Fanpage FB : http://facebook.com/NadwaAbuKunaiza
Instagram : https://instagram.com/nadwaabukunaiza
Blog : http://majalengka-riyadh.blogspot.com
•┈┈┈•✦❅✦•┈┈┈•
Isim Isyarah
Daftar Isi
Muannats .....................................................................................................................14
Fungsi Ditambahkan ٰهـ.............................................................................................15
ُوَلء
أ ا...............................................................................................................................18
Kaful Khithab ........................................................................................................... 20
Laamu Bu’di ............................................................................................................... 25
ُهنااdan اك
ُهنا ا................................................................................................................ 28
Isim Isyarah yang Diikuti Isim yang Bersambung dengan ال.........................31
Malhuudzhah ............................................................................................................. 32
•┈┈┈•✦❅✦•┈┈┈•
، اللهم صلّ وسلّم على خري األنبياء، خلق آدم وعلّمه األمساء،احلمد هلل رب األرض ورب السماء
: أما بعد، وعلى الداعني بدعوته إىل يوم اللقاء،وعلى آله وصحابته األجلّاء
Pada kesempatan kali ini kita akan membahas satu pembahasan baru,
bahasa kita juga mengenal kata tersebut yaitu isyarat, ia merupakan isim
sampaikan, dia adalah isim ma’rifah yang tidak pernah bisa menjadi nakirah,
artinya tidak mampu, yakni tidak mampu menjadi nakirah jika asalnya adalah
ma’rifah.
ma’rifah yang paling ma’rifah, setelah lafdzul jalaalah هللا. Yakni isim isyarah
ini diletakkan pada urutan sebelum dhamir, dan isim ‘alam. Mengapa? Karena
semua isim ma’rifah diketahui oleh lawan bicara dengan hatinya. Misalnya ُه او,
dimaksud oleh mutakallim adalah Zaid? Yakni dengan hatinya. Contoh lain ب
اذ اه ا
ازيد, bagaimana lawan bicara tahu bahwa ازيد yang dimaksud adalah ازيد yang
diinginkan pembicara, bukan Zaid yang lainnya? Yaitu dengan hatinya. Begitu
Maka semua isim ma’rifah itu bisa diketahui oleh hati mukhathab,
artinya mukhathab memahami apa dan siapa yang dimaksud oleh mutakallim
tanpa perlu ditunjukkan objeknya. Berbeda dengan isim isyarah, isim isyarah
bisa diketahui dengan 2 hal yaitu dengan hati dan mata. Ketika seseorang
mengatakan: ٰه اذا كتاابmaka kita akan melihat dulu bendanya yaitu kita tujukan
dulu mata kita kepada buku tersebut kemudian baru kita memahaminya
dengan hati.
visual yaitu dengan cara melihat objeknya. Inilah hujjah yang digunakan
sebagian mereka yang menganggap bahwa isim isyarah lebih ma’rifah dari isim
ma’rifah yang lainnya. Di antaranya ini adalah pendapat Ibnu Sarraj di dalam
Namun pendapat ini pendapat yang lemah, bukankah kita tidak bisa
melihat Allah, tapi ketika seseorang menyebut lafadz Allah mustahil bagi kita
terjadi kesamaran di dalam hati kita, “Allah yang mana?” Tidak mungkin ada
pertanyaan seperti itu, karena Allah hanya ada satu dan satu-satunya tidak
ada duanya meskipun kita tidak bisa melihatnya. Namun keyakinan yang
menancap di dalam hati bahwa Allah itu Esa sudah mencukupi, kita tidak
menyebutkan isim isyarah ٰه اذا misalnya, kemudian berhenti maka akan
menimbulkan kesamaran, ٰه اذاyang mana? Karena ada banyak benda yang ada di
hadapannya. Tidak bisa dipahami kecuali setelah disebutkan musyarun
ilaihinya. Apa itu musyarun ilaihi? Yaitu benda yang dia tunjuk, yang dia
maksud. Misalnya ٰه اذا كتااب, atau ٰه اذا الكتااب itu sebabnya isim isyarah juga
disebut dengan isim mubham, yaitu kata yang samar sehingga perlu
disempurnakan dengan musyar ilaihinya baru dia sempurna, sharih dan jelas.
di sini
Isim isyarah adalah isim mabniy, dia menunjukkan pada sesuatu yang
kepadanya.
Kemudian selanjutnya, kita akan melihat apa saja isim isyarah dan ini
penting untuk diketahui khususnya oleh pelajar lanjutan, apa isim isyarah yang
informasi yang diperoleh pertama kali ketika mereka belajar bahasa Arab
yakni ٰه اذاadalah isim isyarah sepenuhnya. Maka sekarang bukan lagi zamannya,
Ulama berselisih pendapat mengenai asal dari isim isyarah, dan berikut
Bashrah) di mana asal isim isyarah adalah اذاuntuk mudzakkar, dan ذيatau ذه
isim isyarah hanya 1 huruf saja yaitu ( ذdzal) saja untuk mufrad mudzakkar
dan ( ذdzal) juga untuk muannats mufradah namun dia berharakat kasrah atau
dengan ت (ta), dengan ذي atau dengan ت (ta) namun tidak menggunakan
huruf mad. Jadi asalnya hanya 1 (satu) huruf saja. Kemudian ditambahkan
dengan nun menjadi اذان, namun sebelum sampai ke mutsanna perlu kita pahami
dulu khilaf di antara 2 madzhab ini.
Adapun Kufiyyun mengatakan bahwa asalnya 1 (satu) huruf saja yaitu ذ
(dzal) tanpa alif untuk mudzakkar dan dia berharakat fathah. Kemudian
untuk muannats adalah ذtanpa huruf ( يya) atau ( تti) satu huruf saja
Dan khilaf ini sebetulnya tidak selesai sampai di sini namun akan melebar
dan akan lebih besar lagi, yakni akan muncul pada bentuk mutsanna ٰه اذان
menurut Bahsriyyun adalah mabniy, sedangkan menurut Kufiyyun adalah ٰه اذان
adalah mu’rab. Awalnya dari sini, sehingga dipahami dulu awalnya (asalnya)
sehingga kita bisa memahami mengapa mereka berselisih tentang i’rab dan
binanya ٰه اذان.
Majmu’atul Fatawa bahwa asal dari isim isyarah adalah اذا sebagaimana
disampaikan oleh Bashriyyun yaitu terdiri dari 2 (dua) huruf yaitu ( اذdzal) dan
( اalif) kemudian lafadz ini muncul lagi di bentuk mutsannanya artinya diulang
lafadz ذااini hanya kemudian ditambahkan dengan huruf ( نnun) menjadi ذاان.
Perhatikan dengan saksama ذاان, ذاا-nya sudah ada pada bentuk mufradnya
mabniy. Sehingga alif di sana bukan alif tatsniyah, sekali lagi alif di sana
adalah alif yang memang sudah ada sejak dia mufrad bukan alif tatsniyah
yang menyebabkan dia mu’rab, karena Bashriyyun juga sepakat kalau ada alif
tatsniyah pada suatu isim itu menyebabkan dia mu’rab namun ذاانalif di sana
bukan alif tatsniyah melainkan alif yang memang sudah ada pada bentuk
mufradnya.
Sehingga اذان bukanlah alif tatsniyah, karena kalau dia alif tatsniyah
semestinya bunyinya adalah اذ اوان bukan اذان karena اذا asalnya kalau dibuat
mutsanna maka harusnya ذا اوان tanpa menghilangkan alif pada bentuk
sebagaimana kita mengatakan أاب menjadi أابـا اوان bukan أ ااِبن, maka kata
Bashriyyun kalau bentuk mutsanna dari ( اذاkalaupun itu ada) maka semestinya
اذ اوانbukan اذان.
Berbeda dengan Kufiyyun dimana isim isyarah menurut mereka hanya ذ
(dzal) saja tanpa alif. ( اalif) di sana pada kata ( ٰه اذاmufrad) fungsinya hanya
dari mudzakkarnya, kalau tidak ada ا (alif) ataupun ي (ya) bagaimana kita
Dan untuk menjaga agar tidak ada isim yang terdiri dari 1 huruf,
sebagaimana ُه او dan ه اي yang pernah kita bahas sebelumnya bahwasanya
dhamir yang sesungguhnya adalah ( هha) saja sedangkan huruf وdan يhanya
sebagai pelengkap untuk menggenapkan supaya dia tidak terdiri dari satu
huruf saja dan juga untuk menunjukkan harakat sebelumnya, dari huruf و
Ini adalah prinsip dari Kufiyyun, karena asalnya hanya ذ (dzal) maka
ketika dibuat mutsanna ٰه اذان, alif pada ٰه اذان adalah alif tatsniyah menurut
ت ٰه اذين
ُ اجاءا ٰه اذان اوارأاي
ٰه اذان, ٰهتاانkeduanya mu’rab tidak seperti isim isyarah yang lainnya, mengapa?
Karena dia mengandung alif tatsniyah.
Kemudian mana pendapat yang dipilih? Dalam hal ini saya lebih sepakat
dengan pendapat Kufiyyun yakni mengikuti jejak As-Suhaily dan Imam Ibnul
setelah Ibnu Taimiyyah berpanjang lebar membahas tentang mabniy-nya ٰه اذان
namun di bab selanjutnya beliau nampak bimbang, beliau mengatakan:
sebelumnya
jarr) sebagaimana isim mutsanna yang lainnya. (maksudnya lafadz ٰه اذين, ) ٰهتاَّي
Ada muncul seperti itu yang membuat beliau agak ragu, kemudian beliau
او اعلى ٰه اذا فاـيا ُكو ُن ِبعارابه لُغاتاان اجاءا ِب اما ال ُقرآن
Kalau begitu maka i’rabnya (khusus untuk mutsanna) itu ada 2 versi di
mana keduanya ada di dalam al-Qur’an (yaitu mabniy atau mu’rab sebagaimana
mutsanna)
hormati pendapat penulis di sini sehingga anggap saja bahwa asal isim isyarah
Adapun huruf ( هha) pada ذهdan تهmenurut Kufiyyun adalah ha-us sakti yang
mana fungsinya untuk memendekkan bacaan.
Kemudian
Perlu kita ketahui mengapa isim isyarah menggunakan huruf ( ذdzal) dan
huruf ( تta)?
Antum semua pasti sudah mengetahui bahwa bab pertama di dalam ilmu
nahwu adalah kalam, dan ini dibahas hampir di semua kitab nahwu diawali
dengan bab kalam. Di sana disebutkan bahwa kalam menurut nuhat (ulama
nahwu) adalah lafadz, sedangkan bahasa isyarat, bahasa tubuh, tulisan, dan
Menurut ahli bahasa semua yang tadi disebutkan itu termasuk ke dalam
kalam. Isyarat, kode, simbol, bahasa tubuh, tulisan dan lainnya ini termasuk
kalam.
melainkan dengan lisan karena kalam menurut mereka adalah dengan lisan
letaknya di ujung lidah seperti huruf ( ذdzal) dan huruf ( تta). Kedua huruf
tersebut muncul di tharful lisan (ujung lidah) untuk menunjukkan benda yang
ingin ditunjukkannya.
Dan ternyata hal tersebut digunakan juga oleh bahasa lain, selain bahasa
Arab misalnya dalam bahasa Indonesia ذاا diterjemahkan dengan “nih” dia
didahului dengan “n” yang terletak di ujung lidah. Biasanya juga ditambahkan
dengan “i”, anggap saja “i” di sini seperti harfu tanbih seperti “ هـini” namun
fokusnya adalah ke huruf “n” tersebut. “n” ini ada di ujung lidah atau kalau dia
untuk menunjukkan benda yang jauh maka menggunakan kata “tuh” didahului
oleh “t” yang juga dia terletak di ujung lidah bisa ditambahkan “i”, “itu”.
Begitu juga dalam bahasa Inggris baik jauh maupun dekat keduanya
didahului dengan huruf “t” yaitu “that” untuk jauh, dan “this” untuk dekat.
ada di ujung lidah. Dia menggantikan tangan untuk menunjuk benda yang
Perlu diketahui bahwa ذ (dzal) dan ت (ta) meskipun keduanya berasal
dari makhraj yang sama yaitu di ujung lidah, tapi keduanya memiliki sifat yang
berbeda. Di mana ( ذdzal) memiliki sifat jahr yang artinya “jelas dan keras”,
sedangkan ( تta) memiliki sifat hams yang artinya “lembut dan lirih”. Maka ذ
(dzal) menjadi simbol mudzakkar yang mana suaranya lebih keras dan lebih
jelas, sedangkan ت (ta) menjadi simbol karena suaranya yang lembut dan
mengatakan:
lemahnya wanita.
Adapun tambahan ٰهـdi awal kata adalah fungsinya untuk li tanbih (untuk
mencari perhatian), karena di awal saya sampaikan bahwa ta’rif pada isim
isyarah melibatkan visual (melibatkan mata) maka kita butuh agar mukhathab
Maka harfu tanbih ini hanya digunakan untuk benda-benda yang ada di
hadapan kita saja, adapun jika benda itu jauh maka tidak perlu. Sebagaimana
اوإ اذا أُري اد (أاو أُري ادت) اإل اش اارة إ اىل ال اقريب أاو اإل اش اارة بص اف ٍة اع َّام ٍة
Jika kita menghendaki isyarat untuk benda yang dekat atau isyarat
secara umum
)ك تا ُكو ُن أاسااءُ اإل اش اارة إ اىل ال اقريب (أاو أاسااءُ اإل اش اارة بص اف ٍة اع َّام ٍة
او اعلاى ٰذل ا
Maka itu, jadilah ia isim isyarah yang digunakan untuk menunjuk kata yang
•┈┈┈•✦❅✦•┈┈┈•
huruf-huruf yang berasal dari ujung lidah, dan ternyata ini tidak hanya ada
Mengapa bahasa lain pun sepakat dengan hal itu? Karena memang
dan perintah hati. Ketika hati ingin menunjuk kepada sesuatu maka tubuh kita
akan berusaha untuk menunjukannya. Jika ada tongkat yang panjang maka kita
Maka demikian juga dengan lidah, lidah akan menunjukkan benda yang
َّ أل
ان اجلااوار اح اخ اد ُم ال اقلب
Karena anggota tubuh adalah pelayannya hati
ذا اهبات اجلااوار ُح اَن او ذلك الشَّيء ذا اها اِب ام ُسو اسا
Maka anggota tubuh yang lain akan mematuhinya menuju kepada sesuatu
Antum bisa merasakannya sendiri, karena ini adalah fitrah. Ketika hati
mendekatkannya dengan hati. Kita peluk benda tersebut, maka inilah fitrah.
Ketika hati membenci sesuatu, maka tangan pun akan berusaha menjauhkan
atau memukulnya.
Maka demikian juga dengan kalam, tidaklah satu lafadz yang terucap
dari bibir melainkan ia adalah cerminan dari hati kita. Maka saya pribadi
termasuk yang meyakini apa yang disampaikan oleh Al-Imam Ibnul Qayyim
rahimahullah, bahwa setiap lafadz yang terucap dari bahasa Arab yang fasih
adalah menyimpan makna walaupun hanya satu huruf, terlebih lagi ia adalah
bahasa al-Qur’an. Dan hal ini sejalan dengan sabda Nabi ﷺ:
صلا اح اجلا اس ُد ُكلُّهُ اوإ اذا فا اس ادت فا اس اد اجلا اس ُد ُكلُّهُ أااَل اوه اي أااَل اوإ َّن ِف اجلا اسد ُمضغاةا إ اذا ا
صلا احت ا
بُ ال اقل
Ingatlah, dalam jasad ada segumpal daging, ketika ia baik maka baik pula
seluruh jasad, jika ia rusak maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa
ia adalah hati.
ُوَل ِء
أا
Kita lanjutkan pembahasan kita mengenai ismul isyarah, sekarang kita
membahas ُوَلء
أ ا.
ُوَلء
أ ا, perhatikan setelah أ (hamzah) ada huruf و (wawu) yang tidak
diucapkan. ُوَلء
أ ا, u-nya dibaca pendek. Dan perlu diingat, jika ada huruf yang
muncul ditulisan namun tidak diucapkan maka fungsinya adalah untuk pembeda
namanya adalah huruf fariqah. Sebagaimana ا (alif) pada kata أ اان fungsinya
adalah sebagai pembeda. Seperti ( اalif) pada kata ذا اهبُـواfungsinya juga untuk
أاَُلءmaushulah.
ُوَلء
أا yang menggunakan و (wawu) adalah jamak dari اذا dan ذي yang
dari الّذيdan الّيت. Keduanya sama-sama ismul jam’i, baik menggunakan ( وwawu)
maupun tidak, mirip dengan أُولُو yang mana semua kata ini (ُوَلء
أ ا, أاَُلء dengan
)أُولُو tidak memiliki bentuk mufrad. Kalaupun ada mufradnya, maka sama
adalah jamak dari الّذيdan الّيت, sedangkan أُولُوadalah jamak dari ذُو.
أُ اوَلءbisa digunakan untuk mudzakkar, muannats, ‘aqil, maupun ghairu ‘aqil. Jika
jarak benda tersebut dekat maka tambahkan ٰهـ di depannya, menjadi هـُٰؤاَلء.
أُوٰلئ ا.
ك Ketika أُواَلء ditambahkan ٰهـ menjadi هـُٰؤاَلء, maka wawu fariqah yang
terletak setelah أ (hamzah) dihilangkan karena tidak lagi iltibas, sedangkan
ketika bersambung dengan ك (kaf) maka و (wawu)nya tetap ada, أُوٰلئ ا
ك yang
bahwasanya zaman dahulu tidak ada titik dan ra’sul ‘ain ()ء. Maka أُوٰلئ اdan
ك
ك
إلاي اbentuknya sama persis, zaman sekarang ini ( وwawu) tersebut masih ada
walaupun sudah ada titik dan ra’sul ‘ain ( )ءyakni semata-mata untuk mengikuti
Kaful Khithab
Kemudian kita bahas kaful khithab yang muncul di semua ismul isyarah lil
dengan kaful khithab. ( كkaf) di sini adalah huruf, ulama sepakat tentang hal
itu karena sulit mencari alasan kalau ك (kaf) di sana adalah dhamir karena
kita tahu bahwa ( كkaf) adalah dhamir nashab atau jar, jika ia dhamir nashab
maka apa yang menashabkannya, tidak fi’il sebelumnya. Jika ia dhamir jar
juga tidak ada huruf jar sebelumnya dan isim isyarah tidak mungkin menjadi
mudhaf karena dia adalah isim ma’rifah sedangkan mudhaf berasal dari isim
nakirah. Maka dari itu semua madzhab sepakat dalam pendapat bahwa kaf
di sana adalah harfu dhamir bukan isim dhamir. Boleh disebut harfu
Apa gunanya diberikan harfu dhamir? Dan harfu dhamir ini ditujukan
kepada benda yang kita tunjuk (musyar ilaihi) atau untuk orang yang kita ajak
bicara (mukhathab/ orang yang kita ajak untuk melihat benda tersebut)? Kaf
musyar ilaihnya.
tergantung kepada orang yang kita ajak bicara menjadi ٰذل ا, ٰذل ُك اما,
ك
menjadi ك
تل ا, تل ُك اما, تل ُكم, تلك, تل ُك َّن.
menjadi ك
اذان ا, اذان ُك اما, اذان ُكم, اذانك, اذان ُك َّن
menjadi ك
اَتن ا, اَتن ُك اما, اَتن ُكم, اَتنك, اَتن ُك َّن.
أُوٰلئ ا,
kaful khithabnya menjadi ك أُوٰلئ ُك اما, أُوٰلئ ُكم, أُوٰلئك, أُوٰلئ ُك َّن.
Itulah kias dari asmaul isyarah lil ba’id sesuai kaidah yang semestinya
ٰاذل ا
ُ ك ٱلك ٰتا
٢... ب
Kita perhatikan musyar ilaihnya adalah mufrad mudzakkar yaitu
ُ ٱلك ٰتا, dan mukhathabnya adalah nabi kita yaitu Muhammad ﷺ.
ب
bicara) itu ada 2 orang yaitu teman Nabi Yusuf di dalam penjara, jadi
ُ ٰاذل.
bunyinya كما
ا ُك اماini untuk kedua temannya, اذاnya untuk takwil.
َّ
yaitu kaum mukminin (... لصلا ٰوة
َّ ي ل ) ٰاَِيايـُّ اها ٱلذ ا, maka bunyi
ين ءا اامنُـِوا إذاا نُود ا
ُ ٰذال.
isim isyarahnya كم
ال اك ٰاذلك قا ا
٢١ ... ال اربُّك قا ا
Jibril berkata pada Maryam: “Demikianlah firman Rabb-mu.”
dalam al-Qur’an.
ي
ٰذال ا...
َّ ك اخْي لَّ ُكم اوأاط اه ُر فاإن َّّل اَت ُدوا فاإ َّن
١٢ ٱّللا اغ ُفور َّرحيم
Kita perhatikan pada ayat ini Allah sedang berbicara pada kaum
menggunakan harful khithab yakni ٰذل اbukan ٰذل ُكم, maka inilah yang
ك
dimaksud dengan kaf limutlaqil khithab artinya kaf one for all (1 kaf
ٰذل ا.
berkelompok tetap menggunakan ك
kata tunjuk jauh maka kita perlu usaha yang lebih keras untuk
ulama adalah sejenis harfu nida, seperti ٰه اذا كتااب maka kata para
ulama mirip dengan kalimat ( اَي ازي ُد ذاا كتاابHei! Ini buku), itu ketika
posisi bukunya dekat dengan kita.
Berbeda ketika posisi kita jauh dari buku tersebut dan kita
ingin agar teman kita melihat isyarat agar mereka menengok ke arah
terkadang dengan mata, bahkan jika ada benda kecil mungkin kita
lemparkan ke arah benda yang dimaksud agar teman kita ini paham ke
arah mana mata dia harus tertuju, maka kita katakan: ٰذل ا, kata
ك كتااب
ٰذل ا:
Imam As-Suhaily ketika kita mengatakan ك كتااب
Laamul Bu’di
ditambahkan pada isim isyarah lil ba’id. Para ulama menamakan lam ini dengan
Ulama Kufah memiliki nama tersendiri dengan nama lamu at taktsir yaitu
lam untuk memperbanyak lafadz. Sebetulnya intinya sama saja, disebut lamut
َّي قاـلَّت
َّي اكثُـارت ام اسافاةُ اإل اش اارة اوقاـلَّلُواها ح ا
فح افا اكثـَّ ُروا الُُرو ا
Ditambah hurufnya (pada ismul isyarah) ketika jaraknya juga bertambah
karena memang huruf lam ini sering digunakan untuk taukid, kita mengenal
lamu taukid. Kemudian diharakati kasrah untuk membedakan dari lamul jarri
karena lamul jarri jika bertemu dengan dhamir ia akan berharakat fathah,
seperti ك
لا ا, ٰذل ا, ٰذل ُكم.
لا ُكمsedangkan lamul bu’di diharakati kasrah seperti ك
Namun ketika lamul bu’di ini bertemu dengan ت (ismul isyarah lil
berturut-turut, 2 kasrah pada huruf )ت( تberarti doubel kasrah karena dia
diberi huruf mad, dan 1 karsah pada huruf lam, inilah yang disebut oleh para
kemudian bertemu 2 sukun pada huruf ي dan ل sehingga huruf ي nya
Penulis menyampaikan,
َّ أ َّاما إ اذا أُري اد اإل اش اارةُ إ اىل الباعيد أاتاى ِبل اكاف أاو ِبل اكاف او
ِبلَّلم ِف آخر اسم اإل اش اارة
Adapun ketika dikehendaki isyarat kepada benda/ objek yang jauh maka
tambahkan huruf ( كuntuk menandakan bahwa itu isyarat kepada benda yang
jauh) atau bisa ditambahkan 2 huruf yaitu dengan ك dan ل di akhir isim
isyarah.
Misalnya: اذا
ٍ ف خطا
اب اف احر ا
ُ اوتُ اس َّمى ال اك
Tadi sudah disampaikan bahwa ك (kaf) di sini adalah harfu khithab,
bukan dhamir.
Sehingga kita tahu bahwa dhamir bentuknya itu ada yang berupa isim,
ada yang berupa huruf. Terkadang kita tambahkan isim untuk dhamir (ismu
dhamir) supaya tidak tertukar dengan harfu dhamir, karena ada juga dhamir
yang bentuknya bukan isim yaitu harfu dhamir (huruf yang menunjukkan
kepada dhamir).
•┈┈┈•✦❅✦•┈┈┈•
ُهنااadalah isim isyarah khusus untuk tempat yang dekat ()لل ام اكان ال اقريب,
boleh dibaca ُهناا, اهنَّا, atau هنَّا dengan tasydid, dan yang paling fasih adalah
dibaca ُهناا sedangkan yang paling jarang digunakan adalah هنَّا. Adapun jika
sering mendengar kata ( هنااtanpa tasydid) dari kalam Arab, maka itu adalah
bahasa ammiyah. ُهناا juga bisa diberi haa tanbih menjadi ٰه ُهنااdan bisa ditulis
dengan alif atau tanpa alif sebagaimana dicantumkan oleh penulis pada
halaman 121.
Adapun untuk tempat yang jauh dibedakan dengan adanya kaful khithab
yang sangat jauh). Karena ُهنااdan ُهناا اكadalah isim isyarah untuk tempat, maka
keduanya juga bisa berfungsi sebagai dzharaf makan.
kata “di sana”. َّ اثkhusus untuk dzharaf makan saja di dalam kalimat, adapun
ك
ُهناال اdi dalam al-Qur’an juga digunakan sebagai dzharaf zaman, sebagaimana
dalam surat Al-Kahfi ayat 44:
Makna ك
ُهناال ا pada ayat tersebut adalah َّي ئ ٍذ
حا sebagaimana para
bahwa asal isim isyarah adalah huruf ذ (dzal) saja, sedangkan alif pada ذاان
merupakan alif tatsniyah. Inilah yang menyebabkan ia mu’rab sebagaimana
i’rab mutsanna.
menyebabkan Abu ‘Amr, salah satu Qaari’ dari Qurra’ Sab’ah menggunakan
bacaan yang berbeda dari jumhur ulama lainnya ketika membaca surat Taha
Beliau membacanya: إ َّن ٰه اذين لا ٰاسح ٰارن. Ketika ditanya apa alasannya beliau
membaca demikian, beliau menjawab:
Sesungguhnya aku malu kepada Allah jika aku membaca ٰه اذان إ َّن.
Mengapa? Karena beliau juga termasuk salah satu ulama yang mengikuti
pendapat Kufiyyun.
Adapun isim isyarah yang lainnya maka ulama sepakat bahwa semuanya
adalah mabni.
ِبلض ّمة
ّ ُم اد ّر اسةُ ⟸ خربُ املبتدأ مرفوع
اللُّغاة ⟸ مضاف إليه جمرور ِبكسرة
dengan ﴾﴿ال, maka isim yang bersambung dengan الtersebut dii’rab sebagai
badal dari isim isyarah tersebut.
Maka dari itu isim isyarah ini mengambil hukum i’rab dari isim isyarah
tersebut.
dengan ال setelah isim isyarah maka i’rabnya sudah pasti ia adalah badal.
Namun yang lebih tepat bisa juga ia dii’rab sebagai ‘athaf bayan maupun
sebagai na’at. Kalau isimnya adalah isim jamid maka jadi ia badal bisa juga
sebagai ‘athaf bayan. Namun jika isim tersbut adalah isim musytak maka dia
Contohnya:
صتاَّي
ت اهاتاَّي الق َّ
قاـارأ ُ
الض ّم ِف م ّل رف ٍع
مبِن اعلى ّ
مبِن اعلى السكون والتّاءُ ضمْي ٌّ ت ⟸ فعل ٍ
ماض ٌّ قاـارأ ُ
فاعل
املثىن
اب ّ اسم إشارةٍ مفعول به منصوب ِبلياء ألنّهُ معرب إعر ا
اهاتاَّي ⟸ ُ
صتاَّي ⟸ بدل َلسم اإلشارة منصوب ِبلياء
الق َّ
penulis di sini.
Malhuudzhah
ْح ْوظاةِ
امل ُِ
ك)
(هذه) أاو (تل ا
( )١يُ اش ُار إ اىل اج ٍع اما اَليـاعق ُل ِبسم اإل اش اارة لل ُمفارادة امل اؤنـَّثاة ٰ
tidak berakal jamak menggunakan isim isyarah, maka yang biasa digunakan
اوقاـلَّ اما يُ اش ُار إلايه ب اكل امة ٰه ُؤاَلء أاو ب اكل امة أُوٰلئ ا
ك
Dan jarang sekali menggunakan isim isyarah ٰه ُؤاَلء atau أُوٰلئ ا
ك (untuk
sesuatu yang jarang. Hal ini bukan berarti bahwa أُوٰلئ اtidak sama
ٰه ُؤاَلءdan ك
sekali digunakan untuk ghairu ‘aqil, karena faktanya al-Quran pun
menggunakan kata ٰه ُؤاَلء untuk ghairu ‘aqil. Misalnya ketika Nabi Musa
ُّك ٰاَيُ ا
١٠١ وس ٰى امس ُحوارا إ ّّن األاظُن ا...
Wahai Musa, sesungguhnya aku mengira kamu sedang terkena sihir. (QS
Al-Isra: 101)
١٠٢ ... لس ٰام ٰاوت اوٱألارض ُّ انزال ٰاِه ُؤاَلِء إََّل ار
َّ ب ٱ ت اماِ أ ا
لااقد اعلم ا
Wahai Fir’aun, sesungguhnya kamu telah mengetahui... . (QS Al-Isra:
102)
bahwasanya hati nurani fir’aun juga mengiyakan bahwa itu adalah mukjizat,
telah mengetahui).
tidaklah mukjizat-mukjizat tersebut diturunkan لس ٰام ٰاوت اوٱألارض ُّ إََّل ار
َّ ب ٱ
(melainkan oleh pemelihara langit dan bumi).
saja patung yang lain jika kalian tidak mempercayai. (QS Al-Anbiya: 63)
Kita perhatikan di sini kata ٰاِه ُؤاَلِء mengacu pada patung dan ia tidak
berakal.
surga kepada Nabi Adam kemudian Allah tes kepada para malaikat yang mana
para malaikat telah lebih dahulu ada di surga daripada Nabi Adam, Allah
berfirman:
Maka ٰاِه ُؤاَلِءdi sana mengacu kepada ‘aqil juga ghairu ‘aqil.
ِ
صار اوٱل ُف اؤ ااد ُك ُّل أُوٰلائ ا
٣٦ ك اكا ان اعنهُ امسُو اوَل َّ إ َّن ٱ...
لسم اع اوٱلبا ا
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya itu akan
khithab yaitu ismul isyarah lil ba’id) kemudian disebutkan setelahnya ini
mukhathab (orang yang kita ajak bicara/ lawan bicara) maka kafnya
Dan pembahasan kaful khithab ini sudah di bahas pada audio sebelumnya.
Contohnya:
ُ ٰذل ُك ُم الكتا
اب ُمفيد اَي أاصدقاائي
. ...اف التَّشبيه اعلاى اسم اإل اش اارة ( اذا) فاـناـ ُقو ُل ( اك اذا) باع اىن مث ُل
ُ (جــ) تاد ُخ ُل اك
Contohnya:
dengan tasybih maupun isyarah, di mana اك اذاini menunjukan اع ادد ُمبـ اهم, ال اع اد ُد
املبـ اه ُمyaitu angka yang samar, yang tidak diketahui jumlahnya atau diartikan
ُ
dengan “sekian”. Misalnya dalam kalimat:
Maka dari itu, karena اك اذاini ال اع اد ُد املبـ اه ُمbiasanya diikuti oleh tamyiz ⟹
ُ
عندي اك اذا دراُهاا
Yakni ini adalah kisah Nabi Sulaiman ketika Ratu Balqis mengunjungi
Kadang juga untuk yang jauh (lil ba’id) maka bisa ditambahkan lamul bu’di
اخاهُ اك ٰذل ا
ك تأاُ ت اعليا فااض اَّل او اعلم
ُ اعلم
Baik sampai di sini pembahasan kita selesai sudah mengenai isim isyarah
yang إن شاء هللا akan kita lanjutkan lagi dengan pembahasan baru yaitu isim
maushul.