Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


PRAKTEK PROFESI NERS KEPERAWATAN MATERNITAS

DISUSUN OLEH

VAULYN JOVANDA
1611116102

Hari /Tanggal Dinas: Jum’at-Selasa/ 23 Oktober – 27 Oktober 2020


Pembimbing: Sri Utami, M.Biomed

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
Postpartum Haemorrhage

A. Defenisi dan Insiden Penyakit


Potpartum Haemorrhage (PPH) atau Perdarahan postpartum adalah
perdarahan atau hilangnya darah sebanyak 500 cc yang terjadi setelah anak
lahir sebelum, selama atau sesudah kelahiran plasenta. Perdarahan post
partum sendiri dapat dibagi atas perdarahan post partum primer yang terjadi
dalam 24 jam setelah bayi lahir, dan perdarahan post partum sekunder yang
terjadi lebih dari 24 jam sampai dengan 6 minggu setelah kelahiran bayi.
Perdarahan post-partum (PPH) merupakan salah satu trias klasik penyebab
kematian ibu. Beberapa faktor risiko PPH khususnya riwayat antenatal dan
postnatal, eklampsia merupakan faktor risiko PPH terkuat. Placenta previa,
ketuban pecah dini, kehamilan prematur atau post-term, serta paritas yang
tinggi juga meningkatkan risiko PPH (Health Science Indonesia, 2011).
Menurut WHO, Negara yang berkembang memiliki angka kematian ibu
25% kematian ibu itu disebabkan oleh Perdarahan Post Partum. Terhitung
lebih dari 100.000 kematian maternal pertahun. Menurut bulletin “american
collage of obstetrician and gynecologists” menempatkan perkiraan 140.000
kematian ibu pertahun. Di Provinsi Sumatera Utara AKI dalam 7 tahun
terakhir (2002-2008) menunjukkan kecenderungan penurunan, dari 360 per
100.000 menjadi 260 per 100.000 kelahiran hidup yang masih lebih tinggi
bila dibandingkan rata-rata nasional tahun 2007 yaitu 228 per 100.000
kelahiran hidup (Dinkes Provsu, 2009).
B. Etiologi
1. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana lemahnya kontraksi
rahim yang menyebabkan uterus tidak dapat menghentikan perdarahan
yang terjadi dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta
lahir. Faktor predisposisinya adalah regangan rahim berlebihan yang
diakibatkan kehamilan gemeli, polihidramnion atau bayi terlalu besar,
kehamilan grande multipara, kelelahan persalinan lama, ibu dengan
anemis atau menderita penyakit menahun, infeksi intra uterin, mioma
uteri.
2. Inversio Uteri
Inversio uteri adalah suatu keadaan dimana lapisan dalam uterus
(endometrium) turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang
dapat bersifat inkomplit sampai komplit. Faktor predisposisi yang
memungkinkan dapat terjadinya adalah adanya atonia uteri, serviks yang
masih terbuka lebar, dan adanya kekuatan yang menarik fundus ke bawah
(misalnya disebabkan karena plasenta akreta, inkreta dan perkreta yang
tali pusatnya ditarik keras dari bawah atau karena adanya tekanan pada
fundus uteri dari atas (manuver crede) atau tekanan intraabdominal yang
keras dan tiba-tiba (misalnya batuk keras dan bersin).
3. Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta belum
lahir dalam waktu setengah jam setelah kelahiran bayi. Plasenta belum
terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam
4. Perdarahan Akibat Trauma Jalan Lahir
Beberapa faktor penyebab terjadinya perdarahan akibat trauma
jalan lahir yaitu ruptura uteri, ruptura serviks, hematoma, perlukaan
vagina, vulva dan perineum, episiotomi, trauma lain (ruptura vesika
urinaria).
5. Perdarahan Karena Gangguan Pembekuan Darah
Hal ini dicurigai apabila penyebab yang lain dapat disingkirkan
apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada
persalinan sebelumnya. Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan
setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul
hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga
hidung, dan lain-lain.
C. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang mungkin terjadi adalah kehilangan darah dalam
jumlah banyak (500 ml), nadi lemah, haus, pucat, lochea warna merah,
gelisah, letih, tekanan darah rendah ekstremitas dingin, dapat pula terjadi
syok haemorrhage.
1. Menurut Mochtar (2001) gejala klinik berdasarkan penyebab ada lima
yaitu:
a. Antonia Uteri
Uterus berkontraksi lembek, terjadi perdarahan segera setelah
lahir.
b. Robekan Jalan Lahir
Terjadi perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah
bayi lahir, kontraksi uterus baik, plasenta baik. Gejala yang kadang-
kadang timbul pucat, lemah, menggigil.
c. Retensio Plasenta
Plasenta belum lahir selama 30 menit, perdarahan segera,
kontraksi uterus baik.
d. Tertinggalnya Sisa Plasenta
Selaput yang mengandung pembuluh darah ada yang
tertinggal, perdarahan segera. Gejala yang kadang-kadang timbul
uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
e. Inversio Uterus
Dijumpai pada kala III atau postpartum dengan gejala nyeri
yang hebat, perdarahan banyak bisa juga terjadi syok, apalagi bila
plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan
dapat terjadi strangulasi dan nekrosis. Pada pemeriksaan dalam bila
masih dalam inkomplit, maka pada daerah simfisis uterus teraba
fundus uteri cekung ke dalam, bila komplit, di atas simfisis uterus
teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak, kavum uteri
sudah tidak ada (terbalik).
2. Tanda dan Gejala
Terjadi perdarahan rembes atau mengucur, saat kontraksi uterus
keras, darah berwarna merah muda, bila perdarahan hebat timbul syok,
pada pemeriksaan inspekulo terdapat robekan pada vagina, serviks atau
varises pecah dan sisa plasenta tertinggal.
D. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk
meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus
menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh
darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi
terus menerus. Trauma jalan lahir seperti episiotomi yang lebar, laserasi
perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya
pembuluh darah, penyakit darah pada ibu misalnya afibrinogemia atau
hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membanu
proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan post
partum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan
shock hemoragik.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan perdarahan post partum dapat dilakukan sesuai dengan
penyebab dari perdarahan post partum:
1. Atonia Uteri
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah:
a. Pemijatan uterus
b. Oksitosin dapat diberikan
c. Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan transfusi sesuai kebutuhan
jika perdarahan terus berlangsung, memastikan plasenta lahir
lengkap, jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta, sisa plasenta
tersebut harus dikeluarkan, uji pembekuan darah sederhana.
d. Jika perdarahan terus berlangsung kompresi bimanual internal atau
kompresi aorta abdominalis.
e. Jika perdarahan masih berlangsung setelah dilakukan kompresi,
ligasi arteri uterina dan ovarika, histerektomi jika terjadi perdarahan
yang mengancam jiwa.
2. Invesio Uteri
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah:
a. Memanggil bantuan anestesi dan memasang infus untuk cairan/darah
pengganti dan pemberi obat.
b. Memberikan tokolitik/MgSO4 untuk melemaskan uterus yang
terbalik sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong
endometrium ke atas masuk ke dalam vagina dan uterus melewati
serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada posisi
normalnya. Hal itu dapat dilakukan sewaktu plasenta sudah terlepas
atau tidak.
c. Di dalam uterus, plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil
dikeluarkan dari rahim dan sambil memberikan uterotonika lewat
infus atau IM, tangan tetap dipertahankan agar konfigurasi uterus
kembali normal dan tangan operator baru dilepaskan.
d. Pemberian antibiotika dan transfusi darah sesuai dengan kebutuhan.
e. Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan servika yang keras
menyebabkan manuver diatas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan
laparotomi untuk mereposisi, dan apabila terpaksa dilakukan
histerektomi jika uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis.
3. Retensio Plasenta
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah:
a. Segera setelah bayi lahir, cek bayi kedua. Setelah dipastikan tidak
ada bayi kedua, suntikkan oksitosin 10 IU secara Intra Muskular di
1/3 paha atas lateral.
b. Lakukan Peregangan Tali Pusat (PTT), 15 menit setelah bayi lahir
plasenta belum lahir juga, suntikkan kembali oksitosin dosis kedua
10 IU secara IM di 1/3 paha atas lateral sebelah lainnya.
c. Kembali lakukan PTT ulang ketika ada his. 15 menit plasenta belum
lahir juga, periksa perdarahan. Jika terdapat perdarahan aktif
diagnosa kasus tersebut adalah retensio plasenta. Jika tidak terdapat
perdarahan aktif, maka diagnosa kasus tersebut adalah akreta
plasenta.
d. Pasang infus RL 500 cc + oksitosin 10 IU drip, 40 TPM. Berikan
propenit suppositoria untuk meredakan nyeri. Gunakan sarung
tangan ginekologi (sarung tangan panjang).
e. Regangkan tali pusat dengan tangan kiri, tangan kanan menyusuri
tali pusat secara obstetrik masuk kedalam vagina. Setelah tangan
kanan sampai di serviks, minta asisten untuk memegang tali pusat,
dan tangan kiri penolong berada di fundus.
f. Tangan kanan terus menyusuri tali pusat hingga bertemu dengan
pangkal tali pusat (insersi tali pusat). Buka tangan seperti orang
bersalaman dengan ibu jari menempel jari telunjuk.
g. Carilah bagian plasenta yang sudah terlepas. Lepaskan plasenta
dengan cara menyisir mulai dari bagian plasenta yang terlepas
dengan sisi ulna (sisi kelingking). Setelah semua plasenta terlepas,
bawa plasenta sedikit kedepan.
h. Tangan kanan kembali kebelakang untuk mengeksplorasi ulang
apakah plasenta sudah terlepas semua. Jika teraba licin, berarti
plasenta sudah terlepas semua.
i. Keluarkan plasenta dengan tangan kanan. Tangan kiri pindah diatas
supra simpisis untuk menahan agar tidak terjadi inversio uteri.
j. Setelah plasenta keluar dari uterus, tangan kiri mendorong uterus di
atas simpisis kearah dorso kranial untuk mengembalikan posisi
uterus ke tempat semula. Setelah plasenta keluar, segera lakukan
masase 15 kali searah jarum jam.
4. Perdarahan Akibat Trauma Jalan Lahir
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah:
a. Ruptura uteri
Terapinya adalah mempersiapkan infus transfusi darah,
antibiotika adekuat dan anti peritika, laparatomi setelah keadaan
umum optimal, tujuannya histerektomi dan mengeluarkan janin dan
plasenta, histerorafi untuk luka bersih atau baru dan masih ingin
punya anak.

b. Ruptura serviks
Terapinya adalah ruptura serviks ditarik keluar sehingga
tampak jelas, ruptura serviks dijahit kembali tanpa melibatkan
endoserviks, untuk memastikan kesembuhan dan menghentikan
perdarahan dapat dipasang tampon vagina selama 24 jam.
c. Hematoma
Terapinya adalah pada hematoma kearah bagian dalam sekitar
parametrium, retroperineal, perlu dilakukan laparatomi, untuk
mencari dan menghentikan sumber perdarahan, hematoma sekitar
vagina, vulva, dan perineum perlu dilakukan evaluasi untuk mencari
sumber dan menghentikan perdarahannya, hematoma kecil pada
vulva mungkin dapat diabsorbsi.
d. Perlukaan vagina, vulva dan perineum
Terapinya adalah sumber perlukaan dijahit kembali sehingga
dapat menghentikan perdarahan, menghindari infeksi,
mengembalikan fungsinya sebagai alat reproduksi.
e. Episiotomi
Terapinya adalah luka episiotomi harus dijahit kembali untuk
mengembalikan fungsi alat reproduksi dan menghilangkan sumber
perdarahannya, mengurangi sebanyak mungkin infeksi.
f. Trauma lain
Terapinya simfisolisis konservatif dengan jalan mengikat
bokong sekuatnya sehingga simfisis mendekat dan akan sembuh
sendiri. Profilaksis untuk kehamilan selanjutnya harus operasi.
g. Perdarahan karena gangguan pembekuan darah
Terapi yang dilakukan adalah dengan transfusi darah dan
produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen dan
heparinisasi atau pemberian EACA (epsilon amino caproic acid).
F. Komplikasi
Komplikasi perdarahan post partum primer yang paling berat yaitu
syok. Bila terjadi syok yang berat dan pasien selamat, dapat terjadi
komplikasi lanjutan yaitu anemia dan infeksi dalam masa nifas. Infeksi dalam
keadaan anemia bisa berlangsung berat sampai sepsis. Pada perdarahan yang
disertai oleh pembekuan intravaskular merata dapat terjadi kegagalan fungsi
organ-organ seperti gagal ginjal mendadak.
G. Faktor Predisposisi Perdarahan Postpartum
Faktor yang mempengaruhi perdarahan post partum adalah:
1. Usia
Wanita yang melahirkan anak pada usia lebih dari 35 tahun
merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum yang
dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia
diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami
penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal.
2. Paritas
Salah satu penyebab perdarahan post partum adalah multiparitas.
Paritas menunjukan jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai
batas viabilitas dan telah dilahirkan. Hal yang menentukan paritas adalah
jumlah kehamilan yang mencapai viabilitas, bukan jumlah janin yang
dilahirkan. Uterus yang telah melahirkan banyak anak, cenderung bekerja
tidak efesien dalam semua kala persalinan.
3. Anemia
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan
nilai hemoglobin di bawah nilai normal, dikatakan anemia jika kadar
hemoglobin kurang dari 11 g/dl. Kekurangan hemoglobin dalam darah
dapat menyebabkan komplikasi lebih serius bagi ibu baik dalam
kehamilan, persalinan, dan nifas. Oksigen yang kurang pada uterus akan
menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi dengan adekuat
sehingga dapat timbul atonia uteri yang mengakibatkan perdarahan post
partum.
4. Riwayat persalinan
Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan dengan
hasil kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang
dulu buruk petugas harus waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam
persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan yang buruk ini
dapat berupa abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio
caesarea, persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah
mengalami perdarahan ante partum dan post partum.
5. Bayi makrosomia
Bayi besar adalah bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000 gram.
Menurut kepustakaan bayi yang besar baru dapat menimbulkan dytosia
kalau beratnya melebihi 4500 gram. Kesukaran yang timbul dalam
persalinan adalah karena besarnya kepala atau besarnya bahu. Karena
regangan dinding rahim oleh anak yang sangat besar dapat menimbulkan
inertia dan kemungkinan perdarahan postpartum lebih besar.
6. Kehamilan ganda
Kehamilan ganda dapat menyebabkan uterus terlalu meregang,
dengan overdistensi tersebut dapat menyebabkan uterus atonik atau
perdarahan yang berasal dari letak plasenta akibat ketidakmampuan
uterus berkontraksi dengan baik.
H. Pencegahan
1. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan
mengatasi setiap penyakit kronis , anemia, dan lain-lain sehingga pada
saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam keadaan optimal.
2. Mengenal faktor predisposisi perdarahan postpartum seperti multiparitas,
anak besar, hamil kembar, hidroamnion, bekas seksio, ada riwayat
perdarahan post partum sebelumnya dan kehamilan predisposisi tinggi
lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan.
3. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam.
4. Kehamilan risiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan.
5. Kehamilan risiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan
menghindari persalinan dukun.
6. Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi
perdarahan post partum dan mengadakan rujukan sebagaimana mestinya.
I. Prognosis
Prognosis pada penderita perdarahan postpartum sangat bergantung
pada penatalaksanaan yang diberikan. Jika tatalaksana yang diberikan cepat
dan tepat maka tentu saja prognosis pada penderita dengan perdarahan akan
baik pula. Namun apabila tatalaksana yang diberikan tidak adekuat maka
mortalitas akan meningkat.
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Alasan dan Keluhan Masuk Rumah Sakit
Apa yang dirasakan saat itu ditunjukkan untuk mengenali
tanda atau gejala yang berkaitan dengan perdarahan post partum
misalnya antonio uteri, retensio plasenta robekan jalan lahir, vagina,
perineum, adanya sisa selaput plasenta dan biasanya ibu nampak
perdarahan banyak > 500 CC.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Dikaji untuk mengetahui apakah seorang ibu menderita
penyakit yang bisa menyebabkan perdarahan post partum seperti
aspek fisiologis dan psikologisnya.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Dikaji untuk mengetahui apakah seorang ibu pernah menderita
penyakit lain yang menyertai dan bisa memperburuk keadaan atau
mempersulit penyembuhan. Seperti penyakit diabetes melitus dan
jantung.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga
pasien ada yang mempunyai riwayat yang sama.

Pola pengkajian kesehatan menurut sebagai berikut:


1) Aktivitas istirahat
Insomnia
2) Sirkulasi
Kehilangan darah selama proses post partum
3) Integritas ego
Peka rangsang, takut dan menangis sering terlihat 3 hari
setelah melahirkan “post partum blues”.
4) Eliminasi
BAK tidak teratur sampai hari ke 2 dan ke 5
5) Makan dan cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira
sampai hari ke 5.
6) Persepsi sensori
Tidak ada gerakan dan sensori
7) Nyeri dan ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara dan pembesaran dapat terjadi
diantara hari ke 3 sampai hari ke 5 post partum.
8) Seksualitas
a) Uterus diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran
menurun satu jari setiap harinya.
b) Lochea rubra berlanjut sampai hari ke 2
c) Payudara produksi kolustrum 24 jam pertama
9) Pengkajian psikologis
a) Apakah pasien dalam keadaan stabil
b) Apakah pasien biasanya cemas sebelum persalinan dan
masa penyembuhan
10) Data pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit darah, leukosit.

Pengkajian Dasar Data Klien:


1) Sirkulasi
Rembesan kontinu atau perdarahan tiba-tiba. Dapat
tampak pucat, anemik.
2) Ketidaknyamanan
Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan),
ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma).
3) Keamanan
Pecah ketuban dini

4) Seksualitas
Tinggi fundus atau keadaan uterus gagal kembali pada ukuran
dan fungsi kehamilan.
Pemeriksaan diagnostik:
1) Golongan darah
Menentukan Rh, golongan ABO dan pencocokan silang
2) Jumlah darah lengkap
3) Kultur uterus dan vaginal
Mengesampingkan infeksi pasca partum
4) Urinalisis
Memastikan kerusakan kandung kemih
5) Profil koagulasi
Peningkatan degeradasi kadar produk fibrin/produk spilit fibrin
(SDP/FSP).
6) Sonografi
Menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskuler berlebihan.
b. Resiko syok (hipovolemik) b.d penurunan aliran darah ke jaringan.
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan b.d hipovolemia.
d. Intoleransi aktifitas b.d penurunan suplai oksigen keseluruh tubuh.
e. Defisit perawatan diri b.d kelemahan
f. Resiko infeksi b.d trauma jaringan, stasis cairan tubuh, penurunan
Hb.
g. Nyeri akut b.d trauma/distensi jaringan
h. Ansietas b.d perubahan dalam fungsi peran
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


Keperawatan
1. Kekurangan volume a. Tujuan: Manajemen Hipovolemia:
cairan b.d kehilangan 1) Fluid balance a. Observasi
vaskuler berlebihan. 2) Hydration 1) Periksa tanda dan
3) Nutritional Status: gejala hipovolemia
Food and Fluid (mis. Frekuensi nadi
4) Intake meningkat, nadi teraba
b. Kriteria Hasil: lemah, tekanan darah
1) Mempertahankan menurun, tekanan nadi
urine output sesuai menyempit, turgor
dengan usia dan BB, kulit menurun,
BJ urine normal, HT membran mukosa
normal kering, volume urin
2) Tekanan darah, nadi, menurun, hematokrit
suhu tubuh dalam meningkat, haus,
batas normal lemah).
3) Tidak ada tanda-tanda 2) Monitor intake dan
dehidrasi output cairan.
4) Elastisitas turgor kulit
b. Terapeutik
baik, membran 1) Hitung kebutuhan
mukosa lembab, tidak cairan
ada rasa haus yang 2) Berikan posisi
berlebihan modified tredelenburg
3) Berikan asupan cairan
oral
c. Edukasi
1) Anjurkan untuk
memperbanyak
asupan cairan oral
2) Anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis
(mis. NaCl, RL).
2) Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis
(mis. Glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%).
3) Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis.
Albumin, plasmanate)
4) Kolaborasi pemberian
produk darah.
2. Resiko syok a. Tujuan: Pencegahan Syok:
(hipovolemik) b.d 1) Syok prevention a. Observasi
penurunan aliran 2) Syok management 1) Monitor status
darah ke jaringan. b. Kriteria Hasil: kardiopulmonal
1) Irama jantung dalam (frekuensi dan
batas yang diharapkan kekuatan nadi,
2) Frekuensi nafas dalam frekuensi napas, TD,
batas yang diharapkan MAP)
3) Irama pernapasan 2) Monitor status
dalam batas yang oksigenasi (oksimetri
diharapkan nadi, AGD).
4) Natrium serum dbn 3) Monitor status cairan
5) Kalium serum dbn (masukan dan
6) Klorida serum dbn haluaran, turgor kulit,
7) Kalsium serum dbn CRT)
8) Magnesium serum dbn 4) Monitor tingkat
9) PH darah serum dbn kesadaran dan pupil
5) Periksa riwayat alergi
Hidrasi, indikator: b. Terapeutik
1) Mata cekung tidak 1) Berikan oksigen untuk
ditemukan mempertahankan
2) Demam tidak saturasi oksigen >94%
ditemukan 2) Persiapkan intubasi
3) TD dbn dan ventilasi mekanis,
4) Hematokrit dbn jika perlu
3) Pasang jalur IV, jika
perlu
4) Pasang kateter urine
untuk menilai
produksi urine
c. Edukasi
1) Jelaskan penyebab/
faktor resiko syok
2) Jelaskan tanda dan
gejala awal syok
3) Anjurkan melapor jika
menemukan/
merasakan tanda dan
gejala awal syok
4) Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan oral
5) Anjurkan menghindari
alergen
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
IV
2) Kolaborasi pemberian
transfusi darah
3) Kolaborasi pemberian
antiinflamasi
3. Ketidakefektifan a. Tujuan: Perawatan sirkulasi
perfusi jaringan b.d 1) Circulation status a. Observasi
hipovolemia. 2) Tissue perfusion: 1) Periksa sirkulasi
cerebral perifer (mis. Nadi
b. Kriteria hasil: perifer,
Mendemonstrasikan edema,pengisian
status sirkulasi yang kapiler, warna, suhu,
ditandai dengan: anklebrakial index)
1) Tekanan systole dan 2) Identifikasi faktor
diastole dalam risiko gangguan
rentang yang sirkulasi (mis.
diharapkan Diabetes, perokok,
2) Tidak ada ortostatik orang tua, hipertensi
hipertensi dan kadar kolestrol
3) Tidak ada tinggi)
peningkatan tanda- 3) Monitor panas,
tanda tekanan kemerahan,nyeri
intrakranial (tidak atau bengkak pada
lebih dari 15 mmHg) ektremitas.
b. Terapeutik
Mendemostrasikan 1) Hindari pemasangan
kemampuan kognitif infus pada area
yang ditandai dengan: keterbatasan perfusi
1) Berkomunikasi 2) Hindari pengukuran
dengan jelas dan tekanan darah pada
sesuai dengan ektremitas dengan
kemampuan keterbatasan perfusi
2) Menunjukkan 3) Hindari penekanan
perhatian, dan pemasangan
konsentrasi dan tourniquet pada area
orientasi cedera
3) Memproses 4) Lakukan pencegahan
informasi infeksi
4) Membuat keputusan 5) Lakukan perawatan
dengan benar kaki dan kuku
6) Lakukan hidrasi
Menunjukkan fungsi c. Edukasi
sensori motori cranial 1) Anjurkan
yang utuh: tingkat berolahraga rutin
kesadaran membaik, 2) Anjurkan
tidak ada gerakan- menggunakan obat
gerakan involuter penurun tekanan
darah, antikoagulan,
dan penurunan
kolesterol
3) Anjurkan minum
obat pengontrol
tekanan darah secara
teratur
4) Anjurkan program
rehabilitasi vaskuler
5) Anjurkan program
diet untuk
memperbaiki
sirkulasi (mis.
Rendah lemak jenuh,
minyak ikan omega
3)
6) Informasikan tanda
dan gejala darurat
yang harus
dilaporkan (mis.
Rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat,
luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
4. Intoleransi aktifitas a. Tujuan: Manajemen energi:
b.d penurunan suplai 1) Energy conservation a. Observasi
oksigen keseluruh 2) Activity tolerance 1) Identifikasi gangguan
tubuh. 3) Self care:ADLS fungsi tubuh yang
b. Kriteria Hasil: mengakibatkan
1) Berpartisipasi dalam kelelahan
aktifitas fisik tanpa 2) Monitor kelelahan
disertai peningkatan fisik dan emosional
tekanan darah, nadi 3) Monitor pola dan jam
dan RR tidur
2) Mampu 4) Lokasi dan
melaksanakan ketidaknyamanan
aktivitas sehari hari selama melakukan
(ADLs) secara aktifitas
mandiri b. Terapeutik
3) Tanda-tanda vital 1) Sediakan lingkungan
normal nyaman dan rendah
4) Energy psikomotor stimulus (mis. Cahaya,
5) Level kelemahan suara, kunjungan)
6) Mampu berpindah 2) Lakukan latihan
dengan atau tanpa rentang gerak
bantuan alat. pasif/aktif
7) Status 3) Berikan aktifitas
kardiopulmonari distraksi yang
adekuat menenangkan
8) Sirkulasi status baik 4) Fasilitasi duduk di sisi
9) Status respirasi: tempat tidur, jika tidak
pertukaran gas dan dapat berpindah atau
ventilasi adekuat. berjalan
c. Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan melakukan
aktifitas secara
bertahap
3) Anjurkan
menghubungi perawat
jika tanda dan gejala
kelelahan tidak
berkurang
4) Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi kelelahan
d. Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
K. Web Of Caution

Post partum/masa nifas Kehadiran anggota baru Ansietas

Involusi uterus Kontraksi uterus Laserasi jalan lahir

Pelepasan jaringan
Kontraksi uterus lambat Serviks dan vagina
endometrium
Atonia uteri
Lokhea Keluar Port de entry kuman
Robekan jalan lahir
Kurang perawatan Resiko Infeksi

Invasi Bakteri

Perdarahan Nyeri

Volume cairan turun Ketidakefektifan


perfusi jaringan
Anemia akut perifer

HB, O2 turun Daya tahan tubuh


Kuman mudah masuk
menurun

Hipoksia Resiko Infeksi

Kelemahan umum Penurunan nadi, tekanan Resiko syok


darah menurun hipovolemik

Defisit perawatan diri


Kekurangan volume
Intoleransi Aktifitas
cairan
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, A. H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction Jogja.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). (2017). Standar Intervensi


Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia (DPP PPNI).

Utami, S. (2015). Fisiologi dan Patologi Persalinan. Pekanbaru: Unri Press.

Anda mungkin juga menyukai