampu mencari informasi dan keluarga dan dan
2. Mampu 2. Terapi
identifikasi masalah masyarakat, bersemangat
mengakses kognitif
3. Mempunyai pengeteahuan dan diterima menjadi menjalani hidup
pelayanan perilaku
intelegensi yang cukup untuk bagian dari keluarga
kesehaatan 2. Mempunyai

10
menghadapi stressor dan masyarakat yang ada keyakinan 3. Logoterapi
4. Mempunyai pedoman hidup 2. Ikut dalam bahwa lebih
4. Terapi
yang realistis perkumpulan di baik mencegah
penerimaan
masyarakat dari pada
komitmen
3. Tidak ada mengobati
pertentangan nilai
budaya

Penampilan peran • Klien dapat menyebutkan  Klien mendapat • Ekonomi Tn • Klien selalu Terapi
tidak efektif penyebab penampilan peran dukungan dari R menengah berdoa untuk generalis :
tidak efektif keluarga untuk • Pengobatan kesembuhan
• Klien menganggap istri tidak kesembuhannya ditanggung penyakitnya  SP 1-2
mampu sebagai pengganti terutama dari istri • Klien yakin, penampilan
akibat kondisi yang berubah suaminya • Jarak rumah bila ia peran tidak
Tn. R mengikuti efektif
dengan petunjuk dan saran
tempat dari Terapi
pelayanan petugas spesialis :
kesehatan

11
kesehatan ± maka ia akan  Behavior
2 KM cepat sembuh therapy,
• Klien rerapi
yakin istri suportif
dan
keluarga
mendukung
supaya lekas
sembuh
• Klien berharap
cepat sembuh
agar tidak
merepotkan
keluarga nya
Gangguan citra  Klien kurang percaya diri • Klien medapat • Sosial • Klien percaya Terapi
tubuh dengan perubahaan fungsi dukungan dari istri ekonomi bahwa generalis:
fisik (kaki) yang dan keluarga klien petugas gangguan
dialaminya • Keluarga klien menengah kesehatan citra tubuh
selalu • Sarana dan akan
menyemangati prasarana membantuny Terapi
klien tersedia a spesialis:

12
• Biaya • Klien  Terapi
pengobatan berharap kognitif
ditanggung cepat sembuh
oleh istri agar percaya
diri lagi
• Klien selalu
berdoa untuk
kesembuhan
penyakitnya
4. MEKANISME KOPING
UPAYA YANG DILAKUKAN ANALISA/KESAN
KONSTRUKTIF DESTRUKTIF
1. Klien bercerita dengan istrinya saat merasa keadaannya tidak baik
2. Bila sakit klien berobat ke pelayanan kesehatan

3. Klien taat menjalankan ibadah sesuai keyakinannya

5. STATUS MENTAL
1. Penampilan Penampilan klien rapi dan bersih seperti pakaian biasa pada umumnya
2. Pembicaraan Pembicaraan dengan klien lambat dimana klien setiap berbicara sulit untuk berkomunikasi
3. Aktivitas motorik Klien tampak tremor pada jari – jari dan kaki klien

13
4. Interaksi selama wawancara Kontak mata tidak tetap
5. Alam perasaan Pasien terlihat menunjukkan eksprei tak berdaya, malu dan gelisah
6. Afek Ekspreksi klien labil saat diamati karena emosi klien berubah-ubah
7. Persepsi Tidak ada gangguan persepsi dan sensori
8. Isi pikir Tidak ada gangguan persepsi dan sensori
9. Proses pikir Pasien berbicara dengan jelas
10. Tingkat kesadaran Normal
11. Daya ingat Normal
12. Kemampuan berhitung Normal
13. Penilaian Klien mampu mengambil keputusan saat berasa sakit klien ke RS
14. Daya tilik diri Klien tahu penyebab keadaan tidak berdayanya
6. DIAGNOSA DAN TERAPI

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN TERAPI DIAGNOSA MEDISDAN TERAPI MEDIS


KEPERAWATAN

1. Ketidakberdayaan Stroke
• Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada Terapi :
ketidakberdayaan • Rutin melakukan terapi oksigen
• Diskusi dengan pasien pilihan yang realistis dalam perawatan • Rutin melakukan fisioterapi
• Libatkan pasien dalam pembuatan kepurusan tentang rencana

14
terapi
• Jelaskan alasna setiap perubahan perencanaan perawatan
kepada pasien
• Mengidentifikasi situasi kehidupannya yang dapat
dikendalikan
• Mengidentifikasi situasi kehidupannya yang dapat
dikendalikan
• Mengidentifikasi faktor pendukung, kekuatan diri
• Sampaikan kepercayaan diri terhadap kemampuan pasien
untuk menangani keadaan
• Biarkan pasien mengemban tanggung jawab sebanyak
munkin dan memberikan umpan balik positif untuk
keputusan yang dibuatnya
• Terapi spesialis : Terapi kognitif, terapi komunikasi,
supportif terapi, dan multisestemik terapi
2. Kecemasn
• SP-1 : Kaji tanda dan gejala ansietas dan kemampuan klien
mengurangi kecemasan
• SP-2 : Jelaskan tanda dan gejala, penyebab dan akibat dari
kecemasan
• SP-3 : Latihan cara mengatasi kecemasan :  Teknik relaksasi

15
napas dalam
 Distraksi : bercakap-cakap hal positif
 Hipnotis 5 jari fokus padahal-hal yang positif
• SP-4 : Bantu klien melakukan latihan sesuai dengan jadwal
kegiatan
• Terapi Spesialis: TS, PMR, Logo ACT

3. Gangguan Citra tubuh


• Kaji tanda dan gejala gangguan citra tubuh dan kemampuan
klien mengatasinya.
• Jelaskan tanda dan gejala, penyebab dan akibat gangguan citra
tubuh
• Diskusikan persepsi, perasaan, dan harapan klien terhadap
citra tubuhnya
• Menjelaskan perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada
pasien stroke
• Motivasi klien untuk merawat dan meningkatkan citra tubuh
• Motivasi klien untuk melakukan latihan meningkatkan citra
tubuh sesuai jadwal dan beri pujian.

16
IMPLEMENTASI TINDAKAN KEPERAWATAN EVALUASI (SOAP

Tanggal: 28 September 2021 Jam: 10.00 wib S:

 Klien mengatakan hal yang membuatnya tidak

1. Mengidentifikasi tanda dan gejala ketidakberdayaan berdaya

2. Menjelaskan proses terjadinya ketidakberdayaan  Klien senang diberikan tindakan O:

3. Latihan cara mengendalikan situasi  Klien tampak menceritakan


ketidakberdayannya

 Klien tampak paham dengan penjelasan yang


diberikan

A: Ketidakberdayaan (+)

P Klien:

 Klien melakukan latihan cara mengendalikan


situasi saat pasien merasa gelisah dan tidak

17
berdaya

PPerawat :
Tanggal : 05 Oktober 2021 Jam
 Latihan cara mengendalikan pikiran
: 10.00 wib
 Latih cara mengendalikan pikiran  Latihan peran yang dapat dilakukan

S:

 Klien mengatakan dapat mengenali tanda dan

18
gejala ketidak berdayaan

 Klien senang diberian tindakan O:


 Klien tampak menceritakan
ketidakberdayannya

:  Klien tampak paham dengan penjelasan yang


diberikan

A: Ketidakberdayaan (+)

P Klien:

 Klien melakukan latihan cara mengendalikan


pikiran

PPerawat :

Latih peran yang dapat dilakukan


19
Tangal : 07 Oktober 2021-10-17 S:
Jam 10.00 wib Klien mengatakan merasa lebih tenang dapat

 Latih peran yang dapat dilakukan mengenali tanda dan gejala ketidak berdayaan
 Klien mengatakan mampu menjelaskan proses
terjadinya ketidakberdayaan
 Klien mengatakan mampu mengendalikan
situasi
 Klien mengatakan mampu mengendalikan
pikiran
 Klien mengatakan dapat melakukan peran yang
dapat dilakukan

O: 
Klien tampak rileks
 Klien mampu menjelaskan kembali penjelasan
yang sudah diberikan

 Klien mampu meengendalikan situasi

 Klien mampu mengendalikan pikiran dan dapat


melakukan peran

A: Ketidakberdayaan (-)

20
P:

 Bantu klien melakukan latihan sesuai

jadwal kegiatan

 terapi kognitif

 terapi kognitif perilaku

 logoterapi

 terapi penerimaan komitmen

21
Tanggal : 8 Oktober 2021 S:
Jam : 10.00 wib

Klien mengatakan hal yang membuatnya
• SP-1 : Kaji tanda dan gejala ansietas dan kemampuan klien mengurangi
 cemas
kecemasan
• SP-2 : Jelaskan tanda dan gejala, penyebab dan akibat dari kecemasan Klien senang diberikan tindakan
O: 
Klien tampak menceritakan hal yang membuat
ia cema
 Klien tampak paham dengan penjelasan yang
diberikan
A: Kecemasan (+)

P Klien:

 Klien melaksanakan SP-1 dan SP-2

PPerawat :

• SP-3 : Latihan cara mengatasi kecemasan


• Sp-4 : Bantu klien melakukan latihan sesuai
dengan jadwal kegiatan

22
Tanggal : 9 Oktober 2021 S:
Klien mengatakan merasa lebih tenang dapat
Jam : 11.00 wib
 mengurangi kecemasan

• SP-3 : Latihan cara mengatasi kecemasan Klien mengatakan mampu mengenali tanda

• Sp-4 : Bantu klien melakukan latihan sesuai dengan jadwal kegiatan dan gejala, penyebab dan akhibat dari
kecemasan

 Klien mengatakan mampu mengatasi


kecemasan

O: 
Klien tampak rileks

 Klien mampu menjelaskan kembali penjelasan


yang sudah diberikan

 Klien mampu mengurangi rasa cemas

 Klien mampu mengenali tanda, gejala,


penyebab dan akibat dari kecemasan

 Klien tampak mampu mengatasi kecemasan

23
A: Kecemasan (-)

P : Intervensi diberhentikan

Tanggal : 10 Oktober 2021 S:


Jam : 09.00 wib

Klien menceritakan perubahan fungsi tubuhnya
• Sp–1 : Kaji tanda dan gejala gangguan citra tubuh dan kemampuan klien 
Klien senang diberikan tindakan
mengatasinya. O:

• SP-2 : Jelaskan tanda dan gejala, penyebab dan akibat gangguan citra 
tubuh Klien tampak menceritakan perubahan fungsi
tubuhnya

 Klien tampak paham dengan penjelasan yang


diberikan

A: Gangguan citra tubuh (+)

P Klien:

 Klien melaksanakan Sp-1 dan Sp2

PPerawat :

• Sp-3 : Diskusikan persepsi, perasaan, dan

24
harapan klien terhadap citra tubuhnya
• Sp-4 : Menjelaskan perubahan-perubahan fisik
yang terjadi pada pasien stroke

Tanggal : 11 Oktober 2021 S:


Jam : 10.00 wib

Klien mengatakan dapat mengenali tanda dan
• Sp-3 : Diskusikan persepsi, perasaan, dan harapan klien terhadap citra
 gejala gangguan citra tubuh
tubuhnya
• Sp-4 : Menjelaskan perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada pasien Klien menjelaskan perubahan-perubahan fisik
stroke yang terjadi karena stroke
O: 
Klien tampak rileks dan senang
 Klien mampu menjelaskan kembali penjelasan
yang sudah diberikan
 Klien mampu mengenalai tanda dan gejala
gangguan citra tubuh
 Klien mampu menjelaskan perubahan fisik
yang terjadi karena stroke

25
 Klien tampak mampu mengendalikan persepsi,
perasaan dan harapan terhadap tubuhnya.

A: Gangguan citra tubuh (-)

P : Intervensi diberhentikan

26
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN
MASYARAKAT PERKOTAAN KETIDAKBERDAYAAN
PADA KLIEN DIABETES MELITUS TIPE II DI RUANG ANTASENA
RUMAH SAKIT DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR

Rachel Satyawati Yusuf 1, Ice Yulia Wardani 2

1. Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Kampus FIK UI, Jl. Prof. Dr.
Bahder Djohan, Depok, Jawa Barat – 16424
2. Keilmuan Keperawatan Jiwa, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas
Indonesia, Kampus FIK UI, Jl. Prof. Dr. Bahder Djohan, Depok, Jawa Barat –
16424
-mail: rachel.satyawati@gmail.com

ABSTRAK

Rasa tidak berdaya merupakan salah satu masalah psikososial yang dapat muncul
setelah seseorang menderita penyakit kronis. DM merupakan salah satu penyakit kronis
yang dapat dan mengakibatkan seseorang merasa lemah dan merasa tidak berdaya.

Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Ketidakberdayaan pada 145
Klien Diabetes Melitus Tipe II Di Ruang Antasena Rumah Sakit DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor
Rachel Satyawati Yusuf, Ice Yulia Wardani
Perasaan ini merupakan kondisi dimana seseorang kehilangan kontrol terhadap situasi
dan merasa tidak bermakna serta merasa tidak bisa mencapai apa yang diinginkan dalam
hidupnya. Tindakan yang bisa digunakan untuk menangani pasien DM tipe 2 dengan
perasaan tidak berdaya ini adalah teknik berpikir positif dan harapan (afirmasi) positif.
Dua teknik tersebut terbukti berhasil dan dapat digunakan oleh para perawat untuk
membantu pasien dengan masalah yang sama di ruang rawat umum.

Kata kunci: ketidakberdayaan, DM, berpikir positif, afirmasi positif

ABSTRACT

Powerlessness is one of psychosocial problems arising after someone suffers from


chronical deseases. DM is one of chronical deseases that can make someone feels weak
and feels powerless. This feeling is one condition in which someone loses control of
situation, feels insignificant and unable to achieve his or her dreams. The treatment that
can be used to help DM 2 patients with powerlessness problems is positive thinking and
positive expectation (affirmation). Both technics are proven to have been successful and
can be used by nurses to help patients with similar problems in the general treatment
wards.

Keywords: powerlessness, DM, positive thinking, positive affirmation

Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Ketidakberdayaan pada 146
Klien Diabetes Melitus Tipe II Di Ruang Antasena Rumah Sakit DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor
Rachel Satyawati Yusuf, Ice Yulia Wardani
PENDAHULUAN
Kota merupakan pusat pelayanan kegiatan produksi, distribusi, dan jasa-jasa yang
mendukung pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya sehingga masyarakat perkotaan
sering disebut sebagai urban community. Kemajuan di bidang ekonomi industri dan
perdagangan di kota, mengakibatkan masyarakat di pedesaan tertarik untuk melakukan
migrasi dari desa ke kota (urbanisasi) yang membawa berbagai dampak pada lingkungan
perkotaan terutama masalah sosial dan kesehatan. Urbanisasi telah menjadi salah satu
masalah kesehatan utama di dunia pada abad ke-21 (Bahtiar, 2011). World Health
Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2030, 6 dari 10 orang akan menjadi
penghuni daerah perkotaan dan akan meningkat menjadi 7 dari 10 orang di tahun 2050. Di
Indonesia sendiri, pada tahun 2009, lebih dari 43 % penduduk Indonesia tinggal di wilayah
perkotaan dan menurut prediksi pada tahun 2025, lebih dari 60 % populasi yang akan tinggal
pusat kota (Depkes RI, 2010).
Perkotaan merupakan tempat yang didalamnya terdapat suatu komunitas yang beragam.
Keragaman masyarakat perkotaan tersebut menyebabkan keragaman masalah yang terjadi di
kehidupan perkotaan. Berbagai permasalahan tersebut meliputi masalah yang terjadi pada
kehidupan sosial, ekonomi, kesehatan, spritual, dan juga psikologi. Menurut Anderson &
McFarlane (2006), terdapat tiga faktor eksternal yang mempengaruhi masalah kesehatan
masyarakat di lingkungan perkotaan, seperti lingkungan fisik, lingkungan psikologis, dan
lingkungan sosial. Ketiga aspek ini saling mempengaruhi satu sama lain dalam menunjang
tingkat kesehatan masyarakat perkotaan.

Menurut Maria (2013), beberapa penyakit yang sering muncul dan timbul di daerah
perkotaan adalah seperti penyakit stroke, Diabetes Melitus, penyakit saluran pernapasan,
obesitas, kecelakaan, dan gangguan perilaku. Penyakit-penyakit ini muncul dimungkinkan
karena adanya perubahan gaya hidup, polusi, dan sanitasi yang buruk (Maria, 2013).
Sedangkan stressor yang sangat tinggi di perkotaan memungkinkan terjadinya masalah
psikososial pada masyarakat perkotaan.

Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Ketidakberdayaan pada 147
Klien Diabetes Melitus Tipe II Di Ruang Antasena Rumah Sakit DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor
Rachel Satyawati Yusuf, Ice Yulia Wardani
Perubahan gaya hidup masyarakat perkotaan yang seringkali mengkonsumsi makanan yang
serba kilat yaitu pada pemesanan makanan cepat saji seperti di restoran mewah dapat
menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Terjadi pergeseran pola makan masyarakat kota
dari pola makan tradisional yang mengandung banyak serat dari sayuran berubah menjadi
pola makan barat yang serba instan dan cepat saji dengan komposisi makanan yang terlalu
sedikit mengandung serat tetapi lebih banyak mengandung protein, lemak, gula, dan garam.
Kesibukan masyarakat perkotaan dalam pekerjaan menyebabkan sedikitnya waktu dan
kesempatan untuk berolahraga. Pola hidup yang sangat beresiko ini dapat menyebabkan
meningkatnya penyakitpenyakit degeneratif salah satunya adalah penyakit Diabetes Melitus
(DM) (Alwi, dkk, 2010) .

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi
insulin yang progresif dilatarbelakangi oleh resistensi insulin (Suyono, dkk, 2011). Berbagai
penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insiden dan
prevalensi Diabetes Melitus tipe II di berbagai penjuru dunia. Berdasarkan data organisasi
kesehatan dunia (WHO) Indonesia merupakan urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita
Diabetes Melitus di dunia. Faktor lingkungan dan gaya hidup yang tidak sehat, seperti makan
berlebihan, berlemak, kurang aktivitas dan stres berperan sangat besar sebagai pemicu DM.
Selain itu penyakit DM juga bisa muncul karena adanya faktor keturunan (Suyono, dkk,
2011).

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia jumlah penduduk Indonesia dengan
pervalensi Diabetes Melitus tipe 2 di daerah urban sebesar 14,7 % dan daerah rural 7,2 % dan
diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penduduk dengan asumsi prevalensi DM tipe 2
mencapai 12 juta orang. Menurut Suyono (2009), penyakit DM tipe 2 merupakan penyakit
degeneratif yang sangat terkait pola makan. Pola makan merupakan gambaran mengenai
macammacam jumlah dan komposisi bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh seseorang.
Gaya hidup perkotaan dengan pola diit yag tinggi lemak, garam dan gula secara berlebihan
mengakibatkan berbagai penyakit termasuk penyakit DM.

Ruang Antasena RS Marzoeki Mahdi Bogor merupakan ruang rawat umum yang melayani
pasien dengan kasus bedah, neurologi, dan penyakit dalam. Dari 57 kasus pada bulan April-

Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Ketidakberdayaan pada 148
Klien Diabetes Melitus Tipe II Di Ruang Antasena Rumah Sakit DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor
Rachel Satyawati Yusuf, Ice Yulia Wardani
Mei 2015, terdapat 10, 5 % kasus pasien yang dengan penyakit DM tipe 2. Penderita DM
rentan mengalami berbagai masalah psikososial. Ketidakberdayaan merupakan salah satu
masalah keperawatan dan psikososial yang muncul pada klien dengan DM (Doengoes, 2000).
Kadar gula darah yang tidak stabil pada penyakit DM menyebabkan penyakit ini menjadi
penyakit kronis untuk individu tertentu sehingga respon dari penyakit kronis sering
menimbulkan masalah psikososial.

Menurut Smeltzer & Bare (2003) reaksi emosional dan psikososial yang biasa dialami oleh
pasien dan keluarganya adalah ansietas, kemarahan, berduka, malu, hilang harapan, depresi,
tidak berdaya, iri, kesepian, dan ketidakberdayaan. Perubahan-perubahan yang dialami saat
sakit dapat berkembang menjadi krisis psikososial yang nantinya akan mempengaruhi
keluarga, sahabat, dan lingkungan sekitar. Adanya kesenjangan keadaan kesehatan yang
dialami masyarakat perkotaan memerlukan penerapan asuhan keperawatan kesehatan
khususnya masalah psikososial yang sesuai untuk masyarakat perkotaan. Penulis
mendapatkan kasus klien kelolaan yang mengalami ketidakberdayaan dalam penyakit
fisiknya. Dari pengkajian yang dilakukan, penulis menemukan belum dilakukannya
penanganan yang optimal dari perawat ruangan terkait dengan masalah psikososial
ketidakberdayaan pada klien dengan penyakit DM di ruang rawat Antasena. Oleh karena itu,
penulis sangat tertarik untuk melakukan dan memberikan asuhan keperawatan secara
optimal pada klien yang mengalami masalah psikososial ketidakberdayaan dengan DM di
Ruang Antasena RS Marzoeki Mahdi Bogor.

METODE
Penulisan ini dilakukan menggunakan metode studi kasus. Penulis melakukan penelitian di
sebuah RS di Kota Bogor. Penelitian ini dilakukan pada salah satu klien RS tersebut yang
mengalami masalah psikososial ketidakberdayaan ditengah penyakit DM tipe 2 yang
dialaminya. Prosedur pengambilan data diperoleh melalui wawancara, observasi klien,
catatan individu atau rekam medik dan catatan keperawatan. Penulis memberikan intervensi
perawat generalis dalam mengatasi masalah ketidakberdayaan pada klien dan melihat
intervensi yang telah dilakukan berhasil atau tidak dalam mengatasi masalah pada klien.
Penulis melakukan asuhan keperawatan secara holistik pada klien yang mengalami
ketidakberdayaan dengan penyakit DM tipe 2. Asuhan keperawatan dilakukan dengan proses

Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Ketidakberdayaan pada 149
Klien Diabetes Melitus Tipe II Di Ruang Antasena Rumah Sakit DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor
Rachel Satyawati Yusuf, Ice Yulia Wardani
pengkajian, analisa data, penetapan diagnosa fisik dan psikososial, menyusun rencana asuhan
keperawatan, melakukan implementasi berdasarkan rencana asuhan yang telah disusun dan
melakukan evaluasi berdasarkan implementasi yang telah dilakukan. Penulis menganalisis
kesenjangan antara teori dan hasil yang didapatkan berdasarkan asuhan keperawatan yang
diberikan. Intervensi keperawatan yang mampu menyelesaikan masalah dibahas lebih
mendalam untuk melihat keefektifan intervensi tersebut dalam menyelesaikan masalah yang
serupa.

HASIL ASUHAN KEPERAWATAN


Klien bernama Ny. R dengan No. Rekam Medik 24-22-80, yang lahir di Jakarta pada tanggal
5 April 1958. Klien beragama Krsiten dan dalam berkomunikasi, klien lebih dominan
menggunakan Bahasa Indonesia meskipun klien bersuku CinaJawa. Klien sudah menikah dan
saat ini klien tinggal di daerah Kp. Ciebentang RT 001/RW 004, Cisaeng Bogor. Klien masuk
ke ruang Antasena pada tanggal 11 Mei 2015 dengan diagnosa medis non insulin dependent
diabetes mellitus without complications. Klien merupakan pasien dari poli DM RS Marzoeki
Mahdi Bogor yang masuk ke ruang rawat Antasena karena kadar nilai gula darah yang tinggi
(400) dan dengan luka kapalan yang pecah di telapak kaki. Klien mengeluh pusing, lemas,
dan nyeri dibagian luka kaki, yang menurut klien sudah 8 bulan tidak sembuh-sembuh. Klien
mengatakan sudah sering kontrol di Poli DM RSMM.
Hasil pengkajian fisik menunjukkan berat badan klien 57 kg, tinggi 170 cm dengan IMT 19,7
(normal), klien mengatakan sebelumnya klien berat badannya 63 kg dan saat ini sedang
mengalami penurunan BB. Hasil pengkajian tanda-tanda vital didapatkan bahwa TD 130/90
mmHg, nadi 88 x/m, suhu 36,7 derajat C, RR 19 x/m. Klien sudah sejak 23 tahun lalu
memiliki riwayat DM tidak terkontrol, namun riwayat klien mendapat luka dikakinya kurang
lebih sudah sejak 8 bulan yang lalu SMRS. Hasil pemeriksaan laboratorium yang abnormal
adalah GDS 400 mg/dL dan Hb 10 g/dL.
Keadaan umum klien bersih, klien terlihat memiliki perawatan diri yang baik, kesadaran
klien CM (Compos Mentis), GCS E4V5M6. Klien mengatakan pandangan mata klien yang
sebelah kiri sudah sedikit kabur namun saat ini klien tidak menggunakan kacamata.
Konjungtiva klien terlihat pucat, hidung dan telinga klien tampak bersih dan tidak ada
sumbatan. Mulut klien tampak bersih, gigi klien sudah banyak yang tanggal dan berlubang.
Pada bagian leher klien tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid maupun getah bening.

Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Ketidakberdayaan pada 150
Klien Diabetes Melitus Tipe II Di Ruang Antasena Rumah Sakit DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor
Rachel Satyawati Yusuf, Ice Yulia Wardani
Area dada tampak simetris, bunyi nafas vesikuler, bunyi jantung normal (S1 dan S2).
Bagian abdomen klien terlihat bersih, perut datar, dan bising usus normal ( 6 x/menit), dari
hasil USG abdomen tidak ada pembesaran pada ginjal dan hati. Kekuatan otot ekstremitas
atas dan bawah sangat baik. Terdapat luka di bagian telapak kaki sebelah kiri dengan lebar
diameter 1 cm dengan kedalaman luka 2 cm. Luka tidak ada nanah atau pus tapi terdapat
bleeding di daerah luka. Kaki yang terluka tidak terlihat bengkak dan kemerahan, klien
masih bisa menggerakkan kakinya, kedua kaki klien tampak seperti cakar elang. Klien
mengatakan terkadang merasa nyeri dibagian kaki yang terluka, lukanya terasa senat-senut
namun hanya terasa di daerah luka dan tidak menyebar.
Ny R mengatakan sudah memiliki riwayat DM sejak 23 tahun yang lalu, klien mengetahui
bahwa sudah memiliki riwayat DM saat melahirkan anaknya yang ke 7, klien mengatakan
bahwa selama hamil dari anak yang pertama sampai yang ketujuh BB bayi yang dilahirkan
lebih dari 4 kilogram. Ny R mengatakan bahwa sejak muda ia senang wisata kuliner, makan
kue-kue yang manis, bahkan senang meminum air sirup dingin yang dibuat sendiri dan yang
disimpan di dalam kulkas. Sejak muda ia tidak pernah mengontrol makanan yang dimakan.
Saat ini Ny. R sudah mengetahui bahwa ia terkena penyakit DM, namun ia tidak bisa
mengontrol dan mengendalikan diri untuk mematuhi diet yang seharusnya dilakukan. Ny. R
mengatakan masih sering makan mie pangsit, kue-kue yang manis, es sirup manis, dan kalau
ada acara keluarga atau kondangan, ia tidak bisa membatasi dan menghindari makanan-
makanan yang disediakan. Ny R mengatakan bahwa ia rutin untuk memeriksakan dirinya ke
poli DM RSMM karena keluarga selalu bisa menemani dan mengantarnya. Dengan kondisi
sakitnya saat ini, klien mengatakan lelah, bosan, dan capek menghadapi penyakit DM nya.
Klien juga mengatakan, mengapa Tuhan memberikan ia penyakit DM, sehingga ia tidak
dapat melakukan hobinya untuk berwisata kuliner lagi. Klien mengatakan sejak muda ia
sangat hobi makan dan wisata kuliner. Klien juga mengungkapkan bahwa ia sering
meminum air es sirup manis dingin selagi muda. Menyadari kondisi yang ada, klien
mengatakan merasa sedih karena dirinya tidak dapat melakukan aktivitas-aktivitas
seproduktif dulu. Kadar nilai gula darah yang tidak stabil dan tidak terkontrol (>200),
membuat tubuh klien terasa lemas dan lesu sehingga klien mendapatkan terapi insulin
nevorapid 3 x 10 unit. Klien mengatakan kepada perawat bahwa ia sebenarnya tahu
mengenai makananmakanan yang harus dihindari dan makanan yang harus dijauhi, akan
tetapi ia merasa tidak mampu mengontrol dan mengendalikan keinginannya, sehingga ia
tidak mematuhi diit yang seharusnya dipatuhi.

Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Ketidakberdayaan pada 151
Klien Diabetes Melitus Tipe II Di Ruang Antasena Rumah Sakit DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor
Rachel Satyawati Yusuf, Ice Yulia Wardani
Perasaan lelah,bosen, capek, dan tidak mampu merupakan tanda dan gejala ketidakberdayaan.
Proses keperawatan selanjutnya adalah dengan memberikan intervensi berpikir positif dan
afirmasi positif. Berdasarkan hasil intervensi yang diberikan klien mau dan mampu
melakukan teknik berpikir positif serta afirmasi positif.

DISKUSI
Ketidakberdayaan merupakan salah satu masalah psikososial yang dapat muncul karena
penyakit kronis. DM merupakan salah satu penyakit kronis yang dapat membuat tubuh
menjadi lemah dan mengakibatkan adanya masalah psikososial yaitu ketidakberdayaan.
Penyakit DM merupakan penyakit menahun yang bersifat degeneratif atau tidak dapat
disembuhkan, tetapi kadar gula dalam darah diperlukan pengobatan teratur, pola hidup sehat,
dan pengetahuan yang tepat bagi penderita DM tentang diet DM (Purwanto, 2011). Dampak
yang dapat ditimbulkan dari penyakit DM yaitu munculnya masalah fisik dan masalah
psikososial.

Menurut Michael (2008), masyarakat pedesaan memiliki akses terbatas untuk berbelanja di
toko dan jarang terpapar oleh makanan yang cepat saji dan serba instan. Masyarakat
pedesaan juga masih tetap mematuhi pola diet rendah lemak dan tinggi serat. Berbeda
dengan masyarakat di pedesaan, masyarakat di perkotaan sudah terpapar dan sering
mengkonsumsi makanan serba instan dan cepat saji yang mengandung banyak gula dan
lemak (Ginanjar, 2009). Pola makan yang tidak seimbang pada masyarakat perkotaan ini
dapat menimbulkan peningkatan penyakit degeneratif khususnya penyakit DM yang
nantinya akan menyebabkan munculnya masalah psikososial ketidakberdayaan. Dari
pengertian di atas, penulis berpendapat bahwa terdapat perbedaan ketidakberdayaan
masyarakat pedesaan dan perkotaan terkait dengan pola hidup (pola makan). Masyarakat
perkotaan cenderung lebih sulit untuk mengubah pola makan dibandingkan dengan
masyarakat pedesaan, hal ini disebabkan karena masyarakat di daerah perkotaan sudah
terpapar dengan makanan yang serba instan dan cepat saji. Berdasarkan pengkajian yang
dilakukan oleh penulis, penyakit kronis pada DM dapat menyebabkan perubahan pada gaya
hidup dan berbagai macam respon psikososial pada klien, salah satunya adalah masalah
ketidakberdayaan. Proses keperawatan yang dilakukan dan dilaksanakan oleh penulis
kepada Ny R dimulai dari tanggal 11 Mei – 16 Mei 2015, kurang lebih selama 7 hari.

Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Ketidakberdayaan pada 152
Klien Diabetes Melitus Tipe II Di Ruang Antasena Rumah Sakit DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor
Rachel Satyawati Yusuf, Ice Yulia Wardani
Masalah psikososial yang ditemukan pada Ny R adalah ketidakberdayaan.
Ketidakberdayaan muncul ketika seseorang mengalami penyakit kronis, salah satunya
adalah penyakit DM. Penyakit DM dapat menimbulkan berbagai komplikasi, sehingga
menyebabkan seseorang tidak dapat melakukan berbagai aktifitas dan peran yang
semestinya dijalani. Kondisi ini dapat membuat seseorang merasa tidak berdaya dan tidak
mampu. Hal ini merupakan salah satu tanda dan gejala seseorang jatuh dalam kondisi
ketidakberdayaan. Menurut penelitian Livneh & Antonak (2005), seseorang yang menderita
penyakit kronis dan keterbatasan fisik dapat mengalami masalah fisik, psikologis, finansial,
edukasi, dan terutama berkaitan dengan kualitas hidup mereka. Penulis melakukan
pengkajian pada Ny R yang berusia 57 tahun. Ny R masuk kedalam usia dewasa
pertengahan. Usia seseorang pada kelompok dewasa menengah merupakan usia yang sangat
matang baik dalam hal pengalaman hidup, pengambilan keputusan, dan dalam hal
menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Kemampuan kognitif dan kemampuan perilaku
sangat dipengaruhi oleh tahap perkembangan seseorang (Edelman & Manl, 1994, dalam
Potter & Perry, 2010). Dari hasil penelitian, umur seseorang menunjukkan kematangan
dalam berpikir dan bertindak sehingga semakin bertambah usia, seharusnya individu dapat
semakin matang dalam menyelesaikan persoalan hidupnya.

Klien kelolaan yang penulis rawat adalah Ny R dengan jenis kelamin perempuan. Menurut
penulis jenis kelamin sangat mempengaruhi respon seseorang terhadap stres dan
ketidakberdayaan. Wanita memiliki perasaan lebih sensitif dan peka terhadap stressor, hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Livneh & Antonak (2005) yang menyatakan
bahwa perempuan lebih banyak memberikan respon yang negatif terhadap stres yang
dihadapi daripada laki-laki. Berdasarkan hasil pengkajian, diagnosa keperawatan yang
ditemukan pada Ny R adalah ketidakberdayaan. Secara subyektif, klien mengatakan bahwa
klien mengatakan sudah lelah, bosan, dan capek menghadapi penyakit DM nya, klien
mengatakan tidak mampu untuk mengontrol dan mengendalikan dirinya untuk berhenti
makan dan minum yang manis, dan klien juga mengatakan tidak dapat menghasilkan apa-apa
selama berada di RS. Hal ini sesuai dengan definisi ketidakberdayaan yang diungkapkan oleh
Carpenito (2008) yang menyatakan bahwa ketidakberdayaan merupakan kondisi seseorang
yang merasa kurang mengontrol kejadian, pribadi, ataupun situasi yang memberi dampak
pada pandangan, tujuan, dan gaya hidup. Penulis menegakkan diagnosis ketidakberdayaan

Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Ketidakberdayaan pada 153
Klien Diabetes Melitus Tipe II Di Ruang Antasena Rumah Sakit DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor
Rachel Satyawati Yusuf, Ice Yulia Wardani
kepada klien kelolaan berdasarkan respon verbal dan objektif klien yang mengarah pada
kondisi ketidakberdayaan.

Penelitian terkait ketidakberdayaan juga dilakukan oleh Braga & Da Cruz (2008) terkait
pengembangan instrumen untuk menilai diagnosa keperawatan ketidakberdayaan pada
klien usia dewasa di ruang rawat bedah. Hasil penelitian yang dilakukan pada 210
responden, menunjukkan bahwa ketidakberdayaan sering dipersepsikan secara subyektif
dengan ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan dan ketidakmampuan untuk
mengontrol perasaan emosional. Respon yang dimiliki oleh klien terhadap sakitnya adalah
rasa tidak bermakna dan rasa tidak mampu untuk mengontrol dirinya dalam menghadapi
penyakitnya, sehingga penulis menetapkan diagnosa keperawatan psikososial utama adalah
ketidakberdayaan. Hal ini sesuai dengan NANDA (2012) yang menyatakan bahwa
ketidakberdayaan adalah suatu pengalaman tentang kurangnya kontrol seseorang terhadap
situasi termasuk persepsi bahwa sesuatu tidak akan bermakna dan mampu mempengaruhi
hasil yang ingin dicapai.

Penulis melakukan intervensi tindakan keperawatan sesuai dengan standar asuhan


keperawatan pada klien yang mengalami masalah ketidakberdayaan, dimana standar
asuhan keperawatan tersebut terdiri dari dua strategi pelaksanaan.Tindakan pertama yang
dilakukan pada klien yaitu dengan melakukan pendekatan terapeutik serta melakukan
pengkajian ketidakberdayaan serta latihan beripikir positif. Tindakan kedua yang dilakukan
adalah mengevaluasi perasaan ketidakberdayaan, menjelaskan manfaat mengembangkan
harapan positif dan latihan mengontrol perasaan ketidakberdayaan. Tindakan yang
dilakukan pada keluarga yaitu menjelaskan kondisi klien mengenai ketidakberdayaan,
menjelaskan cara merawat klien dengan masalah ketidakberdayaan, serta menjelaskan
kepada keluarga bagaimana melatih mengontrol perasaan
ketidakberdayaan pada klien (FIK UIRSMM, 2012).

Penulis melakukan pendekatan teraupetik terlebih dahulu untuk membina hubungan saling
percaya pada klien dan keluarga sebelum melalukan pengkajian dan tindakan pada klien.
Komunikasi teraupetik sangat dibutuhkan untuk membina hubungan baik dengan klien
ataupun keluarga klien agar terbina rasa saling percaya antara klien dan perawat. Menurut
Potter & Perry (2010), komunikasi teraupetik merupakan proses dimana perawat

Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Ketidakberdayaan pada 154
Klien Diabetes Melitus Tipe II Di Ruang Antasena Rumah Sakit DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor
Rachel Satyawati Yusuf, Ice Yulia Wardani
menggunakan pendekatan terencana dalam mempelajari klien. Komunikasi teraupetik ini
dapat mengembangkan hubungan interpersonal antara klien dan perawat dan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari proses keperawatan.

Latar belakang sosial budaya yang sama turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi antara
perawat dengan klien kelolaannya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Potter &
Perry (2010), dimana faktor yang mempengaruhi komunikasi antara lain persepsi, nilai, latar
belakang budaya, pengetahuan, peran, dan lokasi interaksi. Persamaan budaya dan bahasa
dapat mempermudah dalam merawat klien. Menurut Arnold & Boggs (2007), sentuhan
teraupetik juga dibutuhkan dalam merawat klien untuk menjaga kepercayaan klien pada
perawat sehingga komunikasi dapat berjalan dengan lancar.

Tindakan selanjutnya yaitu dengan melatih klien untuk berpikir positif dan mengembangkan
harapan positif (afirmasi positif). Berpikir positif diharapkan dapat menyingkirkan pemikiran
yang negatif dari diri klien sehingga klien mampu mengambil keputusan dan dapat mencapai
tujuan yang realistis dalam hidup serta mampu mengontrol rasa ketidakberdayaan dengan
mengendalikan situasi yang masih dapat dilakukan oleh klien.

Dalam pemberian tindakan, penulis menanamkan pemikiran-pemikiran positif yang ada


dalam diri klien sehingga klien dapat mengembangkan harapan positif dalam kehidupan
yang akan dijalaninya nanti. Menurut Naseem & Khalid (2010) dimensi baru yang berfokus
pada berpikir positif, emosi positif, dan kualitas perilaku positif akan meningkatkan potensi
manusia dalammengatasi stres dan meningkatkan kesehatan. Dengan berpikir positif, stres
akan berkurang dan mampu untuk mengatasi suatu masalah secara efektif.

Berpikir positif memiliki banyak keuntungan dalam meningkatkan kesehatan individu.


Menurut Mayo Clinic (2011), berpikir positif sangat bermanfaat bagi kesehatan, karena
orang-orang yang berpikir positif dapat menyebabkan perubahan gaya hidup menjadi lebih
sehat. Dengan menghindari perilaku yang tidak sehat, individu dapat meningkatkan
kesehatan dan kesejahteraannya. Sedangkan menurut Sagestorm & Sephton (2010), dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa berpikir positif memiliki efek yang kuat pada tubuh,
khususnya meningkatkan imunitas tubuh.

Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Ketidakberdayaan pada 155
Klien Diabetes Melitus Tipe II Di Ruang Antasena Rumah Sakit DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor
Rachel Satyawati Yusuf, Ice Yulia Wardani
Sagestrom dan Sephton menemukan bahwa orang-orang yang optimis dan berpikir secara
positif dalam hidup mereka respon kekebalan tubuhnya lebih kuat daripada mereka yang
memiliki pandangan negatif terhadap situasi dalam hidupnya. Penelitian yang dilakukan
oleh Sagestrom & Septhon
(2010) terhadap 124 responden menunjukkan adanya korelasi positif antara sikap optimis
dengan imunitas tubuh (cell mediated immunity). Adanya hubungan yang dinamis antara
sikap optimis dengan imunitas tubuh mempunyai implikasi positif terhadap tindakan
psikologis untuk meningkatkan status kesehatan seseorang.

Penulis juga menanamkan harapan positif (afirmasi positif) pada klien. Koh (2004)
mengatakan bahwa afirmasi positif merupakan sebuah proses berpikir dan mendengarkan
atau menulis secara berulang-ulang untuk memberikan penegasan terhadap suatu keyakinan
yang diharapkan dapat menjadi kenyataan. Dasar sebuah afirmasi positif adalah pemikiran
yang positif. Harapan positif yang diungkapkan oleh klien adalah supaya klien mampu
mengontrol rasa ketidakberdayaannya terhadap penyakit DM nya dan dapat memulai
sesuatu yang bermakna bagi klien dan keluarga klien.

Penulis juga memberikan informasi dan edukasi tentang kondisi penyakit DM yang diderita
klien dan masalah psikososial ketidakberdayaan yang dialami oleh klien kepada keluarga
klien dengan tujuan keluarga klien dapat memberikan dukungan dan motivasi kepada klien
untuk meningkatkan harapan positif dan pemikiran positif dalam kehidupan yang dijalani
oleh klien. Dukungan sosial dari keluarga kepada klien sangat baik. Hal ini memudahkan
penulis untuk memberikan asuhan keperawatan kepada klien, klien menjadi lebih semangat
untuk menjalani perawatan selama berada di RS. Menurut Keliat (2008), dukungan keluarga
sangat membantu mempercepat proses pemulihan individu di RS.

Dari berbagai penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa melakukan pendekatan dan
pengkajian mengenai masalah psikososial ketidakberdayaan, melatih dan menanamkan cara
berpikir positif, serta pemberian tindakan berupa penjelasan dan edukasi mengenai masalah
yang dihadapi dapat membantu individu untuk mengontrol ketidakberdayaannya dan
mengubah perilaku (gaya hidup) ke arah yang lebih baik untuk meningkatkan status
kesehatannya.

Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Ketidakberdayaan pada 156
Klien Diabetes Melitus Tipe II Di Ruang Antasena Rumah Sakit DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor
Rachel Satyawati Yusuf, Ice Yulia Wardani
KESIMPULAN
Ketidakberdayaan merupakan suatu masalah psikososial yang dapat disebabkan oleh
penyakit kronis, salah satunya adalah penyakit DM. DM merupakan salah satu penyakit
degeneratif yang sering muncul pada masyarakat perkotaan akibat tidak seimbangnya pola
hidup khususnya pola makan, jenis makanan yang dikonsumsi, dan kurangnya aktivitas fisik.
Intervensi dan implementasi keperawatan terkait masalah psikososial ketidakberdayaan
pada klien yang menderita DM, berfokus pada bagaimana pendekatan perawat terhadap
klien dan bagaimana perawat melatih klien untuk mengontrol ketidakberdayaannya dengan
mengajarkan klien untuk selalu berpikir positif serta mengembangkan harapan yang positif
dalam hidupnyaPeran serta keluarga dalam memberikan motivasi dan dukungan kepada
klien untuk berpikir positif dan mengembangkan harapan positif sangat efektif mengatasi
masalah psikososial ketidakberdayaan.
Hasil evaluasi pada klien Ny. R dengan masalah psikososial ketidakberdayaan setelah
diberikan latihan berpikir positif dan mengembangkan harapan positif selama kurang lebih 6
hari adalah klien dapat menghilangkan dan mengganti pemikiranpemikiran negatif dari
dalam dirinya dengan pemikiran-pemikiran positif sehingga harapan hidup klien untuk
menjadi lebih baik semakin meningkat.

Terkait dengan kesimpulan yang ada, terdapat beberapa saran yang dapat dijadikan acuan
dalam pengembangan hasil karya ilmiah ini:

1. Pendidikan

Hasil pelaksanaan asuhan keperawatan ini dapat dijadikan evidence based dalam proses
belajar. Perawat dapat memodifikasi asuhan keperawatan khususnya mengenai masalah
psikososial ketidakberdayaan baik bagi klien maupun bagi keluarga. Perawat bisa lebih
aktif dalam menerapkan asuhan keperawatan dengan memodifikasi tindakan keperawatan
baik generalis maupun spesialis serta meningkatkan kemampuan manajemen pelayanan
keperawatan jiwa.

2. Pelayanan

Klien diharapkan dapat menerapkan latihan yang sudah diajarkan oleh perawat agar masalah
psikososial ketidakberdayaan dapat dikontrol. Keluarga memegang peran penting dalam
proses perawatan klien. Berdasarkan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien
Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Ketidakberdayaan pada 157
Klien Diabetes Melitus Tipe II Di Ruang Antasena Rumah Sakit DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor
Rachel Satyawati Yusuf, Ice Yulia Wardani
dengan masalah piskososial ketidakberdayaan, diharapkan institusi pelayanan dapat
memberikan asuhan keperawatan psikososial ketidakberdayaan pada klien dengan penyakit
kronis.

3. Penelitian

Hasil pelaksanaan asuhan keperawatan klien dengan masalah psikososial ketidakberdayaan


ini dapat dijadikan sebagai evidence based dalam penyelesaian masalah psikososial serupa di
ruangan. Komunikasi teraupetik selama proses pengkajian hingga intervensi dapat diterapkan
dan dilakukan dalam memberikan asuhan keperawatan psikososial. Perlu upaya
pengembangan terkait tindakan keperawatan spesialis untuk mengatasi masalah psikososial
ketidakberdayaan dengan menggunakan pendekatan model keperawatan yang berbeda.

REFERENSI
Alwi, I., Simadibrata, K.M., Setiati, S.,
Setiyohadi, B., Sudoyo, A.W.
(2010). Buku ajar ilmu penyakit
dalam (Jilid III Edisi V).Jakarta : Interna Publishing.
Anderson, E.T. & McFarlane,J. (2006). Buku ajar keperawatan komunitas:
teori dan praktik. Alih bahasa : Agus Sutarna, Edisi 3. Jakarta. EGC
Arnold, E.C., & Boggs, K.U. (2007). Interpersonal Relationships:
Professional Communication Skills for Nurses. 5th ed. St. Louis, Missouri:
Saunders Elsevier.
Bahtiar. H. (2011). Urbanisasi dan kemiskinan.
http://zaenuri04.wordpress.com/201 1/11/29/masalah-urbanisasi diakses pada tanggal
26 Mei 2015 pada pukul 07.00 WIB.
Braga, C.F., & Da Cruz, D.A.L. (2008). Powerlessness assesment tool for adult patients.
http://www.scielo.br/pdf/reeusp/v.4 3nspe/ena103ns.pdf diakses pada tanggal 08 Juni 2015
pada pukul 09.00 WIB
Carpenito, L.J. (2008). Handbook of nursing diagnosis. (12 th
edition). Philadelphia.
Lippincott
Company.

Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Ketidakberdayaan pada 158
Klien Diabetes Melitus Tipe II Di Ruang Antasena Rumah Sakit DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor
Rachel Satyawati Yusuf, Ice Yulia Wardani
Depkes RI. (2010). Laporan nasional riset kesehatan dasar. Jakarta Doenges, M. E.,
Moorhouse, M.F., & Geissler, A.C. (2000). Rencana asuhan
keperawatan: pendokumentasian untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien (ed.3). Jakarta : EGC

FIK-UI, RSMM (2012). Standar asuhan keperawatan psikososial. Kerjasama


Rumah Sakit
Marzoeki Mahdi Bogor dengan mahasiswa program Magister FIK UI. Tidak
dipublikasikan.
Ginanjar, G.W. 2009. Obesitas pada anak. http://www.indonesian
publichealth.com yang diakses pada tanggal 28 Juni 2015 pada pukul
07.00 WIB.
Keliat, B.A. (2008). Gangguan konsep diri. Jakarta: EGC.
Koh, K. (2004). Lazy man’s affirmation book.www.subconciouessecret.com diakses
pada tanggal 09 Juni 2015 pada pukul 10.15 WIB.
Livneh, H. & Antonak, F.R. (2005). Psychosocial adaptation to chronic ilness and
disability: a primer for counselor. Journal of counseling & development.
Winter 2005 volume
83.
Maria, L. (2013). Penyakit tidak menularmendominasi penyakit di
perkotaan. Indonesia raya news.com/news/kesehatan/05-01 2013-18-
24/ diunduh pada tanggal 16 Mei 2015 pada pukul 20.00
WIB.
Mayo Clinic. (2011). Positive thingking:
Reduce stress by eliminating negative self-talk. Found online at
http://www.mayoclinic.com/healt h/positive-thingking/SR00009. Diakses
pada tanggal 09 Juni2015 pukul 10.00 WIB Michael, J.G. 2008. Gizi Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: EGC NANDA. (2012). Nursing diagnoses: definition and
classification 2012 2014. Philadelphia- USA.
Nanda International.
Potter, P. & Perry, A.G. (2010). Buku
ajar
fundamental keperawatan: konsep,

Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Ketidakberdayaan pada 159
Klien Diabetes Melitus Tipe II Di Ruang Antasena Rumah Sakit DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor
Rachel Satyawati Yusuf, Ice Yulia Wardani
proses, dan praktik. Jakarta:
Penerbit EGC.
Purwanto, N.H. (2011). Hubungan pengetahuan tentang diet diabetes
melitus dengan kepatuhan pelaksanaan diet pada penderita diabetes melitus.
Jurnal Keperawatan, 01 (01),3-4
Sagestrom, S. & Septhon, S. (2010). Optimistic expectancies and cell mediated immunity:
the role of
positive affect. Psychological science, 21 (3). 448-55.
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G (2003). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical
Nursing,
(10th ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Suyono, S., et.al. (2011).Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu.(Edisi kedua).Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Suyono, S. (2009). Kecenderungan peningkatan jumlah penyandang diabetes,dalam
penatalaksanaan diabetes melitus terpadu.Jakarta:
Balai penerbit FK UI.

Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Ketidakberdayaan pada 160
Klien Diabetes Melitus Tipe II Di Ruang Antasena Rumah Sakit DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor
Rachel Satyawati Yusuf, Ice Yulia Wardani

Anda mungkin juga menyukai